II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembekuan Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Proses pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metode lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba, menghambat terjadinya reaksi kimia, dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Proses pembekuan terdiri dari tahap penurunan suhu di atas titik beku bahan, perubahan fase cair menjadi fase padat yang ditandai dengan proses kristalisasi yaitu terjadinya bongkahan-bongkahan es kecil akibat perubahan fase dan penurunan suhu bahan bawah titik beku bahan. Dalam proses pembekuan juga terjadi fenomena supercooling, suhu air menurun di bawah suhu bekunya. Suhu tinggi bersifat merusak mutu simpan bahan pangan. Akan tetapi, kenaikan suhu produk tidak dapat dihindarkan. Penurunan suhu di atas titik beku bahan dimaksudkan untuk menghilangkan dengan cepat kalor yang terdapat pada produk
pangan.
Penurunan
suhu
mengakibatkan
laju
pertumbuhan
mikroorganisme terhambat, menghambat reaksi kimia dalam bahan pangan. Dengan demikian, proses penurunan suhu di atas titik beku bahan dilakukan semakin cepat semakin baik untuk menjaga mutu bahan yang akan dibekukan. Prinsip penurunan suhu di atas titik beku bahan adalah memindahkan kalor bahan dengan cepat ke suatu media berupa air. Waktu yang diperlukan dalam proses penurunan suhu di atas titik beku bahan kurang lebih 30 menit, tetapi mungkin pula lebih dari 24 jam. Perbedaan suhu antara media pembeku dan komoditas harus segera dikurangi agar proses penurunan suhu di atas titik beku bahan efektif (Syarief 1993). Setelah tahap penurunan suhu di atas titik beku bahan terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh 1981). Kristalisasi air mengakibatkan peningkatan konsentrasi larutan yang tersisa dan penurunan titik beku pada bagian tersebut. Proses ini berlangsung secara kontinu bersamaan dengan terbentuknya kristal es. Kristalisasi air akibat
3
pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim. Suhu pada saat terjadinya kristalisasi dari masing-masing zat terlarut mengalami kesetimbangan dengan es dan cairan tak terbekukan disebut dengan suhu eutectic. Identifikasi titik eutectic untuk masing-masing larutan pada bahan pangan sulit dilakukan, oleh karena itu digunakan istilah suhu akhir eutectic. Suhu akhir eutectic adalah suhu eutectic terendah dari masing-masing larutan yang terdapat di dalam bahan pangan (Fellows 2000, diacu dalam Kurniawan 2009). Pembekuan merupakan suatu usaha untuk mempertahankan mutu bahan pangan. Bahan pangan beku memiliki masa simpan yang jauh lebih panjang dari pada bahan pangan dingin. Dalam proses pembekuan terjadi pelepasan panas dari dalam produk dan selanjutnya produk akan mengalami penurunan suhu seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Suhu
A B
Tf
D
S C
E R
tf F
Ts
Gambar 1 Grafik suhu-waktu pada pembekuan.
Waktu u
Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, membagi pembekuan menjadi enam bagian sebagai berikut: AS : Bahan pangan didinginkan hingga mencapai suhu di bawah titik bekunya (Tf). Pada titik S, air masih berada dalam fase cair meskipun berada dalam kondisi di bawah titik beku. Fenomena ini dikenal sebagai periode supercooling. SB : Peningkatan suhu bahan hingga mencapai titik beku. Terjadinya peningkatan suhu diakibatkan karena adanya pelepasan panas laten bahan.
4
BC : Pelepasan panas laten bahan. Pada tahap ini, suhu bahan cenderung konstan, dan terjadi penurunan titik beku dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan pada bagian air yang tak terbekukan. Periode ini merupakan periode pembentukan kristal es. CD : Salah satu komponen yang terdapat dalam larutan menjadi sangat jenuh (supersaturated) dan mengalami kristalisasi. Pelepasan panas laten kristalisasi mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu sampai mencapai suhu eutectic dari komponen tersebut. DE : Kristalisasi air dan larutan pada bahan pangan terus berlangsung. EF : Penurunan suhu bahan pangan hingga mencapai suhu pembekuan yang diinginkan. Pada kondisi yang sangat rendah, masih terdapat air yang tak terbekukan pada bahan pangan. Jumlah air yang tak terbekukan dipengaruhi oleh komposisi bahan pangan yang dibekukan.
Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada kisaran suhu tertentu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu-waktu pembekuan umumnya menunjukkan garis datar antara 0 oC dan -5 oC berkaitan dengan perubahan (fase) air menjadi es, kecuali kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan sel dan struktur yang irrevesible yang mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan (thawing). Hal ini terjadi khususnya sebagai hasil pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air dari dalam sel ke bagian luar sel selama pembentukan es yang dapat mengakibatkan kerusakan sel. Pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es di dalam sel dan akan mempertahankan jaringan dengan kerusakan minimum pada membran sel (Buckle et al. 1985). Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam proses pembekuan berlangsung lambat (Brennan 1981, diacu dalam Kurniawan 2009).
5
Metode pembekuan yang sering digunakan dalam mempertahankan mutu bahan yang dibekukan adalah: 1. Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas dengan suhu rendah kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat pembeku (blast), terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidises bed), spiral, tali (belt), dan lain-lain. 2. Kontak tidak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate-freezer), dimana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan, silindris) yang telah didinginkan dengan mensirkulasikan cairan pendingin (alat pembeku berlempeng banyak). 3. Perendaman
langsung
makanan
ke
dalam
cairan
pendingin
atau
menyemprotkan cairan pendigin di atas makanan (misalnya nitrogen cair dan freon, larutan, larutan gula, dan garam). Metode pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada (Buckle et al. 1985): 1. Mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan. 2. Tipe dan bentuk produk, pengemasan, dan lain-lain. 3. Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan. 4. Biaya pembekuan untuk teknik alternatif. Proses pembekuan terjadi dalam tiga tahapan yaitu tahap pendinginan di atas titik beku, tahap pembekuan, dan tahap pendinginan di bawah titik beku. Pada pembekuan daging sapi, suhu awal bahan diturunkan hingga mencapai suhu -2 C. Di Indonesia, daging yang banyak di konsumsi adalah daging sapi (Soeparno 2005).
Gambar 2 Daging sapi.
6
Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging. Proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sifat kualitatif maupun organoleptik seperti warna dan flavor daging setelah pemasakan. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan selama pembekuan dalam jangka waktu terbatas (Soeparno 2005). Beberapa persyaratan untuk memperoleh daging beku yang baik adalah: (1) daging segar harus berasal dari daging yang sehat, (2) pengeluaran darah pada saat pemotongan harus sesempurna mungkin, (3) temperatur karkas atau daging harus secepatnya diturunkan pada temperatur dingin (daging segar sudah mengalami pendinginan), (4) periode pelayuan harus dibatasi, (5) karkas atau daging harus dibungkus dengan menggunakan material yang berkualitas baik, dan (6) temperatur pembekuan setidak-tidaknya -18 oC atau lebih rendah (Soeparno 2005). Kualitas daging beku dipengaruhi oleh faktor seperti: (1) lama waktu daging di dalam penyimpanan dingin sebelum pembekuan, (2) laju pembekuan, (3) lama penyimpanan beku, (4) kondisi dalam penyimpanan beku, (5) tipe pakan ternak, (6) umur ternak, (7) pH daging, (8) kontaminasi dengan logam berat, dan (9) jumlah mikrobia awal (Soeparno 2005).
B. Titik Beku dan Laju Pembekuan Bahan Perubahan-perubahan fisik, kimia, dan biologis yang terjadi di dalam bahan pangan selama pembekuan dan pencairan merupakan proses yang sangat kompleks. Walaupun demikian sangat bermanfaat mempelajari perilaku perubahan-perubahan ini, sehingga dapat dirancang suatu proses pembekuan bahan pangan yang tepat untuk menangani perubahan-perubahan tersebut. Titik beku suatu cairan adalah suhu dimana cairan tersebut dalam keadaan seimbang dengan bentuk padatnya. Suatu larutan dengan tekanan uap yang lebih rendah dari zat pelarut murni tidak akan seimbang dengan zat pelarut yang padat pada titik beku normalnya. Sistem tersebut harus didinginkan sampai suhu dimana larutan dan zat pelarut yang padat mempunyai tekanan yang sama. Titik beku suatu larutan lebih rendah daripada zat pelarut murni. Jika suatu cairan menguap, molekul-molekul yang lepas memberikan suatu tekanan yang dikenal dengan
7
tekanan uap. Tekanan total dari suatu sistem akan sama dengan tekanan parsial dari tekanan tersebut. Penambahan zat terlarut yang bersifat tidak menguap (gula) ke dalam air akan menurunkan tekanan uap air dari larutan gula dalam air dan titik beku larutan tersebut akan menjadi lebih rendah daripada air murni. Oleh karena kebanyakan bahan pangan memiliki kandungan air yang tinggi, maka kebanyakan bahan pangan akan membeku pada suhu 32 oF dan 25 oF. Selama berlangsung pembekuan suhu bahan pangan tersebut relatif tetap sampai sebagian air dari bahan pangan tersebut membeku dan setelah beberapa waktu suhu akan mendekati medium pembeku (Rohanah 2002). Salah satu pertimbangan pemilihan suatu proses dalam industri pembekuan bahan pangan adalah laju pembekuan. Laju pembekuan tidak saja menentukan struktur akhir produk beku, tetapi juga mempengaruhi lama pembekuan (Heldman dan Singh 1981). Menurut Tambunan et al. (2003), pembekuan cepat menghasilkan struktur kristal es yang kecil dan seragam dan mendekati sifat-sifat segarnya bila dicairkan kembali. Menurut Lembaga Refrigerasi International 1971, diacu dalam Kurniawan 2009, laju pembekuan suatu massa pangan adalah rasio antara jarak minimal antara permukaan dengan titik pusat termal dibanding dengan waktu yang diperlukan oleh produk pangan untuk mencapai suhu 0 oC pada permukaan bahan sampai mencapai suhu -5 oC pada pusat termal bahan. Salah satu variasi terhadap definisi Lembaga Refrigerasi International adalah Thermal Arrest Time (TAR). Menurut definisi ini, laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan titik yang paling lambat membeku pada produk untuk menurunkan suhu dari 0 oC menjadi -5 oC. Sedangkan Heldman dan Singh (1981) mengatakan laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu produk pada titik yang paling lambat menjadi dingin atau beku, dihitung dari saat tercapainya titik beku awal sampai tercapainya tingkat suhu yang diinginkan di bawah titik beku produk tersebut. Meskipun disadari bahwa definisi ini tidak terlepas dari kekurangan, agaknya masih merupakan kompromi terbaik bila dibandingkan dengan keunggulan dan kelemahan definisi lain (Heldman dan Singh 1981).
8
Faktor penting yang berkaitan dengan proses pembekuan bahan pangan beku adalah suhu media dan laju pembekuan. Laju pembekuan akan menentukan mutu produk beku dan waktu pembekuan. Dengan memperkecil perbedaan antara suhu media pembeku dengan suhu produk akan memperlambat laju pembekuan, yang berakibat menurunkan kualitas produk yang dibekukan (Kamal 2008). Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu produk beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan yang sangat cepat berbeda dari produk yang dihasilkan dari pembekuan lambat. Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang kecil tersusun secara merata pada jaringan. Sedangkan pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi kecepatan berproduksi, pembekuan secara sangat cepat dianggap menguntungkan, selama mutu produk yang dihasilkan tidak dikorbankan (Heldman dan Singh 1981). King (1971), diacu dalam Kamal (2008) membagi laju pembekuan ke dalam 3 golongan, yaitu ; 1. Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan. 2. Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20 sampai 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan. 3. Pembekuan cepat, jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan.
Pembekuan cepat didefinisikan sebagai proses dimana suhu bahan pangan yang melampaui zona pembekuan kristal maksimum (25 oF sampai 32 oF) dalam waktu 30 menit atau kurang. Prinsip dasar dari semua pembekuan cepat adalah cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan.
C. Kajian Energi Prinsip pembekuan suatu bahan adalah penurunan suhu bahan tersebut sampai di bawah titik bekunya, sehingga air di dalam bahan akan membeku. Dari termodinamika telah diketahui bahwa penurunan suhu merupakan suatu
9
pengambilan energi dalam bentuk panas. Energi yang dilepaskan untuk mendinginkan bahan sampai titik bekunya adalah:
Qsensibel
mbahan . Cp1 . (Ta Tphc ) ................................................................. (1)
Tb
Energi yang dilepaskan untuk mengubah fase cair menjadi padat (kristalkristal es) adalah Qlaten
. mair . Lair ........................................................................................... (2) Energi yang dilepaskan untuk menurunkan suhu bahan dari titik beku
sampai suhu akhir yang dikehendaki adalah Qsensibel
(3) Dengan demikian energi total yang dilepaskan untuk membekukan bahan Tb
mbahan .Cp 2 . (Tphc Tspds) .................................................................
pangan dan menurunkan suhunya sampai mencapai suhu penyimpanan beku adalah Qp
Qsensibel
Qlaten
Tb
Qsensibel
Tb
....................................................................
(4)
Maka energi total untuk membekukan pangan dan menurunkan suhunya sampai mencapai suhu penyimpanan beku adalah Qp
mbahan . Cp1 . (Ta Tphc )
. mair . Lair
mbahan . Cp 2 . (Tphc Tspds) ............
(5)
Fraksi air bebas yang merupakan air yang dapat membeku selama proses pembekuan. Fraksi air bebas ( ) dapat dihitung dengan menghitung fraksi air yang tidak dapat membeku sebagai berikut: ln Xa =
H f .air .M a
1
1
Rg
T phc air
Tspds
.......................................................
(6)
.........................................................................
(7)
Mb =
KA m a ...................................................................................... KA
(8)
=
mb m air ...................................................................................... mbahan
(9)
ma Xa =
ma
Ma
Ma ms
Ms
10