II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Lanskap Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dengan
elemen penyusun lanskap alami maupun buatan. Pemandangan alam dengan elemen penyusun lanskap alami maupun seperti bentukan alam, vegetasi, kehidupan alam liar, formasi batuan ataupun bangunan mampu membentuk karakter lanskap yang menarik dan dapat menjadi ciri khas bagi suatu kawasan. Karakter lanskap yang unik pada suatu kawasan wisata alam dapat menjadi unsur pendukung dalam pengembangan kawasan wisata alam (Simonds, 1983). Rachman (1984, dalam Purnama, 2007) mengartikan lanskap sebagai wajah karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi ini dengan segala sesuatu dan apa saja yang ada di dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indra dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat menangkap dan membayangkan. Beberapa obyek yang dapat menjadi bidang pengamatan lanskap adalah kota, jalan, lapangan golf, sungai, pantai, pemukiman, sekolah, kampus, dan lain-lain. Sedangkan Philips (1997, dalam Benson dan Roe, 2000) mengungkapkan lima karakter dari lanskap yang didasarkan pada kenyataan Hawkes yang menyebutkan bahwa lanskap di Inggris terbentuk sepanjang waktu oleh proses geologi, kehidupan organik, aktifitas dan imajinasi manusia. Kelima karakter tersebut adalah: 1. Terdiri dari bentuk dan nilai alam dan kebudayaan, terfokus pada hubungan diantara keduanya. 2. Perpaduan dari unsur fisik dan metafisik dengan unsur sosial, budaya, dan seni. Dimana lanskap adalah cara pandang kita terhadap dunia, tidak hanya sekedar pemandangan dan penampakan yang dapat ditangkap oleh perasaan. 3. Kita dapat merasakan lanskap hanya pada saat ini, lanskap merupakan hasil dari seluruh perubahan lingkungan di masa lalu juga merupakan perpaduan dari masa lalu dan saat ini. 4. Lanskap bersikap universal terdapat di setiap wilayah.
6
5. Lanskap menjadi identitas bagi suatu tempat, penyebab keragaman pada lingkungan kehidupan. 2.2
Perencanaan Lanskap Rachman (1984, dalam Purnama, 2007) menyebutkan perencanaan
lanskap adalah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan/ekologi dan pengetahuan alam yang bergerak dalam kegiatan penilaian atas lahan yang luas, dalam mencari ketepatan tata guna tanah di masa yang akan datang. Hasil yang diperoleh dapat berupa kebijakan-kebijakan dan tata guna tanah dalam kaitan distribusi jenis-jenis pengembangan, jaringan jalan raya, lokasi proyek industri, perlindungan air, perlindungan tanah, perlindungan atas nilai-nilai keindahan dan kenikmatan, guna penggunaan ruang luar untuk rekreasi. Ruang cakup studi biasanya sesuai dengan satuan fisiografi alami, misalnya Daerah Aliran Sungai (DAS) atau satuan ekologis lainnya. Proses perencanaan lanskap kawasan rekreasi menurut Gold (1980) yang menjabarkan proses-prosesnya sehingga sangat sesuai untuk perencanaan kawasan rekreasi terdiri atas enam tahapan, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan. Perencanaan adalah tahap menentukan alternatif terpilih yang merupakan satu alternatif atau modifikasi atau kombinasi dari beberapa alternatif perencanaan. Alternatif terpilih yang disebut konsep perencanaan, umumnya disajikan dalam tata letak atau rencana tapak. Dalam proses perencanaan Gold (1980), terdapat empat cara pendekatan perencanaan, yaitu: 1. Pendekatan sumberdaya; sumberdaya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas rekreasi. Penawaran membatasi permintaan atau membatasi penggunaan oleh manusia atau membatasi daya dukung sumberdayanya. 2. Pendekatan aktivitas; aktivitas rekreasi yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana rekreasi di masa yang akan datang. Perhatian difokuskan pada permintaan, dimana faktor sosial lebih diutamakan daripada faktor alam.
7
3. Pendekatan ekonomi; tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe, dan lokasi yang potensial untuk rekreasi. Dalam hal ini faktor ekonomi lebih diutamakan daripada faktor alam maupun sosial. Permintaan untuk aktivitas dimanipulasi oleh harga. 4. Pendekatan perilaku; yang menjadi pusat perhatian adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan untuk berapresiasi, bentuk aktivitas yang diinginkan dan dampak aktivitas itu terhadap seseorang. Aspek permintaan merupakan pertimbangan utama. 2.3
Lanskap Kawasan Wisata Menurut Gunn (1994), suatu kawasan wisata memiliki keadaan alam
dengan sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Selain itu menurut Anonymus (1996), yang tergolong ke dalam kawasan wisata juga mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya, pertanian, dan budidaya lainnya. Lebih lanjut menurut Soekadjo (1996, dalam Purnama, 2007), modal dan potensi kawasan wisata terdiri dari berbagai jenis yaitu: 1) Modal dan potensi alam, alam secara fisik, flora dan fauna merupakan atraksi wisata, 2) Modal dan potensi kebudayaan dalam arti luas dari kebudayaan yang telah maju maupun yang masih bersifat primitif, 3) Modal dan potensi manusia. Lebih lanjut dinyatakan oleh Gold (1980), pengembangan suatu lanskap menjadi kawasan pariwisata harus didukung dengan pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang ditunjang oleh akomodasi pariwisata yang lengkap dan nyaman sehingga membentuk karakter lanskap yang harmonis dan menyatu dengan alam. 2.4
Rekreasi, Wisata Alam dan Agrowisata Rekreasi menurut Gold (1980) adalah pengalaman yang dialami oleh
seseorang kapan dan dimana saja yang pada pelaksanaannya diperlukan program yang efektif sehingga individu dapat merasakan kebebasan, tantangan, dan dapat memperkaya diri dengan pengalaman tersebut.
8
Knudson (1980) mengemukakan bahwa rekreasi bersifat universal, luwes dapat dilakukan secara perseorangan maupun kelompok, tidak memiliki bentuk dan macam tertentu, namun semua kegiatan manusia yang mempunyai tujuan positif. Rekreasi berdasarkan kegiatannya dapat bersifat aktif dan bersifat pasif. 1) Rekreasi aktif adalah suatu bentuk rekreasi dimana manusia memegang peranan penting sedangkan obyek sebagai alat seperti kegiatan memancing dan berkemah. 2) Rekreasi pasif adalah bentuk rekreasi dimana manusia bersifat pasif sedangkan obyek memegang peranan, seperti kegiatan memotret, menikmati pemandangan dan menghirup udara segar. Rekreasi merupakan penggunaan waktu luang yang menyenangkan dan konstruktif yang dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman fisik maupun mental dari pemanfaatan sumber daya alam seperti air, hujan, pemandangan alam dan kehidupan liar di alam bebas. Knudson (1982) menyatakan kegiatan rekreasi sebagai kegiatan yang dapat dilakukan di dalam ruangan maupun di alam terbuka. Rekreasi di alam terbuka merupakan semua kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi oleh bangunan untuk tujuan penyegaran. Hubungan antara rekreasi di alam terbuka didasarkan pada kebutuhan biologis untuk berhubungan langsung dengan aktifitas ruang terbuka yang berupa: 1) Rekreasi perjalanan seperti berjalan-jalan, sepeda, berkuda, pendakian dan berlayar; 2) Kegiatan rekreasi sosial seperti piknik dan berkemah, Rekreasi estetik seperti fotografi, melukis, dan menikmati pemandangan; 3) Rekreasi petualangan seperti memanjat tebing dan mendaki gunung; 4) Survival replay seperti memancing, berburu dan berkemah. Tujuan adanya perencanaan rekreasi adalah untuk mempertemukan suatu peristiwa yang ingin kita capai dan menggabungkan apa yang ingin kita harapkan dan menghindari yang tidak kita inginkan dalam pengalaman rekreasi (Gold, 1980). Lebih lanjut Gold (1980) mengungkapkan sepuluh prinsip perencanaan rekreasi, yaitu:
9
1. Semua orang memiliki akses pada tiap aktivitas dan fasilitas rekreasi baik dari segala kepentingan, jenis kelamin, tingkat pendapatan, latar belakang budaya, lingkungan tempat tinggal, atau bahkan keterbatasan fisik. 2. Rekreasi umum seharusnya dikoordinasikan dengan komunitas rekreasi lain sehingga tidak ada penggandaan yang menunjukkan inovasi yang kurang. 3. Rekreasi umum sebaiknya saling terkait dengan pelayanan umum lainnya seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, dan transportasi. 4. Fasilitas
sebaiknya
menyesuaikan
dengan
segala
peralatan
dan
perlengkapan yang telah ada. 5. Fasilitas dan program-program yang akan direncanakan sebaiknya terjangkau secara finansial pada tiap tingkat pengembangan. Bagian teknis operasi dan pengelolaan merupakan aspek yang mencakup lebih banyak pengeluaran dibanding biaya utama pada awal pelaksanaan. 6. Penduduk kota atau daerah setempat dilibatkan pada proses perencanaan meliputi berbagai tingkatan. 7. Perencanaan
seharusnya
merupakan
proses
yang
berkelanjutan,
membutuhkan kajian ulang secara konstan, dan terdapat rekomendasi. 8. Perencanaan skala lokal maupun regional sebaiknya saling terintegrasi. 9. Tapak sebaiknya diperoleh terlebih dahulu sebelum adanya pengembangan kota dan hal itu ditujukan untuk taman dan penggunaan rekreasi. 10. Fasilitas seharusnya dapat membuat lahan bermanfaat secara efisien, dirancang dan diatur untuk menyediakan kesenangan, kesehatan, keselamatan, dan waktu santai bagi calon pengguna dan menampilkan contoh rancangan yang baik sebagai konservasi energi dan mengacu pada kebutuhan manusia. Aktivitas wisata tidak jauh berbeda dengan aktivitas rekreasi yang bersifat menyenangkan
dan
bersifat
memberikan
kepuasan.
Muntasib
(1997)
mendefinisikan wisata alam sebagai suatu perjalanan menuju daerah-daerah yang lingkungan alamnya masih asli atau masih sedikit terusik ataupun tercemar. Tujuan wisata alam adalah untuk menikmati, mengagumi, meneliti, dan menikmati pemandangan alam beserta isinya dengan lingkungan serta budayanya.
10
Aktivitas wisata alam yang dapat dilakukan antara lain seperti menjelajah gunung dan hutan, menyelam dan menikmati pemandangan. Menurut Mathieson dan Wall (1982, dalam Gunn, 1994) aktivitas wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-100 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasikan keinginan mereka. Brunn (1995) mengkategorikan wisata menjadi 3 jenis yaitu: 1. Ecotourism, green tourism, atau alternative tourism merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri
kepariwisataan
dan
perlindungan
terhadap
wisata
alam/lingkungan. 2. Wisata budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan. 3. Wisata alam, aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. Tujuan dilaksanakannya aktivitas alam adalah: 1. Meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat sekitar berkaitan dengan keberadaan kawasan wisata sebagai sumber pendapatan masyarakat sekitar. 2. Menyediakan suatu pengalaman yang berkualitas tinggi bagi para pengunjung berkaitan dengan kepuasan yang akan dicapai oleh pengunjung terhadap kawasan wisata tersebut. 3. Mempertahankan kualitas lingkungan. Menurut Arifin (1992) wisata agro adalah salah satu bentuk kegiatan wisata yang dilakukan di kawasan pertanian dan aktivitas didalamnya seperti persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen sampai dalam bentuk siap dipasarkan dan bahkan wisatawan dapat membeli produk pertanian tersebut sebagai oleh-oleh. Agrowisata tersebut ikut melibatkan wisatawan dalam kegiatan-kegiatan pertanian. Lanskap agrowisata merupakan suatu kawasan rekreasi umum yang menyajikan pemandangan pertanian berupa lahan pertanian, fasilitas penunjang
11
produksi pertanian dan pengolahan hasil pertanian. Pemandangan pertanian tersebut dapat berupa sawah, perkebunan, palawija, taman bunga, tanaman koleksi, pembibitan dan pekarangan, peternakan dan perikanan. Dua azas dalam lanskap agrowisata (Anonim, 1989) yaitu: 1) Azas manfaat, dalam arti penyelenggaraan program wisata agro dapat memberikan manfaat politik, sosial, budaya, maupun lingkungan; 2) Azas pelestarian, dalam arti penyelenggaraan program wisata agro diarahkan berperan dalam peningkatan pelestarian plasma nutfah sebagai sumberdaya utama bagi kelestarian alam dan lingkungan. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu: (1) sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada, (2) dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin, (3) mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi masyarakat sekitar, (4) selaras dengan sumberdaya alam, sumber tenaga kerja, sumber dana, dan teknik-teknik yang ada, (5) perlu evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi bidang sebagai berikut: 1. Kebun raya. Obyek wisata berupa kebun raya memiliki tanaman yang berasal dari berbagai spesies. Daya tarik yang dapat ditawarkan kepada wisatawan mencakup kekayaan flora yang ada, keindahan pemandangan di dalamnya, dan kesegaran udara yang memberikan rasa nyaman. 2. Perkebunan. Kegiatan usaha perkebunan meliputi perkebunan tanaman keras dan tanaman lainnya yang diusahakan oleh perkebunan besar swasta nasional maupun asing, BUMN, dan perkebunan rakyat. Berbagai kegiatan obyek wisata perkebunan dapat berupa praproduksi (pembibitan), produksi, dan pascaproduksi (pengolahan dan pemasaran). Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata antara lain: a.
Daya tarik historis dari perkebunan yang sudah diusahakan sejak lama,
b.
Lokasi beberapa wilayah perkebunan yang terletak di pegunungan yang memberikan pemandangan indah serta berhawa segar,
12
c.
Cara-cara tradisional dalam pola tanam, pemeliharaan, pengelolaan dan prosesnya, serta
d.
Perkembangan teknik pengelolaan yang ada.
3. Tanaman pangan dan hortikultura. Lingkup kegiatan wisata tanaman yang meliputi usaha tanaman padi dan palawija serta hortikultur yakni bunga, buah, sayur dan jamu-jamuan. Berbagai proses kegiatan mulai dari prapanen, pascapanen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan obyek agrowisata. 4. Perikanan. Ruang lingkup kegiatan wisata perikanan dapat berupa kegiatan budidaya perikanan sampai pascapanen. Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata diantaranya pola tradisional dalam perikanan, serta kegiatan lainnya, misalnya memancing ikan. Penentuan klasifikasi agrowisata didasari oleh konsepsi dan tujuan pengembangan agrowisata, jenis-jenis obyek agrowisata, jenis-jenis obyek agrowisata dengan daya tarik obyek tersebut. Daya tarik agrowisata terdiri dari usaha komoditi usaha agro, sistem sosial ekonomi dan budaya, sistem teknologi dan budidaya usaha agro, peninggalan budaya agro, budaya masyarakat, keadaan alam dan prospek investasi pada usaha agro tersebut. Ruang lingkup dan potensi agrowisata oleh Tim Menteri Rakornas Wisata Agro pada tahun 1992 dalam Betrianis (1996) dijelaskan: 1. Tanaman Pangan Daya tarik tanaman pangan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut: A.
Bunga-bungaan a. Bunga-bungaan yang memiliki kekhasan sebagai bunga Indonesia; b. Cara pemeliharaan yang masih tradisional; c. Bunga dikaitkan dengan segi keindahan antara lain seni merangkai bunga, taman bunga dan sebagainya; d. Budidaya bunga.
B.
Buah-buahan a. Kebun buah-buahan pada umumnya di desa atau di pegunungan dan mempunyai pemandangan alam sekitarnya yang indah;
13
b. Memperkenalkan kota-kota di Indonesia berdasarkan daerah asal buah tersebut; c. Cara-cara tradisional pemetikan buah; d. Tingkat pengelolaan buah di pabrik; e. Budidaya buah-buahan seperti apel, anggur, jeruk, dan lain-lain. C.
Sayuran a. Kebun sayuran pada umumnya di desa atau pegunungan dan memiliki pemandangan alam sekitar yang indah; b. Cara-cara tradisional pemeliharaan dan pemetikan sayuran; c. Teknik pengelolaan; d. Budidaya sayuran dan lain-lain.
D.
Jamu-jamuan a. Pemeliharaan dan pengadaan bahan; b. Pengolahan bahan (tradisional dan modern); c. Berbagai khasiat jamu-jamuan; d. Jamu sebagai kosmetik tradisional dan modern.
2. Perkebunan Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut: a) Daya tarik historis bagi wisata alam; b) Lokasi perkebunan, pada umumnya terletak di daerah pegunungan dan mempunyai pemandangan lama dan berhawa segar; c) Cara-cara
tradisional
dalam
pola
bertanam,
pemeliharaan,
pengelolaan dan prosesnya; d) Tingkat teknik pengelolaan yang ada dan sebagainya. 3. Peternakan Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain: a) Pola peternakan yang ada; b) Cara-cara tradisional dalam peternakan; c) Tingkat teknik pengelolaan; d) Budidaya hewan ternak dan lain-lain. Ruang lingkup obyek wisata peternakan meliputi:
14
i.
Pra-produksi: pembibitan ternak, pabrik pakan ternak, pabrik obatobatan dan lain-lain;
ii.
Kegiatan produksi: usaha peternakan unggas, ternak perah, ternak potong, dan aneka ternak, dengan pola PIR, pola bapak angkat, perusahaan swasta, koperasi BUMN dan usaha perseorangan. Pasca produksi: pasca panen (susu, daging, telur, kulit dan lainlain). kegiatan lainnya ialah penggemukan ternak, karapan sapi, adu domba, pacu itik, balap kuda, dan lain-lain.
4. Perikanan Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut: a) Adanya pola perikanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah; b) Cara-cara tradisional dalam perikanan; c) Tingkat teknik pengelolaan dan sebagainya; d) Budidaya perikanan. Ruang lingkup obyek wisata perikanan meliputi: i.
Kegiatan penangkapan ikan, yang merupakan suatu kegiatan usaha untuk
memperoleh
hasil
perikanan
melalui
suatu
usaha
penangkapan pada suatu kawasan perairan tertentu di laut atau peraiaran umum (danau, rawa, situ, waduk atau genangan air lainnya). Kegiatan ini ditunjang dengan penyediaan prasrana di darat berupa Pusat Pendaratan Ikan atau Pelabuhan Perikanan. ii.
Kegiatan perikanan budidaya yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha budidaya perikanan yaitu mencakup kegiatan usaha pembenihan dan pembesaran. Kegiatan budidaya ini meliputi jenis sebagai berikut: a) Kegiatan budidaya ikan tawar (usaha budidaya perikanan yang dilakukan di perairan tawar, baik di kolam maupun perairan umum) b) Kegiatan air payau (usaha budidaya perikanan yang dilakukan di perairan payau atau kawasan pasang surut dan biasa dikenal dengan tambak)
15
c) Kegiatan budidaya laut (usaha budidaya perikanan yang dilakukan di perairan laut). Departemen Pertanian mendefinisikan agrowisata termasuk kedalam kerangka sistem agribisnis yang dapat menjadi alternatif peningkatan produksi pertanian dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah sektor pertanian dan ekonomi nasional. Lebih lanjut dari Departemen Pertanian menambahkan manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan agrowisata adalah: 1) Melestarikan sumber daya alam Agrowisata
pada
prinsipnya
merupakan
kegiatan
industri
yang
mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah - wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya. Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: •
Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik, keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun kultur budaya masyarakat.
•
Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.
•
Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.
16
Dalam upaya mendorong fungsi konservasi, wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan kepada pihak yang membantu melindungi lingkungan. 2) Mengkonversi Teknologi Lokal Keunikan teknologi lokal yang merupakan hasil seleksi alam merupakan aset atraksi agrowisata yang patut dibanggakan. Bahkan teknologi lokal ini dapat dikemas dan ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, teknologi lokal yang merupakan indigenous knowleadge itu dapat dilestarikan. Teknologi lokal telah terbukti cukup mampu mengendalikan kesuburan tanah melalui pendauran hara secara vertikal. Selain dapat mengefisienkan pemanfaatan hara, teknologi ini juga dapat memanfaatkan energi matahari dan bahan organik in situ dengan baik sesuai dengan tingkat kebutuhan. Dengan demikian, melalui agrowisata dapat memahami teknologi lokal, sehingga ketergantungan pada teknologi asing dapat dikurangi. 3) Meningkatkan Pendapatan Petani dan Masyarakat Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat sekitar. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dalam Purnama (2007) mengklasifikasikan faktor sarana kedalam dua jenis, yaitu sarana umum dan sarana khusus.
17
1. Sarana umum, terbagi kedalam tiga bagian, yaitu sarana pokok, sarana pelengkap dan sarana pendukung. (a) sarana pokok, meliputi: sarana transportasi, sarana akomodasi, sarana restoran dan tempat makan lainnya, souvenir shop (toko penjual cinderamata). (b) sarana pelengkap, meliputi: fasilitas olahraga dan fasilitas permainan. (c) sarana pendukung, meliputi: fasilitas hiburan (bioskop, theater, dan lain-lain). 2. Sarana khusus, diantaranya: laboratorium, tempat penelitian, literatur pendukung, tenaga peneliti pada obyek yang dimaksud dan lain-lain. Faktor prasarana secara umum dibagi menjadi dua golongan: 1. Prasarana
perekonomian,
meliputi
prasarana
transportasi,
prasarana
komunikasi, prasarana perbankan, dan prasarana utilitas. 2. Prasarana sosial, meliputi, prasarana pendidikan kepariwisataan, prasarana kesehatan, prasarana keamanan, dan pusat informasi pariwisata. Agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996). Fasilitas pelayanan tersebut ditempatkan pada lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal. 2.5
University Farm Institut Pertanian Bogor Sejalan dengan mandat IPB sebagai perguruan tinggi berstatus Badan
Hukum Milik Negara (PT BHMN) maka Rektor IPB telah mengimplementasikan program kerja untuk mempersiapkan IPB sebagai Universitas Riset (Research University). Kebun-kebun percobaan IPB (termasuk hutan dan kolam) pada awalnya dikelola secara sentral di bawah Lembaga Penelitian IPB. Akan tetapi karena adanya beberapa kesulitan alokasi anggaran pemerintah terhadap kebun percobaan maka dibentuklah UPT (Unit Pelaksana Teknis) sehingga beberapa unit/fakultas diizinkan mengelola lahan kebun percobaan yang mengakibatkan adanya pengembangan dan pengelolaan menjadi lebih beragam dan kurang terkoordinasi. Oleh karena itu, maka dibentuklah University Farm Institut Pertanian Bogor dengan tugas pokok mengelola secara terintegrasi sarana penunjang akademik yang meliputi: kebun percobaan, kolam, laboratorium laut, ladang
18
penggembalaan ternak, dan hutan pendidikan sehingga dapat memenuhi kepentingan institusi secara optimal pada tanggal 28 Desember 2004. Kebun percobaan yang berkualitas adalah kebun yang selain secara fisik memenuhi syarat luas dan keterwakilan agro-ekosistem tertentu, juga harus ditunjang oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta sistem informasi manajemen database serta peralatan pokok yang memadai. Beberapa kebun di lingkungan Darmaga, Cikabayan, Babakan (agro-ekosistem) rendah basah) dan Pasir Sarongge (agro-ekosistem tinggi basah) telah menjadi sarana dan lahan praktikum bagi mahasiswa. Kebun percobaan Cikarawang dirancang menjadi Extension Service Station sebagai training center petani. Sedangkan untuk Kebun percobaan Sindang Barang akan direncanakan sebagai kebun agrowisata lahan untuk komoditas tanaman hias, tanaman pangan, dan perikanan dengan kondisi aktual berupa lahan kering. University Farm IPB mengelola 789,54 hektar lahan yang tersebar di Kabupaten/Kotamadya Bogor, Kabupaten Cianjur, DKI Jakarta, dan Sukabumi yang mewakili wilayah agro-ekosistem rendah basah dan tinggi basah. Ditinjau dari aspek luasan lahan, IPB memiliki potensi sumberdaya lahan yang cukup luas, namun jika ditinjau dari apek kesesuaian lahan, sebagian besar merupakan lahan marjinal (berbatu 39,13 hektar), dan lahan kering 409,63 hektar, dan hutan seluas 350 hektar. Tabel 1. Ketersediaan Sumber Daya Lahan Sebagai Sarana Penunjang Akademik di IPB di bawah koordinasi University Farm. No.
Unit Lapangan
Luas (Ha)
Kondisi aktual
1
Darmaga Pusat
33,00
Lahan kering
2
Cikabayan
22,00
Lahan kering
3
Leuwikopo
10,85
Lahan kering
4
Babakan dan Kolam
10,51
Irigasi teknik, sawah
5
Cikarawang A+B
10,80
Irigasi mikro
6
Sindang Barang
9,37
Lahan kering
7
Pasir Kuda
1,86
Lahan kering
8
Sukamantri
39,13
Lahan kering
19
Tabel 1. Lanjutan 9
Tajur
20,42
Lahan kering
10
Pasir Sarongge
7,13
Lahan kering
11
Jonggol A
168,71
Lahan kering
12
Jonggol B (ternak)
99,95
Lahan kering
13
Rawa makmur
0,08
Lahan kering
14
Pelabuhan Ratu
5,23
Stasiun laut
15
Binuangeun, Pandeglang
0,30
Stasiun laut
16
Ancol
0,20
Stasiun laut
17
Gunung Walat
350,00
Total
789.54
Hutan
Sumber: Laporan Akhir Tahun 2008 University Farm IPB