TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Manvis Menurut McDonald (1996) dan Verhoef-Verhallam (2000), Ikan manvis atau ikan bidadari (angel fish) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo
: Perciformes
Famili
: Cichilidae (Cichlid)
Genus
: Pterophyllum
Spesies
: Pterophyllum scalare Pterophyllum altum
Varietas
: Spotted scalare, Veiltailed scalare, Original form with fry, Black spotted, Golden, Marbel, Albino.
Selanjutnya dijelaskan bahwa ikan manvis berasal dari perairan Amerika Selatan, khususnya di sungai Amazon, Ocho Rios dan sungai Rio Negro yang terkenal memiliki banyak vegetasi tanaman air (McDonald, 1996); memiliki panjang tubuh kurang lebih 25 cm, bersifat aktif dan kadang-kadang bersifat kanibal, hidup pada kisaran suhu 24 – 28 oC dengan pH air 6 – 6.5, meletakkan telurnya pada substrat dan memeliharanya (parental care) serta bersifat omnivora (Verhoef-Verhallam, 2000). Ikan manvis pertama kali dicoba dibudidayakan sejak tahun 1950, yaitu menggunakan jenis wild-type (silver) selanjutnya jenis ini mengalami mutasi pada pigmen warna yang mengakibatkan muncul corak warna baru seperti: black lace, black ghost, blushing, smokey, marble, chocolate, zebra dan beberapa warna emas (Norton 1982a). Mutasi pigmen warna ini pertama kali diketahui pada ikan manvis black lace pada tahun 1955, dimana jenisnya mirip dengan wild-type tetapi memiliki intensitas warna hitam yang lebih banyak. Selanjutnya didapatkan jenis-jenis baru lainnya (white ghost, 1961; blushing, 1965; marble, 1969; smokey, 1971; zebra, sekitar tahun 1970-an, chocolate, 1973), seperti yang terlihat pada Lampiran 1 (Norton, 1982a). Warna hitam pada ikan manvis bersifat incomplete dominant dimana warna hitam yang bersifat single dose dapat dilihat pada ikan manvis black lace sedangkan pada ikan black angle warna hitam yang dihasilkan bersifat double
dose (Norton, 1971 dalam Norton, 1982a). Selanjutnya pada ikan manvis marble, warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh warna hitam dan putih. Dari perpaduan warna tersebut akan muncul dua jenis karakter yang penting yaitu: marble dengan corak hitam yang lebih sedikit dan marble dengan corak hitam yang banyak (Norton, 1982b). Stripeless (corak bergaris) pada ikan mavis juga bersifat incomplete dominant, pada ikan manvis ghost bersifat single dose (pada tubuh tidak dijumpai adanya corak garis melintang) dan pada ikan manvis blushing, stripless yang muncul adalah double dose (Norton, 1982b). Warna asli pada ikan manvis marble adalah warna gray (abu-abu) dan hitam (bersifat heterozigot), sedangkan pada ikan manvis marble yang bersifat homozigot warna hitam akan lebih dominan menutupi permukaan tubuh dibandingkan dengan warna putih (persentase warna hitam muncul lebih sedikit). Selanjutnya dijelaskan bahwa ikan manvis marbel yang bersifat homozigot tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan jenis heterozigot (Norton, 1982a). Di Indonesia sendiri perkembangan budidaya ikan manvis sudah cukup berkembang, ini terbukti dengan banyaknya jenis atau corak warna yang dihasilkan. Corak warna yang ada tersebut merupakan hasil persilangan dari jenis manvis yang ada. Menurut (Daelami, 2001) jenis ikan manvis yang umum digunakan pada persilangan tersebut adalah: 1. Veiltail scalare : manvis yang mempunyai sirip yang sangat panjang 2. Black sclare: berwarna hitam mulus 3. Marble (pualam) : mempunyai corak bernoda-noda yang tidak teratur di atas dasar keperakan 4. Manvis albino (bulai) Genotipe Manvis Genotipe adalah bentuk atau susunan genetis (gen) suatu karakter yang dikandung suatu individu. Karakter genotipe ini dapat kita lihat atau tercermin melalui karakter fenotipe (Yatim, 1983). Interaksi antara genotipe maupun fenotipe dipengaruhi oleh: sifat suatu lokus dan interaksi alel antar lokus (Jusuf, 2001). Lokus adalah suatu istilah yang menunjukkan posisi gen pada kromosom
yang mengendalikan suatu sifat tertentu, sedangkan alel adalah istilah digunakan untuk menunjukan perbedaan gen yang berada pada satu lokus. Norton (1982b) mengemukakan bahwa warna pada ikan manvis dipengaruhi oleh gen-gen yang terdapat pada empat loci, dimana diketahui bahwa ada tujuh buah gen yang bersifat mutan, yaitu: a) Locus #1: Hongkong gold (hg), bersifat resesif terhadap wild-type b) Locus #2: Smokey (Sm), bersifat dominan terhadap wild-type c) Locus #3: Stripeless (S), dominan terhadap wild-type; Zebra (Sze) dominan terhadap jenis wild-type d) Locus #4: Dark (D), dominan terhadap jenis wild-type; marble (Dm), dominan terhadap wild-type; new gold (dng), resesif terhadap jenis wildtype. e) Locus #5: Half-black (h), resesif terhadap jenis wild type f) Locus #6: Pearl (p), resesif terhadap jenis wild type g) Locus #7: Streaked/corak garis (St), dominan oleh modifikasi warna hitam Selanjutnya dijelaskan bahwa genotipe pada ikan manvis marbel terbagi atas tiga jenis, yaitu: 1. Two dose of marble (Dm/Dm) 2. One dose of marble (Dm/d+) 3. One dose of marble dan one doses of new gold (Dm/dng). Genotipe dari beberapa jenis ikan manvis menurut Norton (1982a) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Genotipe beberapa jenis ikan manvis Jenis Ikan Manvis Hongkong gold Smokey Chocolate Stripeless (ghost) Blushing Zebra Zebra dengan satu stripe True black Black lace Marble lace (Black) New gold-dark (balck) Light marble Dark marble Marble dengan jet black pattern New gold Zebra lace
Genotipe hg/hg Sm/sm+ Sm/Sm S/s+ S/S Sze/Sze atau Sze/s+ Sze/S D/D D/d+ D/Dm D/dng Dm/d+ Dm/Dm Dm/Dng dng/dng Sze/- atau D/d+
Kromosom Kromosom adalah materi genetik yang terdiri dari kumpulan gen, berperanan penting dalam pewarisan sifat tetua kepada anakannya (Yatim, 1983; Tave, 1986). Sedangkan gen adalah unit bahan genetis yang terdiri dari DNA (deoxyribo nucleic acid). Kromosom terletak di dalam inti sel dan hanya dapat dilihat pada saat sel sedang membelah, yaitu pada tingkat metafase (kromosom terdiri atas 2 kromatid dan bersusun dibidang ekuator) (Yatim, 1983; Purdom, 1993). Seluruh organisme memiliki kromosom, akan tetapi untuk organisme prokaryot memiliki perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kromosom yang dimiliki organisme eukaryot serta untuk setiap spesiesnya memiliki kromosom yang khas. Kekhasan ini meliputi ukuran, bentuk dan jumlah dari kromosom yang dimilikinya (Eldridge, 1985; Purdom, 1993). Jumlah kromosom di dalam sel tubuh secara normal terdapat dua set kromosom, satu set berasal dari telur dan satu set lagi berasal dari sperma sehingga sering digambarkan sebagai dipolid (2n) (Purdom, 1993). Selanjutnya kromosom itu sendiri terdiri atas 2 bagian, yaitu: sentromer (kinetochore) dan lengan. Sentromer merupakan bagian kepala kromosom, ketika terjadi pembelahan kromosom menggantung pada serat gelondong di sentromer sehingga bagian ini tidak mengandung kromonema dan gen. Sedangkan lengan ialah badan kromosom itu sendiri yang mengandung kromonema dan gen, selanjutnya lengan itu sendiri memiliki tiga bagian, yaitu: selaput (lapisan tipis yang meliputi badang kromosom), kandung (matrix; bagian yang mengisi seluruh lengan yang terdiri dari cairan bening) dan kromonema (Yatim, 1983), seperti yang terlihat pada Gambar 1A. Melihat pada perbedaan banyaknya menghisap zat warna, kromatin (kromosom yang sedang giat membelah) dibagi atas 2 daerah, yaitu: heterokromatin dan eukromatin. Heterokromatin yaitu daerah yang relatif lebih banyak dan lebih mudah menghisap zat warna dan banyak mengandung gen-gen yang tidak aktif (gen-gen tidur), sedangkan eukromatin ialah daerah kromatin yang terang dan mengandung gen-gen aktif. Selanjutnya bahwa eukromatin sewaktu-waktu dapat berubah menjadi heterokromatin pada saat gen-gennya sedang tidur atau tidak sedang aktif (Yatim, 1983), yang dapat dilihat pada Gambar 1B.
A
B
Gambar 1. Bagian-bagian dari kromosom (Yatim ,1983 dan Purdom ,1993) Bagian yang menentukan bentuk dari kromosom adalah sentromer, yang merupakan bagian yang menyempit dan menjadi gelondongan pembelahan pada kromosom. Jumlah sentromer pada setiap kromosom bisa berbeda, yaitu: bisa satu (monosentrik) dan dua buah atau lebih (polisentrik). Berdasarkan posisi sentromer, bentuk kromosom dibagi atas tiga bagian yaitu: metasentrik (bentuk V), akrosentrik (bentuk J atau L) dan telosentrik (bentuk batang atau I). Sedangkan berdasarkan kepada panjang lengannya maka kromosom dibagi atas empat macam, yaitu: metasentrik, sub-metasentrik, akrosentrik dan telosentrik (Yatim, 1983; Eldridge, 1985; Jusuf, 2001). Selanjutnya dari panjang dan posisi sentromer ini dapat dihitung nilai kromosom yaitu: indeks sentromer, rasio lengan dan panjang relatif kromosom (McGregor dan Varly, 1983), dapat dilihat pada Gambar 2. Penentuan tipe kromosom beradasarkan nilai selang indeks sentromer dapat dilihat pada Tabel 2. Indeks sentromer adalah rasio dari lengan yang lebih pendek dengan panjang total kromosom (McGregor dan Varley, 1983) Tabel 2. Klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer (McGregor dan Valley ,1983)
Posisi sentromer Median Sub-median Sub-median Sub-terminal Sub-terminal
Terminologi alternative Metasentrik Sub metasentrik (Lebih metasentrik) Sub metasentrik (kurang metasentrik) Akrosentrik Akrosentrik
Simbol M SM SM ST T
Selang indeks sentromer (%) 46 – 49 36 – 45 26 – 35 16 – 25 >15
Gambar 2.Bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer (Eldridge, 1985) Jumlah kromosom untuk beberapa spesies mungkin sama, akan tetapi bila dilihat dari bentuk, ukuran dan komposisinya adalah berbeda. Makin jauh hubungan kekerabatan suatu organisme maka semakin besar kemungkinan perbedaan jumlah, bentuk serta susunan kromosomnya (Yatim, 1983; Sharma dan Sharma, 1983; Lesley, 1963). Penelitian tentang sitogenetik pada beberapa jenis ikan diketahui bahwa ada beberapa spesies yang sama memiliki jumlah set kromosom yang berbeda seperti pada ikan rainbow trout dimana jumlah kromosom berkisar antara 2n = 58 – 63 (Colihueque et al., 2000), pada spesies crab 2n = 146 – 148 (Lee et al., 2004). Selanjutnya untuk melihat gambaran lengkap dari kromosom yang disusun secara teratur menurut pasanganpasangannya pada suatu karyotipe dapat dilihat pada saat kromosom mengalami metafase (Eldridge, 1985). Untuk mengetahui dan mendapatkan bentuk, ukuran serta susunan kromosom dilakukan dengan membuat preparat kromosom terlebih dahulu. Pembuatan preparat kromosom ini secara umum dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1)membuat preparat kromosom dengan langsung mengambil organ-organ dari tubuh ikan (teknik jaringan padat) dan 2) melalui kultur jaringan atau kultur sel (Carman, 1990). Untuk cara yang pertama ini memiliki keunggulan, dimana ini relatif mudah dan murah dilakukan, sedangkan cara kedua lebih susah pengerjaannya dan memerlukan biaya yang relatif lebih mahal akan tetapi untuk mendapatkan kromosom pada saat metafase lebih baik hasilnya. Adapun langkahlangkah dalam pengamatan kromosom pada cara pertama adalah: perlakuan perendaman dengan kolkisin, perlakuan hipotonik, fiksasi jaringan, pewarnaan dan pengamatan mikroskopis (Cook, 1978). Pada perlakuan perendaman dengan kolkisin adalah untuk menghentikan pembelahan sel saat metafase karena pada tahap ini kromosom berkontraksi maksimum dan tampak lebih jelas. Agar sel membesar dan kromosom menyebar letaknya maka dapat dilanjutkan melalui
perlakuan perendaman di dalam larutan hipotonik (Denton, 1973; Sharma, 1976). Proses selanjutnya adalah fiksasi, yaitu proses untuk menjaga bentuk dan keutuhan dari kromosom (Sharma, 1976). Pewarnaan dilakukan agar kromosom tampak lebih jelas atau lebih mudah terlihat di bawah mikroskop. Pewarnaan umum yang digunakan pada pengamatan kromosom adalah giemsa, dimana kromosom akan berwarna ungu. Sedangkan untuk menghasilkan tampilan kromosom yang berbeda-beda, maka dapat dilakukan beberapa teknik pewarnaan yang merupakan modifikasi dari prosedur pewarnaan giemsa yang lebih dikenal dengan nama teknik banding (Sharma, 1976). Beberapa teknik banding kromosom tersebut adalah: C-banding, Gbanding, Q-banding, dan R-banding (McGregor dan Varley, 1983). C-banding
adalah
teknik
pewarnaan
pada
daerah
sentromer
heterokromatin, yaknik bagian tertentu pada DNA constitutive heterochromatin ditandai dengan warna yang lebih gelap pada kromosom selama interfase dan propase; sedangkan pada saat metafase akan tampak lebih terang dan lebih jelas (Eldridge, 1985). Untuk pewarnaan kromosom kelamin dalam hal ini kromosom Y, dengan teknik C-banding akan tampak lebih jelas terlihat apabila dibandingkan dengan kromosom X (Eldridge, 1985). Teknik C-banding pertama kali diperkenalkan oleh Pardue dan Gall pada tahun 1970, yang mengamati kromosom tikus dengan menggunakan sodium hidroksida (NaOH) (Eldridge, 1985). Teknik G-banding adalah teknik pewarnaan yang lebih detail apabila dibandingkan dengan teknik C-banding, dimana pada teknik G-banding biasanya kromosom diberi perlakuan awal dengan tripsin, urea dan protease (Seabright, 1971). Dengan menggunakan teknik G-banding ini maka band yang terbentuk akan tampak lebih permanen dan preparat dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama dan memberikan hasil yang sama baiknya apabila difoto langsung atau disimpan dalam kurung waktu yang lama (Eldridge, 1985). Selanjutnya apabila ditambahkan perlakuan Q dan R-banding secara bersama-sama akan memberikan hasil yang lebih menyakinkan tentang struktur kromosom terutama pada saat penyusunan karyotipe. Prosedur teknik Q-banding pertama kali diperkenalkan oleh Caspersson et al. (1970), yaitu mengembangkan bahan pengalkil yang secara khusus mengikat
atom N7 residuguanin dan berpotensial digunakan untuk mendeteksi perbedaan komposisi dasar dari DNA selama metafase dalam mitosis. Selanjutnya dijelaskan bahwa bahan ini dapat berpasangan dengan fluorochrom sehingga perbedaan komposisi dasar dari kromosom dapat dideteksi dengan memeriksa pola pendarnya. Teknik R-banding merupakan kebalikan dari teknik G-banding dalam hal menampilkan warna kromosom, yaitu warna terang dalam G-banding dan warna gelap pada R-banding (McGregor dan Varley, 1983). Pada pembuatan kromosom, sampel yang akan digunakan sebaiknya berasal dari jaringan atau sel yang aktif membelah, seperti: ginjal, insang, sirip; sedangkan untuk sel yang tidak aktif membelah dapat dilakukan dengan mengkultur jaringan tersebut secara in vitro untuk merangsang agar sel tersebut lebih sering membelah, seperti kultur darah (Sharma, 1976). Selanjutnya keberhasilan teknik kultur darah ini sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya kontaminan di dalam kultur tersebut. Kontaminan tersebut dapat berupa bakteri, jamur, mikroplasma dan virus yang berasal dari jaringan atau sel kultur (McGarrity, 1994). Kromosom yang menyebar dengan baik, lengkap dan jelas bentuknya difoto dan hasil foto tersebut kemudian digunting menurut bentuk dan ukuran, selanjutnya disusun berdasarkan ke-homologkannya (Eldridge, 1985). Dalam membandingkan karyotipe dari suatu spesies yang berbeda, ada beberapa kriteria yang diamati, yaitu: variasi ukuran kromosom, variasi posisi sentromer, variasi ukuran relatif kromosom, variasi jumlah dasar kromosom (basic number), indeks sentromer (centromer indeks), rasio lengan (arm ratio) dan panjang relatif kromosom (relative length) (Eldridge, 1985). Berdasarkan hal di atas diketahui bahwa jumlah kromosom pada ikan manvis adalah 2n = 48, dengan susunan karyotipe-nya 4M SM + 44ST T serta AN = 52 (Fuji dan Ojima, 1983) Pewarisan Kromosom Sistem pewarisan kromosom pada eukaryot lebih rumit dibandingkan dengan sistem yang dimiliki bakteri, pada bakteri setiap pembelahan sel akan menghasilkan sel baru yang sekaligus menjadi organisme baru sedangkan organisme tingkat tinggi (eukaryot) perbanyakan berjalan melalui sistem yang lebih kompleks yaitu dapat terjadi secara akseksual atau seksual (Jusuf, 2001).
Jusuf (2001) menjelaskan bahwa di dalam pewarisan kromosom kepada anakannya, terjadi dua sistem pembelahan sel yaitu: mitosis dan meiosis. Pembelahan secara mitosis dapat berlangsung di semua organ dan jumlah kromosom yang dihasilkan sama dengan jumlah kromosom semula, sedangkan pembelahan meiosis hanya terjadi di jaringan organ seks dan berfungsi mereduksi jumlah kromosom menjadi separuhnya (Gambar 3A dan B).
Mitosis
BMeiosis
Gambar 3. Tahapan-tahapan
perkembangan
pembelahan
kromosom
(Jusuf ,2001)
Yatim (1983) menyatakan bahwa di dalam pelaksanaan membawa sifat keturunan kepada anakan, prosesnya adalah sebagai berikut: 1. Gametogonium dalam gonad individu dewasa mengalami perbanyakan membentuk gametosit. 2. Jumlah kromosom gametosit direduksi menjadi separuh, terbentuk gamet. 3. Gamet jantan dan betina membuahi, terbentuk zigot
4. Zigot tumbuh menjadi embrio, sampai menjadi individu dewasa dan gonadnya mampu menghasilkan gamet. Mutasi Kromosom Perubahan organisme terjadi akibat adanya perubahan bahan genetik yang disebut dengan ’mutasi’. Mutasi pada tingkat kromosom secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu: perubahan struktur atau penataan kembali kromosom, dan perubahan jumlah kromosom. Perubahan struktur kromosom dipengaruhi oleh adanya proses pindah silang kromosom, delesi, duplikasi, inversi, translokasi dan pengaruh posisi terhadap ekspresi gen (Jusuf, 2001). Papeschi (1987) menemukan bahwa mekanisme proses inversi dan translokasi berperanan penting dalam proses evolusi kromosom, peristiwa ini berpengaruh terhadap penambahan jumlah maupun morfologi kromosom itu sendiri. Selanjutnya ditambahkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara proses inversi dengan ukuran dan jumlah kromosom dalam suatu tingkat spesies. Mutasi tingkat gen secara umum tidak menyebabkan terbentuknya spesies baru. Pembentukan spesies baru akan terjadi bila mutasi menyentuh sistem reproduksi
yang
menyebabkan
munculnya
penghalang
biologis
untuk
terbentuknya hibrid antara spesies dengan mutan. Akumulasi dari berbagai mutasi gen mungkin saja dapat memunculkan penghalang biologis, akan tetapi prosesnya dalam waktu yang cukup lama dan terjadi isolasi geografi, yang biasa disebut dengan spesiasi alopatri (Jusuf, 2001). Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan mutasi tersebut seperti bahan-bahan kimia, radiasi, perubahan lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Pada ikan manvis tingkat kestabilan materi genetik terhadap adanya perubahan faktor tekanan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya mutasi, dimana gen yang sering mengalami mutasi adalah pada gen pembawa sifat warna. Pengaruh tekanan lingkungan yang besar dapat menyebabkan terjadinya perubahan di dalam menampilkan warna yang muncul seperti pada ikan manvis gold, smokey, albino dan gold marble. Warna yang muncul pada jenis ikan manvis ini dipengaruhi oleh spektrum cahaya. Akan tetapi untuk manvis zebra, half-black dan pearscale pengaruh tekanan lingkungan berupa spektrum cahaya tidak begitu berpengaruh (Rybicki, 2000). Perubahan yang terjadi pada gen
termutasi tersebut tercermin pada ekspresi fonotip (warna tubuh) yang pada akhirnya menyebabkan munculnya varietas baru. Norton (1982a) menyebutkan bahwa pemunculan jenis baru yang terjadi pada ikan manvis ini menghasilkan beberapa varietas yang dibedakan atas pola warna pada tubuh. Selanjutnya Melograna (2003) menambahkan bahwa penentuan varietas ikan manvis ini dibagi atas tujuh bagian berdasarkan sebelas gen yang mengalami mutasi, seperti dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Gen ikan manvis grup No Karakteristik grup 1 Warna 2 Stripes (bergaris) 3 fintype (tipe sirip) 4 Half-black 5 Smokey 6 Pearscale 7 Albino
yang mengalami mutasi menurut karakteristik Gen mutasi (simbol) marble (M), black (B), gold (g), gold marble (gM) stripeless (S), zebra (Z) veiltail (V) half-black (h) smokey (Sm) pearscale (p) albino (a)
Selanjutnya Saunders dalam Angel West (2004) menyatakan bahwa sirip pada ikan manvis juga telah mengalami adanya mutasi pada tingkat gen, dimana gen-gen yang mengalami mutasi tersebut diberi beberapa simbol untuk memudahkan identifikasi (Tabel 4). Beberapa contoh jenis ikan manvis yang mengalami mutasi berdasarkan bentuk sirip dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 4. Beberapa jenis sirip yang mengalami mutasi Jenis sirip Simbol Standar +/+ Veil V/+ Super veil V/V Longfin n/+ Longfin n/n Veil longfin V/+ n/+ Combtail V/+ n/n Super veil longfin V/V n/+ Super combtail V/V n/n