II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Lokasi Kepulauan Seribu sebagian besar diisi oleh 108 pulau karang dengan dasar batu karang, serta 30 pulau lainnya terletak di Teluk Jakarta. Terumbu karang Kepulauan Seribu mempunyai tipe karang tepi dan geomorfologinya dipengaruhi garis pantai. Rataan terumbu karang uumnya lebar berada dekat dengan karang yang tumbuh pada kedalaman 1-20 meter (Azkab dan Hutomo 1991) Kepulauan Seribu dibagi menjadi empat kategori yaitu pulau mati, pulau tandus, pulau hidup dan pulau subur (Darsono 1991). Kedalaman rata-rata Kepulauan Seribu yaitu 30 meter dan termasuk bagian dalam Laut Jawa (Hutomo 1991). Pulau-pulau di Kepulauan Seribu merupakan kelanjutan pertumbuhan karang yang sudah berkembang sejak jaman es sebelum paparan sunda tenggelam. Pulau Kelapa terletak di bagian utara Kepulauan Seribu, termasuk ke dalam zona pemukiman Taman Nasional. Pulau Kelapa memiliki ciri morfologi pulau karang yang rata dengan terumbu (Mihardja dan Pranowo 2001), sama halnya dengan Pulau Karya. Secara umum kondisi perairan Pulau Kelapa dan Pulau Karya sama dengan Kepulauan Seribu. Kondisi perairan Kepulauan Seribu selalu berfluktuasi, contohya suhu serta salinitas di bagian barat perairan Kepulauan Seribu yang mengikuti fluktuasi perairan Laut Jawa (Hutomo 1991). Kondisi arus dipengaruhi oleh musim, pada musim barat masa air dengan salinitas rendah yang datang dari Laut Cina Selatan yang mengalir menuju timur. Musim hujan pada musim barat membuat salinitas perairan makin rendah yang datang dari Sumatera dan Selat Sunda bertemu dibagian utara Kepulauan Seribu. Pada musim timur masa air dengan salinitas tinggi mengalir dari timur ke barat yaitu dari Samudera Hindia melalui Selat Flores dan dari Samudera Pasifik melalui Laut Sulu
dan Selat Makasar
menuju Laut Jawa (Hutomo 1991). Kecepatan arus
permukaan berkisar antara 0,05-0,12 m/detik (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan FPIK IPB 1997 dalam Mihardja dan Pranowo 2001). Pada musim barat kecepatan arus berkisar antara 0,13-0,17 m/detik. Pada musim timur berkisar antara 0,10-0,17 m/detik, kecepatan rata-rata antara arus permukaan dengan arus di bawah permukaan yaitu 0,43 m/detik.
6
Secara umum nilai salinitas di Kepulauan Seribu berkisar antara 30-34 ‰. Berdasarkan Suyarso 1995 dan Pardjaman 1977 dalam Dinas Perikanan DKI Jakarta dan FPIK IPB 1997 dalam Mihardja dan Pranowo 2001 bahwasannya nilai salinitas air permukaan pada musim barat, musim timur, dan musim pancaroba tidak berfluktuasi secara nyata. Kecerahan perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 3-8 meter dan kekeruhan berkisar antara 0,5-1,1 NTU (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan FPIK IPB 1997 dalam Mihardja dan Pranowo 2001). Temperatur air permukaan di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 28-31 °C. Pada musim barat temperatur berkisar antara 28-30 °C, dan pada musim timur berkisar antara 28,5-31 °C dan pada musim peralihan dari musim timur kemusim barat berkisar antara 29,531 °C dan untuk peralihan dari musim barat kemusim timur temperatur pada perairan Kepulauan Seribu berkisar antara 29,5-30,5 °C. Secara umum kandungan fosfat di periran Kepulauan Seribu berkisar antara 0,2 mgA/l hingga 0,043 mgA/l (Suyarso 1995 ; Pardjaman 1977 dalam Dinas Perikanan DKI Jakarta dan FPIK IPB 1997 dalam Mihardja dan Pranowo 2001) Kawasan Kepulauan Seribu mengalami musim hujan mulai November hingga April, dengan 10-20 hari hujan per bulan dan Januari sebagai bulan terbasah, sedangkan musim kemarau terjadi pada Mei hingga Oktober dengan 4-10 hari hujan per bulan. Pada musim ini Agustus merupakan musim terkering dan April-Mei, Oktober-November merupakan musim pancaroba (Dishidros 1986). Pada bulan Oktober hingga Maret angin bertiup di kawasan ini. Arah angin antara barat daya dan barat laut yaitu mempunyai kecepata 7-20 knot. Pada bulan Desember-Februari melebihi 20 knot. Musim timur bertiup mulai Juni–September dengan kecepatan 7-15 knot (Dishidros 1986). Dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup serta upaya pemanfaatan sumberdaya yang optimal maka Taman Nasional Kepulauan Seribu dibagi menjadi empat zona yaitu zona inti dimana kelangsungan hidup biota laut yang ada dijaga dari segala bentuk eksploitasi yang terlarang, zona perlindungan dimana kegiatan eksploitasi untuk tujuan komersil tidak diperbolehkan, zona pemanfaatan untuk tujuan wisata secara intensif, dan terakhir zona penyangga tempat pemukiman, nelayan lokal, penangkapan ikan, dan sebagainya (P3O-LIPI 1989).
7
2.2. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di laut yang sangat penting. Perairan terumbu karang banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan (Radiarta et al 1999). Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi sosial, ekonomi, dan budaya karena hampir
sepertiga
penduduk
Indonesia
yang
tinggal
di
daerah
pesisir
menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal (Suharsono 1996). Komunitas terumbu karang memiliki asosiasi dengan biota lainnya. Terumbu terjadi akibat timbunan masif dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang dari algae berkapur dan organisme lain penghasil kapur (Romimohtarto dan Juwana 2001). Hewan karang bersimbiosis dengan algae bersel satu Zooxanthellae untuk kepentingan biologis dan pemberi warna pada karang. Hewan karang menghasilkan kalsium karbonat, proses dari mineralisasi dengan produk yang dihasilkan berupa materil kapur kalsium karbonat yang mengendap dalam bentuk terumbu (Barnes dan Hughes 1999). Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yang antara lain sebagai gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan, dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi, dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan serta sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak-ombak (Suharsono 1996). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah yaitu dari faktor manusia dan faktor alami, faktor manusia yaitu berupa penangkapan perikanan berlebih yang tidak ramah lingkungan, tumpahan minyak, serta penambangan karang sedangkan dari faktor alami yaitu dari naiknya suhu permukaan air laut, polusi, gempa dan lain-lain (Estradivari et al 2009).
8
2.3.1. Transplantasi karang serta fungsinya Terumbu karang yang rusak memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula. Kerusakan yang disebabkan oleh topan dan badai memerlukan waktu 25-30 tahun untuk pulih (Nybakken 1988). Transplantasi karang dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam menangani kerusakan pada terumbu karang (Harriot dan Fisk 1988). Transplantasi karang merupakan suatu
metode penanaman suatu koloni
karang tertentu, yang bertujuan untuk mempercepat generasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan, metode ini disebut juga dengan rehabilitasi karang. Transplantasi karang dapat dikatakan sukses apabila tingkat kelangsungan hidup berkisar antara 50%-100% (Harriot dan Fisk 1988). Fragmen karang memiliki kelebihan dibandingkan dengan larva karang yang baru tumbuh, terkait ukuran fragmen yang lebih besar, memiliki tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang lebih tinggi (Sousa 1984 dalam
Bowden-Kerby 2003), kemampuan
berkompetisi tinggi (Bothwell 1981, Tunnicliffe 1981 dalam Bowden-Kerby 2003) dan kestabilan bertahan hidup yang lebih tinggi pada substrat yang beragam (Gilmore dan Hall 1976; Highsmiyh 1980; Lindahl 1988 dalam Bowden-Kerby 2003). Tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan pada habitat yang berbeda akan dipengaruhi oleh kemampuan karang tersebut beradaptasi dengan lingkungan. Faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang yaitu: 1.
Suhu Kondisi normal pertumbuhan karang dapat hidup dan tumbuh yaitu suhu yang
berkisar antara 25°-30° C (Nybakken 1992). 2.
Cahaya Cahaya diperlukan oleh Zoxanthellae untuk fotosintesis, dan membantu hewan
karang untuk membentuk terumbu, intensitas cahayanya berkisar antara 15-30% (Nyibakken 1992) 3.
Salinitas Salinitas normal untuk karang tumbuh yaitu 32-35 ‰, apabla melebihi maka
karang hemartipik tidak dapat tumbuh (Nybakken 1992)
9
4.
Arus Arus memiliki beberapa fungsi dalam pertumbuhan karang yaitu membawa
nutrien, oksigen, sumber air segar dan menghalangi pengendapan pada koloni. Metode
transplantasi karang merupakan suatu metode yang bagus dalam
langkah awal perbaikan ekosistem terumbu karang yang rusak selain itu transplantasi karang menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies ke dalam ekosistem tersebut, konservasi plasma nutfah atau disebut juga konservasi dari keanekaragaman hayati dan menambah karang dewasa dalam populasi sehingga produksi larva meningkat. Dari segi ekonomi transplantasi karang dijadikan sebagai pengembangan populasi yang ekonomis dan sebagai perdagangan karang-karang hias (Soedharma et al 2007).
2.4. Komunitas Ikan Terumbu Ikan terumbu merupakan ikan yang hidup dari masa juvenil hingga dewasa di terumbu karang. Komunitas merupakan kumpulan dari populasi yang hidup pada habitat yang sama, dalam suatu komunitas ikan terumbu memiliki hubungan yang erat dengan terumbu karang. Ikan-ikan terumbu akan cenderung mengelompok pada bentuk karang tertentu dan umumnya mempunyai pergerakan yang terbatas dibandingkan invertebrata lain yang sama ukurannya (Nyibakken 1992). Ekosistem terumbu karang dibagi kedalam dua kelompok ikan pertama yaitu kelompok ikan yang kadang-kadang terdapat pada terumbu karang seperti ikan dari famili Scombridae dan Myctopidae, kemudian kelompok ikan yang tergantung pada terumbu
karang sebagai tempat mencari makan, tempat hidup, ataupun kedua-
duanya, ikan inilah yang disebut dengan ikan terumbu (Sale 1977). Beberapa faktor yang mempengaruhi komunitas ikan terumbu yaitu habitat ikan yang terlindung dari angin, topografi dasar perairan menentukan distribusi ikanikan terumbu tersebut (Amesbury dalam Hotomo 1986). Dalam suatu komunitas, ikan terumbu dikelompokkan kedalam dua interksi yaitu interaksi pemangsaan, dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni karang, dan interaksi Grazing merupakan ikan herbivora pemakan algae yang mengendalikan ruang hidup antara algae dengan koloni karang (Nybakken 1992).
10
Ikan terumbu bereproduksi secara generatif melalui proses pemijahan untuk kelestariannya. Berdasarkan kebiasaannya, dalam ekosistem terumbu karang terdapat kelompok ikan yang melakukan pemijahan yaitu: 1.
Kelompok ikan pemijah yang bermigrasi (migratory spawner) contohnya Serranidae, Scaridae, Labridae.
2.
Kelompok ikan yang tinggal dan memijah berpasangan (pair spawners) contohnya Chaetodontidae, Pomacanthidae.
3.
Kelompok ikan yang membuat sarang untuk menjaga telurnya contohnya Pomacentridae, Balistidae, dan Gobidae.
4.
Kelompok ikan yang melindungi telur-telurnya di dalam mulut contohnya Apogonidae. Ikan terumbu mempunyai ciri-ciri, umumnya ikan terumbu menetap,
berukuran relatif kecil, gerakannya relatif mudah dijangkau oleh pengamat, hidup di perairan tropis dan umumnya bersifat teritorial. Jenis substrat tempat hidup ikan terumbu yaitu karang hidup, karang mati, pecahan karang, pasir dan karang lunak, dan sebaran ikan terumbu dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kebiasaan, habitat, arus, dan larva (Pratiwi 2006). Hal ini mempengaruhi ikan terumbu dalam periode mencari makan pada terumbu karang. Hartati dan Edrus 2005 mengelompokkan ikan terumbu berdasarkan periode mencari makan yaitu : 1.
Ikan nokturnal ikan yang aktif pada malam hari, contohnya ikan-ikan dari famili Holocentridae, Apogonidae, Priacanthidae, Muranidae, Serranidae, beberapa spesies dari famili Mullidae dan lain-lain
2.
Ikan diurnal ikan yang aktif disiang hari, contohnya ikan-ikan dari famili Labridae
(Wrasses),
Chaetodontidae
(Buterflyfishes),
Pomacentridae
(Damselfishes), Blennidae (Blennies), Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae (Surgeonfishes), Balistidae (Triggerfishes), Pomacanthidae (Angelfishes), dan lain-lain. 3.
Ikan Crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari famili Syhyraenidae (Baracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks), Scorpionidae (Lionfishes) dan lain-lain. Keberadaan
ikan terumbu di perairan sangat tergantung oleh penutupan
karang hidup. Sale 1991 mengelompokkan ikan terumbu dalam tiga kelompok famili
11
utama berdasarkan keeratan hubungannya dengan ekosistem terumbu karang yaitu Labroid berupa famili dari Labridae, Scaridae, dan Pomacentridae, kemudian Acanthuroid berupa famili Acanthuridae, Siganidae, dan Zanclidae, dan terakhir adalah Chaetodontid dari famili Chetodontidae dan Pomacanthidae. Kelompok ikan ini hampir seluruhnya ditemukan di terumbu karang kecuali beberapa Labroid yang memiliki pola distribusi yang berkaitan dengan terumbu karang. Pembagian ikan karang berdasarkan makanannya atau pola pemangsaan dapat diklasifikasikan sebagai pemakan segala (omnivores) yaitu ikan pemakan hewan dan tumbuhan contohnya Balistidae, Gobidae, Pomacentridae dan Tetradontidae, kelompok ikan pemakan tumbuhan dan alga (herbivores) contohnya spesies ikan dari famili Acanthuridae, Pomacanthidae, Siganidae, dan Scaridae, kelompok ikan pemakan plankton (zooplantivores) contohnya spesies ikan dari famili Caesionidae, kelompok ikan pemakan koralit karang dari famili Chaetodontidae, dan kelompok ikan karnivora (carnivores) contohnya Serranidae, Haemulidae, Scorpionidae, Carangidae, dan Lutjanidae (Frose dan Pauly 2008). Tipe pemangsaan yang paling banyak di terumbu karang adalah karnivora 50-70% dari seluruh jenis ikan di ekosistem ini, kemudian dilanjutkan dengan ikan herbivora dan pemakan karang yaitu lebih dari 15%, sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora dan multivora (Nybakken 1993). Berdasarkan peranannya ikan karang dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama (English et al 1994) yaitu 1.
Ikan mayor Ikan mayor merupakan ikan yang sering muncul di suatu ekosistem terumbu
karang, berasosiasi baik sebagai penetap maupun pelintas, spesies ikan ini umumnnya dari famili Pomacentridae, Labridae, Scaridae, Pomacanthidae. 2.
Ikan indikator Ikan indikator merupakan ikan yang berfungsi sebagai indikator suatu perairan
umumnya spesies ikan indikator dari famili Chaetodontidae. 3.
Ikan Target Ikan target merupakan ikan yang dijadikan target, yaitu target untuk konsumsi
maupun target untuk dijadikan ikan hias. Target penangkapan biasanya dari famili Serranidae, Caesionidae, Scaridae, Haemulidae, dan Siganidae. Target untuk
12
dijadikan ikan hias biasanya dari famili Pomacanthidae, Chaetodontidae, Labridae (Hartati dan Edrus 2005).
2.5. Ekologi Ikan Terumbu Ikan terumbu mempunyai habitat yang berbeda, dan banyak spesies yang mempunyai lebih dari satu habitat, setiap spesies mempunyai kesukaan terhadap habitat tertentu (Hutomo 1986 dalam Aktani 1990). Ikan terumbu menyukai habitat tertentu oleh karena itu suatu habitat dapat menunjang kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup ikan terumbu dalam bertahan hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya faktor lingkungan meliputi suhu, kandungan oksigen, salinitas dan pergerakan air (Wootton 1992). Suhu berperan dalam mengendalikan reaksireaksi kimia yang berlangsung di perairan, berpengaruh juga terhadap reproduksi pertumbuhan dan aktifitas makan, apabila terjadi perubahan suhu yang drastis maka akan berakibat terhadap metabolisme ikan (Bret and Gloves 1979 in Wootton 1992). Kelangsungan hidup ikan terumbu juga dipengaruhi oleh interaksi biotik salah satu contoh ikan terumbu yang memakan karang maupun algae dalam ekosistem. Dalam suatu ekosistem terumbu karang terdapat kelimpahan, keanekaragaman ikan-ikan terumbu yang menyusun suatu jaringan kerja pemangsaan, persaingan dan interaksi. Keterbatasan sumberdaya makanan, tempat tinggal, dan tempat berlindung mengakibatkan terjadinya mekanisme evolusi (Wootton 1992). Mekanisme evolusi mengurangi persaingan antar spesies, spesies dengan kebutuhan makanan yang sama tidak akan bersaing karena memiliki tempat yang berbeda ini disebut dengan seleksi habitat, kemudian seleksi sumberdaya contohnya ikan karnivora yang menunjukkan pembagian makanan, dan juga pembagian waktu yaitu aktifitas makan pada malam hari atau siang hari (Wootton 1992). Salah satu ekologi ikan terumbu adalah perwujudan dari tingkah laku membersihkan. Tingkah laku membersihkan adalah bentuk khusus dari pemangsaan dimana ikan-ikan kecil tertentu atau udang-udang memindahkan berbagai ektoparasit dari speies ikan lain, yang biasanya berukuran lebih besar. Pada proses ini, ikan-ikan pembersih sering membuat stasiun pembersihan tempat mereka mengumumkan kehadirannya dengan warnanya yang terang dan kontras. Ikan yang akan dibersihkan datang ke daerah stasiun pembersihan (sering berupa penonjolan
13
kepala karang atau batu yang besar) dan tetap tinggal tak bergerak di atas tubuhnya untuk membersihkan parasit-parasit (Nybakken 1988). Interaksi mutualistik mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan terumbu. Contohnya interaksi ikan sebagai pembersih yaitu Labroides dimidiatus, yang memakan ektoparasit yang terdapat pada permukaan tubuh maupun insang ikan lain, ada juga interksi ikan Amphiprion spp
dengan anemon, yaitu sebagai
perlindungan terhadap mangsa, dimana anemon memiliki nematocyst pada tentakelnya (Wootton 1992). Ikan mengaalami fase sebagai hewan pelagic diawal daur hidup, kemudian menjadi juvenil setelah satu bulan. Apabila memiliki ruang yang terbatas maka akan terjadi kematian serta migrasi pada ikan-ikan terumbu sehingga memberikan ruang untuk juvenil-juvenil, sehingga habitat terdiri dari spesies-spesies baru yang disebut dengan rekrutmen (Wootton 1992).
2.6. Asosiasi Komunitas Ikan dengan Terumbu Karang Terumbu karang berasosiasi dengan ikan terumbu dan organisme lainnya. Ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan merupakan organisme besar yang dapat ditemui pada terumbu karang, maka terlihat jelas bahwa ikan merupakan penyokong hubungan yang ada di dalam ekosistem terumbu (Nybakken 1992). Salah satu contoh hubungan ikan terumbu dengan terumbu karang yaitu banyak ikan yang makan langsung di terumbu karang, hal ini menunjukkan tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan, banyaknya pemangsa, kebutuhan ruang atau lainnya (Juwana dan Romimohtarto, 2001). Ikan terumbu membutuhkan habitat hidup untuk bersarang dan mencari makan, umumnya ikan terumbu memiliki mobilitas yang rendah oleh karenanya sarang sebagai tempat bertahan hidup dan berlindung sangat penting untuk keberlanjutan fungsinya di dalam area otoritas yang dipertahankannya (Hartati dan Edrus, 2005). Semua kebutuhan ikan terumbu telah disediakan oleh terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang secara coevolution telah berkembang bersama-sama dengan ikan terumbu. Asosiasi ikan terumbu dengan terumbu karang sangat erat sehingga eksistensi ikan terumbu di suatu wilayah terumbu karang sangat rapuh ketika terjadi pengurasan habitatnya (Hartati dan Edrus, 2005). Besarnya jumlah spesies ikan terumbu tetapi ikan terumbu terbatas pada daerah tertentu dan sangat terlokalisasi,
14
ikan terumbu tidak berpindah, dan terkadang mereka lebih mempertahankan wilayahnya (Nybakken 1992). Karang bercabang menyediakan perlindungan bagi ikan-ikan kecil seperti ikan betok dan gobi yang berenang memakan plankton dan kembali untuk berlindung di karang tersebut (Juwana dan Romimohtarto 2001), karang glomerete (jenis porites) terdapat ikan pemakan polip (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) (Sale 1991). Choat dan Bellwood dalam Sale 1991 menyatakan terdapat tiga bentuk umum interaksi ikan dengan habitatnya pada ekosistem terumbu karang: 1.
Interaksi secara langsung yaitu sebagai tempat berlindung dari predator
2.
Interaksi dalam mencari makanan yang meliputi ikan terumbu dan biota lain yang hidup di sekitar terumbu karang
3.
Interaksi tidak langsung yang diakibatkan oleh stuktur karang dan kondisi hidrologi serta sedimen.
2.7. Ikan Terumbu pada terumbu buatan Spesies ikan terumbu memiliki kebutuhan yang tinggi akan tempat bernaung yang kompleks terdiri dari berbagai substrat, relung, celah dan goa (Brock 1979 dalam
Bowdn-Kerby
2003).
Modul
transplantasi
karang
dibuat
dengan
menggunakan semen, dan diletakkan sejajar sepanjang garis pantai, modul tersebut berbentuk balok sehingga dapat dikatakan sebagai terumbu buatan. Pembuatan bidang terumbu baru di daerah yang rusak dengan transplantasi karang, menunjukkan peningkatan habitat ikan terumbu, ikan akan berkumpul di modul atau terumbu buatan dan dapat dibagi menjadi tiga kategori besar yaitu ikan migrator permukaan dan kolom air, ikan migrator dasar perairan dan ikan-ikan menetap (Seaman dan Sparague 1991). Menurut Grove dalam D’itri 1985 ikan yang berenang di permukaan dan di tengah perairan yaitu sebagai tempat istirahat dan tempat makan, atau bagi ikan lainnya merupakan tempat berlindung dari predator. Ogawa dalam D’itri 1985 menjelaskan bahwa beberapa bentuk respon ikan terhadap terumbu buatan sebagai berikut: 1.
Spesies ikan yang sangat menyukai kontak fisik yang cukup keras antara badan dengan benda-benda keras
15
2.
Spesies ikan yang suka bersentuhan secara fisik antara benda dengan sirip perut
3.
Spesies ikan yang menyukai berdekatan dengan benda keras tanpa benar-benar menyentuhnya
4.
Spesies ikan yang tidak terlalu memerlukan kehadiran benda keras, tetapi ketika seekor ikan memasuki daerah terumbu karang buatan maka ikan-ikan lainnya akan menempati posisi yang sama pada terumbu karang buatan.
5.
Spesies ikan yang tidak peduli dari benda yang keras. Ikan-ikan ini cendrung lebih tanggap dengan rangsangan air. Ikan-ikan yang tertarik pada terumbu karang buatan cendrung memilih posisi
yang khusus pada terumbu karang buatan tergantung dari spesies ikan. Beberapa bentuk dari tipe ikan ini yaitu: 1.
Ikan yang berenang di permukaan dan di pertengahan perairan yang menunjukkan kecendrungan berkumpul di atas terumbu karang buatan. Mereka cenderung bergerak di atas terumbu karang buatan dan tinggal di lapisan atas perairan secara bergerombol
2.
Ikan yang berenang di dasar dan berkumpul di sekeliling terumbu karang buatan tetapi tidak menunjukkan sifat yang menetap. Ikan-ikan ini kebanyakan ikan-ikan karang yang menghabiskan hampir seluruh siklus hidupnya di sekitar benda-benda keras.
3.
Ikan-ikan yang menetap tinggal di benda keras atau sekitar benda keras. Beberapa jenis ikan tertarik ke terumbu karang buatan selama siklus hidupya,
dimana yang lainnya hanya sebagian dari siklus hidupnya. Salah satu sebab yang mendasar mengapa ikan tertarik pada terumbu karang buatan mungkin berhubungan dengan naluri. Contoh-contoh ikan yang mempunyai pola tingkah laku seperti ini adalah ikan kakatua yang berkumpul di terumbu karang buatan setelah terumbu karang buatan dipasang. Hal ini menerangkan adanya kecendrungan yang kuat bagi ikan yang tinggal di dasar untuk berkumpul di terumbu karang buatan. Ikan yang berenang di permukaan dan pertengahan perairan mungkin menggunakan terumbu karang sebagai tempat istirahat dan tenpat makan, atau bagi ikan lainnya merupakan tempat berlindung (Grove dalam D’itri 1985).
16
Di Puerto Rico, trasplantasi karang pada substrat potongan karang mati menarik jumlah besar ikan komersial penting yang didominansi oleh juvenil Haemulon dan Scarus. Di lain pihak, transplantasi karang pada substrat pasir menarik ikan karang komersial pemakan plankton seperti Chromis dan Dascyllus (Bowdn-Kerby 2003). Ikan terumbu dan terumbu buatan sangat erat hubungannya karena dengan pertumbuhan
terumbu
karang yang baik maka akan menarik
beberapa organisme perairan terutama ikan terumbu dalam mendapatkan habitat yang baru yang sesuai dengan fungsi dan peranan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang (Rachmawati 2001). Penelitian ikan terumbu pada wilayah transplantasi yang dilakukan oleh Dhahiyat et al pada tahun 2003 di Pulau Pari Kepulauan Seribu menjelaskan bahwa kemunculan ikan terumbu cenderung didominasi oleh ikan terumbu pemakan algae dari famili Pomacentridae, dan ikan terumbu pemakan organisme bentik dari famili Labridae, sedangkan dari kebiasaan makanan ikan terumbu yang muncul merupakan ikan terumbu pemakan algae, zooplankton, dan ikan kecil. Hanya ada satu spesies ikan pemakan polip karang yaitu Chaetodon octofasciatus. Berdsarkan Maduppa et al 2007 komunitas ikan terumbu pada terumbu buatan lebih tinggi dibandingkan dengan kelimpahan ikan terumbu alami akan tetapi umumnya keanekaragaman komunitas ikan diterumbu buatan lebih rendah karena adanya jenis ikan tertentu yang dominanakibat keterterikan pada terumbu buatan. Ikan yang menetap pada terumbu buatan mengikuti tekstur terumbu buatan yang dibatasi oleh ruang yang disediakan oleh terumbu (Chua dan Chou 1994).