2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu,
mempunyai dua sirip, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Ikan tuna jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran gelap (Departemen Kelautan dan Perikanan 2005 vide Widiastuti 2008).
2.1.1 Klasifikasi ikan tuna Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut: Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata Thunnus
Kelas
: Teleostei
Subkelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombroidae
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnus alalunga (Albacore) Thunnus albacores (Yellow Fin Tuna) Thunnus macoyii (Southern Blue Fin Tuna) Thunnus obesus (Big Eye Tuna) Thunnus tongkol (Longtail Tuna)
Sumberdaya tuna merupakan satu dari beberapa sumberdaya potensial yang sudah terbukti besar sumbangannya bagi perekonomian perikanan nasional. Potensi ikan tuna di perairan Indonesia adalah 780.040 ton per tahun, pada tahun 2003 menurun mencapai 740.000 ton per tahun (Dahuri 2001).
6
Gambar 1 Ikan tuna sirip biru (Thunnus macoyii)
2.1.2 Daerah penangkapan (fishing ground) ikan tuna Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan tujuan untuk menangkap ikan. Tujuan tangkap usaha perikanan longline adalah sumberdaya tuna. Keberadaan tuna di laut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, massa air, front, upwelling, termoklin, dan kondisi arus perairan. Tuna juga terbiasa untuk melakukan migrasi jarak jauh. Menurut Nakamura (1969) dalam Nurani dan Wisudo (2007), ikan tuna biasa dalam schooling saat mencari makan, jumlah schooling biasa terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak. Daerah penyebaran ikan tuna merupakan perairan yang subur di lautan bebas, yaitu tempat terjadinya upwelling. Hidup secara pelagis dan mengadakan ruaya di laut bebas, berenang di lapisan ai yang dalamnya 150 m di bawah permukaan laut (dpl). Karena habitatnyadi perairan dalam, maka penangkapan tuna juga disebut sebagai perikanan laut dalam (high sea fisheries) (Soemarto 1985 vide Nurani dan Wisudo 2007). Penyebaran ikan tuna di wilayah perairan Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: 1) perairan yang tergolong ke dalam Samudera Pasifik dan 2) Samudera Hindia. Ikan tuna sirip biru atau blue fin (Thunnus maccoyii) ditemui di selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda, Laut Flores, Selat Makassar, Laut Maluku, dan Teluk Tomini (LIPI, 1997). Ikan tuna sirip kuning/madidihang atau yellowfin (Thunnus albacores) termasuk tuna berukuran besar, umumnya bisa mencapai ukuran lebih dari 2 m. Para ahli perikanan menduga bahwa stok dari Samudera Hindia dan stok dari Samudera Pasifik bertemu di Indonesia, mungkin di sekitar Laut Flores dan Laut Banda, tetapi bagaimana cara dan berapa lamanya ikan-ikan itu berbaur belum diketahui dengan pasti (Nontji, 2005).
7
Ikan tuna mata besar atau bigeye (Thunuss obesus) umumnya bisa mencapai panjang 2,3 m dan berat 150 kg. Sebaran ikan ini berkesinambungan dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau Indonesia ke Samudera Hindia. Di Indonesia ikan ini banyak tertangkap di perairan selatan Jawa, barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, dan di Laut Banda serta laut Maluku (Nontji, 2005).
2.2
Alat Tangkap Perikanan Tuna Longline Perikanan longline sering diartikan sebagai perikanan tuna longline karena
tujuan utama penangkapan dengan alat ini adalah ikan dari jenis tuna walaupun dalam kenyataannya tertangkap juga ikan-ikan yang lain. Hasil tangkapan selain jenis tuna adalah setuhuk (Makaira sp.), pedang (Xiphias gladius), layaran (Istiophorus sp.), cucut (Carcarinidae), dan ikan-ikan lainnya (Ayodhyoa, 1981). Menurut Sainsbury (1986), longline merupakan alat tangkap yang dapat digunakan untuk menangkap ikan demersal maupun pelagis Menurut Sainsbury (1986), ada variasi alat tangkap longline dalam dimensi, penalian, dan pengoperasioan berdasarkan wilayah penangkapan, spesies tangkapan, dan tradisi lokal. Ada dua jenis alat tangkap longline, yaitu: 1) Longline tetap permukaan Tali digantungkan dalam jarak tertentu di bawah pelampung biasa yang telah diberi jarak. 2) Longline dasar Tali dasar dipasang sepanjang dasar perairan dan posisinya diatur dengan jangkar-jangkar yang diberi pelampung dan ditandai untuk menujukkan lokasi dan luasnya set (Sainsbury, 1986).
8
Gambar 2 Alat tangkap tuna longline.
2.2.1 Bagian-bagian pada alat tangkap tuna longline Alat tangkap perikanan tuna longline umumnya terdiri atas beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut: 1) Pelampung (float) Pelampung yang digunakan pada alat tangkap tuna longline ini terdiri dari beberapa jenis yaitu pelampung bola, pelampung bendera, pelampung radio, dan pelampung lampu. Warna pelampung harus berbeda atau kontras dengan warna air laut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mengenalnya dari jarak jauh setelah setting. 2) Tali pelampung Tali pelampung berfungsi untuk mengatur kedalaman dari alat tangkap sesuai dengan yang dikehendaki. Tali pelampung ini umumnya terbuat dari bahan kuralon. 3) Tali utama (main line) Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali yang disambung-sambung antara satu dengan yang lain sehingga memebentuk rangkaian tali yang sangat panjang. Tali utama ini harus cukup kuat karena menanggung beban dari tali cabang dan tarikan yang terikat pada mata pancing. Kedua ujung dari tiap main line dibuat simpul mata.
9
Main line biasanya terbuat dari bahan kuralon yang diameternya 0,25 inch atau lebih. Panjang main line tergantung dari panjang dan jumlah branch line karena setiap pertemuan kedua ujung main line merupakan tempat pemasangan branch line. 4) Tali cabang (branch line) Satu set tali cabang ini tediri dari tali pangkal, tali cabang utama, wire leader yang berfungsi agar dapat menahan gesekan pada saat ikan terkait pancing dan pancing yang terbuat dari bahan baja, biasanya menggunakan tali no. 7. Bahan dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama, perbedaannya hanya pada ukurannya saja, dimana ukuran tali cabang lebih kecil dari tali utama. 5) Alat bantu Alat bantu yang dimaksud adalah alat-alat yang dipergunakan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan operasi penangkapan di kapal seperti radar, RDF, line hauler, marlin spike, catut potong, ganco, sikat baja, jarum pembunuh, pisau, dan lain-lain (Mallawa dan Sudirman, 2004). (Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline dapat dilihat pada Lampiran 1).
2.2.2 Pengoperasian alat tangkap tuna longline Kapal akan berlayar menuju fishing ground setelah semua persiapan operasi penangkapan selesai dilakukan. Selama perjalanan menuju fishing ground, para ABK bekerja mempersiapkan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan longline meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu: 1) Setting Setting adalah kegiatan penurunan longline. Sebelum setting dilakukan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang meliputi penyiapan umpan, branch line, radio bouy, pelampung dan light bouy serta penyambungan main line pada line thrower. Setting umumnya dilakukan pada pagi hari sampai siang hari. Setting dilakukan pada bagian buritan kapal.
10
Pembagian kerja dan sinkronisasi kerja perlu dilakukan diantara para ABK yang bertugas. Setting dimulai setelah fishing master memberi perintah agar setting segera dilaksanakan. Radio bouy dibuang disusul dengan dua pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap bel berbunyi. Setelah bel ke-14 atau bel ke-7 (sesuai dengan konstruksi longline), dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu seterusnya sampai pembuangan radio bouy terakhir. Bola ke-15 diberi lempengan seng ber-scotlight dan setiap 30 pelampung dipasang satu light bouy (atau disesuaikan dengan konstruksi longline yang digunakan). Scotlight dan light bouy digunakan agar longline dapat terlihat pada malam hari. 2) Drifting Drifting adalah penghanyutan longline di dalam air selama beberapa jam. Drifting berlangsung sekitar lima jam, saat drifting longline dibiarkan hanyut dan kemungkinan terbawa arus sampau jauh dari kapal. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat. Sekitar siang atau sore hari, kapal mulai mendeteksi radio bouy yang ada pada longline. Lokasi radio bouy dapat dideteksi dari kapal dengan radio detection finder (RDF). Setelah ditemukan, kapal menuju tempat radio bouy terdeteksi. Persiapan hauling dilakukan, para ABK mulai mempersiapkan diri dan peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling. 3) Hauling Hauling merupakan penarikan longline dari dalam air dan hasil tangkapan. Hauling umumnya dilakukan pada sore hari. Lama hauling begantung pada jumlah hasil tangkapan yang ada dan banyaknya pancing. Penarikan longline saat hauling dibantu dengan line hauler. Pada saat hauling sebagian besar ABK bekerja. Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio bouy dan selanjutnya menaikkan radio bouy ke kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyer, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line (atau sesuai konstruksi
11
longlne dan satu tali pelampung diikat dibawa ke gudang buritan. Juka ada ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditaraik dan dibawa ke pintu pagad lalu diganco ke geladak untuk segera dilakukan penanganan (Nurani dan Wisudo, 2007).
2.3
Kapal Perikanan Tuna Longline Kapal longline memiliki beberapa karakteristik tertentu. Biasanya mereka
memasang alat tangkap di bagian buritan dan menarik hasil tangkapan pada bagian haluan atau sisi bagian depan. Dek harus terbuka lebar untuk menyimpan alat tangkap dengan tepat, bagian sisi dek memiliki bentuk yang datar dari buritan sampai haluan sehingga alat tangkap dapat melewati sisi setelah proses penarikan. Bagian kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk memudahkan pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan, gulungan tali ditempatkan pada dek bagian muka bersama pelampung, Meja ikan hasil tangkapan diletakkan pada bagian buritan dimana tali dipasang. Tuna yang tertangkap dipotong dan dibersihkan, kemudian dimasukkan pada tangki pendingin bergaram sebelum disimpan dalam ruang penyimpanan ikan berefrigeasi (Fyson, 1985). Kapal longline menurut Ayodhyoa (1981) umumnya berbentuk panjang dan ramping dengan tujuan agar kapal dapat lincah atau mudah bergerak. Umumnya bentuk dasar kapal berbentuk “V” bottom, dengan demikian kapal akan mempunyai kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang (L), lebar (B), dalam (D) dan nilai perbandingan L/B, L/D, dan B/D.
2.4
Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan Tuna Longline Menurut Nurani dan Wisudo (2007), keberhasilan suatu operasi
penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis. Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi produksi hasil tangkapan. Perusahaan-perusahaan perikanan, khususnya perikanan tuna perlu untuk memperhatikan faktor-faktor teknis tersebut agar tujuan optimalisasi hasil
12
tangkapan dapat terpenuhi. Faktor-faktor teknis tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Ukuran kapal dan mesin kapal Ukuran kapal merupakan fungsi dari volume suatu kapal yang meliputi panjang (L), lebar (B), dalam (D). Hal ini sangat mempengaruhi cara kerja ABK, posisi dan tata letak perbekalan serta peralatan penangkapan ikan, keleluasan operasi penangkapan ikan, pelayaran, dan kapasitas muat hasil tangkapan. Ukuran mesin berkaitan dengan kemampuan daya jelajah kapal, jarak dan luas fishing ground yang dapat dijangkau serta lama operasi penangkapan ikan. Ukuran yang terlalu kecil kemungkinan tidak dapat menggerakkan kapal, begitu juga jika terlalu besar kemungkinan dapat menyebabkan pemborosan. Ukuran mesin juga berkaitan dengan konsumsi bahan bakar, semakin besar ukuran mesin kapal semakin banyak konsumsi bahan bakar. 2) Palka dan fasilitas penanganan ikan di atas kapal Ukuran palka berkaitan dengan kapasitas hasil tangkapan yang dapat dimuat. Jumlah produksi dari suatu kapal dibatasi oleh kapasitas muat palkanya. Semakin besar kapasitas muat suatu palka, akan semakin besar pula kapasitas muat hasil tangkapan. Fasilitas penanganan di atas kapal berkaitan dengan kualitas hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan tuna sangat diperhatikan agar kualitas mutu tuna hasil tangkapan tetap terjaga agar dapat memenuhi kriteria ekspor. 3) Jumlah mata pancing dan ketersediaan umpan Jumlah mata pancing yang digunakan pada saat setting operasi penangkapan ikan dilakukan sangat berkaitan dengan peluang tertangkapnya ikan. Diharapkan dengan semakin banyak mata pancing yang digunakan, akan semakin besar pula peluang tertangkapnya ikan. Umpan merupakan faktor penting dalam perikanan longline. Umpan sebagai pemikat ikan untuk dapat tertangkap pada mata pancing. Keterbatasan umpan dapat dijadikan faktor pembatas terhadap operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Jumlah umpan yang digunakan berkaitan dengan jumlah setting yang dilakukan dan jumlah mata pancing yang digunakan.
13
4) Jumlah trip penangkapan ikan Lama waktu (trip) suatu operasi penangkapan ikan dihitung dari sejak kapal meninggalkan fishing base menuju ke fishing ground sampai kapal kembali lagi ke fishing base. Jumlah trip operasi penangkapan ikan diharapkan dapat dilakukan secara optimal sepanjang tahun. Jika kapal tidak dapat melakukan trip operasi penangkapan ikan yang optimal sepanjang tahun, maka akan berdampak pada kerugian usaha. Trip operasi penangkapan ikan berkaitan dengan ketersediaan biaya. Mengingat bahwa biaya operasi pada perikanan tuna longline cukup tinggi, banyak usaha perikanan tuna longline yang tidak dapat mengoptimalkan jumlah trip yang seharusnya dapat dilakukan. Kurangnya trip operasi akan berdampak pada kurangnya pendapatan atau keuntungan usaha, sedangkan biaya tetap (fixed cost) harus tetap dikeluarkan. 5) Bahan bakar Jumlah bahan bakar yang dibawa sebagai perbekalan operasi disesuaikan dengan kapasitas tangki bahan bakar yang dimiliki kapal. Persediaan bahan bakar akan mempengaruhi terhadap luasan fishing ground yang dapat dijelajah oleh kapal dan lama trip operasi penangkapan ikan yang dapat dilakukan. Hal ini akan memperbesar peluang produksi hasil tangkapan. Biaya bahan bakar saat ini hampir menyerap 50% dari keseluruhan biaya operasi penangkapan ikan. Sehingga saat ini banyak kapal longline yang tidak dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan baik karen permasalahan tingginya harga bahan bakar. 6) Tenaga kerja (ABK) Tenaga kerja (ABK) memiliki peran yang sangat penting bagi keberhasilan operasi penangkapan tuna longline. ABK menangani secara penuh kegiatan produksi di laut. Selain faktor-faktor teknis di atas, faktor lingkungan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan produksi operasi penangkapan tuna longline. Keadaan oseanografis seperti arus, gelombang, pasang, suhu, salinitas, produktivitas primer, dan keadaan meteorologist seperti angin, hujan, cuaca suatu perairan dapat berubah setiap saat. Faktor-faktor tersebut dapat merubah rencana
14
operasi penangkapan ikan yang telah dilakukan sebelumnya. Faktor alam yang berkaitan dengan keberhasilan operasi penangkapan ikan antara lain daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan musim ikan (Nurani dan Wisudo, 2007).
2.5
Manajemen Operasi Produksi Pengertian manajemen operasi tidak terlepas dari pengertian manajemen
pada umumnya, yaitu mengandung unsur adanya kegiatan yang dilakukan dengan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan bertolak pada pengertian tersebut, Fogerty (1989) dalam Herjanto (2008) mendefinisikan manajemen operasi sebagai suatu proses yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan. Unsur-unsur pokok definisi ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Kontinyu Manajemen operasi bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Keputusan manajemen tidak merupakan suatu tindakan sesaat melainkan tindakan yang berkelanjutan atau suatu proses yang kontinyu. 2) Efektif Segala pekerjaan harus dapat dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya serta mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan manajemen operasi memerlukan pengetahuan yang luas karena mencakup berbagai fungsi manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Dalam pelaksaannya, berbagai sumber daya seperti manusia, material, modal, mesin, manajemen atau metode, energi, dan informasi diintegrasiakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Integrasi merupakan penggabungan dua atau lebih sumber daya dalam berbagai kombinasi yang terbaik. Manajer operasi dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerja secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan memperkecil limbah.
15
3) Tujuan Manajemen operasi harus mempunyai tujuan, yaitu menghasilkan suatu produk sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan operasi terdapat di berbagai organisasi. Bagi suatu perusahaan manufaktur, kegiatan operasi yang menghasilkan produk dapat jelas terlihat. Kegiatan seperti ini sering kali digunakan istilah manajemen produksi. Berkembangnya
teknik
dan
metode
manajemen
produksi,
maka
penerapannya tidak hanya berlaku bagi kegiatan pembuatan barang-barang yang berwujud saja, melainkan juga bisa digunakan untuk mengoperasikan fungsi manajemen perusahaan dalam menghasilkan barang-barang tak berwujud atau jasa. Pada awalnya, manajemen produksi di lingkungan jasa disebut dengan istilah manajemen operasi. Istilah operasi sesungguhnya juga dipakai dalam perusahaan manufaktur, yaitu dalam pengertian kegiatan mengoperasikan sumber daya produksi untuk menghasilkan barang. Istilah manajemen operasi mengandung pengertian yang lebih luas. Oleh karena itu, dalam perkembangannya kemudian digunakan istilah manajemen operasi saja yang mencakup kedua jenis kegiatan baik untuk menghasilkan barang maupun jasa. Kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang melakukan proses transformasi dari masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan (misalnya material, modal, peralatan), sedangkan keluaran berupa barang jadi, barang setengah jadi atau jasa. Proses ini biasanya dilengkapi dengan kegiatan umpan balik untuk memastikan bahwa keluaran yang diperoleh sesuai dengan yang dikehendaki. Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada beberapa titik kunci dan membandingaknnya dengan standar atau acuan yang telah ditetapkan. Apabila terjadi perbedaan antara hasil atau keluaran (output) dengan standar, maka dilakukan tindakan koresi yang dapat berupa perbaikan dalam komponen masukan atau penyempurnaan dalam proses produksi sehingga keluarannya dapat sesuai dengan yang diharapkan (Herjanto, 2008). Pengambilan keputusan manajerial hakikatnya adalah pemilihan dan penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah manajemen yang dihadapi. Berbagai masalah bidang fungsional dalam organisasi merupakan
16
masalah manajemen. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan dari suatu masalah meliputi input, proses, dan output. Pengambilan keputusan dengan mempergunakan metode kuantitatif, informasi merupakan salah satu komponen input yang penting. Jika informasi yang diperlukan cukup tersedia, proses pengambilan keputusan dapat segera dimulai. Akan tetapi, dalam prakteknya tampak tidak mungkin untuk mengumpulkan seluruh informasi karena terbatasnya sumber daya dan waktu. Bahkan, jika waktu yang tersedia cukup, dalam beberapa masalah tertentu informasi yang relevan sukar untuk ditentukan. Masalah ketidakpastian muncul dalam proses pengambilan keputusan. Komponen kedua dalam sistem pengambilan keputusan adalah prosesnya sendiri. Proses pengambilan keputusan dipandang sebagai ”black box” karena banyak pengambilan keputusan yang prosesnya tidak diketahui. Proses ini dapat terjadi di dalam pemikiran manajer atau pengambil keputusan. Sering kali proses ini digantikan dengan suatu peralatan tertentu atau suatu model keputusan. Komponen ketiga dalam sistem pengambilan keputusan masalah adalah output-nya. Output disini adalah keputusannya sendiri. Keputusan itu tidak lain adalah hasil proses atau analisi suatu masalah maka pengetahuan dan kecakapan analitis mutlak diperlukan. Dengan pengetahuan dan kecapakan analitis ini, masalah-masalah bisni dapat dipecahkan dan dianalisis (Muslich, 2009).
2.6
Pemrograman Linear (Linear Programming)
2.6.1 Pengertian Pemrograman linear (linear programming) adalah teknik pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas diantara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Teknik ini dikembangkan oleh LV Kantorovich, seorang ahli matematika dari Rusia pada tahun 1939. Pemrograman linear ini merupakan salah satu metode dalam riset operasi yang memungkinkan para pengambil keputusan mengambil keputusan dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif (Herjanto, 2008).
17
Menurut Aminudin (2002), pemrograman linear merupakan model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber organisasi. Kata sifat linear digunakan untuk menunjukan fungsi-fungsi matematika yang digunakan dalam bentuk linear dalam arti hubungan langsung dan persis proporsional. Program menyatakan penggunaan teknik matematik tertentu. Pengertian pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan.
2.6.2 Model pemrograman linear Model adalah suatu tiruan terhadap realitas. Langkah untuk membuat peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model yang juga merupakan langkah penting pertama pada penerapan teknik riset operasi dalam manajemen. Langkah pertama ini sering kali juga menjadi batu sandungan pertama di dalam perumusan model matematis secara benar. Pemahaman terhadap unsur-unsur model akan sangat membantu untuk mengatasi kesulitan. Model pemrograman linear mempunya tiga unsur utama, yaitu: 1) Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai tujuan yang hendak dicapai. Di dalam proses pemodelan, penemuan variabel keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya. 2) Fungsi tujuan Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika
linear.
Selanjutnya
fungsi
itu
dimaksimumkan
atau
diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. 3) Fungsi kendala Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuantujuanya. Fungsi kendala menggambarkan batasan yang dihadapi dalam mencapai tujuan. Fungsi kendala biasanya terdiri dari berbagai persamaan yang masing-masing berkorelasi dengan sumberdaya yang berkaitan.
18
Kendala dengan demikian dapt diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika linear. Terdapat tiga macam kendala, yaitu : (1) kendala berupa pembatas (2) kendala berupa syarat (3) kendala berupa keharusan. Pemrograman
linear
adalah
sebuah
metode
matematis
yang
berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan kendala (Siswanto, 2007). Dalam model matematika, persamaan dalam pemrograman linear dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut (Herjanto, 2008): Fungsi Tujuan (FT)
: Maks/min Z = ∑1 j Xj
dengan pembatas(DP)
: ∑ 1 ∑1 ijXj >=< bi
dan xj 0 (j = 1,2,...,n) bi 0 (i = 1,2,..,m) Keterangan: Z = nilai optimal dari fungsi tujuan; Xj = jenis kegiatan (variabel keputusan); Cj = kenaikan nilai Z jika ada pertambahan satu unit kegiatan j; aij = kebutuhan sumberdaya i untuk menghasilkan setiap kegiatan j; bi = banyaknya sumberdaya i yang tersedia; a,b,c disebut juga parameter model; m = jumlah sumberdaya yang tersedia; n = jumlah kegiatan. Terminologi umum untuk model pemrograman linear dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Fungsi yang akan dicari nilai optimalnya (Z) disebut fungsi tujuan (objective function); 2) Fungsi-fungsi batasan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: (a) Fungsi batasan fungsional, yaitu fungsi-fungsi batasan sebanyak m. (b) Fungsi batasan non-negatif (non-negative constrains) aitu variabel xj 0 3) Variabel-variabel xj disebut sebagai variabel keputusan (decision variable) 4) Parameter model yaitu masukan konstan aij, bi, dan cj.
19
2.6.3 Perumusan persoalan pemrograman linear Menurut Supranto (2005) agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Harus dapat dirumuskan secara matematis 2) Harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimal 3) Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Secara singkat di atas telah disebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear. Penjelasan syarat-syarat tersebut akan dibahas secara lengkap, yaitu sebagai berikut: 1) Fungsi objektif harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan sebgai fungsi objektif yang linear. Misalnya jumlah hasi penjualan harus maksimum dan jumlah biaya transportasi harus minimum. 2) Harus ada alternatif pemecahan untuk dipilih salah satu yang terbaik. 3) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat ditambahkan tanpa saling mempengaruhi antara sumber atau aktivitas yang lain (additivity). 4) Fungsi objektif dan ketidaksamaan untuk menunjukkan adanya pembatasan harus linear. 5) Variabel keputusan harus positif, tidak boleh negatif (xj 0, untuk semua j). 6) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat dibagi (divisibility). 7) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai jumlah yang terbatas (finiteness). 8) Aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber. Hal ini berarti adanya hubungan yang linear antara aktivitas dengan sumber-sumber (constant returns to scale). 9) Model pemrograman deterministik, artinya sumber dan aktivitas diketahui secara pasti (single valued expectations).
2.7
Analisis Pascaoptimalitas Penyelesaian optimal dari model awal memberikan informasi hasil bagi
yang dicapai dengan kondisi yang diberikan atau tersedia. Penyesuaian kadang diperlukan untuk memperoleh hasil yang lebih optimal lagi melalui beberapa perubahan bentuk model yang menggambarkan perubahan aktivitas dan kapasitas
20
sumberdaya. Sejauh mana perubahan itu berperan terhadap penyelesaian optimal adalah informasi yang sangat berharga guna menurunkan alternatif-alternatif keputusan selain keputusan optimal. Menurut Siswanto (2007), secara matematis penyelesaian optimal sebuah kasus pemrograman linear selalu berhubungan dengan penyelesaian optimal sebuah kasus pemrograman linear yang lain. Bentuk hubungan ini dikenal sebagai dualitas di dalam pemrograman linear dan bisa menjelaskan hubungan antara dual price dengan kendala-kendala aktif.
2.7.1 Dualitas Konsep dualitas menjelaskan secara matematis bahwa sebuah kasus pemrograman linear berhubungan dengan sebuah kasus pemrograman linea yang lain. Bila kasus pemograman linear yang pertama disebut primal, maka kasus pemrograman linear yang kedua disebut dual. Model matematis hubungan antara pemrograman linear primal dengan program linear dual memiliki hubungan sebagai berikut: 1) Bila koefisien tujuan primal dimaksimumkan, maka fungsi tujuan dual diminimumkan. 2) Koefisien-koefisien fungsi tujuan primal menjadi nilai ruas kanan kendalakendala dual. 3) Nilai ruas kanan kendala primal menjadi koefisien-koefisien fungsi tujuan dual. 4) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan
variabel dual. 5) Tanda ketidaknegatifan variabel primal menjadi tanda kendala kendalakendala dual. 6) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan
variabel dual. 7) Tanda
ketidaknegatifan
variabel
primal
menjadi
tanda
kendala
pertidaksamaan kendala-kendala dual. 8) Tanda kendala persamaan “=” pada model primal menjadi unconstrained in sign atau tanpa tanda kendala pada variabel keputusan model dual.
21
9) Tanda variabel keputusan ”=” pada model primal menjadi unconstrained in sign atau tanpa tanda kendala pada kendala model dual.
2.7.2 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas menjelaskan sampai sejauh mana parameterparameter model pemrograman linear, yaitu koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala, boleh berubah tanpa harus mempengaruhi jawaban optimal atau penyelesaian optimal (Siswanto, 2007). Menurut Herjanto (2008), analisis sensitivitas adalah penyelidikan perubahan nilai parameter (aij, bi, dan cj) terhadap efek pada penyelesaian yang optimal. Karena perubahan nilai parameter dalam masalah primal juga akan mengakibatkan perubahan nilai pada masalah dual. Analisis sensitivitas akan menjelaskan interval perubahan parameter fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala yang akan membuat informasi dari penyelesaian optimal tidak berubah. Informasi dari penyelesaian optimal tersebut antara lain: 1) nilai variabel keputusan optimal 2) nilai fungsi tujuan ekstrem 3) nilai slack/surplus variable 4) nilai dual price/shadow price (Siswanto, 2007).