6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manfaat Komoditi Kelapa Sawit Minyak sawit dalam industri pangan sangat banyak kegunaannya bagi kehidupan manusia. Secara umum kegunaan minyak kelapa sawit adalah untuk bahan pembuat mentega, bahan pembuat kue (biskuit) dan bahan pembuat minyak goreng, bahan industri tekstil, farmasi, kosmetik dan bahan pembuat sabun, deterjen dan produk lainnya. Selain itu ampas dan tandan buah dapat diolah menjadi pupuk. Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Sementara minyak makan merupakan salah satu kebutuhan dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia.
Permintaan akan minyak makan di dalam dan luar
negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (Pahan, 2006). 2.1.1. Minyak sawit untuk industri pangan Minyak kelapa sawit dapat dibuat untuk bahan makanan seperti margarine, bahan additif cokelat, pembuatan eskrim, makanan ternak, serta pembuatan
asam
lemak
lainnya
dan
industri
makanan
ringan
lainnya
(Lubis,1992). 2.1.2. Minyak sawit untuk industri non pangan Menurut Lubis (1992), selain bahan baku untuk industri pangan minyak kelapa sawit juga digunakan untuk bahan
baku
industri non pangan.
Berdasarkan kandungan vitamin E dalam minyak sawit, minyak sawit berguna
7
sebagai anti oksidan dalam bentuk tocopherol dan tocotrienol dan bertindak sebagai protektif dalam bidang industri ringan, minyak sawit juga digunakan dalam pembuatan sabun,semir sepatu, lilin, deterjen, tinta cetak.
Selain itu
minyak sawit sangat baik sebagai bahan pelumas, karena tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi. 2.2. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit
Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari Guinea (pantai Barat Afrika). Jacq berasal dari nama Botani Amerika Jacquin (Mangoensoekarjo, 2005). Taksonomi dari tanaman kelapa sawit menurut Mangunsoekarjo (2005). adalah : Devisi
: Tracheophyta
Subdivisi
: Pteropsida
Kelas
: Angiospermae
Subkelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Spadiciflorae (Arecales)
Famili
: Palmae
Subfamili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq
8
2.3. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 2.3.1. Akar (Radix) Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut, Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuartener.
Akar primer, yaitu akar yang tumbuh vertikal ( radicle)
maupun mendatar (adventitious roots), berdiameter 6 – 10 mm. Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar maupun ke bawah, berdiameter 1 – 4 mm. Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, arah tumbuhnya mendatar, panjang 15 cm, berdiameter 0,5 – 1,5 mm. Akar kuarter, yaitu akar-akar cabang dari akar tertier, berdiameter 0,7 – 1,2 mm dan panjangnya rata-rata 3 cm.
Akar kuarter berperan aktif dalam
menyerap unsur-unsur hara, air dan oksigen. Panjang akar tertier 1 – 4 mm dengan diameter 0,1 – 0,3 mm Fungsi utama akar adalah menyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara serta sebagai salah satu alat respirasi (Pahan, 2006). Sebagian besar akar kelapa sawit dekat pada permukaan tanah. Hanya sedikit akar kelapa sawit yang berada pada kedalaman 90 cm, padahal permukaan air tanah cukup dalam.
Dengan demikian perakaran yang aktif
berada pada kedalaman antara 5 – 35 cm. Umumnya akar tertier berada pada kedalaman
10 – 30 cm.
Pada umumnya akar sekunder dapat mencapai
kedalaman 1,5 m, yaitu kedalaman maksimal, dimana akar sekunder pernah ditemukan (Pahan 2006).
9
2.3.2. Batang (Caulis) Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm.
Tanaman yang
masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25 - 45 cm/tahun.
Jika kondisi lingkungan
sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun.
Tinggi
maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m.
Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman,
kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi, Yustina, Imam, Rudi. 2005). Menurut Pahan (2006) batang sawit mempunyai 3 fungsi utama yaitu: Sebagai struktur yang mendukung daun, bunga, dan buah, Sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan Sebagai organ penimbunan zat makanan. Batang kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Batang kelapa sawit.
10
2.3.3. Daun (Folium) Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri dan bulu-bulu sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat lebih dari 9 m. Helai anak daun yang terletak ditengah pelepah daun adalah yang paling panjang dan panjangnya dapat melebihi 1,2 m. Jumlah anak daun dalam satu pelepah daun adalah 100 - 160 pasang. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian yaitu: a) Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib). b) Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat. c) Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang. d) Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang. Menurut Lubis (1992), produksi pelepah daun tergantung pada umur tanaman. Produksi pelepah daun pada tanaman selama setahun dapat mencapai 20 – 30 terutama pada umur 7 tahun. Kemudian akan menurun pada umur 12 tahun menjadi 18 – 25 atau kurang, seterusnya produksi daun akan tetap. Panjang pelepah daun diukur dari pangkalnya dapat mencapai 9 meter pada tanaman dewasa sedang pada tanaman muda kurang dari angka tersebut. Pada tiap pelepah diisi oleh anak daun dikiri dan kanan rachis (basis daun). Jumlah anak daun pada tiap sisi dapat mencapai 125 – 200. Anak daun yang ditengah dapat mencapai panjang 1,2 m. Berat kering satu pelepah dapat mencapai 4,5 kg. Pada satu pohon dewasa dapat dijumpai 40 – 50 pelepah. Luas permukaan daun sering dipakai untuk tujuan pengamatan pertumbuhan dengan rumus :
11
L = 2 K (d x l p) Keterangan : L
: Luas permukaan daun
K
: Faktor koreksi (0,55)
d
: Jumlah anak daun pada satu sisi
l
: Lebar anak daun rata-rata sampel
p
: Panjang anak daun rata-rata sampel
Luas permukaan daun dapat mencapai 10 – 15 m2 pada tanaman dewasa berumur 10 tahun atau lebih. Luas permukaan ini diukur setahun sekali dari areal percobaan dengan kepadatan 143 pokok per Ha. Perbedaan umur akan mempengaruhi luas permukaan daun, pada umumnya akan mencapai luas maksimum pada umur 10 – 13 tahun (Lubis,1992). Menurut Mangoensoekarjo,S. dan H.Semangun (2005), kedudukan pelepah daun (phylotaksis) pada batang tersusun dalam satu susunan yangmelingkari batang dan membentuk spiral. Pada tanaman yang tumbuh normal 2 set spiral dapat dilihat selang 8 pelepah mengarah ke kanan ( Gambar 3).
Gambar 3. Rumus kedudukan daun (phylotaksis) kelapa sawit
12
2.3.4. Bunga (Flos) Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masingmasing terangkai dalam satu tandan.
Tandan bunga terletak di ketiak daun,
mulai tumbuh setelah tanaman berumur sekitar satu tahun. Letak bunga jantan yang satu dengan lainnya sangat rapat dan membentuk cabang-cabang bunga yang panjangnya antara 10 - 20 cm.
Pada tanaman dewasa, satu tandan
mempunyai ± 200 cabang bunga. Bunga jantan ini terdiri dari 6 helai benang sari dan 6 perhiasan bunga.
Tepungsari bewarna kuning pucat dan berbau
spesifik. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan
25 - 50 gr tepungsari.
Bunga betina terletak dalam tandan bunga. Tiap tandan bunga mempunyai 100 - 200 cabang dan setiap cabang terdapat paling banyak 30 bunga betina. Dalam satu tandan terdapat 3.000 – 6.000 bunga betina. Bunga betina memiliki tiga putik dan 6 perhiasan bunga. Di antara bakal buah hanya satu yang subur dan jarang terdapat dua ataupun lebih (Setyamidjaja, 1991).
13
a
b
Gambar 4. Tandan bunga kelapa sawit (a. bunga jantan, b. bunga betina) Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 14 – 18 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2,5 tahun untuk diolah di PKS. Dari setiap ketiak pelepah akan keluar tandan bunga jantan atau tandan bunga betina. Pada mulanya yang keluar adalah bunga jantan kemudian secara bertahap akan muncul bunga betina.
Terkadang ditemui bunga banci yaitu
bunga jantan dan betina berada pada satu rangkaian (PTPN. III, 2003). 2.3.5. Buah (Fruktus) Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen
14
pertama sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun, jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5 - 6 bulan, warna buah tergantung varietas dan umurnya. Bagian – bagian buah terdiri dari : Kulit buah (exocarp), daging buah (pulp, mesocarp) yang banyak mengandung minyak dan cangkang (tempurun,, shell, endocarp), dan Inti (kernel),
a
b
Gambar 5. Buah kelapa sawit (a. Buah mentah, b. buah masak) Buah tanaman kelapa sawit akan matang 5 – 6 bulan setelah penyerbukan dan warnanya berubah menjadi orange. Berat tandan dan ukuran bervariasi tergantung umur tanaman, kesuburan tanah dan pemeliharaan.
15
Dalam 1 tandan ada 600 – 2000 buah, panjang buah 3 – 5 cm, berat per buah 13 – 30 gr. Tanaman Kelapa sawit
akan menghasilkan 20 – 22 tandan buah
pertahun, tetapi semakin tua semakin menurun menjadi 12 – 14 tandan buah/ tahun. Tahun pertama berat tandan buah mencapai 3 – 6 kg. Pada tanaman tua akan meningkat berkisar 25 – 35 kg/ tandan dengan banyak buah pertandan bisa mencapai 1600 buah. Pada satu rangkaian buah dibagian dalam tandan, ukuran buahnya lebih- kecil daripada yang berada diluar. Buah matang yang lepas dari tandan di sebut brondolan (LPP, 2000). Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung selama 24 hari, yaitu sampai buah mencapai tingkat masak. Masaknya buah dalam satu tandan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dimulai dari bagian atas dan bagian samping yang terkena sinar matahari menuju ke arah bawah (pangkal). Suatu tandan buah telah siap untuk dipanen apabila beberapa buah dari tandan tersebut terlepas dan jatuh ke tanah (memberondol) (Fauzi, dkk. 2005). Menurut Setyamidjaja (1991), buah kelapa sawit termasuk buah batu karena bagian-bagiannya terdiri dari kulit buah (exocarp/epicarp), daging buah (mesocarp), cangkang (shell/endocarp) dan kernel.Exocarp dan mesocarp sering juga disebut sebagai pericarp (daging buah) yang mengandung sebagian besar minyak, (Gambar 6).
16
Gambar 6. Penampang melintang dan membujur buah kelapa sawit. 2.4. Varietas Tanaman Kelapa Sawit Menurut Fauzi, Yustina, Imam, Rudi (2005), ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya (Gambar 7). 2.4.1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah 1) Dura, tebal tempurung antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina ( Gambar 7 ). 2) Pisifera, ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan kernel sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan Pisifera dan Dura akan menghasilakan varietas Tenera ( Gambar 7 ).
17
3) Tenera, varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunanperkebunan pada saat ini. Tempurung tipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya.
Persentase
daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96 %. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak dari pada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil ( Gambar 7 ). 4) Macro-carya, tempurung sangat tebal sekitar 5 mm, sedangkan daging buah tipis sekali. 5) Diwikka-wakka, varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadure, diwikka-wakkapisifera dan diwikka-wakkatenera.
Dura
Tenera
Pisifera
Gambar 7. Irisan membujur dan melintang buah kelapa sawit dari varitas Dura, Tenera dan Pisifera
18
2.4.2. Varietas berdasarkan warna kulit buah 1) Nigrescens, buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan. 2) Virescens, pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan setelah masak warna buah berubah menjadi jingga kemerah-merahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di lapangan. 3) Albescens, pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya bewarna ungu kehitaman. Vareitas ini juga jarang dijumpai. 2.5. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
2.5.1. Iklim Data iklim sangat penting diketahui dengan baik karena keberhasilan beberapa jenis pekerjaan tergantung dari iklim.
Pekerjaan tersebut seperti
pemupukan, penggunaan herbisida, pemeliharaan parit dan jalan, pemanenan, ramalan produksi dan lain – lain (Lubis, 1992). A. Curah Hujan Menurut Lubis 1992, tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada keadaan curah hujan antara 2.000 – 2.500 mm/tahun, tidak terjadi difisit air (< 250 mm/tahun) dan hujan turun agak merata sepanjang tahun. Curah hujan yang sangat efektif yang dibutuhkan kelapa sawit untuk tumbuh adalah 1.300 – 1.500 mm/tahun, lebih dari 2.500 mm/tahun juga bukan tidak baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit asal saja jumlah hari hujan setahun tidak terlalu banyak atau tidak lebih dari 180 hari/tahun.
19
B. Suhu Menurut Pahan 2006, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 24 – 280C.
Pada daerah garis khatulistiwa sawit masih dapat
tumbuh pada ketinggian 1.300 m dpl, berarti kelapa sawit diperkirakan masih dapat
tumbuh
dengan
baik
sampai
pada
kisaran
suhu
200C, tetapi
pertumbuhannya sudah mulai terhambat pada suhu 150C. Tanaman kelapa sawit muda dalam fitotrom menunjukkan peningkatan produksi daun secara linier pada suhu 12 – 220C. Produksi TBS tertinggi berasal dari daerah yang rata – rata suhu tahunannya berkisar 25 - 27 0C. C. Intensitas penyinaran Sinar matahari sangat penting dalam kehidupan tumbuhan, karena merupakan salah satu syarat mutlak bagi terjadinya proses fotosintesis. Untuk pertumbuhan
kelapa
sawit yang optimal
diperlukan
sekurang-kurangnya
5 jam/hari, meski sebaiknya beberapa bulan penyinaran terdapat 7 jam/hari, tetapi statistik menunjukkan bahwa di berbagai wilayah kelapa sawit yang lama penyinarannya diluar batas-batas tersebut dapat diperoleh produktivitas yang memadai juga (Mangoensoekarjo S dan H. Semangun, 2005). 2.5.2. Tanah Tanah/lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Lahan yang baik untuk tanaman kelapa sawit harus mengacu kepada 3 faktor yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, Organosol dan Aluvial dengan sifat fisik tanah yang baik seperti: solum tanah lebih dari 80 cm, tekstur lempung atau
20
lempung berpasir dengan komposisi 20 – 60 % pasir, 10 – 40 % lempung dan 20 – 50 % liat, struktur perkembangannya kuat, konsistensi gembur sampai agak teguh, permeabilitas sedang, gembur, kedalamannya 0 – 0,6 m (Lubis, 1992). Sifat kimia yang dikehendaki oleh kelapa sawit pH 4,0 – 6,0, dan terbaik pH 5,0 – 5,5. C/N mendekati 10 dimana C 1 % dan N 0,1 %, kapasitas tukar Mg 0,4 – 1,0 me/100 gram, kapasitas tukar K 0,15 – 0,20 me/100 gram dan kapasitas tukar Mg ++ dan K+ masih berada dalam batas normal (Lubis, 1992). Menurut Pahan (2006), Kriteria tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit No 1
2
3
4
Keadaan Tanah Lereng Keadaan solum Tanah Ketinggian Muka Air Tanah
Tekstur
5
Struktur
6
Konsistensi
Kriteria Baik < 20
0
Kriteria Kurang
Kriteria Tidak
Baik
Baik
120 – 23
0
75 cm
75 cm
37,5 – 75 cm
< 37,5 cm
< 75 cm
75 – 37,5 cm
< 37,5 cm
Lempung
atau
Lempung
Pasir Berlempung
Liat
Berpasir
Perkembangan
Perkembangan
Perkembangan
Kuat
Sedang
Lemah/Masif
Teguh
Sangat Teguh
Gembur sampai agak Teguh
atau Pasir
21
7
Permeabilitas
Sedang
Cepat atau Lambat
Sangat atau
Cepat Sangat
Lambat
8
Keasaman (pH)
4,0 – 6,0
3,2 – 4,0
< 3,2
9
Tebal Gambut
0 – 60 cm
60 – 150 cm
150 cm
Sumber : Pahan (2006) Klasifikasi/kesesuaian lahan/wilayah untuk pengusahaan kelapa sawit mengacu pada Tabel 2 dengan ketentuan sebagaiu berikut: Kelas I (baik): wilayah dengan tanah yang mempunyai seluruh kriteria baik. Kelas II (cukup baik): wilayah dengan tanah yang mempunyai kriteria baik dan ≤ 2 kriteria kurang baik. Kelas III (kurang baik): wilayah dengan tanah yang mempunyai kriteria baik, 2 – 3 kriteria kurang baik dan 1 kriteria tidak baik. Kelas IV (tidak baik): wilayah dengan tanah yang mempunyai > 2 kriteria tidak baik. Menurut Lembaga Penelitian Perkebunan (2000), kelas kemampuan lahan digolongkan menjadi kelas S I (sangat sesuai), kelas S2 (sesuai), Kelas S3 (agak sesuai), dan kelas N 1 (tidak sesuai bersyarat). dapat dilihat pada Tabel 3.
Kriteria kelas lahan tersebut
22
Tabel 3. Kriteria kelas lahan untuk tanaman kelapa sawit No 1
Uraian Letak
dan
Kelas S1
Kelas S2
Kelas S3
Kelas N1
0 - 400
0 - 400
0 - 400
0 – 400
tinggi
tempat wilayah 2
3
Topografi
Datar
– Berombak – Berbukit
Curam
berombak
bergelomba
Lereng (%)
0 15
ng
25 – 36
>36
Penggenangan/banjir
Tidak ada
16 – 25
Tidak ada
Sedikit
Drainase
Baik
Tidak ada
Agak
Terhambat
Sedang
terhambat
cepat
Tanah Kedalaman/solum
>80 cm
80 cm
60 – 80
<60
Bahan organic (cm)
5 – 10
5 - 10
5 – 10
<5
Tekstur
Lempung –
Liat
Pasir
limpung liat
berpasir
berpasir
liat
debu
<3
3 – 15
15 – 40
>40
60 – 80
50 – 60
> 40
5.0 – 6.0
4.5 – 5.0
4.0 – 4.5
<7
Curah Hujan
2000 –
1800 –
1500
(Mm/Thn)
2500
2000
1800
0 – 150
150 – 250
250 – 400
>400
Temperatur ( C)
22 – 26
22 – 26
22 – 26
22 – 26
Penyinaran (Jam)
6
6
6
6
Kelembaban (%)
80
80
80
80
Angin
Sedang
Sedang
Sedang
Kencang
Bulan kering
0
0–1
2–3
>3
– Liat berat
– berlembung
berpasir
Batuan penghambat (%) 4
Kedalaman Air Tanah < 80 cm (Cm) Ph Iklim
Defisit Air (Mm) 0
Sumber : Lembaga Penelitian Perkebunan (2000)
– <1500
23
2.6. Budidaya Kelapa Sawit Untuk menghasikan buah kelapa sawit dengan mutu yang baik perlu memperhatikan teknik budidaya, karena budidaya adalah hal pokok untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Adapun urutan budidaya kelapa sawit yang di harus dilakukan adalah pembukaan lahan, penanaman, dan perawatan tanaman yang benar (Fauzi dkk 2005). 2.6.1. Persiapan Lahan A. Pembukaan Lahan Perkebunan kelapa sawit dapat dibangun di daerah bekas hutan, alang – alang dan sebagainya. Daerah tersebut memiliki topografi yang berbeda – beda dan hal yang perlu diperhatikan dalam pembukaan areal perkebunan adalah tetap terjaganya lapisan olah tanah (top soil) (Fauzi dkk, 2005). Tahap awal pekerjaan pembukaan lahan khususnya pada hutan dimulai dengan pengimasan.
Pengimasan adalah pekerjaan memotong dan menebas
semua jenis kayu maupun semak belukar yang ukuran diameternya kurang dari 10 cm. Pemotongan kayu dilakukan serapat mungkin dengan permukaan tanah, pengimasan dilakukan secara manual menggunakan parang dan kapak. Setelah pengimasan selesai dilanjutkan dengan pekerjaan penumbangan batang – batang kayu yang diameternya lebih dari 10 cm.
Penumbangan dilakukan
menggunakan gergaji mesin (chain saw) dengan arah yang sejajar artinya jika penumbangan awal dilakukan dari arah Utara – Selatan maka penumbangan selanjutnya juga dilakukan dengan arah yang sama agar kayu hasil tebangan tersebut tidak tumpang tindih.
Setelah
penumbangan
selesai
dilakukan
perumpukan kayu oleh alat berat, sebelum perumpukan dilakukan sebaiknya batang – batang kayu yang terlalu panjang dan besar dipotong – potong hingga
24
panjang rata – rata menjadi 6 – 8 m. Sedangkan batang – batang yang kecil dan pendek tidak perlu di potong lagi (Fauzi, 2005). B. Pembuatan Jalan Pembuatan jalan, menurut Risza (1994) di wilayah pengembangan pada umumnya dibedakan dalam beberapa kelas : 1. Jalan penghubung utama adalah jalan yang menghubugkan emplasemen dengan jalan propinsi atau kabupaten dengan lebar ± 10 – 12 m. 2. Jalan primer adalah jalan yang menghubungkan emplasemen dan antar afdeling, lebar ± 8 m. 3. Jalan sekunder (produksi) adalah jalan produksi atau jalan blok yang digunakan sebagai tempat pemungutan hasil, lebar ± 6 m. C. Pembuatan Saluran Drainase Menurut Risza (1994), Pembuatan saluran drainase dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu : 1. Parit I adalah parit pembuangan ke kanal/kesungai dengan ukuran dasar 180 cm. 2. Parit II adalah parit penyaluran dari parit III dan IV dengan ukuran dasar 90 – 100 cm. 3. Parit III adalah parit penyaluran air dari parit IV dengan ukuran dasar 60-90 cm. 4. Parit IV adalah parit penyaluran air dari lapangan, ukuran dasar 30 – 60 cm.
25
D. Pengajiran (Memancang) Pengajiran adalah pengukuran jarak tanam pada areal yang akan diusahakan, tanaman perkebunan untuk menentukan tempat – tempat yang kelak akan ditanami kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam. Sistem jarak tanam yang digunakan adalah segitiga sama sisi (Setyamidjaya, 1991). 2.6.2. Persiapan Bahan Tanam Pada umumnya tanaman kelapa sawit di Indonesia berasal dari bibit yang dikembangbiakan dengan cara generatif yaitu dengan biji. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan teknologi, pengadaan bibit kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan kultur jaringan (Fauzi dkk, 2005). Sistim pembibitan yang dilakukan biasanya terdiri dari 2 perlakuan yaitu sistim pembibitan satu tahap (single stage) dan sistem pembibitan dua tahap (double stage). Penerapan pelaksanaan pembibitan dengan sistem tahap ganda dilakukan penanaman bibit sebanyak dua kali yaitu tahap pertama kecambah ditanam dikantong plastik (polybag) kecil dan dipelihara selama 3 bulan, seterusnya pada tahap kedua ditanam pada polybag besar dan dipelihara selama 9 – 10 bulan. Pada prinsipnya, sistim pembibitan ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lebih baik sehingga faktor kematian bibit dipembibitan dan di lapangan dapat ditekan sekecil mungkin (Fauzi dkk, 2005). A. Pembibitan Pre-nursery Lama pembibitan pada tahap pre-nursery adalah selama 3 – 4 bulan. Langkah – langkah kegiatan pada pembibitan pre nursery seperti pembuatan bedengan dan naungan, pengisian tanah kepolybag, penyusunan polybag,
26
pembuatan saluran drainase, penanaman kecambah, pemeliharaan pre-nursery dan seleksi bibit dipre-nursery. a. Pembuatan Naungan Naungan di buat arah
Timur dan Barat dengan ukuran sebelah Timur
tingginya 2,00 m dan Barat tingginya 1,75 m, atap naungan di buat dari daun kelapa atau dapat juga dipakai alang - alang dan bagian dinding naungan di tutup menggunakan plastik hitam. kematian tanaman
Fungsi naungan yaitu untuk menghindari
dipembibitan karena belum memiliki daya tahan terhadap
lingkungan seperti cahaya matahri langsung dan hujan langsung menerpa bibit dalam polybag (Asril, 2002). b. Pembuatan Saluran Drainase Pembuatan saluran drainase perlu dilakukan untuk menjaga kondisi naungan tetap terjaga dari ancaman hujan yang dapat menggenangi areal naungan yang mengakibatkan munculnya penyakit pada tanaman karena keadaan yang lembab, saluran drainase ini dibuat di sekeliling naungan pembibitan dengan lebar 30 cm dan dalam 20 cm. c. Pembuatan Bedengan Bedengan di dibuat pada areal yang telah didatarkan, bedengan dibuat menggunakan papan yang ada di dalam naungan pembibitan dengan cara membagi beberapa bagian areal pembibitan yang telah di datarkan.
d. Pengisian Polybag dan Penyusunan Polybag Polybag di isi dengan lapisan topsoil yang diayak menggunakan ayakan pasir yang berukuran 1 cm. Hasil ayakan tanah
dimasukkan ke dalam baby
27
polybag dan kemudian disusun rapat di dalam petakan serta disiram agar pada saat penanaman tanah dalam kondisi basah dan padat, keadaan tanah yang demikian dapat memudahkan pelaksanaan penanaman.
Pengisian tanah
dilakukan satu minggu sebelum penanaman kecambah. Polybag di isi sampai batas menyisakan 1 – 2 cm dari bibir polybag. Polybag yang digunakan berukuran panjang 22 cm, lebar 14 cm, tebal 0,1 cm dan berwarna hitam. Polybag disusun didalam bedengan dengan rapat atau bersinggungan, hal ini bertujuan supaya polybag tidak mudah tumbang. e. Seleksi dan Penanaman Kecambah Seleksi terhadap kecambah yang rusak, terserang hama dan penyakit serta yang patah, terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan penanaman. Setelah itu barulah penanaman kecambah dilakukan yang posisinya tegak lurus dengan permukaan tanah, radicula menghadap ke bawah dan plumula menghadap ke atas. Lubang penanaman dibuat dengan jari tangan sedalam 2 – 3 cm, sehingga biji terletak sekitar 1,5 cm di bawah permukaan tanah. Setelah penanaman lubang di tutup dengan tanah dan agak dipadatkan (Asril, 2002). f. Pemeliharaan Bibit Pre-nursery 1. Penyiraman Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore, dilakukan dengan hati-hati agar kecambah tidak terbongkar atau akar bibit mudah muncul ke permukaan. Setiap bibit membutuhkan 0,1 liter air/polybag (Lubis, 1992).
28
2. Penyiangan Rumput-rumput yang tumbuh di atas tanah dalam polybag dapat dicabut dengan tangan supaya pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
Penyiangan
dilakukan setiap dua minggu sekali (Siregar dan Lubis, 1992). 3. Konsolidasi Bibit Konsolidasi bibit adalah perawatan yang dilakukan pada bibit yang condong atau rebah untuk menjaga agar bibit tetap tumbuh pada posisi yang normal, baik letak tumbuhnya maupun arah pertumbuhannya.
Konsolidasi
dilakukan secara rutin setiap satu atau tiga minggu sekali. 4. Pemupukan Pemupukan bibit kelapa sawit dilakukan secara teliti yaitu dengan memperhatikan 4T (tepat cara, tepat sasaran, tepat dosis dan tepat jenis). Bibit yang sudah berdaun 2 atau 3 helai atau ± umur 2 bulan dapat dipupuk menggunakan pupuk Urea sebanyak 2 gram/liter air untuk kebutuhan 100 bibit dengan rotasi satu kali seminggu (Risza , 1994). 5. Pengendalian Hama dan Penyakit Kontrol
terhadap
hama
dan
penyakit
seperti
belalang
dan
Helminthosporium sp merupakan suatu usaha prefentif untuk mencegah agar bibit tersebut jangan sampai terserang hama dan penyakit. Pemberantasan tidak dibenarkan menyemprot dengan pestisida bila masih dapat diatasi secara alami kecuali serangannya telah mencapai ambang ekonomis. Untuk pencegahan hama dapat dipakai insektisida sedangkan untuk penyakit dipakai fungisida mankozeb 80 % dengan dosis 2 gr/liter air yang dilakukan sekali dalam dua minggu.
29
6. Penjarangan Naungan Penjarangan naungan dilakukan pada bibit yang telah berumur 1½ bulan (atap diperjarang 25 %), kemudian pada Umur 2 ½ bulan (atap diperjarang lagi atau naungan dikurangi 50 %) dan menjelang dipindahkan kepembibitan utama atap dibuang semuanya. Tujuan penjarangan adalah untuk mempersiapkan bibit yang akan dipindah ke lapangan supaya agar tidak terjadi stagnasi sewaktu dipindahkan ke main-nursery dan dapat beradaptasi dengan lingkungan. 7. Seleksi Bibit Seleksi bibit dilakukan karena adanya bibit yang tidak normal yang di sebabkan keadaan tertentu seperti sifat genetis, kesalahan kultur teknis, ganguan hama penyakit dan lain-lain maka sebagian dari bibit tersebut akan mati atau tumbuh tidak normal. Sebelum bibit dipindahkan kepembibitan utama 1 – 2 minggu sebaiknya bibit mati dan abnormal sudah harus disingkirkan agar tidak terbawa (Siregar dan Lubis, 1993). Menurut Siregar dan Lubis, AU (1993), tanaman normal pada umur 3 bulan biasanya berdaun 3 – 4 helai dan telah sempurna bentuknya. Sedangkan bentuk bibit yang tidak normal harus disingkirkan sewaktu seleksi seperti bibit yang mempunyai anak daun sempit dan memanjang seperti daun lalang (NarrowLeaves), bibit yang pertumbuhannya terputar (Twisted), bibit yang tumbuh kerdil (Dwarfish), bibit yang anak daunnya bergulung (Rolled-leaves), bibit yang pertumbuhannya memanjang (Erected), bibit yang kusut (Crinkled), bibit yang daunnya membulat seperti mangkuk (Collante), bibit yang terserang penyakit tajuk (Crown-diseases).
30
B. Pembibitan Main-nursery Pembibitan main-nursery merupakan kelanjutan dari kegiatan pembibitan pendahuluan dimana bibit yang telah berumur 3 – 4 bulan dipindahkan kepembibitan utama dan dipelihara selama 12 bulan.
Tujuan dilakukan
pembibitan utama adalah supaya kondisi pertumbuhan dan perkembangan awal yang optimal sehingga memiliki potensi untuk berproduksi maksimal selama tanaman ditanam dilapangan dan memudahkan pengawasan pemeliharaan yang lebih intensif dibandingkan langsung ditanaman dilapangan. Kegiatan persiapan tempat pembibitan main-nursery sudah dimulai sejak penanaman kecambah di pre-nursery. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan pada pembibitan main-nursery adalah : a. Penentuan Lokasi Lokasi pembibitan main-nursery harus dekat dengan sumber air, dekat dengan lahan yang akan ditanami, dekat dengan jalan (sarana transportasi), topografi lahan datar dan bebas dari gangguan hewan liar. b. Pengolahan Tanah Kegiatan pengolahan tanah pertama dimulai dari meratakan tanah dengan bulldozer, kemudian lapisan top soil dikumpulkan dipinggir pembibitan sebagai sumber tanah untuk pengisian polybag. c. Pengisian Tanah Polybag Polybag yang digunakan pada pembibitan tahap main-nursery adalah polybag tahan lapuk, berwarna hitam, ketebalan 0,20 mm, panjang 50 cm dan lebar 40 cm (dapat menampung media 18 – 20 kg). Media yang digunakan untuk mengisi polybag adalah campuran tanah mineral yang gembur dan pasir,
31
yang perbandingananya 4 grobak top soil dan 1 grobak pasir. Pengisian media dilakukan dengan tabung atau ember, media yang telah diisi perlahan – lahan dipadatkan, kemudian lakukan penyiraman dengan air (media di isi sampai 5 cm dibawah bibir atas polybag). d. Penyusunan Polybag Penyusunan polybag dilakukan dengan sistem segitiga sama sisi.
Jarak
penusunan polybag yang digunakan 75 cm dalam baris polybag dan 75 cm antar baris. Polybag di susun arah Utara – Selatan. e. Penanaman Bibit kepolybag Tanah dalam polybag dibuat lubang tanam terlebih dahulu sebelum bibit ditanam, dengan ukuran berdasarkan polybag
bibit pada tahap pre-nursery
menggunakan alat pelubang yang telah di siapkan. Pada waktu menanam baby polybag di iris bagian pinggirnya dengan silet, kemudian dibuka dengan hati – hati agar bulatan tanah tidak pecah lalu dimasukkan kedalam lubang yang telah dibuat, setelah itu padatkan tanah dengan sedikit menekan tanah yang ada dalam polybag dengan tangan agar bibit dapat berdiri tegak dan kokoh. Kemudian lakukan penyiraman dengan air sampai tanah polybag dalam kondisi jenuh. f. Pemeliharaan di Pembibitan Utama (Main-nursery) 1. Penyiraman Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi (07.00 – 09.00 WIB) dan sore hari (15.00 – 17.00).
32
2. Penyiangan Penyiangan
pada
pembibitan
dilakukan
menggunakan tangan pada gulma yang tumbuh polybag menggunakan cangkul atau arit.
dengan
cara
mencabut
didalam polybag dan luar
Pada saat melakukan penyiangan
dalam polybag sekaligus dilakukan penggemburan tanah menggunakan kayu. Rotasi penyiangan adalah 2 minggu sekali. 3. Pemberian Mulsa Permukaan tanah di dalam polybag diberikan mulsa untuk menjaga kelembaban dan menekan pertumbuhan gulma. Mulsa ditabur secara merata di sekitar bibit setebal 1 cm. Mulsa yang digunakan harus bebas dari hama dan penyakit. Bahan yang digunakan antara lain alang – alang, cangkang kelapa sawit dan fiber. 4. Pemupukan Dosis pemberian pupuk disesuaikan dengan umur bibit. Pupuk diberikan dengan cara tabur melingkar di atas tanah polybag. Setelah penaburan pupuk dilakukan
penyiraman bibit tetapi jangan sampai berlebihan agar bibit tidak
keluar dari daerah perakaran. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk majemuk N, P, K, Mg dengan komposisi 15:15:6:4 dengan dosis 2,5 gram/pohon. 5. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama yang menyerang adalah belalang dan ulat api.
Pengendalian
dilakukan menggunakan insektisida azodrin dengan konsentrasi 0,2 Penyakit
yang
menyerang
berupa
cendawan
dan
dapat
ml/liter.
dikendalikan
menggunakan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 0,15 – 0,20 %.
33
6. Seleksi Bibit dimain-nursery Penyeleksian bibit dilakukan dengan cara menyingkirkan bibit yang mati atau tidak normal sebelum bibit dipindahkan ke lapangan . Tanda – tanda bibit yang tidak normal adalah daunnya sempit (narrow leaf), pertumbuhannya lambat (kerdil), pertumbuhan memintal (spindy seedling) dan anak daun menguncup. 2.6.3. Penanaman A. Pembuatan Lubang Tanam Lobang tanam dibuat beberapa hari sebelum dilakukan penanaman dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm.
Pada tanah gambut lubang tanam dibuat
dengan sistim hol in hol dengan cara membuat lobang dengan ukuran 120 cm x 120 cm sampai kedalaman 30 cm setelah itu baru dibuat lobang tanam normal dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Pada saat pembuatan lobang tanam tanah bagian atas dan tanah bagian bawah harus di pisahkan.
Tujuan
pemisahan tanah tersebut adalah untuk memanfaatkan tanah bagian atas yang kaya bahan organik sebagai penimbun akar tanaman sawit bagian bawah sehingga bahan organik yang terdapat pada tanah tersebut dapat di ambil secara cepat oleh akar tanaman. B. Penanaman Tanaman Pokok Bibit yang sudah berumur 10 – 12 bulan dibawa kelapangan dan siap untuk ditanam. Setelah itu sediakan pupuk fosfat alam 200 gram/lubang dan dicampur dengan lapisan top soil. Setelah itu dasar polybag disayat dan bibit dimasukan dalam lubang dan polybag ditarik ke atas dan dikumpulkan. Untuk daerah yang ada serangan tikus, hendaknya 1/3 polybag jangan disayat dengan pisau sebaiknya dibiarkan saja ditanam bersama tanaman didalam tanah, sedangkan polybag bagian atas yang disayat dengan pisau juga jangan dibuang
34
sebaiknya diikatkan kepangkal bibit, agar menghindari dari kerusakan bibit akibat serangan tikus.
lapisan top soil yang bercampur dengan pupuk dimasukan
kedalam lubang tanam sekeliling bibit, kemudian dipadatkan (Risza, 1994 ). C. Penanaman Penutup Tanah (Leguminosa cover crop) Menurut Risza (1994), jenis dan species tanaman penutup tanah dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Pueraria javanica (PJ), pertumbuhannya semula agak lambat akan tetapi dapat bertahan lama dan lebih tahan terhadap naungan dari pada CM dan CP. 2. Colopogonium mucunoides (CM), cepat tumbuh tetapi tidak dapat bertahan lama dan tidak tahan terhadap naungan. 3. Centrocema pubescent (CP) sama dengan CM 4. Psophocarpus palustris (PP) hampir sama dengan PJ tetapi lebih tahan terhadap air/rendaman hanya bibitnya tidak tahan lama disimpan. 5. Mucuna chocinesis (MC) cepat tumbuh tetapi umurnya pendek ± 3 bulan dan MC memiliki bau spesifik yang tidak disukai Oryctes sp. 6. Colopogonium caerolium (CC) pertumbuhan awalnya agak lama tetapi tahan terhadap naungan dan umurnya panjang. Penanaman kacangan di areal bukaan baru menggunakan sistem larikan atau sistem cangkul dengan jarak tanam 1 x 1 m.
Buat
larikan sedalam 5 cm
kemudian kacangan tersebut ditanam dan lubang ditutup kembali.
Kacangan
sebaiknya dicampur dengan RPH (Rock phospat) pada saat penanaman dengan perbandingan 1 : 1 dan umur 2 bulan di pupuk kembali dengan pupuk fosfat alam untuk mempercepat pertumbuhan kacangan ± 30 kg/ha (Risza,1994 ).
35
2.6.4. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit A. Penyulaman Tujuan penyulaman adalah untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhanya kurang baik dengan tanaman yang baru untuk memaksimalkan luas lahan. Kematian atau kurang baiknya pertumbuhan tanaman kelapa sawit dapat disebabkan beberapa hal yaitu penanaman yang kurang teliti, kekeringan, terendam air, terserang hama penyakit.
Penanaman dikatakan barhasil jika
jumlah sulaman maksimal 2 – 3 % dari bibit yang ditanam. Saat yang baik melakukan penyulaman adalah 12 – 14 bulan setelah penanaman tanaman kelapa sawit dilapangan.
Cara penyulaman pun sama dengan penanaman
sebelumnya (Fauzi dkk, 2005). B. Pemberantasan Gulma Tujuan
pengendalian
gulma
adalah untuk menghindari
persaingan
tanaman pertumbuhan antara tanaman dengan gulma yang ada disekitarnya yang dapat merugikan dan menurunkan hasil atau produksi. Pada dasarnya ada 3 cara pengendalian gulma yaitu cara mekanis (manual), kimiawi dan biologis. Pemberantasan dengan cara mekanis adalah pemberantasan dengan menggunakan alat dan tenaga secara langsung dan dengan cara penyiangan bersih
pada
daerah
piringan.
Pemberantasan
secara
kimiawi
adalah
pemberantasan dengan menggunakan herbisida dan pemberantasan secara biologi adalah pemberantasan dengan menggunakan tumbuh – tumbuhan yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh buruk bagi gulma (Fauzi Dkk, 2005).
36
C. Kastrasi Kastrasi adalah pemotongan atau pembuangan secara menyeluruh bunga jantan dan bunga betina sebelum tanaman berumur 2.5 – 3 tahun. Tujuan dari kastrasi yaitu untuk mengoptimalisasikan hasil penyerapan unsur hara bagi pertumbuhan
vegatatif
tanaman.
Kastrasi
dilakukan
sejak
tanaman
mengeluarkan bunga yang pertama (12 bulan setelah tanam) sampai tanaman berumur 33 bulan atau selambat – lambatnya 6 bulan sebelum panen pertama. Kastrasi dilakukan 1 bulan sekali atau sebanyak 10 -12 kali selama masa TBM dengan menggunakan alat dodos (Fauzi dkk, 2005). D. Pemupukan Salah satu tindakan pemeliharaan yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi adalah pemupukan.
Pemberian pupuk
pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi kunci keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar, cara pemberianya dan penempatan pupuk, waktu pemberian serta jenis dan dosis pupuk yang diberikan.
Cara pemupukan adalah bersihkan terlebih dahulu piringan dari
rumput, alang – alang yang tumbuh disekitar piringan kemudian pupuk ditabur merata dengan jarak ½ m dari pohon sampai pinggir piringan. Penentuan dosis pupuk didasarkan pada hasil analisis daun dan tanah.
Pupuk yang diberikan
seperti Urea 0,5 – 1,5 kg/pohon/tahun, Rock Phosphat (RPH) 0,5 – 1,0 kg/pohon/tahun dan kieserit 0,5 – 1,0 kg/pohon/tahun. Pemupukan dilakukan pada awal musim hujan dan akhir musim hujan (Sastrosayono, 2003).
37
E. Penunasan (pruning) Penunasan (pruning) adalah pembuangan daun – daun tua yang tidak produktif dan pelepah yang berlebih pada tanaman kelapa sawit.
Tujuan dari
penunasan adalah untuk memperbaiki udara disekitar tanaman, mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan, dapat juga membantu memudahkan pada saat waktu panen berlangsung serta bertujuan memasukkan cahaya matahari agar menghindari kelembaban yang berlebihan yang nantinya akan berdampak pada tanaman seperti munculnya penyakit. Untuk tanaman berumur 3 – 8 tahun, jumlah pelepah yang optimal sekitar 48 – 56 pelepah dan umur lebih dari 8 tahun jumlah pelepah yang optimal sekitar 40 – 48 pelepah (Risza, 1994). F. Pengendalian Hama Dan Penyakit Hama yang biasa menyerang pada tanaman belum menghasilkan dan tanaman sudah menghasilkan tidak selalu sama.
Ada hama yang bersifat
permanen seperti ulat api dan ulat kantong dan ada pula yang bersifat sementara seperti gangguan jenis mamalia misalnya gajah, babi dan lain – lain. Dalam hal ini sistim pengendaliannya tentu jelas berbeda (Risza, 1994). Pencegahan terhadap penyakit dilakukan sedini mungkin agar tanaman bisa tumbuh sehat dan berproduksi tinggi, karena bila penyakit telah menyerang tanaman, maka penyakit tersebut sulit untuk dikendalikan. Beberapa penyakit yang biasa menyerang tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) antara lain : a. Busuk pangkal batang disebabkan oleh jamur Ganoderma sp b. Penyakit tajuk (crown deseases) yang disebabkan oleh jamur yang belum diketahui dan kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik.
38
c.
Busuk tandan yang disebabkan oleh jamur Marasmius palmivorus (Risza, 1994).
2.6.5. Panen Kelapa Sawit Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas (ALB) minimal.
Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah
berdasarkan jumlah brondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun jumlah brondolan kurang dari 10 butir dan umur tanaman lebih dari 10 tahun jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 10 kg terdapat 2 brondolan (Fauzi Dkk, 2005). Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan untuk panen terakhir sampai panen berikutnya.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada umumnya
memakai rotasi panen 6/7 hari, artinya satu areal panen harus dimasuki oleh pemetik tiap 6 hari dalam 7 hari. Menurut Fauzi dkk, (2005), ada 2 sistem ancak panen yaitu : a. Sistem ancak giring, apabila suatu ancak telah dipanen maka pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, sistem ini memudahkan dalam pengawasan pekerjaan, hasil panen lebih cepat sampai ke tempat peletakan hasil (TPH) dan pabrik namun pemanen cenderung memanen buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah dan brondolan yang tertinggal di lapangan. b. Sistem ancak tetap, pemanen diberi ancak dengan luasan tertentu dan tidak berpindah – pindah. Hal ini menjamin diperolehnya tandan buah segar (TBS)
39
dengan kematangan yang optimal namun kelemahan sitem ini adalah buah lambat keluar sehingga lambat sampai ke pabrik. Cara panen adalah, tandan yang matang dipotong sedekat mungkin dengan pangkalnya, kemudian diletakan teratur dipiringan dan brondolan dikumpulkan terpisah dari tandan.
Pelepah di potong menjadi 2 bagian dan
diletakan pada gawangan mati. Selanjutnya tandan buah dan brondolan dibawa ke TPH. 2.7. Pengolahan Hasil Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan setelah tanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS). produktifitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3 – 14 tahun dan menurun kembali setelah umur 15 – 25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10 - 15 TBS per tahun dengan berat 3 – 40 Kg per tandan, terdapat 1000 – 3000 brondolan dengan berat brondolan berkisar antara 10 - 20 g (Pahan, 2006). TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO, MKS) dan inti (kernel, IKS) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya (Pahan, 2006). Menurut Swadaya (1992), pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil – hasil sampingannya.
40
Menurut Risza (1994), suksesnya operasi pengolahan tergantung dari suksesnya operasi panen dan operasi pengangkutannya. Oleh karena itu setiap harinya harus ada sistem koordinasi dan komunikasi antar bagian yang terkait. Menurut Lubis (1992), yang menentukan mutu minyak dilapangan adalah tingkat kematangan buah/fraksi yang di panen. Sebagaimana yang terlihat pada di bawah ini: Table 4. Mutu minyak kelapa sawit berdasarkan fraksi kematangan buah
Fraksi
00 0 1 2 3 4 5
Jumlah
Derajat
Berondolan (%)
Kematangan
Tidak ada, buah Sangat berwarna hitam Membrondol 1 – 12,5 %
mentah Mentah
1,87
Matang I
23,21 %
6,41 %
2,30
Matang II
23,86 %
6,40 %
2,71
23,59 %
6,79 %
3,09
20,20 %
6,62 %
4,41
Lewat
75 – 100 %
matang I
Buah dalam ikut Lewat
Sumber : Lubis (1992)
-
5,55 %
Membrondol
membrondol
-
21,79 %
matang
50 – 75%
-
ALB
1,57
12,5 – 25 %
Membrondol
(CPO)
Inti
5,31 %
Kurang
25 – 50%
Minyak
18,50 %
Membrondol Membrondol
Rendemen (%)
matang II
41
2.7.1. Pengangkutan TBS yang telah dipanen dan telah terletak di TPH harus segera diangkat ke pabrik agar buah tidak menjadi buah restan.
Alat transportasi untuk
pengangkutan buah telah ditentukan sebelumnya berdasarkan taksasi produksi. Alat yang digunakan dalam pengangkutan TBS adalah Trktor Gandeng (jonder), Lori, dan Truk. 2.7.2. Stasiun penerimaan buah Sebelum di olah dalam PKS, tandan buah segar yang berasal dari kebun pertama kali di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang dan ditampung sementara di penampuang buah ( loading ramp). A. Jembatan Timbang Buah sawit yang di angkut terlebih dahulu di timbang pada jembatan timbang, sebelum sampai ke stasiun penerimaan. Penimbangan dilakukan 2 kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (berat truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih TBS yang masuk pabrik. Umumnya, jembatan timbang yang digunakan PKS berkapasitas 30 – 40 ton. Truk yang keluar masuk ke jembatan timbang harus berjalan secara perlahan – lahan sebab perangkat elektronik dari jembatan timbang sangat sensitif terhadap beban kejut, pada saat menimbang truk harus berada di tengah jembatan agar berat truk merata (Pahan,2006). Penimbangan
penting
dilakukan
pada
saat
buah
diterima
untuk
mengetahui berat TBS, sehingga dapat menentukan produksi perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit dll (Swadaya 1997).
42
B. Loading ramp Tandan Buah Sawit (TBS) yang telah di timbang diangkut ke stasiun penerimaan tandan buah “Transfer Ramp” berupa ruang kotak – kotak yang terpisah tiap ruangnya oleh dinding, yang berfungsi sebagai tempat penerimaan tandan buah dan sekaligus sebagai tempat mencurahkan tandan ke lori rebusan. Karena berfungsi sebagai pencurah ke lori rebusan maka disebut juga sebagai “loading ramp”. Lantainya berkisi – kisi sehingga pasir dan kotoran dapat lulus ke bawah, melalui pintu hidrolik tandan dicurahkan ke lori yang berkapasitas masing – masing 2,5 ton (Lubis, 1992). 2.7.3. Perebusan TBS (sterillizer) Lori – lori yang berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara di tarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki
sterilizer.
Sterilizer yang biasa digunakan umumnya yaitu bejana tekan
horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25 – 27 ton TBS).
TBS
dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 130 0C dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2 selama 80 – 90 menit (Pahan, 2006). Menurut Pahan (2006), Tujuan perebusan adalah : 1) Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) yang disebabkan oleh enzim lipase yang menghidrolisis minyak.
Menghentikan kegiatan enzim
tersebut sebenarnya cukup dengan perebusan temperatur 500 selama beberapa menit. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi. 2) Untuk memudahkan pemipilan brondolan dari tandan secara manual, sebenarnya cukup dengan air mendidih te
tapi cara ini tidak memadai,
43
oleh karena itu diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperatur yang semestinya di bagian dalam tandan buah. 3) Karena proses perebusan secara otomatis kadar air akan berkurang karena proses penguapan. Dengan berkurangnya air akan menyebabkan perubahan pada susunan daging buah. Perubahan tersebut akan ber efek positif saat pengempaan yaitu memudahkan pemisahan minyak dari zat non lemak ( non-
oil solid.). Pada saat yang sama sel – sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas saat pengeluaran uap perebusan (puncak ketiga). 4) Pada
pengolahan
inti
sawit,
perebusan
sangat
mendukung
untuk
memudahkan proses pemisahan inti sawit dengan cangkangnya karena memiliki kelengketan yang tinggi.
Dengan perebusan kadar air dalam biji
akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya akan berkurang. 2.7.4. Stasiun Pemipilan Lori – lori yang berisi TBS yang telah di rebus dikirim kebagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (stripper) dengan bantuan hoisting crani atau
transfer carriage.
Brondol dipipil oleh tromol yang berputar pada sumbu
mendatar yang digerakkan oleh motor. Pada bagian dalam pemipil dibuat besi yang berupa kisi – kisi yang memungkinkan brondol keluar dari pemipil. Brondol yang keluar ditampung dengan screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing.
Sementara janjang kosong yang keluar ditampung dengan
elevator. Kemudian dikirim ke hopper untuk dijadikan pupuk janjang kosong dan lebihnya diteruskan ke incinerator untuk dibakar dan dijadikan pupuk abu janjang (Pahan,2006).
44
2.7.5. Stasiun pencacahan (digister) dan pengempaan (presser) Brondol yang telah terpipil diangkut ke bagian pengadukan/pencacahan (digister). Alat yang digunakan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan – lengan pencacah yang diputar oleh motor listrik dibagian dalamnya yang di pasang pada bagian atas dari alat pencacah. Putaran lengan – lengan pengaduk berkisar 25 – 26 rpm. Tujuan
pencacahan
adalah
mempersiapkan
daging
buah
untuk
pengempaan (pressing) sehingga minyak dapat dengan mudah dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil – kecilnya.
Brondolan yang telah
dicacah di pres menggunakan screw press untuk memisahkan daging buah dari minyak dengan menggunakan bahan pelarut berupa air sebanyak 10 – 15 % pada temperatur 90 0C dengan kapasitas 15 - 17 ton TBS per jam. 2.7.6. Stasiun Pemurnian (clarifier) Stasiun pemurnian yaitu stasiun pengolahan di PKS yang bertujun untuk melakukan pemurnian minyak kelapa sawit dari kotoran – kotoran seperti padatan, lumpur, dan air. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampung munyak kasar (crude oil tank) (COT) dipanaskan hingga mencapai temperatur 95 – 100 0C. Suhu dinaikkan untuk menaikkan berat jenis antara minyak dan air serta sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan (Pahan,2006). Minyak kasar hasil pemerasan mengandung kotoran berupa partikel dari tempurung dan serabut serta 40 – 45 % air.
Setelah pengendapan di COT
diklarifikasi secara bertahap untuk menghasilkan crude palm oil (CPO).
CPO
45
dapat ditampung dengan tangki penampungan dan siap dipasarkan atau diolah lebuh lanjut minjadi minyak sawit murni (Processed Palm Oil, PPO). 2.7.7. Pengolahan Kernel Ampas kempaan merupakan campuran serat dan biji yang dibawa cake
breaker conveyor ke depericarper. Biji dari depericarper dikeluarkan melalui polishing drum yang juga memisahkan serat dari biji. Biji yang telah di polis di angkut dengan nut elevator ke silo biji untuk dipanasi agar inti mudah terlepas dari cangkang. Alat pemecah biji dari cangkang adalah nut grading screen dan cracker. Pada cracker biji di banting ke dinding bagian dalam hingga pecah. Inti di pisah dari cangkang dengan hidrosiklon yaitu tabung vertical yang dapat berputar. Pecahan biji bersama air berputar pada tabung. Inti akan terkumpul di bagian tengah sedangkan cangkang pada bagian tepi. Inti dari hidrosiklon di keringkan dengan pemananasan heater selama 14 – 16 jam hingga kadar air 6 – 8 % kemudian di kumpulkan (Lubis, 1992). 2.8. 2.8.1.
Manajemen Perusahaan Perkebunan Manajemen sumber daya manusia
Menurut Sunarko (2009), proses produsi di industry kelapa sawit diharapkan menghasilkan output tertentu sesuai yang dikehendaki konsumsi input yang minimal berdasarkan manajemen produksi. Semua bagian kerja yang memproses input menjadi output harus berjalan efektif, berjalan lancer, dan norma sesuai standar yang berlaku.
Perusahaan
perkebunan kelapa sawit dengan kinerja unggul dicirikn dengan adanya produktivitas yang sesuai dengan potensinya.
46
Harga pokok yang terkendali dan cenderung rendah dapat diperoleh dengan adanya penggunaan sumber daya menusia yang handal dan professional. Sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen terpenting diantara sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit di kategorikan padat karya.
perusahaan
lebih
banyak
menghandalkan
tenaga
manusia
Artinya, dalam
menjalankan setiap kegiatannya. Hanya proses pembukaan lahan yang menghandalkan teknologi mekanisasi, seperti penggunaan alat berat. Pemahaman staf manajerial terhadap karakteristik kelapa sawit merupakan modal awal dalam mengelola perkebunan kelap sawit. Tanpa pemahan yang memadai mengenai budidaya tanaman dan teknik agronomi hasil produksi yang diperoleh tidak akan maksimal. Selain itu, seorang Manajer sebagai perencana dan pengendali SDM tidak perlu terlalu banyak birokrasi.
Hal ini dimaksudkan agar pengambilan
keputusan dan perencanaan pembagian tugas kerja menjadi lebih cepat. Kebutuhan SDM yang berkualitas yang handal disesuaikan dengan pembagian tugas kerja karyawan. Karyawan dengan tingkatan terbawah merupakan sumber daya terpenting yang perlu mendapatkan perhatian untuk hidup layak. Selain itu, manajer juga perlu menciptakan keseimbangan antara produktivitas kerja dan pendapatan karyawan (Pahan, 2006 ).
47
2.8.2.
Manajemen Tanaman
Siklus produksi tanaman kelapa sawit dapat mencapai 25 tahun dengan manajemen tanaman yang baik. Rata-rata produktivitasnya lebh dari 18 ton TBS/ha/tahun. Hal tersebut tergantung dari kualiasbenih, klas lahan, manajemen produksi, dan teknik budidaya yang diterapkan. Manajemen tanaman artinya mengatur keseimbangan factor lingkungan
tanaman
dan
sarana
produksi
yang
lainnya
dengan
memberikan kondisi yang sesuai bagi tanaman untuk mengkonversi energ matahari menjadi energi kimia secara maksimal,efektif dan efisien. Dengan manajemen tanamann, selurh aktifitas biologis kelapa sawit diharapkan berlangsung dengan maksimal. Manajemen tanaman bertujuan untuk mencapai produktifitas tanaman yang tinggi,kualitas produk yang prima dan tanman dapat mencapai umur ekonomis (umur produktif tanaman yang secara ekonomis masih menguntungkan masih menguntungkan) yang telah ditetapkan oleh manajemen atau direksi dengan harga pokok produksi yang terkendali dan rasional. Konsep dasar manajemen tanaman adalah mengelola factor lingkungan yang mendukung sifat tanaman melalui teknik budidaya yang sesuai untuk memperoleh produktivitas tanmaan yang tinggi.
Factor
lingkungan tersebut berupa tanah, iklim mikro dan komponen pendukung.
48
Pengendalian organism pengganggu (hama, penyakit, gulma) dan optimalisasi organisme menguntungkan (serangga penyerbuk, mikroba tanah, musuh alami). 2.8.3.
Manajemen Budidaya
Faktor-faktor yang termasuk kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit meliputi syarat tumbuh tanaman, bahan tanam, pembibitan, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan. lahan tergantung kepada kondisi dan situasi.
Manajemen persipan Perbedaan jenis lahan
bebuit, lahan datar dan rendahan menggunakan persiapan lahan yang berbeda. Setelah itu, lakukan manajemen pembibitan dengan menyediakan bibit tanam kelapa sawit siap tanam yang memiliki mutu superior, bik genetic dan fenotipe. Kondisi bibit kelapa sawit yang superior merupakan salah satu jaminan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi. Sementara itu,
manajemen penanaman yang dilakukan setelah
pembibitan merupakan tanggu jawab Asisten afdeling dan asisten kepala perkebunan. Hal yang harus diperhatikan dalam manajemen penanaman diantaranya cuaca, transfortasi dan tenaga kerja. saat yang tepat untuk memindahkan bibit ke lapangan adalah pada awal musim hujan. Manajemen pemeliharaan meliputi proteksi tanaman, pemupukan, penunasan,
serta
memelihara
jalan,
jembatan
dan
saluran
air.
Manajemen pemeliharaan diarahkan untuk mengatur keseimbangan ekosistem dan kesuburan tanah.
Penerapan manajemen berkaitan
49
dengan aktivitas dan efisiensi sumber daya, baik sumber daya manusia maupun teknologi. 2.8.4.
Manajemen Panen
Panen merupakan sistem produksi di perkebunan kelapa sawit yang menghubungkan kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS). Manajemen panen bertujuan untuk memksimalkan panen dengan meminimalkan kehilangan. Hal ini agar pelaksanaan panen menjadi efektif.
Manajemen panen
meliputi kegiatan persiapan di kebun, pelepasan TBS, pengumpulan, sortai, dan pengangkutan TBS ke pabrik.
Selain itu, yang harus juga
diperhatikan dalam manajemen panen adalah pengaturan organisasi, manajemen angkut panen dan administrasi panen. Premi panen merupakan tambahan upah atau gaji untuk pemanen dan pengwas panen, premi panen bertujuan untuk meningkatkan prestasi panen baik dalam kuantitas dan kualitas.
Premi diberikan berdasarkan
basis borong (standar hasil pemanenan) yang ditentukan oleh beberapa factor, diantaranya umur tanaman, kerapatan tandan(jumlah tandan matang panen), dan kondisi kebun (berbukit, kotor dan bersih). Premi diberikan tidak hanya untuk pemanen, premi juga diberikan kepada orang lain yang terlibat dalam proses panen, seperti tukang angkut, mandor panen dan mandor besar.
50
2.8.5.
Manajemen Transportasi
Manajemen transfortasi bertujuan untuk memastikan hasil panen (TBS) dapat diangkut dari kebun menuju pabrik pada hari yang sama. Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
perlu
kecepatan, kapasitas angkutan dan lokasi.
juga
mempertimbangkan
Selain itu, perhatikan juga
biaya angkutan (biaya investasi dan operasional) dan prinsip angkut buah seperti mudah, murah, aman dan tempat waktu. 2.8.6.
Manajemen Pabrik
Prinsip manajemen pabrik adalah mengatur pengolahan di pabrik, meminimalkan kehilangan berat hasil olahan, dan menghindari penurunan mutu hasil buah olahan. Manajemen pabrik kelapa sawit harus mampu mengontrol proses produksi dan biaya pengolahan .
selain itu,
manajemen pabrik juga mengatur pemakaian alat dan mesin, perawatan mesin pabrik serta pelatihan untuk staf pabrik.