9
TINJAUAN PUSTAKA Belimbing manis Belimbing manis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya belimbing manis ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu sebagai usaha sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok untuk tanaman belimbing manis. Tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang baik untuk tanaman belimbing manis yaitu antara 5.5–7.5. Pertumbuhannya akan semakin baik jika ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman belimbing manis banyak membutuhkan air sepanjang hidupnya tetapi kurang menyukai air tergenang. Curah hujan ideal yang dibutuhkan berkisar 2 000-2 500 mm/tahun, dengan komposisi bulan basah dan bulan kering berturut-turut adalah 5-7 bulan basah dan 4-6 bulan kering. Bila curah hujan terlalu tinggi, menyebabkan gugurnya bunga dan buah, sehingga produksinya akan rendah. Belimbing manis merupakan tanaman yang tumbuh baik dalam keadaan terbuka dan mendapat sinar matahari minimum 7 jam per hari dengan intensitas penyinaran 45-50%, namun juga toleran terhadap naungan, serta suhu optimum berkisar antara 20-30 oC (Direktorat Tanaman Buah 2004). Belimbing manis dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Buah menjadi masak 90-110 setelah anthesis yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah umur petik biasanya 35-60 hari setelah pembungkusan buah atau 65-90 hari setelah bunga mekar. Belimbing manis harus dipetik setelah matang di pohon karena tidak diperam (non-klimaterik). Belimbing manis dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun (Samson 1992). Pohon belimbing manis berkayu keras dengan tinggi pohon mencapai 12 m dengan penampilan ramping dan tidak terlalu besar. Tanaman belimbing manis
10
mempunyai akar tunggang dan memiliki akar samping yang banyak. Akarnya cukup kuat tetapi tidak terlalu dalam sekitar 1.5 2 m (Tjitrosoepomo 1996).
Prinsip Dasar Konservasi Air
Agar air hujan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan aliran permukaan lebih terkendali, perlu dilakukan konservasi air. Aliran permukaan merupakan komponen penting dalam hubungannya dengan konservasi air (Troeh et al. 1991; Arsyad 2000).
Oleh sebab itu tindakan- tindakan yang berhubungan
dengan pengendalian dan pengelolaan aliran permukaan dapat diformulasikan dalam
strategi
konservasi
air.
Konservasi air pada prinsipnya adalah
penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi banjir pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Namun dalam konteks pemanfaatan, Agus et al. (2002) mengemukakan bahwa penggunaan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien merupakan tindakan konservasi air. Strategi konservasi air diarahkan untuk meningkatkan cadangan air pada zona perakaran tanaman melalui pengendalian aliran permukaan (runoff) dengan cara pemanenan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan mengurangi evaporasi. Menurut Troeh et al. (1991), strategi konservasi air mencakup metode pengelolaan untuk (1) menurunkan aliran permukaan; (2) mengurangi evaporasi; (3) mengurangi perkolasi (deep percolation); dan (4) mencegah kehilangan air dari daerah penyimpanan (storage). Dengan demikian, tindakan konservasi air diarahkan untuk (a) mengurangi jumlah air aliran permukaan melalui peningkatan infiltrasi, peningkatan
kandungan
bahan
organik, atau
dengan meningkatkan simpanan air di permukaan tanah (surface storage) dan di dalam tanah, misalnya melalui peningkatan kekasaran permukaan tanah (dengan pengolahan tanah), saluran peresapan, pembuatan rorak, sumur resapan, situ, embung, dan lain-lain; (b) memperlambat kecepatan aliran permukaan melalui cara vegetatif, mengurangi kemiringan lahan dan memperpendek lereng; (c) pemeliharaan sumber daya air; dan (d) panen hujan.
11
Konservasi air dapat dilakukan dengan mengurangi penguapan air melalui evaporasi dengan meningkatkan penutupan tanah dengan mulsa (Abdurachman dan Sutono 2002).
Selanjutnya Arsyad (2000) aliran permukaan hanya dapat
diatur dengan memperbesar kamampuan tanah menyimpan air melalui perbaikan kapasitas infiltrasi tanah, dengan depresi-depresi dan tanaman penutup tanah yang lebat atau sisa-sisa tanaman yang menutupi tanah. Tetapi yang terpenting dalam hal ini adalah kapasitas infiltrasi. Beberapa teknik konservasi air yang dapat diterapkan dalam upaya pemanenan air hujan dan aliran permukaan adalah pembuatan saluran peresapan, rorak, mulsa vertikal, embung, dan sistem drainase. Saluran peresapan adalah saluran yang dibuat untuk menahan aliran permukaan agar air dapat meresap ke dalam tanah. Rorak adalah tempat penampungan dan peresapan air yang dibuat di bidang olah atau di saluran peresapan, untuk memperbesar resapan air ke dalam tanah dan menampung tanah tererosi. Umumnya rorak berukuran panjang 0.5-1 m, lebar 25-50 cm dan dalam 25-50 cm. Yang harus diwaspadai dalam penerapan rorak dan teknologi pemanenan air adalah bahwa air hanya boleh tergenang beberapa saat (Balittanah 2011).
Apabila penggenangan berlanjut, dikhawatirkan akan terjadi masalah
berupa penyakit yang menyerang melalui akar tanaman. Pada daerah bercurah hujan tinggi dan kadar liat tanah tinggi, pembuatan rorak dapat menyebabkan penggenangan yang berlanjut.
Gambar 2 Rorak pada perkebunan kopi rakyat (Foto: F Agus).
12
Konsep Model Kesetimbangan Air
Proses fisik yang dipertimbangkan di dalam konsep model kesetimbangan air tanah di dalam zona perakaran tanaman ditunjukkan pada Gambar 3. Kedalaman pengakaran maksimum tanaman yang tumbuh di lapangan dianggap sebagai ruang simpanan air tanah (soil water reservoir). Reservoir tersebut dibagi ke dalam dua lapisan (Panigrahi dan Panda 2003) yaitu: (i) lapisan tanah aktif dimana terdapat akar dan terjadi ekstraksi kelembaban dan drainase (ii) lapisan tanah pasif dimana hanya terjadi drainase. Pada periode awal pertumbuhan tanaman, kedua lapisan tersebut terpisah cukup jelas dengan ukuran yang relatif dan ditentukan oleh laju pertumbuhan akar.
Ketika perakaran mencapai
kedalaman maksimum, seluruh daerah perakaran diisi oleh lapisan aktif. Curah hujan
(P)
Irigasi (I)
Transpirasi
Evaporasi (E) Aliran permukaan (Q)
Keadalaman akar maksimum
Zone perakaran aktif
Zone perakaran pasif
Infiltrasi
Gaya kapiler (GW)
Perkolasi dalam (DP)
Muka air tanah Pengisian kembali air tanah dalam
Gambar 3 Skema komponen kesetimbangan air tanah di lapangan (Panigrahi dan Panda 2003) Irigasi (I) dan hujan (P) merupakan air yang masuk ke dalam zone perakaran. Sebagian (I) dan (P) tersebut akan hilang melalui aliran permukaan (Qr) dan perkolasi (P) yang secara bertahap akan mengisi water table (muka air tanah). Sebagian air tersebut akan bergerak ke atas karena gaya kapiler (capillary rise) GW. Evaporasi tanah dan tanaman akan mengurangi air di zona perakaran.
13
Kesetimbangan air tanah pada zone perakaran dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Pereira dan Allen 1999):
[Pi (Qr i ] (I n )i (ETc)i DPi GWi 1000(Zr)i
…………..(1)
)
θi θi 1 dimana, θi i-1 Pi Qr,i Ini ETci DPi GWi Zri
= = = = = = = = =
kadar air tanah volumetrik di zona perakaran pada hari ke i (m3/m3); kadar air tanah volumetrik pada hari ke i-1 (m3/m3); presipitasi atau hujan pada hari ke i (mm); aliran permukaan atau Runoff pada hari ke i (mm); kedalaman bersih irigasi pada hari ke i (mm); evapotranspirasi tanaman pada hari ke i (mm); perkolasi ke bawah zona perakaran pada hari ke i (mm); kontribusi pergerakan kapiler dari air bawah tanah pada hari ke i (mm); kedalaman zona perakaran (m).
Zhang et al. (2002) menyatakan bahwa model kesetimbangan air didasarkan pada hukum kekekalan massa; setiap perubahan kadar air dari suatu volume tanah selama periode tertentu perbedaannya harus sama antara jumlah air yang ditambahkan dengan jumlah air yang keluar dari tanah tersebut. Dengan kata lain, kadar air pada volume tanah akan meningkat ketika ada tambahan dari luar, yaitu penambahan melalui irigasi atau adanya gerakan air ke atas akibat gaya kapiler (capillary rise), dan berkurang melalui evapotranspirasi atau perkolasi dalam (deep percolation). Persamaan 1 menunjukkan bahwa untuk mempertahankan agar kadar air tanah di sekitar perakaran selalu berada pada kisaran yang tersedia bagi tanaman, dengan menghilangkan aliran permukaan (Qr). Dalam penelitian ini dibuat parit yang dilengkapi lubang resapan/rorak untuk menghilangkan runoff, tidak ada irigasi dan dilakukan di lahan kering pekarangan dengan tinggi muka air tanah di atas 16 m sehingga komponen Qr (Runoff) dan GW (kontribusi pergerakan kapiler dari air bawah tanah) menjadi tidak ada (nol), maka persamaan (2) menjadi:
θ i θ i 1
P ETc DP 1000(Z r)i
…………………(2)
14
Air Tanah Tersedia
Tanaman mengambil air dari tanah untuk mencukupi kebutuhannya, tetapi tidak semua air yang berada dalam tanah dapat digunakan.
Woodward dan
Sheehy (1983) menyatakan, air tanah dapat diklasifikasikan menjadi, air higrooskopis, air kapiler dan air gravitasi. Dari ketiga klasifikasi tersebut, air kapiler dan air gravitasi digunakan oleh tanaman dalam kehidupannya pada batas tertentu saja (Dwidjoseputro, 1984). Melalui akarnya setiap tanaman mencoba mengabsorpsi
air
secukupnya
dari
tanah
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya, namun yang terpenting bahwa air tersebut dalam keadaan yang mudah diabsorpsi oleh tanaman (Sosrodarsono dan Takeda 1977). Konsep air tersedia bagi tanaman digunakan untuk mengetahui hubungan antara tanah, air, dan tanaman.
Air tersedia bagi tanaman adalah kisaran
nilai kadar air di dalam tanah yang sesuai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, data kadar air tanah sangat diperlukan untuk menilai apakah kondisi kadar air dalam tanah tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman atau belum. Apabila kadar air dalam tanah belum cukup, maka harus ditambahkan sejumlah air sesuai kebutuhan tanaman, berupa air irigasi dengan mempertimbangkan air yang masuk dan ke luar dari zona perakaran.
Data kadar air yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan air
irigasi adalah data kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen, serta kadar air pada saat tertentu ketika air irigasi dianggap perlu untuk ditambahkan. Kapasitas lapang adalah jumlah air yang ditahan oleh tanah setelah air berperkolasi ke bawah zona perakaran secara gravitasi menjadi sangat pelan dan air yang ditahan menjadi relatif stabil (Kramer 1980). Kandungan air tanah pada kapasitas lapang sangat tergantung pada berbagai macam faktor, di antaranya tekstur tanah, kandungan air tanah awal, dan kedalaman muka air tanah. Pada umumnya kapasitas lapang ditetapkan pada tekanan 0.33 atm atau pF 2.54 jika air tanah lebih dari 1m. Jika air tanah kurang dari 1m, maka kapasitas lapang ditetapkan pada tekanan 100 cm kolom air atau pF 2.0 (Sudirman et al. 2006). Titik layu permanen adalah kandungan air tanah, dimana tanaman layu tidak dapat
15
segar kembali, merupakan batas bawah air tanah tersedia untuk pertumbuhan tanaman (Panigrahi dan Panda 2003). Layu permanen untuk tanaman secara umum terjadi pada pF 4.2 atau kurang (Kalsim dan Sapei 1992). Untuk mencegah terjadinya cekaman air, kadar air tanah sebaiknya tidak pernah turun sampai titik layu permanen (Hillel 1982; Brady 1990). Selisih kadar air antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air tersedia.
Air tanah tersedia dapat juga diartikan sebagai kemampuan tanah
memegang air (water holding capacity) atau besarnya kelembaban yang dapat disimpan di daerah perakaran pada batas antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Total air tanah tersedia (TAW) adalah jumlah air tersedia dalam zona perakaran antara kapasitas lapang (FC) dan titik layu permanen (WP) (Raes et al. 2006) (Gambar 4). Lapisan tanah jenuh
Kapasitas Lapang
Air berlebih
100% tersedia Air Siap Tersedia (Readily Available Water)
Air Tersedia
Titik layu permanen
Oven dry
Air tersedia sedikit dan tanaman mengalami stres
0% tersedia Air tidak tersedia
Gambar 4 Air tersedia di dalam tanah (Raes et al. 2006)
Total air tanah tersedia dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Jorenush dan Sepaskhah 2003):
TAW 1000θFC - θWP Zr …………………(3) dimana, TAW FC WP Zr
= = = =
total air tanah tersedia di zona perakaran (mm); kadar air tanah volumetrik pada kapasitas lapang (cm3/cm3); kadar air tanah volumetrik pada titik layu permanen (cm3/cm3); kedalaman perakaran efektif atau kedalaman tanah efektif (m).
16
Menentukan Kadar Air Tanah di Lapangan
Kadar air di dalam tanah, terutama di sekitar daerah perakaran harus cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman atau berada dalam kondisi kapasitas lapangan, agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal, sehingga menghasilkan produksi yang maksimal. Penentuan kadar air tanah secara akurat dan tepat, sangat diperlukan dalam menginterpretasi hasil penelitian yang
berhubungan dengan kadar
air
tanah,
seperti penelitian-penelitian
irigasi, drainase, pengawetan air tanah, pengaruh mulsa, dan lain-lain. Penelitianpenelitian tersebut memerlukan pengamatan kadar air tanah secara intensif. Kadar air tanah volumetrik dapat ditentukan secara gavimetri, atau menggunakan netron probe atau time domain reflectometry (TDR). Penggunan alat ini bisa sangat akurat tetapi membutuhkan waktu, relatif mahal dan memerlukan keahlian secara teknik,
sehingga
jarang digunakan untuk
penjadwalan irigasi yang rutin. Untuk kebanyakan pengelolaan air irigasi (a.l., Pedro et al. 2003; Wiedenfeld 2004) menggunakan metode type resistance-block atau tensiometer yang merupakan salah satu dari beberapa metode yang direkomendasikan dengan biaya relatif murah. Tensiometer cukup akurat dan tidak dipengaruhi oleh temperature dan potensial osmotik tanah. Pengukuran tegangan air tanah secara konvensional menggunakan tensiometer keramik diawali Gardner tahun 1932 (Hillel 1980). Tensiometer konvensional yang diaplikasikan di lapangan pada awalnya menggunakan air raksa (Hg) sebagai indikator manometer. Dengan alasan keamanan lingkungan, teknik ini telah diubah menggunakan pressure transducer model digital. Tensiometer
adalah
suatu
alat
praktis
untuk
mengukur kadar air
tanah, tinggi hidrolik, dan gradien hidrolik. Saat cawan diletakkan di dalam tanah
pada
waktu
pengukuran
hisapan dilaksanakan, air total di dalam
cawan melakukan kontak hidrolik, dan cenderung untuk seimbang dengan air tanah
melalui
pori-pori
pada dinding keramik.
diletakkan di permukaan tanah,
air
yang
Pada
terdapat
saat
tensiometer
dalam tensiometer
umumnya berada pada tekanan atmosfer, sedangkan air tanah secara umum mempunyai tekanan lebih kecil dari tekanan atmosfer, sehingga terjadi hisapan
17
dari alat tensiometer karena perbedaan tekanan, dan air dari alat tersebut keluar, serta tekanan dalam alat turun yang ditunjukkan oleh manometer. Tensiometer adalah alat yang dapat mengukur matriks potensial air tanah, yang merupakan variabel penting dari lingkungan tanah yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, produksi/hasil tanaman, recharge akuifer, dan pembuangan menghilangkan buangan (buried waste disposal). Tensiometer ditempatkan dalam tanah untuk jangka waktu yang
lama,
sehingga perubahan-perubahan hisapan matriks air tanah dapat dipantau. Air tanah akan berkurang karena drainase, pengambilan oleh tanaman, evaporasi, atau sebaliknya bertambah karena air hujan, pemberian air irigasi. Perubahan tekanan air tersebut dapat dipantau setiap waktu secara berkala dengan pembacaan manometer yang ada pada tensiometer. Karena tahanan hidrolik cawan dan tanah sekeliling, yaitu daerah kontak antara cawan dan tanah, respon tensiometer bisa lambat. Oleh karena dinding cawan bersifat sarang dan permeabel terhadap air dan zat terlarut, maka air di dalam alat cenderung sama dengan komposisi dan konsentrasi zat terlarut. Tensiometer bisa digunakan terbatas pada nilai matriks di bawah hisapan satu atmosfer atau yang terbaik sekitar 0.8 bar pada kisaran maksimum. Oleh karena keramik umumnya dibuat dari bahan yang permeabel sarang,
maka
hisapan
yang
terlalu
dan
besar dapat menyebabkan masuknya
udara ke dalam cawan yang membuat tekanan bagian dalam sama dengan tekanan atmosfer. Pada kondisi seperti ini, hisapan tanah akan terus meningkat, meskipun tensiometer tidak mampu merekamnya. Semua tensiometer merupakan hubungan dari elemen-elemen: porous cup, tempat air, dan pengukur ukuran. Keseimbangan energi antara tensiometer dan tanah di sekelilingnya tercapai melalui bergeraknya air menyilang atau melewati porous
material tensiometer,
bergerak dengan
arah
yang
yang
menunjukkan
dikenal
sebagai cup.
penurunan
tekanan.
Air
Ketika
potensial matriks di dalam tanah lebih rendah dari potensial matriks di dalam tensiometer, air akan begerak ke dalam tanah di sekelilingnya melalui pori-pori cup. Sebaliknya, bila potensial matriks di luar lebih besar, maka air akan bergerak dari luar ke dalam tensiometer melalui pori-pori cup.
18
Pergerakan air akan terus berlanjut bila potensial matriks berbeda, dan akan berhenti setelah tercapai keseimbangan. Penggunaan tensiometer adalah dengan meletakan alat pada suatu kedalaman tanah atau lebih, untuk menggambarkan kondisi air pada zona perakaran,
dan
untuk
dengan kebutuhan
menentukan
kapan
lahan memerlukan air sesuai
tanaman. Alat tersebut biasanya ditempatkan di bawah
zona perakaran, karena arah dan pergerakan air tidak mudah ditentukan. Pada
waktu menempatkan tensiometer, yang perlu diperhatikan adalah saat
memasang alat, yaitu harus ada kontak antara cawan dan tanah, sehingga kalibrasi tidak terganggu oleh gangguan zona kontak terhadap aliran. Pembacaan tensiometer dapat digunakan sebagai indikator air tanah dan kebutuhan air irigasi. Satuan skala yang tertera pada alat adalah centibar dan pembacaan skala tersebut menunjukkan kadar air dalam kondisi sebagai berikut: 0 – 10 = Centibar, tanah jenuh air, tidak cukup udara dan perkembangan akar tergganggu. 10 – 25 = Centibar, kondisi ideal untuk tanaman 25 – 35 = Centibar, harus diperhatikan terutama pada tanah pasir dan mulai diairi 35 – 40 = Centibar, harus diperhatikan untuk mengairi (tanah berat) > 40 = Centibar, tanaman akan layu Wiedenfeld (2004) dalam penelitiannya menggunakan dua unit tensiometer untuk menentukan tegangan air tanah dan saat pemberian air irigasi. Tensiometer pertama untuk mengukur secara langsung tegangan air tanah dalam zona perakaran, yang ditempatkan di tengah-tengah barisan dibawah pipa penetes sedalam 36 cm. Irigasi dilakukan ketika tegangan air tanah pada tensiometer mencapai -30, -50 atau -70 kPa. Tensiometer kedua ditempatkan pada kedalaman yang sama tetapi 15 cm di samping pipa penetes. Irigasi dilaksanakan pada saat pembacaan tegangan air tanah pada tensiometer mencapai level -30, -50 atau -70 kPa dan irigasi berlanjut sampai tegangan air tanah pada tensiometer menurun di bawah level yang telah ditentukan.
19
Pergerakan Air Tanah Pada Zone Perakaran
Perkolasi ke Bawah Zona Perakaran (DP ) Perkolasi didefinisikan sebagai pergerakan air ke bawah pengakaran tanaman (Kizito et al. 2007).
Begitu air infiltrasi telah menembus lapisan
permukan tanah, air terus meresap (percolates) ke bawah tanah akibat pengaruh gaya gravitasi sampai mencapai zona jenuh pada permukan freatik (phreatic surface) atau muka air tanah dalam (groundwater table) (Wilson 1990). Untuk menghitung kesetimbangan air kita perlu mengetahui (1) kapan perkolasi dalam terjadi dan (2) setelah itu terjadi berapa banyak air yang masuk ke bawah zona perakaran dan hilang untuk tanaman (Rockstrom 2001).
Menurut
Walker et al. (1995) perkolasi dalam (DP) maksimum terjadi hari pertama setelah hujan atau irigasi, dan laju perkolasi menurun secara linier hingga semua kelebihan air dialirkan hingga mencapai kapasitas lapang. Perkolasi hanya akan terjadi apabila zona tidak jenuh telah mencapai kapasitas lapang (Arsyad 2000). Estimasi (DP) di dalam penghitungan kesetimbangan air, dipertimbangkan ketika curah hujan atau pemberian air irigasi secara berlebih, yang mengakibatkan terjadinya fluks air ke bawah zona perakaran (Liu et al. 2006).
DP sering
dipertimbangkan untuk mengestimasi curah hujan efektif (Dastane 1974; Martin dan Gilley 1993). Jorenush dan Sepaskhah (2003) menyatakan bahwa DP sama dengan 0 ketika kadar air tanah dalam zona perakaran lebih rendah dari pada FC. DP diestimasi dengan persamaan sebagai berikut: Dpi (P - RO)i I i ETai Dri 1 .....................................(4) dimana: DPi = perkolasi dalam hari ke i (mm) Dr,i-1 = deplesi air tanah dari zona perakaran hari ke i-1 Pi = curah hujan hari ke i (mm) ROi = aliran permukaan hari ke i (mm) Ii = kedalaman air irigasi irigasi hari ke i (mm) Etai = evapotranspirasi aktual hari ke i (mm per hari)
20
Dalam beberapa model kesetimbangan air (Panigrahi dan Panda, 2003; Liu et al, 2006) DP dihitung dengan pendekatan yang sederhana dari Doorenbos dan Pruitt (1977) sebagai berikut: if W WFC 0 DP W WFC if W WFC
..........................................(5)
dimana: DP = perkolasi dalam (mm per hari); W = simpanan air tanah aktual di zona perakaran; WFC = simpanan air tanah pada kapasitas lapang (mm).
Penghitungan
DP dengan persamaan (5) diasumsikan bahwa perkolasi
terjadi pada saat pemberian air melebihi batas kapasitas lapang (W - WFC), dimana W >WFC.
Kontribusi Air Bawah Tanah (GW) Jorenush and Sepaskha (2003) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kenaikan kapiler digambarkan sebagai volume air yang meninggalkan muka air tanah statis karena evapotranspirasi (ET).
Jumlah air yang bergerak ke atas
karena kenaikan kapiler (GW) dari muka air tanah (water table) ke zona perakaran tergantung pada jenis tanah, kedalaman water table dan kelembaban tanah di zona perakaran (Allen et al. 1998).
Nilai normal GW diasumsikan sama dengan nol
ketika air tanah kurang lebih satu meter di bawah zona perakaran. Estimasi kontribusi air tanah (GW) dalam analisis kesetimbangan air tanah dipertimbangkan ketika terdapat muka air tanah yang tinggi yang mendukung naiknya fluks air ke dalam zona perakaran (Liu et al. 2006). Estimasi GW tidak diperlukan (diabaikan) pada kondisi dimana fluk air yang mengarah ke atas tidak mungkin terjadi (Pereira et al.1995; Smith et al. 1996). Pengaruh kedalaman muka air tanah terhadap kontribusi air tanah dilaporkan Kahlown et al. (2005) bahwa kontribusi air tanah paling tinggi terjadi pada kondisi muka air tanah dangkal, dan secara berangsur-angsur berkurang dengan meningkatkan kedalaman air tanah. Konstribusi air tanah pada kedalaman muka air tanah yang sama, berbeda untuk setiap jenis tanaman yang diteliti. Tanaman gandum dan kapas masing-masing dapat mengambil lebih dari 90% dan
21
80% air dari air tanah pada kedalaman muka air tanah 0.5 m, sedangkan untuk tanaman tebu dan shorgum, konstribusi air tanah pada kedalaman muka air tanah 0.5 tidak bisa ditentukan karena tanaman tersebut tidak bisa bertahan hidup pada kedalaman air tanah seperti ini. Muka air tanah dangkal memberikan konstribusi secara signifikan terhadap kebutuhan air tanaman. Pratharpar dan Qureshi (1998) melaporkan bahwa lahan yang memiliki muka air tanah dangkal, kebutuhan air irigasi berkurang menjadi 80% dari total ET tanpa mengurangi hasil tanaman.
Retensi Air Tanah Retensi air (water retention) tanah merupakan salah satu sifat hidrolika tanah yang menggambarkan kemampuan tanah menyimpan air dalam poriporinya. Tanah dikatakan jenuh air (saturated) bila semua pori-porinya terisi air. Demikian sebaliknya, tanah tersebut menjadi tidak jenuh (unsaturated) bila terdapat sejumlah udara dalam pori-pori tersebut. Tanah menjadi kering bila sebagian besar pori-porinya terisi udara. Retensi air tanah biasanya disajikan dalam bentuk kurva dikenal dengan kurva pF. Kurva retensi merupakan hubungan antara tegangan air tanah
(
hPa) dengan kadar air (cm3.cm-3) yang menggambarkan karakteristik penahanan matriks tanah terhadap air, kemampuan tanah untuk menyediakan air tanaman, ataupun pola distribusi pori tanah (Bowo et al., 2009). Salah satu model empiris yang sering digunakan untuk menyajikan retensi air tanah adalah model Genuchten (1980), sebagai berikut: θ θr dimana: r dan s h
= =
θ s θr
1 h
n m
.................................(6)
berturut-turut kadar air tanah tersisa dan kadar air tanah jenuh (cm3/cm3) matrik potensial tanah (cm air) dan , n dan m = konstanta empirik.
Karena asumsi bahwa h merupakan nilai absolute maka model van Genuchten dimodifikasi menurut Setiawan dan Nakano (1992) sebagai berikut:
θ h θ r
θs θr
1 h h max
n m
………………………….(7)
22
Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Secara sederhana evaporasi merupakan proses penguapan air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah semua air yang diuapkan oleh tumbuhan. Evapotranspirasi (ET) merupakan dasar di dalam menentukan kebutuhan air dari tanaman (Kirnak et al. 2001). Proses ET sangat kompleks, beberapa peneliti menyederhanakannya dengan menggambarkan ET potensial (ETp) dan ET aktual (ETa). ETp adalah jumlah evapotranspirasi yang terjadi jika kadar air tanah bukan merupakan faktor pembatas (Jensen et al. 1990; Schwab et al. 1993). Dengan kata lain evapotranspirasi potensial merupakan evapotranspirasi dari suatu tanaman yang tumbuh subur pada kondisi air tersedia selalu optimal tidak pernah kekurangan air. Ada dua pengertian dari ETa tanaman yaitu, menunjukkan nilai evapotranspirasi suatu tanaman (ETc) atau nilai hasil dugaan evaportranpirasi suatu tanaman yang diperoleh dari evapotranspirasi tanaman acuan yang menurut Jensen et al. (1990) dapat dicari dengan persamaan berikut:
ETc Kc. ETo ...........................................(8) dimana: ETc = nilai dugaan evapotranspirasi potensial suatu tanaman; ETo = nilai ETp tanaman acuan; kc = koefisien tanam.
ETa menunjukkan laju evapotranspirasi nyata dari suatu tanaman yang terjadi di bawah kondisi lingkungan dan dapat dibatasi oleh ketersediaan air tanah yang rendah, yaitu seperti kenyataan di lapangan dimana umumnya irigasi diberikan dengan interval tertentu, sehingga hanya beberapa hari saja air tersedia dalam keadaan optimal dan selebihnya di bawah optimal yang akan mengakibatkan laju evapotranspirasinyapun kecil. Jackson (1977) mengemukakan bahwa evaporasi dipengaruhi oleh faktor meteorologi, termasuk di dalamnya radiasi surya, suhu permukaan evaporasi, selisih tekanan uap, kecepatan angin dan turbulensi udara. Radiasi surya merupakan sumber energi utama. Untuk menduga besarnya evapotranspirasi
23
acuan dapat dihitung dengan menggurnakan metode atau beberapa rumus empiris tergantung pada kelengkapan data iklim seperti metode Radiasi, Penman, Penman Monteith, Blaney-Criddle, dan panci evapotranspirasi (Doorenbos dan Pruit, 1977). Metode lain yang sering digunakaan untuk menduga besarnya evapotranspirasi tanaman acuan yaitu metode Hargreaves.
Model ETp ini
merupakan salah satu model yang cukup sederhana. Parameter yang dibutuhkan adalah suhu udara rata-rata harian dan radiasi matahari dengan persamaan sebagai berikut (Wu 1997): 238.8 ET p 0.0135 (T 17.78 )Rs( ) 595.5 0.55 T
dimana: ETp = Rs = T =
............................(9)
evapotranspirasi acuan (mm/hari); radiasi matahari (MJ m-2/hari); temperatur udara rata-rata harian (ºC).
Infiltrasi Tersedianya air di dalam tanah tidak terlepas dari adanya peranan laju infiltrasi. Infiltrasi merupakan peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Infiltrasi dapat digolongkan atas infiltrasi vertikal (gerakan air ke dalam tanah/bawah) sebagai akibat gaya gravitasi dan infiltrasi horizontal (gerakan air ke arah samping) akibat
gaya kapiler.
Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, di mana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Jumlah air yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas lapang disebut soil moisture difienciency (Soesanto 2008). Proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tergantung yaitu, proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukan tanah, tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah dan proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain. Tiga istilah yang perlu diketahui dalam membahas infiltrasi, yaitu laju infiltrasi, kapasitas infiltasi dan infiltrasi kumulatif. Laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah per satuan waktu, yang dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam (Digman 2002). Kapasitas infiltrasi, yang disebut dengan
24
infiltrability, adalah laju maksimum air yang dapat masuk ke dalam tanah pada suatu waktu tertentu (Subramanya 1984; Digman 2002). Sedangkan jumlah air yang terinfiltrasi dalam suatu selang waktu tertentu disebut infiltrasi kumulatif, yang merupakan integral waktu dari laju infiltrasi pada suatu selang waktu tertentu (Skaggs and Khaleel 1982). Air infiltrasi terus bergerak ke arah bawah yang sangat ditentukan oleh sifat pori, stabilitas agregat, tekstur, kedalaman lapisan impermeable, serta ada tidaknya liat yang mengembang. Kondisi permukaan seperti sifat pori dan kadar air tanah sangat menentukan jumlah air yang diinfiltrasikan dan jumlah aliran permukaan . Jadi, laju infiltrasi yang tinggi tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi besarnya erosi dan banjir yang disebabkan oleh aliran permukaan (Foth 1994). Kapasitas infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan. Hancurnya agregat tanah yang disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan pada gilirannya menyebabkan berkurangnya kapasitas infiltrasi. Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah yang terbuka menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang mengakibatkan penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi (Sarief 1998). Cara yang dapat digunakan untuk mengukur laju infiltrasi di antaranya adalah: 1) Metode Saluran (furrow stream method) 2) Metode infiltrometer tabung (cylinder infiltrometer method) Pada cara pertama laju infiltrasi ditentukan dengan mengukur penurunan air di dalam silinder tabung infiltrometer, sedang pada cara kedua laju infiltrasi diukur dengan mengukur aliran yang masuk dan keluar dari saluran.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi Beberapa faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi antara lain, tekstur dan struktur tanah, kandungan air awal (kelembaban tanah), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman serasah dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah Asdac (1995).
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi menurut Sunarhadi dan Thoriq (1999) adalah : 1. Sifat tanah yaitu tekstur tanah, struktur tanah, kandungan air tanah, profil lengas zone perakaran, alkalinitas perakaran, suhu tanah dan udara yang terperangkap dalam tanah. 2. Sifat air yang meliputi kekeruhan dan susu air 3. Sifat hujan meliputi intensitas dan lamanya hujan Keterkaitan sifat fisik tanah dan infiltrasi sangat besar karena keduanya saling mempengaruhi. Sifat fisik tanah yang penting antara lain adalah porositas tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah. 1) Ruang Pori Total dan Tekstur Tanah Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poroeus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara sehingga mudah keluar masuk tanah secara leluasa (Hanafiah 2005 ). Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi, juga menahan terhadap aliran. Semakin besar porositas maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin besar (Rahim 2003). Ruang pori tanah ialah bagian yang diduduki oleh udara dan air. Jumlah ruang pori ini sebagian besar ditentukan oleh susunan butir – butir padat. Kalau letak mereka satu sama lain cenderung erat, seperti dalam pasir atau sub soil yang padat, porositas totalnya rendah. Tanah permukaan pasir menunjukkan kisaran mulai 35 – 50%, sedangkan tanah berat bervariasi dari 40 – 60% atau barangkali malah lebih, jika kadar bahan organik tinggi dan berbutir – butir (Buckman dan Brady 1982). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 1993). Tekstur tanah adalah perbandingan kadar partikel-partikel tanah primer berupa fraksi liat, debu dan pasir dalam suatu tanah. Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan dengan
26
pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan
specifik
(specifik
surface),
kemudian
pemadatan
tanah
(compressibility) dan lain-lain (Hillel 1982). Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bila tanah padat, maka air susah untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur remah, maka akar tumbuh dengan baik. Daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah akan menentukan mudah atau tidaknya tanah terangkut air. Tanah dengan agregat lemah akan mudah didespersikan oleh air. Sehingga, daya infiltrasinya terhadap ukuran butir-butir tanah halus akan kecil dan peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar (Suplirahim 2007).
2) Permeabilitas Tanah Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam tanah, pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air lebih (excess water), aliran permukaan, dan evaporasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk melewatkan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas Tingkat
hidrolik (hydraulik conductivity) (Klute dan Dirksen 1986).
kemampuan
tanah
untuk
melewatkan
air
sangat dipengaruhi
oleh kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi 2, yakni konduktivitas hidrolik dalam keadaan tidak dalam keadaan
jenuh, dan
jenuh. Konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh,
dikenal pula dengan sebutan permeabilitas tanah (soil permeability).
3) Porositas Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara sehingga
27
mudah keluar masuk tanah secara leluasa (Hanafiah 2005 ). Kemampuan tanah menyimpan air tergantung dari porositas tanah. Pada porositas yang tinggi, tanah akan menyimpan air dalam jumlah yang banyak, sehingga air hujan akan meresap atau mengalami infiltrasi dengan cepat tanpa terjadinya aliran permukaan (Suryatmojo, 2006). Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi, juga menahan terhadap aliran. Semakin besar porositas, maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin besar. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, di mana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Jumlah air yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas lapang disebut soil moisture difienciency (Soesanto 2008).
Curah Hujan (P) dan Aliran Permukan (RO) Hujan atau presipitasi adalah suatu kejadian di atmosfir yang berhubungan dengan suhu, kelembaban dan pergerakan udara. Kejadian ini terjadi berulangulang dan berada dalam suatu mata rantai yang dinamakan daur hidrologi. Air hujan tidak selamanya efektif dapat dimanfaatkan tanaman, karena sebagian hilang berupa aliran permukaan (runoff), perkolasi dalam dan evaporasi. Hujan yang tertahan oleh tajuk tanaman akan menjadi sumber evaporasi, sehingga tidak menambah kadar air tanah, maka curah hujan sampai 2 mm yang jatuh ke areal yang tertutupi tanaman umumnya seluruhnya tertahan tajuk dan kembali lagi ke udara. Air hujan yang mencapai permukaan tanah, sebagian akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi), disimpan dalam bentuk air higroskofis, air kapiler dan dialirkan dalam bentuk air gravitasi (perkolasi). Air yang masuk ke dalam tanah dapat kembali ke udara dengan penguapan langsung dari pemukaan tanah atau melalui transpirasi oleh tumbuhan. Di permukaan tanah akan mengalir dalam bentuk aliran permukaan (Run off), dan diuapkan kembali ke udara (evaporasi). Proses ini berlangsung terus menerus membentuk siklus. Aliran permukaan (RO) merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah, terjadi ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi. Arsyad (2000) menyatakan bahwa proses terjadinya aliran pemukaan adalah curah hujan
28
yang jatuh di atas permukan tanah pada suatu wilayah pertama-tama akan masuk ke dalam tanah sebagai infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama air masih berada di bawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah terpenuhi, maka kelebihan air hujan tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depresion storage), setelah simpanan depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang disebut tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan (over land flow) kelebihan air hujan di atas sebagian menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sedikit. Setelah proses-prose hidrologi di atas tercapai dan air hujan masih berlebih, baik hujan masih berlangsung atau tidak, maka aliran permukaan akan terjadi. Selanjutnya aliran permukaan akan menuju saluran-saluran dan akhirnya akan menuju sungai sebelum mencapai danau dan laut.
Pendugaan Aliran Permukaaan Jumlah air yang menjadi aliran permukaan sangat tergantung kepada jumlah air hujan persatuan waktu (intensitas), keadaan penutup tanah, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah dan ada atau tidak adanya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan) (Rahim 2003). Jumlah dan kecepatan aliran permukaan selain bergantung pada luas
areal
tangkapan(catchment area), juga yang tidak kalah pentingnya kepada koefisien run off dan intensitas hujan maksimum. Menurut Haridjaja et al. (1991) prediksi laju maksimum aliran permukaan diperlukan untuk merencanakan saluran-saluran air, bendungan, terras dan saluran-saluran penyalur air lainnya, maka penetapan banyaknya aliran diperlukan untuk menentukan volume balong, atau reservoir yang akan dipergunakan untuk menyimpan air. Secara umum untuk menduga aliran permukaan terdiri dari dua metode yaitu, metode rasional dan metode SCS (Soil Conservation Service).
29
Untuk menduga besarnya laju maksimum aliran permukaan dengan metode rasional menggunakan persamaan sebagai berikut: Q
1 CIA 360
………………….(10)
dimana: Q = laju maksimum aliran permukaan (m3/detik) C = koefisien aliran permukaan I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas areal (hektar)
Koefisien aliran permukaan (C) merupakan kombinasi dari tiga faktor yaitu topografi (datar, bergelombang dan berbukit), tataguna lahan dan tekstur tanah, sedangkan faktor lainnya diabaikan (Rahim, 2003). Metode SCS (Soil Conservation Service) juga dikenal sebagai Hydrologic Soil Cover Complex Method.
Metoda SCS sudah digunakan oleh beberapa
peneliti (Sharma et al. 2001; Chandramohan and Durbude 2001; Sharma and Kumar 2002) karena metode ini memberikan hasil yang dapat dipakai secara konsisten untuk mengestimasi aliran permukaan. RO dianggap 0 jika; P ≥ 0.2 S. S adalah
perbedaan antara curah hujan dan air limpasan yang merupakan
parameter input yang menunjukkan ruang simpanan permukaan. Jika curah hujan > 20% dari S, RO dihitung menurut hubungan sebagai berikut (Stewart et al. 1976): P 0 .2 S RO P 0 .8 S
2
……………………….(11)
dimana: RO = aliran permukaan P = curah hujan (mm) S = bilangan kurva (curve number) aliran permukaan (mm)
Besarnya S ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: 25 400 S CN
2.54
……………………..(12)
Angka CN (curve number) adalah bervariasi dari 0 sampai 100 yang dipengaruhi oleh kondisi grup hidrologi tanah AMC (antecedent moisture content), penggunaan lahan dan cara bercocok tanam. ditunjukkan pada Lampiran 2 dan 3.
Angka CN tersebut