II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian
menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala penjuru dunia, terutama daerah tropis dan subtropis mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Australia, hingga berkembang di Indonesia. Melon mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1980-an di daerah Cisarua, Cibinong, Darmaga (Bogor), dan kalianda (Lampung) oleh PT Jaka Utama Lampung. Perusahaan agribisnis ini mencoba menanam beberapa varietas melon dari Amerika, Taiwan, Jepang, dan Cina. Bahkan mereka mendatangkan tenaga ahli dari Taiwan untuk membantu teknis budidaya-nya sehingga tidak mengherankan varietas melon yang terkenal di Indonesia adalah varietas melon dari Taiwan. Varietas melon yang beredar di pasaran saat ini sangat beragam yang pada dasarnya merupakan varietas melon hibrida introduksi dari Taiwan, Thailand, dan Belanda (Prajnanta 2002). Melon tipe berjaring mempunyai ciri-ciri kulit buahnya tebal, keras, kasar, berjaring, dan tahan lama. Melon tipe ini terdiri dari dua tipe yaitu musk melon (Cucumis melo var reticulates) dan cantaloupe melon (Cucumis melo var cantalupensis). Tipe musk melon banyak ditanam di Indonesia, tipe ini mempunyai ciri-ciri yaitu kulit buahnya kasar, tetapi ada juga yang halus, berjaring atau beralur, berwarna hijau kekuning-kuningan, daging buah berwarna jingga atau berwarna hijau cerah. Contohnya varietas sky rocket, action 434, aroma, dan emerald sweet. Tipe cantaloupe melon mempunyai ciri-ciri kulit buah halus atau berjaring, berwarna hijau keputihan, daging buah berwarna jingga, aromanya tajam, dan tidak tahan disimpan lama. Contoh melon tipe ini adalah casaba melon (Cucumis melo var inodorus) dengan varietas honey dew, honey world, dan super salmon (Prajnanta 2002). Berikut diuraikan sifat-sifat berbagai varietas melon hibrida yang beredar di Indonesia (Prajnanta 2002):
11
1. Sky Rocket Varietas ini bentuknya bulat, warna kulitnya hijau kekuningan ditutupi jaring, warna dagingnya hijau muda, baunya harum, rasa buahnya sangat manis, renyah dan legit. Kulit buahnya tebal dan mempunyai berat rata-rata 2-3 kilogram. 2. New Century Varietas ini merupakan jenis melon berbuah lonjong dan berdaging jingga. Daging buah tebal, jingga muda, lembut, rasa buahnya sangat manis, dan renyah. Varietas ini beratnya mampu mencapai 2,5-4,0 kilogram. 3. Ten Me Ten Me dikenal sebagai varietas melon paling mahal yang pernah ada di Indonesia. Buah berbentuk bulat panjang, berat rata-rata 2,0 – 4,0 kilogram, kulit buah berjaring halus dan teratur. Daging buah tebal, putih, sangat lembut, berair, dan sangat enak. 4. Honey Dew Buah berwarna hijau putih, permukaan halus tanpa jala. Daging lembut tidak berserat, berwarna hijau muda. Bijinya sedikit dan bobot 1,4-2,0 kilogram. 5. Emerald Sweet Penampilan varietas ini lebih menarik dibandingkan sky rocket. Jaringnya tebal. Bentuk buah bulat agak lonjong dengan berat berkisar 1,5-2,5 kilogram. Kulit buah berwarna hijau keabu-abuan dengan daging buah hijau kekuningan dan lembut. Rasa buah sangat manis dan beraroma. 6. Melon Ngawi Melon Ngawi sebenarnya bukan varietas melon. Melon Ngawi merupakan melon F-1 Hybrid varietas Action 434. Buah berbentuk bulat, bobotnya 2,1-4,0 kilogram. Kulit buah berjaring, warna hijau kuning, daging buahnya tebal, dan aromanya tidak begitu tajam. 7. Golden Melon Berbentuk bulat oval, bobot rata-rata satu kilogram, kulitnya tidak berjaring, dan berwarna kuning mulus. Warna daging buahnya putih, daging buahnya tebal, teksturnya lembut, dan rasanya manis. Melon memiliki beberapa karakteristik, yaitu bersifat berat (bulky), membutuhkan
banyak
tempat
(voluminous),
mudah
rusak
(perishable),
12
ketidakseragaman dalam hal kualitas, serta ukuran dan tingkat kematangan yang bersifat musiman. Sifat ini yang menyebabkan buah melon mempunyai risiko yang tinggi. 2.2.
Perkembangan Pembenihan Melon Benih merupakan salah satu penentu keberhasilan agribisnis dibidang
hortikultura, oleh karena itu penggunaan benih bermutu dari varietas unggul sangat menentukan keberhasilan produksi. Dalam upaya mencapai keberhasilan agribisnis hortikultura tersebut, maka industri pembenihan dalam negeri dituntut untuk mampu memenuhi semua segmen pengguna benih dengan menciptakan varietas dan memproduksi benih yang sesuai kebutuhan pengguna (konsumen) dan menerapkan prinsip tujuh tepat yaitu tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, tempat, waktu, dan harga. Dalam suatu sistem produksi pertanian baik ditujukan untuk memenuhi konsumsi sendiri maupun yang berorientasi komersial diperlukan adanya benih dengan varietas yang berdaya hasil tinggi dan mutu yang baik. Daya hasil yang tinggi serta mutu yang terjamin pada umumnya terdapat pada varietas unggul. Namun manfaat dari suatu varietas akan dirasakan oleh petani atau konsumen apabila benih yang tersedia dalam jumlah yang cukup dengan harga yang sesuai. Sasaran jangka panjang pembangunan subsektor hortikultura dirumuskan dalam empat butir, yakni (a) tercukupinya kebutuhan produk hortikultura dalam negeri dan meningkatnya volume ekspor; (b) diperolehnya produk hortikultura bermutu tinggi dan aman konsumsi yang memiliki daya saing di pasar dalam dan luar negeri; (c) terbentuknya sentra produksi hortikultura dalam kawasan agribisnis hortikultura, dan; (d) terwujudnya kelembagaan usaha agribisnis yang efektif dan berkembang. Keberhasilan pencapaian sasaran tersebut sangat ditentukan oleh keberhasilan penanganan aspek pembenihan. Orientasi kebijakan dibidang pembenihan ini ialah, tersedianya benih bermutu varietas unggul dengan harga yang terjangkau oleh petani dan sesuai dengan kebutuhan, berkembangnya penggunaan atau penanaman benih bermutu varietas unggul hortikultura, serta tumbuh kembangnya industri benih yang tangguh dan mampu menyediakan benih bermutu.
13
Pembenihan merupakan salah satu kegiatan yang menentukan dalam agribisnis holtikultura. Dari tahun ke tahun, para ahli pemulia tanaman dan penangkar benih terus mencari dan mengusahakan jenis-jenis melon yang sesuai dengan selera konsumen. Selain memperhatikan rasa dan penampilan buah melon, penangkar benih juga mengusahakan jenis-jenis melon yang tahan terhadap hama dan penyakit. Sampai saat ini banyak sekali jenis melon yang ditanam di Indonesia, diantaranya adalah Sky Roket (tipe netted-melon) dan Honey Dew (tipe winter-melon). Jenis melon yang terkenal adalah jenis yang berdaging cerah (Samadi 1995). 2.3.
Kajian Risiko produksi Penelitian sebelumnya mengatakan adanya risiko produksi timbul karena
adanya sumber risiko. Sumber risiko mengakibatkan hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan atau peningkatan dan penurunan dari target yang ingin dicapai. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis tentang risiko produksi pada komoditas hortikultura diantaranya: Zebua (2011), Sembiring (2010), Ginting (2009), Safitri (2009), Tarigan (2009) Zebua (2011) dalam skripsinya membahas permasalahan risiko produksi tanaman hias adenium yang bersumber dari fluktuasi produksi tanaman hias adenium. Jika dilihat lebih rinci, penyebab fluktuasi produksi ini disebabkan serangan kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, teknik perbanyakan tanaman yang kurang tepat, kondisi peralatan dan bangunan yang kurang memadai pada kegiatan produksi, dan tenaga kerja yang kurang terampil. Penelitian ini menggunakan alat analisis risiko berupa expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Adapun penilaian risiko produksi adenium varietas Arabicum yaitu 0,367, varietas Obesum yaitu 0,120, dan varietas Taisoco yaitu 0,108. Sementara risiko produksi diversifikasi berada pada kisaran 0,108 hingga 0,297. Penelitian oleh Sembiring (2010), dengan judul analisis risiko produksi sayuran organic pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa pentingnya analisis risiko produksi dalam pengembangan usaha yang dilakukan oleh The Pinewood Organic Farm. Hal ini dikarenakan adanya risiko yang dihadapi mulai dari penanaman
14
bibit yaitu terjadinya tingkat kematian tanaman yang dapat disebabkan oleh suhu lingkungan sehingga perlu beradaptasi terlebih dahulu. Dan juga terdapatnya kendala yang dihadapi seperti adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca yang tidak pasti, teknologi yang digunakan yaitu penanaman pada lahan terbuka dan green house yang berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Dari analisis yang dilakukan oleh Sembiring (2010), diperoleh strategi dengan melakukan diversifikasi untuk mengatasi risiko yang dihadapi, salah satunya adalah dengan portofolio budidaya berbagai jenis tanaman. Analisis risiko dilakukan dengan menggunakan variance, standard deviation, coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapa ditutupi dari kegiatan usahatani. Oleh karena itu diversifikasi usahatani merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi fluktuasi produksi. Ginting (2009) dalam skripsinya membahas permasalahan risiko produksi jamur tiram yang bersumber dari fluktuasi produksi tanaman jamur tiram. Jika dilihat lebih rinci, penyebab fluktuasi produksi ini dikarenakan serangan hama dan kondisi iklim yang juga tidak menentu. Penelitian ini juga menggunakan alat analisis risiko berupa expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Ginting (2009) menyebutkan dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukura coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Untuk mengatasi tingginya risiko produksi ini, Ginting memberikan solusi penanganan risiko produksi dengan tindakan preventif. Penelitian Safitri (2009) mengenai risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri bersumber dari ketidakstabilan jumlah produksi daun potong. Perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksi dan serangan hama yang sulit diduga merupakan sumber risiko produksi pada usaha produksi daun potong. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari analisis deskriptif dan analisis risiko. Analisis risiko menggunakan expected
15
return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Dalam pembahasannya, komoditi yang dikaji hanya dibatasi dalam dua komoditi saja, yaitu asparagus bintang dan philodendron marble. Analisis risiko yang digunakan oleh Safitri (2009) menggunakan model analisis tunggal (spesialisasi) dan analisis portofolio (diversifikasi). Dengan menggunakan model tunggal (spesialisasi), philodendron marble memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan tanaman Asparagus bintang jika acuannya adalah produktivitas. Tetapi jika menggunakan acuan pendapatan bersih maka tanaman yang memiliki risiko produksi tertinggi adalah komoditas Asparagus bintang. Namun hasil perhitungan model portofolio ternyata memberikan hasil yang jauh lebih baik dalam hal pengelolaan risiko, yaitu risiko produksi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan model tunggal (spesialisasi). Tarigan (2009) menganalisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm yang berada di Bogor. Risiko diidentifikasi berdasarkan tingkat produksi sayuran organik yang berfluktuasi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa risiko produksi disebabkan oleh kerentanan tanaman sayuran organik terhadap perubahan cuaca dan serangan hama yang mengakibatkan turunnya jumlah produksi. Untuk melihat besaran risiko yang dihadapi Permata Hati Organic Farm digunakan pengukuran risiko yaitu dengan analisis risiko yang terdiri dari expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Model perhitungan risiko menggunakan model spesialisasi dan portofolio. Model perhitungan risiko spesialisasi hanya dikhususkan terhadap komoditi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting. Sedangkan untuk model perhitungan portofolio menggunakan kombinasi komoditi tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasil penelitian Tarigan (2009) menunjukkan bahwa pada model perhitungan spesialisasi berdasarkan produktifitas, tanaman bayam hijau memiliki nilai risiko produksi tertinggi dibandingkan komoditas lainnya. Dalam angka disebutkan nilai coefficient variation-nya sebesar 0,225. Artinya setiap satu satuan yang dihasilkan memiliki risiko produksi sebesar 0,225, dan tanaman dengan risiko produksi terendah dimiliki oleh cabai keriting yang nilai coefficient variation-nya hanya 0,048. Setelah diteliti ternyata komoditi bayam hijau
16
merupakan tanaman yang paling sering diserang hama khususnya pada musim penghujan. Tetapi jika menggunakan nilai pendapatan bersih sebagai dasar perhitungan risiko tunggalnya, maka tanaman yang paling tinggi risikonya adalah tanaman cabai keriting dan yang paling rendah risikonya adalah tanaman brokoli. Analisis risiko dengan model perhitungan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. Penanganan risiko yang dilakukan di Permata Hati Organic Farm menggunakan teknik diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi usaha, diharapkan dapat menutupi kegagalan pada usaha yang merugi. Selain itu model kemitraan dengan para petani sayuran dan dengan lembaga penyedia sarana produksi pertanian juga merupakan alternatif lain yang dimaksimalkan agar risiko produksi pada Permata Hati Organic Farm dapat diminimalisir. Dari sisi internal perusahaan dilakukan juga perombakan dan perbaikan fungsi masing-masing lembaga yang ada agar tercipta kerjasama dan kesatuan kerja yang baik. Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan menjadi sebuah gambaran umum yang dapat digunakan sebagai acuan dan bahan pembanding dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan kelima bahan penelitian dapat ditarik sebuah hubungan yang menjadi kesamaan penelitian yaitu, bahwa hampir semua risiko produksi diindikasikan oleh fluktuasi jumlah produksi komoditi pertanian. Keseluruhan penelitian yang menganalisis risiko produksi komoditas tanaman yaitu, Ginting (2009), Safitri (2009), Tarigan (2009) dan disebabkan oleh pengaruh cuaca yang tidak dapat diprediksi serta serangan hama dan penyakit yang tidak dapat dicegah dengan baik. Kesimpulan lainnya adalah bahwa ternyata risiko yang dihadapi dalam usaha hortikultura berada pada kisaran 10 persen hingga 35 persen, sementara dalam penelitian ini risiko produksi dapat mencapai 76 persen. Selain itu, analisis risiko portofolio yang dilakukan pada perusahaan dengan metode diversifikasi ternyata dapat mengurangi besaran risiko pada komoditi tunggal.
17