5
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan pembenihan ikan. Hal ini karena pengetahuan tersebut akan mempermudah dalam pemilihan calon-calon induk ikan yang akan dipijahkan. Seiring dengan berkembangnya TKG, diameter telur yang ada dalam gonad juga semakin membesar sebagai hasil dari akumulasi kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak yang berjalan secara berurutan. Perkembangan gonad pada ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produksi seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa.
Tahap pematangan
akan terus berlangsung dan
berkesinambungan selama fungsi reproduksi berjalan normal (Lagler et al. 1977). Selama proses reproduksi, sebagian energi
akan dipakai untuk
perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah dan kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung hingga selesai. Effendie (1997) menyatakan umumnya pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10%. Selain itu, disebutkan pula bahwa dengan semakin meningkatnya tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad juga akan bertambah semakin besar. Tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky (Bagenal dan Braum 1968) yang diacu dalam Effendie (1979): 1. Tidak masak Individu muda belum berhasrat dalam reproduksi; gonad sangat kecil 2. Tahap istirahat Produk seksual belum mulai berkembang; gonad kecil ukurannya; telur belum dapat dibedakan dengan mata biasa
6
3. Pemasakan Telur-telur dapat dibedakan oleh mata biasa; pertambahan berat gonad dengan cepat sedang berjalan 4. Masak Produk seksual masak; gonad mencapai berat yang maksimum tetapi produk seksual tersebut belum keluar bila perutnya ditekan 5. Reproduksi Produk seksual keluar bila perut ditekan perlahan; berat gonad turun dengan cepat dari awal pemijahan sampai selesai 6. Kondisi salin Produk seksual telah dikeluarkan; lubang pelepasan kemerah-merahan; gonad seperti kantung kempis; ovari biasanya berisi beberapa telur sisa 7. Tahap istirahat Produk seksual sudah dilepaskan; lubang pelepasan tidak kemerahmerahan lagi; gonad bentuknya kecil; telur belum dapat dibedakan oleh mata biasa. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan belanak (Mugil dussumieri) modifikasi dari Cassie (Effendie dan Subardja 1977 dalam Effendie 1979) : 1. TKG I Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh. Warna jernih. Permukaan licin. 2. TKG II Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan. Telur belum terlihat jelas dengan mata. 3. TKG III Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata 4. TKG IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2 - 2/3 rongga perut, usus terdesak.
7
5. TKG V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan. Banyak telur seperti pada TKG II. Perkembangan ovarium dapat terlihat dari adanya peningkatan nilai indeks gonad somatik yang disebabkan oleh perkembangan stadia oosit. Pada saat perkembangan oosit terjadi pula perubahan morfologis yang mencirikan masingmasing stadianya. Chinabut et al. (1991) membagi oosit dalam 6 kelas/stadium untuk Clarias sp, dimana setiap stadium dicirikan sebagai berikut: Stadium 1 : oogonia dikelilingi satu lapis set epitel dengan pewarnaan hematoksilin-eosin plasma berwarna merah jambu, dengan inti yang besar di tengah. Stadium 2 : oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah besar, inti biru terang dengan pewarnaan, dan terletak masih di tengah sel. Oosit dilapisi oleh satu lapis epitel. Stadium 3 : pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar dan provitilin nukleoli mengelilingi inti. Stadium 4 : euvitilin inti telah berkembang dan berada disekitar selaput inti. Stadium ini merupakan awal vitelogenesis yang ditandai dengan adanya butiran kuning telur pada sitoplasma. Pada stadium ini, oosit dikelilingi oleh dua lapis sel dan lapisan zona radiata tampak jelas pada epitel folikular. Stadium 5 : stadia peningkatan ukuran oosit karena diisi oleh kuning telur. Butiran kuning telur bertambah besar dan memenuhi sitoplasma dan zona radiata terlihat jelas. Stadium 6 : inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi. Zona radiata, sel folikel dan sel teka terlihat jelas. Ukuran telur juga memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup ikan. Benih ikan brown trout yang berasal dari telur yang berukuran besar mempunyai daya hidup yang lebih tinggi daripada benih ikan yang berasal dari telur yang berukuran kecil. Hal ini terjadi karena kandungan kuning telur yang berukuran besar lebih banyak sehingga larva yang dihasilkan mempunyai persediaan
8
makanan yang cukup untuk membuat daya tahan tubuh yang lebih tinggi dibanding dengan telur-telur yang berukuran kecil (Bagenal 1969). Woynarovich dan Horvath (1980) menyatakan bahwa induk yang pantas dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur (fase vitellogenesis) dan masuk ke fase dorman. Fase pembentukan kuning telur dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur da!am sel telur dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ke tengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat (dorman). Menurut Lam (1985), apabila rangsangan diberikan pada saat ini, maka akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, kemudian inti pecah atau melebur pada saat pematangan oosit, ovulasi (pecahnya folikel), dan oviposisi. Apabila kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak tersedia maka telur dorman tersebut akan mengalami degenerasi (rusak) lalu diserap kembali oleh lapisan folikel (atresia). Faktor-faktor eksternal lain yang menyebabkan terjadinya atresia adalah ketersediaan pakan, sedangkan faktor internal adalah umur telur. Ukuran sel telur juga berhubungan dengan fekunditas. Makin banyak telur yang dipijahkan maka ukuran telurnya makin kecil, misalnya ikan cod (diameternya 1-1,7mm) produksinya 10 juta telur dan Salmon Atlantik yang memiliki diameter telur 5-6 mm, produksi telurnya 2.000-3.000 butir (Blaxter 1969). Peranan Hormon PMSG Superovulasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan jumlah anak per kelahiran dan sekresi hormon mammogenik seperti estradiol dan progesteron selama kebuntingan (Manalu et al. 1999). Superovulasi pada kambing etawa dengan dosis PMSG sebesar 15 IU/kg bobot badan dapat meningkatkan produktivitas kambing berdasarkan produksi susu dan bobot badan anak serta keuntungan, yang sejalan dengan peningkatan jumlah korpus luteum, konsentrasi hormone progesteron, estrogen selama bunting, volume ambing dan bobot badan anak (Adriani et al. 2003). Hormon yang bekerja pada proses pematangan gonad ikan adalah gonadotropin (Lam 1985). PMSG merupakan salah satu dari chorionic
9
gonadotropin yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian. Hormon PMSG ini memiliki aktivitas biologi serupa FSH dan LH dimana pengaruh FSH-nya lebih besar. PMSG merangsang terjadinya lonjakan kadar GnRH yang selanjutnya akan mempengaruhi pituitary untuk memproduksi gonadotropin (Bolamba et al. 1992). Setelah itu gonadotropin akan merangsang ovari untuk proses pematangan telur pada ikan. PMSG lebih sering digunakan pada superovulasi sapi perah daripada FSH dan LH karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang mencapai 123 jam (Menzer and Schams 1979 dalam Supriatna et al. 1998), namun terhadap hipofisis menyebabkan penekanan produksi LH (Yadav 1983 dalam Supriatna et al. 1998). Penelitian bioassay menunjukkan bahwa hormon PMSG ada dalam peredaran darah dari kelinci dan kuda (Catchpole et al. 1935; Cole et al. 1967 dalam McIntosh et al. 1975), tikus (Parlow and Ward 1961 dalam McIntosh et al. 1975) selama paling sedikit 20 jam setelah penyuntikan intravenous. Sebaliknya, FSH dan LH secara cepat akan hilang dari peredaran darah manusia (Kohler et al. 1968; Coble et al. 1969 dalam McIntosh et al. 1975) dan kambing (Akbar et al. 1974 dalam McIntosh et al. 1975). Hormon PMSG ini mampu merangsang pertumbuhan sel interstisial ovarium, pertumbuhan dan pemasakan folikel. Dengan kemampuan tersebut, PMSG diharapkan mampu meningkatkan diameter telur ikan dan selanjutnya menyebabkan kematangan telur terjadi. Jika ikan sudah matang gonad (diameter telur bertambah dan telur sudah matang) maka telur akan siap untuk diovulasikan. Proses tersebut membutuhkan rangsangan hormon sehingga ovulasi pun dapat terjadi. Untuk itu digunakan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang kandungannya adalah LH. Hormon HCG ini memiliki peranan penting untuk merangsang ovulasi, pecahnya folikel dan pengeluaran oosit yang telah matang (Rudiana 2000). Pemberian salmon Gonadotropin Realizing Hormone analog + anti dopamine (sGnRH-a + ad) dan PMSG secara terpisah dapat menstimulasi kematangan telur tahap akhir dan ovulasi dari induk ikan gabus. Induksi dengan PMSG menghasilkan diameter telur yang lebih besar dibandingkan dengan diameter telur yang dihasilkan dengan induksi sGnRH-a + ad. Jumlah telur
10
terovulasi dengan induksi sGnRH-a + ad lebih banyak dibandingkan jumlah telur terovulasi dengan induksi PMSG. Perlakuan dengan sGnRH-a + ad dan PMSG menghasilkan daya fertilitas dan daya tetas telur yang tinggi. Kelangsungan hidup dari larva yang didapat dengan induksi hormonal dengan PMSG selama pemeliharaan 14 hari yaitu 100% (Fitriliyani 2005). Peranan Spirulina Di antara mikroalga digunakan sebagai bahan makanan, makanan suplemen dan pakan ternak di banyak bagian dunia, Spirulina sp. adalah yang paling populer karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan efektivitas biaya pada skala budidayanya. Spirulina adalah sumber asam linolenat gamma (GLA, ~ 1%), asam lemak esensial tak jenuh ganda. Asam lemak esensial ini adalah prekursor untuk prostaglandin tubuh (PGE1), hormon utama yang mengontrol banyak fungsi tubuh. PGE1 terlibat dalam banyak tugas termasuk pengaturan tekanan darah, sintesis kolesterol, inflamasi dan proliferasi sel. PGE1 biasanya terbentuk dari asam linolenat yang ada di makanan dan GLA diubah menjadi PGE1. Lemak jenuh yang berlebih dalam pakan dapat menyebabkan defisiensi GLA
dan
menekan
pembentukan
prostaglandin.
Beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa pada banyak problem kesehatan dan penyakit ditemukan adanya kekurangan GLA. Oleh karena itu asupan GLA dari makanan sangatlah penting. Sumber GLA dari makanan yaitu air susu ibu, ekstrak minyak dari evening primrose, blackcurrant dan borage seed. Spirulina merupakan salah satu sumber GLA, dimana 10 gram Spirulina mengandung 135 mg GLA (Tabel 1). Kandungan GLA dalam Spirulina lebih tinggi dibandingkan dengan sumber makanan lainnya (Henrikson 2009). James et al. (2006) menyebutkan penggunaan Spirulina dalam akuakultur adalah dalam bentuk pakan cair yang dipakai untuk ikan-ikan muda, sedangkan bentuk pakan padat digunakan untuk ikan dewasa. Spirulina mengandung protein sebesar 60—70% dan merupakan sumber vitamin B-12 dan β-karoten yang tinggi (20 kali lipat dari wortel), sumber mineral, asam-asam amino esensial (62%) dan asam lemak. Spirulina memperbaiki flora usus pada ikan dengan cara memecah komponen pakan yang tidak tercerna sehingga lebih banyak nutrien dari pakan dapat diserap. Venkataraman (1993) menambahkan bahwa dinding sel Spirulina
11
kaya akan mukoprotein sehingga akan meningkatkan lapisan mucus alami dari kulit ikan yang pada akhirnya menghasilkan penampilan sisik yang mengkilap dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi melalui kulit. Tabel 1. Kandungan asam lemak esensial dalam Spirulina
James et al. (2009) dalam penelitiannya mendapati bahwa penggunaan kombinasi dosis Spirulina sebesar 30 g/kg diet dan penambahan vitamin E 300 mg menghasilkan pertumbuhan, berat gonad dan fekunditas ikan maskoki Carassius auratus yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (p<0.01). Selain itu pada semua perlakuan kombinasi Spirulina 30 g/kg diet dengan dosis vitamin E didapati bahwa penampilan warna dari ikan maskoki tersebut pun lebih cerah. Pada banyak spesies ikan, penggunaan Spirulina dalam pakan mampu meningkatkan laju pertumbuhan. Spirulina dilaporkan juga meningkatkan kecernaan dari pakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kato (1989) dalam Vonshak (2002), mendapatkan hasil bahwa ikan yang diberi pakan dengan Spirulina memiliki lemak perut yang lebih sedikit dan juga FCR yang bagus. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan bersuplemen Spirulina menghasilkan produksi ikan dengan kualitas yang lebih baik, rasa enak, daging yang lunak, dan juga warna tubuh yang lebih cemerlang (Hirano 1985, Suyama 1985, Mori 1987 dalam Vonshak 2002).
12
Vonshak (2002) juga menyebutkan pemberian Spirulina dalam pakan juga menurunkan tingkat mortalitas dari fingerling maupun pada stadia post larva. Penambahan 0,5 sampai 1% Spirulina dalam pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan (peningkatan sekitar 17-25%) dan menurunkan mortalitas (30-50%), tergantung pada spesies ikan dan dosis Spirulina yang digunakan. Ungsethaphand et al. (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p> 0,05) pada hasil proksimat daging dari ikan yang diberi tambahan Spirulina dalam pakannya jika dibandingkan dengan kontrol. Lebih lanjut, disebutkan bahwa penggantian tepung ikan oleh Spirulina sampai dengan konsentrasi 20% tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan nila merah hybrid.