4
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Ikan Patin Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang berasal dari kelompok lele–lelean. Secara anatomi ikan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dan agak pipih. Tubuh dominan berwarna putih seperti perak, sedangkan bagian punggung berwarna kebiru–biruan. Patin memiliki tubuh yang licin tanpa sisik (Amri Khairuman 2008). Secara umum tubuh ikan patin terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Kepala ikan ini relatif kecil jika dibandingkan dengan ukuran badannya. Bentuk kepalanya agak pipih dengan batok kepala yang keras. Mata dan hidung memiliki ukuran yang kecil. Mulutnya memiliki celah yang lebar dengan dua pasang sungut atau kumis pada bagian maksila dan mandibula. Sungut ini merupakan ciri khas catfish (ikan berkumis seperti kucing) yang berfungsi sebagai indra peraba saat berenang dan alat pencari pakan. Di dalam rongga mulut ikan ini memiliki gigi palatin yang terpisah dari tulang vomer. Penutup insang pada bagian kiri dan kanan kepalanya tidak terlalu besar sehingga tidak menutupi seluruh bagian kepala (Dewi 2011). Sama halnya dengan ikan–ikan lainnya, ikan patin memiliki berbagai bentuk sirip di beberapa bagian tubuhnya. Sirip pada bagian punggung berupa jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang bergigi dan besar di sebelah belakangnya. Jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6-7 buah. Selain jari–jari keras dan lunak pada bagian punggungnya terdapat juga sirip lunak yang berukuran kecil sekali. Sirip ekor berbentuk simetris. Pada daerah sekitar dubur terdapat sirip yang agak panjang, terdiri dari 30–33 jari–jari lunak. Sirip di bagian perut memiliki 6 jari–jari lunak. Pada bagian dadanya ikan ini memiliki sirip dengan 12-13 jari–jari lunak dengan sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil. Pada bagian ekor terdapat sirip yang bercagak dan bentuknya simetris (Dewi 2011).
5
Gambar 1 Anatomi Ikan Patin (Pangasius sp.) (Hamilton 1822) Keterangan gambar : 1. Mulut; 2. Mata; 3. Sirip dada; 4. Patil; 5. Sirip punggung; 6. Sirip perut; 7. Sirip anal; 8. Gurat sisi; 9. Sirip ekor. Siklus Hidup Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Menurut Lusac dan Southgate (2012) ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur, larva, benih dan dewasa.
Sifat dan Habitat Alami Ikan patin memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap pH (derajat keasaman) air lingkungannya, sehingga ia dapat bertahan hidup pada pH rendah atau yang agak asam sampai pH tinggi atau yang agak basa, yaitu berkisar antara pH 5–9. Ikan ini membutuhkan kadar oksigen terlarut (O2) sebesar 3–6 ppm untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhnya terhadap oksigen. Lingkungan dengan kadar karbondioksida (CO2) sebesar 9–20 ppm masih dapat ditolerir oleh patin. Tingkat alkalinitas yang dibutuhkan oleh patin adalah 80–250 ppm. Suhu air yang baik untuk pertumbuhan patin ialah 28–300C (Amri Khairuman 2008). Ikan patin merupakan jenis ikan dasar perairan (demersal). Hal ini dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang melebar dan menghadap ke bawah serta kebiasaan hidupnya yang lebih suka menetap di dasar dari pada muncul di permukaan perairan. Pada habitat aslinya ia hidup di sungai yang dalam , agak keruh dan dasar yang berlumpur. Ikan ini bersifat nocturnal, keluar dari
6
persembunyiannya dan melakukan aktivitas pada malam hari. Patin hidup secara berkelompok atau bergerombol. Hal ini merupakan faktor yang dapat merangsang nafsu makannya.
Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan patin termasuk jenis omnivora (pemakan segala). Ikan ini biasa memakan ikan–ikan kecil, cacing, serangga, biji–bijian, udang kecil dan moluska. Namun pada stadium larva , ikan lebih bersifat karnivora dan memakan Brachionus sp, Crustacea dan Cladocera. Sementara itu ikan yang dalam stadium larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang tinggi (Susanto 2009).
Taksonomi Secara sistematika ikan patin dapat diklasifikasikan ke dalam domain eukaryota,
kingdom
animalia,
subkingdom
bilateria,
phylum
Chordata,
subphylum Vertebrata, infraphylum Gnathostoma, superkelas Osteichtyes, kelas Osteichtyes, subkelas Actinopterygii, ordo Siluriformes, famili Pangasiidae, genus Pangasius dan spesies Pangasius sp. Ikan patin memiliki nama Inggris Catfish (Saanin 1968). Jenis – Jenis Ikan Patin Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan patin, diantaranya patin bangkok, patin siam (Pangasius sutchi), patin jambal (Pangasius djambal) dan patin kunyit. Selain itu ada beberapa kerabat patin yaitu ikan Juaro (Pangasius polyuranodo), ikan Rios, Riung, Lancang (Pangasius macronema), ikan Pedado (Pangansius nasutus) dan ikan Lawang (Pangasius nieuwenhuisii) (Amri Khairuman 2008).
7
Bakteri dan Cacing Parasitik pada Ikan Bakteri pada Ikan Bakteri ialah organisme bersel satu yang termasuk ke dalam kategori organisme prokariot. Organisme ini memiliki karakteristik seperti membran sel, nukleus (inti sel), reproduksi aseksual dan seksual (mitosis dan meiosis), memiliki ribosom sitoplasmik, endoplasmik retikulum (RE), mitokondria, cloroplas, aparatus golgi dan membran lipid (Carter & Wise 2004).
Gambar 2 Anatomi dan Morfologi Bakteri (Krisno 2011)
Aeromonas merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, ukurannya 1-4 x 0,4-1 mikron, fakultatif aerob (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, motil karena memiliki satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-300C dan pH antara 5,5-9 (Gufron & Kordi 2004). Bakteri ini banyak terdapat di air tawar yang mengandung banyak bahan organik dengan kadar salinitas rendah. Aeromonas dapat ditemukan di permukaan tubuh dan organ dalam ikan (Noga 1996). Genus Aeromonas terdiri dari beberapa spesies diantaranya A. hydrophila, merupakan jenis bakteri yang bersifat patogen pada ikan. Bakteri ini bersifat oportunis karena penyakit yang disebabkannnya dapat mewabah pada ikan–ikan yang mengalami stres, berada pada pemeliharaan dengan kepadatan yang tinggi, suhu lingkungan yang tinggi, polusi organik dan hipoksia.
Penyakit yang
disebabkan oleh A. hydrophiia adalah hemoragik septikemia (bacterial
8
hemorrhagic septicemia (BHS) atau motile aeromonas septicemia(MAS)) pada berbagai spesies ikan air tawar seperti patin (Irianto 2005).
Gambar 3 Bakteri Aeromonas hydrophilia (Anonim 2012)
Gambar 4 Infeksi Aeromonas hydrophila pada kulit ikan patin (Noga 1996)
Edwardsiella tarda
merupakan bakteri yang berbentuk batang
melengkung pleomorfik dan bersifat Gram negatif. Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang bersifat fakultatif anaerob, berbentuk batang dengan ukuran sedang, oksidasi negatif, katalase positif (beberapa negatif), tidak berspora, fermentatif (sering diikuti dengan terbentuknya gas) dan motil. E. tarda biasa ditemukan pada traktus intestin hewan dan manusia (Carter & Wise 2004).
9
E. tarda merupakan salah satu spesies bakteri yang bersifat patogen pada ikan patin. Bakteri ini biasanya menyerang ikan patin dewasa. E. tarda hidup di air kolam pemeliharaan ikan patin bersifat kronis dengan mortalitas yang rendah, namun saat ikan stres dan imunitas tubuh menurun bakteri ini dapat menginfeksi ikan patin dengan mortalitas yang tinggi karena menyebabkan penyakit Edwardsiella septicaemia (ES). E. tarda merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat zoonotik yang dapat menyebabkan terjadinya enteritis pada manusia (Noga 1996).
Gambar 5 Infeksi Edwardsiella tarda pada kulit ikan patin (Noga 1996)
E. ictaluri merupakan salah satu spesies yang juga termasuk famili dari Enterobacteriaceae yang bersifat patogen pada ikan patin. Menurut Irianto (2005) bakteri ini berbeda dengan E. tarda, ia justru menginfeksi ikan patin pada saat masih muda (benih, seukuran jari). Bakteri dapat menyebabkan Enteric Septicemia atau septikemia enterik yang menunjukkan gejala klinis seperti infeksi sistemik bakteri pada umumnya, diantaranya nekrosa dan ulserasi organ distensi abdominal, exophthalmia, ptechi dan hemoragi pada kulit dan mulut. Pada negara empat musim, bakteri ini merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit musiman. Ia dapat bertahan hidup pada suhu sekitar 240–280C yang merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri. Tingkat prevalensinya meningkat pada bulan Mei–Juni dan September–Oktober. Selain itu E. ictaluri dapat bertahan pada air kolam selama 90 hari dengan suhu sekitar 250C (Songer & Post 2005).
10
Gambar 6 Infeksi Edwarsiella ictaluri pada kulit ikan patin (Noga 1996)
Pseudomonas sp. Merupakan bakteri Gram negatif bersifat fakultatif anaerob atau aerob, berbentuk batang dengan ukuran sedang, motil (beberapa memiliki polar flagella), katalase dan oksidasi positif dan beberapa spesies dapat menghasilkan water-soluble pigment. Bakteri ini hidup bebas di alam , sehingga dapat ditemukan di air ataupun tanah. Bakteri Pseudomonas terdiri dari beberapa spesies namun hanya satu spesies yang bersifat patogen yaitu Pseudomonas aeruginosa. Sama dengan spesies Pseudomonas lainnya bakteri ini memiliki habitat alami di air dan tanah. Pseudomonas sp. juga dapat ditemukan di kulit, mukosa membran dan feses. Infeksi oleh P. aeruginosa dapat menyebabkan infeksi pada luka, abses, diare, infeksi pada traktus urinari, genital dan telinga. Tingkat infektif bakteri ini dapat meningkat jika adanya kombinasi dengan infeksi Streptococcus dan Staphylococcus (Carter & Wise 2004).
Gambar 7 Bakteri Pseudomonas aeruginosa (Todar 2012)
11
Parasit Cacing pada Ikan Parasit adalah adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain yang dapat menimbulkan kerugian atau efek negatif pada organisme yang ditempatinya (Akbar 2011). Berdasarkan tempat hidupnya parasit terbagi menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit merupakan organisme parasit yang hidup di bagian luar tubuh inangnya, sedangkan endoparasit merupakan organisme parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Monogenea
merupakan
parasit
yang
termasuk
dalam
phylum
Platyhelminthes. Anggota dari kelas Monogenea ini sebagian besar bersifat ektoparasit pada ikan, namun ada beberapa yang bersifat endoparasit yaitu Acolpenteron sp., Kritskya sp. dan Enterogyrus sp. Monogenea bersifat hermaprodit, bertelur/ovipar (kecuali Gyrodactilus, vivipar) dan memiliki larva yang berenang bebas disebut oncomiracidium. Oncomiracidium menyerang inang dan post oncomiracidium bermigrasi melalui insang atau permukaan tubuh menuju target organ terakhir. Hal ini sejalan dengan infeksi oleh Monogenea yang sering ditemukan pada insang, kulit dan sirip ikan. Namun ada juga Monogenea yang menginfeksi organ dalam seperti rektum, uretra, rongga tubuh bahkan pembuluh darah (Anshary 2008). Monogenea dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan cara makannya. Kelompok pertama adalah Monogenea yang menghisap darah inang sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia. Kelompok kedua adalah Monogenea yang memakan jaringan inang dan sel–sel debris sehingga dapat merusak permukaan epitel akibat aktivitas “grazing” yang dilakukannya pada permukaan integumen. Beberapa spesies Monogenea yang bersifat patogen pada ikan
ialah
Microbothriidae
(Dermophthirius),
Capsalidae
(Benedenia,
Neobenedenia), Dactylogyridae Dactylogyrus spp, Pseudodactylogyrus) dan Gyrodactylidae (Gyrodactylus spp) (Anshary 2008). Gyrodactylus sering ditemukan melekat pada permukaan tubuh atau sirip ikan. Ia melekat dengan menggunakan alat pelekat (haptor) yang memiliki dua sauh (anchors) yang dilengkapi dengan 16 kait tepi (marginal hooklets). Gyrodactylus melepaskan larva ke lingkungan sudah dalam bentuk morfologi yang sama dengan induknya (vivipar). Dactylogyrus melepaskan telur ke
12
lingkungan, telur ini bersifat resisten terhadap bahan kimia ataupun desinfektan. Telur kemudian akan menetas dan menghasilkan larva yang memiliki bulu getar yang dapat berenang bebas hingga menemukan inangnya (Irianto 2005).
Gambar 8 Anatomi dan Morfologi Gyrodactylus sp. (Ghufran & Kordi 2004). Keterangan Gambar : 1. Organ peraba; 2. Kepala; 3. Mulut; 4. Pharynx; 5. Embrio; 6. Mata; 7. Usus; 8. Testis; 9. Ovary; 10. Posterior haptor.
Gambar 9 Anatomi dan Morfologi Dactylogirus sp. (Ghufran & Kordi 2004). Keterangan Gambar : 1. Kepala; 2. Mata; 3. Mulut; 4. Telur; 5. Ovary; 6. Testis; 7. Posterior haptor. Digenea merupakan salah satu jenis parasit yang juga termasuk dalam phylum Platyhelminthes. Digenea dewasa memilki tubuh oval datar dorsoventral, memilki sucker pada bagian anterior dekat mulut dan sucker tambahan pada bagian ventral (ventral sucker, atau acetabulum) (Anshary 2008).
13
Gambar 10 Anatomi dan Morfologi Digenea (Ghufran & Kordi 2004)
Digenea dewasa akan melepaskan telur ke lingkungan, telur ini akan menetas dan menghasilkan mirasidium yang akan menumpang hidup pada inang sementara atau inang perantara I misalnya siput. Mirasidium akan berkembang di dalam tubuh siput menjadi sporocyst/rediae. Kemudian sebagian besar dari sporocyst/rediae akan berubah menjadi cercaria. Pada keadaan lingkungan yang menguntungkan cercaria akan berenang bebas di air dan menemukan inang antara II seperti ikan–ikan kecil. Di dalam tubuh inang antara II cercaria akan berubah menjadi metasercaria (ada yang menghasilkan kista dan ada yang tidak). Saat ikan – ikan kecil ini dimakan oleh ikan dewasa maka kista metasecaria akan berubah menjadi Digenea dewasa (Noga 1996).
14
Gambar 11 Siklus Hidup Digenea (Noga 1996)
Ikan yang terinfeksi oleh Digenea memperlihatkan gejala klinis seperti spot coklat kehitaman pada kulit, sirip dan insang, perut kembung akibat obstruksi gastrointestinal, pertumbuhan lambat, hemoragi, nekrosa dan infeksi sepanjang jalur migrasi metasercaria. Parasit Digenea berpotensi zoonotik jika manusia memakan ikan yang mengandung cacing dewasa ataupun kista metasercaria yang tidak dimasak hingga matang. Nematoda atau dikenal juga dengan sebutan cacing gilig merupakan parasit yang dapat menyerang ikan air tawar maupun ikan air laut. Spesies dari kelas Nematoda yang biasa menyerang ikan air tawar adalah Camallanoidea dan Ascaroidea. Menurut Ghufran dan Kordi (2004) nematoda memiliki bentuk seperti tabung, memiliki alat reproduksi berupa testis pada jantan dan ovarium pada betina. Jantan memiliki spikula sedangkan betina tidak. Pada bagian anterior tubuh jantan dan betina memiliki phoryna (faring) (Gambar 12).
15
Gambar 12 Anatomi dan Morfologi Nematoda (Ghufran & Kordi 2004)
Nematoda dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan siklus hidupnya. Kelompok pertama yaitu Nematoda yang memilki silkus hidup langsung yaitu tidak membutuhkan inang antara dalam berkembang biakannya. Kelompok kedua ialah Nematoda yang membutuhkan inang antara dalam masa perkembangbiakannya. Nematoda jenis ini ada yang menjadikan ikan sebagai inang definitif ataupun inang antara. Jika ikan hanya sebagai inang antara maka inang definitifnya adalah hewan pemakan ikan seperti burung pemakan ikan atau mamalia (Irianto 2005).
Gambar 13 Siklus Hidup Nematoda (Noga 1996)
16
Infeksi oleh Nematoda pada ikan dapat memperlihatkan gejala klinis berupa hemoragi, pembentukan kista atau granuloma, bintil – bintil atau nodul eksternal, inflamasi dan nekrosis. Keberadaan nematoda pada saluran pencernaan dapat merusak dinding traktus intestinal yang dapat mengganggu proses penyerapan makanan, menurunkan nafsu makan dan berujung pada penurunan berat badan serta produksi. Cestoda merupakan parasit dari phylum Platyhelminthes. Cacing ini dikenal juga dengan sebutan cacing pita. Menurut Muslim (2005) cestoda sering ditemukan pada pencernaan manusia dan vertebrata, sedangkan larvanya dapat ditemukan pada vertebrata dan avertebrata. Parasit ini memiliki bentuk tubuh pipih seperti pita dan memiliki ruas–ruas di tubuhnya. Cacing jantan dan betina memiliki masing–masing testis dan ovari sebagai alat reproduksinya. Pada bagian anterior tubuhnya cacing ini memiliki alat hisap serta asetabulum untuk menempel pada inangnya (Ghufran & Kordi 2004). Cestoda dapat dibedakan tiga jenis jika dikelompokkan berdasarkan bentuk scolexnya yaitu proteocephalid, pseudophyllid dan caryophyllaeid (Gambar 14).
Gambar 14 Tipe Scolex Cestoda (Noga 1996)
Cestoda memiliki lebih dari satu inang, ikan bisa saja merupakan inang antara atau inang definitif dari parasit ini tergantung jenisnya (Gambar 15).
17
Cacing dapat menginfeksi otot, saluran pencernaan dan rongga tubuh ikan . Gejala klinis yang ditunjukkan adalah nafsu makan menurun, metabolisme terganggu sehingga terjadi penurunan berat badan, serta dapat menyebabkan obstruksi di saluran pencernaan (Irianto 2005).
Gambar 15 Siklus Hidup Cestoda (CDC 2012)