TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.Tanah sawah di Indonesia saat ini umumnya ditemukan pada tanah yang cukup baik di daerah datar maupun perbukitan yang diteraskan. Umumnya tanah sawah terdapat di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Menurut data yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS, 2001), luas lahan sawah di Indonesia pada tahun 2000 adalah 7.787.339 ha. Dari luas tersebut, sebagian besar berada di P. Jawa yaitu 3.34 juta ha, Sumatera 2.11 juta ha, Kalimantan 0.97 juta ha dan Sulawesi 0.96 juta ha. Di Nusa Tenggara dan Bali luas lahan sawah hanya 0.4 juta ha dari laus total lahan sawah di Indonesia (Hardjowigeno dan Rayes, 2005). Padi sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang. Peggenangan tanah akan mengakibatkan perubahan-perubahan sifat kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Menurut Ponnamperuma (1976 dalam Puslittanak, 2000) perubahan-perubahan tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan.antara lain: -
Penurunan kadar oksigen dalam tanah Pada waktu tanah digenangi, air masuk ke dalam pori-pori menggantikan udara yang ada di dalamnya. Pada kondisi ini mikroorganisme tanah menggunakan bahan-bahan teroksidsi dalam tanah dan beberapa metabolit organik untuk mengganti oksigen sebagai penerima elekton di dalam respirasi sehingga mengakibatkan kondisi reduksi dalam tanah.
Universitas Sumatera Utara
-
Penurunan potensial redoks Penurunan Eh yang disebabkan oleh penggenangan berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan padi. Pegaruh positifnya antara lain meningkatkan pasokan N, P, K, Fe, Mn, Mo, dan Si. Pengaruh negatifnya antara lain: hilangnya nitrogen karena denitrifikasi, menurunnya ketersediaan sulfur, tembaga dan seng.
-
Perubahan pH tanah Perubahan pH tanah setelah penggenangan disebabkan oleh: perubahan Fe3+ menjadi Fe2+, penumpukan amonium, perubahan sulfat menjadi sulfit, dan perubahan CO 2 menjadi gas methan.
-
Reduksi besi dan mangan Pada tanah tergenang reduksi Mn4+ hampir sejalan dengan proses denitrifikasi. Mangan lebih mudah tereduksi dari pada besi.
-
Peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen Suplai nitrogen pada tanah sawah sebagian besar berasal dari : amonium dan nitrat, nitrogen dari bahan organik dan sisa-sisa tanaman yang termineralisasi dalam kondisi tergenang, dan nitrogen yang difiksasi oleh bakteri heterotrof lainnya.
-
Peningkatan ketersediaan fosfor Fosfor lebih mudah tersedia bagi padi sawah karena pada kondisi tergenang besi lebih banyak berada dalam bentuk ferro dari pada ferri, dimana ferro-fosfat lebih mudah tersedia dari pada ferri-fosfat.
Reaksi utama yang terjadi pada tanah tergenang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Reaksi Reduksi Utama yang Terjadi pada Tanah Tergenang. Tahap Eh 7 (mv) Reaksi + 0 800 O 2 + 4H + 4 e2H 2 O 1 430 2NO 3 - + 12 H+ + 10eN 2 + 6H 2 0 2 410 MnO 2 + 4H+ + 2eMn2+ + 2 H 2 O 3 130 Fe(OH) 3 + eFe(OH) 2 + OH4 -180 As. Organik (laktat, piruvat) + H 2 O +2 ealkohol 5 -200 SO 4 2- + H 2 O + 2eSO 3 2- + 2OH6 -244 CO 2 + 8 H+ + 8 e CH 4 + 2 H 2 O 7 -490 SO 3 2- + 3H 2 O + 6eS 2 2- + 6 OHSumber : Ponnamperuma (1965, 1972) dalam Sanchez (1993) Penurunan Eh akibat penggenangan akan menghasilkan Fe2+ dan Mn2+ yang dalam jumlah besar dapat menggantikan kalium yang diadsorbsi liat sehingga K dilepaskan ke dalam larutan tanah dan tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu penggenangan dapat meningkatkan ketersediaan K tanah. Pada tanah sawah yang berdrainase buruk maka potensial redoksnya sangat rendah sehingga dapat terjadi kekahatan K. Hal ini terjadi karena daya oksidasi akar sekitar rizosfer sangat rendah serta adanya akumulasi asam-asam organik dalam larutan tanah yang dapat menghambat serapan K oleh akar (Prasetyo et al., 2004).
Penggunaan Pupuk Organik
Manfaat Bahan Organik Pada Tanah Sawah Di lahan sawah yang tergenang, dekomposisi bahan organik berjalan lambat karena kurangnya oksigen, sehingga memungkinkan penumpukan senyawa asamasam organik. Pada tanah sawah yang berdrainase jelek, asam-asam organik tinggi ini menghambat pertumbuhan akar padi. Peningkatan ketersediaan hara di lahan sawah oleh pemberian bahan organik dipercaya sebagai akibat pengaruh tidak langsung. Dekomposisi bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme tanah, misalnya, menghasilkan asam-asam organik yang dapat melepas hara P dari senyawa kompleks Ca- P, Al-P, dan Fe-P. Sementara itu, bahan organik yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kapasitas sangga (buffering capacity) yang tinggi, mampu menetralkan kemasaman tanah yang disebabkan oleh pemakaian pupuk N, terutama ammonium sulfat (ZA) yang terus-menerus (Gunawan, 2009). Pada sawah yang berdrainase baik kandungan bahan organik didalam lapisan tanah bawah (subsoil) pada umumnya adalah lebih rendah dari pada lapisan atas tanah. Akibatnya kandungan bahan organik di dalam tanah lapisan atas yang baru yang diolah cukup dalam dengan pembajakan cukup rendah dibandingkan dengan sawah bahan organik pada lapisan atas yang lama. Bila tanah yang berdrainase baik dibajak dengan dalam, dan dengan perlakuan pengeringan dan pelembapan tanah yang berulang, maka bahan organik akan terurai cepat akan menjadi menurun oleh karena aktivitas biologi tanah (Agrica, 2008). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat baik pupuk organik antara lain: -
bahan organik akan melepaskan hara tanaman yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
-
bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, tanah menjadi ringan
-
bahan organik dapat meningkatkan daya sangga terhadap goncangan perubahan sifat tanah
-
bahan organik meningkatkan Kapasitas Pertukaran Kation sehingga kemampuan mengikat kation lebih tinggi
-
bahan organik meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
Jerami Padi Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk (Adiningsih dan Rochayati, 1988). Hasil penelitian penggunaan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan, serta mengurangi penggunaan pupuk terutama pupuk K (Arafah dan Sirappa, 2003). Pada lahan sawah dengan pola tanam padi dan palawija, pengembalian jerami penting untuk memperbaiki sifat fisik tanah, antara lain meningkatkan stabilitas agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah sawah yang memadat akibat penggenangan dan pelumpuran secara terus-menerus. Tanah menjadi lebih mudah diolah dan cukup baik untuk pertumbuhan akar tanaman palawija yang ditanam setelah padi (Balittan, 2009) Sumber dan susunan unsur hara bahan organik dari jerami dapat dilihat dari Tabel 1. Tabel 1. Sumber dan Susunan Unsur Hara Bahan Organik dari Jerami. Unsur Hara
Jerami ............................(%)............................ N 0.64 P 0.05 K 2.03 Ca 0.29 Mg 0.14 Zn 0.02 Si 8.8 Sumber : Dinas Pertanian (2008) dalam Perdana (2008) Pengembalian jerami setiap musim dapat mensubstitusi keperluan pupuk K, memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman termasuk struktur tanah, memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan efesiensi serapan hara dan pupuk dan menjamin
Universitas Sumatera Utara
kemantapan produksi. Keadaan tersebut memungkinkan karena penambahan jerami pada tanah anaerob akan meningkatkan produksi CH 4 , meningkatkan kandungan Corganik, memperlambat pola pelepasan N dan meningkatkan N-total tanah. Bila dibandingkan dengan kotoran hewan, jerami memiliki keunggulan dalam hal kandungan bahan organik, P 2 O 5 dan K2 O (Abdulrachman dan Supriyadi 2000). Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan dapat menaikkan kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah. Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Fungsi jerami kompos adalah: menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah, menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanah, memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah, merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah, menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K (Munif, 2009). Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk (Adiningsih dan Rochayati, 1988). Hasil penelitian penggunaan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan, serta mengurangi penggunaan pupuk terutama pupuk K (Arafah dan Sirappa, 2003). Berdasarkan penelitian Harahap (2008) jerami cacah dapat meningkatkan Corganik, bulk density, jumlah anakan, dan serapan K. Berdasarkan penelitian Junaedi
Universitas Sumatera Utara
(2008) pemberian jerami dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan bobot volume tanah. Pupuk Kandang Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur, kesehatan ternak, jenis dan kadar hara serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan, lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya. Kandungan hara pupuk kandang sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang Sumber Pukan N P K Ca Ppm Sapi Perah 0.53 0.35 0.41 0.28 Sapi Daging 0.65 0.15 0.30 0.12 Kuda 0.70 0.10 0.58 0.79 Unggas 1.50 0.77 0.89 0.30 Domba 1.28 0.19 0.93 0.59 Sumber: Tan (2003)
Mg
S
Fe
0.11 0.10 0.14 0.88 0.19
0.05 0.09 0.07 0.00 0.09
0.004 0.004 0.010 0.100 0.020
Menurut Souri (2001) keistimewaan penggunaan pupuk kandang antara lain: - Merupakan pupuk lengkap, karena mengandung semua hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, juga mengandung hara mikro. - Mempunyai pengaruh susulan, karena pupuk kandang mempunyai pengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman yang berangsur-angsur menjadi tersedia. - Memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi di dalam tanah semakin baik. - Meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air. - Meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga hara yang terdapat di dalam tanah mudah tersedia bagi tanaman.
Universitas Sumatera Utara
- Mencegah hilangnya hara (pupuk) dari dalam tanah akibat proses pencucian oleh air hujan atau air irigasi. - Mengandung hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Menurut Sutejo (2007) pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K di dalam larutan menjadi seimbang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Berdasarkan Hasanudin dkk (2007) pemberian pupuk kandang dapat menurunkan kandungan Al-dd dan meningkatkan pH tanah. Unsur Hara Nitrogen Sejumlah besar nitrogen dalam tanah berada dalam benuk organik. Dengan demikian dekomposisi nitrogen merupkan sumber utama nitrogen tanah, disamping juga dapat berasal dari air hujan dan irigasi. Dekomposisi merupakan proses kimia yang menghasilkan N dalam bentuk ammonium dan dioksidasi lagi menjadi nitrat. Proses dekomposisi hingga menjadi nitrat dapat digambarkan sebagai berikut: N-organik-----►Amonium-----►Nitrit----►Nitrat ◄-------------►◄--------------(protein, asan amino)
NH 4 +
NO 2 -
NO 3 -
Dekomposisi Nitrifikasi dan aminofikasi
Proses dekomposisi ini dilkukan oleh jasad renik yang peka lingkungan. Jika bahan organik yang secara relatif mengandung lebih banyak C dari N ditambahkan ke tanah maka proses tersebut akan terbalik. Karena ada sumber energi yang banyak, jasad renik akan menggunakan N yang ada untuk pertumbuhan. Dengan demikian, N diikat pada tubuh jasad renik dan N akan kurang tersedia di tanah (Hakim, dkk, 1986). Pada umumnya nitrogen adalah zat hara yang selalu menjadi unsur pembatas dalam model tahang Justus von Liebig. Karena nitrogen menjadi penyusun utama protein dan beberapa molekul biologik lainnya, nitrogen diperlukan baik oleh
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan maupun hewan dalam jumlah yang sangat besar. lagipula sejumlah besar nitrogen hilang dari dalam tanah karena tanah mengalami proses pembasuhan oleh gerak aliran air dan oleh kegiatan jasad renik. Banyaknya nitrogen yang tersedia langsung bagi tumbuhan sangat sedikit (Nasution, 1998). Kehilangan Nitrogen dalam bentuk gas lebih besar daripada kehilangan yang disebabkan oleh pencucian. Kehilangan lain dapat juga berupa panen, tercuci bersama air drainase dan terfiksasi oleh mineral. Kehilangan N juga akan diperbesar lagi bila jumlah pupuk N yang diberikan ke dalam tanah cukup besar dengan keadaan tanah yang reduksi. Kehilangan N dari urea yang diberikan pada sawah yang keadaan airnya macak-macak akan lebih besar. Hilangnya N dari tanah juga disebabkan karena digunakan oleh tanaman, N dalam bentuk NO 3 - mudah dicuci oleh air hujan, banyak hujan sehingga N menjadi rendah dan tanah yang memilkiki tekstur pasir mudah melepaskan air sehingga N menjadi rendah daripada tanah liat (Hakim, dkk, 1986). Menurut Hardjowigeno (2003) fungsi nitrogen antara lain: memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan pertumbuhan protein. Unsur Hara P Pada awal penggenangan konsentrasi P dalam larutan tanah meningkat kemudian menurun untuk semua jenis tanah, tetapi nilai tertinggi dan waktu terjadinya bervariasi tergantung sifat tanah. Peningkatan ketersediaan P akibat penggenangan disebabkan oleh pelepasan P yang dihasilkan selama proses reduksi. Mekanismenya sebagai berikut : 1. P hanya dilepaskan apabila Ferrifosfat (Fe3+) tereduksi menjadi ferrofosfat (Fe2+) yang lebih mudah larut. Reduksi ferri oksida merupakan sumber yang dominan bagi pelepasan P selama penggenangan, walaupun sejumlah P yang
Universitas Sumatera Utara
dilepaskan akan diserap kembali. Pelepasan P yang berasal dari senyawa ferri terjadi setelah reduksi mangan oksida. 2. Pelepasan occluded P akibat reduksi ferri oksida yang menyelimuti P menjadi ferro oksida yang lebih larut selama penggenangan. Penyelimutan P oleh ferri oksida berada dalam liat dan zarah liat membentuk occluded P. 3. Adanya hidrolisis sejumlah fosfat terikat besi dan Al dalam tanah masam menyebabkan dibebaskannya P terjerap pada pH tanah yang lebih tinggi (Kyuma, 2004). Peningkatan pH tanah masam akibat penggenangan telah meningkatkan kelarutan Strengit dan Vaariscit dan selanjutnya terjadi peningkatan ketersediaan P. Sebaliknya ketika pH tanah alkalin rendah dengan adanya penggenangan, stabilitas mineral kalsium fosfat akan rendah, akibatnya senyawa Ca-P larut. 4. Asam organik yang dilepaskan selama dekomposisi anaerob dari bahan organik pada kondisi tanah tergenang dapat meningkatkan kelarutan dari senyawa Ca-P maupun Fe-P dan Al-P melalui proses khelasi ketiga kation tersebut (Ca, Fe dan Al). 5. Difusi yang lebih besar dari ion H 2 PO 4 - ke larutan tanah melalui pertukaran dengan anion organik (Prasetyo et al., 2004). Ketersediaan fosfat anorganik tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: pH tanah, ion Al, Fe da Mn larut, adanya mineral yang mengandung Fe, Al, dan Mn, tersedianya Ca, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan kegiatan jasad renik (Hakim, dkk, 1986). Permasalahan Fosfor (P) pada kesuburan tanah lapisan atas adalah jumlah total P di dalam tanah relatif rendah, yaitu 200 untuk 2000 kg P/ha tanah di
Universitas Sumatera Utara
kedalaman 15 cm, P yang ditemukan di lapisan atas tanah memiliki kelarutan yang rendah atau benar-benar tidak dapat larut sehingga sebagian besar tidak tersedia untuk diserap oleh tanaman, sumber P yang berasal dari pupuk yang ditambahkan ke tanah, akan menyediakan unsur P untuk tanaman namun pada
waktunya akan
membentuk campuran yang benar-benar tidak dapat larut (Foth, 1994). Menurut Hardjowigeno (2003) fungsi P antara lain: pembelahan sel, mempercepat pematanagn, memperkuat batang agar tidak roboh, perkembangan akar,dan pembentukan bunga, buah dan biji. Unsur Hara K Hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1991) menunjukkan bahwa pada tanah yang berstatus K rendah, kemungkinan untuk mmperoleh tanggap pemupukan K cukup besar, sedangkan tanah dengan status hara sedang sampai tinggi umumnya tidak menunjukkan tanggap terhadap pemupukan K. Pada tanah yang berstatus K sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk K karena kebutuhan K padi sawah sudah terpenuhi dari K tanah, sumbangan K dari air irigasi dan penngembalian jerami sisa panen. Pemupukan K hanya dianjurkan untuk lahan sawah berkadar karbonat tinggi dengan takaran 50 kg KCl/ha/musim disertai dengan pengembalian jerami sisa panen ke dalam tanah (Adiningih, dkk, 2000). Kehilangan kalium dari tanah dapat diartikan sebagai kalium yang tidak kembali ke tanah. Kehilangan kalium yang terbesar dari tanah adalah akibat pencucian terutama lebih besar pada tanah-tanah ringan yang mengandung pasir. Disamping itu, kehilangan kalium akibat panen cukup besar, terutama akibat adanya konsumsi yang berlebihan bila kadar kalium cukup tanah cukup tinggi (Hakim, dkk, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Kondisi tanah tergenang menyebabkan Fe2+, Mn2+ dan kation tereduksi lainnya meningkat di larutan tanah, tingginya ketersediaan Fe2+ dapat menggantikan K-dd pada tapak pertukaran dan melepaskannya kelarutan tanah. Adapun bahan organik yang terdekomposisi menghasilkan asam-asam organik yang akan berikatan dengan Fe2+ dan kation tereduksi lain membentuk khelat dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman sehingga mengurangi pertukaran dengan K-dd di kompleks pertukaran dan mengurangi pelepasan K-dd menjadi K larutan (Wihardjaka, 2002). Menurut Hardjowigeno (2003) fungsi K antara lain: mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, membantu daya tahan tanaman terhadap penyakit, mengaktifkan enzim, proses fisiologis dalam tanaman dan membantu perkembangan akar. Metode SRI SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petanipetani di sana. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar. Perbedaan sistem konvensional dan sistem SRI dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Perbedaan Sistem Konvensional dan Sistem SRI Komponen Konvensional
Metode SRI
.
1. kebutuhan benih 2. pengujian benih 3. umur di persemaian 4. Pengolahan tanah 5. jumlah tanaman per lubang 6. posisi akar waktu tanam 7. pengairan 8. pemupukan 9. penyiangan 10. rendemen
1. 30-40 kg/ha 2. tidak dilakukan 3. 20-30 HSS 4. 2-3 kali (Struktur lumpur) 5. rata-rata 5 pohon 6. tidak teratur 7.terus digenangi 8. mengutamakan pupuk 9.kimia 10. diarahkan kepada pemberantasan gulma 50-60%
1. 5-7 Kg/ha 2. dilakukan pengujian 3. 7-10 HSS 4. 3 kali (struktur lumpur dan rata) 5. 1 pohon/lubang 6. posisi akar horozontal (L) 7. disesuaikan dengan kebutuhan 8. hanya dengan pupuk organik 9. diarahkan kepada pengelolaan perakaran 10. 60-70%
(Mutakin, 2005). Pola pertanian padi SRI Organik ini merupakan gabungan antara metoda SRI (System of Rice Intensification) yang pertamakali dikembangkan di Madagaskar. Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Menurut Kalsim, et al (2007) pada prinsipnya pengelola air di petakan sawah pada SRI Organik di Jawa Barat adalah sebagai berikut: (1) Pengolahan tanah dengan pelumpuran dilakukan seperti biasa, setelah siap tanam dibuat parit keliling dan parit melintang. (2) Parit keliling dan melintang berfungsi untuk mengalirkan air irigasi merembes ke lahan sampai macak-macak, juga berfungsi sebagai saluran drainase. (3) Bibit ditanam dangkal (1~2 cm), tunggal, berumur 10 hari setelah semai, pada kondisi tanah macakmacak (genangan 0~5 mm). (4) Kondisi air dari macak-macak dibiarkan sampai retak rambut 5 , kemudian diairi lagi sampai macak-macak.
Universitas Sumatera Utara
(5) Kondisi ini dilakukan selama periode vegetatif dan pertumbuhan anakan (sampai dengan 45~50 hst). Pengeringan lahan pada periode vegetatif bertujuan untuk menciptakan aerasi yang baik di daerah perakaran sehingga merangsang pertumbuhan akar yang kuat dan pertumbuhan anakan. (6) Pada periode vegetatif jika akan dilakukan penyiangan, maka air irigasi diberikan sampai genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiang landak atau grendel. Setelah penyiangan selesai biasanya air akan menjadi macak macak kembali. (7) Frekuensi penyiangan biasanya sampai 3~4 kali tergantung kondisi gulma. Pada metode SRI merupakan metode yang dapat menghasilan produksi yang lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode varietas padi lain yang pernah ditanam. Petani tidak harus menggunakan input luar untuk memperoleh manfaat SRI. Metode ini juga bisa diterapkan untuk berbagai varietas yang biasa dipakai petani. Praktek SRI memberi dampak pada struktur tanaman padi yang berbeda dibandingkan praktek tradisional. Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak batang, perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah. Untuk ini akar membutuhkan kondisi tanah, air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang optimal (Berkelaar, 2002). Tanaman Padi Padi tumbuh baik di daerah tropis maupun sub tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki
Universitas Sumatera Utara
kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk. Dari waduk inilah sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama peroide pertumbuhan padi sawah (Setyono dan Suparyono, 1997). Tanaman padi dapat tumbuh di daerah beriklim panas yang lembab. Tanaman padi memerlukan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan dengan distribusi selama 4 bulan, sedangkan pertahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu pada suhu 230C dimana pengaruhnya adalah kehampaan pada biji. Daerah dengan ketinggian 0-1500 meter masih cocok untuk tanaman padi (AAK, 1990). Dalam suasana asam atau sangat masam pertumbuhan tanaman padi akan tertekan, hal ini disebabkan oleh: (1) pengaruh langsung yang merupaka akibat ion H+, (2) terganggunya absorpsi Ca dan Na, (3) meningkatnya kelarutan dan daya racun dari Al, Fe dan Mn, (4) berkurangnya ketersediaan P dan Mo, (5) berkurangnya kadar basa-basa yang terjadinya defisiensi Ca, Mg dan K, serta (6) tidak normalnya faktor-faktor biotik (Hakim, dkk, 1986). Pada tanah sawah dituntut adanya lumpur, terutama untuk tanaman padi yang memerlukan tanah subur. Tanah sawah yang mempunyai persentase fraksi pasir dalam jumlah besar kurang baik untuk tanaman padi, sebab tekstur ini mudah meloloskan air. Pada lapisan atas untuk pertanian pada umumnya mempunyai ketebalan 10-30 cm (AAK, 1990). Pada umumnya padi yang ditanam dalam keadaan tergenang lebih baik hasilnya daripada yang ditanam dalam keadaan kering. Tanah yang tergenang biasanya merupakan medium yang lebih baik untuk pertumbuhan padi karena (1)
Universitas Sumatera Utara
cekaman air ditiadakan, (2) pengendalian gulma lebih mudah, (3) tersedianya unsur hara tertentu, terutama fosfor, dan (4) meningkatkan pH mendekati netral (Sanchez, 1993).
Universitas Sumatera Utara