4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskrpsi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae,
terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam). Daging yang dimiliki berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya
(Mc Afee et al. 2009). Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti
tuna sirip biru (bluefin tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih
dingin
dan
dapat
bertahan
dalam
kondisi
yang
beragam
(Lennert-cody 2008). Tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya. Sebagian besar mempunyai sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Burhanuddin et al. 1984). Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Teleostei
Subkelas
: Actinopterygi
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombridei
Family
: Scombridae
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnus obesus (bigeye, tuna mata besar) Thunnus alalunga (albacore, tuna albacore) Thunnus tonggol (longtail, tuna ekor panjang) Thunnus albacore (yellowfin, madidihang) Thunnus macoyii (southern bluefin, tuna sirip biru selatan) Thunnus thynnus (northern bluefin, tuna sirip biru utara) Thunnus atlanticus (blackfin, tuna sirip hitam)
5
Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus sp.) Sumber: Anonim (2010)
Ikan tuna yang terdapat di perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis, untuk memudahkannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tuna kecil yang diwakili oleh skipjack dan tuna besar yang meliputi madidihang, tuna mata besar, tuna albacore, tuna sirip biru dan tuna abu-abu. Beberapa jenis tuna yang merupakan komoditi ekspor adalah madidihang, tuna mata besar, albacore, tuna sirip biru, dan cakalang. Tuna terdapat di perairan laut mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Di Samudra Hindia penyebaran meluas dari 30° lintang selatan ke utara dan dari timur Australia hingga benua Afrika dan di nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut yang dalam diantaranya laut Bali, laut Flores, laut Arafuru serta laut Banda (Stansby 1963). 2.2.
Komposisi Nilai Gizi Ikan Tuna Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan
lemak yang rendah serta mengandung protein antara 22,6-26,2 g/100 g daging, lemak antara 0,2-2,7 g/100 g daging. Ikan tuna mengandung mineral (kalsium, fosfor, besi, sodium), vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin, dan niasin) (Department of Health Education and Walfare 1972). Secara umum bagian tuna yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 50-60 % dari tubuh ikan (Stansby 1963). Kadar protein daging putih ikan tuna lebih tinggi daripada daging merah, namun kadar lemak daging putih lebih rendah daripada daging merah. Daging merah kaya akan lemak, suplai oksigen,
6
dan mioglobin, sehingga memungkinkan untuk berenang pada kecepatan tetap (Kawamura 2003). Menurut Roy et al. (2009), mioglobin dan hemoglobin yang terkandung dalam daging merah bersifat prooksidan serta kaya akan lemak sehingga menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan. Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi gizi beberapa jenis Tuna (Thunnus sp.) per 100 gram daging
Sumber : Departemen of Health, Education an Welfare 1972
2.3
Tuna Loin Tuna loin adalah produk yang dibuat dari tuna segar yang mengalami
perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat serta suhu pusatnya maksimum -18°C (BSN 2006). Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin berdasarkan ketentuan SNI 7530.3:2009 meliputi: 1.
Penerimaan bahan baku Penerimaan bahan baku bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang
bebas dari kontaminasi bakteri patogen Bahan baku tuna yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik dan uji histamin untuk mengetahui mutunya. Penanganan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter dengan suhu produk
7
0–4,4
o
C. Bahan baku diidentifikasi dan diberi kode untuk kemudahan
penelusuran dan dipertahankan sampai tahapan produk akhir. 2.
Penyiangan Penyiangan bertujuan untuk mendapatkan ikan yang bersih, tanpa
kepala, dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen. Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk 0–4,4 oC. 3.
Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran dan darah yang
menempel di tubuh ikan agar bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat, dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk 0–4,4 oC. 4.
Pembuatan loin Pembuatan loin bertujuan untuk mendapatkan bentuk loin sesuai dengan
ukuran yang ditentukan. Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 0–4,4 oC. 5.
Pembuangan kulit dan perapihan Pembuangan kulit dan perapihan bertujuan untuk mendapatkan loin
yang rapi dan bebas dari tulang, daging gelap (dark meat), dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. Tulang, daging gelap (dark meat), dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pembuangan kulit dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 0–4,4 oC. 6.
Sortasi mutu Sortasi mutu bertujuan untuk mendapatkan loin dengan mutu sesuai
spesifikasi. Sortasi mutu dilakukan dengan mengelompokkan produk sesuai spesifikasi secara hati-hati cepat, cermat, dan saniter dengan suhu pusat produk 0–4,4 oC.
8
7.
Pembungkusan (wrapping) Pembungkusan (wrapping) bertujuan untuk mendapatkan loin dalam
kemasan yang sempurna dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. Loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik vacuum dan tidak vacuum secara individual, dengan cepat, cermat, dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk 0–4,4 oC. 8.
Penimbangan Penimbangan bertujuan untuk mendapatkan berat loin yang sesuai
dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi, dengan cepat, cermat, dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk 0–4,4 oC. 9.
Pengepakan Pengepakan dilakukan untuk melindungi produk dari kontaminasi dan
kerusakan selama transportasi serta penyimpanan sesuai dengan label. Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat,dan saniter. 2.4
Definisi Mutu Pesatnya perkembangan pasar-pasar jenis baru,terutama pasar perikanan
baik yang belum pernah ada sebelumnya sampai yang sudah ada menambah ketatnya persaingan dalam dunia perdagangan. Persaingan tersebut terlihat dari volume, keragaman, serta mutu produk yang dihasilkan oleh tiap produsen. Oleh karena itu, banyak produsen yang berusaha meningkatkan serta mengendalikan mutu produk yang dihasilkan. Mutu merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan serta didasarkan oleh pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, dan diukur berdasarkan persyaratan pelanggan yang cenderung bersifat subyektif. Oleh karena itu, mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa digunakan untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan (Feingenbaum 1989).
9
Menurut Montgomery (1990), ada dua segi umum tentang mutu, yaitu rancangan mutu dan kecocokan mutu. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat mutu. Variasi dalam tingkat mutu memang disengaja, sehingga teknik ini disebut dengan istilah rancangan mutu. Kecocokan mutu merupakan seberapa baik suatu produk sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan tersebut. Kecocokan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan mutu (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan lain-lain) yang digunakan untuk memantau seberapa jauh jaminan mutu diikuti beserta motivasi angkatan kerja untuk mencapai mutu. Tiap produk yang dihasilkan mempunyai sejumlah unsur yang secara bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunaannya. Ciri-ciri mutu terdiri dari beberapa sifat berikut (Gasperz 1998): 1. Fisik: panjang, berat, dan diameter. 2. Sensori (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dan lain-lain. 3. Orientasi
waktu:
keandalan,
kemampuan
pelayanan,
kemudahan
pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk. 4. Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen. 2.5
Pengendalian Mutu Pengendalian mutu adalah aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga
ciri-ciri kualitas produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan yang sesuai jika terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya (Montgomery 1990). Prosedur
untuk
mencapai
sasaran
mutu
diistilahkan
dengan
pengendalian mutu. Menurut Feigenbaum (1989), secara umum ada empat langkah dalam penerapan pengendalian mutu, yaitu: 1. Menetapkan standar, yaitu menentukan standar mutu, standar mutu prestasi kerja, standar mutu keamanan, dan standar mutu keterandalan yang diperlukan produk.
10
2. Menilai kesesuaian, yaitu membandingkan kesesuaian dari produk dan jasa yang dihasikan terhadap suatu standar. 3. Mengambil tindakan korektif bila perlu, yaitu mengkoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup pemasaran, rekayasa, produksi, dan pemeliharaan yang mempengaruhi kepuasan pemakai. 4. Merencanakan perbaikan, yaitu mengembangkan suatu upaya yang kontinu tuntuk
memperbaiki
standar-standar
biaya,
prestasi,
keamanan,
dan
keterandalan. Tujuan utama pengendalian mutu adalah menjaga kepuasan pelanggan. Identifikasi semua kebutuhan pelanggan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kendali mutu efektif. Keuntungan yang didapat dari pengendalian mutu adalah sebagai berikut (Feigenbaum 1989): 1. Meningkatkan mutu dan desain produk. 2. Meningkatkan aliran produksi. 3. Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mengenai mutu 4. Meningkatkan pelayanan produk. 5. Memperluas pangsa pasar. 2.6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Menurut Montgomery (1990) pertumbuhan persaingan yang nyata
mengenai mutu produk dipengaruhi oleh Sembilan bidang dasar “9M”sebagai berikut : 1. Market (Pasar), jumlah produk baru dan lebih baik yang ditawarkan di pasar terus bertumbuh pada laju yang eksplosif. Kebanyakan produk ini adalah hasil perkembangan teknologi baru, sehingga konsumen meminta dan memperoleh produk yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan. Akibatnya, bisnis harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah dengan cepat. 2. Money (Uang), meningkatnya persaingan di dalam banyak bidang bersamaan dengan fluktuasi ekonomi dunia telah menurunkan batas (margin) laba. Akan tetapi, kebutuhan mekanisasi telah mendorong pengeluaran biaya yang besar untuk proses dan perlengkapan yang baru. Selain itu, biaya-biaya mutu yang dikaitkan dengan pemeliharaan dan perbaikan mutu telah mencapai ketinggian yang tak terduga. Hal ini membuat fokus perhatian manajer pada bidang
11
biaya-mutu sebagai salah satu “titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian dapat diturunkan untuk memperbaiki laba. 3. Management (Manajemen), tanggung jawab mutu telah didistribusikan antara beberapa kelompok khusus, seperti terdapatnya bagian pemasaran, produksi, dan kendali mutu. Sehingga mutu pelayanan produk sampai kepada konsumen menjadi bagian yang semakin penting dari “paket produk” total. Hal ini telah manambah
beban
manajemen
puncak,
khususnya
dipandang
dari
bertambahnya kesulitan dalam mengalokasikan tanggung jawab yang tepat untuk mengkoreksi penyimpangan dari standar mutu. 4. Men (Manusia), pertumbuhan yang cepat dalam pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh bidang baru telah menciptakan permintaan yang besar akan pekerja dengan pengetahuan khusus. Meskipun spesialisasi memiliki keuntungan, kerugiannya adalah memecah tanggung jawab mutu produk kedalam beberapa bagian. Oleh karena itu, banyak aspek sistem operasi bisnis telah menjadi fokus manajemen modern. 5. Motivation (Motivasi), meningkatkan kerumitan dalam membawa mutu produk kedalam pasar telah memperbesar makna kontribusi setiap karyawan terhadap mutu. Hal ini membimbing kearah kebutuhan yang tidak pernah ada sebelumnya, sehingga tercipta kesadaran akan pendidikan dan komunikasi mutu. 6. Materials (Bahan), disebabkan oleh biaya produksi dan persyaratan mutu, sehingga para ahli memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat daripada sebelumnya dan bahan yang terdapat menjadi lebih beraneka ragam. 7. Machines and Mechanization (Mesin dan mekanisasi), merupakan upaya penurunan biaya dan volume produksi untuk memuaskan pelanggan dalam pasar yang bersaing ketat. Mutu yang baik menjadi sebuah faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar dapat dimanfaatkan sepenuhnya. 8. Modern information methods (Metode informasi modern), memberikan kemampuan untuk manajemen informasi yang lebih bermanfaat, lebih akurat, tepat waktu, dan bersifat ramalan dengan mendasari keputusan yang membimbing masa depan.
12
9. Mounting product requirements (Persyaratan proses produksi), meyakinkan bahwa tidak ada faktor-faktor yang diketahui ataupun tidak yang memasuki proses untuk menurunkan keterandalan komponen atau sistem. 2.7
Six sigma Six sigma merupakan metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan
utnuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi
waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan
produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbalan hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian masalah sederhana-DMAIC, yang merupakan singkatan dari Define (merumuskan), Measure (mengukur), Analyze (menganalisis), Improve (meningkatkan/memperbaiki), dan Control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam-macam perangkat statistik serta perbaikan proses lainnya (Gimenez 2005). Motorola adalah perusahaan yang pertama menggunakan konsep six sigma sebagai metode untuk mengukur kualitas produk dan jasa. Istilah six sigma (sigma enam) berasal dari ukuran statistik yang berarti tingkat kesalahan atau cacat sejumlah 3,4 atau lebih kecil per satu juta kejadian. Salah satu tujuan jangka panjang penerapan six sigma adalah dapat melakukan semua proses penting apapun wilayah fungsionalnya pada tingkat kemampuan sigma enam, sehingga dapat meningkatkan kinerja bisnis dari segi kualitas produktivitas dan biaya profitabilitas (Gaspersz 2003). Gambaran konsep six sigma dapat dilihat pada Gambar 2.
13
Proses Bisnis yang Sudah ada
Pemasok
Input
Proses Produksi dan Jasa
Output
Pelanggan
Metodologi Six Sigma
Kinerja Bisnis yang Meningkat
Kualitas Produktivitas
Biaya Profitabilitas
Gambar 2. Konsep six sigma dan perbaikan proses Sumber: Evans dan Lindsay (2007)
Menurut Evans dan Lindsay (2007), inti dari filosofi six sigma bertumpu pada beberapa konsep penting, yaitu: 1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan, dengan tetap fokus pada tujuan strategis perusahaan. 2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggung jawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatasi hambatan untuk berubah, dan menggalang sumber daya. 3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat per satu juta kemungkinan (dpmo) yang bisa diterapkan disetiap bagian perusahaan. 4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat teridentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada penerapan bisnis, sehingga dapat memberikan sistem insentif dan akuntabilitas. 5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus. 6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan alat-alat untuk dapat meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. 7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
14
2.7.1
Metrik dan Pengukuran Metrik adalah cara untuk mengukur karakter tertentu yang dapat
diverifikasi, dinyatakan baik secara numerik (misal persentasi kecacatan) ataupun kualitatif (misal tingkat kepuasan). Penggunaan metrik penting dalam penerapan six sigma karena memberikan keputusan berdasarkan fakta. Dalam terminologi six sigma, cacat (defect) atau ketidaksesuaian (nonconformance) merupakan suatu kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan (Evans dan Lindsay 2007). Metrik dpmo merupakan cara pengukuran yang biasa diterapkan dalam six sigma, sebagai tingkat kecacatan per juta kemungkinan (defects per million opportunities-dpmo): Dpmo = (Jumlah cacat yang ditemukan/kemungkinan kesalahan) x 1.000.000 2.7.2
Dasar Statistik Six sigma Tingkatan kualitas sigma enam adalah tingkat yang setara dengan variasi
sejumlah proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan agar rata-rata produksi bergeser 1,5 deviasi standar dari target. Pergeseran kurva tersebut menandakan bahwa tidak ada proses yang dapat dipertahankan pada tahap sempurna (Gaspersz 2003). Wilayah dibawah ekor kurva yang bergeser diluar wilayah sigma enam hanya berukuran seluas 0,0000034 atau 3,4 per satu juta. Hal ini menandakan ratarata suatu proses dapat dikontrol agar bergeser paling banyak 1,5 deviasi standar dari target. Sehingga diharapkan cacat yang terjadi hanya 3,4 per satu juta kejadian. Jika rata-rata tersebut dapat dijaga tepat sesuai target, maka kemungkinan terjadinya cacat diluar sigma enam kearah dua ekor hanya satu per satu miliar kejadian. Jika pergeseran terjadi kedua arah, maka kemungkinan cacat pada tingkatan sigma enam paling banyak hanya 6,8 per satu juta kejadian, dan jika pergeseran terjadi pada target distribusi, maka jumlah cacat hanya dua per satu miliar (Evans dan Lindsay 2007). Jumlah cacat (per satu juta) dan beberapa pergeseran proses dari titik tengah serta tingkat kualitasnya (satu ekor saja) dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2. Jumlah cacat (per satu juta) dan beberapa pergeseran proses dari titik tengah serta tingkat kualitasnya (satu ekor saja) Tingkat Kualitas Pergeseran
3-sigma
3,5-sigma
4-sigma
4,5-sigma
5-sigma
5,5-sigma
6-sigma
0
1350
233
32
3,4
0,29
0,017
0,001
0,25-sigma
3577
666
99
12,8
1,02
0,1056
0,0063
0,5-sigma
6440
1382
236
32
3,4
0,71
0,019
0,75-sigma
12288
3011
665
88,5
11
1,02
0,1
1-sigma
22832
6433
1350
233
32
3,4
0,39
1,25-sigma
40111
12201
3000
577
88,5
10,7
1
1,5-sigma
66803
22800
6200
1350
233
32
3,4
1,75-sigma
105601
40100
12200
3000
577
88,4
11
2-sigma
158700
66800
22800
6200
1300
233
32
Sumber: Takadimalla (1994) diacu dalam Evans dan Lindsay (2007)
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkatan kualitas dengan jumlah cacat 3,4 per satu juta kesempatan dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu dengan pergeseran sigma dari target sebanyak 0,5 dan kualitas 5-sigma, pergeseran sigma dari target sebanyak 1 dan kualitas 5,5-sigma, serta pergeseran sigma dari target sebanyak 1,5 dan kualitas 6-sigma. Pengendalian sebuah proses agar sesuai dengan target merupakan pilihan yang lebih murah dibandingkan mengurangi variabilitas proses (Kwak et al. 2003). Kurva pergeseran sigma untuk mengurangi variasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kurva pergeseran sigma untuk mengurangi variasi Sumber: Kapadia (2010)
Tingkatan sigma dapat dihitung dengan Ms.Excel menggunakan formula sebagai berikut: =NORMSINV(1-dpmo/1.000.000)+Shift
16
Meskipun demikian tidak semua proses harus beroperasi pada tingkatan sigma enam. Tingkatan yang tepat bergantung seberapa penting suatu proses secara strategis serta biaya perbaikan jika dibandingkan dengan keuntungan yang dihasilkan (Goffnet 2004). Menurut Gaspersz (2003), ada 6 aspek yang perlu diperhatikan dalam penerapan konsep six sigma di bidang manufaktur, yaitu: 1. Identifikasi karakteristik produk yang sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 2. Klasifikasikan semua karakteristik kualitas sebagai CTQ (Critical to Quality) individual 3. Tentukan apakah setiap CTQ dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses kerja, dan lain-lain. 4. Menentukan nilai USL (upper specific limit- nilai batas spesifikasi atas) dan LSL (lower specific limit- nilai batas spesifikasi bawah) dari setiap CTQ. 5. Menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ. 6. Mengubah desain produk/proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target six sigma (Cp > 2). 2.7.3
Pemecahan masalah dengan six sigma Pemecahan masalah (problem solving) merupakan aktivitas yang
melibatkan perubahan aktivitas suatu keadaan yang sedang berlangsung agar berlangsung sebagaimana seharusnya. Perbaikan kinerja bisnis dan kualitas yang sukses bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan dari landasan filosofi six sigma adalah perbaikan terobosan yang menambah nilai kepada perusahaan dan pelanggan melalui pendekatan masalah yang sistematis (Cheng 2010). Hal ini diterapkan dalam lima tahap metodologi DMAIC (Evans dan Lindsay 2007), yaitu: 1. Define (Perumusan), mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi, menganalisis data dan asumsi yang mendasari data tersebut, serta menelaah masalah untuk mendapatkan perspektif baru agar memperoleh definisi masalah yang dapat diperbaiki. 2. Measure (Pengukuran), bagaimana cara mengukur proses internal yang mempengaruhi CTQ (quality to control). Hal ini membutuhkan pemahaman
17
akan hubungan sebab akibat antara kinerja proses dan nilai pelanggan. Metodologi ini menggunakan istilah fungsi dalam ilmu matematika yang menggambarkan hubungan sebagai berikut: Y = f (X) dimana: Y= variabel respon yang penting (CTQ) X= variabel input penting yang mempengaruhi Y 3. Analyze (Analisis), fase analisis dari metode DMAIC berfokus pada pertanyaan mengapa cacat, kesalahan, atau variasi yang berlebihan terjadi. Setelah variabel yang terkumpul dan diukur, dilakukan eksperimen untuk memverifikasi hubungan yang telah dihipotesiskan sebelumnya, yaitu apakah faktor X benar-benar mempengaruhi faktor Y. Eksperimen dilakukan dengan cara memformulasikan beberapa hipotesis untuk menyelidiki data yang dikumpulkan atau melakukan percobaan lain, sehingga dapat disimpulkan secara beralasan serta dapat didukung secara statistik sebagai akar permasalahan yang sebenarnya. 4. Improve (Peningkatan), setelah akar permasalahan dapat dipahami selanjutnya dilakukan pengumpulan ide untuk menghilangkan atau memecahkan masalah serta memperbaiki kinerja variabel X sehingga memperbaiki CTQ. Seperangkat ide yang telah diajukan, perlu dilakukan evaluasi dan ide yang paling menjanjikan yang dipilih. 5. Control (Pengendalian), berfokus pada bagaimana menjaga perbaikan agar terus berlangsung. Bentuk pengendalian dapat dilakukan dengan membuat daftar periksa (checklist) atau pemeriksaan berkala untuk meyakinkan bahwa prosedur yang benar telah diikuti, atau penerapan diagram pengendalian proses statistik untuk memonitor kinerja cara pengukuran yang terpenting. 2.8
Statistical Process Control (SPC) Statistika merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan
penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode statistik memberikan cara-cara pokok dalam pengambilan sampel produk, pengujian serta evaluasinya, dan informasi dalam data digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses pembuatan (Montgomery 1990).
18
Penggunaan ilmu statistika dalam pengawasan proses produksi, pengendalian mutu produksi, dan sistem manajemen mutu memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik manajemen yang hanya mengandalkan pemikiran tim manajerial perusahaan. Beberapa kelebihan penggunaan statistika dalam pengendalian mutu (Urdhwareshe 2000), antara lain: 1. Sebagai alat yang telah terbukti untuk dapat meningkatkan produktivitas. 2. Sebagai alat efektif untuk mencegah penyimpangan. 3. Dapat mencegah penyesuaian yang tidak perlu. 4. Memberikan informasi bagi operator untuk membuat suatu perubahan pada proses yang dapat meningkatkan produktivitas. Statistical process control (SPC) merupakan metode statistika yang memisahkan variasi yang dihasilkan sebab khusus dari variasi alamiah untuk menghilangkan sebab khusus, mengusahakan dan mempertahankan konsistensi dalam proses, serta memantapkan proses perbaikan (Goetsch dan David 2003). Dalam proses produksi, variabilitas merupakan ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga menimbulkan perbedaan mutu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan. Hal ini dihasilkan oleh pengaruh kumulatif dari banyak sebabsebab kecil yang pada dasarnya tidak terkendali (Montgomery 1990). Macam-macam variabilitas terkadang dapat timbul dari hasil suatu proses. Menurut Gaspersz (2002), terdapat dua sumber penyebab timbulnya variasi yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Variasi penyebab khusus (special-causes variation) adalah kejadian-kejadian diluar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri tersebut. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor, seperti: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola non acak (nonrandom pattern) yang dapat diidentifikasi, sebab tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh lebih kuat pada proses sehingga menyebabkan variasi. Dalam pengendalian proses statistik menggunakan peta kontrol (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limit).
19
2. Variasi penyebab umum (Common-cause variation) adalah faktor-faktor didalam sistem industri atau yang melekat pada proses industri sehingga menimbulkan variasi dalam sistem tersebut. Penyebab umum disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system cause). Penyebab ini selalu melekat pada sistem, maka untuk menghilangkannya dilakukan penelusuran pada elemen-elemen dalam sistem dan hanya pihak manajemen industri yang dapat memperbaikinya. Dalam pengendalian proses statistik menggunakan peta kontrol (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam pengendalian yang didefinisikan (defined control limit). 2.8.1
Metrik SPC Metrik SPC merupakan indikator yang digunakan dalam perhitungan
SPC (statistical process control), terbagi menjadi dua kategori, yaitu data atribut dan variabel. Data atribut (atribute) adalah karakteristik kinerja yang ada atau tidak ada dalam produk atau jasa yang menjadi pusat perhatian. Data atribut bersifat tersendiri dan dapat memberitahu apakah suatu karakteristik mematuhi spesifikasi atau tidak. Pengukuran atribut diekspresikan dalam proporsi atau tingkat, misalnya proporsi ketidakpatuhan dalam sekelompok barang, jumlah cacat
per
unit,
atau
tingkat
kesalahan
pada
setiap
kesempatan
(Committee E-11 on Quality and Statistic 2002). Tipe kategori yang kedua disebut data variabel (variable). Data variabel bersifat kontinu (misalnya panjang atau berat). Pengukuran varibel berkenaan dengan derajat ketidakpatuhan terhadap spesifikasi. Pengukuran variabel biasanya diekspresikan dengan angka-angka statistik, seperti rata-rata dan deviasi standar. Mengumpulkan data atribut biasanya lebih mudah daripada mengumpulkan data variabel. Karena pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih cepat melalui inspeksi atau perhitungan sederhana, sedangkan data variabel membutuhkan penggunaan alat pengukuran. Dalam pengertian statistik inspeksi atribut kurang efisien dibandingkan dengan inspeksi variabel, karena tidak memberikan informasi yang sama banyak. Hal ini dikarenakan, inspeksi atribut membutuhkan sampel yang lebih besar daripada inspeksi variabel untuk mendapatkan informasi statistik yang sama banyaknya (Evans dan Lindsay 2007).
20
2.8.2
Lembar Pemeriksaan Dasar
pengendalian
mutu
secara
statistik
adalah
pemanfaatan
sepenuhnya setiap teknik dan data yang dihasilkan dengan teknik ini. Statistik menyatakan data, data merefleksikan fakta, sehingga bila pengendalian tergantung pada data, data tersebut harus benar. Data harus dikumpulkan secara hati-hati dan teliti, serta tujuan pengumpulan data pun harus jelas. Lembar pemeriksaan mempunyai
banyak
tujuan,
tetapi
yang terutama
adalah
memudahkan
pengumpulan data dalam bentuk yang mudah digunakan dan dianalisis secara otomatis. Adapun fungsi dari lembar pemeriksaan yaitu, pemeriksaan distribusi proses produksi, pemeriksaan item cacat, pemeriksaan lokasi cacat, pemeriksaan penyebab cacat, pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan, dan lain-lain (Ishikawa 1988). Lembar pemeriksaan dirancang dalam bentuk yang komunikatif agar mudah dipahami, sehingga dapat menunjukkan lokasi penyimpangan. Contoh lembar pemeriksaan dapat dilihat pada Gambar 4. Lembar pemeriksaan Produk:
Tanggal:
Tahap manufakturing:
Pabrik: Seksi:
Tipe rusak
Nama: Pemeriksa:
Jumlah total diperiksa
Lot no: Order no:
Catatan: Tipe
Pemeriksaan
Sub total
Goresan permukaan Tidak Lengkap Tidak jadi Lain-lain Total Total rusak
Gambar 4. Lembar pemeriksaan item cacat Sumber: Ishikawa (1988)
2.8.3
Grafik Kendali Grafik kendali pertama kali diperkenalkan oleh W. A Shewhart dari Bell
Telephone laboratories, Amerika Serikat dengan tujuan untuk menghilangkan ragam tidak normal melalui pemisahan ragam yang disebabkan oleh penyebab
21
khusus dan penyebab umum. Grafik kendali digunakan untuk mengetahui apakah suatu proses berada dalam keadaan terkendali secara statistik dan menentukan kapabilitas proses, yang selanjutnya digunakan untuk mengendalikan proses secara terus-menerus (Gasperz 2001). Selain itu, grafik kendali juga digunakan untuk menetapkan karakteristik mutu secara kontinu, menetapkan mutu proses, menetapkan saat mulai dan berakhirnya proses, dan menghilangkan penyebab dari penolakan produk atau mutu marginal produk. Keuntungan menggunakan grafik kendali, yaitu memonitor setiap waktu, membedakan ragam yang disebabkan oleh penyebab khusus dan penyebab umum, mengkaji efektivitas perubahan dalam usaha untuk meningkatkan proses, serta memberikan informasi mengenai proses dalam periode tertentu. Diagram alir penggunaan grafik kendali dapat dilihat pada Gambar 5. Tentukan karakteristik mutu sesuai keinginan pelanggan
TIDAK
TIDAK Apakah data atribut berbentuk proporsi atau presentase?
Apakah data peubah?
YA
Apakah proses homogeny atau proses batch seperti industri
YA
Apakah data atribut berbentuk banyaknya ketidaksesuaian?
YA
TIDAK
YA
Apakah ukuran contoh konstan?
YA
Apakah ukuran contoh konstan?
TIDAK
YA
Gunakan peta control individual: X-MR
TIDAK
YA Gunakan peta kontrol X-Bar*
Gunakan peta kontrol p atau np*
Gunakan peta kontrol p*
Gunakan peta kontrol c dan u*
Gambar 5. Diagram alir penggunaan grafik kendali Sumber: Ishikawa (1988)
Keterangan : * = Jenis-jenis grafik kendali
Gunakan peta kontrol u*
22
Menurut Ishikawa (1988), langkah-langkah dasar yang harus diambil dalam menggunakan grafik kendali proses produksi adalah sebagai berikut: 1. Pilih item apa yang akan dikendalikan. Tentukan permasalahan apa yang berkaitan dan apa tujuannya, serta data apa yang diperlukan. 2. Tentukan peta kendali apa yang digunakan. Tentukan apabila peta 𝑥-R, p, pn, u, atau c yang cocok. 3. Buatlah peta kendali untuk analisis proses. Ambilah data untuk selang waktu tertentu atau gunakan data dalam pembuatan peta. Bila terdapat titik yang abnormal, selidiki penyebabnya dan ambillah tindakan. 4. Susunlah peta kendali untuk pengendalian proses. Apabila telah dilakukan tindakan yang berhubungan dengan penyebab perubahan mutu dan proses produksi dikendalikan. Lihatlah apakah produk memenuhi standar untuk keadaan ini. Dengan dasar kesimpulan ini, standarkan metode kerja. Perluas garis kendali di peta pada situasi stabil dan lanjutkan menggambar data harian. 5. Kendalikan proses produksi. Bila metode yang distandarkan tetap dijaga, peta kendali harus menunjukkan keadaan terkendali. Jika ketidaknormalan muncul pada peta, selidiki penyebabnya segera dan lakukan tindakan yang tepat. 6. Hitung kembali garis kendali. Bila peralatan atau garis kerja diubah, garis kendali harus dihitung kembali. Apabila pengendalian selama proses produksi dilakukan dengan lancar, tingkatan mutu pada peta kendali akan lebih baik. Berikut ini aturan yang harus diamati dalam menghitung kembali garis kendali, yaitu: i.
Data pada titik-titik yang menunjukkan ketidaknormalan dan penyebab yang telah ditemukan dan dibetulkan, harus tidak dimasukkan dalam penghitungannya kembali.
ii.
Data pada titik-titik tidak normal yang penyebabnya tidak ditemukan atau tidak ada tindakan yang diambil, harus dimasukkan. Menurut Montgomery (1990), berdasarkan sifat atribut dan peubah dari
parameter mutu yang diukur, terdapat dua macam grafik pengendalian proses yaitu grafik pengendalian atribut dan grafik pengendalian peubah. Grafik pengendalian peubah digunakan secara luas serta merupakan prosedur pengendali yang lebih efisien dan memberikan informasi tentang penampilan proses yang
23
lebih banyak daripada grafik pengendali sifat. Data peubah menunjukkan karakteristik mutu yang mempunyai dimensi kontinu yang dapat mengambil nilainilai kontinu dalam kemungkinan yang tidak terbatas, seperti panjang, kecepatan, bobot, volume, dan sebagainya. Data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, dan sebagainya (Gasperz 1998). Grafik kendali X-bar (rataan ) dan R (range) digunakan untuk memantau proses yng mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, sehingga peta control Xbar dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data peubah. Peta kontrol Xbar menjelaskan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rataan suatu proses. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti peralatan yang dipakai, peningkatan suhu secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift, material baru, tenaga kerja baru yang belum dilatih, dan lain-lain. Peta kontrol R (range) menjelaskan mengenai perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran ragam, sehingga berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti bagian peralatan yang hilang, minyak pelumas bensin yang tidak mengalir dengan baik, kelelahan pekerja, dan lain-lain (Gasperz 2001) Pembuatan peta kontrol individual X dan MR (Moving Range) diterapkan pada peta proses yang menghasilkan produk relatif homogen, misalnya cairan kimia, kandungan mineral dari air dan makanan. Selain itu, dapat pula diterapkan pada kasus inspeksi 100% untuk proses produksi yang sangat lama (Gasperz 2001). Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Sehingga peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu atau produk cacat yang dihasilkan dari suatu proses. Proses yang tidak memenuhi syarat diidentifikasikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok tersebut. Karakteristik mutu dari item diperiksa dan diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item tersebut tidak
24
memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik mutu, maka item tersebut digolongkan tidak memennuhi syarat spesifikasi atau cacat. Peta kontrol c didasarkan pada titik spesifik yang tidak memenuhi syarat dalam suatu produk, sehingga suatu produk dapat saja dianggap memenuhi syarat meskipun mengandung satu atau beberapa titik spesifik cacat (Gasperz 2001). Menurut Gasperz (1998), pada dasarnya setiap grafik kendali memiliki karakteristik, seperti: 1. Sumbu x yang melambangkan nomor contoh 2. Sumbu y yang melambangkan mutu luaran 3. Garis tengah (GT) 4. Sepasang batas pengendali, dimana satu batas pengendali ditempatkan diatas garis tengah yang dikenal sebagai batas pengendali atas (BPA) serta satu batas pengendali ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal dengan batas pengendali bawah (BPB). Grafik kendali secara umum dapat dilihat pada
Karakteristik
Gambar 6.
Nomor Contoh Gambar 6. Grafik kendali secara umum Sumber: Kapadia (2010)
2.8.4
Diagram Sebab Akibat Penyebab yang terjadi dalam permasalahan mutu hampir tidak terhitung.
Diagram sebab-akibat merupakan diagram yang dapat mengilustrasikan dengan jelas bermacam-macam penyebab yang mempengaruhi mutu produk melalui pemilihan dan mengembangkan penyebab-penyebabnya. Pengendalian mutu yang ingin kita perbaiki dan dikendalikan secara jelas disajikan dengan angka-angka yang menunjukkan panjang, kekerasan, persentase cacat, dsb yang disebut dengan karakteristik mutu. Sedangkan komposisi kimia, diameter, pekerja, dst yang menyebabkan penyebaran disebut faktor. Diagram sebab akibat berguna untuk
25
membantu kita dalam memilih penyebab penyebaran dan mengorganisasikan hubungannya (Oakland 2003). Menurut Ishikawa (1988) secara garis besar langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat adalah sebagai berikut: 1. Tentukan karakteristik mutu (gerakan tidak tetap selama putaran mesin). Karakteristik ini yang akan kita perbaiki dan kendalikan, sehingga harus ditentukan penyebabnya. 2. Tulislah karakteristik mutu pada sisi kanan. Gambarlah panah besar dari sisi kiri ke sisi kanan dan tempatkan pernyataan masalah dalam kotak. 3. Tulislah faktor utama yang mungkin mempengaruhi masalah kualitas, mengarahkan panah cabang ke panah utama. Faktor penyebab yang mempunyai kemungkinan, seperti manusia, mesin, material, metode kerja, dan lingkungan. Setiap faktor akan membentuk sebuah cabang. 4. Tulislah faktor rinci yang dapat dianggap sebagai penyebab kepada setiap item cabang seperti menyerupai ranting. Setiap rantingnya dapat ditulis faktor yang lebih rinci dengan membuat cabang yang lebih kecil. Penentuan faktor rinci dari setiap faktor utama memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas. Faktor-faktor rinci tersebut dapat dikembangkan melalui metode brainstorming. 5. Pastikan bahwa semua item yang mungkin menjadi penyebab telah masuk kedalam diagram. Pencatatan informasi yang perlu didalam diagram sebab akibat, seperti judul, nama produk, dan proses. diagram sebab-akibat ditunjukkan pada Gambar 7. Material
Mesin
Lingkungan
Karakteristik Mutu Manusia
Material
Gambar 7. Diagram sebab-akibat Sumber: Ishikawa (1988)
26
2.8.5
Kapabilitas proses Kapabilitas proses merupakan kemampuan proses dalam menghasilkan
produk yang diinginkan. Kapabilitas proses berkaitan dengan variasi alami sehingga menggambarkan performansi terbaik dari proses tersebut. Pemahaman terhadap kapabilitas suatu proses dapat digunakan untuk memprediksi secara kuantitatif, seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi, serta menentukan kebutuhan peralatan yang digunakan dalam proses pengendalian (Oakland 2003). Menurut Evans dan Lindsay (2007), enam tahapan yang dibutuhkan dalam studi kapabilitas proses adalah sebagai berikut: 1. Memilih mesin atau segmen yang representatif dari suatu proses. 2. Menentukan kondisi proses. 3. Memilih operator yang representatif. 4. Menyediakan bahan baku bertingkat standar dengan jumlah yang cukup. 5. Menentukan alat ukur atau metode pengukuran yang harus digunakan. 6. Mempersiapkan metode untuk mencatat pengukuran dan kondisi, secara berurutan untuk semua unit produksi. Analisis kapabilitas proses merupakan bagian penting dari keseluruhan program
pengendalian
mutu.
Manfaat
dari
analisis
kapabilitas
proses
(Montgomery 1990) adalah: a. Menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi. b. Membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses. c. Membantu dalam pembentukan selang antara penarikan contoh untuk pengawasan proses. d. Menentukan persyaratan penampilan bagi alat baru. e. Memilih diantara pemasok yang bersaing. f. Merencanakan urutan proses produksi bilamana ada pengaruh interaksi proses dengan toleransi. g. Mengurangi keragaman dalam proses produksi. Hubungan antara variasi dan spesifikasi alami diukur menggunakan indeks kapabilitas proses sehingga sering disebut sebagai indeks potensial proses
27
(Cpm). Indeks kapabilitas proses merupakan variasi natural suatu proses dengan spesifikasi
desain dalam tolak ukur yang kuantitatif (Evans dan Lindsay 2007).
Dalam bahasa numeriknya, rumusnya adalah: Cpm = (USL – LSL) 6𝝈 Dimana, USL
= upper specification limit
LSL
= lower specification limit
𝝈
= standar deviasi proses
Penilaian yang digunakan untuk indeks kapabilitas proses (Cpm) (Gaspersz 2003), yaitu: Cpm ≥ 2,0
: keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu, artinya proses mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
1 > Cpm ≥ 1,99 : keadaan industri proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Cpm < 1,0
: keadaan proses industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Persyaratan penggunaan rumus ini, yaitu distribusi proses harus
menyebar normal dengan nilai target (T) yang berarti rata-rata proses ( ) harus tepat berada ditengah
nilai USL dan LSL. Kurva indeks kapabilitas proses
ditunjukkan pada Gambar 9. C =1
C < 1
C > 1
p
p
Lower Spec
U pper Spec
Lower Spec
p
Upper Lower Spec Spec
Upper Spec
Gambar 8. Kurva indeks kapabilitas proses Sumber: O‟neill (2002)
Jika persyaratan ini sudah dipenuhi maka, dapat digunakan tabel nilai kapabilitas proses yang ditunjukkan pada Tabel 3.
28
Tabel 3. Hubungan antara Cpm dan kapabilitas proses Cpm 0,33 0,5 0,67 0,83 1,00 1,17 1,33 1,5 1,67 1,83 2,00 2,17 2,33
Kapabilitas Proses 1,0 sigma 1,5 sigma 2,0 sigma 2,5 sigma 3,0 sigma 3,5 sigma 4,0 sigma 4,5 sigma 5,0 sigma 5,5 sigma 6,0 sigma 6,5 sigma 7,0 sigma Sumber: Gaspersz (2007)
Menurut Evans dan Lindsay (2007), Cpm dengan nilai 1,00 mensyaratkan bahwa proses berada ditengah rata-rata kisaran toleransi untuk mencegah adanya unit yang diproduksi diluar batas. Mencapai unit produksi yang berada dalam spesifikasi Cpm = 1,33 lebih mudah dicapai, dan lebih mudah lagi jika Cpm bernilai 2,00. Beberapa pengalaman praktisi menyarankan batas bawah yang aman berada pada nilai Cpm sebesar 1,5. Karena nilai diatas Cpm = 1,5 akan menjamin bahwa semua unit yang diproduksi oleh suatu proses terkendali akan berada dalam batas spesifikasi. 2.9
Peranan Statistika dalam Pengendalian Mutu Statistika dalam pengendalian mutu adalah suatu sistem yang
dikembangkan untuk menjaga agar hasil produksi memiliki mutu yang seragam pada tingkat biaya minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efisiensi perusahaan. Pengendalian mutu yang dilakukan oleh suatu manajemen yang terintegrasi dan membentuk suatu pengendalian mutu terpadu (total quality control) dapat meningkatkan mutu dan hasil kerja. Peningkatan mutu dapat memberikan kepuasan pada konsumen serta dapat meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia dan perusahaan (Mutiara dan Kuswadi 2004). Dalam pengendalian mutu, statistika digunakan sebagai bagian dari pola kendali mutu terpadu, tetapi bukan merupakan pola itu sendiri. Metode statistik memiliki pengaruh mendalam pada keseluruhan bidang kendali mutu. Hal ini
29
terlihat dari empat perangkat statistik yang digunakan secara terpisah atau dalam gabungan pekerjaan kendali mutu (Feingenbaum 1989): 1. Distribusi frekuensi, digunakan sebagai gambaran dari mutu sampel untuk memperlihatkan secara sekilas rata-rata mutu, bentangan mutu, dan pembandingan mutu dengan persyaratan spesifikasi. Perangkat ini digunakan pada analisis mutu dari proses atau produk tertentu. 2. Bagan kendali, metode grafis untuk mengevaluasi apakah sebuah proses berada dalam „kendali statis‟. Jika kurva grafis mendekati atau melebihi batas, maka beberapa perubahan diusulkan dalam proses tersebut. Perangkat ini digunakan untuk mempertahankan kendali pada sebuah proses setelah distribusi frekuensi menunjukkan bahwa proses berada dalam kendali. 3. Tabel penarikan sampel, serangkaian prosedur spesifik yang terdiri atas rencana penarikan sampel penerimaan yang berkaitan dengan ukuran lot, ukuran sampel, dan kriteria penerimaan, atau banyaknya pemeriksaan 100%. Perangkat ini digunakan jika diinginkan penjaminan atas mutu bahan yang diproduksi ataupun diterima. 4. Metode-metode khusus, menyertakan teknik-teknik seperti analisis toleransi, korelasi, dan analisis varians. Metode ini digunakan untuk kendali mutu industri, diluar dari bentuk umum statistika. Perangkat ini digunakan untuk analisis khusus tentang rancangan kerekayasaan dan gangguan proses.