TINJAUAN PUSTAKA Botani kelapa sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit termasuk divisi Embryophyta siponagama, kelas Angiospermae, ordo Monocotyledoneae, famili Arecaceae, genus Elaeis dan memiliki beberapa spesies seperti Elaeis guineensis, E. Oleifera, dan E. Odora. Berdasarkan tebal dan tipisnya tempurung dan kandungan minyak dalam buah maka kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga tipe , yaitu Dura, Psifera, dan Tenera (Pahan, 2008).
Gambar 1. Varietas Kelapa Sawit Menurut Hakim (2007) tipe dura mempunyai daging buah atau mesocarp yang tipis sekitar 35-65%, inti atau kernel yang besar dan batok yang tebal (3-8 mm) sekitar 7-20%. Tenera, mempunyai daging buah (mesocarp) yang lebih tebal sekitar (60-95%), inti yang lebih kecil dengan batok yang lebih tipis (2-4 mm) sekitar 3-15%. Sifat genetiknya heterozigot (ShSh). Psifera mempunyai daging buah yang tebal, tidak mempunyai inti, dan batok. Sifat genetiknya homozigot resesif (shsh) dan bunga betinanya steril. Berdasarkan warna buahnya kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Bentuk nigrescens memiliki warna buah lembayung sampai hitam waktu muda dan berubah menjadi merah kuning (oranye) sesudah matang. Bentuk Virescens memiliki warna buah hijau sewaktu muda dan menjadi merah kuning ketika matang. Bentuk Albescens,
memiliki warna buah kuning waktu muda dan pucat tembus cahaya ketika matang (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Morfologi Kelapa Sawit Menurut Pahan (2008) tanaman kelapa sawit secara morfologi terdiri atas bagian vegetatif (akar, batang, dan daun) dan bagian generatif (bunga dan buah). Akar tanaman berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah, respirasi, serta menyangga tegaknya pohon. Sistem perakaran pada tanaman kelapa sawit berupa akar serabut, yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier, dan kuartier. Akar primer dapat tumbuh vertikal (radicle) maupun mendatar (adventitious roots) dan berdiameter antara 6-10 mm. Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar maupun ke bawah, berdiameter 2-4 mm. Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, arah tumbuhnya mendatar, panjangnya mencapai 0.7-1.2 mm. Akar kuartier, yaitu akar-akar cabang dari akar tertier, berdiameter 0.2-0.8 mm dan panjangnya ratarata 2 cm. Lubis (2008) menyatakan bahwa akar tertier dan kuartier berada 2-2.5 m dari pangkal pokok atau di luar piringan dan berada di dekat permukaan tanah. Batang pada kelapa sawit tidak memiliki kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah), sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan makanan bagi tanaman. Tinggi tanaman bertambah 35-75 cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan (Pahan, 2007). Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun disanggah oleh pelepah yang panjangnya bisa mencapai 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari batang dan membentuk spiral. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan biasanya memiliki 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua antara 20-25 helai (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada
umur 12-14 bulan. Bunganya termasuk
monocious yang berarti bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman ini dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri. Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Ekologi tanaman kelapa sawit Syarat tumbuh kelapa sawit merupakan aspek penting yang harus diperhatikan karena merupakan aspek penentu dan sulit untuk dilakukan modifikasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan beberapa pendekatan agar faktor pembatas yang ada dapat dicegah atau dapat ditekan sedemikian rupa sehingga berubah menjadi faktor pendukung. Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara 100 LU-120 LS. Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 0-400 meter di atas permukaan laut. Curah hujan optimal yang dikehendaki sekitar 2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari dan suhu optimum berkisar antara 240 – 280 C. Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti tanah podsolik coklat, podsolik kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, dan organosol (tanah gambut). Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6 (Pahan, 2008).
Pembibitan Kelapa Sawit Bahan tanaman unggul dapat berasal dari persilangan berbagai sumber (inter dan intra specific crossing) dengan metode resiprocal recurrent selection (RSS). Di samping itu, bahan tanaman kelapa sawit unggul dapat dihasilkan dari pemuliaan pada tingkat molekuler yang diperbanyak secara vegetatif dengan teknik kultur jaringan. Bahan tanam yang biasa ditanam di perkebunan komersial merupakan persilangan dura x psifera (D X P) yang disebut tenera. Tanaman induk dura berasal dari empat pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor dan dikenal sebagai deli dura (Pahan, 2008) Selanjutnya, Pahan (2008) juga menyatakan bahwa pertumbuhan awal bibit merupakan periode kritis yang sangat menentukan keberhasilan tanaman dalam mencapai pertumbuhan yang baik di pembibitan. Pertumbuhan dan vigor bibit tersebut sangat ditentukan oleh kecambah yang ditanam, morfologi kecambah, dan cara penanamannya. Persiapan pembibitan akan menentukan sistem pembibitan yang akan dipakai dalam melihat keuntungan dan kerugian secara komprehensif. Keputusan untuk menggunakan sistem pembibitan dua tahap misalnya akan berdampak pada vigor bibit dan biaya yang akan dikeluarkan. Pemeliharaan pembibitan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan program pembibitan. Tanpa pemeliharaan yang baik, bibit yang unggul sekalipun tidak akan bisa mengekspresikan keunggulan. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi pemeliharaan pre-nursery dan main-nursery (Pahan, 2008).
Pengelolaan Tajuk Tanaman Menghasilkan Kegiatan pengelolaan tajuk pada tanaman menghasilkan biasa disebut dengan istilah tunas pokok. Tunas pokok merupakan cara yang paling tepat untuk menyesuaikan tajuk kelapa sawit dan nilai indeks luas daun optimum serta berfungsi untuk menjaga produksi agar maksimum dan memperkecil kehilangan hasil produksi. Untuk menjaga produksi maksimum diperlukan pelepah produktif sebanyak-banyaknya, tapi untuk mempermudah pekerjaan potong buah dan memperkeci kehilangan produksi maka beberapa pelepah harus dipotong. Untuk
mendapatkan produksi yang maksimum diperlukan jumlah pelepah optimum, yaitu 48-56 pada tanaman muda dan 40-48 pada tanaman tua (Pahan, 2008).
Menurut Hakim (2007) penunasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk membantu memudahkan kegiatan panen, memudahkan penyerbukan, membantu penilaian kematangan buah, menghilangkan hambatan pembesaran tandan, mengurangi kemungkinan tersangkutnya brondolan di pelepah, dan sebagai tindakan sanitasi. Untuk tanaman kelapa sawit yang telah beumur lebih dari 4 tahun dilakukan penunasan periodik yang dilaksanakan dengan rotasi setiap sembilan bulan sekali tergantung umur dan pertumbuhan tanaman. Penunasan periodik dilakukan dengan memotong pelepah rapat ke batang dengan bidang tebasan berbentuk tapak kuda dan semua epifit pada batang dibersihkan (Pahan, 2008).
Perlindungan Tanaman Perlindungan tanaman dilakukan untuk melindungi tanaman utama dari serangan hama dan penyakit serta menghindarkan persaingan antara tanaman utama dengan guma. Tujuan perlindungan tanaman adalah untuk memastikan tanaman kelapa sawit dapat berproduksi maksimal (Hakim, 2007) Menurut Pahan (2008) kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, menganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan yaitu, di piringan dan gawaangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Alang-alang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi alang-alang yang ada. Lahan perkebunan kelapa sawit harus bersih total dari gulma ini. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu. Beberapa jenis gulma lain
seperti pakis, keladi, dan pisang liar dapat dikendalikan secara manual atau kimia. Selain gulma, terdapat pula hama dan penyakit yang dapat menyerang dan menurunkan produksi kelapa sawit. Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyebutkan beberapa hama yang sering menyerang tanaman menghasilkan kelapa sawit, yaitu ulat api dan ulat kantong, tikus, rayap, monyet, serta tupai. Selanjutnya Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) juga menyatakan jenis penyakit yang menyerang tanaman menghasilkan kelapa sawit, yaitu busuk pangkal batang, busuk batang atas, busuk tandan, dan busuk tunas. Keberadaan hama dan gulma dapat menurunkan produksi tanaman sedangkan serangan beberapa penyakit tanaman dapat menyebabkan kematian.
Produksi dan Panen Buah merupakan biomassa kelapa sawit yang terbentuk melalui proses fotosintesis. Hasil utama fotosintesis adalah karbohidrat yang digunakan untuk produksi bahan kering vegetatif (akar, batang, daun) dan
generatif (buah).
2
Kecepatan asimilasi CO dalam fotosintesis sangat dipengaruhi oleh jumlah radiasi matahari yang tersedia dan luas permukaan daun dalam menangkap sinar matahari (Pahan, 2008). Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa produksi persatuan luas tergantung pada beberapa faktor, yaitu kelas kesesuaian lahan, bahan tanam yang dipakai, dan kualitas atau mutu panen. Seleksi bibit yang ketat sangat diperlukam untuk menjamin produksi tanaman menghasilkan. Topografi yang kurang baik dapat menyebabkan panen tertunda dan buah tidak terangkut dari lapangan. Selanjutnya Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) juga menyatakan bahwa produksi tahunan kelapa sawit harus direncanakan, dibuat, dan disusun dari setiap blok, afdeling, dan kebun menurut kelompok umur tanaman. Evaluasi dan pengawasan produksi perlu dilakukan untuk mencapai target produksi tahunan. Produksi dan panen merupakan dua unit kegiatan yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap jumlah produksi TBS kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan pada tahun ketiga atau keempat setelah tanam. Buah kelapa sawit umumnya matang 6 bulan setelah proses penyerbukan. Proses
pemasakan tandan sawit dapat dilihat dari perubahan warna buahnya. Buah yang masih mentah akan berwarna hijau dan menjadi merah atau oranye setelah matang (Sunarko, 2008). Sunarko (2008) menyatakan bahwa panen buah matang dapat dilakukan dengan menggunakan sistem panen jongkok dengan menggunakan dodos, sistem panen berdiri dengan kampak siam, dan sistem panen eggrek untuk pohon yang tingginya melebihi 10 meter. Menurut Pahan (2008) cara pemanenan buah yang telah memenuhi kriteria adalah panen dilakukan dengan alat yang tepat, cabang yang telah dipotong disusun rapi di gawangan mati, brondolan yang jatuh di pelepah dan piringan harus dikutip, potong mepet cabang tandan, angkut tandan dan brondolan ke tempat pengumpulan hasil (TPH), tandan disusun rapih di TPH sedangkan brondolan ditumpuk terpisah di pinggir TPH.
Distribusi dan Pengangkutan Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, distribusi dan pengangkutan mendapat perhatian khusus. Keterlambatan pengangkutan tandan buah segar ke tempat pegolahan kelapa sawit akan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas pengolahan, dan mutu akhir produk. Distribusi yang lancar akan membantu program perawatan tanaman (khususnya pemupukan) berjalan sesuai recana dan kegiatan distribusi TBS di bulan produksi puncak dapat ditangani (Pahan, 2008).
Pemupukan Salah satu tindakan paling penting dalam tindakan budidaya kelapa sawit adalah pemupukan. Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) pemupukan secara umum bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah agar kebutuhan tanaman dapat tercukupi. Kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang menyerap usur hara dalam jumlah yang sangat banyak sedangkan tanah mengandung unsur hara yang terbatas sehingga perlu dilakukan pemupukan. Sukarji, R., Sugiyono, dan W. Darmosarkoro (2000) menyatakan bahwa pada tingkat produksi 25 ton TBS/ha/tahun, unsur hara yang terangkut bersama TBS sebesar 73.2 kg N, 11.6 kg P, 93.4 kg K, 20.8 kg Mg, dan 19.5 kg Ca. Sehingga sangat diperlukan penambahan unsur hara yang terdapat di dalam tanah mengingat jumlah hara tanah yang terbatas. Pemupukan tanaman menghasilkan kelapa sawit dilakukan secara teratur sesuai dengan pedoman rekomendasi pemupukan tanaman menghasilkan. Rekomendasi pemupukan dibuat berdasarkan hasil analisis tanah, analisis daun, analisis hara tanaman, analisis kandungan bahan organik, produksi yang diinginkan dalam 3-5 tahun kedepan, percobaan pemupukan, dan hasil inspeksi lapangan. Peningkatan efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan peningkatan ketepatan pemupukan dan perbaikan kondisi lahan. Ketepatan pemupukan mencakup tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu dan cara pemupukan, sedangkan perbaikan kondisi lahan dapat dilakukan dengan aplikasi bahan organik dan pengendalian gulma (E.S. Sutarta dan Winarna, 2002). Menurut Pahan (2008) pemupukan kelapa sawit menghasilkan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penyebaran secara merata pada lingkar luar dan dalam batang, penempatan pupuk pada jalur lingkaran, penempatan pupuk pada larikan yang mengelilingi pokok, dan melalui infus akar. Pahan (2008) juga menyatakan bahwa rata-rata produksi/ha tanaman yang dipupuk sepanjang gawangan mati lebih tinggi dibanding produksi tanaman yang penempatan pupuknya di piringan. Akan tatapi, pemupukan dilarikan tetap bisa dilakukan karena mudah dilaksanakan dan mudah dalam mengontrol dosis pupuk yang diaplikasikan. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik dan anorganik.
Pada lahan miring pemupukan sebaiknya dilakukan pada musim hujan kecil, diaplikasikan pada bagian piringan yang terletak antara pangkal pohon dan bukit dan dilakukan dengan sistem benam atau poket (Purba, 1998).
Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan mineral atau senyawa kimia yang telah diubah melalui proses produksi sehingga menjadi bentuk senyawa kimia yang dapat diserap tanaman. Pupuk ini dapat diambil dari alam, misalnya KCl dan fosfat atau dibentuk di pabrik, misalnya NPK dan urea (Marsono dan Sigit, 2001). Lubis (2008) menyatakan beberapa jenis pupuk yang sering digunakan sebagai sumber tambahan hara pada perkebunan kelapa sawit adalah (NH4)2SO4 (Sulphate of Amonia) dan CO(NH2)2 (Urea) sebagai sumber N, Ca(PO4)2 (Rock Phospate) dan CaH4(PO4)2.2H2O (Triple Super Phospate) sebagai sumber utama P dan Ca, KCl (Muriate of Potash) sebagai sumber K, MgSO4.H2O (Kieserite) dan CaMg(CO3)2 (Dolomit) sebagai sumber Mg.
Pupuk Organik E.S. Sutarta dan Winarna (2002) menyatakan peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan dapat dengan melakukan perbaikan kondisi lahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi bahan organik. Sumber bahan organik yang dapat digunakan pada perkebunan kelapa sawit, diantaranya janjang kosong sawit (JKS), limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), dan pelepah bekas tunasan. E.S. Sutarta (2002) menyatakan bahwa 1 ton JKS mengandung hara setara 3.0 kg urea, 0.6 kg Rock Phospate, 12 kg Muriate of Potash, dan 12 kg Kieserite. Sementara 1 m3 LCPKS mengandung hara setara dengan 2.0 kg urea, 0.9 kg SP36, 3.9 kg Muriate of Potash, dan 2.2 kg Kieserite. Peranan bahan organik sangat besar dalam meningkatkan kesuburan tanah, dan akan menentukan produktivitas tanah. Peranan bahan organik tidak hanya berperan dalam penyediaan hara tanaman saja, namun yang jauh lebih penting terhadap perbaikan sifat fisik, biologi dan sifat kimia tanah lainnya seperti
terhadap pH tanah, kapasiatas pertukaran kation dan anion tanah, daya sangga tanah dan netralisasi unsur meracun seperti Fe, Al, Mn dan logam berat lainnya termasuk netralisasi terhadap insektisida. Berkaitan dengan kesuburan fisika tanah, bahan organik berperan dalam memperbaiki struktur tanah melaui agregasi dan aerasi tanah, memperbaiki kapasitas menahan air, mempermudah pengolahan tanah dan meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi. Pengaruh terhadap biologi tanah, bahan organik berperan meningkatkan aktivitas mikrobia dalam tanah dan dari hasil aktivitas mikrobia pula akan terlepas berbagai zat pengatur tumbuh (auxin), dan vitamin yang akan berdampak positif bagi pertumbuhan tanaman (Suntoro, 2003).
Konservasi Air dan Tanah Lahan Miring Menurut Purba (1998) lahan bertopografi miring adalah areal berlereng curam dengan kemiringan lereng antara 16-30% (90-170) dan lahan berbukit adalah areal dengan kemiringan lereng > 30% (170). Penanaman pada areal curam dan berbukit memungkinkan terjadinya erosi serius yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan lapisan atas tanah. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pengawetan tanah secara terpadu. Arsyad (2000) menyatakan bahwa masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan serta mengatur hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi. Berdasarkan asas ini ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu: 1)
Menutup tanah dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa tanaman/tetumbuhan agar terlindung dari daya perusak buitr-butir hujan yang jatuh.
2)
Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran agregat dan terhadap pengangkutan, dan lebih besar dayanya untuk menyerap air di permukaan tanah.
3)
Mengatur air aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi kedalam tanah.
Air hujan sebagai sumber air utama pada pertanian perlu dimanfaatkan seefisien mungkin dengan meningkatkan daya resap (infiltrasi) tanah. Salah satu teknik peningkatan daya resap tersebut adalah dengan pembuatan lubang resapan. Secara garis besar, lubang resapan dapat memperlambat dan menahan laju aliran permukaan yang terlalu deras sebelum aliran permukaan tersebut menggerus tanah pada lahan pertanaman yang menyebabkan degradasi tanah dan lahan. Penerapan lubang resapan yang dilengkapi dengan mulsa vertikal dapat memperbesar laju infiltrasi karena dinding permukaan yang dilindungi oleh sisa tanaman, sehingga penyumbatan pori makro pada dinding saluran dapat terhambat. Semakin banyak air hujan, maka dapat dimanfaatkan untuk mengimbangi kebutuhan air tanaman dan pengisian air bawah tanah (Brata, Sudarmo, dan Djojoprawiro, 1992). Menurut Arsyad (2000) rorak atau shield pits dibuat untuk menangkap air dan tanah tererosi, sehingga memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi. Rorak merupakan lubang yang digali dengan ukuran dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar empat sampai lima meter. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak antar rorak tergantung kemiringan lahan, semakin curam suatu hamparan lahan, semakin banyak rorak yang diperlukan. Perbaikan air dengan cara pembuatan rorak yang diberi mulsa vertikal pada areal suatu usaha tani lahan kering berlereng dapat memperbaiki beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan kadar air tanah. Pemberian mulsa pada rorak dapat menampung aliran permukaan dan mulsa menahan partikel tanah pada dinding rorak.