II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik UMKM Menurut Raffinaldy (2006) dalam tulisannya yang berjudul Memeta
Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi fluktual yang melekat pada aktivitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya. Berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM memiliki karakteristik tersendiri, yaitu : 1.
Kualitasnya belum memenuhi standar, hal ini disebabkan karena sebagian besar UMKM belum memiliki teknologi yang seragam dan biasanya produk yang dihasilkan dalam bentuk hand made sehingga dari sisi kualitas relatif beragam.
2.
Keterbatasan desain produk yang dimiliki oleh produk UMKM karena keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya tentang produk karena selama ini UMKM bekerja didasarkan pada order, tidak banyak yang berani berkreasi dengan mencoba desain baru.
3.
Terbatasnya jenis produk, biasanya UMKM hanya memproduksi sejenis atau terbatas sehingga apabila ada permintaan model baru dari buyer sulit untuk memenuhi karena kesulitan dalam penyesuaian dan waktunya biasanya sangat panjang untuk memenuhi order tersebut.
4.
Terbatasnya kapasitas dan price list produknya, biasanya kapasitas produk yang sulit untuk ditetapkan dan harga yang tidak terukur dapat menyulitkan para pembeli atau konsumen. Kurang standarnya bahan baku juga termasuk karakteristik UMKM.
biasanya bahan baku diperoleh dari berbagai sumber dan tidak memenuhi standar baku. Selain itu, kontinuitas produk tidak terjamin dan kurang sempurna karena produksi belum teratur, biasanya produk-produk yang dihasilkan sering apa adanya dan belum sempurna. Karakteristik UMKM tidak hanya dilihat dari aspek
12
komoditas yang dihasilkan, tetapi juga berdasarkan aspek manajemen usahanya yang dapat digambarkan sebagai berikut: 1.
Usaha Mikro memiliki karakteristik (1) jenis komoditinya berubah-ubah dan sewaktu-waktu dapat berganti produk/usaha, (2) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah, (3) belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, (4) sumber daya manusianya rata-rata masih rendah, (5) pada umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering berhubungan dengan tengkulak atau rentenir, (6) umumnya usaha ini tidak memiliki ijin usaha.
2.
Usaha Kecil biasanya memiliki karakteristik yaitu (1) komoditinya tidak gampang berubah, (2) mempunyai kekayaan maksimal 200 juta dan dapat menerima kredit maksimal 500 juta, (3) lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap, (4) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah, (5) memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, (6) sumber daya manusianya sudah lumayan baik dari aspek tingkat pendidikan yakni setingkat SMU, (7) sudah mulai mengenal perbankan.
3.
Usaha Menengah memiliki karakteristik (1) kekayaan 200 juta sampai 10 milyar dan dapat menerima kredit antara 500 juta sampai 5 milyar, (2) memiliki manajemen dan organisasi yang lebih teratur dan baik dengan pembagian tugas yang lebih jelas antar unit, (3) telah memiliki sistem manajemen keuangan sehingga memudahkan untuk dilakukan auditing termasuk oleh pihak auditor publik, (4) telah melakukan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah di bidang ketenagakerjaan, Jamsostek, dan lain-lain, (5) memiliki persyaratan legal secara lengkap, (6) sering bermitra dengan perbankan dan pelaku usaha lainnya, (7) sumber daya manusianya jauh lebih baik dan handal pada level Manajer dan Supervisor.
2.2.
Kinerja Kredit Usaha Rakyat (KUR) Hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap pemanfaatan
KUR di Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa perkembangan jumlah debitur sampai dengan bulan Juli 2009 mengalami peningkatan sebesar 12,15 persen menjadi 21.507 debitur dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari 13
sisi perbankan, penyaluran KUR dapat memberikan beberapa manfaat yang dipetakan menjadi tiga hal, yaitu : 1. KUR dapat meningkatkan laba, namun tidak signifikan karena kecilnya nilai kredit KUR dibandingkan total kredit secara keseluruhan serta adanya kesulitan penyaluran KUR karena minimnya nasabah yang memenuhi syarat dan kurangnya SDM bank dalam penetrasi pasar ke kredit UMKM. 2. KUR dapat meningkatkan permintaan UMKM walaupun tidak terlalu signifikan. 3. Pengaruh KUR terhadap rasio NPL dimana tingkat NPL KUR pada perbankan rata-rata kurang dari 1 persen dari total kredit mengingat kecilnya nilai kredit dan tingginya seleksi nasabah, namun ada beberapa bank yang tingkat NPLnya mencapai 10 persen dari total kredit Kendala yang dihadapi oleh perbankan dalam menyalurkan KUR adalah sulitnya memperoleh calon debitur yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh bank dan kerjasama dengan lembaga penjamin masih belum jelas. Sedangkan pada sisi UMKM, penyaluran KUR telah memberikan kesempatan pada pengusaha untuk mengembangkan usahanya ke arah yang lebih besar. Selain itu, KUR juga menyebabkan peningkatan pemanfaatan tenaga kerja dan kesejahteraan UMKM. Kajian BI di Provinsi Maluku menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang paling dominan menyerap KUR adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sedangkan sektor pertanian menempati urutan ketiga. Evaluasi yang dilakukan terhadap KUR menghasilkan beberapa poin yang perlu dikembangkan guna meningkatkan performance program KUR di Provinsi Maluku, yaitu : 1. Perlunya perluasan dan peningkatan pemahaman KUR kepada masyarakat secara tepat dan juga meningkatkan program edukasi dengan menggunakan bahasa komunikasi yang efektif agar dapat dengan mudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. 2. Bank-bank pelaksana KUR di Maluku masih kurang mampu menjangkau seluruh masyarakat, sehingga perlu ditambah bank penyalur KUR yang telah memiliki jaringan kantor cukup luas dan telah memiliki kemampuan dan pengalaman dalam pembiayaan UMKM.
14
3. Suku bunga KUR dinilai masih terlalu tinggi bagi UMKM, sehingga perlu ditinjau kembali mengenai besar suku bunga KUR agar lebih diminati oleh para pelaku UMKM di Maluku. 4. Masih rendahnya proporsi penyerapan KUR pada sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi Maluku. Para pelaku UMKM yang bergerak pada sektor pertanian hendaknya mengoptimalkan manfaat KUR untuk mengembangkan usahanya. 2.3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Penelitian-penelitian yang terkait dengan pengembalian kredit telah
banyak dilakukan diantaranya oleh Hasibuan (2010) yang meneliti tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada kredit usaha pedesaan (Kupedes) sektor agribisnis di BRI Unit Cijeruk, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet Kupedes adalah usia, pendidikan, tanggungan keluarga, jumlah pembinaan, jarak rumah debitur dengan BRI, pengalaman usaha, jangka waktu pengembalian kredit, beban bunga, dan omset usaha. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, dan variabel agunan memiliki pengaruh nyata terhadap pengembalian tunggakan Kupedes pada BRI Unit Cijeruk. Sedangkan Handoyo (2009) menganalisis bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan syariah untuk UMKM yang bergerak dalam sektor agribisnis pada KMBT Wihdatul Ummah Kota Bogor adalah tingkat pendidikan dan pengalaman usaha. Penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengembalian kredit usaha rakyat (KUR) dilakukan oleh Agustania (2009) dan Lubis (2009). Agustania melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR adalah omzet usaha, besarnya jumlah pinjaman, dan pinjaman lain. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, dan jangka waktu pengembalian. 15
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustania, penelitian yang dilakukan oleh Lubis pada BRI Unit Cibungbulang tidak hanya tentang faktorfaktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat, tetapi juga realisasi kreditnya. Variabel faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dikategorikan berdasarkan karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Hasil penelitian menunjukkan kredit bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap realisasi dan pengembalian kredit adalah jenis kelamin dan kewajiban per bulan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dilihat dari variabel yang ada dalam penelitian sehingga adanya gambaran variabel penjelas lain yang mempengaruhi pengembalian KUR. Selain itu, tempat yang digunakan dalam penelitian adalah unit BRI yang memiliki prestasi bagus dalam pengembalian KUR di antara unit BRI lainnya sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi unit BRI lainnya dalam pemilihan calon debitur KUR untuk meminimalisasi terjadinya kredit macet.
16