4
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pa Pasang Surut
Pasan ng ssurut selanjutnya disebut pasut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut Pasang secara a periodik pe yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda – benda langit terutama Bulan dan M ata Matahari terhadap massa air laut di Bumi. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabai ikka an karena jaraknya yang sangat jauh dan atau ukurannya yang jauh lebih kecil. Pasut air diabaikan laut m em em memiliki periode rata - rata sekitar 12,4 jam atau 24,8 jam. Faktor non astronomis yang memp pen eng mempengaruhi pasut terutama di perairan semi tertutup antara lain karena bentuk garis pantai dan topografi to opo op dasar perairan. Permukaan air laut senantiasa berubah setiap saat karena geraka an p gerakan pasut. Proses pasang surut laut dapat dilihat secara nyata di daerah pantai, yang memp pen eng mempengaruhi berbagai aktifitas manusia di daerah pantai. P e Periode selama permukaan air laut naik disebut air pasang, sedangkan kedudukan air laut pada pa ada waktu mencapai puncak disebut air tinggi. Keadaan saat permukaan air laut menurun ad akibatt gaya ga pasut disebut air surut dan kedudukan rendah permukaan air laut disebut air rendah h. P rendah. Perbedaan antara air rendah dengan air tinggi disebut tunggang air yang besarnya setiap p ttempat em e m berbeda bergantung karakteristiknya (Gross, 1992)
2.1.1
Te T e Teori Pembentukan Pasut Pe Pembentukan Pasut dapat dijelaskan dengan memahami dua teori yang saling
mendu ukun yakni teori kesetimbangan (Equilibrium Theory) yang menerangkan sifat-sifat Pasut mendukung secara a kualitatif. ku Teori kedua adalah teori dinamis (Dynamical Theory) yang menjelaskan sifat Pasut sec secara kuantitatif. a.
Te Teori Kesetimbangan Te Teori kesetimbangan atau Equilibrium Theory pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac
Newto on ((1642-1727). on 1 Newton Teori ini terjadi pada Bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air da an p e dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permu uka uk aa a laut sebanding dengan Gaya Pembangkit Pasut (GPP). Dalam “Teori Gravitasi permukaan Univerrsa sal” yang dicetuskan oleh Sir Isaac Newton, dinyatakan bahwa pada sistem dua benda Universal” denga an massa an m dengan m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara keduanya yang besarnya besarn nya ya sebanding dengan perkalian massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarakn nyya a: jaraknya:
5
FG
G
m1m2 r2
(2.1)
………………………………………
dimana: FG = gaya gravitasi ( N ) G = konstanta gravitasi universal ( ≈ 6,67 N kg-2 m2 ) m1 = massa benda 1 ( kg ) m2 = massa benda 2 ( kg ) r
= jarak antara benda 1 dan benda 2 ( m ) (Pond and Pickard, 1983 )
Di permukaan bumi, GPP dihasilkan dari resultan dua buah gaya yaitu gaya gravitasi Di errh e bumi tterhadap bulan dan bumi terhadap matahari, serta gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh revolu usii bumi b revolusi terhadap matahari dan bulan terhadap bumi. Akibat revolusi bumi dan bulan maka p titik tiittik pada permukaan bumi dipengaruhi oleh gaya sentrifugal yang arahnya menjauhi setiap u rre ev sumbu revolusi.
Pusat Bumi
Permukaan
Ke bulan
Gaya sentrifugal Gaya gravitasi bumi – bulan GPP
Gambar 2.1 Gaya Pembangkit Pasut (sumber : http://www.oc.nps.edu/nom/day1/partc.html)
6
Be Besar gaya sentrifugal ini adalah konstan disetiap titik di permukaan bumi. Seperti dilustr rasik dilustrasikan pada Gambar 2.1. dimana gaya sentrifugal dan gaya gravitasi oleh bulan mengh hasi menghasilkan GPP. Tabel 2.1 adalah rumus GPP pada sistem bumi-bulan.
Tabel 2.1 Gaya Pembangkit Pasut pada Sistem Bumi-Bulan
Posisi
Zenith Pusat Bumi Nadir
Gaya
Gaya
Gravitasi
Sentrifugal
KM / (D-a)2
- KM / D2
KM {(1/(D-a)2) - (1/D2)} = KM (2a/D3)
KM / D2
- KM / D2
0
KM / (D+a)2
- KM / D2
- KM {(1/D2) - (1/(D+a)2)} = KM (2a/D3)
Gaya Pembangkit Pasut
(Sumber : Rawi, 2003) S im Simbol K adalah tetapan dari gaya tarik universal ( K ≈ G ≈ 6,67 N kg-2 m2 ), M adalah massa a b u bulan (kg), D jarak antara Bumi dan Bulan (m), a adalah radius Bumi (m). Dari persam maa diatas dapat dianalisis bahwa GPP bulan berbanding lurus dengan massa Bulan persamaan dan be erba berbanding terbalik pangkat tiga jarak antara Bumi dan Bulan. Gaya tarik gravitasi Matahari juga m em mempengaruhi terjadinya pasut, walaupun besarnya energi yang ditimbulkan terhadap laut tidak sebesar seb gaya gravitasi Bulan. Besar GPP Matahari sekitar 47% GPP Bulan, hal ini diseba abka jarak antara Bumi dan Matahari 390 kali jarak Bumi dan Bulan serta massa disebabkan Matah hari 27 x 106 kali massa Bulan. Selain itu pasut Matahari memiliki periode sekitar 12 jam Matahari sehingga sehing gg ga a posisi relatif Matahari terhadap ekuator Bumi selalu berubah dari 23,5˚ LU – 23,5˚ LS. Sikluss iini ni memerlukan waktu satu tahun penuh untuk membedakan perubahan bulanan dari ni posisi Bulan Bul (Gross, 1993) Pa P a Gambar 2.2 dapat diilustrasikan posisi Matahari, Bulan dan Bumi serta perputaran Pada Bumi tterhadap errh e Matahari, Bulan terhadap Bumi dan Matahari, Bulan dan Bumi terhadap Matah harrii. Bulan mengelilingi Bumi selama 29,5 hari sehingga setiap satu putaran terjadi empat ha Matahari. posisi Bulan Bu terhadap Bumi dan Matahari yakni Bulan kuartal pertama, Bulan baru, Bulan kuarta al II, IIII, dan Bulan purnama. Saat Bulan kuartal posisi Bulan, Bumi dan Matahari tegak lurus kuartal denga an sumbu an s dengan Bumi – Bulan sehingga pengaruh gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi
7
akan saling sali mengurangi. Kondisi ini disebut dengan neap tide atau Pasut perbani dimana elevas si Pasut Pa elevasi lebih rendah dibanding posisi lainnya. Bulan kuartal terjadi pada perempat bulan awal d an perempat bulan akhir. dan
BUMI
Bulan kuartal I
Bulan
Bulan
BUMI
Bulan baru
MATAHARI Bulan
BUMI
BUMI
Bulan kuartal II
Bulan purnama Bulan
Gambar 2.2 : Posisi Bumi dan Bulan terhadap Matahari yang selalu berubah (Sumber : Danial, 2008)
Saat Bulan baru dan purnama posisi Bulan, Bumi dan Matahari dalam satu garis Sa denga an sumbu s dengan Bumi – Bulan sehingga pengaruh gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi menga alam penjumlahan (superposisi). Kondisi ini disebut dengan spring tide atau Pasut mengalami purnam ma dimana elevasi Pasut lebih tinggi dibanding neap tide. Pasut purnama terjadi ketika purnama awal bulan bu ulla baru dan pertengahan bulan. b.
Te Teori Pasut Dinamik D a Dalam teori Pasut dinamik atau Dynamical Theory ini, lautan yang homogen masih
diasum msi sik diasumsikan menutupi seluruh Bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik period dik ik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstituenperiodik konstit tuen tu konstituennya (Pond and Pickard, 1983, hal. 261). Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplac ce (1796-1825). ( Laplace Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat Pasut dapat
8
diketa ahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit Pasut menghasilkan diketahui gelom mban Pasut (tide wave) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit Pasut. gelombang Karen na te Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Fak Faktor-faktor tersebut adalah kedalaman perairan dan luas perairan, pengaruh rotasi Bumi ((Coriolis Cor Effect), gesekan dasar laut. pasang
air naik TA B air turun
surut
air naik pasang
TA TA pasang p asang C
A
TA
TA = Titik Ampridomik
Gambar 2.3 Proses terjadinya Titik Ampidromik di Belahan Bumi Utara (BBU) (Sumber: Http://www.e-education.psu.edu/earth540/content/c6_p1.html)
Ro R o Rotasi Bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan Bumi akan beruba ba ah arah a berubah (Coriolis Effect). Di belahan Bumi Utara benda membelok ke kanan, sedangkan ahan Bumi Selatan membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin ah di bela belahan menin ngkka ng a sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya meningkat ber erv juga bervariasi tergantung pada kecepatan perambatan benda tersebut. Berkaitan dengan fenom mena me n Pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus Pasut. Faktor gesekan dasar laut dapat fenomena mengu ura ur an n tunggang Pasut. Semakin dangkal perairan semakin besar pengaruh gesekannya. mengurangi am p am Titik ampidromik yaitu area dimana kedudukan air variasinya kecil. Area ini terjadi ketika
9
punca ak gelombang g puncak pasut memasuki suatu basin di area A, aliran massa air dibelokkan ke kanan n ole oleh gaya coriolis (di belahan bumi utara) sehingga puncak pasut di bagian timur basin, kemud dian berlawanan arah jarum jam aliran massa air menuju area B dan mengalami puncak kemudian di bag gian utara. Aliran massa air dari titik B ke titik C mengalami puncak di bagian barat basin, bagian selanjutny selanjutnya berlawanan dengan arah jarum jam aliran massa air kembali ke perairan asal aliran yakni di selatan sse basin (Gambar 2.3). 2.1.2
Ko Konstanta Harmonik Pasut P a Pasut laut dihasilkan oleh gaya tarik bumi dengan bulan, matahari dan benda langit
lainny ya,, yang y lainnya, disebut sebagai faktor astronomis. Sepanjang penjalarannya gelombang pasut dipeng ga arru oleh topografi dasar laut, morfologi pantai serta kondisi meteorologi. Karena pasut dipengaruhi dihasilk ka an n oleh faktor-faktor astronomis sehingga gelombang pasut bersifat harmonik (periodik), dihasilkan sedan ng pengaruh ng p sedang meteorologis tidaklah periodik, bahkan seringkali hanya menghasilkan efek sesaa at ssaja. a sesaat Untuk mengetahui karakteristik pasut di suatu perairan dilakukan analisis pasut denga an m an dengan menghitung konstanta harmonik pasut dari hasil pengukuran. Konstanta harmonik pasut adalah ad a ada d dua parameter yang dianggap konstan, yakni amplitudo dan fase yang dapat diguna aka kan untuk dapat meramalkan kondisi pasang di sutau perairan. Amplitudo dan fase dari digunakan suatu konstanta kon ko pasut tidak berubah sejalan dengan waktu, kecuali jika terjadi perubahan fisik dari su uatu lokasi pengamatan seperti pendangkalan atau abrasi. suatu Ko Konstanta pasut adalah superposisi dari konstanta-konstanta harmonik pasut. Analisis harmo onik pasut dilakukan untuk mencari hubungan semua konstanta dengan gaya pembangkit harmonik pasut yang yan disebabkan astronomi. Konstanta - konstanta tersebut dinotasikan oleh sebuah huruf yang yan merupakan singkatan dari karakter penyebab utamanya (Moon = M, Sun = S), dan indekss an angka yang mengikuti untuk tunggal (indeks 1), ganda (indeks 2), catur (indeks 4) dan seteru ussn ny Konstanta pasut sifatnya periodik maka dapat diprediksi, untuk memprediksi seterusnya. diperlu ukkan data amplitudo dan fase dari masing-masing konstanta. Semakin banyak konstanta u diperlukan yang d ig ig digunakan semakin baik juga prediksi yang dihasilkan (Macmillan, 1966). Pada pembu ua u atta a peta pasut, data yang akan disajikan adalah amplitudo dan fase dalam bentuk pembuatan garis-g ga g arriis co-tidal dan co-range. Pengamatan pasut oleh Dishidros TNI AL selama ini garis-garis mengh hasi has ha si menghasilkan 9 (sembilan) konstanta harmonik (Tabel 2.2) yakni 4 konstanta Pasut ganda (M2, S2, N2 2, K N2, K2), 3 konstanta pasut tunggal (K1, O1, P1), serta 2 konstanta pasut perairan dangkal (M4, M S4 S 4 Pengamatan pasut dilakukan minimal 15 hari dan diolah menggunakan Metode MS4).
10
admira alty. Metode Admiralty adalah metode pengolahan data untuk mencari konstanta admiralty. harmo onik yaitu amplitudo dan fase menggunakan bantuan skema dan tabel-tabel pengali. harmonik Tabel 2.2 Konstanta Harmonik Pasut Dishidros TNI AL Konstanta Harmonik Utama Pasut Nama
Keterangan
K Konstanta
Kec.Sudut (0/jam)
Konstanta ini dipengaruhi oleh K1
deklinasi Bulan dan deklinasi
15,0410686
Matahari O1
P1
S2
M2
Konstanta ini dipengaruhi oleh deklinasi Bulan Konstanta ini dipengaruhi oleh deklinasi Matahari Konstanta ini dipengaruhi oleh Matahari Konstanta ini dipengaruhi oleh Bulan
13,9430356
14,9589314
Kelompok
Harian tunggal Harian tunggal Harian tunggal
30,0000000
Harian ganda
28,9841042
Harian ganda
28,4397295
Harian ganda
30,0821373
Harian ganda
Konstanta ini dipengaruhi oleh N2
perubahan jarak, akibat lintasan Bulan yang berbentuk ellips Konstanta ini dipengaruhi oleh
K2
perubahan jarak, akibat lintasan Matahari yang berbentuk ellips
M4
Kecepatan sudutnya dua kali kecepatan sudut M2
57,9682084
Perairan dangkal
Dihasilkan oleh interaksi M2 MS4
dengan S2, kecepatan sudutnya sama dengan jumlah kecepatan
58,9841042
Perairan dangkal
sudut M2 dan S2 (Sumber : Rawi, 2003)
11
Gr Grafik pasut diilustrasikan pada Gambar 2.4. Tunggang air adalah jarak vertikal antara punca ak air a tinggi dan lembah air rendah. Amplitudo adalah jarak antara muka air rata – rata puncak (mean n se sea level) dengan puncak air tinggi. Periode Pasut adalah waktu yang diperlukan untuk menem mpu satu gelombang penuh. Frekuensi Pasut adalah banyaknya Pasut yang terjadi menempuh dalam m satu sat hari Pasut atau 24 jam. 1,5
Haripasut
Elevasi(meter)
1
Periode Amplitudo
0,5
Tunggang air
0 -0,5
(jam) -1
Periode -1,5 0
24
48
W aWaktu k t u ( (jam) meter)
Gambar 2.4 Grafik Pasut (Sumber : Rawi, 2003)
2.1.3
Ti Pasut Tipe Pe Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit Pasut,
sehing gga terjadi tipe Pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Pasut di Indonesia dibagi sehingga menja adi 4 (Tabel 2.3). Tipe Pasut tersebut dapat dihitung berdasarkan amplitudo beberapa menjadi kompo onen harmonik Pasut, dengan menggunakan rumus 2.3 (Pariwono, 1985 dan Rawi, komponen 2003)::
F
AK 1 AO1 AM 2 AS 2
…………………………………………………………..
dimana : F
= bilangan Formzahl
AK1
= Amplitudo K1
AO1
= Amplitudo O1
AM2
= Amplitudo M2
(2.3)
12
= Amplitudo S2
AS2
Contoh penggunaan rumus di atas adalah sebagai berikut, jika diketahui amplitudo konsta anta : konstanta K1 = 0,12 m
M2 = 0,32 m
O1 = 0,22 m
S2 = 0,18 m
Maka pasang surut yang terjadi adalah:
F
(0,12 0,22) (0,32 0,18)
0,68
Jadi tipe Pasut adalah campuran condong ganda atau dalam 24 jam cenderung pas pa terjadii pasang dan surut sebanyak 2 kali namun tinggi dan periodenya berbeda.
Tabel 2.3 Tipe Pasut berdasarkan nilai bilangan Formzahl Nilai
Tipe pasang surut
Fenomena Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang (air
F ≤ 0,25
Pasang surut harian
tinggi) dan air surut (air rendah) dengan tinggi
ganda (Semi Diurnal
yang hampir sama, pasang surut terjadi
Tide)
secara berurutan. Periode pasang surut ratarata 12 jam 24 menit.
0,25 < F ≤ 1,5 0
Pasang surut
Dalam satu hari terjadi dua kali air tinggi dan
campuran condong ke
air rendah, tetapi tinggi dan periodenya
harian ganda (Mixed
berbeda.
Tide, Prevailling Semi Diurnal)
1,5 < F ≤ 3
Pasang surut
Dalam satu hari terjadi dua kali air tinggi dan
campuran condong ke
air rendah, tetapi tinggi dan periodenya
harian tunggal (Mixed
berbeda.
Tide, Prevailling Diurnal)
F>3
Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air tinggi dan air rendah. Periode pasang surut rata-rata 24 jam 50 menit. (Pariwono, 1985)
13
Ganda Januari 2011, Arun Aceh Ga
Campuran Cam Ca am Ganda Januari 2011, Ciwandan Banten
Campuran Cam am a m Tunggal Januari 2011, Mempawah Kalbar
Tunggal Januari 2011, Gresik Jatim Tun
Gambar 2.5 Grafik Empat Tipe Pasut
14
2.2
Pe Pasut Peta Pe Peta adalah gambaran muka bumi yang disajikan pada bidang datar dengan sekala dan
proyek ksi tertentu. Peta dibuat pada bidang datar dan disajikan berdasarkan kaidah-kaidah proyeksi kartog grafi dan dibuat dari hasil survei maupun pengukuran. Pembuatan peta kini dapat dibuat kartografi melalu ui p melalui pemotretan udara maupun dengan bantuan satelit serta dalam penentuan posisi horizo on nttal a banyak menggunakan GPS (Global Positioning System). Peta dapat dikategorikan horizontal menja adi tti ad i bagian yakni Peta topografi, Peta tematik dan Peta laut. Peta laut merupakan hasil menjadi tiga pengg gam ga penggambaran kegiatan berbagai survei di laut, yakni survey hidrografi berkaitan dengan pemet taan ta an dasar laut, survey oseanografi berkaitan dengan pemetaan parameter laut seperti pemetaan pasut,, dan da survey seismik berkaitan dengan pemetaan bawah dasar laut (Djunarsjah & Poerb ban ba nd d Poerbandono, 2005).
Peta Co-range K1 dan O1
Peta Co-tidal K1 dan O1
Gambar 2.6 Peta Pasut Laut Cina Timur ( Sumber: Yanagi et al, 2004)
P e pasut adalah peta yang didasarkan pada garis-garis pasut air laut. Peta pasut Peta memil likkii d memiliki dua tipe, tipe pertama adalah tipe co-tidal, yaitu peta yang memperlihatkan garis-garis yang m e menghubungkan titik-titik (posisi-posisi) yang mengalami air tinggi pada waktu yang bersam maa aa tipe kedua adalah peta co-range, yaitu peta yang memperlihatkan garis-garis yang bersamaan, mengh hu h ub menghubungkan titik-titik yang mempunyai amplitudo sama. Kedua tipe peta pasut tersebut masin ng-m -m masing-masing menggunakan konstanta harmonis pasut yaitu M2, S2, N2, K2, O1, M4, MS4, K1 dan P1. Berdasarkan peta pasut untuk masing-masing konstanta nantinya akan diperoleh
15
gamba aran kondisi pasut daerah penelitian. Umumnya informasi untuk mendapatkan data-data gambaran yang digu digunakan dalam pembuatan peta pasut ini berasal dari pengamatan pantai, sehingga nantin nya a nantinya akan dihasilkan peta pasut dengan garis-garis kontur seperti pada Gambar 2.6. Peta pasut dipublikasikan dipu untuk daerah-daerah yang mengalami perubahan pasut dengan cepat dan pelabu uhan pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pusat berlangsungnya kegiatan perkapalan dan bongkar muat b ara ar barang. Pe P e pasut dibuat berdasarkan pada perbedaan waktu dan amplitudo paling sedikit Peta untuk titiga iga stasiun yang berbeda lokasi. Contoh pembuatan peta co-tidal yang menunjukkan garis kontur ko on dengan posisi-posisi air tinggi yang sama dapat dianalisis pada Gambar 2.7, sedan ng contoh ng c sedang pembuatan peta co-range yang menunjukkan beda tinggi pasut (amplitudo) yang sama sa am m pada Gambar 2.8. Proses kontruksi peta pasut menggunakan metode interpolasi linier tterutama errut e dalam menentukan posisi-posisi baru dari nilai amplitudo dan waktu yang dicari. Langk kah ka h-Langkah-langkah kontruksi peta sebagai berikut : 1.. Memasukkan komponen-komponen konstanta pasut dari masing-masing stasiun ke 1 dalam tabel konstanta pasut. 2. Hubungkan posisi tiap stasiun dengan menggunakan garis lurus. 2.
Sta 4 ( jam )
25 20 Sta 3
Laut 15
5
10 0
( jam )
Sta 1
Sta 2
Daratan
Gambar 2.7 Peta Co-tidal dengan garis-garis waktu 3 Menghitung waktu air tinggi = t untuk pembuatan peta co-tidal 3. 4.. Misalnya menghitung interpolasi peta co-tidal untuk konstanta S2 4
16
Waktu air tinggi (tx) : Sta 1 = 5.73 dan Sta 2 = 11.60 Jarak ke dua stasiun = 9.2 cm, maka posisi jam 6.00 dihitung sebagai berikut: ݔݐൌ
ሺǤͲͲ െ ͷǤ͵ሻ ͻݔǤʹ ൌ ͲǤͶʹܿ݉ ሺͳͳǤͲ െ ͷǤ͵ሻ
Jadi posisi jam 6.00 terletak 0.42 cm dari jam 5.73 Sta.1 5.. Lanjutkan menghitung seperti langkah 4 untuk konstanta lainnya 5 6.. Buat garis kontur yang menghubungkan posisi-posisi yang memiliki nilai waktu dan 6 amplitudo yang sama.
1.7 Sta 4
( cm )
1.6
1.5 0.4 Sta 3
1.8
( cm )
Laut
1.9
Sta 1
Sta 2
Daratan
Gambar 2.8 Peta Co-range dengan garis-garis amplitudo
17
2.3
Pa Pasut Indonesia dan Perambatannya
Gambar 2.9 Peta Sifat Pasut Perairan Asia Tenggara (Sumber : Wyrtki, 1961)
Me Menurut Pariwono (1985), luas Perairan Indonesia terbatas untuk bereaksi secara maksimal terhadap gaya pembangkit pasut, sehingga pasut di Indonesia adalah cermin adanya reaksii terhadap ter kondisi pasut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Pengaruh kondisi lokal juga mempengaruhi perambatan pasut di Perairan Indonesia. Pasut di Perairan Indonesia umum mn nyya bersifat campuran sebagai perambatan dari kedua samudera yang bersifat campuran umumnya terseb bu utt, terutama jenis campuran ganda. Untuk mengetahui kondisi pasut di suatu perairan tersebut, dibutu uh hkka pengamatan pasut paling sedikit 15 hari atau 18,6 tahun jika ingin mendapatkan dibutuhkan hasil yang yan ya ng g akurasinya tinggi. Lama pengamatan pasut akan mempengaruhi kuantitas konstanta yang dihasilkan. diih h Gambar 2.9 dan Gambar 2.10 menunjukkan bahwa pasut tunggal mendo omin om i mendominasi Perairan Indonesia sebelah barat, sedangkan sebelah timur didominasi Pasut ganda a. Hasil a. Ha pemetaan tipe Pasut oleh Wyrtki (1961) dan Pariwono (1985) hampir mempunyai ganda. pola yang yan ang sama, perbedaan kedua gambar tersebut yakni kondisi di Laut Natuna, dimana hasil
18
pemet taan oleh Pariwono (1985) lebih beragam sebaran tipe Pasutnya daripada hasil pemetaan pemetaan oleh W yrt (1961). Wyrtki
Gambar 2.10 Peta Sifat Pasut Perairan Asia Tenggara (Sumber : Pariwono, 1985) Be Berdasarkan peta co-range pada Gambar 2.11 dan 2.12 serta peta co-tidal pada Gamb bar 2.13, dapat dianalisis bahwa konstanta M2 merupakan konstanta Pasut ganda Gambar (semid diu iurrn n (semidiurnal) di Perairan Indonesia. Konstanta Pasut M2 di perairan dangkal seperti di Laut Jawa dan dan an Laut Arafura, mempunyai pola yang lebih komplek daripada perairan dalam seperti sekitarr Laut L Banda. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman perairan mempengaruhi peram mbat mb at Pasut di suatu perairan. Laut Jawa bagian timur menerima perambatan Pasut dari perambatan Samude de d erra a Pasifik melalui Laut Banda dan Selat Makassar (perairan dalam). Laut Jawa bagian Samudera barat juga juga ju g menerima perambatan Pasut dari samudera Pasifik namun melalui Laut Cina Selatan yang merupakan me err Perairan dangkal. Konstanta Pasut di Laut Jawa berumur lebih tua daripada
19
Laut Jawa Jaw bagian timur. Hasil analisis yang dilakukan oleh
Pariwono bahwa di laut Jawa
ditemu ukan titik ampridomik yakni di perairan sebelah utara Jawa Timur. ditemukan
Gambar 2.11 Peta sebaran amplitudo M2 Perairan Asia Tenggara (Sumber : Wyrtki, 1961)
Gambar 2.12 Peta sebaran amplitudo M2 Perairan Asia Tenggara (Sumber : Pariwono, 1985)
20
Gambar 2.13 Peta sebaran cotide M2 Perairan Asia Tenggara (Sumber : Pariwono, 1985) Berdasarkan peta co-range pada Gambar 2.14 dan Gambar 2.15 serta peta co-tidal B e 2.16 dapat dianalisis bahwa konstanta K1 yang merupakan pasut tunggal pada Gambar Ga (diurnal) (diurna al) di al d Perairan Indonesia. Pola konstanta K1 dapat dianalisis garis konturnya jauh lebih sederh ha an na dibanding dengan pola konstanta M2. Konstanta di perairan dalam lebih sederhana sederhana daripa ada di perairan dangkal. Pasut yang merambat dari barat lebih tua daripada yang daripada meram mba dari timur, terlihat dari garis kontur sebelah barat laut jawa antara Singapura dan merambat Kalima anta menunjukkan angka 24, sedangkan di Selat Makassar garis cotidalnya Kalimantan menun njuk menunjukkan angka 12 ini berarti ada perbedaan fase sebesar 12 jam untuk konstanta K1 antara a ked kedua tempat tersebut. Me Menurut Ray (2005) bahwa rambatan pasut yang masuk dari Samudera Hindia dan Samud derra a Pasifik menjadi satu membentuk sistem yang Samudera
komplek menciptakan fenomena
sepert rtti tti it ampidromik (kondisi di laut dimana tidak ada Pasut) dan arus pasut. Arus pasut seperti titik diseba abk bka oleh adanya fenomena pasut air laut. Arus pasut berubah arah sesuai dengan tipe disebabkan pasutn nyya a. Apabila suatu daerah memiliki tipe pasut harian tunggal maka kecenderungan arus pasutnya. pasut yang yan terjadi adalah harian tunggal yang berarti dalam satu hari terjadi perubahan arus ya satu kali, ka alli,i, sedangkan untuk wilayah yang memilki tipe pasut harian ganda maka arus pasutnya akan mengalami men e dua kali perubahan arah arus pasutnya. Sedangkan untuk pasut campuran arahny ya akan a arahnya mengalami perubahan dalam interval sekali sampai dua kali sehari.
21
Gambar 2.14 Peta sebaran amplitudo K1 Perairan Asia Tenggara (Sumber : Wyrtki, 1961)
Gambar 2.15 Peta sebaran amplitudo K1 Perairan Asia Tenggara (Sumber : Pariwono, 1985)
22
Gambar 2.16 Peta sebaran cotidal K1 Perairan Asia Tenggara (Sumber : Pariwono, 1985) Hasil H a pemodelan numerik oleh Hatayama et al (1996) menunjukkan perambatan pasut di Perairan Perair ran n Indonesia dipengaruhi oleh interaksi Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Pada Gamb barr 2.17 garis perambatan yang tercetak tebal menunjukkan perambatan dominan Gambar konsta anta M2 dan yang tercetak putus-putus menunjukkan adanya perambatan lain. Pasut konstanta ganda a yang ya didominasi konstanta M2 perambatannya dibagi dalam tiga alur. Alur pertama, dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan kemudian menuju ke arah tiga basin yakni Teluk Siam, Lau Laut Natuna dan Laut Jawa. Alur kedua, merambat dari Samudera Hindia merambat ke Selat Malaka Ma menuju Perairan Bangka Belitung dan Laut Jawa. Alur ketiga pasut dari Samudera Hindia melalui tiga rute. Rute 3a merambat melalui Selat Ombai menuju Laut Flores dan La aut ut Halmahera. Rute 3b merambat melalui Selat Lombok menuju Selat Makassar. Rute 3c Laut meram mba mb ba melalui Laut Sawu menuju Laut Flores berbelok menuju ke arah Laut Jawa. merambat P Pa Pada Gambar 2.18 garis perambatan yang tercetak tebal menunjukkan perambatan domin na n an konstanta K1 dan yang tercetak putus-putus menunjukkan adanya perambatan lain. dominan Pasut ga g ganda yang didominasi konstanta K1 perambatannya dibagi dalam tiga alur. Alur pertam ma, a, dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan kemudian menuju ke arah Teluk pertama, Siam d an Laut Jawa. Alur kedua, merambat dari Samudera Pasifik melaui Laut Sulawesi dan an dan menga allam a lam m deformasi ke arah Laut Cina Selatan dan Selat Makassar kemudian berbelok ke mengalami
23
arah Laut Lau Jawa. Alur ketiga Pasut dari Samudera Pasifik melalui dua rute. Rute pertama meram mba melalui Laut Halmahera menuju Laut Flores kemudian ke laut Jawa. Rute dua merambat meram mba melalui Laut Halmahera kemudian laut Banda dan terdeformasi menuju dua basin merambat yakni Laut Lau Arafura dan Teluk Carpentaria.
Ket :
1 2 3
= Alur Pertama = Alur Kedua = Alur Ketiga
Gambar 2.17 Perambatan Pasut M2 (Sumber: Hatayama et al, 1996
Ket :
1 2
1 3 2 3
Gambar 2.18 Perambatan Pasut K1 (Sumber: Hatayama et al, 1996)
= Alur Pertama = Alur Kedua = Alur Ketiga
24
Ko Kontruksi peta pasut yang dibangun oleh Pariwono (1985) adalah hasil penelitian untuk menye emp menyempurnakan peta serupa yang pernah dibuat oleh Wyrtki (1961). Peta pasut yang dibang gun oleh Pariwono (1985) tersebut berdasarkan data pengamatan lapangan yang masih dibangun relatif minim mi bila dibandingkan dengan kondisi sekarang dimana makin bertambahnya pelaks sana pelaksanaan survei pasut. Disamping itu, analisisnya masih global untuk Perairan Indonesia diman na p na e dimana perambatan pasut tidak dianalisis untuk setiap basin. Pemodelan pasut oleh Hatayama et all ((1996) 19 99 dan Ray et al (2005), menghasilkan peta pasut dengan pola yang sama dengan pas asu Pariwono (1985), hanya data yang digunakan adalah data altimetri dan griding peta pasut sehing gg ga a perlu adanya perpaduan dengan data lapangan sehingga saling memperkuat analisis. sehingga