II. TINJAUAN PUSTAKA
A. ROTI Roti adalah sejenis makanan. Bahan dasar utama roti adalah tepung dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan ragi. Namun kemajuan teknologi manusia membuat roti diolah dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega, ataupun telur untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga didapat tekstur dan rasa tertentu. Roti termasuk makanan pokok di banyak negara Barat. Roti adalah bahan dasar pizza dan lapisan luar roti lapis (MediaWiki, 2009). Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat roti adalah tepung terigu. Namun demikian tidak semua terigu bisa dipakai. Jenis terigu yang biasa dipakai untuk pembuatan roti adalah terigu dengan kandungan gluten atau protein gandum yang tinggi. Gluten ini berguna untuk mengembangkan adonan roti, sehingga roti menjadi empuk (Jurnal Halal Edisi 58). Komposisi roti tawar umumnya terdiri dari 57 persen tepung terigu, 36 persen air, 1.6 persen gula, 1.6 persen shortening (mentega atau margarin), 1 persen tepung susu, 1 persen garam dapur, 0.8 persen ragi roti (yeast), 0.8 persen malt dan 0.2 persen garam mineral. Berdasarkan kadar proteinnya, terigu dibedakan atas terigu tipe kuat (hard wheat), tipe sedang (medium wheat), dan tipe lemah (soft wheat) (Astawan, 2004). Roti umumnya dibuat dari tepung terigu kuat. Maksudnya tepung mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar, dan mengandung 12-13 persen protein (Astawan, 2004). Kandungan protein pada terigu tipe kuat paling tinggi dibandingkan dengan terigu tipe lainnya. Dalam pembuatan roti, penggunaan terigu tipe kuat lebih disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu) yang sangat elastis dan kuat untuk menahan pengembangan adonan akibat terbentuknya gas karbondioksida (CO2) oleh khamir Saccharomyces cereviseae (Astawan, 2004).
4
Semakin kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin mengembang
volume
adonan
roti.
Mengembangnya
volume
adonan
mengakibatkan roti yang telah dioven akan menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam roti (Astawan, 2004). Gula, walaupun dalam jumlah sedikit, perlu ditambahkan ke dalam adonan. Sebab, gula dapat berperan sebagai sumber karbohidrat untuk mendukung pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces cereviseae), yang akan menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah cukup untuk mengembangkan volume adonan secara optimal (Astawan, 2004). Shortening (mentega atau margarin) ditambahkan ke dalam adonan untuk memudahkan pembentukan adonan, serta melunakkan tekstur dan mencegah staling roti. Penambahan tepung susu dimaksudkan untuk memperbaiki tekstur dan meningkatkan kadar protein roti. Penambahan garam untuk memperbaiki cita rasa dan juga mendukung pertumbuhan khamir Saccharomyces cereviseae dalam menghasilkan gas karbondioksida (Astawan, 2004).
B. PROSES PRODUKSI ROTI Proses pembuatan roti tawar secara garis besar meliputi proses pencampuran (mixing), proses pengadonan (kneading), fermentasi, pencetakan (rounding) dan pemanggangan (roasting). Suhu optimum fermentasi adonan adalah 27oC (Astawan, 2004). Cara untuk memperdalam aroma dari roti adalah dengan membuat adonan sponge dari beberapa tepung terigu, air, dan ragi. Sponge dapat dibuat dari 30 sampai 50% dari total tepung terigu yang digunakan dalam roti. Semakin sedikit tepung terigu, dan semakin banyak air yang digunakan, maka semakin cepat pertumbuhan raginya. Bagaimanapun juga, harus terdapat tepung yang cukup bagi ragi melakukan fermentasi (Beranbaum, 2003). Fementasi adalah proses yang terjadi saat ragi mengalami kontak langsung dengan tepung dan air. Fermentasi adalah proses yang menyebabkan wine keluar dari gula dan beer keluar biji gandum. Pada kasus-kasus yang ada, hal ini terjadi saat ragi mengkonsumsi gula dari produksi pati-pati, termasuk bahan lainnya yaitu gelembung dari gas karbondiksida. Dalam kasus pemanggangan roti,
5
gelembung karbondioksida inilah yang akan berperan dalam proses peragian dan memberikan tekstur yang baik terhadap roti yang dihasilkan (Beranbaum, 2003). Ragi adalah tumbuhan sel tunggal yang hidup. Ragi mengkonsumsi gulagula dan memproduksi karbondiksida dan etil alkohol dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Tepung terigu adalah karbohidrat. Seperti semua karbohidrat umumnya, molekul pati terbentuk dari ratusan molekul gula. Ketika ragi, air dan tepung terigu bercampur, enzim pada tepung terigu akan memecah karbohidrat menjadi gula. Ragi sebagai organisme bersel tunggal yang berukuran mikroskopis, akan mengkonsumsi gula, lalu tumbuh dan berkembang biak, dan memproduksi karbondioksida dan alkohol. Bersamaan dengan itu, karbondioksida yang telah terbentuk akan bekerja sama dengan benang-benang gluten atau protein, dibentuk oleh pengulenan bersama air dan tepung, dan kemudian menyebabkan roti mengembang. Alkohol diproduksi oleh ragi yang juga memberikan aroma pada roti. Kedua karbondioksida dan alkohol akan terevaporasi ke udara saat pemanggangan (Beranbaum, 2003). Setelah difermentasi, adonan kemudian dibentuk, ditimbang, dan dimasukkan ke dalam loyang. Selanjutnya loyang didiamkan (proofing) pada suhu 32-38oC dengan kelembaban relatif 80-85 % selama 15-45 menit. Setelah itu, adonan siap untuk dipanggang dengan menggunakan oven (Astawan, 2004). Selama pengadukan adonan, fermentasi, proofing, dan pada awal proses pemanggangan, ragi roti tumbuh dengan pesat dan menghasilan sedikit etanol dan gas CO2. Etanol yang dihasilkan akan menguap selama pemanggangan, sedangkan gas CO2 ditahan oleh gluten terigu sehingga roti mengembang (Astawan, 2004). Tujuan akhir dari pemanggangan adalah untuk mendapatkan volume yang bagus dan kerenyahan yang cantik. Volume ditentukan oleh oven spring, dimana akan didapatkan pada 1/3 dari siklus proses pemanggangan, yaitu saat tingkat fermentasi meningkat secara cepat, hingga akhirnya suhu panas mematikan ragi. Namun bagian yang paling signifikan dari pengembangan volume roti yaitu disebabkan oleh membesarnya gas dan kelembaban pada dough secara perlahan-lahan dan kemudian berubah menjadi uap (Beranbaum, 2003).
6
Selama penyimpanan, roti mudah mengalami kerusakan akibat tumbuhnya jamur (kapang). Untuk mencegah hal tersebut, dalam pembuatan roti perlu ditambahkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan jamur, yaitu Sodium propionat atau Kalsium propionat dengan kadar 0.32-0.38 persen dari jumlah tepung yang digunakan (Astawan, 2004).
C. PENGUKURAN WAKTU KERJA Pengukuran kerja (studi waktu) berkaitan dengan penentuan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu unit kerja. Pengukuran kerja dipergunakan untuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan oleh pekerja yang memenuhi syarat, dengan suatu metode standar dan bekerja pada suatu tahapan kerja standar, untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Waktu yang diperlukan untuk tugas ini biasanya disebut sebagai “standar” atau “yang ditetapkan” (Nasution, 2006). Menurut Heizer dan Render (1996), studi waktu merupakan metode untuk menghitung waktu standar dalam melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan berdasarkan pengamatan pada pelaksanaan pekerjaan tersebut. Studi waktu adalah proses sampling, sehingga selalu mengandung sampling error. Sampling error tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan dengan menggunakan jumlah sample yang benyak tapi terlalu banyak karena akan menghabiskan waktu. Menurut Nasution (2006), waktu standar dapat digunakan untuk setiap tujuan sebagai berikut : 1.
Penyeimbangan lintasan produksi untuk model-model baru atau produkproduk baru.
2.
Penyeimbangan aktivitas pekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan beberapa pekerja.
3.
Perencanaan estimasi biaya atas produk-produk baru atau model-model baru.
4.
Pengadaan dasar untuk penentuan biaya.
5.
Pengadaan daasar untuk rencana-rencana pernagsang dan upah.
6.
Penetapan sasaran pengawasan dan pengadaan dasar untuk pengukuran efisiensi pengawasan.
7
Menururt Wignjosoebroto (1995), kegunaan dari waktu baku antara lain untuk : 1.
Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.
2.
Perkiraan biaya upah tenaga kerja.
3.
Penetapan kapasitas produksi untuk penjadwalan produksi
4.
Perencanaan sistem pemberian insentif karyawan.
5.
Penetapan standar keluaran output yang mampu dihasilkan seorang pekerja. Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua
bagian, pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk di dalamnya adalah cara jam berhenti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada di tempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan waktu gerakan (Sutalaksana et. al., 1979). Pengukuran waktu jam henti (stop watch) adalah suatu cara untuk menentukan waktu baku yang pengamatannya langsung dilakukan di tempat berlangsungnya suatu aktivitas atau berlangsungnya suatu pekerjaan dengan menggunakan alat utamanya adalah jam henti (stop watch) yaitu dengan mengamati saat mulainya pekerjaan itu hingga berakhirnya pekerjaan/aktivitas yang meliputi : waktu setting, waktu operasi dan waktu inspeksi (Suhdi, 2009). Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk jumlah pengukuran dan lain-lain. Menurut Suhdi (2009), langkah-langkah sebelum melakukan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Penetapan tujuan pengukuran.
2.
Melakukan penelitian pendahuluan.
3.
Memilih operator.
4.
Melatih operator.
5.
Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan.
6.
Menyiapkan alat-alat pengukuran.
8
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Andai kata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan (Sutalaksana et. al., 1979). Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus ratarata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuain. Besarnya harga p tentunya sedemikuan rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat bahwa iperator bekerja di atad normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p>1). Sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka p nya sama dengan satu (p=1) (Sutalaksana et. al., 1979). Menurut Sutalaksana et. al. (1979), cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi Kerja dan Konsistensi. Setiap kelas terbagi ke dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angkaangka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang
9
ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Menurut Sutalaksana et. al. (1979), selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang dikerapkali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yanitu untuk kebutuhan pribadi menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyaa dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Menurut Lowry et. al. (1985), Performance Factor ditentukan dengan mengkombinasikan empat atribut dari si pekerja. Atribut-atribut tersebut antara lain Skill, Effort, Condition, dan Consistency. Skill seseorang dinilai berdasarkan pengalamannya. Effort merupakan tingkat kemauan yang dimiliki seseorang. Effort dinilai berdasarkan kecepatan dalam menggunakan skill. Condition adalah kondisi ruangan di sekitar seseorang. Penilaiannya meliputi suhu, ventilasi, tingkat kebisingan, dan pencahayaan. Consistency dinilai berdasarkan kecepatan seseorang melakukan tugasnya. Jika ia melakukannya dengan kecepatan yang selalu hampir sama, maka ia dikatakan konsisten. Allowance Factor adalah batas toleransi
waktu
yang
diberikan
perusahaan
kepada
karyawan
dalam
menyelesaikan tugasnya. Menurut Nasution (2006), Kelonggaran-kelonggaran untuk kebutuhankebutuhan pribadi berkisar antara kira-kira 2 persen sampai dengan 5 persen untuk pekerjaan ringan. Untuk pekerjaan yang lebih keras, kelonggaran ini boleh dinaikkan sampai sebesar 50 persen. Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk mendapatkan waktu baku. Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Sutalaksana et. al., 1979). Oleh karena itu, penelitian pendahuluan perlu dilakukan untuk memperbaik kondisi kerja, memilih operator yang berkemampuan normal dan
10
dapat diajak bekerja secara wajar, melatih operator, menguraikan pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan serta menyiapkan peralatan pengukuran (Sutalaksana et. al., 1979). Menurut Barnes (1980), penentuan waktu standar dilakukan dengan melakukan pengukuran yang dapat dipercaya mengenai fakta di lapangan. Pengukuran waktu kerja dilakukan pada tiap elemen kerja dengan cara menentukan rata-rata waktu tiap elemen atau waktu yang sering mucul dalam elemen kerja. Bila terdapat waktu abnormal yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, waktu tersebut tidak digunakan. Pemilihan operator didasarkan pada orang yang memiliki kemampuan bekerja rata-rata terlatih baik, telah berpengalaman dengan cara kerja yang ada, cara kerjanya sistematis dan konsisten (Niebel, 1982). Waktu standar juga dipengaruhi oleh operator secara subyektif dan obyektif dengan memperhitungkan faktor penyesuaian dan kelonggaran.
D. TATA LETAK PABRIK Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), tata letak (layout) merupakan salah satu keputusan strategis operasional yang turut menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak yang tepat menunjukkan ciri-ciri adanya penyesuaian tata letak fasilitas operasional itu dengan jenis produk atau jasa yang dihasilkan, dan proses konversinya. Menurut Apple (1990), tata letak adalah suatu susunan fasilitas fisik seperti perlengkapan, tanah, bangunan untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara ekonomis dan aman. Perencanaan tata ruang (layout planning) adalah salah satu aspek penting yang diperlukan dalam perancangan sistem produksi. Perencanaan tata ruang dilakukan pada awal ketika suatu sistem produksi akan dibangun maupun pada saat pengembangan produksi. Perencanaan tata ruang yang dilakukan pada awal produksi bertujuan untuk menghasilkan tata ruang yang baik karena tata ruang mempengaruhi aspek lain. Sedangkan perencanaan yang dilakukan ketika sistem produksi yang telah ada sebelumnya bertujuan untuk menghasilkan tata fasilitas
11
yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Perencanaan tata ruang yang buruk dapat mempengaruhi produktivitas, misalnya tingkat produksi menjadi rendah karena penataan tata ruang yang tidak tepat (Perwitasari, 2008). Tujuan
perancangan
tata
letak
pabrik
pada
dasarnya
adalah
meminimumkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan mesin dan biaya penyimpanan produk setengah jadi (Sritomo, 1992). Tata letak yang efektif menurut Render dan Jay (2001) yaitu dapat membantu perusahaan dalam hal mencapai : (1) pemanfaatan yang lebih efektif atas ruangan, peralatan, dan manusia; (2) arus informasi, bahan baku, dan manusia yang lebih baik; (3) lebih memudahkan konsumen; (4) peningkatan moral karyawan dan kondisi kerja yang lebih aman. Menurut Machfud dan Agung (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan tata letak pabrik: 1.
Bahan mentah yang menyangkut hasil desain, spesifikasi produk, sifat-sifat fisik, kimia, mutu bahan, variasi/jenis bahannya
2.
Faktor mesin/peralatan seperti mesin produksi, perlengkapan dari mesin tersebut, alat-alat pengujian dan peralatan perawatan mesin.
3.
Faktor tenaga kerja seperti pekerja langsung, tak langsung, pembantu, staf administrasinya
4.
Faktor gerak yaitu faktor gerakan atau perpindahan barang maupun bahan pada waktu produksi adalah sebagai hal yang mungkin dihindari
5.
Faktor menunggu
6.
Faktor pelayanan
7.
Faktor bangunan
8.
Perubahan perluasan pabrik dan penambahan mesin-mesin produksi Tata letak fasilitas dibedakan dalam empat tipe, yaitu (1) tipe lokasi
material yang tetap, (2) tipe produk, (3) tipe kelompok produk, dan (4) tipe proses. Berdasarkan tipe operasinya dibedakan menjadi operasi yang bersifat terputus (intermittent) dan operasi kontinyu (Machfud dan Agung, 1990).
12
Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), dalam tata letak posisi tetap, produk yang dikerjakan tetap berada di posisinya di suatu tempat pengerjaan yang dipilih/ditentukan. Alat-alat dan perlengkapan, bahan serta para pekerja, baik tenaga terampil maupun tenaga ahli dibawa ke tempat pengerjaan produk. Jenis tata letak ini umumnya diterapkan di bidang pertanian (lahan tetap pada posisinya), bidang maintenance (perawatan/perbaikan pesawat terbang, dok kapal laut, dan lokomotif kereta api), bidang konstruksi (pembangunan gedung, perumahan, jembatan dan bangunan sipil lainnya). Product layout adalah penetaan dari mesin, fasilitas, dan peralatan produksi menurut urutan pengerjaan untuk menyelesaikan pembuatan suatu produk atau jasa yang akan diserahkan. Unit-unit yang diproduksi akan memiliki urutan proses pengerjaan yang sama (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Process layout adalah penataan letak fasilitas dan mesin atau peralatan produksi yang dikelompokkan menurut kesamaan fungsinya. Secara garis besar terdapat dua golongan tipe operasi yang bersifat terputus (intermittent) yang mempunyai ciri-ciri antara lain : volume produksi yang rendah, penggunaan peralatan yang multifungsi (multiple purpose), operasi produksi yang membutuhkan keahlian tenaga kerja, aliran produk yang sering terputus, sering terjadi perubahan jadwal,jnis produksi yang operasi bersifat kontinyu yang mempunyai cirri-ciri antara lain : volume produksi yang tinggi, menggunakan peralatan dengan kegunaan khusus (single purpose), operasi produksi membutuhkan investasi yang tinggi, aliran produk yang tidak terinterupsi, jarang terjadi perubahan jadwal, variasi jenis produk kecil dan produk yang dihasilkan bersifat standar (Machfud dan Agung, 1990).
E. PETA PROSES OPERASI Menurut Sutalaksana et. al. (1979), peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku dalam urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Adapun kegunaan peta proses operasi adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya
13
2.
Memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan efisiensi di tiap operasi/pemeriksaan)
3.
Alat untuk menentukan tata letak pabrik
4.
Alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai
5.
Alat untuk latihan kerja. Lambang-lambang yang digunakan Bagan Operasi dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut : Tabel 1. Lambang-Lambang Peta Proses Operasi No 1
Notasi
Arti Operasi
Keterangan Pekerjaan yang meliputi pengolahan bahan atau yang merupakan pekerjaan utama. Pemindahan atau pergerakan bahan atau bagian
2
Pemindahan
daripadanya antar berbagai pusat kerja selama kegiatan pengolahan. Kurun waktu tertentu pada saat mana bahan-
3
Penahanan
bahan yang diolah harus menunggu; atau pada saat pekerja tidak sedang melakukan kegiatan pengolahan apapun. Kegiatan untuk memastikan apakah bahan-
4
Pemeriksaan
bahan sedah dikerjakan atau kegiatan utama sudah
dilaksanakan
sesuai
dengan
yang
diirencanakan. Penahanan 5
Penundaan
atau
penyimpanan bahan-bahan
untuk sementara sebelum kegiatan pengolahan dimulai atau selesai dimulai
Sumber : Pardede, 2005
F. DIAGRAM KETERKAITAN RUANGAN Menurut Heizer dan Render (1993), peta keterkaitan kegiatan atau disebut juga relationship chart, merupakan suatu cara untuk menunjukkan aliran departemen. Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari-ke, tapi tidak seperti peta dari-ke yang berisis data perpindahan material, peta ini berisikan tanda kualitatif yang menggambarkan hubungan antar departemen.
14
Analisis terhadap peta ini memperlihatkan departemen-departemen yang harus berdekatan dan departemen-departemen yang tidak boleh berdekatan. Untuk membantu menentukan kegiatan yang haru diletakkan pada suatu tempat, telah ditetapkan satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti dengan tanda bagi tiap derajat kedekatan tadi (Heizer dan Render, 1993). Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan, yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan (letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple, 1990). Tanda yang menyatakan derajat kedekatan antara aktivitas adalah sebagai berikut : Simbol A
Berarti mutlak perlu kegiatan-kegiatan tersebut saling berdampingan satu dengan lainnya.
Simbol E
Berarti sangat penting kegiatan-kegiatan tersebut saling berdekatan
Simbol I
Berarti
penting
kegiatan-kegiatan
tersebut
saling
berdekatan Simbol O
Berarti kegiatan biasa atau umum, dimana saja tidak ada masalah
Simbol U
Berarti tidak perlu adanya keterkaitan geografis apapun
Simbol X
Berarti tidak boleh ada kedekatan antara departemendepartemen yang bersangkutan.
G. METODE KESEIMBANGAN LINI (LINE BALANCING) Menurut Boysen (2006) di dalam Perwitasari (2008), penentuan lintasan perakitan adalah salah satu dari aspek-aspek yang dirancang dalam perancangan tata ruang. Suatu lintasan perakitan terdiri dari beberapa stasiun kerja, dan setiap stasiun kerja terdiri dari minimal satu task. Keseimbangan lini merupakan suatu pernasalahan yang harus dihadapi dalam pembangunan suatu lintasan perakitan. Tujuan keseimbangan lini (line balancing) pada kasus ini adalah untuk
15
menentukan
jumlah
memperhatikan
urutan
stasiun
kerja
antar-task
yang dan
seminimal
waktu
siklus
mungkin
dengan
sehingga
batasan
keterhubungan terpenuhi dan waktu stasiun tidak melebihi waktu siklus. Semakin sedikit jumlah stasiun kerja kebutuhan ruang akan semakin sedikit. Metode ini dipergunakan untuk merencanakan sistem produksi yang berorientasi pada produk (proses kontinyu), yaitu suatu tipe tata letak produksi dimana mesin-mesin dan fasilitas disusun menurut urutan proses pengolahan produk, mulai dari bahan mentah menjadi produk jadi. Analisis metode ini dimaksudkan untuk meminimumkan waktu tunda keseimbangan (balance delay), dengan jalan mengelompokkan elemen-elemen kerja dilakukan tnapa menggangu urutan proses produksi (Machfud dan Agung, 1990). Menurut Nasution (2006), tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sampai dengan saat ini belum ada metode yang benarbenar menghasilkan solusi optimum, kecuali dengan menggunakan simulasi komputer. Metode-metode yang telah dikembangkan selama ini terbatas hanya pada metode heuristic, yang akan menghasilkan solusi optimal, tetapi tidak menjamin tercapainya solusi optimal. Menurut Machfud (1999), teknik penganalisaan aliran bahan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu : 1.
Konvensional. Teknik ini relatif mudah dalam penggunaannya karena menggunakan pendekatan grafis. Untuk berbagai tujuan, teknik ini merupakan alat yang cukup baik dan mudah.
2.
Kuantitatif. Teknik ini menggunakan matematika dan metode statistika yang cukup canggih, yang biasanya digolongkan dalam teknik-teknik penelitian operasional.
Perhitungan-perhitungan
yang
digunakan
biasanya
memanfaatkan operator. Ada berbagai metode pendekatan kuantitatif yang bisa digunakan untuk menganalisis aliran bahan yaitu teknik pemrograman lanjar, masalah penugasan, masalah pemrograman transportasi, masalah pemrograman pemindahan, masalah penjual keliling, teknik pemrograman bilangan cacah, teknik pemrograman
16
dinamis, teknik kurva permukaan, teknik teori antrian, analisis sabuk penghanttar dan simulasi (Apple, 1990).
H. TEORI ANTRIAN Menurut Siagian (1987), teori antrian adalah teori yang mengkaji secara sistematis fenomena garis tunggu. Formasi garis tunggu merupakan fenomena yang terjadi apabila kebutuhan akan suatu pelayanan melebihi kapasitas yang tersedia untuk menyelenggarakan pelayanan itu. Menurut Machfud (1999), teori antrian merujuk kepada penyelidikan suatu kelompok masalah secara fisik dan matematis. Hal ini dicirikan oleh : 1.
Adanya suatu pemasukan suatu objek ke dalam suatu sistem.
2.
Objek bergerak melalui suatu sistem adalah bersifat diskrit.
3.
Objek yang masuk ke dalam sistem untuk mendapatkan pelayanan (proses) diurut menurut aturan tertentu.
4.
Terdapat suatu mekanisme tertentu yang mennetukan waktu pelayanan (proses).
5.
Terdapat paling sedikit satu dari dua mekanisme, kedatangan atau pelayanan, yang tidak dapat ditentukan secara pasti, akan tetapi dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem yang bersifat probabilistik. Sebagian besar aplikasi teori antrian berkenaan dengan suatu nilai
ekspektasi atau nilai rata-rata pada suatu periode tertentu. Hal ini terjadi karena sifat random dari waktu atau kecepatan kedatangan atau pemasuka bahan atau kecepatan pelayanan atau proses yang berlangsung. Walaupun bersifat random, sehingga tidak dapat diduga secara tepat, nilai-nilai tersebut masih dapat diduga dari nilai rata-rata, keragaman dan peluangnya. Sistem antrian merupakan sesuatu dimana kita mengobservasi periode kemacetan secara terus menerus, misalnya lintasan tunggu, kemacetan suatu fasilitas pelayanan karena keterbatasan kapasitas dan kerandoman dari kedatangan unit-unit dan waktu yang dibutuhkan untuk melayaninya. Permasalahn antrian merupakan masalah di mana kita mencoba menentukan kapasitas optimum bagi suatu fase produksi (barang/jasa). Hal ini diukur oleh jumlah pelayan (server)
17
paralel, atau tingkatan output rata-rata, sehingga kombinasi biaya dan tingkat pelayanan dari unit-unit yang menunggu menjadi minimum (Nasution, 2006). Sebuah sistem antrian terdiri atas kedatangan pelanggan (customers) pada waktu acak pada sejumlah fasilitas dimana mereka menerima sejumlah pelayanan dan kemudian meninggalkan fasilitas tersebut. Menurut Taylor dan Karlin (1998), sistem antrian dikelompokkan berdasarkan : 1.
Proses input yaitu distribusi peluang pola kedatangan pelanggan pada suatu waktu.
2.
Distribusi pelayanan, distribusi peluang waktu yang acak untuk pelayanan sebuah pelanggan (atau sekelompok pelanggan pada kasus pelayanan sistem batch).
3.
Disiplin antrian, jumlah pelayan dan urutan pelayanan pelanggan. Disiplin antrian yang paling sering digunakan adalah first come first served dimana pelanggan dilayani sesuai dengan urutan kedatangan. Menurut Buffa dan Dyer (1978), terdapat empat struktur dasar dari
sistem antrian yang melukiskan kondisi umum dari pelayan, yaitu (1) jalur tunggal dengan satu pelayan, (2) jalur tunggal dengan pelayan ganda, (3) jalur ganda dengan pelayan tunggal dan (4) jalur ganda dengan pelayan ganda. Gambar model antrian dapat dilihat pada Gambar 1 sampai Gambar 4 berikut:
Gambar 1. Model Antrian Jalur Tunggal Fasilitas Pelayanan Tunggal
Gambar 2. Model Antrian Jalur Tunggal Fasilitas Pelayanan Ganda
18
Gambar 3. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Tunggal
Gambar 4. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Ganda
Menurut Agung (1990), proses yang terjadi pada model antrian dapat digambarkan pada Gambar 5 berikut : Unit-unit yang membutuhkan pelayanan
Sistem Input
Antrian
Mekanisme Pelayanan
Unit-unit yang terlayani
Gambar 5. Model Antrian Beberapa elemen pokok dalam sistem antrian antara lain : 1.
Sumber masukan (input) Sumber masukan dari sistem antrian dapat terdiri atas suatu populasi orang, barang, komponen atau kertas kerja yang dating pada saat dilayani. Bila populasi relatif besar sering dianggap bahwa hal itu merupakan besaranbesaran yang tek terbatas. Anggapan ini adalah hamper umum karena merupakan besaran yang tak terbatas. Anggapan ini adalah hamper umum karena perumusan sumber masukan yang tak terbatas lebih sederhana daripada sumber yang terbatas. Suatu populasi dinyatakan “besar” bila populasi tersebut lebih besar disbanding dengan kapasitas sistem pelayanan.
19
2.
Pola kedatangan Cara dengan nama individu-individu dari populasi memasuki sistem disebut pola kedatangan (arrival pattern). Individu-individu mungkin dating dengan tingkat kedatanagn (arrival rate) yang konstan ataupun acak/random (yaitu berapa banyak individu-individu per periode waktu)
3.
Disiplin antrian Disiplin antrian menunjukkan pedoman keputusan yang digunakan untuk menseleksi individu-individu yang memasuki antrian untuk dilayani terlebih dahulu (prioritas). Disiplin antrian yang paling umum adalah pedoman first come first served (FCFS), yang pertama kali datang pertama kali dilayani. Beberapa disiplin antrian lainnya ialah pedoman-pedoman shortest operating service time (LOT), dan service in random order (SIRO).
4.
Kepanjangan antrian Banyak sistem antrian dapat menampung jumlah individu-individu yang relative besar, tetapi ada beberapa sistem yang memepunyai kapsitas yang terbatas. Bila kapasitas antrian menjadi faktor pembatas besarnya jumlah individu yang dapat dilayani dalam sistem secara nyata, berarti sistem mempunyai kepanjangan antrian yang terbatas (finite), dan model antrian terbatas harus digunakan untuk menganalisis sistem tersebut. Secara umum model antrian terbatas lebih kompleks daripada sistem antrian tak terbatas (infinite).
5.
Tingkat pelayanan Waktu yang digunakan untuk melayani individu-individu dalam suatu sistem disebut waktu pelayanan (service time). Waktu ini mungkin konstan, tetapi juga sering acak (random). Perbedaan distribusi-distribusi waktu pelayanan dapat diliputi oleh model-model antrian dengan lebih mudah dibanding perbedaan distribusi waktu kedatangannya.
6.
Keluar (exit) Sesudah selesai dilayani, maka produk akan keluar dari sistem dan bergabung pada satu diantara kategori populasi. Jika bergabung dengan populasi asal dan mempunyai probabilitas yang sama untuk memasuki sistem
20
kembali, namun bila bergabung dengan populasi lain yang mempunyai probabilitas lebih kecil dalam hal kebutuhan pelayanan tersebut kembali. Teori antrian banyak digunakan pada kasus analisis aliran untuk fasilitas yang menggunakan konveyor sebagai sarana penanganan bahan. Hal ini dapat diterapkan pada masalah keseimbangan lini produksi, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya hambatan proses produksi sebagai akibat menumpuknya bahan yang diproses pada salah satu tahapan proses produksi.
I.
DISTRIBUSI PELUANG Hampir semua sistem dunia nyata mengandung satu atau lebih sumber keacakan, Secara umum, penting untuk menggambarkan tipe sumber keacakan sistem dengan sebuah distribuais peluang (tidak hanya nilai mean) dalam model simulasi. Kegagalan untuk memilih distribusii yang tepat dapat menimbulkan efek pada keakuratan hasil model. Sistem antrian umumnya ditentukan oleh dua buah kelengkapan statistik, yaitu distribusi peluang antar kedatangan dan distribusi peluang waktu pelayanan. Dalam sistem antrian nyata, waktu antar kedatangan dan waktu pelayanan mengikuti berbagai macam bentuk distribusi. Bentuk distribusi yang mendasari model-model antrian adalah sebaran poisson dan eksponensial. 1.
Distribusi Poisson Menurut Harinaldi (2005), dalam eksperimen poisson, probabilitas memperoleh dengan tepat peristiwa X sebanyak x kejadian untuk setiap satu satuan unit (waktu atau ruang) yang ditentukan membentuk sebuah distribusi yang fungsi probabilitasnya adalah : ( ; )=
!
, x = 0, 1, 2, ...
di mana, λ adalah laju kejadian (rata-rata banyaknya kejadian dalam satu satuan unit tertentu) dan e adalah konstanta dasar (basis) logaritma natural = 2,71828.... 2.
Distribusi Eksponensial Menurut Harinaldi (2005), distribusi eksponensial merupakan kasus khusus dari distribusi gamma dengan faktor bentuk α = 1 dan faktor skala β =
21
1/λ. Distribusi ini banyak digunakan sebagai model di bidang teknik dan sains. Jika variabel acak kontinu X memiliki distribusi eksponensial dengan parameter λ di mana λ > 0, maka fungsi kepadatan probabilitas dari X adalah: ( ; )=
≥0 0
Fungsi di atas mudah untuk diintegralkan, sehingga diperoleh fungsi distribusi kumulatif eksponensial sebagai : ( ; )=
3.
( ≤ )=
= 1−
Distribusi Normal Sebuah variabel acak kontinu dikatakan memiliki distribusi normal dengan parameter
, di mana -∞ <
dan
< ∞ dan
> 0 jika fungsi
kepadatan probabilitas dari X adalah : ( ; di mana,
,
)=
1 √2
adalah mean, dan
(
.
(
) )
adalah deviasi standard.
Distribusi normal dapat dibedakan dari distribusi normal lainnya atas dasar perbedaan nilai rata-rata dan simpangan bakunya atau kedua-duanya. Menurut Law dan Kelton (2000), tahapan dalam menentukan jenis distribusi dari data yang ada adalah : 1.
Membuat hipotesis pendugaan awal.
2.
Menduga parameter-parameter di dalam data.
3.
Menentukan tingkat kesesuaian distribusi data dengan distribusi teoritis. Menurut Law dan Kelton (2000), prosedur untuk menentukan kualitas
distribusi yang sudah dicocokkan (fitted distributions) ada dua, yaitu : 1.
Prosedur heuristik atau grafis
Ada sejumlah prosedur heuristik atau grafis yang dapat digunakan untuk membandingkan distribusi yang telah dicocokkan (fitted distributions) dengan distribusi sesungguhnya, diantaranya adalah density / histogram overplots dan perbandingan frekuensi, distribusi fungsi perbedaan plots dan plot ppeluang (Probability Plots). Sebuah plot peluang dapat digambarkan sebagai grafik perbandingan sebuah estimasi distribusi data sesungguhnya X1,
22
X2, X3, ..., Xn dengan fungsi distribusi yang sudah dicocokkan (fitted distributions). 2.
Prosedur Goodness-Of-Fit Hypotesis Test
Pada sebagian besar situasi, sifat dasar pada satu atau beberapa distribusi populasi merupakan hal yang paling penting. Kesahihan prosedurprosedur inferensi statistika parametrik bergantung pada bentuk populasipopulasi asal sampel-sampel yang dianalisis. Apabila bentuk-bentuk fungsi dari populasi-populais yang dianalisis tidak diketahui maka populasi tersebut harus diuji kecenderungannya apakah terdistribusi sesuai dengan sumsi-sumsi yang mendasari prosedur parametrik yang diuji. Metode-metode keselarasan (goodness-of-fit test) digunakan untuk menentukan sampai seberapa jauh data sampel yang teramati “selaras”, “cocok” atau fit dengan model tertentu yang diujikan. Uji-uji keselarasan merupakan alat yang bermanfaat untuk mengevaluasi sampel seberapa jauh suatu model mampu mendekati situasi nyata yang digambarkannya. Daniel (1989) menambahkan bahwa ada sejumlah uji keselarasan yang diperkenalkan, yaitu : 1.
Uji Khi-Kuadrat
2.
Uji Kolmogorov Smirnov
3.
Uji Cramer-von Mises
4.
Uji Binbaum-Hall
5.
Gibbons
Uji keselarasan yang paling umum digunakan ialah uji Khi-Kuadrat (ChiSquare goodness-of-fitness test) dan uji Kolmogorov Smirnov (K-S). Uji sampel tunggal K-S pada dasarnya dirancang untuk penggunaan data kontinu dengan skala minimal ordinal. pada penerapan uji keselarasan sampel tunggal K-S, terdapat dua buah fungsi distribusi kumulatif yang dianalisis yaitu distribusi kumulatif yang dihipotesiskan dan distribusi kumulatif yang teramati (Law dan Kelton, 2000).
23
J.
SIMULASI Simulasi adalah hal terbaik yang dapat dilakukan di samping mengamati sistem nyata. Pada simulasi pengunaan model-model komputer yang secara harfiah ditujukan untuk meniru perilaku situasi nyata tersebut sebagai fungsi dari waktu. Pengembenagan model dalam simulasi dapat disadari oleh salah satu dari dua pendekatan penjadwalan kegiatan berikutnya (next event scheduling) atau operasi proses (process operation) (Taha, 1982). Perancangan QSS didasari oleh gagasan umum bahasa model-model simulasi diskrit dalam hal tertentu dapat dipandang sebagai sistem antrian. Dalam konteks ini, bahasa ini didasari oleh pendekatan jaringan yang memanfaatkan tiga elemen, yaitu sumber dari mana transaksi pelanggan datang, antrian dimana pelanggan menungug, sarana dimana pelayanan dilakukan dan tambahan untuk meningkatkan pemodelan bahasa ini. Silver G. A dan Silver J. B (1977) di dalam Haming dan Nurnajamuddin (2007) menyatakan bahwa simulasi adalah kegiatan mengabstraksi sebuah keadaan nyata ke dalam seuah tiruan yang menggambarkan keadaan nyata itu melalui aktualisasi karakteristik utama objek yang bersangkutan. Selanjutnya Levin dan Kirkpatrick (1978) di dalam Haming dan Nurnajamuddin (2007) mendefinisikan simulasi sebagai sebuah produser coba-coba (trial and errors) untuk mengidentifikasi keoptimuman sebuah proses suatu objek nyata. Menurut Buffa dan Dyer (1978) di dalam Haming dan Nurnajamuddin (2007) ada empat macam simulasi yang lazim dipakai dalam praktik, yaitu sebagai berikut : 1.
Simulasi deterministik, yaitu simulasi atas keadaan nyata melalui abstraksi proses di mana nilai yang terkait adalah nilai yang terukur, atau pasti. Misalnya jaringan kerja (Network planning) yang dipakai untuk mensimulasi urutan pelaksanaan pekerjaan serta waktu penyelesaiannya. Simulasi atas persediaan dan sebagainya.
2.
Simulasi stokastik, yaitu simulasi atas keadaan nyata yang proses kejadiaannya bersifat probabilistis, misalnya kemungkinan kalah atau manang dari sebuah pertandingan sepak bola, balap mobil, base ball, atau golf.
24
Kejadian yang mungkin dinyatakan dalam suatu distribusi kejadian, kemudian disimulasi. 3.
Simulasi diskrit, yaitu simulasi yang dilakukan untuk menirukan suatu keadaan nyata ke dalam prototipe yang sesuai. Misalnya market bangunan, pengujian obat melalui kelinci percobaan, prototipe mobil, kapal, dan lainlain.
4.
Simulai kontinum, yaitu simulasi suatu keadaan nyata yang hasilnya akan berada pada suatu rentang nilai, batas bawah dan batas atas, atau nilai minimum dan maksimum. Misalkan kita ingin mengetahui berapa besar dampak terhadap pengendara kendaraan bermotor roda dua jika bertabrakan pada kecepatan 60 km/jam. Penelusuran dilakukan dengan menabrakkan motor-motoran yang dinaiki oleh boneka-bonekaan pada kecepatan yang dikehendaki dalam sebuah terowongan uji. Apa yang terjadi pada motor dan boneka dianggap sebagai tiruan dari apa yang bakal terjadi atas motor dan pengendara yang sebenarnya. Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), simulasi kontinum oleh
beberapa penulis dinamai Simulasi Monte Carlo. Ciri-ciri utama proses simulasi ini adalah : 1.
Objek yang terlibat dalam proses atau permainan dapat diwakili oleh angkaangka.
2.
Peluang munculnya setiap kejadian atau angka-angka adalah acak dan sama besarnya.
3.
Rangkaian peristiwa atau kejadian pada proses itu dapat dosusun menjadi sebuah distribusi kejadian. Menurut Eriyatno di dalam Sipahelut (2002), model simulasi yang
diklasifikan berdasarkan dimensinya terdiri dari model statis dan dinamis. Model simulasi statis, biasanya direkayasa guna mewakili suatu sistem yang ada pada keadaan tertentu tidak berperan aktif, sebaliknya model simulasi dinamis mewakili suatu sistem yang berubah-ubah sesuai perubahan dimensi waktu atau yang lainnya. Salah satu contoh model statis ialah model-model simulasi Monte Carlo. Simulasi Monte Carlo mempunyai kelebihan karena simulasi dapat diatur
25
jumlah ulangan simulasinya sesuai dengan yang dikehendaki dalam rangka memperoleh peubah acak dengan simpangan baku kecil. Dalam simulasi Monte Carlo terdapat dua bagian yaitu bilangan acak dan variabel acak, yaitu pembangkitan bilangan acak yang digunakan untuk input simulasi dan pembangkitan variabel acak yang berfungsi untuk menjadi model distribusi data yang dibangkitkan.
K. VERIFIKASI MODEL Menurut Maarif (2006), verifikasi merupakan proses penentuan apakah model simulasi yang dibuat telah sesuai dengan yang diinginkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni : 1.
Tes data, dengan cara mengevaluasi setiap kejadian yang mungkin, mempersiapkan data masukan secara khusus dan kemampuan program pada kondisi ekstrim.
2.
Tulis dan debug program dalam modul-modul atau subprogram-subprogram.
3.
Diuji oleh banyak orang.
4.
Run pada asumsi penyederhanaan di mana model simulasi dapat dihitung dengan mudah.
5.
Lihat hasil simulasi. Uji yang statistik yang digunakan dalam verifikasi sistem adalah uji
kesamaan nilai tengah dua populasi untuk menguji waktu pelayanan data historis dan hasil simulasi. Pengujian hipotesa nol (H0) dan hipotesis tandingannya (H1) dilakukan dua arah dimana : H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1 ≠ µ2 Menurut Hamburg (1979) di dalam Henryardinanto (2003), uji signifikasi kesamaan antara dua nilai tengah dapat dilakukan berdasarkan statistik t yang sesuai. Uji ini digunakan jika n1< 30 atau n2<30. Asumsi yang diterapkan adalah bahwa sampel merupakan sampel independen acak yang diambil dari populasi yang secara teliti dapat didekati oleh distribusi normal yang memiliki standar deviasi yang sama. Keputusan lalu dapat diambuil berdasarkan statistik :
26
−
=
1
+
1
dimana, =
(
− 1)
+ ( − 1) + − 2
dengan distribusii sampling adalah distribusi t dengan (n1–1) + (n2–1) = n1 + n2 – 2 derajat bebas, n1 adalah jumlah item data di dalam kelompok pertama, dan
dan
s1 masing-masing adalah nilai rata-rata dan standar deviasi data sedangkan n2, dan s2 menyatakan kuantitas yang sama untuk kelompok kedua. Suatu hipotesis dapat dinyatakan diterima ataupun ditolak sesuai dengan hasil perhitungan nilai t dengan wilayah kritis yakni
<
∝/
dan > −
∝/
.
Apabila nilai thitung berada pada wilayah tersebut, maka H0 akan ditolak dan H1 akan diterima, sebaliknya jika nilai thitung berada di luar wilayah kritis maka H0 diterima dan H1 ditolak.
L. PENELITI PENDAHULU Henryardinanto (2003), telah melakukan simulasi model antrian udang di PT Dipasena Citra Darmaja, Lampung dengan output berupa perbaikan kinerja sistem produksi melalui perubahan komposisi operator. Anggraini (2005) telah melakukan penelitian mengenai waktu standar kerja dan analisis keseimbangan lini produksi pada industri pengolahan udang beku, studi kasus di PT Central Pertiwi Bahari, Lampung. Output yang diperoleh yaitu berupa standar waktu kerja serta perbaikan kinerja sistem antrian yang lebih baik melalui perubahan komposisi operator pada stasiun kerja lini tertentu. Setyawan (2005) melakukan penelitian dalam menganalisis strategi tata letak pabrik terkait dengan efisiensi waktu dalam proses produksi (Studi kasus di PT Serpindo Perdana Separator Indonesia). Output yang dihasilkan yaitu berupa penyusunan departemen-departemen produksi dan mesin-mesin produksi, pemanfaatan alat-alat produksi serta penempatan tenaga kerja yang lebih baik. Sihombing (2006) telah melakukan penelitian dalam menganalisis tata letak dan keseimbangan lini dalam proses produksi jus buah (Studi kasus di PT
27
Sari Segar Alami, Sentul). Output dari penelitian yang dilakukan adalah rancangan tata letak baru yang lebih efisien berdasarkan waktu dan biaya penanganan bahan, serta keseimbangan lini pada area pengemasan. Sahar (2007) telah melakukan penelitian dalam analisis kinerja sitem antrian pada industri pengolahan fillet ikan beku (Studi kasus di PT Global Tropical Seafood, Jawa Barat). Output yang dihasilkan yaitu berupa model alternatif antrian proses produksi ikan fillet ikan beku yang dapat digunakan sebagai pembanding dari model antran yang telah berjalan di perusahaan.
28