7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Susu Susu jika dilihat dari segi gizi merupakan makanan sekaligus bahan pangan yang memiliki kandungan gizi mendekati sempurna dan merupakan hasil sekresi dari kelenjar susu binatang mamalia (Buckle, 1988). Menurut Buckle (1988) susu merupakan bahan pangan yang memiliki daya cerna tinggi karena hampir seluruh bagian protein, hidrat arang dan lemak susu dapat diserap dan digunakan oleh tubuh, selain itu susu dapat diandalkan sebagai pemasok mineral, kalsium yang penting dan sebagai sumber vitamin, yaitu vitamin A, B dan C. Secara kimiawi susu adalah emulsi (campuran zat yang tidak saling larut) butiran lemak dalam cairan berbahan dasar air. Menurut definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kandungan terbesar dalam susu adalah air dan lemak (http://en.wikipedia.org/wiki/Emulsion). Air susu ialah air susu sapi yang tidak dikurangi atau dibubuhi sesuatu apapun dan diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus (Ressang dan Nasution 1986). Susu dapat dikategorikan sebagai susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, serta tidak dipalsukan. Susu mengandung semua bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan makhluk hidup dan sebagai bahan minuman penyempurna, hal ini disebabkan tingginya nilai gizi di dalam susu dan terdapat bahan-bahan lain yang diperlukan dalam menghasilkan produk turunan susu itu sendiri (milk products and dairy products). Berikut disajikan komposisi air susu ratarata yang dapat dilihat pada Tabel 1. Buckle (1988) menyatakan bahwa komposisi susu dapat menjadi sangat beragam tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya bergantung dari jenis ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, umur ternak, penyakit, makanan ternak dan beragam faktor-faktor eksternal seperti pemalsuan dengan air/bahan lain, aktivitas bakteri, kurangnya pengadukan dalam pengambilan sampel dan lain-lain.
8
Tabel 1. Komposisi rata-rata air susu Komposisi Air Bahan Kering: •Lemak •Bahan kering tanpa lemak: a) Putih telur •Bahan keju •Albumin b) Laktose c) Mineral, vitamin-vitamin, enzim-enzim, dan gas-gas
Kadar (%) 87,90 3,45
2,70 0,50 4,60 0,85
Sumber: Ressang dan Nasution (1986)
Komponen-komponen susu yang terpenting adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3-5% sedangkan kandungan lemak berkisar antara 3-8%. Kandungan energi adalah 65 kkal, dan pH susu adalah 6,7. Komposisi zat gizi yang paling tinggi di dalam air susu seberat 100 gram adalah air, sebesar 87,90%. Air tersebut mempunyai fungsi penting, yakni sebagai bahan sebar dari bahan-bahan kering di dalam air susu. Sejumlah bahan kering ini akan mengapung sebagai bahan-bahan yang halus, misalnya lemak dan bahan keju, sedangkan laktose, albumin, mineral-mineral serta vitamin akan terlarut didalamnya. 2.1.1 Sifat-sifat Fisik dan Kimiawi susu Seperti bahan pangan lain pada umumnya, susu juga memiliki sifatsifat fisik dan kimiawi. Menurut Buckle (1988) sifat-sifat fisik dan kimiawi susu meliputi kerapatan, pH (derajat keasaman), sifat-sifat krim, warna, cita rasa serta penggumpalan. 1. Kerapatan Kerapatan susu bervariasi antara 1,0260 dan 1,0320 pada suhu 20°C. Keragaman ini disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan zat-zat padat bukan lemak. Kerapatan susu berangsur-angsur meningkat dari saat pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam sesudah pemerahan. Meningkatnya kerapatan ini terutama disebabkan karena terbebasnya gas-gas seperti CO2 dan N2 yang terdapat di dalam susu yang baru saja diperoleh dari perahan. Kehilangan ini dapat mencapai 4-5%. Akibatnya, jika ukuran kerapatan digunakan untuk memeriksa komposisi susu, susu perlu dipanaskan sampai 45°-50°C
9
untuk menyingkirkan gas-gas tersebut dan kemudian didinginkan lagi sampai 20°C untuk mengukur. 2. pH (Derajat Keasaman) Susu segar biasanya memiliki pH yang berkisar antara 6,6-6,7 dan jika terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, angka-angka ini akan menurun secara nyata. Tentunya hal ini disebabkan karena aktivitas buffer fosfat, sitrat dan protein yang biasanya ada di dalam susu. Jika pH susu naik di atas pH 6,6-6,8 biasanya hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi, karena penyakit ini menyebabkan perubahan keseimbangan mineral di dalam susu. 3. Sifat-sifat Krim Butiran-butiran lemak pada susu timbul ke permukaan bagian atas membentuk suatu lapisan krim yang jelas. Tebal krim seringkali dipakai sebagai petunjuk bagi richness atau mutu susu. Waktu yang diperlukan bagi naiknya krim dan tebalnya lapisan krim tergantung pada tiga faktor yaitu banyaknya lemak, ukuran butiran lemak, dan sampai seberapa jauh perlakuan dengan pemanasan dilakukan terhadap susu. Susu mentah segar yang telah didinginkan hingga 4°C akan mempunyai lapisan krim yang tebal dan maksimum. Susu yang telah dipasteurisasi selama 15 detik pada suhu 71,7°C mempunyai lapisan krim yang sedikit lebih tipis dan tidak jelas. Susu yang dipanaskan pada suhu 75°C akan kehilangan sifat-sifat krimnya, homogenisasi juga merusak sifat-sifat krim tersebut. 4. Warna Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklatcoklatan. Warna putih pada susu serta penampakannya diakibatkan penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat, sedangkan bahan utama yang member warna kekuningkuningan adalah karoten dan riboflavin. Jenis sapi dan jenis makanannya dapat juga mempengaruhi warna susu.
10
5. Cita Rasa Menurut Buckle (1988) cita rasa asli susu hampir tidak dapat diterangkan, tetapi susu mendapatkan rasa manis dari kandungan laktosa, sedangkan rasa asin didapatkan dari kandungan klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Cita rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut ini: a. Fisiologis, seperti cita rasa makanan sapi misalnya alfafa, bawang merah, bawang putih dan cita rasa algae yang akan masuk ke dalam susu jika bahan-bahan itu mencemari makanan dan air minum sapi. b. Enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan lipase pada lemak susu. c. Kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak. d. Bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap. e. Mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang kemungkinan ada di sekitarnya, sabun dan dari larutan chlor. 6. Penggumpalan Penggumpalan atau pengentalan merupakan salah satu sifat susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam. Enzim rennet (dadi) yang dihasilkan di dalam perut besar anak sapi atau enzim proteolitik lain yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan susu. Sementara itu penggumpalan oleh asam dikendalikan oleh pH. Partikel casein berada pada titik isoelektris pada pH 4,6. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun dan menyebabkan pengendapan.
11
2.1.2 Jenis Susu Cair menurut Teknik Pemrosesan Susu cair yang dipasarkan tentunya diolah dan diproses terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pengolahan air susu bertujuan untuk mengolah susu menjadi bahan makanan yang enak, bergizi, aroma yang baik serta memiliki daya simpan yang lebih tahan lama. Menurut jenis teknik pemrosesannya, susu cair terbagi menjadi empat macam, yaitu susu mentah dalam kemasan botolan atau karton (yang tidak mengalami pengolahan), susu pasteurisasi, susu UHT dan susu sterilisasi (Jane et al.1986). Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis teknik pemrosesan susu: 1. Susu mentah Susu mentah adalah susu yang tidak diproses, baik pasteurisasi (pemanasan) maupun homogenisasi (perlakuan tekanan udara terhadap susu untuk mencegah krim terpisah dari cairan) sebelum dikonsumsi oleh manusia (http://en.wikipedia.org/wiki/Rawmilk). Rasanya berbeda dengan susu yang telah diproses, begitu juga dengan kemudahan cernanya, namun susu mentah lebih berisiko menyebabkan penyakit apabila dikonsumsi, karena kemungkinan terdapat mikroorganisme pathogen yang terkandung di dalamnya. 2. Susu Pasteurisasi Pasteurisasi merupakan proses memanaskan susu baik pada suhu 62,8°C selama 30 menit (suhu relatif rendah dan waktu yang lama) atau biasanya pada suhu 71,7°C selama 15 detik (suhu tinggi dan waktu yang singkat). Proses pasteurisasi bertujuan untuk membunuh organisme patogen, seperti bakteri, virus, protozoa, jamur (kapang) dan ragi. Umur simpan susu pasteurisasi maksimal satu minggu terhitung sejak tanggal produksi. 3. Susu UHT (Ultra High Temperature/Ultra Heat Treated) Susu UHT diproses melalui pemanasan susu pada suhu 132°C selama tidak kurang dari satu detik (Jane et al.1986). Literatur lain mengatakan bahwa susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan yang sangat tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu suhu 135-145°C selama 2-5 detik (Amanatidis,
12
2002). Pemanasan dengan suhu yang tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk dan patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya, sehingga memiliki mutu yang sangat baik. 4. Susu Sterilisasi Susu sterilisasi merupakan susu cair yang diproses menggunakan pemanasan pada suhu tidak kurang dari 100°C. Proses sterilisasi mematikan seluruh organisme, baik yang patogen maupun yang menguntungkan. 2.1.3 Keunggulan Susu UHT Menurut Astawan (2008) terdapat tiga keunggulan yang dimiliki susu UHT dibandingkan susu pateurisasi dan susu segar. Tiga keunggulan tersebut, yaitu: 1. Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah waktu penyimpanannya yang sangat panjang pada suhu kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. 2. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit
dan
pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. 3. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Sedangkan kesulitan UHT adalah penggunaan teknologi sehingga membutuhkan peralatan yang lengkap dan steril kndisinya. Pabrik juga perlu dijaga agar tetap pada suhu steril, demikian pula antara pemrosesan dan pengemasan (bahan pengemasan, pipa saluran, tangki, pompa). Tenaga ahli dibutuhkan untuk pengoperasian mesin pabrik. Selain itu, proses sterilisasi harus diikuti langsung dengan pengemasan anti busuk.
13
2.2. Experiential Marketing Schmitt (1999) menyatakan bahwa experiential marketing (pemasaran yang memberikan pengalaman) ada dimana-mana. Dalam berbagai macam pasar dari barang-barang konsumen ke produk-produk industri dan berteknologi tinggi, perusahaan menggunakan experiential marketing untuk tujuan yang berbeda-beda. Tujuan tersebut adalah mengembangkan produk baru, berkomunikasi dengan pelanggan, memperbaiki hubungan penjualan, merancang jarak retail, dan membangun website. Menurut Schmitt (1999), pengalaman adalah peristiwa khusus yang terjadi pada orang sebagai tanggapan atas beberapa jenis rangsangan. Pengalaman merupakan hasil pengamatan dan keterlibatan dalam peristiwaperistiwa yang nyata dan rekayasa. Pengalaman-pengalaman seperti itu melibatkan bagian dalam diri yaitu indera, perasaan, pikiran dan badan. Pengalaman melibatkan rasional dan emosional pada diri manusia. Jadi, experiential marketing adalah kemampuan produk untuk menawarkan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan konsumen. 2.2.1 Lahirnya Experiential Marketing Seiring dengan masuknya manusia ke dalam abad baru, perusahaanperusahaan mere-engineer diri mereka dan mendefinisikan keunggulan utama mereka, dan mereka sekarang telah siap untuk mengkapitalisasikan kekuatan baru serta mengembangkan asset mereka. Fokusnya ada pada pertumbuhan (growth), kebangkitan (revival) dan perluasan (expansion). Perusahaan ingin mengkapitalisasikan kesempatan yang disediakan oleh revolusi informasi. Mereka ingin membangun merek mereka dan menciptakan komunikasi dua arah yang terintegrasi secara global dengan para konsumennya (Schmitt, 1999), namun pemasaran tradisional (traditional
marketing)
dan
konsep-konsep
bisnis
tidak
banyak
memberikan arahan mengenai bagaimana untuk mengkapitalisasikan munculnya Experiential Economy. Traditional marketing dikembangkan untuk merespon revolusi industri, bukan revolusi informasi, branding dan komunikasi yang kita hadapi sekarang ini. Saat ini, konsumen menganggap fitur fungsional dan kegunaan kualitas produk dan brand
14
image yang positif sebagai sesuatu yang mutlak ada pada sebuah produk. Apa yang mereka inginkan sekarang adalah produk, komunikasi dan kampanye pemasaran yang menggugah indera, menyentuh hati dan merangsang pikiran mereka. Mereka menginginkan produk dan kampanye pemasaran yang memberikan sebuah pengalaman. Kemampuan sebuah perusahaan untuk menciptakan sebuah pengalaman konsumen (customer experience) yang diinginkan dan menggunakan teknologi informasi, merek, komunikasi yang terintegrasi dan hiburan akan sangat menentukan kesuksesan perusahaan tersebut di dalam pasar global di era baru ini. 2.2.2 Kegunaan Experiential Marketing Experiential Marketing semakin banyak digunakan oleh perusahaanperusahaan
untuk
menciptakan
experiential
connection
dengan
konsumennya. Experiential Marketing khususnya sangat relevan bagi perusahaan multinasional untuk mendorong terbentuknya global brands (merek
global).
Experiential
Marketing
dapat
digunakan
secara
menguntungkan di dalam banyak situasi, diantaranya: 1. Membangkitkan kembali merek yang telah mengalami penurunan. 2. Mendiferensiasikan sebuah produk dari para pesaingnya. 3. Menciptakan sebuah image dan identitas untuk sebuah perusahaan. 4. Mempromosikan inovasi. 5. Mendorong percobaan (trial) pembelian dan yang paling penting adalah loyalitas konsumen. Selain
hal-hal
tersebut,
menurut
Kartajaya
(2006),
konsep
experiential marketing dapat menimbulkan memorable experience yang menyebabkan pelanggan menjadi advocator setia perusahaan. Hal tersebut juga dapat menjadi pemicu buzz marketing atau cerita dari mulut ke mulut yang sangat positif bagi citra suatu merek. 2.2.3 Strategic Experiential Modules (SEMs) Daya tarik experience jarang sekali hadir hanya dalam satu bentuk modul, sehingga lebih baik jika ditetapkan sistem kombinasi. Sehingga kelima faktor tersebut menciptakan suatu kesatuan experience yang istimewa, yang dikenal dengan sebutan Holistic Experience. Berikut ini
15
merupakan lima experience yang menyusun Strategic Experience Modules (SEMs) yang ditunjukkan pada Gambar 1:
SENSE
FEEL
EXPERIENTIAL MODULES
THINK
ACT
RELATE
Gambar 1. Strategic Experiential Modules/SEMs (Schmitt, 1999) 1. Sense Sense marketing mengacu pada kelima panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, pengecapan dan sentuhan (Schmitt, 1999). Tujuan umum dari sense marketing adalah untuk menghasilkan kenikmatan estetika (kegembiraan, keindahan, kepuasan) konsumen melalui rangsangan panca indera. Estetika dalam lingkup pemasaran adalah suatu cara memasarkan produk melalui rangsangan panca indera yang menghasilkan output berupa identitas merek produk itu sendiri. Seringkali sensory experience merupakan faktor penentu daya tarik sebuah produk. Menurut Kertajaya (2006) penggunaan multisensory pada panca indera akan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan single-sensory, dan yang terpenting adalah
harus
bisa
menjaga
konsistensi
pesan
yang
hendak
disampaikan. Kelima panca indera yang distimulasi ini diharapkan bisa membawa masuk suatu pesan yang solid dan terintegrasi.
16
2. Feel Setelah panca indera sudah di stimulasi melalui sense, maka langkah selanjutnya adalah tahap feel. Produsen harus mengusahakan agar pelanggannya memiliki perasaan (feel) yang baik, karena perasaan yang baik akan menimbulkan kemudahan untuk berfikir positif (Kertajaya, 2006). Menurut Schmitt (1999) feel adalah suatu strategi dan implementasi yang bermaksud mempengaruhi pasar atas produk melalui media Experience Providers, untuk dapat berhasil harus dipahami bagaimana cara menciptakan suatu perasaan pada saat proses konsumsi terhadap produk berlangsung. Tujuan utama dari Feel Marketing adalah menciptakan ikatan yang kuat antara merek dengan konsumennya. Feel Marketing terdapat pada iklan, produk, merek produk bahkan desain produk dan kemasannya. Di dalam mengelola feel terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Seorang experiential marketer yang baik sebaiknya dapat membuat mood dan emotion konsumen sama dengan apa yang diinginkannya. Metode paling ampuh untuk melaksanakan Feel Marketing yaitu: a. Diperlukan kesabaran. Sebagai contoh, dalam dunia periklanan untuk
mendapatkan
awareness
produk,
konsumen
harus
mengalami repetisi iklan karena dari repetisi tersebut akan muncul rasa familiar yang kemudian bisa berkembang menjadi perasaan suka ataupun justru benci. b. Kualitas prosedur diperhitungkan, kampanye iklan yang baik biasanya dilakukan oleh orang yang memang ahli di bidangnya. c.
Menggunakan
iklan
sebagai
media
interpretasi
produk,
menyampaikan pesan produk ke dalam benak konsumennya. Dalam arti memberikan kesempatan konsumen yang tidak mampu membeli produk untuk merasakan experience yang dimaksudkan. 3. Think Tujuan utama dari Think Marketing adalah mendorong konsumen untuk terlibat dalam suatu pemikiran kreatif yang luas dan berdampak pada perubahan image produk. Sekaligus juga berperan penting dalam
17
merubah asumsi dan ekspetasi konsumen yang kuno. Inti dari Think Marketing adalah bagaimana cara menarik minat konsumen pada perusahaan dan produk yang ditawarkan melalui ajakan untuk berfikir kreatif (Schmitt, 1999). Dengan kata lain konsumen dipaksa secara halus dalam menarikkesimpulan tentang produk yang ditawarkan, dan penting untuk diingat bahwa pemasar harus senantiasa sadar siapa yang menjadi target pemasarannya. Kunci keberhasilan Think Campaign adalah penggabungan dari konsentrasi dan perhatian konsumen pada produk yang ditawarkan pemasar. Konsentrasi adalah suatu keadaan pikiran dimana seseorang terfokus mendeteksi input yang relevan dengan tujuannya. Perhatian adalah suatu keadaan pikiran yang terjadi saat seseorang begitu mencermati secara detail dan berupaya membedakan satu objek dengan objek lainnya. 4. Act Act marketing didesain untuk menciptakan experience konsumen yang berkaitan dengan kondisi fisik, pola perilaku jangka panjang dan gaya hidup sebagai manifestasi dari interaksi dengan orang lain. Pada pemasaran
tradisional
seringkali
diabaikan
kemungkinan
diciptakannya Act Experience. Dari sisi perilaku konsumen, pemasar lebih memusatkan perhatian pada bagaimana cara mempengaruhi dan mengelompokkan perilaku dan gaya hidup konsumen daripada memahami keseluruhan kualitas Act experience yang meliputi: a. Physical body experience b. Life style c. Interaction d. Non-verbal behavior e. Self perceptions f. Behavioural modifications g. Reasoned action 5. Relate Relate Marketing mengembangkan suatu experience diluar sensasi personal, perasaan, logika dan tindakan dengan menghubungkan
18
individu pada konteks sosial budaya yang lebih luas dalam merefleksikan suatu merek. Relate Marketing seringkali menghasilkan experience dalam bentuk sense, feel, think dan act walaupun tujuan utamanya adalah membangun relasi antara arti sosial dari produk tersebut dengan konsumennya. Inti dari Relate Marketing adalah mengajak orang untuk bersosialisasi, berhubungan atau mempunyai ikatan dengan orang lain atau kelompok sosial lain bahkan dengan kebudayaannya secara keseluruhan melalui media produk tersebut. Tujuan lain dari Relate Marketing adalah setara dengan tujuan kita mengkaitkan diri dengan orang lain yaitu memenuhi kebutuhan untuk berada dalam suatu kelompok dan memperoleh apa yang disebut sebagai identitas sosial. 2.2.4 Alat-alat penting dari Experiential Marketing:Experiential (ExPros)
Providers
Experience Providers (ExPros) merupakan komponen implementasi taktis dalam tahap penyelesaian pemasaran untuk menciptakan kampanye sense, feel, think, act dan relate. Alat-alat penting yang diperlukan dalam pelaksanaan experiential marketing adalah: a. Komunikasi, mencakup periklanan, komunikasi internal dan eksternal perusahaan sebaik kampanye hubungan publik (public relations) terhadap merek. b. Identitas visual/verbal, mencakup nama, logo dan lambang. c. Produk, mencakup desain produk, pengemasan dan penampakan produk dan karakter merek yang digunakan sebagai bagian dari pengemasan dan poin dari material penjualan. d. Co-Branding (kerjasama merek), mencakup event marketing dan sponsorship, aliansi dan partnership, perizinan, penempatan produk dalam film, kerjasama kampanye dan tipe lain dari pengaturan kerjasama. e. Lingkungan, mencakup bangunan, kantor, jarak pabrik, retail dan jarak pabrik dan perdagangan. f. Website dan media elektronik.
19
g. Orang, mencakup sales people, perwakilan perusahaan, penyedia jasa, penyedia pelayanan pelanggan dan siapa saja yang terlibat dengan perusahaan atau merek. Experiential Providers tersebut dapat memberikan pemahaman baru tentang hubungan antara produk dan konsumennya. Demi mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, Experiential Providers dapat menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan. Pemasar harus dapat memutuskan Experiential Providers mana yang akan digunakan untuk menciptakan SEMs tertentu agar dapat menemukan Experiential image dari perusahaan atau brand secara tepat. 2.3. Dimensi Kualitas Produk Menurut Garvin dalam Umar (2005) untuk menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. 2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. 3. Reliability, merupakan hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. 4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
Konfirmasi
merefleksikan
derajat
ketepatan
antara
karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan. 5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang. 6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
20
7. Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual. 8. Fit and finish, yaitu sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas. 2.4. Emotional Branding Emotional Branding adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun kekuatan loyalitas merek, bagaimana mengikat konsumen yang saat ini semakin kritis ke dalam tingkat emosional yang terdalam (Gobe, 2001). Menurut Gobe (2001), ada sepuluh petunjuk untuk menjadikan merek yang emosional, yaitu: 1. Dari konsumen ke masyarakat, memberikan yang terbaik ke konsumen pada saat pembelian walaupun tidak berhubungan langsung dengan mereka dan membangun hubungan partnership berdasarkan hubungan yang saling menguntungkan. 2. Dari produk ke pengalaman, menciptakan produk yang mengesankan dengan memberi nilai tambah sehingga akan terpatri atau terpelihara dalam ingatan emosi konsumen yang paling dalam. 3. Dari kejujuran ke kepercayaan, strategi ini menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi konsumen serta memberikan prioritas utama dalam pilihan mereka. 4. Dari kualitas ke pilihan, memberikan kualitas yang terbaik dan mempertajam fokus (merek yang kuat akan selalu dimulai dengan mempertajam kategori produk dan bukan memperluasnya), sehingga membekas di benak konsumen. 5. Dari kemahsyuran ke aspirasi, menjadi dikenali tidak berarti bahwa produk Anda juga dicintai. Anda tidak hanya memperkenalkan produk jika ingin diminati, tetapi juga berusaha menghasilkan produk yang sesuai dengan aspirasi/keinginan konsumen. 6. Dari identitas ke kepribadian, identitas merek adalah unik dan menunjukkan sebuah titik perbedaan untuk berhadapan dengan lingkungan
21
persaingan, tapi ini hanyalah langkah pertama, di sisi lain ada kepribadian merek yang istimewa karena memiliki karakter yang berkarisma dan dapat membangkitkan reaksi emosional konsumen. 7. Dari fungsi ke perasaan, membuat identifikasi produk dengan menekankan pada manfaat produk hanya relevan jika inovasi produk adalah mengesankan dan menyenangkan konsumen, karena hal tersebut memberikan manfaat yang sangat berarti sehingga menyentuh jiwa konsumen. 8. Dari ada dimana-mana ke kehadiran, hampir tidak ada tempat di dunia ini yang belum digunakan untuk promosi sebuah merek. Hal ini dapat kita lihat pada papan iklan, halte bus, dinding/tembok, T-shirt, topi, mug, stadion dan sebagainya. Semua itu merupakan strategi perusahaan agar produknya dikenal dan hadir di benak konsumen. 9. Dari konsumen ke dialog, perusahaan tidak hanya dituntut untuk menyampaikan iklan dan pesan kepada banyak orang, namun juga dituntut untuk menciptakan dialog/percakapan yang lebih akrab dengan konsumen. 10. Dari pelayanan ke hubungan, memberikan pelayanan yang terbaik dan perhatian khusus bagi konsumen, sehingga akan membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen. Emotional branding mengajarkan cara mengidentifikasi dan memberi kekuatan penawaran produk serta brand dan menghubungkan pada pengalaman pelanggan dengan produk serta brand, sehingga akan terbangun hubungan yang kuat antara produk serta brand dan konsumen. Hasilnya adalah membuka rahasia emotional branding, menciptakan hubungan konsumen dengan merek dan menunjukkan kejayaan baru bisnis kita, dimana semua itu merupakan penemuan dan penerapan kekuatan cara baru dengan menggunakan “perasaan”. 2.5. Loyalitas Konsumen Lovelock dan Wright (2005) menyatakan bahwa loyalitas merupakan istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk melukiskan kesetiaan dan pengabdian antusias kepada negara, cita-cita, atau individu. Namun, belakangan ini dalam konteks bisnis, istilah ini telah digunakan
22
untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah
perusahaan
dalam
jangka
panjang,
dengan
membeli
dan
menggunakan barang dan jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi secara
eksklusif,
dan
dengan
sukarela
merekomendasikan
produk
perusahaan tersebut kepada teman-teman dan rekan-rekannya. Loyalitas akan berlanjut hanya sepanjang pelanggan merasakan bahwa ia menerima nilai yang lebih baik dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan beralih ke penyedia jasa lain. Setiap perusahaan tentunya ingin mendapatkan konsumen dengan loyalitas yang tinggi. Untuk itu, perusahaan harus berusaha mempertahankan pelanggannya dengan berbagai cara. Dengan mengetahui bagaimana cara membentuk loyalitas konsumen mulai dari mencari konsumen potensial sampai dengan mendapatkan advocate customers, perusahaan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan keuntungan. Dalam bukunya, Kartajaya (2006) menyatakan bahwa kata kunci untuk mengukur kepuasan dan loyalitas pelanggan adalah rekomendasi. Loyalitas pelanggan adalah sesuatu yang lebih daripada sekadar pembelian berulang (repeat purchases). Banyak yang masih menyangka bahwa jika pembeli membeli suatu produk secara terus-menerus, maka sudah pasti ia merupakan pelanggan yang loyal. Padahal belum tentu demikian. Seseorang melakukan pembelian berulang atau rutin menggunakan jasa belum tentu dikarenakan loyal, melainkan dapat disebabkan hal-hal lain, seperti terbatasnya pilihan atau kurangnya informasi tentang produk lain. Menurut Griffin (2005), loyalitas konsumen adalah suatu komitmen yang kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasas yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat mereka beralih untuk membeli produk lain tersebut. Jadi loyalitas konsumen adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu. Membentuk konsumen menjadi konsumen yang loyal bukan hal yang mudah, seseorang harus melalui beberapa tahapan yang prosesnya memakan
23
waktu cukup lama dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap. Dengan memenuhi kebutuhan dari setiap tahap tersebut, maka perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembelinya menjadi konsumen dan klien yang loyal. Menurut Griffin (2005), bahwa tahapan tingkatan konsumen yang loyal adalah: 1. Suspects (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapum mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan. 2. Prospects (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang atau jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan unutk membelinya. Para prospects ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut kepadanya. 3. Disqualified prospects ( yang tidak berkemampuan), yaitu prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut. 4. First time customer (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru. 5. Repeat customer (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. 6. Clients (pelanggan tetap), yaitu membeli semua barang atau jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk perussahaan pesaing. 7. Advocates (pelanggan tetap dan pendukung), yaitu seperti clients akan tetapi juga mengajak teman-teman mereka yang lain agar membeli barang atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
24
Menurut Griffin (2005), dengan meningkatkan loyalitas konsumen maka akan memberikan manfaat bagi perusahaan, setidaknya dalam beberapa hal berikut : 1. Menurunkan biaya pemasaran, bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada. 2. Menurunkan biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, pembuatan akun baru, dan biaya lain-lain. 3. Menurunkan biaya turn over konsumen, karana tingkat kehilangan konsumen rendah. 4. Menaikkan penjualan
yang
akan
memperbesar
pangsa
pasar
perusahaan. 5. Word of mouth yang bertambah, dengan asusmsi bahwa pelanggan yang setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan. 6. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya penggantian atas produk yang rusak. 2.6. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti (Suliyanto, 2005). Fungsi analisis faktor antara lain
untuk
mengidentifikasi dimensi-dimensi
mendasar
yang
dapat
menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel, mengidentifikasi variabelvariabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkolerasi, dan mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk di analisis dengan analisis multivariat lainnya. Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam analisis faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut (Suliyanto, 2005) : 1.Korelasi atau keterkaitan antarvariabel harus kuat.
25
Hal ini dapat diidentifikasikan dari nilai determinannya yang mendekati nol. 2. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Nilai kaiser-meyer-olkin measure of sampling adequacy (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Untuk dapat dilakukan analisis factor, nilai KMO dianggap cukup apabila nilai KMO ≥ 0,5. 3. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. MSA (measure of sampling adequacy) merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis factor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA ≥ 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA ≥ 0,5 variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu per satu. 4. Pada beberapa kasus, setiap variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor harus menyebar secara normal. Kemudian proses analisis faktor dilakukan menggunakan bantuan program SPSS 15 for Windows yang menurut Santoso (2004), memiliki garis besar tahapan sebagai berikut: 1. Pemilihan variabel yang layak dimasukan kedalam analisis faktor. Karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokkan. Kaiser Meyer-Olkin Measure of Sampling Adiquacy (KMO-MSA) and Barlett’s test dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Bila angka KMO-MSA diatas 0,5, maka kumpulan vaariabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. 2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel hinga menjadi satu atau beberapa faktor. Metode pencarian faktor yang populer diantaranya adalah komponen utama (Principle Component Method).
26
3. Memperjelas apabila faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain, maka dilakukan proses rotasi. Hal ini dilakukan, karena biasanya faktor yang terbentuk kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor sehingga menyulitkan analisis. 4. Menghilangkan angka pada tabel (factor loading) yang berada dibawah 0,5 sebagai angka pembatas (Cut off Point) agar sebuah variabel dapat secara nyata termasuk sebuah faktor. Factor loading adalah besar korelasi antara suatu variabel dengan faktornya. 5. Menamakan faktor yang terbentuk. Penamaan faktor tergantung pada nama-nama variabel yang terkumpul pada satu faktor dan interpretasi masing-masing analisis, sehingga sebenarnya pemberian nama bersifat secara subjektif, karena tidak ada ketentuan pasti mengenai pemberian nama tersebut.Kelebihan analisis faktor adalah dapat menerangkan struktur hubungan diantara banyak variabel yang diamati dalam sejumlah kecil faktor-faktor yang merupakan besaran acak yang tidak dapat diukur secara langsung. Analisis ini juga memiliki kelemahan yaitu analisis ini memiliki banyak pemecahan masalah yang dikemukakan para ahli, sehingga akhirnya tergantung penilaian peneliti mngenai kegunaan dan interpretabilitas ilmiahnya. 2.7. Tabulasi Silang (Crosstab) Tabulasi silang (crosstab) merupakan salah satu bentuk statistik deskriptif yang menyajikan data dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris dan kolom (Santoso dan Tjiptono, 2001). Tabulasi silang ini memiliki ciri adanya dua variabel atau lebih yang mempunyai hubungan secara deskriptif. Data untuk penyajian tabulasi silang pada umumnya adalah data kualitatif, khususnya yang berskala nominal, seperti jenis kelamin, usia, dan sebagainya. 2.8. Penelitian Terdahulu Studi yang telah dilakukan berkaitan dengan experiential marketing dan emotional branding dilakukan oleh tim MarkPlus & Co dan majalah SWA. Adapun studi tersebut hanya bertujuan memilih orang-orang yang ahli
27
di bidang experiential marketing dan emotional branding (EXEM). Studi ini dilakukan dengan cara mengundang para pembaca SWA untuk memilih tiga produk dari 21 nominator (Extra Joss, Aqua, tahapan BCA, Garuda Indonesia, Telkomsel, Kartu Kredit Citibank, Nokia, McDonald’s, Pepsodent, Teh Botol Sosro, Jogya, Dji Sam Soe, Coca Cola, Lux, Indofood, Hewled Packard, Sari Ayu, Equil, Viagra, MTV, dan Harley Davidson) yang paling memberikan pengalaman tak terlupakan, dari ketiga pilihan itu, pembaca diminta menetapkan produk mana sebagai urutan 1, 2, dan 3. Survei ini berhasil menjaring 79 responden. Hasil survei tersebut, yaitu urutan 1, Extra Joss menempati peringkat pertama, disusul Aqua dan Tahapan BCA; urutan 2, Nokia menempati peringkat pertama, disusul Pepsodent dan Aqua; urutan 3, McDonald’s menempati peringkat pertama, disusul Indofood dan Tahapan BCA. Hasil penelitian Novindra (2003) yang mengangkat topik tentang Hubungan Experiential marketing dan Emotional branding (EXEM) dengan loyalitas konsumen Susu Kental Manis pada PT Indomilk (Studi kasus di Kotamadya Bogor), menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen SKM Indomilk dinyatakan cukup loyal, dikarenakan banyaknya konsumen yang termasuk criteria clients (67%), yaitu konsumen yang membeli SKM Indomilk secara teratur (rutin) dan tidak terpengaruh oleh SKM lain, walaupun konsumen yang termasuk criteria advocates (konsumen yang termasuk clients dan juga menganjurkan orang lain untuk mengkonsumsi SKM Indomilk) hanya sedikit (7%). Hal ini menunjukkan PT Indomilk cukup berhasil dalam melaksanakan prinsip-prinsip experiential marketing dan
emotional
branding
untuk meningkatkan
loyalitas
konsumen.
Berdasarkan Uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara experiential marketing PT Indomilk dengan loyalitas konsumen SKM Indomilk, sehingga semakin baik experiential marketing ataupun emotional branding PT Indomilk dapat meningkatkan loyalitas konsumen SKM Indomilk. Eko Budi Prayogo (2007) meneliti tentang Analisis Pengaruh Experiential Marketing terhadap loyalitas konsumen coffee shop de Koffie
28
Pot Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen coffee shop de Koffie Pot dinyatakan sangat loyal. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya konsumen yang termasuk kriteria advocates (59,5%) dan clients (40%). Tampak bahwa terdapat kecenderungan perubahan konsumen dari clients menjadi advocates cukup besar, apabila perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah bagi konsumen.