3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Karakteristik Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum sepeti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya (Hardjowigeno, Subagyo, dan Rayes, 2004). Tanah sawah mempunyai ciri tersendiri bila dibandingkan dengan tanah untuk budidaya tanaman lain. Hal tersebut berkaitan dengan proses penyawahan yang dilakukan dengan penggenangan dan pelumpuran. Proses pelumpuran dapat didefinisikan sebagai penghancuran agregat tanah menjadi lumpur yang sama rata, yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan mekanis terhadap tanah pada kondisi basah (Sanchez, 1993). Penggenangan dan pelumpuran pada kondisi tergenang, menyebabkan tanah terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin intensif pada saat dibajak, digaru, dan dilumpurkan (Sharma dan De Datta, 1985). Pelumpuran dapat menurunkan permeabilitas tanah, semakin intensif tanah dilumpurkan maka permeabilitas tanah semakin menurun. Menurut Sudadi (2001), cara pengelolaan tanah sawah yang khas yaitu adanya kondisi tergenang pada sebagian besar periode pertanaman mengakibatkan terjadinya proses genesis dan terbentuknya morfologi, sifat fisik, kimia, biologi, dan mikrobiologi yang berbeda dengan tanah-tanah lain yang digunakan untuk tanaman lahan kering. Pengaruh penggenangan dan pengolahan tanah sawah dalam keadaan tergenang dapat menyebabkan perubahan sifat tanah (morfologi, fisik, kimia, dan biologi) sehingga berbeda dengan sifat tanah asalnya (Sanchez, 1993). Tingkat pelumpuran tergantung kepada jenis dan pengelolaan. Pada tanahtanah yang banyak mengandung liat relatif mudah dilumpurkan, sebaliknya pada tanah-tanah bertekstur kasar. Tanah-tanah dengan liat monmorolinit lebih mudah dilumpurkan daripada kaolinit ataupun oksida-oksida. Tanah-tanah yang paling mudah dilumpurkan adalah tanah-tanah dengan kejenuhan Na tinggi, sedangkan
4
tanah-tanah dengan bahan organik relatif tinggi dan tanah-tanah yang banyak mengandung oksida Al dan Fe lebih sulit untuk dilumpurkan (Anwar dan Sudadi, 2007).
2. 2. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang Berdasarkan klasifikasinya (Anonimous, 2010), padi (Oryza sativa. L.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Monokotil
Sub kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa L.
Berdasarkan Lampiran 1, padi varietas Ciherang merupakan padi yang termasuk ke dalam golongan padi cere (padi indica). Panen pada umur 116-125 hari. Bentuk tanaman tegak dan mempunyai tinggi tanaman antara 107-115 cm. Tanaman padi ini bisa mempunyai jumlah anakan antara 14-17. Syarat tumbuh padi ini adalah pada ketinggian di bawah 500 m dpl. Tahan terhadap serangan hama wereng coklat biotipe 2 dan 3 serta tahan terhadap serangan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV (BBPADI, 2010). Potensi produksi padi sawah varietas Ciherang berkisar antara 5-8.5 t/ha. Bentuk gabahnya panjang dan ramping dan warnanya kuning bersih. Gabahnya tidak mudah rontok, dengan tingkat kerontokan dan kerebahan sedang. Padi sawah varietas Ciherang menghasilkan beras dengan kadar amilosa 23% dan bila telah dimasak, memiliki tekstur nasi yang pulen (BBPADI, 2010).
5
2. 3. Karakteristik Pupuk Organik Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik maupun kimia secara tidak sebanding dengan bahan organik yang terdapat dalam tanah. Setengah dari kapasitas tukar kation tanah biasanya berasal dari bahan organik dan merupakan pemantap agregat tanah. Selanjutnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro yang berkegiatan di dalam tanah (Soepardi, 1983). Pupuk Organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006). Dalam permentan, pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Anonimous, 2010). Menurut Simanungkalit dan Suriadikarta (2006), definisi tersebut menunjukan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Golongan pupuk yang termasuk pupuk organik adalah semua sisa bahanbahan tanaman, pupuk hijau dan kotoran hewan. Pupuk ini sebelum dapat tersedia bagi tanaman mengalami proses pembusukan/penghancuran terlebih dahulu. Pupuk organik ini mempunyai kandungan hara yang rendah dan dipergunakan terutama untuk kesuburan fisik tanah supaya gembur (strukturnya baik) (Anonimous, 1983). Pupuk organik yang dapat digunakan seperti pupuk kimia adalah kompos, pupuk kandang, azola, pupuk hijau, limbah industri, limbah perkotaan, termasuk limbah rumah tangga. Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik, ialah : (i) kandungan unsur hara rendah dan sangat bervariasi, (ii) penyediaan hara terjadi secara lambat, (iii) menyediakan hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2002). Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, berangkasan, bongkol jagujng, bagas tebu dan sabut kelapa),
6
limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006). Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, sistem hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006).
2. 4. Karakteristik Nitrogen Tanah dan Tanaman Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik maka pelapukan N organik merupakan proses yang menjadikan N tersedia bagi tanaman. Pelapukan merupakan proses biokimia kompleks yang membebaskan karbondioksida. Akhirnya nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila keadaan baik, ammonium ini dioksidasikan menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Kedua proses terakhir disebut nitrifikasi, sedangkan yang pertama disebut mineralisasi (Soepardi, 1983). Sebagian besar N tanah berupa N organik baik yang terdapat dalam bahan organik tanah maupun fiksasi N oleh mikroba tanah dan hanya sebagian kecil (25%) berupa N anorganik yaitu NH4+ dan NO3- serta sedikit NO2-. Pada tanah tergenang, N merupakan hara yang tidak stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik oleh mikroba tanah tertentu (Prasetyo et al., 2004). Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman sebab merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat, dan dengan demikian merupakan penyusun protoplasma secara keseluruhan (Sarief, 1986). Nitrogen adalah hara utama tanaman, merupakan komponen asam amino, asam nuklead, nudeotida, klorofil, enzim, dan hormon. N mendorong pertumbuhan tanaman yang cepat dan memperbaiki tingkat hasil dan kualitas gabah
melalui
peningkatan
jumlah
anakan,
pengembangan
luas
daun,
7
pembentukan gabah, pengisian gabah, dan sintesis protein. N sangat mobile di dalam tanaman dan tanah (IRRI, 2006). Peranan utama N bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu, N pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya adalah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya (Lingga, 2006). Tanaman yang kurang memperoleh nitrogen, tumbuh kerdil dan sistem perakarannya terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung rontok (senesens), sedangkan jika nitrogen diberikan berlebih akan mengakibatkan kerugian berupa : (1) memperlambat pematangan dengan membantu pertumbuhan vegetatif yang tetap hijau walaupun masa masak sudah waktunya; (2) melunakkan jerami dan menyebabkan tanaman mudah rebah; (3) meurunkan kualitas; (4) Dalam beberapa hal dapat melemahkan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama (Soepardi, 1983).
2. 5. Karakteristik Fosfor Tanah dan Tanaman Fosfor tanah apabila berada dalam bentuk organik, maka pelapukan akan membebaskannya menjadi bentuk anorganik. Tersedianya fosfor dari mineral fosfor sangat sulit. Bentuk fosfor anorganik dalam tanah sedikit dan sukar larut dalam air. Walaupun dibantu oleh karbon dioksida serta akar tanaman berada dekat dengan mineral fosfat tersebut, tanaman itu belum tentu dapat menyerapnya dengan mudah. Ini disebabkan karena pelarutan fosfat sangat lambat (Soepardi, 1983). Jumlah fosfat yang tersedia di tanah-tanah pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada tanah-tanah yang tidak diusahakan. Hal ini karena unsur ini tidak tercuci (residunya tinggi), sedangkan yang hilang melalui produksi tanaman sangat kecil (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003). Tanaman memerlukan P pada semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhuan. Fosfor umumnya diserap tanaman sebagai orto fosfat primer (H2PO4-) atau sekunder (HPO4-). Unsur fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain
8
itu, fosfor berfungsi sebagai bahan untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernafasan, serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah (Lingga, 2006). Fosfor merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman. Apabila terjadi kekurangan fosfor maka fosfor di dalam jaringan tua diangkat ke bagian-bagian meristem yang sedang aktif. Akan tetapi, oleh karena kekurangan unsur ini menghambat seluruh pertumbuhan tanaman, maka gejala yang jelas pada daun jarang terlihat (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Peranan
fosfat
adalah
sangat
khusus
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman. Fosfat atau radikal fosforil di dalam sel-sel tanaman diangkat ke golongan aseptor melalui suatu reaksi yang disebut fosforilisasi sehingga reaktivitas dari suatu zat bertambah. Fosforilisasi akan mengurangi energi aktivitas dari penghalang (barrier) di dalam sel tanaman sehingga memungkinkan semua reaksi-reaksi kimia di dalam proses biologi berlangsung sempurna dan dipercepat. Perubahan fosfat di dalam tanaman terjadi di dalam tiga tahap. Pada tahap pertama fosfat anorganik diabsorpsi dan bereaksi dengan molekul atau radikal organik. Pada tahap kedua terjadi proses transfosforilisasi dimana golongan fosforil dirubah menjadi molekul-molekul lain. Dan pada tahap ketiga, fosfat atau pirofosfat dibebaskan dari “intermediated phosphorylated” oleh proses hodrolisa ataupun melalui substitusi radikal organik. Sumber energi utama untuk perubahan fosfat ke dalam berbagai bentuk kombinasi organik adalah energi potensial oksidasi-reduksi yang dihasilkan dalam proses metabolisme oksidatif (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Secara detail fungsi fosfor dalam pertumbuhan sukar di utarakan, namun demikian fungsi-fungsi utama fosfor dalam pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : (1) memacu terbentuknya bunga, bulir pada malai; (2) menurunkan aborsitas; (3) perkembangan akar halus dan akar rambut; (4) memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah; (5) memperbaiki kualitas gabah. Sedangkan jika kekurangan akan menyebabkan tanaman pertumbuhannya kerdil, jumlah anakannya sedikit, daun meruncing berwarna hijau gelap (Rauf, Syamsuddin, dan Sihombing, 2000).
9
Menurut Sanchez (1993) kekerapan dan intensitas tanggapan tanaman padi terhadap pemupukan fosfor lebih kecil dibandingkan tanaman serealia lainnya. Ada berbagai penyebab untuk keadaan ini. Meningkatnya ketersedian fosfor dalam larutan tanah karena penggenangan sering sedemikian besarnya sehingga pemupukan fosfor bagi padi sawah tidak diperlukan lagi, sedangkan tanaman aerob yang ditanam pada tanah yang sama memerlukan tambahan fosfor untuk memperoleh hasil yang tinggi.
2. 5. Karakteristik Kalium Tanah dan Tanaman Kalium hampir semuanya dijumpai dalam bentuk mineral yang kompleks. Bentuk tersebut tidak tahan terhadap pengaruh air yang mengandung karbon dioksida atau asam lainnya. Mudah tidaknya kalium dibebaskan bergantung dari mineral apa dan tingkat kehancuran. Kalium yang dibebaskan melalui reaksi kimia akan diserap tanaman, hilang bersama air drainase atau dijerap oleh koloid tanah yang bermuatan negatif. Sebagian kecil dari kalium dalam tanah terjerap pada permukaan koloid tanah. Kation-kation itu mudah dilepaskan ke larutan tanah melalui pertukaran kation (Soepardi, 1983). Kandungan K dalam tanah jauh lebih banyak dari unsur-unsur hara yang lain kecuali Si dan Fe. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5-2.5 persen dengan rata-rata 1.2 persen tergantung keadaan mineral cadangan dan tingkat pelapukan. Tanah-tanah organik mempunyai kandungan yang paling rendah, biasanya kurang dari 0.03 % K (Leiwakabessy et al., 2003). Kalium tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti K-feldspar (orthoklas dan mikrolin, KAlSi3O8), KAl3Si3O10(OH)2. Biotit K (Mg, Fe)AlSi3O10(OH)2 dan flogopit KMg2Al2Si3O10(OH)2. Ketersediaan K dari mineral primer ini sangat kecil dan urutan ketersediannya adalah biotit>muskovit>feldsfar (Leiwakabessy et al., 2003). Kebutuhan tanaman akan K cukup tinggi dan akan menunjukan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka terjadi translokasi K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda. Dengan demikian gejalanya mulai terlihat pada bagian bawah dan bergerak ke ujung tanaman (Leiwakabessy et al., 2003).
10
Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim. Dengan adanya kalium yang tersedia dalam tanah menyebabkan: (1) ketegaran tanaman terjamin; (2) merangsang pertumbuhan akar; (3) tanaman lebih tahan terhadap hama penyakit; (4) memperbaiki kualitas bulir; (5) dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor; (6) mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu. Kekurangan kalium akan menyebabkan: (1) pertumbuhan kecil; (2) daun kelihatan kering dan terbakar pada sisi-sisinya; (3) menghambat pembentukan hidrat arang pada biji; (4) permukaan daun memperlihatkan gejala klorotik yang tidak merata; (5) munculnya bercak coklat mirip gejala penyakit pada bagian yang berwarna hijau gelap. Kelebihan kalium dapat menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar magnesium daun dapat menurun, kadang-kadang menjadi tingkat terendah sehingga aktifitas fotosintesis terganggu (Rauf et al., 2000). Menurut Lingga (2006), faedah utama kalium membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium juga berperan memperkuat tubuh tanaman, agar daun, bunga dan buah, tidak mudah gugur. Selain itu, kalium juga sebagai sumber kekuatan bagi tanaman menghadapi kekeringan dan penyakit.