II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame 2.1.1 Budidaya Ikan Gurame Menurut Senjaya (2002), pembudidayaan gurame pada usaha pembenihan memegang peranan penting karena selama ini ketersediaan benih siap tebar masih belum dapat mengimbangi permintaan benih untuk usaha pembesaran. Terbatasnya ketersediaan benih antara lain disebabkan sebagian besar petani masih melakukan pembenihan di kolam sehingga tingkat mortalitas benih cukup tinggi, terutama setelah benih menetas sampai ukuran 1 cm. Senjaya (2002) menyatakan bahwa peluang untuk mengembangkan pembudidayaan
gurame
masih
sangat
besar
disebabkan
hasil
dari
pembudidayaannya masih belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam negeri, apalagi pasar ekspor. Karena itu, peluang usaha pembenihan dan pembesaran gurame masih sangat menjanjikan dan perlu terus ditingkatkan. Besarnya peluang usaha gurame ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya keunggulan yang dimiliki gurame bila dibandingkan dengan ikan air tawar konsumsi lainnya. Menurut Mahyuddin (2009) keunggulan yang dimiliki Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) dapat dibudidayakan di kolam air tenang dan minim oksigen karena memiliki alat pernafasan tambahan selain insang yaitu labirin. Ada beberapa jenis ikan gurame, antara lain: Angsa, Jepun, Blausafir, Paris, Bastar dan Porselen. Ikan ini pada umumnya mempunyai bentuk badan pipih dan lebar. Pada ikan yang sudah dewasa, lebar badannya hampir dua kali panjang kepala atau ¾ kali panjang tubuhnya. Ketinggian lokasi yang cocok untuk budi daya gurame adalah 0—800 m dpi dengan suhu 24—28° C. Gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal. Budidaya ikan gurame memerlukan kolam penyimpanan induk, kolam pemijahan, kolam/bak penetasan dan pemeliharaan benih, kolam pendederan, kolam pembersaran dan kolam pemberokan (penyimpanan sebelum di pasarkan). Sebelum dilakukan kegiatan budidaya, perlu dilakukan pembuatan kolam yang
meliputi antara lain pembuatan pematang, saluran pemasukan air dan saluran pembuangan air, pintu pematang air, pintu pembuangan air, serta pengolahan dasar kolam dengan pupuk dan kapur. Setelah kolam siap untuk digunakan, baru dilakukan kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran ikan gurame. ( Mahyuddin, 2009) Persiapan kolam dilakukan untuk menyiapkan proses budidaya. Kolam tanah yang digunakan per kolam seluas 80-400 m2 . Pada tahapan persiapan kolam yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan wadah dengan cara membuka saluran outlet dan menutup saluran inlet yang mana merupakan pipa PVC dengan ukuran 3-4 inch. Kolam yang sudah kering dibiarkan selama 5 hari. Setelah itu tanah dicangkul lalu diratakan kembali dengan tujuan ketika nanti diairi, tanah menjadi lembut dan lubang-lubang tanah akan tertutup. Tahap kedua mempersiapkan
pematang,
ukuran
pematang
disesuaikan
dengan
luas
kolam.Pematang yang dibuat dari tanah biasanya ditumbuhi rumput, oleh karena itu rumput yang tumbuh disekitar pematang dibersihkan terlebih dahulu. Pemasangan kemalir dengan tujuan untuk mempermudah pengeringan kolam dan ketika panen benih ikan akan mudah di ambil. Pemberian kapur untuk meningkatkan
pH
air,
sekaligus
merangsang
populasi
dan
aktivitas
mikroorganisme tanah. Dosis kapur yang digunakan adalah 0,05 kg/m2 dan terbesar adalah 0,15 kg/m2 . Jumlah kapur yang diberikan disesuaikan dengan luas lahan. Proses selanjutnya pemupukan yakni dengan mencampurkan urea 1 kg, TSP 1,5 kg dan postal secukupnya, tujuan pemupukan untuk menumbuhkan pakan alami didalam kolam. ( Kurniawan, 2011) Teknik budidaya ikan gurame terdiri dari kegiatan pembenihan, pendederan, pembesaran sehingga produksi ikan gurame terbagi atas tiga jenis yakni telur dan larva gurame dari hasil pembenihan, benih gurame dari hasil pendederan dan gurame pedaging dari hasil pembesaran. Kegiatan pembenihan dilakukan tahap pemijahan, penetesan telur dan perawatan larva. Telur yang telah menetas dari induknya dipelihara hingga menjadi larva dengan berat 0,5 gram selama 1 bulan. Kegiatan pendederan dibagi atas lima tahap pemeliharaan benih yang siap dibesarkan yaitu satu, pemeliharaan benih gurame dari 0,5 gram sampai 1 gram selama satu bulan. Dua, pemeliharaan benih gurame dari 1 gram 10
hingga mencapai berat 5 gram selama satu bulan. Tiga, pemeliharaan benih gurame dari 5 gram mencapai berat 20-25 gram selama dua bulan. Empat, pemeliharaan benih gurame 20-25 gram sampai 75-100 gram selama dua bulan. Lima,
pemeliharaan benih gurame dari 75-100 gram sampai berat 200-250 gram
selama tiga bulan. Kegiatan pembesaran, pemeliharaan benih atau membesarkan benih hasil pendederan minimum berkisar dari 100 gram atau 250 gram hingga mencapai ukuran konsumsi dengan berat lebih dari 500 gram selama lebih kurang 3 bulan. Tapi, terkadang petani ikan membesarkan ikan gurame hingga mencapai 700-1.000 gram per ekor
untuk memenuhi
permintaan konsumen.
(Mahyuddin, 2009) Teknik budi daya secara intensif dapat menghasilkan gurame dengan produktivitas tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Teknik budidaya ini dapat mengatasi pertumbuhan ikan gurame yang tergolong lambat serta dapat memperbaiki teknik pemeliharaan konvensional yang selama ini lazim dilakukan petani gurame. Pertumbuhan ikan gurame dapat dipacu dengan meningkatkan produktivitas gurame antara lain melaiui pemeliharaan yang baik, meliputi padat penebaran yang tepat, pengelolaan air yang baik, pemberian pakan yang tepat, jumlah pakan yang mencukupi, serta penanggulangan hama dan penyakit. Pemeliharaan secara intensif dapat menghasilkan benih berkualitas baik, sehat, dan seragam ukurannya. Tingkat kehidupannya mencapai 85—90%, lebih besar dari pemeliharaan benih biasa yang tingkat kematiannya mencapai 50—70%. Media yang dipakai dalam pendederan dan pembesaran secara intensif adalah keramba jaring apung. Benih yang digunakan untuk memproduksi gurame ukuran konsumsi (berat minimum 500 gram per ekor),sebaiknya sudah memiliki berat sekitar 100 gram per ekor dan berasal dari lokasi yang ketinggian dan iklimnya sama dengan lokasi pembesaran. Benih yang memenuhi persyaratan tersebut biasanya memiliki laju pertumbuhan cepat. ( Senjaya, 2002) Menurut Jangkaru (2007), Jenis pakan ikan gurame terdiri dari pakan alami (organik) berupa daun-daunan maupun pakan buatan (anorganik), berupa pelet. Pakan alami yang digunakan antara lain daun sente (Alocasia macrorrhiza (L), Schott), Kangkung (Ipomea reptans Poin), ketimun (Cucumis sativus L), labu (Curcubita moshata Duch en Poir). Selain itu, gurame juga dapat diberi pakan 11
tambahan berupa pelet yang mengandung protein tinggi, yaitu sekitar 32% dengan porsi 2—3% dari bobot badan per hari. Hama yang biasanya menganggu ikan gurame adalah ikan liar pemangsa seperti gabus (Ophiocephalus striatur BI), serangga air seperti ucrit (larva Cybister sp), pesaing ikan budidaya seperti mujair, hewan pengganggu seperti katak (Rana spec), ular dan tikus. Gangguan penyakit dapat lebih mudah menyerang ikan gurame pada saat musim kemarau dimana suhu menjadi lebih dingin. Penyakit yang timbul bukan karena serangan parasit tapi biasanya bersumber dari faktor lingkungan berupa pencemaran air karena adanya gas beracun seperti asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturanan. Cara mengetahuinya apabila ada gas beracun dalam air, ikan biasanya lebih suka berenang pada permukaan air untuk mencari udara segar. Penyakit parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. (Jangkaru, 2007) Permasalahan yang sering
dihadapi pada pembudidaya ikan gurame
adalah adanya cita rasa lumpur pada daging ikan gurame yang berasal dari bau yang ditimbulkan oleh lingkungan terutama pada budidaya intensif di kolam dengan sistem air tergenang. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Departemen Kelautan dan Perikanan, bau lumpur secara umum dan khusus pada ikan gurame dapat dihilangkan dengan perlakuan berupa pemberokkan ikan gurame pada air yang bersalinitas 8 atau 12 ppt selama 7 hari. Pemberokan ikan gurame ini mengakibatkan perubahan waktu kulit yang semula sangat mengkilat menjadi kusam, dan tesktur semula lembek (banyak mengandung air dan mudah pemisahaan) menjadi kenyal (struktur daging kompak, kering dan tidak mudah terjadi pemisahan). Setelah pemberokan selama 7 hari ternyata menyebabkan daging ikan terasa sangat gurih.
12
2.2 Pemasaran Ikan Gurame Mahyuddin (2009) menjelaskan bahwa, pemasaran pada budidaya ikan gurame dapat berupa hasil kegiatan pembenihan (telur dan larva), benih hasil kegiatan pendederan, dan gurame konsumsi hasil pembesaran. Pemasaran gurame dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penjualan secara langsung yaitu pembudidaya gurame menjual langsung kepada konsumen atau pedagang pengumpul yang dilakukan di lokasi kegiatan usaha atau kolam. Para pedagang pengumpul biasanya berkeliling ke petani ikan dan kolam pemeliharaan gurame sambil menanyakan jadwal panen. Pedagang biasanya menanyakan persediaan gurame dari ukuran telur, benih, dan konsumsi. Selanjutnya, beberapa minggu sebelum jadwal panen, pedagang akan datang kembali. Dengan demikian, setiap tahap segmentasi usaha gurame, selalu ada pedagang pengumpul yang siap membeli hasil panen mulai dari telur, benih, sampai gurame konsumsi. Kedua adalah dengan menawarkan hasil panen ke pasar. Biasanya di pasar ada pedagang yang siap membeli hasil panen gurame. Sebaiknya petani menghubungi pedagang beberapa hari sebelum panen. Pemasaran gurame tidak terbatas pada ukuran konsumsi saja. Gurame ukuran benih pun dapat dipasarkan ke pasar. Harga benih biasanya ditentukan oleh ukurannya. Pemasaran benih biasanya ke pedagang benih eceran atau pedagang benih pengumpul. Namun, biasanya petani gurame sudah mempunyai pelanggan hasil panennya. Dalam bukunya yang berjudul Agribisnis Ikan Gurami, Mahyuddin menjelaskan bahwa pemasaran ikan gurame konsumsi di masyarakat dilakukan oleh pedagang pengumpul langsung datang ke kolam pembesaran sekaligus melakukan penyortiran. Sistem penjualan langsung di tempat kolam relatif lebih mudah dan menguntungkan bagi petani ikan atau pembudidaya pemula karena tidak menanggung kematian ikan selama transportasi dan penyusutan bobot gurame atau perbedaan timbangan. Gurame yang mati dihargai lebih rendah dibandingkan dengan gurame yang hidup. Para pedagang pengumpul biasanya menginginkan ikan gurame konsumsi dengan ukuran tertentu, yaitu ukuran 500800 gram/ekor. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada pembudidaya biasanya dilakukan secara bertahap dan tunai. (Mahyuddin, 2009) 13
Kegiatan usaha budidaya tersebut saling terkait dan untuk meningkatkan produktivitas ikan gurame perlu adanya pola intensifikasi seperti pemilihan kegiatan
usaha budidaya disesuaikan dengan kemampuan modal, kondisi
geografis lahan, serta sarana dan prasarana yang dimiliki. Selain itu, kecenderungan permintaan pasar juga harus diperhatikan. 2.2 Studi Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berkaitan dengan sistem tataniaga, diantaranya adalah: Penelitian yang dilakukan Panjaitan (2009), tentang analisis tataniaga ikan bandeng (Chanos chanos, de Forskal) di desa Muara Baru Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari 20 petambak responden, terdapat tiga saluran tataniaga yang berlaku, Pola saluran tataniaga yang dominan dilakukan oleh petambak adalah pola saluran tataniaga 1 (76,5%), pola saluran tataniaga 2 (17,6%) hanya dilakukan oleh 3 petambak, dan pola saluran 3 (5,9%) hanya dilakukan satu petambak. Lembagalembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga ikan bandeng adalah Petambak, Pedagang Pengumpul, Pedagang Pengecer, dan Konsumen. Fungsifungsi tataniaga yang dilakukan pada saluran tataniaga 1 adalah Fungsi fasilitas, Fungsi informasi pasar, serta fungsi pertukaran. Pada saluran tataniaga 2 adalah Fungsi Fisik, Fungsi Resiko, Fungsi Biaya, dan fungsi informasi pasar. Pada saluran tataniaga 3 adalah fungsi fisik, fungsi fasilitas berupa fungsi resiko, dan fungsi informasi pasar, serta fungsi pertukaran. Struktur pasar pada saluran tataniaga 1, 2, dan 3 mengarah ke pasar persaingan sempurna. Sistem penentuan harga di tingkat petambak ditentukan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 9000/kg. Sistem penentuan harga ditingkat pedagang pengecer di pasar Muara Baru Jakarta sebesar Rp. 17000/kg. Sistem penentuan harga ditingkat pedagang pengecer dengan konsumen sebesar Rp. 15000/kg. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran 1 sebesar Rp. 3750, Total keuntungan sebesar Rp. 4250. Keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp. 4000, sedangkan keuntungan yang terkecil diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 250. Total biaya tataniaga yang 14
dikeluarkan pada saluran 2 adalah Rp 4000, Total keuntungan sebesar Rp 1000. Saluran tataniag 3, Total biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petambak adalah Rp. 3500, Biaya produksi Rp 7500/kg dan keuntungan sebesar Rp 3000. Farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efisiensi tataniaga. Berdasarkan perhitungan farmer’s share yang diterima petambak berkisar antara 52,9 – 100 persen. Farmer share yang tertinggi yang diperoleh petambak terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu 100 persen. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi pada tingkat petambak terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu sebesar 3,3. Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga untuk komoditas ikan bandeng, saluran tataniaga yang efisien adalah saluran tataniaga 3, karena memiliki marjin tataniaga yang kecil, rasio keuntungan dan biaya tertinggi dan mempunyai farmer’s share yang tertinggi di bandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Ariyanto (2008) melakukan penelitian : Analisis tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir. Pola pemasaran terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga satu : petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen ; saluran tataniaga dua : petani, pedagang pengecer, konsumen ; saluran tataniaga tiga : petani, konsumen. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam adalah fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan 15
pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, Karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjual belikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar Rp. 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar (farmer’s Share) diterima oleh petani sebesar 100 persen. Safitri (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis tataniaga telur ayam kampong, di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi system pemasaran dan saluran pemasaran, menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya untuk telur ayam kampung sehingga diketahui saluran pemasaran yang efisien. Penarikan sampel yang dilakukan dengan simple random sampling dan snowball sampling sementara analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran yang terbentuk di dalam pemasaran telur ayam kampong di kabupaten Bogor yaitu : 1) Peternak- Pedagang Pengumpul Desa (tengkulak)- Pedagang GrosirPedagang Pengecer- Konsumen, 2) Peternak- Pedagang Grosir- Pedagang Pengecer- Konsumen, 3) Peternak- Pedagang pengecer- Konsumen. Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran anatara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Sementara struktur pasar yang terbentuk antara lembaga pemasaran yang terlibat berbeda-beda. Ditingkat peternak struktur pasar yang terbentuk adalah pasar oligopoli, ditingkat pedagang pengumpul oligopoli murni, ditingkat pedagang grosir oligopoli, dan ditingkat pedagang pengecer adalah kompetisi monopolistik. Hasil analisis marjin pemasaran ketiga jalur pemasaran yang ada di Kabupaten Bogor biaya terbesar ditanggung oleh jalur pemasaran III yaitu Rp. 375. Hal ini karena jarak distribusi yang cukup jauh walaupun rantai pemasarannya cukup pendek tetapi telur pada saluran ini adanya penambahan 16
kemasan yang lebih baik, sewa tempat yang lebih bagus serta biaya tenaga kerja. Tetapi, Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran pemasaran tiga yaitu 70 persen, artinya produsen (peternak) menerima harga 70 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Sedangkan, saluran pemasaran dua adalah saluran yang memberikan bagian harga untuk peternak sebesar 63, 89 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Semakin tinggi harga ditingkat peternak, maka biaya yang dibayarkan konsumen akhir semakin banyak di nikmati oleh peternak. Berdasarkan analisis marjin pemasaran saluran pemasaran telur ayam kampung yang paling efisien adalah saluran pemasaran dua, pada saluran ini peternak mendapatkan bagian terbesar yang dianalisis dengan farmer’s share, sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya juga menunjukkan saluran pemasaran dua telah memberikan keuntungan pada setiap lembaga sebesar 24,22 persen dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Hasil penelitian Puspitasari (2010) Studi mengenai Analisis Efisiensi Tataniaga pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pelaku tataniaga Ikan lele yang terdapat di Kecamata Ciawi terdiri dari pembudidaya Ikan Lele sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari empat saluran tataniaga, terdiri dari : 1) Pembudidaya – Pengumpul- Pengecer- Konsumen Akhir, 2) PembudidayaPengumpul- Pengecer- Pedagang Pecel Lele- Konsumen Akhir, 3) PembudidayaPengumpul- Pengumpul Luar Kecamatan- Pengecer luar kecamatan- Konsumen Akhir, 4) Pembudidaya- Pengumpul- Pengumpul Luar Kecamatan- Pengecer Luar Kecamatan- Pedagang Pecel Lele- Konsumen Akhir. Total Marjin yang terdapat pada saluran 1 sebesar Rp. 7.000,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 5.551,76 per kg. Sedangkan Farmer’s share yaitu 54,84 %. Total marjin yang terdapat pada saluran 2 sebesar Rp. 46.200,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp.25.288,56 per kg. Sedangkan Farmer’s share yaitu 16,00%. Total marjin yang terdapat pada saluran 3 sebesar Rp. 7.875,51 per kg. Sedangkan Farmer’s share yaitu 46,32%. Total marjin yang terdapat pada saluran 4 sebesar Rp. 63.500,00 per kg. Keuntungan 17
total yang diterima sebesar Rp 41.712,31 per kg. Sedagkan Farmer’s share yaitu 11,81 %. Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35 % dimana setiap Rp.100,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 383,35. Marjin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp 7.000. Pada saluran 1, farmer’s share yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 paling efisien dibandingkan saluaran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (Ikan Lele) lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan marjin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Ikan Hias Air Tawar di Desa Cibitung Tengah, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor diteliti oleh Nurasiah (2007). Studi menunjukkan bahwa usahatani ikan hias air tawar dilokasi penelitian terdiri dari usahatani pembenihan, pendederan, pembenihan dan pendederan. Pendapatan yang diperoleh dari budidaya tersebut berbeda satu sama lainnya dan dibedakan atas pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tunai tertinggi pada usahatani pembenihan-pendederan yaitu sebesar Rp 29.338.403,72 dan Rp. 17.478.637,05 per tahunnya. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total terendah pada usahatani pembenihan fase 40 hari yaitu sebesar Rp 4.678.644,57 dan Rp 3.299.602,08 per tahunnya. Pemasaran ikan hias di desa Cibitung Tengah terdiri dari lima saluran pemasaran dimana di dalamnya terdapat lembaga pemasaran seperti tengkulak dan kelompok tani, agen, dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran terdiri dari aktvitas pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan , serta fungsi fasilitas berupa aktivitas grading, pembiayaan, dan penanggungan resiko. Dari beberapa saluran pemasaran pada penelitian diatas, peranan pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer luar kecamatan, masih berperan sangat besar pada rantai pemasaran. Peran pedagang pengumpul, pedagang 18
pengecer luar kecamatan, dan pedagang grosir sangatlah penting mengingat hubungan mereka sangatlah dekat dan langsung berkaitan dengan petani maupun peternak. Pemasaran dapat dikatakan efisien apabila terciptanya kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran yang terjadi di beberapa pihak yang terlibat seperti produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, baik penelitian pemasaran tentang komoditi perikanan budidaya air tawar maupun penelitian pemasaran produk agribisnis lainnya, belum terdapat penelitian mengenai analisis tataniaga ikan gurame. Sesuai dengan kebijakan pemerintah pada tahun 2010, bahwa ikan gurame merupakan salah satu produk komoditi unggulan ikan budidaya air tawar yang ingin dikembangkan pada beberapa daerah di Kabupaten Bogor yaitu salah satunya di Desa Pabuaran Kecamatan Kemang. Kebijakan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ikan gurame dalam memenuhi permintaan pasar yang ada, selain itu ikan gurame memiliki harga yang cukup mahal dibandingkan ikan konsumsi yang lain. Agar suatu produk tertentu dapat bersaing, diperlukannya suatu pengetahuan pemasaran yang menyeluruh, salah satu bentuk pengetahuan pemasar yang dibutuhkan ialah saluran pemasaran, lembaga pemasaran serta fungsi-fungsi di dalamnya, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar. Dalam penelitian analisis tataniaga ikan gurame dilakukan penelusuran melalui distribusi tataniaga yakni tataniaga benih ikan gurame dan tataniaga ikan gurame konsumsi yang diamati dari pembudidaya (petani ikan), kemudian melibatkan sejumlah pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen seperti konsumen rumah tangga dan petani pembesaran. Menganalisis tataniaga ikan gurame dapat mengamati perubahan nilai yang terjadi seperti adanya perpindahan komoditas dari setiap lembaga tataniaga baik dari perubahan waktu dan fungsi yang dijalankan antar lembaga tataniaga. Kesenjangan perubahan harga antara petani ikan dan konsumen akhir menyebabkan mengapa penelitian dengan judul Analisis tataniaga ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ini jelas berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
19