II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Kayu Manis Terdapat beberapa spesies tanaman kayu manis yang sering disingkat
dengan sebutan Cinnamomun sp. Roy et al (2009) mengelompokkan tiga spesies utama tanaman kayu manis yang terkenal di pasar dunia yaitu: 1.
Cinnamomum cassia (berasal dari Cina), produknya sering disebut Chinese cinnamon
2.
Cinnamomun zeylanicum atau Cinnamomum verum (berasal dari Sri Lanka) produknya sering disebut Ceylon cinnamon
3.
Cinnamomun burmanii (berasal dari Indonesia), produknya sering disebut Cassiavera atau Indonesian cassia Taksonomi dari tanaman kayu manis asal Indonesia yang berasal dari
Kabupaten Kerinci yaitu: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisio
: Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)
Class
: Magnoliopsida (Berkeping dua)
Ordo
: Laurales
Family
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
Di beberapa daerah di Indonesia terdapat berbagai spesies tanaman kayu manis. Di Jawa dikenal Cinnamomum javanicum dan Cinnamomum sintok (kayu sintok). Namun, spesies ini tidak pernah dibudidayakan secara massal karena hasilnya tidak sebaik
Cinnamomun burmanii. Sementara di Maluku terdapat
Cinnamomum cullilawan yang biasa disebut sebagai kulit lawang atau kayu lawang yang minyak atsirinya dikenal sebagai minyak lawang. Namun, yang paling banyak diibudidayakan adalah Cinnamomum burmanii oleh rakyat di sepanjang Bukit barisan. Tanaman kayu manis berupa pohon, tumbuh tegak, dan tinggi tanaman dapat mencapai 15 meter. Batang berkayu, bercabang, warna hijau kecokelatan,
9
daun tunggal, berbentuk lanset, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, saat masih muda berwarna merah tua atau hijau ungu, daun tua berwarna hijau, bunga majemuk malai, muncul dari ketiak daun, berambut halus, mahkota berwarna kuning. Buah buni, warna hijau waktu muda dan hitam setelah tua. Biji kecil, bentuk bulat telur. Kulit batang mengandung dammar, lender, dan minyak asiri yang mudah larut (Syukur dan Hermani, 2001).
2.2. Budidaya Tanaman Kayu Manis Tanaman kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 0 sampai 2000 mdpl, namun produksi optimumnya adalah pada ketinggian 500-1500 mdpl, dengan suhu 18o- 23o C. Tanah yang paling cocok untuk tanaman kayu manis adalah tanah yang subur, gembur, agak berpasir, dan kaya akan bahan organik. Tanah yang berpasir membuat kayu manis dapat menghasilkan kulit yang paling harum. Di dataran rendah tumbuhnya lebih cepat daripada di dataran tinggi, tetapi di dataran yang rendah kulit yang dihasilkan kurang tebal, dan rasanya juga agak kurang baik. Di tempat tinggi pertumbuhannya lambat, tetapi kulitnya lebih tebal, dan berkualitas lebih baik. Tanaman kayu
manis banyak dijumpai pada skala perkebunan rakyat
Hampir sebagian masyarakat di Kerinci adalah petani kayu manis. Jumlah petani kayu manis adalah sekitar 12. 830 kepala keluarga untuk luas lahan 40.972 Ha. (BPS Kabupaten Kerinci, 2011). Terdapat
dua sistem tanam yang dilakukan
dalam pembudidayaan kayu manis yaitu sistem monokultur dan sistem tumpang sari.
2.2.1. Pembibitan Persiapan awal penanaman adalah menyiapkan bibit. Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji, tunas (carang), dan stek. Kriteria bibit yang baik umumnya sama yaitu tidak cacat fisik atau luka, sehat dan memiliki pertumbuhan bibit yang baik. Bibit yang sudah terserang hama atau penyakit biasanya pertumbuhannya lambat. Selain kriteria tersebut, bibit harus sudah memiliki tinggi 50-60 cm. Untuk mendapat kualitas kulit manis yang baik ditinjau dari bentuk stick, umur panen yang ideal adalah 6-12 tahun. Hal ini disebabkan kulit tananaman belum
10
begitu tebal sehingga dapat menggulung dengan baik. Hanya saja tanaman umur 6-12 tahun masih rendah kandungan minyaknya. Kandungan minyak yang tinggi diperoleh dari tanaman berumur lebih dari 15 tahun. Saat panen terbaik ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua. Tanaman yang sudah berdaun demikian biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu kulit sehingga kulit mudah terkelupas. Selain dengan memperhatikan warna daun, tanda-tanda pada tanaman sebagai petunjuk bahwa kulit sudah terkelupas adalah mulai tumbuhnya pucuk baru (Rismunandar dan Paimin, 2001).
2.2.2. Persiapan Lahan dan Penanaman Kayu manis dapat tumbuh di dalam semak belukar tanpa pemeliharaan yang intensif. Namun untuk mendapatkan tanaman dengan hasil yang optimal tentu perlu dilakukan persiapan lahan. Biasanya, lahan dibersihkan dari kayu-kayu dan rumput-rumputan liar atau gulma. Setelah lahan dibersihkan, lalu dipersiapkan lubang tanam pada jarak tanam yang diinginkan. Pada penanaman kayu manis dengan sistem monokultur, jarak tanam yang digunakan petani biasanya cukup rapat, dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m. Namun dengan menerapkan sistem tanam monokultur ini maka petani harus melakukan penjarangan, yaitu pada umur 6 tahun dan 10 tahun. Pada sistem tanam tumpang sari lahan juga ditanami dengan tanaman jenis lain sambil menunggu kayu manis menghasilkan. Jenis tanaman yang umumnya digunakan sebagai tumpang sari dengan kayu manis antara lain palawija, sayur, buah, kopi, dan cengkeh. Untuk penanaman sistem tumpang sari, jarak tanamnya harus lebih lebar. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 2 m x 2 m; 2,5 m x 2,5 m; 3 m x 3 m; 4 m x 4 m; dan 5 m x 5 m. Penggunaan jarak tanam ini tergantung pada jenis tanaman lain yang akan ditanam (Rismunandar dan Paimin, 2001).
2.2.3. Pemeliharaan Kayu manis tumbuh di hutan tropis dan beradaptasi sangat baik dengan semak belukar. Pemeliharaan kayu manis tidak terlalu sulit, apalagi kalau di tumpang sari dengan tanaman palawija lainnya. Pada umur lima tahun rantingranting paling bawah diambil untuk mempercepat pertumbuhan ke atas agar
11
batang menjadi cepat tinggi. Dari bagian batang inilah akan diperoleh kulit kayu manis dengan golongan KM dan KF (kulit batang) yang dipanen pada usia lebih dari 20 tahun.
2.2.4. Pemanenan Panen kayu manis ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua dan tumbuhnya pucuk baru. Jika tanaman sudah mempunyai tanda-tanda tersebut biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu dan kulit sehingga kulit mudah terkelupas dan segera dapat dipanen. Kayu manis yang diperdagangkan adalah dalam bentuk kulit kering, sehingga waktu yang baik untuk memanen atau menguliti tanaman kayu manis adalah menjelang musim hujan agar setelah panen kulit kayu dapat langsung dijemur. Umur panen sangat mempengaruhi produksi kulit kayu manis. Semakin tua umur tanaman maka hasil kulit kayunya akan lebih tebal sehingga produksinya pun akan lebih tinggi. Untuk mendapatkan kualitas kulit kayu manis dalam bentuk stick, umur
ideal untuk dipanen adalah 6-12 tahun. Hal ini
disebabkan kulit tanaman belum begitu tebal sehingga kulit kayu dapat menggulung dengan baik. Jika ditinjau dari kandungan minyak atsiri, makin tua umur tanaman maka kandungan minyak atsirinya makin tinggi pula, tanaman kayu manis berusia 20 tahun memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 3- 4,5%. Sistem panen sangat menentukan mutu kulit kayu manis yang dihasilkan, bila cara panen kurang benar maka mutu kayu manis akan turun. Ada empat sistem panen yang biasanya digunakan, yaitu: a. Sistem tebang sekaligus Sistem ini sangat umum dilakukan petani kulit manis. Caranya dengan memotong langsung tanaman sehingga dekat tanah, setelah itu dikuliti. b. Sistem situmbuk Cara panen ini dilakukan oleh petani di daerah Situmbuk, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pada sistem ini, sekitar dua bulan sebelum batang kayu manis ditebang, kulit batang tanaman dikupas melingkar mulai pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang hingga 80 sampai 100 cm. Selanjutnya baru tanaman tersebut ditebang pada ketinggian 5 cm dari
12
pangkal batang. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan tunas baru yang dapat dijadikan bibit. c. Sistem batang dipukuli sebelum ditebang Sistem ini dikembangkan oleh petani di daerah Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Caranya yaitu dengan memukuli kulit batang secara melingkar agar kulit yang diperoleh lebih tebal. Pemukulan batang dilakukan dua bulan sebelum tanaman dikuliti. Benda atau alat yang digunakan sebagai pemukul harusnya benda keras seperti pemukul dari kayu. d. Sistem Vietnam Pada sistem ini dilakukan pengupasan kulit membentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 30 cm atau 10 cm x 60 cm. Pengupasan kulit ini secara berselang-seling sehingga tampak seperti gambar kotak papan catur. (Rismunandar dan Paimin, 2001). Teknis pengupasan tanaman kayu manis dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Pengupasan kulit batang Kulit batang kayu manis dikupas dengan menggunakan alat khusus terbuat dari besi yang dibengkokkan pada bagian ujungnya, disebut penganit. Kulit batang dikupas mulai dari bagian bawah dengan panjang sekitar 120 cm. Pengupasan biasanya dilakukan setelah ditebang dan terlebih dahulu batang dikikis agar bersih dari kotoran dan lumut. Setelah dikupas dari batangnya, permukaan kulit kayu manis harus dibersihkan lapisan kulit terluarnya menggunakan peraut sampai kulit kayu manis berwarna kemerahan. 2. Pengupasan kulit dahan dan kulit ranting Kulit dahan dan ranting dikupas setelah tanaman ditebang. Setelah itu, tanaman yang sudah ditebang itu dibiarkan selama dua minggu, agar semua bagian dahan dan ranting dapat dikupas dengan mudah. Sebelum dikupas, dahan dan ranting dikerok dengan pisau untuk membersihkan lumut dan kerak
2.2.5. Pascapanen Pengolahan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pasca panen kayu manis. Pengolahan bertujuan untuk mendapatkan produk kayu manis yang siap diperdagangkan. Kegiatan pengolahan sangat penting sebagai lanjutan setelah
13
kulit kayu manis dipanen dan selanjutnya diproses agar menjadi produk siap jual. Untuk menghasilkan produk siap jual, maka pengolahan harus dilakukan dengan baik agar memperoleh produk yang bermutu baik karena akan mempengaruhi tingkat harga jual. Pada umumnya, kegiatan pengolahan tanaman kayu manis yang dilakukan oleh petani hanya berupa penjemuran produk sampai kering. Kulit kayu manis yang kurang bersih dan penjemuran yang kurang berhasil yang menyebabkan kulit kayu manis berjamur, hal akan berdampak pada kualitas produk yang rendah dan harganyapun juga rendah. Setelah itu baru dilakukan grading, namun tidak semua petani melakukan grading tergantung kepada kebutuhan mereka. Petani kebanyakan tidak ingin pusing jadi mereka mencampur semua kulit yang sudah kering tersebut pada saat dijual. Sebagai produk perdagangan, ada beberapa bentuk produk turunan kayu manis antara lain berupa kulit kayu, minyak asiri, oleoresin, dan bubuk kayu manis. 1. Minyak atsiri Minyak atsiri kayu manis merupakan produk sampingan dari tanaman kayu manis. Minyak ini mengandung bahan kimia organik yang membentuk aroma khas. Minyak atsiri dapat diperoleh dari daun, buah, biji, akar, dan bunga melalui proses destilasi. Minyak asiri kayu manis banyak diminta oleh Amerika Serikat dan Eropa untuk keperluan industri makanan, minuman maupun farmasi. Beberapa jenis minyak atsiri yang terkenal yaitu : a. Minyak cassia Minyak cassia adalah minyak atsiri yang berasal dari tanaman kayu manis spesies Cinnamon aromaticum atau nama lainnya Cinnamon cassia. Spesies ini berasal dari China b. Minyak cinnamon Terdapat berbagai jenis minyak cinnamon berdasarkan asal tanaman kayu manisnya, yaitu : i.
True cinnamon berasal dari Cinnamon berasal dari Cinnamomun verum dan Cinnamomun zeylanicum, berasal dari Sri Lanka.
14
ii.
Saigon cinnamon berasal dari Cinnamomum loureiroi/Vietnamese cinnamon. Spesies ini berasal dari Vietnam.
iii.
Indonesian cinnamon, cassiavera cinnamon, atau minyak atsiri cassiavera berasal dari Indonesia.
2. Oleoresin Oleorosin berbentuk cairan kental atau semi padat, yang memiliki aroma dan rasa seperti bahan asalnya. Oleorosin dalam cassiavera merupakan campuran resin (sekresi hidrokarbon dari tanaman konifera) dan minyak atsiri. Oleoresin kayu manis sudah mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Kandungan oleoresin menjadi lebih baik dibanding produk aslinya seperti kulit atau bubuknya. Keuntungan dari oleoresin dibanding produk aslinya adalah hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, volume ekspor berkurang, nilai bisa tetap atau lebih tinggi karena tidak membutuhkan banyak ruang, kemasannya kecil, sisa hasil olahannya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti pupuk serta tidak akan rusak karena kontaminasi.
3. Bubuk Kayu Manis Bubuk kayu manis mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak asiri, berasa pedas dan mengandung bahan mineral, dan kimia organik seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Bubuk kayu manis ini biasanya dikemas dalam karung.
4. Kulit Kayu Manis Kulit kayu manis merupakan hasil utama dari kayu manis. Produk ini berupa potongan kulit yang dikeringkan. Sampai saat ini kulit kayu manis merupakan komoditas ekspor penghasil devisa yang dapat diandalkan bersaing dengan India, Srilanka, Vietnam dan RRC. Untuk memenuhi mutu internasional, pengusaha mengolah kembali (upgrading) kulit kayu manis yang dihasilkan oleh produsen melalui perlakukan yaitu pencucian dan pembersihan, pengeringan, penyortiran awal, pemotongan, penyortiran akhir, pengepakan, dan penyimpanan.
15
Kulit kayu manis yang dijual tersebut memiliki beberapa klasifikasi. Klasifikasi dan spesifikasi dari kulit kayu manis yaitu : Tabel. 2 Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
No.
Jenis
Ketebalan
Minyak Konten Atsiri (v / b basis kering)
Warna
1
AA
≈ 1,5 mm
min. 2,5%
coklat muda
2
A Stick
≈ 1,5 mm
min. 2,5%
coklat muda
3
KM
≈ 3,5 mm
≈ 4,5%
coklat kemerahan
4
KF
≈ 2,5 mm
3,1 - 3,5%
coklat kemerahan
5
KS
≈ 1,5 mm
2,7 - 3-0%
coklat kemerahan
6
KA
≈ 1,0 mm
2,0 -2,6%
coklat kemerahan
7
KTP
>0,5 mm- 0,75 mm
8
KB
≈ 0,75 mm
1,5 - 2,0%
coklat muda
9
KC
≈ 0,4 mm
1,25 - 1,5%
Coklat
Kuning tua kehitaman
Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, 2012
2.3.
Penelitian Tataniaga Terdahulu Kiptiyah dan Semaoen (1994) dalam WACANA volume 12 nomor 1,
Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, secara umum menyimpulkan bahwa pemasaran produk-produk pertanian belum atau tidak efisien, yang dianalisis dari berbagai pendekatan seperti : pendekatan biaya dan keuntungan, pendekatan margin dan Net Profit Margin, pendekatan integrasi pasar serta pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance). 16
Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar, serta faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya pendapatan yang diterima oleh petani produsen
disebabkan oleh
struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, share harga yang diterima petani rendah, margin pemasaran tinggi, share biaya, dan keuntungan diantara lembaga pemasaran distribusinya tidak merata. Metode penelitian tataniaga meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Hasniah, 2005). Berdasarkan analisis kualitatif, Hermansyah (2008) menyimpulkan bahwa dalam pemasaran nanas di Pelembang ada tiga saluran yaitu I. Petani pedagang pengumpul desa pengecer konsumen, saluran II yaitu petani pedagang pengumpul desa pedagang pengumpul kota pedagang besar pengecer konsumen, dan saluran III yaitu : petani padagang pengumpul kota pedagang besar pedagang pengecer konsumen. Dari ketiga saluran ini didapatkan bahwa farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi adalah saluran III. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tiga lebih efisien.
Hal ini sesuai dengan kesimpulan yang
didapatkan oleh Rahma (2008), yang menunjukkan bahwa saluran tataniaga dikatakan efisien jika marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan yang tinggi. Selain itu struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya, dan jumlah produksi. Afrizal (2009) meneliti mengenai pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di daerah penelitian ini terdapat empat saluran utama dalam memasarkan
gambir.
Berdasarkan
analisis
mendistribusikan gambir, terlihat bahwa
margin
pemasaran
saluran III relatif
dalam
lebih baik
dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya margin
pemasaran,
tingginya
farmer’s
share,
dan
relatif
meratanya
pendistribusian keuntungan dan biaya antar lembaga pemasaran yang ada.
17
Terdapat beberapa faktor pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran yang akan digunakan yaitu jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen gambir yang membuat mahalnya biaya transportasi, produksi petani yang relatif kecil, kondisi geografis yang mengakibatkan susahnya untuk mengakses lahan. Harsoyo (2003) meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannnyua. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran, dan farmer’s share. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemasaran salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut. Dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang diterima petani sudah cukup besar yaitu 70 persen. Menurut penelitian dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, diketahui bahwa strukur pasar yang terbentuk mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna karena pemasaran dikuasai oleh perusahaan yang menguasai dalam skala besar, sehingga IRT (Industri Rumah Tangga) sulit untuk masuk. Sedangkan berdasarkan analisis transmisi harga maka didapatkan nilai koefisien regresi yaitu = 2,03 >1 (elastis), dimana harga jambu mete relatif elastis. Nilai = 2,03 mengindikasikan bila terjadi kenaikan harga sebesar satu persen di tingkat konsumen, maka akan menaikkan harga sebesar 2,03 persen di tingkat produsen, hal ini dapat terjadi karena produk mete yang sampai di tingkat konsumen adalah produk olahan (kacang mete) yang nilai jualnya tinggi, dan permintaan terhadap produk kacang mete ini juga relatif tinggi meliputi pasar ekspor maupun pasar lokal dan domestik. Hal ini tentu saja mendorong terjadinya peningkatan permintaan atas mete gelondong dari petani yang berakibat pada naiknya harga pada masa panen berikutnya.
18
Sementara untuk analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan koefisien regresi (b11), pengujian statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (berbeda nyata). Hal ini memberikan indikasi bahwa setiap perubahan harga sebesar satu persen di tingkat pasar di atasnya akan mempengaruhi harga di tingkat pasar di bawahnya sebesar nilai koefisien regresi yaitu 0,827 persen di tingkat petani PPD (saluran I) dan seterusnya. Dengan demikian pasar tidak berintegrasi secara vertikal (tidak efisien). Penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci merupakan penelitian berulang karena sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Afwandi pada tahun 1992. Afwandi (1992) meneliti mengenai efisiensi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci dan korelasi harga jual kayu manis di tingkat petani di Kabupaten Kerinci dengan harga jual di tingkat eksportir di Sumatera Barat. Topik ini diteliti kembali karena perbedaan kurun waktu sekitar 20 tahun sejak tahun 1992 dengan 2012 membuat data yang diteliti tersebut tidak akurat lagi untuk dijadikan sebagai referensi. Mengingat selama jangka waktu tersebut telah terjadi berbagai perubahan, mulai dari perubahan luas lahan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan, dan perkembangan sistem pemasaran turut
yang
mempengaruhi turun naiknya usaha kayu manis ini. Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat topik ini kembali untuk diteliti. Dalam penelitian analisis tataniaga kayu manis penelusuran
ini akan dilakukan
jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian
sejumlah lembaga pemasaran. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, farmer’s share, serta integrasi pasar petani dengan pasar eksportir Padang yang diamati dari pasar yang menjadi lokasi distribusi produk tersebut.
19