KINERJA PERKEMBANGAN GONAD BULUBABI Tripneustes gratilla YANG DIBERI PAKAN BUATAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN BERBEDA SERTA HORMON ESTRADIOL-17β
AGNETTE TJENDANAWANGI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRACT AGNETTE TJENDANAWANGI. Performance of gonad development of sea urchin (Tripneustes gratilla) fed artificial diet with different protein level and energy-protein ratio, and estradiol 17-β hormone. Under the supervision of MUHAMMAD ZAIRIN Jr. as a Chairman, ING MOKOGINTA, FREDINAN YULIANDA, MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI as members of the supervisory committee. Sea urchin is one of the important marine biota which has economic value. Its gonads fetch high price in many countries. The research was conducted in four phases. The first phase was to study the biological reproduction aspect of sea urchin (Tripneustes gratilla) that catched from Kupang Bay. Ten to thirty individuals were catched every month from May until December 2008. Parameters observed consisted of gonad weight, gonad somatic index, oocyte diameter, gonad colour, test diameter, and body weigth. The second phase was to study gonad development of sea urchin that reared in captivity. Twenty five individuals were reared in tank (2.5 x 2.0 x 1.5 m) and fed macroalga every two days. Parameters such as testosterone and estradiol hormone in gonad and coelomic fluids, gonad weight, and oocyte diameter were measured every two weeks. The third phase was to know the requirement of protein and energy-protein ratio to maximize gonad production and quality. Adult sea urchins were collected from the wild and held in aquarium at laboratory. Nine formulated diet were prepared in order to examine two experimental factors: (1 protein levels (22, 27, and 32%) and (2) energy protein ratio (9, 11, 13 kcalGE/g protein). Gonad weight, protein, total carotenoid, β-carotene, colour, texture, and gonad taste were evaluated at the end of the experiment. The fourth phase was to study the effect of estradiol-17β at dose of 10 and 30 µg/g wet weight of diet for accelerating gonad maturation of sea urchin at different test diameter: 50 – 59, 60 – 69, and 70 – 79 mm. Parameter observed in this experiment were the same as that of the second phase. Result from the first phase showed gonad of sea urchin consisted of five stages of development, namely; developing/recovering, growing, pre mature, mature, and partial spawning. At the second phase, development stages of gonad were the same as observed at the first phase, gonad maturation achieved maximum at 9th week. At the third phase, the 32% protein level and 9 kcal GE/g energy-protein ratio gave higher production and gonad quality. At the fourth phase, estradiol-17β at dose 30 µg could accelerate gonad maturation of sea urchin at the 60 – 69 mm test diameter. Gonad maturation achieved maximum at 7th week. As conclusion, application of 32% protein and 9 ccal GE/g energy-protein ratio, as well as estradiol-17β could maximize gonad performance.
Keywords; Gonad development, Estradiol, Testosterone, Protein, Gonad quality, Tripneustes gratilla
RINGKASAN AGNETTE TJENDANAWANGI. Kinerja Perkembangan Gonad Bulubabi Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol-17β. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN Jr. Sebagai Ketua Komisi Pembimbing, ING MOKOGINTA, FREDINAN YULIANDA, dan MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Bulubabi merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Gonad bulubabi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan bergizi tinggi dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu bulubabi dapat juga dimanfaatkan sebagai hewan hias. Tingginya harga gonad di pasaran internasional, serta adanya penurunan populasi di beberapa negara mendorong pengembangan budidaya bulubabi di beberapa negara, namun di Indonesia budidaya bulubabi belum dikembangkan. Tripneustes gratilla adalah salah satu jenis bulubabi yang dominan di perairan Indonesia dan Teluk Kupang khususnya serta berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki gonad yang rasanya enak. Pada umumnya budidaya bulubabi diarahkan untuk meningkatkan produksi (massa gonad) dan kualitas gonad (warna, rasa, dan tekstur). Produksi dan kualitas gonad dipengaruhi oleh kondisi reproduksi (tingkatan perkembangan gonad) dan kualitas nutrien. Perkembangan gonad bulubabi berbeda diantara spesies, waktu, dan tempat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, musim, dan geografis. Penelitian pertama bertujuan mengkaji perkembangan gonad T. gratilla di perairan Teluk Kupang, NTT. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Juni hingga Desember 2008. Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan, dengan mengamati/mengukur bobot tubuh, diameter tubuh, bobot gonad, diameter oosit, warna gonad, dan histologi gonad. Hasil penelitian menunjukkan pada setiap bulan pengamatan, ditemukan gonad berada pada beberapa tingkatan perkembangan gonad, yaitu: tingkatan berkembang dan atau pulih, bertumbuh, pra matang, matang, dan salin. Hal ini menunjukkan bulubabi T. gratilla memiliki tipe reproduksi yang asinkronis. Puncak matang gonad terjadi pada bulan Desember. Penelitian kedua bertujuan mengkaji perkembangan gonad bulubabi T. gratilla dalam wadah budidaya. Bulubabi dipelihara dalam bak beton berukuran 2.5 x 2.0 x 1.5 m dengan sistim air mengalir. Selama pemeliharaan, bulubabi diberi pakan makroalga (campuran lamun, padina, dan sargassum). Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu dengan mengukur hormon testosteron dan estradiol pada gonad dan cairan koelomik, bobot gonad, dan diameter oosit. Hasil pengamatan menunjukkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol tertinggi pada minggu ke-7, yaitu pada tahap awal perkembangan gonad. Pada cairan koelomik, didapatkan konsentrasi estradiol lebih tinggi daripada testosteron dan konsentrasi keduanya lebih rendah dibandingkan di dalam gonad. Bobot gonad tertinggi pada minggu ke-9 yang menunjukkan matang gonad. Hasil pengamatan diameter oosit menunjukkan oosit berada pada tingkatan berkembang, pra matang dan matang, namun oosit yang matang dimulai pada kelas ukuran 51 – 75 dan 76 – 100 µm. Puncak matang gonad terjadi pada minggu ke-9 dan ke-11 dengan puncak tertinggi terjadi pada minggu ke11.
Penelitian ketiga bertujuan mengetahui kadar protein dan rasio energi protein yang optimal terhadap peningkatan produksi dan kualitas gonad bulubabi T. gratilla. Bulubabi dipelihara di dalam akuarium berukuran 50x50x30 cm dengan sistim resirkulasi. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah kadar protein dan rasio energi protein sebagai berikut: 22:9, 22:11, 22:13, 27:9, 27:11, 27:13, 32:9, 32:11, dan 32% : 13 kkal GE/g. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan mengukur bobot gonad, protein, total karotenoid, β-karoten, warna, tekstur, dan rasa gonad. Hasil penelitian menunjukkan bobot gonad dan protein gonad terbaik dihasilkan pada perlakuan kadar protein 32% dan rasio energi protein 9 kkal GE/g. Total karotenoid dan β-karoten gonad berkisar 15 – 18 dan 5 – 6 ppm. Pada penelitian ini dihasilkan warna gonad berkualitas baik, tekstur gonad lembek hingga padat berbutir (berkualitas cukup hingga baik) dengan rasa manis hingga sangat manis (berkualitas baik dan sangat baik). Pemberian pakan buatan dengan kadar protein 32% dan rasio energi protein 9 kkal GE/g menghasilkan produksi dan kualitas gonad yang terbaik. Penelitian keempat bertujuan mengkaji pengaruh pemberian hormon estradiol-17β dalam mempercepat pematangan gonad T. gratilla yang berbeda ukuran. Bulubabi dipelihara dalam keranjang plastik berukuran 60 x 40 x 30 cm yang digantung dalam bak beton dengan sistim air mengalir. Bulubabi dibagi ke dalam 3 kelompok ukuran, yaitu: 50 – 59; 60 – 69; dan 70 – 79 mm dan diberi pakan berhormon dengan dosis hormon 10 dan 30 μg. Pengamatan dilakukan pada minggu ke- 3, 5, dan 7. Hasil penelitian menunjukkan dosis 30 μg dapat mempercepat pematangan gonad bulubabi yang berukuran 60 - 69 mm yang ditandai oleh puncak konsentrasi estradiol gonad pada minggu ke 5. Pada cairan koelomik didapatkan konsentrasi estradiol tertinggi pada bulubabi berukuran 70 – 79 mm dengan dosis 10 μg dan ukuran 60 – 69 mm dengan dosis hormon 30 μg. Sedangkan konsentrasi testosteron tertinggi pada minggu ke-3 baik pada gonad maupun pada cairan koelomik. Bobot gonad dan diameter oosit menunjukkan peningkatan hingga minggu ke-7 dan ovari didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 dan 76 – 100 µm. Penambahan hormon estradiol-17β dalam pakan dapat mempercepat pematangan gonad dan meningkatkan persentase ukuran diameter oosit bulubabi.
KINERJA PERKEMBANGAN GONAD BULUBABI Tripneustes gratilla YANG DIBERI PAKAN BUATAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN BERBEDA SERTA HORMON ESTRADIOL- 17β
AGNETTE TJENDANAWANGI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kinerja Perkembangan Gonad Bulubabi Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol -17β adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
Agnette Tjendanawangi NIM: C161060011
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan nama sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Judul Disertasi
: Kinerja Perkembangan Gonad Bulubabi Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol -17β
Nama
: Agnette Tjendanawangi
NIM
: C161060011
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Zairin, Jr., M.Sc
Prof. Dr.Ir. Ing Mokoginta, MS
Ketua
Anggota
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc
Dr.Ir. M.Agus Suprayudi, M.Sc
Anggota
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Prof.Dr.Ir. Enang Harris, MS
Tanggal Ujian: 10-8-2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih oleh karena KASIH dan perkenaanNyalah sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan Mei 2008 hingga September 2009 adalah aspek reproduksi dan nutrisi dengan judul “Kinerja Perkembangan Gonad Bulubabi Tripneustes gratilla yang Diberi Pakan Buatan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda serta Hormon Estradiol 17β” . Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Ing Mokoginta, MS, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi, M.Si masing-masing selaku anggota komisi pembimbing atas segala masukan dan saran-saran yang diberikan. 2. Ketua Program Studi beserta Staf pengajar pada Program Studi Ilmu Perairan atas bantuan dan ilmu yang sudah diberikan 3. Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc, Dr. Ir. Etty Riani M.Si, Prof Dr. Ir. Ketut Sugama M.Sc, dan Dr. Ir. Nur Bambang PU M.Si, atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian sidang tertutup dan terbuka. 4. Pemerintah RI, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Biaya Penyelenggara Pendidikan Pascasarjana (BPPS) atas bantuan beasiswa dan bantuan hibah penelitian program Doktor yang diberikan. 5. Rektor Universitas Nusa Cendana, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur, dan Mitra Bahari-Coremap II yang telah memberikan bantuan baik fasilitas penelitian maupun biaya penulisan disertasi. 6. Ibunda Yohana Pampang (alm); Ayahanda Dr. Semuel R. Dundu, Sp.M.; Ibu dan Bapak Mertua: Angelina Katipana dan Dominggus Dahoklory, serta saudara-saudaraku dan ipar-iparku terkasih atas segala dukungan dan doa yang selalu menyertai dalam menempuh pendidikan. 7. Suami Ir. Nicodemus Dahoklory, M.Si dan ananda Reynaldo Yoel Dahoklory dan Renain Jones Dahoklory yang terkasih atas pengertian, dukungan, pengorbanan, doa dan kasih sayang yang dicurahkan. 8. Ibu Ir. Betsy Pattiassina, M.Si, Bapak Ir. Hengky Manoppo, M.Sc, Ibu Ade Lukas, Spi, M.Si atas bantuan dan kerjasamanya selama studi serta teman-teman S3-AIR lainnya. 9. Bapak Wasjan, Bapak Ranta, dan Yosi, atas bantuannya selama penelitian, serta semua pihak yang turut membantu selama proses studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2010
Agnette Tjendanawangi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1970 di Polewali Sulawesi Barat, anak ke dua dari pasangan Yohana Pampang (alm) dan Dr. Semuel R. Dundu, Sp.M. Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Ir. Nicodemus Dahoklory, M.Si dan telah dikarunia dua orang anak: Reynaldo Yoel Dahoklory dan Renain Jones Dahoklory. Penulis memperoleh gelar sarjana perikanan dari Program studi Budidaya Perairan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado pada tahun 1993. Sejak tahun 1994 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana Kupang. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikan studi pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program Doktor pada Porgram Studi dan Perguruan Tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2006 dengan beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 6 1.3 Tujuan dan Manfaat .............................................................................. 7 1.4 Hipotesis .............................................................................................. 7 II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
Klasifikasi dan Morfologi ..................................................................... 8 Reproduksi Bulubabi .......................................................................... 10 Perkembangan Gonad ......................................................................... 11 Kebutuhan Protein dan Rasio Energi Protein ...................................... 15 Peranan Karotenoid ............................................................................ 16 Kualitas Gonad Bulubabi.................................................................... 19 Makanan............................................................................................. 20 Kontrol Hormon dalam Reproduksi Bulubabi ..................................... 21
III METODE PENELITIAN .............................................................................. 23 3.1 Penelitian Aspek Reproduksi T. gratilla di Perairan Teluk Kupang ..... 24 Parameter yang Diamati................................................................. 24 3.2 Penelitian Perkembangan Gonad T.gratilla dalam Wadah Budidaya ... 26 Pemeliharaan Bulubabi .................................................................. 26 3.3 Penelitian Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda ................ 27 Rancangan Percobaan .................................................................... 27 Pakan Uji ....................................................................................... 27 Pemeliharaan Bulubabi .................................................................. 29 Parameter yang Diamati................................................................. 30 3.4 Penelitian Pengaruh Pemberian Estradiol 17-β terhadap Perkembangan Gonad Bulubabi yang Berbeda Ukuran .............................................. 31 Rancangan Percobaan .................................................................... 31 Pakan Uji ....................................................................................... 32 Pemeliharaan Bulubabi .................................................................. 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 34 4.1 Beberapa aspek reproduksi T. gratilla di perairan Teluk Kupang ....... 34 4.1.1 Bobot Gonad ........................................................................ 34 4.1.2 Indeks Kematangan Gonad (IKG) ........................................ 35 4.1.3 Diameter Telur ..................................................................... 36 4.1.4 Warna Gonad ....................................................................... 40 4.1.5 Bobot Tubuh dan Diameter Tubuh ....................................... 41 4.1.6 Pembahasan ......................................................................... 43
xii
4.2 Perkembangan Gonad Bulubabi dalam Wadah Budidaya .................... 48 4.2.1 Hormon Testosteron............................................................. 48 4.2.2 Hormon Estradiol (E2) ......................................................... 49 4.2.3 Bobot Gonad ........................................................................ 50 4.2.4 Diameter Telur ..................................................................... 51 4.2.5 Pembahasan ......................................................................... 53 4.3 Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda ................................ 55 4.3.1 Bobot Gonad ........................................................................ 55 4.3.2 Protein Gonad ...................................................................... 56 4.3.3 Total Karotenoid dan β-karotin ............................................ 57 4.3.4 Warna Gonad ....................................................................... 58 4.3.5 Tekstur Gonad ..................................................................... 59 4.3.6 Rasa Gonad .......................................................................... 60 4.3.7 Pembahasan ......................................................................... 61 4.4 Pengaruh Estradiol 17-β terhadap Perkembangan Gonad T.gratilla yang Berbeda Ukuran ......................................................... 65 4.4.1 Testosteron .......................................................................... 65 4.4.2 Estradiol (E2) ....................................................................... 66 4.4.3 Bobot Gonad ........................................................................ 67 4.4.4 Diameter Telur ..................................................................... 68 4.4.5 Pembahasan ......................................................................... 69 V PEMBAHASAN UMUM ............................................................................. 73 VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 79 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 79 5.2 Saran .................................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80 LAMPIRAN ...................................................................................................... 84
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Formulasi pakan uji ................................................................................... 28
2.
Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-3 (dalam % Bobot kering) ............................................................................................ 29
3.
Komposisi bahan pakan pada penelitian ke-4 ............................................ 32
4.
Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-4 ....................... 32
5.
Rata-rata diameter tubuh (cm), bobot tubuh (g) bulubabi yang ditangkap di alam (n=10 – 30) .......................................................... 41
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Bulubabi Tripneuestes gratilla .................................................................... 8
2.
Gonad primer bulubabi Strongylocentrotus intermedius ............................ 11
3.
Tahapan perkembangan testis bulubabi ..................................................... 14
4.
Tahapan perkembangan ovari bulubabi ..................................................... 15
5.
Distribusi bobot gonad (g) bulubabi setiap pada setiap bulan pengamatan . 34
6.
Profil IKG (%) bulubabi pada setiap bulan pengamatan............................. 35
7.
Distribusi frekuensi diameter oosit (µm) bulubabi pada setiap bulan pengamatan............................................................................ 37
8.
Struktur histologis testis dalam berbagai tahap perkembangan ................... 38
9.
Struktur histologis ovari dalam berbagai tahap perkembangan ................... 39
10.
Warna gonad bulubabi setiap bulan selama penelitian ............................... 40
11.
Hubungan bobot tubuh (g) dengan diameter tubuh (cm) ............................ 41
12.
Hubungan antara IKG (%) dan bobot tubuh (g) bulubabi ........................... 42
13.
Hubungan antara bobot gonad (g) dan bobot tubuh (g) .............................. 42
14
Suhu rata-rata pada setiap bulan pengamatan ............................................. 43
15. Profil hormon testosterone (pg/g) pada gonad bulubabi dengan n=1-2 pada setiap pengamatan ............................................................................. 48 16. Profil estradiol (pg/g) pada ovari dan testis bulubabi dengan n=1-2 pada setiap pengamatan ............................................................................. 49 17. Profil estradiol (pg/ml) pada cairan koelomik bulubabi dengan n=1-2 pada setiap pengamatan ............................................................................. 50 18.
Rataan bobot gonad (g) bulubabi selama pengamatan (n=2) ...................... 51
19.
Rata-rata diameter oosit bulubabi .............................................................. 51
20. Distribusi frekuensi diameter (μm) oosit bulubabi dengan n=1-2 Pada setiap pengamatan ............................................................................. 52 21. Bobot gonad (g) bulubabi pada beberapa perlakuan protein;C/P dengan n=3 – 7 ......................................................................................... 56 22. Protein gonad bulubabi pada perlakuan protein;C/P ................................... 57 23. Kadar total karotenoid pada gonad bulubabi .............................................. 57 24. Kadar β-karoten gonad bulubabi ................................................................ 58
xv
25. Penilaian warna gonad bulubabi ................................................................ 59 26. Penilaian tekstur gonad bulubabi ............................................................... 60 27. Penilaian rasa gonad bulubabi ................................................................... 60 28. Profil asam amino gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein ........................................................................................... 61 29
Kadar air pada gonad bulubabi .................................................................. 64
30.
Konsentrasi testosteron pada gonad bulubabi............................................. 66
31.
Konsentrasi estradiol gonad bulubabi ........................................................ 67
32.
Bobot gonad (g) bulubabi ......................................................................... 68
33.
Frekuensi distribusi diameter oosit bulubabi .............................................. 69
xvi
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Halaman Prosedur radioimmunoassay ...................................................................... 84
2.
Analisa protein pakan dan gonad bulubabi (metode Kjeldahl, Takeuchi, 1988) ............................................................ 85
3.
Analisa asam amino gonad bulubabi.......................................................... 86
4.
Analisa karotenoid gonad bulubabi............................................................ 87
5.
Analisa kadar air gonad ............................................................................. 88
6.
Analisis ragam bobot gonad bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin ............................................................................................. 89
7.
Analisis ragam IKG bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin ............................................................................................. 90
8.
Analisis ragam bobot gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein ............................................................................................ 91
9.
Analisis ragam protein gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein.................................................................................... 92
1
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Bulubabi merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis
tinggi. Gonad bulubabi atau ”roe”dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi. Selain itu beberapa bulubabi memiliki duri-duri yang berwarnawarni dengan ukuran yang berbeda-beda sesuai jenisnya, misalnya: jenis bulubabi Echinotrix sp. durinya berwarna hitam dengan bintik-bintik putih;
Diadema
setosum mempunyai duri-duri berwarna hitam pekat dan panjang; Tripneustes gratilla dan Mespilia globulus mempunyai duri berwarna putih, coklat atau merah bata dengan sekat-sekat berwarna ungu dan hitam. Daya tarik ini
dapat
dimanfaatkan sebagai organisme hias terutama dalam akuarium. Bulubabi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik oleh karena cangkang dan durinya mengandung kalsium karbonat. Gonad bulubabi merupakan makanan yang populer dan mempunyai nilai perdagangan yang sangat layak ekspor khususnya bagi masyarakat Jepang, Korea, Amerika Serikat, Kanada, Chili, Meksiko, Perancis, China, dan Rusia dengan Jepang sebagai konsumen gonad bulubabi yang terbesar di dunia (Pearce et al. 2004; Aslan 2005; Dagget et al. 2005; Hammer et al. 2006). Harga gonad bulubabi di pasaran internasional berkisar dari $6 hingga $200 kg-1 USA (Robinson et al. 2002; Sphigel et al. 2005), bahkan di pasaran Jepang diperdagangkan dengan harga mencapai $400 kg-1 (Pearce et al. 2002). Harga yang tinggi ditentukan oleh kualitas gonad. Salah satu faktor yang menentukan kualitas gonad bulubabi adalah warnanya. Warna gonad yang berkualitas baik dapat berkisar dari kuning terang hingga oranye merah (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005). Selain warna, kualitas gonad juga ditentukan oleh tekstur gonad (padat dan halus), rasanya yang enak (sangat manis), dan massa gonad (Pearce et al. 2002). Tingginya harga gonad mendorong ekploitasi bulubabi dari alam secara besar-besaran sehingga terjadi over fishing di beberapa negara (Hammer et al. 2006; Siikavuopio et al. 2004, 2006). Gonad bulubabi yang ditangkap dari alam bersifat musiman dan seringkali tidak berkembang secara penuh, sehingga bobotnya kecil dan warnanya coklat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi,
2
aktivitas merumput, dan jumlah serta variasi jenis makanannya di alam yang bergantung kepada musim (Agatsuma et al. 2005; Siikavuopio et al. 2004, 2006). Tingginya harga gonad dengan permintaan pasar yang cukup stabil dan adanya penurunan bulubabi dari sumber alam serta kualitas gonad yang bervariasi, mendorong pengembangan budidaya bulubabi di beberapa negara, namun di Indonesia, budidaya bulubabi belum dikembangkan. Pada umumnya budidaya bulubabi diarahkan untuk meningkatkan produksi dan kualitas gonad sesuai dengan permintaan pasar. Produksi dan kualitas gonad dipengaruhi oleh tingkatan perkembangan gonad dan kualitas nutrisi seperti kandungan protein dan energi dan karotenoid pakan. Di alam, perkembangan gonad bulubabi berbeda diantara spesies, waktu, dan tempat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, musim, dan geografis. Pengetahuan mengenai siklus reproduksi dan kebutuhan nutrisi setiap spesies bulubabi sangat diperlukan untuk mengembangkan budidaya bulubabi. Oleh karena itu perlu dianalisa kondisi reproduksi bulubabi di alam, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif untuk mendapatkan informasi dasar guna mengembangkan bulubabi dalam wadah budidaya. Pengamatan secara kuantitatif dan kualitatif yang dapat menggambarkan sistim reproduksi (perkembangan gonad) bulubabi antara lain; dengan pengamatan dan atau pengukuran Indeks Kematangan Gonad (IKG), distribusi diameter oosit, kadar hormon, histologi gonad, dan morfologi gonad. Secara alamiah, perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis), dibawah rangsangan hormon steroid (Unuma et al. 1999). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis MIS (Maturating Inducing Substance), seperti; 1-metiladenin dan hormon steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan bantuan enzim cytokrom P450. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif), yang selanjutnya
3
mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal (Barbaglio et al. 2007). Akibatnya gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum dan menunggu sinyal lingkungan berikutnya. Selanjutnya sinyal lingkungan diterima oleh syaraf radial, dan sebagai respon, syaraf radial melepaskan neurosekresi (polipeptida) yang berperan langsung pada sel-sel folikel untuk merangsang sintesis 1-metiladenin, yang selanjutnya merangsang ovulasi, pelepasan gamet dan tingkah laku reproduksi. Dalam wadah budidaya, sinyal lingkungan seringkali kurang atau lemah, sehingga dilakukan manipulasi hormonal sebagai jalan pintas untuk merangsang perkembangan dan pematangan gonad. Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada perkembangan gonad bulubabi, protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan (Unuma et al. 1999). Gonad moluska dan echinodermata dapat memproduksi steroid secara de novo dan sintesis steroid ini dibantu oleh enzim cytokrom P-450 (Unuma et al. 1999). Pada ikan, perubahan kadar steroid sex, seperti;
testosteron (T) dan
estradiol (E2) secara langsung mengatur aktivitas gonadal, demikian juga pada echinoid. Diduga T dan E2 terlibat dalam spermatogenesis dan oogenesis Paracenrotus lividus (Barbaglio et al. 2007), namun mekanisme dan hubungannya dengan siklus reproduksi (perkembangan dan pematangan gonad) pada berbagai spesies bulubabi belum jelas diketahui. Unuma et al. (1999) mendapatkan jantan P. depressus berdiameter 20 mm yang diberi pakan bersteroid (androstenedion dan estron) menghasilkan GSI yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Spermatogenesis juga lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada betina P. depressus, perlakuan pakan bersteroid tidak menunjukkan pengaruh, kemungkinan karena masih terlalu muda sehingga juvenil betina belum siap melaksanakan gametogenesis. Sebagian besar spesies bulubabi merupakan perumput makroalga utama, sedangkan penggunaan makrophyta untuk budidaya skala besar tidak cocok karena beberapa alasan; 1) keterbatasan sumber spesies makroalga di alam, 2) variasi pada kuantitas dan kualitas alga, dan 3) kesulitan penyimpanan alga dalam jumlah besar. Oleh karena itu pengembangan pakan buatan telah dilakukan untuk budidaya beberapa spesies bulubabi seperti: Strongylocentrotus droebachiensis
4
(Pearce et al. 2002; Robinson et al. 2002; Pearce et al. 2004; Daggett et al. 2005; Kennedy et al. 2007), Paracentrotus lividus (Schlosser et al. 2005; Sphigel et al. 2005), Lytechinus variegatus (Wasson et al. 1998; Hammer et al. 2004, 2006), dan Pseudocentrotus depressus (Unuma et al. 1999). Tersedianya nutrien dalam pakan buatan secara positif mempengaruhi perkembangan dan produksi gonad. Kandungan protein pakan mempengaruhi kandungan protein gonad dan lebih lanjut pada peningkatan ukuran pagosit nutritif. Protein merupakan faktor utama dalam menyokong perkembangan gonad, peningkatan produksi gonad, dan kualitas gonad. Pakan yang mengandung atau menggunakan sumber protein nabati ataupun hewani dapat mempengaruhi komposisi biokimia gonad dan produksi gonad. Kebanyakan pakan bulubabi mengandung 20 – 40% protein (Schlosser et al. 2005), namun kebutuhan protein berbeda diantara spesies dan umur/ukuran bulubabi. Beberapa penelitian mengenai kebutuhan protein pada beberapa spesies bulubabi telah dilakukan, antara lain: Akiyama et al. (2001) mendapatkan kadar protein 20 % optimal untuk pertumbuhan bulubabi Pseudocentrotus depressus ukuran 15 mm; pada Strongylocentrotus droebachiensis ukuran 60 mm, kadar protein pakan 19% yang optimal menghasilkan gonad berkualitas baik (Pearce et al. 2002); Hammer et al. (2004,2006) mendapatkan kadar protein pakan≥21% memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang maksimal pada Lytechinus variegatus berukuran 14 mm dan protein pakan 20% optimal untuk induk Lythecinus variegatus berukuran 36 mm. Kebutuhan protein untuk memaksimalkan gonad bulubabi Tripneustes gratilla belum diketahui. Selain protein, kandungan energi pakan merupakan salah satu faktor pembatas selama perkembangan dan pematangan gonad pada siklus reproduksi (Schlosser et al. 2005). Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan bulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metabolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan pematangan gonad menjadi berkurang. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Schlosser et al. (2005) mendapatkan Paracentrotus lividus yang diberi tiga jenis pakan, yaitu Ulva lactuca, Gracilaria conferta, dan pakan buatan, menghasilkan energy
5
digestibility masing-masing sebesar 25, 26, dan 12 mg/kj. Namun informasi pengaruh energi pakan khususnya rasio energi protein dalam pakan terhadap produksi gonad bulubabi masih sangat terbatas, terlebih pada Tripneustes gratilla. Protein dan energi yang dialokasikan untuk meningkatkan ukuran tubuh atau produksi gonad, tergantung pada kondisi reproduksi bulubabi. Oleh karena protein adalah salah satu komponen yang mahal dalam pakan budidaya, maka sangatlah penting untuk menentukan kadar optimal dari kebutuhan protein dan rasio energi protein untuk memaksimalkan pertumbuhan dan atau produksi gonad serta pemanfaatan protein yang lebih efisien. Warna gonad dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi (Agatsuma et al. 2005). Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi disebabkan oleh karotenoid terutama 2005).
β-echinenon (Agatsuma et al.
Echinenon merupakan karotenoid dominan pada kebanyakan gonad
bulubabi yang disintesis dari β- karoten (Shpigel et al. 2005). Sampai saat ini, sudah diketahui bahwa karotenoid alami dari rumput laut lebih efektif untuk pewarnaan gonad bulubabi dibandingkan dengan karotenoid sintetis yang ditambahkan dalam pakan buatan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh bentuk isomernya. Karotenoid alami terdiri dari isomer 9-cis dan All-trans, sedang βkaroten sintetik hanya terdiri dari isomer trans. Perbedaan kedua bentuk karoten ini berhubungan dengan akivitas biologisnya (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005). Tripneuptes gratilla merupakan salah satu jenis bulubabi bernilai ekonomis tinggi yang terdapat di perairan Indonesia dan di Teluk Kupang pada khususnya. Bulubabi ini mempunyai prospek untuk dikembangkan karena gonadnya sangat enak dan telah diekspor dalam skala kecil, namun masih ditangkap dari alam khususnya di perairan Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan (Murniyati dan Setiabudi 1998; Aslan 2005). Budidaya bulubabi di Indonesia belum dilakukan, dan informasi reproduksi di alam dan di dalam wadah budidaya, kebutuhan nutrien, dan
perbaikan kualitas gonad bulubabi T. gratilla dalam
wadah budidaya masih sangat terbatas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengkaji: 1) kondisi reproduksi bulubabi yang ditangkap di perairan dan yang dipelihara dalam wadah budidaya, 2) kebutuhan T. gratilla akan protein dan rasio
6
energi protein yang optimal, dan 3) pengaruh hormon estradiol-17β terhadap perkembangan gonad T. gratilla pada beberapa ukuran.
1.2
Perumusan Masalah Produksi gonad dan kualitas gonad dipengaruhi oleh sistim reproduksi
(perkembangan gonad) dan kualitas nutrisi, seperti kandungan protein dan energi, dan karotenoid pakan. Bulubabi yang dipelihara dalam wadah budidaya mempunyai siklus reproduksi yang kurang teratur. Tanpa rangsangan lingkungan, beberapa tahapan dalam siklus reproduksi ada dalam satu waktu namun sedikit ditemukan fase pertumbuhan, padahal tingkatan dari siklus reproduksi yang diinginkan adalah tingkatan pertumbuhan. Telah diketahui bahwa perkembangan gonad dan peningkatan bobot gonad dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin, di bawah rangsangan hormon steroid. Namun pada bulubabi terlebih pada T. gratilla, sistim reproduksi dalam wadah budidaya dan pengaruh hormon steroid belum diketahui dengan jelas. Kandungan protein dan energi dalam pakan
buatan juga berpengaruh
terhadap perkembangan dan produksi gonad. Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan bulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metebolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan produksi gonad menjadi berkurang. Sebaliknya, jika kandungan energi pakan terlalu tinggi, akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Informasi kebutuhan protein dan rasio energi protein dalam pakan yang optimal dalam meningkatkan produksi gonad bulubabi terlebih pada T. gratilla belum diketahui. Kualitas gonad seperti; warna gonad, tekstur, dan rasa juga dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi. Pemberian makroalga seperti; Ulva lactuca dan
Gracilaria conferta, dapat meningkatkan kualitas gonad
bulubabi Strogylocentrotus droebachiensis dan Paracentrotus lividus. Namun pemberian makroalga saja akan menghasilkan kualitas gonad bulubabi yang baik tetapi IKGnya rendah, sedangkan bila hanya mengandalkan pakan buatan maka akan dihasilkan IKG yang tinggi akan tetapi kualitas gonadnya kurang baik (warna dan tekstur gonad pucat dan lembek). Kemungkinan kombinasi pakan
7
buatan dengan makroalga dapat memperbaiki produksi dan kualitas gonad bulubabi. Bertolak dari hal tersebut diatas, maka perlu diketahui beberapa aspek reproduksi (perkembangan gonad) T. gratilla di alam dan dalam wadah budidaya, kadar protein dan rasio energi protein, serta dosis hormon steroid (Estradiol 17-β) pada ukuran diameter tubuh yang berbeda, yang optimal meningkatkan produksi dan kualitas gonad serta mempercepat perkembangan gonad bulubabi. Melalui penelitian ini, diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi, perkembangan gonad dapat dipercepat, dan produksi dan kualitas gonad bulubabi khususnya T. gratilla yang tinggi dapat dicapai.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk:
1
Mengkaji beberapa aspek reproduksi (perkembangan gonad) T. gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang dan dalam wadah budidaya
2
Mengkaji kadar protein dan rasio energi dan protein yang optimal terhadap peningkatan produksi dan kualitas gonad T. gratilla
3
Mengkaji pengaruh hormon estradiol 17β terhadap perkembangan gonad T. gratilla pada beberapa ukuran
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
dasar
dalam
mengembangkan pakan buatan serta perlakuan hormonal yang tepat untuk mempercepat perkembangan gonad serta meningkatkan produksi dan kuallitas gonad bulubabi T. gratilla.
1.4
Hipotesis
1
Kadar protein dan rasio energi protein dengan kombinasi yang optimal dalam pakan dapat meningkatkan preduksi gonad bulubabi.
2
Penambahan hormon estradiol -17β dalam pakan buatan dengan dosis yang optimal dapat meningkatkan akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif sehingga mempercepat perkembangan gonad bulubabi.
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Morfologi
Tripneustes gratilla adalah bulubabi yang termasuk dalam phylum Echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut: Phylum
: Echinodermata
Klass
: Echinoidea
Ordo
: Temnopleuroida
Famili
: Toxopneutidae
Spesies
: Tripneustes gratilla
Gambar 1 Bulubabi Tripneustes gratilla.
Secara morfologi
bulubabi dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu;
kelompok reguler dan kelompok irregular Kelompok reguler adalah
(Jenkins 2002; Aslan 2005).
kelompok bulubabi yang memiliki bentuk tubuh
hemisfer, membulat di bagian atas dan merata di bagian bawah. Hewan ini memiliki duri yang panjang dan kadang berwarna menyolok. Kelompok irreguler adalah kelompok bulubabi yang memiliki bentuk tubuh yang memipih, misalnya: bulu hati dan dolar pasir. Beberapa jenis bulubabi reguler terbagi ke dalam beberapa ordo, yaitu: ordo Arbacioida, ordo Temnopleuroida, dan ordo Echinoida (Aslan 2005). Karakteristik dari ordo Arbacioida adalah periprok (area sekeliling anus) memiliki
9
4 atau 5 keping (plate) berukuran besar. Ordo Arbacioida hanya terdiri dari satu famili yaitu Arbaciidae. Hidup pada habitat bersubstrat keras dan terlindung dari ombak besar. Bergerak pada malam hari dan hidup pada ganggang yang mengandung kalkareus, contohnya: Arbacia lixula. Ordo Temnopleuroida terdiri dari 2 famili, yaitu: (1) famili Temnopleuridae memiliki ukuran tubuh yang kecil dan diameter cangkang 6 – 7 mm dan berduri pendek, dan (2) famili Toxopneustidae, tergolong ke dalam famili bulubabi yang dapat dikonsumsi, contohnya: Lytechinus variagatus, Toxopneutes pileolus (sangat mudah dikenali memiliki pedicellaria berukuran besar), dan Tripneustes gratilla. Ordo Echinoida terdiri dari 3 famili, yaitu: (1) famili Echinoidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Echinus esculentus, Paracentrotus lividus; (2) famili Echinometridae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dijadikan bulubabi hias, contoh: Echinometra spp., Echinometra viridis, Echinometra lucunter, Echinometra oblonga, dan Echinometra vanbrunti; (3) famili Strongylocentroidae, termasuk famili dari bulubabi yang dapat dikonsumsi, contoh: Strongylocentrotus droebachiensis, S. Franciscanus, dan S. Purpuratus. Beberapa bulubabi yang dapat dikategorikan sebagai bulubabi ekonomis penting adalah: Diadema setosum, Tripneustes gratilla, Toxopneustes pileolus, Echinotrix calamaris, Mespilia globulus, Heterocentrotus mammilatus, Salmacis belli, dan Echinometra spp. (Aslan 2005). Bulubabi Tripneustes gratilla memiliki karakter warna tubuh yang didominasi oleh warna oranye, putih dan coklat, sehingga nampak indah. Bulubabi ini di Indonesia umumnya hidup di padang lamun dan jarang ditemukan pada pantai berkarang atau bebatuan. Gonadnya sangat enak dimakan serta bernilai ekonomis penting karena dijual hingga ke manca negara. Bulubabi ini dijadikan salah satu bulubabi hias karena keindahannya (Aslan 2005). Jenis bulubabi Tripneustes gratilla berdiameter 10 cm dan tinggi 6 cm, mempunyai daerah penyebaran yang luas mulai India hingga perairan Pasifik sebelah barat. Pada cangkang bulubabi terdapat 5 segmen ambulakral dengan barisan kaki tabung dan 5 segmen interambulakral tanpa kaki tabung. Segmen tersebut tersusun secara berselang seling (Jenkins 2002; Aslan 2005).
10
Mulut terletak tepat di tengah dari sisi aboral tubuh. Organ ini dikelilingi oleh kaki tabung yang berguna membantu dalam bergerak dan menjaga stabilitas tubuh khususnya saat makan dan saat berada di substrat /tidak melaksanakan aktivitas pergerakan. Bagian mulut dan gigi merapat jadi satu dan dilekatkan oleh bahan
kapur
membentuk
struktur
yang
dinamakan
lentera
aristoteles
(Romimohtarto dan Juwana 2005). Lentera aristoteles terdapat di bagian tengah aboral. Organ ini berfungsi untuk merumput pada substrat. Lentera aristoteles dilengkapi oleh 5 pasang gigi yang tajam pada bagian ujungnya. Gigi-gigi ini apabila rusak maka akan tumbuh kembali. Semua bagian dari lentera aristoteles ini dapat dijulurkan atau dimasukkan secara fleksibel ke dalam mulut khususnya pada saat merumput (Aslan 2005). Anus terletak di bagian tengah dari sisi aboral tubuh berdekatan dengan madreporit (tempat masuknya air laut ke dalam tubuh dan berperan dalam sistim pembuluh air) dan gonopor. Pada bulu hati, sebagai kekecualian, anusnya terletak antara sisi atas dan sisi bawah, di ujung berlawanan dengan mulut.
2.2
Reproduksi Bulubabi Bulubabi
adalah
organisme
dioecious.
Bulubabi
bentuk
regular
mempunyai 5 lobul gonad. Gonad berukuran besar saat matang dan memanjang dari pusat aboral ke lentera (Jenkins 2002). Gonad ditutupi oleh lipatan-lipatan epitelium perivisceral dari bagian inter ambulakral pada separuh apikal rongga tubuh. Setiap lobul gonad memiliki sebuah saluran gonad (gonaduct) yang terbuka ke bagian luar melalui sebuah lubang genital (Fuji 1960). Contoh gonad primer disajikan pada Gambar 2. Semua jenis bulubabi sangat unik dalam hal seksnya (unisexual). Struktur kelamin jantan dan betina hampir sama, sehingga perbedaan jenis kelamin hampir tak nampak morfologisnya akibat sifatnya dimorfisme (Yamaguchi 1991). Rasio individu jantan dan betina bulubabi secara umum adalah 1:1 (Aslan 2005).
11
Gambar 2 Gonad primer bulubabi Stronggylocentrotus intermedius (Fuji 1960) Keterangan: Ac ; acinus , Gd; gonaduct.
Sperma dan telur dilepaskan ke laut, dan fertilisasi terjadi secara eksternal (Fuji 1960; Jenkins 2002). Setelah pembuahan, telur akan mengalami proses perkembangan embrio yang diawali oleh pembelahan sel dari 2 hingga 64 sel, dan berlanjut hingga mencapai tahap blastula dan gastrula (Aslan 2005). Setelah menetas, larva berkembang berbentuk prisma. Tangkai memanjang dan membentuk empat lengan pada larva awal pluteus dengan sepasang lengan antero lateral dan sepasang lengan postero oral. Pada tahap pluteus dengan enam lengan, terbentuk lengan postero dorsal, dan pada tahap pluteus dengan delapan lengan, bagian cangkang, kaki tabung primitif, dan duri terbentuk. Metamorfosis dimulai dengan munculnya primordium bulubabi dan berakhir dengan perkembangan anus dan mulut dengan perubahan dari bentuk pelagik menjadi bentik setelah metamorfosis (Yamaguchi 1991).
2.3
Perkembangan Gonad Selama perkembangan gonad berlangsung akan terjadi perubahan-
perubahan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan gonad somato indeks (Effendie 1997). Nilai gonad somato indeks akan
12
mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan menurun sesudah pemijahan. Selain itu, distribusi ukuran diameter telur pada bulubabi betina, dapat pula menunjukkan tahapan-tahapan perkembangan gonad (LangoReynoso et al. 2000) dan interval pemijahan pada ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner). Perubahan gonad secara kualitatif dapat dinyatakan dengan pengamatan histologi dan morfologi gonad. Perubahan-perubahan yang terjadi pada perkembangan gonad dikelompokkan ke dalam tingkatan kematangan gonad. Tahapan-tahapan selama perkembangan gonad bulubabi Evechinus chloroticus menurut Brewin et al. (2000) diacu dalam Lamare et al. (2002) dan Fuji (1960), digambarkan sebagai berikut:
Oogenesis Tahap I (recovery/pemulihan): ovari terdiri dari oosit primer gelap ( diameter <25 μm ), men empel pad a dindin g ascin al. Sisa-sisa oosit berwarna gelap berada di antara pagosit nutritif.
Tahap II (growing /perkembangan): ovari didominasi oleh pagosit nutritif, dengan oosit vitelogenik awal ( diameter 25 – 70 µm) menempel pada dinding ascinal. Kelimpahan material sisa-sisa oosit menurun.
Tahap III (pre-mature): Kelimpahan pagosit nutritif menurun selama vitelogenesis berlanjut. Ovari terdiri dari oosit pada semua tingkatan perkembangan (diameter 25 – 100 μm). Sejumlah kecil ova yang matang terlepas dari dinding ascinal dan terpusat pada lumen ovari.
Tahap IV (mature / pre-spawning): Ovari didominasi oleh ova yang matang (diameter 100 µm). Tertutup dalam lumen. Pagosit nutritif tidak ada atau sebagian kecil bergabung dengan oosit primer di sepanjang dinding ascinal.
13
Tahap V (partially spawned): Ova matang kurang padat dalam lumen mengikuti permulaan pelepasan ova. Vitelogenesis penuh dan oosit premature dan pagosit nutritif tidak ada atau bergabung dengan dinding ascinal dalam jumlah kecil.
Tahap VI (spent / post-spawning): Ovari kosong, mengandung hanya sejumlah kecil sisa sisa oosit. Dinding ascinal tipis dengan sejumlah kecil oosit primer disekitar peripheri ovari. Kelimpahan pagosit nutritif meningkat disekitar periferi ovari dengan sisa-sisa oosit pagositosis yang nyata.
Spermatogenesis Tahap I (recovery):
Testis didominasi warna pucat, pagosit nutritif, butiran
material nutritif yang berwarna gelap. Lapisan spermatogonia tipis (< 50 μm) dan spermatosit primer menempel pada epitelium germinal. Sisa-sisa spermatozoa berada dalam lumen.
Tahap II (growing/ perkembangan): Pagosit nutritif dominan dalam testes, namun frekuensi butiran material nutritif menurun. Ketebalan lapisan spermatogonia dan spermatosit primer meningkat (50 – 100 µm), dengan kolom spermatofor memanjang ke arah lumen.
Tahap III (pre mature): Kelimpahan pagosit nutritif terhalau ke periferal karena lapisan spermatogonial menebal (100 – 120 μm). Kolom spermatosit bertambah panjang dan memanjang ke bagian lumen, dan akumulasi spermatozoa terpusat di dalam lumen testes.
Tahap IV (mature / pre-spawning): Testes didominasi oleh kumpulan spermatozoa padat tanpa pagosit nutritif atau hanya berupa lapisan periferal tipis. Ketebalan lapisan spermatogonial menurun (70 – 100 μm) karena spermatogenesis berakhir. Tahap V (partially spawned): Kepadatan spermatozoa menurun mengikuti permulaan pemijahan dengan ruang kosong yang jelas terlihat di dalam lumen.
14
Ketebalan epitelium germinal terus menurun (25 – 70 µm) sedangkan lapisan periferal pagosit nutritif mulai bertambah tebal.
Tahap VI (spent / post spwning): Testes didominasi oleh lumen besar yang kosong yang terdiri dari sejumlah kecil sisa-sisa spermatozoa. Dinding ascinal sangat tipis (<25 µm), sedang lapisan pagosit nutritif terus bertambah tebal.
Tahapan perkembangan gonad pada jantan dan betina bulubabi diperjelas pada gambaran histologis menurut Fuji (1960) yang disajikan pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 3 Tahapan perkembangan testis bulubabi (Fuji 1960). Keterangan: 1. Gonad tahap 0 (Neuter) 2. Testis tahap I (Developing virgin) 2 Testis tahap I (Recovering spent) 3 Testis tahap II (Growing) 4 Testis tahap II (Growing) 5 Testis tahap III (Pre-mature) 6 Testis tahap IV (Mature) 8. Testis tahap V (Spent).
15
Gambar 4 Tahapan perkembangan ovari bulubabi (Fuji 1960). Keterangan: 9. Ovari tahap I (Developing virgin) 10. Ovari tahap I (Recovering spent) 11. Ovari tahap II (Growing) 12. Ovari tahap III (Pre-mature) 13. Ovari tahap IV (Mature) 14 Ovari tahap V (Spent).
2.4
Kebutuhan Protein dan Rasio Energi Protein Jaringan ikan mengandung sekitar 65 – 75% protein dalam bobot kering.
Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh; pembentukan jaringan; penggantian jaringan tubuh yang rusak; dan penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan. Dalam proses reproduksi, protein merupakan faktor utama dalam menyokong perkembangan gonadal. Pakan yang mengandung atau menggunakan sumber protein nabati ataupun hewani dapat mempengaruhi komposisi biokimia gonad dan produksi gonad. Kandungan protein pakan akan mempengaruhi kandungan protein gonad yang ditandai dengan peningkatan ukuran pagosit nutritif yang berkapasitas sebagai penyimpan protein
16
(Schlosser et al. 2005). Untuk tujuan tersebut banyak faktor yang mempengaruhi, yaitu: jumlah dan jenis asam-asam amino esensial; kandungan protein yang dibutuhkan; kandungan energi pakan; dan faktor fisiologis ikan. Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi jika kebutuhan energi dari lemak dan karbohidrat tidak mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon, dan antibodi. Setiap spesies bulubabi membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umur/ukuran bulubabi. Kebanyakan pakan bulubabi mengandung 20 – 40% protein (Schlosser et al. 2005). Akiyama et al. (2001) mendapatkan kadar protein 20 % optimal untuk pertumbuhan bulubabi Pseudocentrotus depressus ukuran 15 mm, sedang Hammer et al. (2004) mendapatkan kadar protein pakan ≥21% memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang maksimal pada Lytechinus variegatus berukuran 14 mm. Pada Strongylocentrotus droebachiensis ukuran 60 mm, kadar protein pakan 19% yang optimal menghasilkan gonad berkualitas baik (Pearce et al. 2002), sedang Hammer et al. (2006) mendapatkan protein pakan 20% optimal untuk induk Lythecinus variegatus berukuran 36 mm. Selain protein, kandungan energi pakan merupakan salah satu faktor pembatas selama perkembangan dan pematangan gonad pada siklus reproduksi (Schlosser et al. 2005). Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan
ikan/bulubabi menggunakan sebagian protein sebagai sumber
energi untuk metabolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan pematangan gonad menjadi berkurang. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Pengaruh energi pakan khususnya keseimbangan antara protein dan energi dalam pakan terhadap produksi gonad bulubabi belum banyak diketahui. Protein dan energi dialokasikan untuk meningkatkan ukuran tubuh atau produksi gonad, tergantung pada kondisi reproduksi bulubabi.
2.5
Peranan Karotenoid Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi, disebabkan
oleh karotenoid terutama
β-echinenon (Agatsuma et al. 2005).
Echinenon
17
merupakan karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi yang disintesis dari β- karoten (Shpigel et al. 2005). Warna gonad berubah secara musiman dipengaruhi oleh siklus reproduksi dan aktivitas merumput. Warna gonad juga dipengaruhi oleh spesies alga yang dimakan oleh bulubabi (Agatsuma et al. 2005). Bulubabi yang memakan pakan buatan sering menghasilkan gonad yang besar tetapi berwarna pucat. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sumber karotenoid alami dari rumput laut paling efektif menciptakan pewarnaan yang baik dibandingkan dengan karotenoid yang ditambahkan dalam pakan buatan (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005). Pakan alga alami atau penambahan βkaroten alami yang dihasilkan dari alga Dunaliella salina kering, memberikan peningkatan warna gonad, sedang β-karoten sintetik atau astaxantin tidak memperbaiki warna gonad (Shpigel et al. 2005). Pada penelitian pemberian pakan kombinasi alga Gracilaria conferta dan Ulva lactula dengan pakan buatan pada bulubabi Paracentrotus lividus, menunjukkan pakan buatan sangat efektif dalam meningkatkan massa gonad, sementara alga dapat digunakan untuk memperbaiki warna dan kualitas gonad. Pada studi ini didapatkan korelasi positif antara kadar echinenon dan warna gonad. Echinenon telah diidentifikasi sebagai karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi, dan β-karoten digambarkan sebagai prekursor untuk proses metabolisme dalam memproduksi echinenon. Oleh karena kandungan echinenon sebesar 83% dari total karotenoid pada berbagai studi gonad echinoid, Plank et al. (2002) menyimpulkan bahwa gonad bulubabi adalah terminal karotenoid dan kadarnya yang tinggi di dalam gonad, mengindikasikan pentingnya bagi perkembangan gamet, telur, dan embrio. Pada beberapa spesies ikan salmon, karotenoid berfungsi dalam reproduksi, dengan mobilisasi karotenoid pada daging dan deposisinya pada kulit dan ovari, yang terjadi selama maturasi. Kadar karotenoid dalam plasma kemungkinan dipengaruhi oleh absorpsi karotenoid dari makanan. Selain itu, kadar karotenoid plasma dipengaruhi oleh waktu dan proses pematangan. Kadar karotenoid dalam plasma ikan yang matang, relatif menurun dibandingkan pada ikan yang belum matang. Hal ini mungkin disebabkan oleh menurunnya konsumsi pakan. Kadar astaxantin pada ovari
lebih tinggi daripada dalam daging,
menunjukkan bahwa ovari mempunyai afinitas yang tinggi untuk deposisi
18
karotenoid. Selama pematangan, karotenoid
dimobilisasi dari otot
dan
diinkorporasi ke dalam perkembangan ovari (Torinsen dan Torinsen 1985). Warna oranye pada otot dan telur salmon Atlantik terutama karena adanya astaxantin karotenoid (3,3’-dihidroxi-β, β-karoten-4,4’-dione). Seperti pada spesies ikan lain, salmon tidak dapat mensintesis astaxantin atau karotenoid lain tetapi diabsorpsi dari makanan dan dideposit ke dalam berbagai jaringan tubuh termasuk gonad. Kadar astaxantin dalam plasma dipengaruhi oleh waktu dan tingkat kematangan sexual. Kadar astaxantin pada daging dan ovari menurun secara signifikan selama pematangan, tetapi jumlah total dalam ovari terus meningkat. Kandungan karotenoid juga berkaitan dengan kemampuan telur dalam mentoleransi kondisi lingkungan, misalnya: elevasi temperatur air, elevasi kadar amoniak, dan bahaya pengaruh cahaya UV. Konsentrasi karotenoid yang tinggi dalam telur dilaporkan dapat meningkatkan derajat fertilisasi (Christiansen dan Torinsen 1997). Deufel (1965) diacu dalam Christiansen
dan Torrissen
(1997),
mendapatkan terjadi peningkatan jumlah betina matang dan pematangan awal pada rainbow trout yang diberi suplemen kantaxantin dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi suplemen. Menurut Cabello et al. (2002), pada crustacea, pematangan ovari dicirikan
oleh akumulasi bahan karotenoid. Defisiensi
karotenoid pada pakan induk udang diduga dapat menyebabkan pigment deficiency syndrome (PDS) yang dicirikan oleh bleaching pada ovari betina yang matang dan pada kuning telur, yang selanjutnya berdampak pada rendahnya nafsu makan, dan tingginya deformities pada zoea 1, serta rendahnya kelangsungan hidup pada zoea 2 (Regunathan dan Wesley 2006). Wyban et al. (1997) diacu dalam Cabello et al. (2002) mendapatkan paprika merupakan bahan pakan tambahan, yang baik bagi pematangan ovari Pennaeus vannamei, karena dapat mensuplai beberapa nutrien essensial yang diperlukan bagi produksi nauplius berkualitas. P. vannamei mampu mengubah karotenoid (α-karoten, α-kriptoxantin, kaptaxantin, kapsorubin) pada paprika menjadi astaxantin.
19
Tahap oogenesis pada crustacea dicirikan oleh penimbunan kuning telur ke dalam oosit. Lipoprotein utama di dalam kuning telur adalah vitelin, yang kemudian akan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi perkembangan embrio. Vitelin crustacea merupakan High Density Lipoprotein (HDL) yang sering berhubungan dengan karotenoid. Vitelin ini sebenarnya adalah lipo-glikokarotenoprotein (Chein et al. 1993). Telur crustacea mengakumulasi karotenoid dalam jumlah yang signifikan sehingga memungkinkan untuk berfungsi selama vitelogenesis. Lebih lanjut dinyatakan bahwa warna telur memberikan suatu indikasi dari kualitas telur. Selain itu, ada dugaan bahwa berkurangnya kualitas larva, disebabkan oleh kurangnya kadar karotenoid dalam kuning telur, pada saat perkembangan embrio udang. Karotenoid mempunyai kemampuan memicu vitelogenesis udang, dan berpengaruh langsung pada transkripsi gen hormon, yang terlibat dalam pematangan ovari. Selama vitelogenesis sekunder, karotenoid dimobilisasi dari hepatopankreas ke ovari melalui hemolim, dimana karotenoid tersebut terakumulasi dalam oosit, sebagai bagian utama dari protein kuning telur (lipovitelin). Karotenoid juga berhubungan dengan produksi vitamin A dan melindungi lemak tak jenuh terhadap oksidasi.
Selain itu, karotenoid dapat
berfungsi untuk melindungi cadangan makanan dan perkembangan embrio dari oksidasi radikal bebas dan radiasi cahaya matahari, serta mensuplai cadangan pigmen untuk embrio dan larva (Regunathan dan Wesley 2006).
2.6
Kualitas Gonad Bulubabi Kualitas gonad (uni atau roe) sangat penting dan mempengaruhi harga
produk. Salah satu faktor yang menentukan kualitas gonad adalah warna. Mutu warna gonad bulubabi dapat dikelompokan sebagai berikut: (1) mutu sangat baik, gonad berwarna kuning terang, oranye merah (2) mutu baik, gonad berwarna orange, (3) mutu jelek, gonad berwarna pucat, atau coklat (Sphigel et al. 2005). Pearce et al. ( 2004) mendapatkan warna gonad bulubabi yang dihasilkan, lebih baik pada bulubabi yang diberi pakan buatan yang ditambahkan mikroalga Dunaliella salina dibandingkan yang diberi pakan kelp (Laminaria longicruris atau L. digitata), dan lebih baik pada individu berukuran kecil dibandingkan yang
20
berukuran besar. Ukuran dan tipe pakan tidak signifikan mempengaruhi tekstur, tetapi kedua faktor secara signifikan mempengaruhi kekompakan dan rasa. Gonad bulubabi yang diberi pakan buatan, lebih lembek dan mempunyai kandungan air lebih banyak dibandingkan dengan gonad bulubabi yang diberi kelp. Selain warna, tekstur, rasa dan aroma juga menentukan mutu gonad. Gonad bulubabi yang baik adalah teksturnya kompak, manis, dan berbau seperti rumput laut segar. Rasa enak (manis) dari gonad berhubungan dengan tingginya konsentrasi asam amino, seperti; alanina, arginina, asam glutamat, glisina, lisina, serina dan taurina. Sebaliknya, rasa pahit dari gonad berhubungan dengan tingginya kadar valina dan puserrimina (Pearce et al. 2004). Gonad bulubabi mengandung nilai gizi yang tinggi. Gonad mengandung protein, lemak, glikogen, kalsium, fosfor, vitamin B kompleks, dan vitamin A. Protein adalah komponen yang dominan dalam pakan yang dapat mempengaruhi produksi gonad. Gonad bulubabi juga diperkirakan mengandung sekitar 18 asam amino yang penting untuk pertumbuhan. Kandungan kimia gonad maupun nilai gizi gonadnya sangat bervariasi menurut jenis bulubabi dan faktor lainnya, antara lain: jenis T. gratilla dalam kondisi segar mempunyai kadar air, protein, lemak, dan abu masing – masing sebesar 81.39%; 14.43%; 1.89%; dan 3.92%, jenis E. calamaris dalam kondisi segar sebesar 69.34%; 15.64%; 3.61%, dan 2.48%, dan jenis D. Setosum sebesar 69.47; 16.99; 2.45; 2.25 (Murniyati dan Setiabudi 1998).
2.7
Makanan Jenis makanan bulubabi T. gratilla sangat bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Larva biasanya memakan diatom – diatom plantonik, tetapi pada tahap juvenil memakan diatom – diatom sesil, dan yang telah berukuran besar memakan makroalga, lamun, dan mikro flora (Yamaguchi 1991).
T.
gratilla yang telah dewasa dapat memakan bermacam – macam makroalga, antara lain: Sargassum spp., Padina spp., Hydroclathrus clathrus, Cladosiphon okamwarmus.,
Hypnea
charoides,
Gracilaria
blodgettii,
Ceratodictyon
spongiosum. Berdasarkan hasil analisa lambung T. gratilla yang diambil dari alam, menunjukkan bahwa yang paling dominan sebagai makanannya adalah Sargassum spp., Padina spp., dan Hydroclathrus clathrtus, serta lamun lainnya.
21
Makroalga merupakan makanan alami bulubabi dan mengandung Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA), yang secara taxonomi dikarakterisasi sebagai berikut: makroalga hijau kaya 16:4n-3, 18:3n-3, dan 18:4n-3; makroalga merah kaya 20:4n-6 dan 20:5n-3; dan makroalga coklat kaya 18:3n-3, 18:4n-3, 20:4n-6 dan 20:5n-3 (Floreto dan Ishikawa 1996).
2.8
Kontrol Hormon dalam Reproduksi Bulubabi Reproduksi pada ikan berada di bawah kontrol poros hipothalamus –
hipofisis – gonad. Ada tiga faktor yang terlibat dalam reproduksi ikan yaitu sinyal lingkungan, hormon, dan organ reproduksi. Sistim hormon pada reproduksi ikan dibedakan dalam dua hal, yaitu pematangan gonad serta ovulasi dan pemijahan (Zairin 2003). Pada echinodermata, pematangan seksual dan pemijahan diatur oleh suatu sistem hormon yang sederhana, yakni: (1) Gonad-Stimulating Substance (GSS) dihasilkan oleh syaraf radial, (2) Maturating-Inducing Substance (MIS) disintesis oleh sel-sel folikel ovari, dan (3) Gonad- Inhibiting Substance (GIS) yang dibentuk oleh syaraf radial. Gonad Stimulating Substance adalah protein sederhana dengan bobot molekul sekitar 2000 sedangkan hormon folikular adalah purin 1-metiladenin (Lafont 2000). Selain hormon 1-metil adenin (MIS) pada kelompok echinodermata
dan moluska ditemukan hormon vertebrate-type
steroid. Gonad moluska dan echinodermata dapat memproduksi steroid secara de novo dan sintesis steroid ini dibantu oleh enzim cytokrom P-450. Keberadaan steroid pada hewan fitofage kemungkinan juga berasal dari tumbuhan yang dimakan, oleh karena molekul steroid banyak terdapat pada tumbuhan (Lafont 2000). Perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis) dibawah rangsangan hormon steroid (Unuma 1999). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis MIS (Maturating Inducing Substance) seperti 1metiladenin dan hormon steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan
22
bantuan enzim cytokrom P450. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien
ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang
pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif) yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal. Akibatnya gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum dan menunggu sinyal lingkungan
berikutnya. Selanjutnya sinyal
lingkungan diterima oleh syaraf radial, dan sebagai respon syaraf radial melepaskan neurosekresi (polipeptida) yang berperan langsung pada sel-sel folikel untuk merangsang sintesis 1-metiladenin, dan selanjutnya merangsang ovulasi, pelepasan gamet, dan tingkah laku reproduksi. Penelitian Unuma (1999) mendapatkan hormon steroid (androstenedion, estron, dan derivatnya) dapat
merangsang
perkembangan gonadal dan
gametogenesis pada juvenil bulubabi merah (Pseudocentrotus depressus). Jantan P. depressus berdiameter 20 mm yang diberi pakan bersteroid (androstenedion dan estron) menghasilkan IKG yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Spermatogenesis juga lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada betina P. depressus perlakuan pakan bersteroid tidak menunjukkan pengaruh, kemungkinan karena masih terlalu muda sehingga juvenil betina belum siap melaksanakan gametogenesis. Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada bulubabi, protein yolk tidak hanya khusus pada betina. Protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan (Unuma 1999). Akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif telah ditingkatkan oleh steroid melalui sintesis vitelogenin.
23
III METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2008 hingga Oktober 2009. Pengambilan sampel bulubabi dari alam dilakukan di perairan Teluk Kupang, percobaan dilakukan di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana Kupang. Analisa proximat dan pengukuran diameter telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, dan analisa energi pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Fakultas Peternakan, IPB. Pembuatan preparasi histologi dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pengukuran estradiol dan testosteron
pada gonad dan cairan
koelomik dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Analisa total karotenoid, dan β-karoten dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu 1) Kajian beberapa aspek reproduksi T. gratilla di alam, 2) Kajian perkembangan gonad dalam wadah budidaya, 3) Kajian pengaruh kadar protein dan rasio energi protein yang berbeda terhadap produksi gonad T. gratilla, dan 4) Kajian pengaruh hormon estradiol 17-β dalam mempercepat pematangan gonad T. gratilla yang berbeda ukuran. Tahap I
: Mengkaji beberapa aspek reproduksi ( bobot gonad, IKG, diameter telur, dan histologi gonad) T. gratilla yang ditangkap dari alam. Hasil percobaan tahap pertama ini digunakan sebagai acuan untuk percobaan selanjutnya.
TahapII
: Mengkaji perkembangan gonad T gratilla dalam wadah budidaya. Percobaan ini dilakukan untuk memperoleh data waktu dan tingkatan perkembangan gonad, profil hormon estradiol dan testosteron T. gratilla yang diberi makroalga dalam wadah budidaya.
Tahap III
: Mengkaji pengaruh kadar protein dan rasio energi protein yang berbeda terhadap produksi gonad T. gratilla. Percobaan ini untuk memperoleh kadar protein dan rasio energi protein yang optimal
24
untuk meningkatkan produksi gonad T. gratilla. Produksi gonad dapat diindikasikan pada kuantitas gonad seperti bobot gonad dan kualitas gonad seperti: kandungan protein, total karotenoid, βkaroten, warna, tekstur, dan rasa gonad. Tahap IV:
Mengkaji pengaruh penambahan hormon Estradiol 17-β dalam pakan buatan terhadap perkembangan gonad T. gratlla pada beberapa ukuran diameter tubuh. Percobaan ini dilakukan untuk memperoleh dosis hormon yang optimun dalam mempercepat perkembangan gonad T. gratilla dan ukuran T. gratilla yang optimum dalam merespon hormon Estradiol 17-β. Fenomena tersebut dapat diindikasikan antara lain pada peningkatan bobot gonad, ukuran diameter telur, profil hormon estradiol dan testosteron, dan lama waktu perkembangan gonad.
3.1
Penelitian Aspek Reproduksi T. gratilla di Perairan Teluk Kupang Tujuan penelitian ini adalah mengkaji beberapa aspek reproduksi T.
gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei hingga Desember 2008.
Parameter yang Diamati Sebanyak 10 – 30 individu T. gratilla ditangkap dari perairan Teluk Kupang setiap bulan. Penangkapan dilakukan pada saat air laut surut. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, setiap sampling dilakukan pengukuran bobot tubuh, diameter tubuh, bobot gonad, penentuan IKG, diameter telur, pengamatan warna gonad, dan histologi gonad. Pengamatan dilakukan dengan cara membedah hewan uji. Sebelum dilakukan pembedahan, masing-masing hewan uji diukur diameter tubuhnya dengan menggunakan kaliper, dan ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui bobotnya. Bulubabi dibedah dengan menggunting cangkang dari bagian aboral ke bagian oral pada segmen yang tidak terdapat duri (bagian inter ambulakral). Dengan perlahan organ bagian dalam dikeluarkan kecuali gonad
25
yang menempel pada cangkang. Selanjutnya gonad yang menempel dibilas dengan air, lalu dilepaskan dari cangkang dengan menggunakan sendok kecil yang tipis, dan diletakkan pada kertas saring. Gonad kemudian ditimbang untuk mengetahui bobotnya, dan dihitung IKGnya. Penentuan nilai IKG dengan persamaan sebagai berikut:
IKG = (Bobot gonad (g) / Bobot tubuh (g)) x 100%
Pengukuran diameter telur dilakukan dengan mengambil telur sebanyak 100 butir. Telur yang diambil terlebih dahulu difiksasi dengan alkohol 70%, kemudian dipisahkan dengan perlahan, dan diukur diameternya dibawah mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer dengan pembesaran 10 kali. Pengamatan warna gonad dilakukan secara subyektif. Warna gonad dibandingkan dengan warna pada kartu warna yang telah dibuat, dan selanjutnya disusun dalam persentase warna gonad. Pengamatan
mikroskopis
gonad
dilakukan
dengan
menggunakan
gambaran histologi gonad. Mula-mula gonad difiksasi dalam larutan formaldehid selama 24 jam, selanjutnya di dalam alkohol bertingkat beberapa kali dengan selang waktu 24 jam. Gonad kemudian diembeding dalam parafin lalu disayat maksimum setebal 10 µm. Sayatan selanjutnya dideparafinisasi dalam xylol, direhidrasi dalam alkohol bertingkat kemudian diwarnai dengan perwarna hematoksilin dan eosin, dicounting dan selanjutnya diamati di bawah mikroskop dan dilakukan pemotretan. Parameter lingkungan yang diukur dan diamati adalah suhu, salinitas, substrat, dan jenis pakan alami. Parameter diukur dan diamati pada setiap bulan pengamatan selama penelitian berlangsung. Hasil pengukuran bobot gonad, IKG, diameter telur, dan warna gonad, dianalisis secara deskriptif. Untuk melihat pengaruh bulan pengamatan dan jenis kelamin terhadap bobot gonad dan IKG, dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (two-way Anova) (Steel dan Torrie 1991). Data yang mempunyai perbedaan nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey. Sebagai alat bantu pada pengolahan data untuk uji statistik digunakan paket program Minitab 14.0.
26
3.2
Penelitian Perkembangan Gonad T.gratilla dalam Wadah Budidaya Penelitian tahap II bertujuan mengkaji perkembangan gonad T. gratilla
dalam wadah budidaya. Penelitian dilaksanakan di Balai Benih Ikan Pantai, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Analisis hormon testosteron dan estradiol dalam cairan koelomik dan gonad dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Pemeliharaan Bulubabi Sebanyak 25 individu induk bulubabi T. gratilla yang berdiameter tubuh 50 – 80 mm dipelihara dalam bak yang berukuran 2.5 x 2.0 x 1.5 m dengan sistem air mengalir. Bulubabi yang digunakan adalah induk yang baru selesai memijah. Pada awal penelitian dilakukan pengukuran diameter tubuh dengan menggunakan kaliper dan penimbangan bobot tubuh dengan timbangan analitik. Selanjutnya bulubabi dipuasakan selama seminggu untuk mengosongkan gonadnya. Selama 8 minggu pemeliharaan, bulubabi T. gratilla diberi pakan makroalga setiap 2 hari. Setiap minggu tangki pemeliharaan dibersihkan untuk menghilangkan makanan yang tidak dimakan dan material feses. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, sebanyak 2 individu disampling setiap 2 minggu, lalu dilakukan pengukuran konsentrasi hormon testosteron, estradiol, bobot gonad,
dan diameter telur. Pengukuran
bobot gonad dan diameter telur dilakukan seperti pada penelitian pertama. Pengukuran kadar hormon dilakukan dengan mengambil cairan koelomik dan ekstrak gonad. Cairan koelomik diambil dari 2 individu bulubabi yang sama yang masing-masing dipelihara dalam kantong yang terbuat dari waring. Kantong tersebut lalu digantung di dalam bak pemeliharaan. Pengambilan cairan koelomik sebanyak 1 ml pada bagian aboral (area lubang gonophorik) dilakukan dengan menggunakan syringe 1 ml. Sampel cairan koelomik kemudian dimasukkan ke dalam tabung polietilen dan disimpan dalam freezer pada suhu – 20o C sampai dilakukan analisis dengan menggunakan radioimmunoassay (RIA) (Lampiran 1). Hormon yang dianalisis adalah hormon estradiol dan hormon testosteron. Sebanyak 0.5g gonad dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 10 ml dietil eter
27
lalu dihomogenisasi. Selanjutnya didiamkan selama 48 jam. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan PBS ph 7.2 dan disentrifus pada 2500 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan siap dianalisa. Hasil pengukuran kadar hormon testosteron, estradiol, bobot gonad, dan diameter telur dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk gambar. Sebagai data pendukung, setiap minggu dilakukan pengukuran suhu air dan salinitas. Kadar amoniak diukur pada pertengahan dan akhir percobaan.
3.3
Penelitian Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kadar protein dan rasio
energi protein berbeda terhadap produksi gonad bulubabi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Perikanan dan Kelautan Universitas Nusa Cendana, Kupang. Analisis proximat bahan pakan, pakan percobaan, dan kadar protein gonad dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Analisis kandungan energi bahan pakan dan pakan percobaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB. Analisis total karotenoid dan β-karoten dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah kadar protein dengan kadar 22, 27, dan 32%. Faktor kedua adalah rasio energi protein (C/P) dengan kadar 9, 11, dan 13 (kkal GE/g). Kombinasi perlakuan yang diberikan sebagai berikut: A (22:9), B (22:11), C (22:13), D (27:9), E (27:11), F (27:13), G (32:9), H (32:11), dan I (32% : 13) (kkal GE/g).
Pakan Uji Bahan bahan yang digunakan untuk pembuatan pellet dalam penelitian ini adalah: tepung ikan, tepung kedele, tepung jagung, tepung terigu, tepung makroalga, minyak ikan, ekstrak sargassum, agar, vitamin mix, mineral mix, dan etoxyquin. Formulasi pakan disajikan pada Tabel 1.
28
29
Hasil analisa proximat pakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-3 (dalam % bobot kering) Perlakuan (Protein; C/P) A (22;9) B (22;11) C (22;13) D (27;9) E (27;11) F (27;13) G (32;9) H (32;11) I (32;13)
Kadar abu 16.21 16.02 15.44 17.31 16.42 15.71 16.53 16.96 16.91
Komposisi proximat Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar BETN 22.21 3.95 25.46 32.17 22.77 5.57 21.76 33.88 22.12 9.85 16.39 36.20 26.73 6.22 18.97 30.77 26.69 8.93 15.71 32.25 26.34 16.02 9.29 32.64 31.82 5.95 19.72 25.98 31.70 12.13 8.96 30.25 31.67 27.25 3.69 20.48
Ekstrak sargassum dibuat dari sargassum yang sudah dikeringkan dan digiling hingga halus. Sebanyak 2 kg tepung sarggasum dilarutkan dalam 6 l campuran aceton dan heksan (3+7). Selanjutnya dibiarkan dalam tempat gelap semalaman pada suhu ruang. Kemudian ekstrak disaring dan dimasukkan ke dalam labu yang lain lalu dievaporasi hingga menjadi ekstrak yang pekat. Bahan tepung dicampur hingga rata. Agar disiram dengan air mendidih (volume air yang digunakan sama dengan volume bahan), lalu diaduk dan kemudian ditambahkan ke bahan tepung sambil terus diaduk dengan mixer. Selanjutnya ke dalam adonan pakan ditambahkan minyak ikan dan ekstrak sargassum lalu dimixer. Setelah semua bahan tercampur rata selagi hangat pakan dibentuk bulat panjang dengan tangan. Pakan uji kemudian dimasukkan dalam kotak palstik yang tertutup rapat dan disimpan dalam freezer suhu -20o C.
Pemeliharaan Bulubabi T. gratilla dengan diameter tubuh rata-rata 50 – 60 mm dipelihara dalam 9 akuarium yang masing-masing berukuran 50 x 50 x 30 cm dan dilengkapi aerator dan termometer. Pada setiap akuarium dipelihara 20 individu T. gratilla sebagai ulangan. Semua hewan ini diadaptasikan selama 2 minggu lalu dipuasakan selama
30
2 minggu sebelum pemberian pakan percobaan. Selanjutnya T. gratilla diberi pakan sebanyak 3% dari bobot tubuh setiap 2 hari secara satiasi. Pakan yang tidak termakan disifon dari akuarium setiap 2 hari sebelum pemberian pakan.
Parameter yang Diamati Pada akhir penelitian diukur bobot gonad (sama dengan penelitian 1, 2, dan 3), kadar protein, kadar asam amino gonad, total karotenoid, β- karoten, kadar air gonad, dan diamati warna, rasa, dan tekstur gonad. Kadar protein gonad diukur dengan metode Kjeldahl (Lampiran 2) dan kadar asam amino gonad diukur dengan menggunakan HPLC (Lampiran 3). Total karotenoid dan β-karoten diukur dengan menggunakan spektrometer dan HPLC menurut prosedur Lamare dan Hoffman (2004) (Lampiran 4). Pengukuran Kadar air gonad disajikan pada Lampiran 5. Warna, tekstur, dan rasa dari gonad diuji secara subjektif oleh 3 orang responden dengan merangking setiap gonad dalam beberapa kategori yang dimodifikasi dari Pearce et al. (2004) sebagai berikut: Warna gonad ( penilaian 1 – 4) 1 = sangat baik (kuning terang atau oranye) 2 = baik (kuning muda) 3 = cukup (kuning-coklat, oranye – coklat, merah coklat, krem) 4 = tidak baik (coklat gelap, abu-abu, hijau)
Tekstur gonad 1 = sangat baik (padat halus) 2 = baik (padat berbutir) 3= cukup (lembek) 4= tidak baik (cair/berlendir) Rasa gonad (penilaian 1 – 4) 1 = sangat baik (sangat manis ) 2 = baik (manis) 3 = cukup (tidak manis dan tidak pahit) 4 = tidak baik (pahit)
31
Data pendukung yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas, pH, dan kadar amoniak. Suhu dan salinitas diukur setiap hari, sedangkan pH dan amoniak diukur pada pertengahan dan akhir penelitian. Hasil pengukuran bobot gonad dan protein gonad dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (two-way anova) (Steel dan Torrie 1991). Data yang mempunyai perbedaan nyata antar pelakuan dilanjutkan dengan uji Tukey. Kadar asam amino gonad, kadar air, warna, tekstur, dan rasa gonad dianalisis secara deskriptif
dan ditampilkan dalam bentuk gambar. Sebagai alat bantú pada
pengolahan data untuk uji statistik digunakan paket program Minitab 14.0.
3.4
Penelitian Pengaruh Pemberian Estradiol 17-β Perkembangan Gonad Bulubabi yang Berbeda Ukuran
terhadap
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian hormon estradiol 17-β dalam mempercepat perkembangan gonad bulubabi yang berbeda ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan Pantai Kupang. Analisis hormon testosteron dan estradiol-17β dalam cairan koelomik dan gonad dilakukan di Laboratorium RIA, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap IV adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3 x 2. Faktor pertama adalah ukuran diameter tubuh yang terdiri atas: ukuran 50 – 59; 60 – 69; 70 – 79 mm. Faktor kedua adalah dosis hormon estradiol-17β dengan dosis 10 dan 30 μg. Keseluruhan percobaan terdiri atas 6 kombinasi perlakuan dan ditambahkan 1 perlakuan tanpa hormon sebagai kontrol. Setiap perlakuan terdiri atas 10 ulangan (jumlah individu). Masing-masing kombinasi perlakuan sebagai berikut: D5H1 = Diameter tubuh 50 – 59 mm dengan dosis hormon 10 μg D5H2= Diameter tubuh 50 – 59 mm dengan dosis hormon 30 μg D6H1= Diameter tubuh 60 – 69 mm dengan dosis hormon 10 μg D6H2= Diameter tubuh 60 – 69 mm dengan dosis hormon 30 μg D7H1= Diameter tubuh 70 – 79 mm dengan dosis hormon 10 μg D7H2= Diameter tubuh 70 – 79 mm dengan dosis hormon 30 μg
32
Pakan Uji Bahan pakan yang digunakan terdiri atas: tepung ikan, tepung kedele, tepung jagung, tepung terigu, tepung kanji, minyak ikan, agar, vitamin, dan mineral mix. Kandungan protein pakan sekitar 27% dengan komposisi bahan pakan dan analisa proximat seperti pada Tabel 3 dan 4. Bahan tepung dicampur hingga rata. Agar disiram dengan air mendidih (volume air yang digunakan sama dengan volume bahan), lalu diaduk dan kemudian ditambahkan ke bahan tepung sambil terus diaduk dengan mixer. Ke dalam adonan pakan ditambahkan minyak ikan, vitamin dan mineral mix. Setelah semua bahan tercampur rata, selanjutnya ditambahkan hormon yang dilarutkan dalam alkohol. Pakan yang tidak diberi hormon hanya ditambahkan larutan alkohol. Selagi hangat pakan dibentuk bulat pipih seperti kue dengan tangan. Pakan uji kemudian dimasukkan dalam kotak plastik yang tertutup rapat dan disimpan dalam freezer.
Tabel 3 Komposisi bahan pakan pada penelitian ke-4 Bahan pakan Tepung ikan Tepung kedele Tepung jagung Tepung kanji Tepung terigu Minyak ikan Agar Vit + mineral mix Total
Jumlah (%) 25 20 20 10 10 7 5 3 100
Tabel 4 Komposisi proximat pakan percobaan pada penelitian ke-4 Jenis analisa Kadar air Abu Protein Lemak Serat kasar
Jumlah (%) Bobot basah Bobot kering 10.01 0.00 6.75 7.50 24.15 26.83 8.03 8.92 3.18 3.53
33
Pemeliharan Bulubabi Wadah yang digunakan pada percobaan ini adalah keranjang plastik berukuran 60 x 40 x 30 cm sebanyak 7 buah. Keranjang-keranjang tersebut digantung dalam bak beton berukuran 2.5 x 2.0 x 1.5 m dengan sistem air mengalir. Sebanyak 85 individu bulubabi T. gratilla dengan diameter tubuh 50 – 77 mm dan bobot 40 – 95 g dibagi dalam 7 kelompok perlakuan. Sebelum diberi pakan berhormon, semua hewan ini dipuasakan selama 2 minggu untuk mengosongkan gonadnya. Setelah dipuasakan selama 2 minggu, sebanyak 5 individu pada setiap kategori diameter tubuh ( 50 – 59; 60 – 69; 70 – 79 mm) dibedah untuk memastikan kondisi gonadnya. Selanjutnya selama pemeliharaan 8 minggu, T. gratilla diberi pakan yang ditambahkan hormon estradiol - 17β setiap 2 hari. Masing-masing individu diletakkan di atas potongan pakan. Setiap 2 hari tangki pemeliharaan dibersihkan untuk menghilangkan makanan yang tidak dimakan dan material feses. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, sebanyak 2 – 3 individu pada setiap perlakuan disampling pada minggu ke-3, 5,dan 7 lalu dilakukan pengukuran bobot tubuh, bobot gonad, diameter telur, dan pengukuran hormon estradiol dan testosteron (n=2). Pengukuran dan pengamatan parameter uji dilakukan sama dengan penelitian pertama dan kedua. Hasil pengukuran bobot gonad, diameter telur, dan profil hormon testosteron dan estradiol dianalisa secara deskriptif.
34
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Beberapa Aspek Reproduksi T. gratilla di Perairan Teluk Kupang Kajian beberapa aspek reproduksi T. gratilla yang ditangkap di perairan
Teluk Kupang telah menghasilkan data yang berkaitan dengan perkembangan gonad, antara lain: bobot gonad, IKG, diameter telur, histologi gonad, warna gonad, bobot tubuh, dan diameter tubuh.
4.1.1 Bobot Gonad Hasil pengukuran bobot gonad secara keseluruhan berkisar antara 0.43 – 11.17 g dengan rata-rata 2.74 ± 0.21g (SD). Distribusi bobot gonad setiap bulan selama penelitian disajikan pada Gambar 5. Pada setiap bulan pengamatan didominasi oleh bobot gonad yang berukuran < 3.0 g. Persentase bobot gonad yang berukuran < 3.0 g didapatkan tinggi pada bulan Juni dan menurun pada bulan Juli. Selanjutnya meningkat dan terbanyak didapatkan pada bulan Oktober, kemudian menurun kembali pada bulan Desember.
Frekuensi bobot gonad (%)
120 100 80
<3.0
60
3,1 - 6.0
40
6,1- 9.0 9,1 - 12.0
20 0 Juni
Juli
sept
Oktb
Des
Gambar 5 Distribusi bobot gonad (g) bulubabi pada setiap bulan pengamatan.
Bobot gonad sebesar 3.1 – 6.0 g ditemukan mulai dari bulan Juni dan terus meningkat hingga bulan September, selanjutnya menurun pada bulan Oktober dan meningkat kembali pada bulan Desember. Bobot gonad 6.1 – 9.0 g ditemukan
35
pada bulan Juli dan September sedang bobot gonad 9.0 – 12.0 g hanya didapatkan pada bulan Juni hingga Juli dan tertinggi pada bulan Juni. Fluktuasi bobot gonad diduga berhubungan dengan tipe reproduksi bulubabi yang asinkronis, sehingga pada setiap bulan pengamatan, gonad bulubabi terdiri atas beberapa tahap perkembangan dan pemijahannya terjadi secara parsial. Rata-rata bobot gonad berbeda signifikan diantara bulan pengamatan (p<0.05) namun tidak signifikan berbeda diantara sex (betina dan jantan) (p>0.05). Interaksi antara bulan dan sex menunjukkan pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap bobot gonad bulubabi (Lampiran 6). Rata-rata bobot gonad betina tertinggi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Oktober, sedang rata-rata bobot gonad jantan tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Oktober.
4.1.2 Indeks Kematangan Gonad (IKG) Hasil pengamatan nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) secara keseluruhan berkisar antara 0.09 – 15.14% dengan rata-rata 4.24% ± 0.22 (SE). Rata-rata IKG T. gratilla tertinggi ditemukan pada bulan Desember sebesar 5.66% dan terendah pada bulan Oktober sebesar 3.09%. Rata-rata IKG mencapai puncak pada bulan Juli dan Desember. Distribusi IKG setiap bulan selama penelitian disajikan pada Gambar 6. Nilai IKG < 3.0% terbanyak ditemukan pada bulan Juni dan IKG 3.1 – 6.0 dan 6.1 – 9.0% terbanyak ditemukan pada bulan Desember. IKG yang lebih besar 9.1% ditemukan pada bulan Juni, Juli, dan Desember dan
Frekuensi IKG (%)
terbanyak ditemukan pada bulan Juni.
70 60 50 40 30 20 10 0
< 3,0 3,1 - 6,0 6,1 - 9,0 > 9,1 Juni
Juli
September Oktober Desember
Gambar 6 Profil IKG (%) bulubabi pada setiap bulan pengamatan.
36
Seks ( jantan atau betina) tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai IKG selama pengamatan (p>0.05), namun waktu (bulan pengamatan) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai IKG dari jantan dan betina (p< 0,05) (Lampiran 6). Interaksi antara sex dan bulan (sex*bulan) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap IKG (p< 0.05). Rata-rata IKG betina pada bulan Juni berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Oktober, rata-rata IKG betina pada bulan juli berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan September dan Oktober, rata-rata IKG betina pada bulan September berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Desember, dan rata-rata IKG betina pada bulan Oktober berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Desember. Rata-rata IKG betina tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. IKG jantan pada bulan Juni berbeda signifikan dengan rata-rata IKG bulan Desember, rata-rata IKG jantan pada bulan September berbeda signifikan dengan rata-rata IKG pada bulan Desember, rata-rata IKG jantan pada bulan Oktober berbeda signifikan dengan rata-rata IKG bulan Desember. Rata-rata IKG jantan juga tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni.
4.1.3 Diameter Telur Hasil pengamatan ukuran diameter telur menunjukkan bulubabi memiliki pola reproduksi tipe asinkronis. Berdasarkan pada 100 contoh oosit pada setiap individu dari beberapa individu bulubabi di setiap bulan pengamatan diperoleh data distribusi diameter telur T. gratilla yang disajikan pada Gambar 7. Pada setiap bulan pengamatan didapatkan oosit dalam beberapa kelas ukuran, namun lebih didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 µm dan tertinggi didapatkan pada bulan September, sedang oosit yang berukuran 75 – 100 µm (matang) ditemukan di setiap bulan pengamatan dan mencapai puncak pada bulan Desember. Hal ini menunjukkan pemijahan terjadi setiap bulan pengamatan dan puncaknya diduga setelah bulan Desember.
Frekuensi diameter oosit (%)
37
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
<25 26-50 51-75 75-100 Juni
Juli
September Oktober Desember Bulan Pengamatan
Gambar 7 Distribusi frekuensi diameter oosit (μm) bulubabi pada setiap bulan pengamatan.
Hasil pengamatan struktur histologi gonad disajikan pada Gambar 8 dan 9. Sediaan histologis yang ditampilkan pada Gambar 8a adalah testis dengan kondisi TKG I (recovery). Pada tahap ini, testis dicirikan oleh adanya spermatogonia dan spermatosit di sepanjang dinding folikel, lapisan spermatogonia tipis dan sisa-sisa spermatozoa berada dalam lumen. Pada tahap ini, aktivitas spermatogenik rendah. Pada tingkat perkembangan testis II (growing), produksi spermatogonia dan spermatosit meningkat di sepanjang tepi folikel. Akibatnya bagian dinding folikel jantan menjadi tebal. Selanjutnya pada gonad jantan TKG III (pre-mature), testis berukuran lebih besar dari TKG II. Jumlah spermatosit dan spermatid meningkat dan spermatozoa bermigrasi dari tepi ke pusat folikel. Akumulasi spermatozoa terpusat di dalam lumen testis namun area mereka masih terbatas (Gambar 8b).
38
A
B
F FN
SPT
100µ C
100µ D
SPZ
100µ
100µ
E
100µ
Gambar 8 Struktur histologis testis dalam berbagai tahap perkembangan. Keterangan: A.berkembang; B. bertumbuh; C. pra matang; D. matang dan E. salin. (F : folikel; FN: pagosit nutritif; SPT: spermatosit; SPZ: spermatozoa)
Pada gonad jantan yang berada pada TKG IV (mature), hampir seluruh ruang folikel diisi secara penuh oleh spermatozoa matang. Testis didominasi oleh kumpulan spermatozoa padat (Gambar 8c). Selanjutnya pada TKG V (partial spawning), kepadatan spermatozoa menurun mengikuti permulaan spawning yang ditandai dengan adanya celah ruang yang kosong terlihat dalam lumen. Beberapa bagian dari tambalan kecil sisa spermatozoa terlihat dekat dinding atau di dalam lumen (Gambar 8 d dan e).
39
A
B
F
FN
100µ C
100µ D
OV OM
OB 100µ
100µ
Gambar 9 Stuktur histologis ovari dalam berbagai tahap perkembangan. Keterangan: A. Ovari tahap berkembang (developing); B. Ovari tahap recovering; C. Ovari tahap pra matang (pre mature); D. Ovari tahap partial spawning. (F: folikel; FN: pagosit nutritif; OV: oosit vitelogenik; OM: oosit matang; OB: oosit bertumbuh).
Struktur histologis perkembangan gonad betina disajikan pada Gambar 9. Sediaan histologis yang ditampilkan pada gambar 9a adalah ovari dengan kondisi TKG I (developing /berkembang) yang ditandai oleh beberapa oogonia dan oosit primer gelap yang menempel disepanjang dinding folikel dan berada diantara pagosit nutritif. Oogonia berbentuk gelondongan sedang oosit primer berbentuk seperti bola dengan sebuah inti besar. Gambar 9b adalah telur dengan kondisi TKG I (recovering/pulih). Telur developing dan recovering berbeda dalam ukuran, telur developing berukuran lebih kecil dari pada recovering. Selanjutnya pada Gambar 9c ditunjukkan oosit TKG III (pre mature/ pra matang). Pada tahap ini, kepadatan pagosit nutritif menurun, dan ovari terdiri dari oosit pada semua tingkat perkembangan. Sejumlah ova yang matang terlepas dari dinding folikel menuju pusat lumen ovari. Pada ovari yang memasuki TKG IV (matang) ditandai oleh padatnya oosit matang di dalam lumen ovari. Pagosit nutritif tidak ada atau
40
sebagian bergabung dengan oosit primer di dinding folikel. Selanjutnya pada telur TKG V (salin), ova matang kurang padat di dalam lumen mengikuti permulaan pelepasan ova (Gambar 9d).
4.1.4 Warna gonad Warna gonad menjelaskan pada bulan Juni gonad bulubabi didominasi oleh warna oranye muda (36%), oranye (28%), dan coklat kehijauan (20%). Pada bulan Juli warna gonad didominasi oleh warna oranye ( 28.6%), krem (21.4%), coklat (14.3%), dan bening (14.3%). Warna gonad yang didapatkan pada pengamatan bulan Agustus didominasi oleh warna kuning 60%, oranye 20%, dan bening 20%. Pada bulan September warna gonad didominasi warna oranye sebesar 30% kemudian warna krem sebesar 26%. Warna gonad pada bulan Oktober didominasi warna oranye muda sebesar 30% kemudian krem sebesar 16.66%. Pada bulan Desember, warna gonad yang dominan adalah oranye sebesar 43.33% kemudian kuning sebesar 33.33% (Gambar 10). Adanya berbagai tampilan warna gonad menunjukkan pada setiap bulan pengamatan didapatkan gonad berada pada beberapa tahapan perkembangan. Gonad yang bening yang mengindikasikan tahapan berkembang (developing) didapatkan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Gonad yang berwarna coklat dan coklat kehijauan yang mengindikasikan tahapan recovering didapatkan pada bulan Juni, Juli, September, dan Oktober. Warna krem dan kuning mengindikasikan gonad jantan berada pada tahap pra matang dan matang, sedang warna oranye muda dan oranye mengindikasikan gonad betina berada pada tahapan pra matang dan matang.
100
bening
% warna
80
hijau/coklat
60
krem
40
kuning
20
oranye muda
0 JUNI
JULI
SEPT
OKTB
DES
oranye
Gambar 10 Warna gonad bulubabi setiap bulan selama penelitian.
41
4.1.5 Bobot Tubuh dan Diameter Tubuh Bulubabi T. gratilla yang ditangkap dari perairan Teluk Kupang setiap bulan selama 6 bulan pengamatan mempunyai diameter tubuh minimal 4.18 cm dan maksimal 8.06 cm, sedang bobot tubuh berukuran minimal 24.26 g dan maksimal 143.42 g. Diameter tubuh mengalami peningkatan dari bulan Juni hingga bulan September, dan selanjutnya menurun pada bulan Oktober. Bobot tubuh T. gratilla yang ditangkap dari bulan Juni hingga Desember menunjukkan pola yang berfluktuasi. Rata-rata bobot tubuh tertinggi didapatkan pada bulan September dan terendah pada bulan Oktober (Tabel 5). .
Tabel 5
Rata-rata diameter tubuh (cm), bobot tubuh (g), bulubabi yang ditangkap di alam (n= 10 – 30)
Bulan
Diameter tubuh ± SE
Bobot tubuh ± SE
Juni
5.53 ± 0.13
62.06 ± 7.47
Juli
5.92 ± 0.17
58.88 ± 8.34
September 6.96 ± 0.12
86.82 ± 5.11
Oktober
5.80 ± 0.10
41.12 ± 2.96
Desember
5.97 ± 0.10
56.25 ± 2.44
Hasil analisis regresi menunjukkan hubungan antara diameter tubuh dengan bobot tubuh mengikuti persamaan Y= 4.60 + 0.02X artinya pertambahan diameter tubuh (cangkang) seiring dengan pertambahan bobot tubuh. Koefisien determinasi sebesar 0.815 menunjukkan ada hubungan linear yang kuat antara diameter tubuh dengan bobot tubuh (Gambar 11 ). DT =
4,703 + 0,02270 BT
8,5
S R-Sq R-Sq(adj)
8,0
0 ,4 5 2 9 4 4 6 6 ,0 % 6 5 ,7 %
7,5
DT
7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 20
40
60
80
100
120
140
160
BT
Gambar 11 Hubungan bobot tubuh (g) dengan diameter tubuh (cm).
42
Hasil analisis regresi juga menunjukkan hubungan antara bobot tubuh dan IKG memberi persamaan IKG = 2.56 + 0.02 BT dengan R2 = 6.7% (Gambar 12). Hal ini menunjukkan IKG bertambah seiring dengan pertambahan bobot tubuh namun pertambahannya kecil. Sedang hubungan antara bobot tubuh dan bobot gonad ditunjukkan oleh persamaan bobot gonad = -0.60 + 0.05 BT dengan R2 = 43.1% (Gambar 13).
IKG = 2,564 + 0,02429 BT 16
S R-Sq R-Sq(adj)
14
2,54103 6,7% 6,0%
12
IKG
10 8 6 4 2 0 20
40
60
80
100
120
140
160
BT
Gambar 12 Hubungan antara IKG (%) dan bobot tubuh (g) bulubabi.
Bobot gonad = - 0,60 + 0,05 BT 12
S R-Sq R-Sq(adj)
bobot gonad (g)
10
1,73478 43,0% 42,5%
8 6 4 2 0 20
40
60
80 100 Bobot tubuh (g)
120
140
160
Gambar 13 Hubungan antara bobot gonad (g) dengan bobot tubuh (g).
43
Suhu rata-rata di perairan Teluk Kupang berkisar dari
24oC
hingga
29.5oC. (Gambar 14). Suhu terendah pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Oktober. Fluktuasi suhu terjadi dari bulan Juli ke September dan dari bulan Oktober ke Desember. Salinitas rata-rata berkisar dari 31 – 34 ppt.
35 30 Suhu oC
25 20 15 10 5 0 Mei
Juni
Juli
September Oktober
Desember
Gambar 14 Suhu rata-rata pada setiap bulan pengamatan.
Kondisi substrat yang ditemukan pada lokasi penelitian didominasi oleh campuran substrat pasir berlumpur dan pecahan karang. Kondisi substrat ini bersifat stabil selama penelitian dari bulan Juni hingga Desember. Jenis lamun dan makroalga yang sering ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis Enhalus, Euchema sp., Caulerpa, Sargassum sp., Padina, dan Gracilaria sp.
4.1.6 Pembahasan Perkembangan gonad ikan pada umumnya ditandai oleh adanya peningkatan nilai indeks kematangan gonad (IKG) atau peningkatan bobot gonad. Kisaran nilai IKG biasanya digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad ikan. Nilai IKG akan mencapai maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan mengalami penurunan pada saat pemijahan berlangsung hingga pemijahan selesai. Perkembangan pada ovari juga ditandai oleh peningkatan ukuran diameter oosit sebagai akibat dari akumulasi vitelogenin, selama proses vitelogenesis berlangsung. Vitelogenin adalah glikofosfoprotein yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh yang dihasilkan di hati. Vitelogenesis adalah sintesis vitelogenin di hati dibawa rangsangan
44
hormon estradiol-17β, yang selanjutnya diangkut dalam darah menuju oosit, diserap secara selektif dan selanjutnya disimpan sebagai bakal kuning telur. Pada saat vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar. Pengamatan bulubabi T. gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang dari bulan Juni hingga bulan Desember, memperlihatkan bobot gonad didominasi ukuran < 3.0 dan 3.1 – 6.0 g. Namun pada bulan Juni dan Juli ditemukan bobot gonad yang berukuran 6,1 – 12.0 g, selanjutnya menurun pada bulan September. Demikian halnya pada pengamatan IKG yang mencapai puncak pada bulan Desember. Hal ini menunjukkan kemungkinan terjadinya puncak pemijahan setelah bulan Desember (puncak pemijahan tertinggi). IKG akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan turun kembali setelah pemijahan (Effendie 1997). Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Aslan (2005) yang mendapatkan nilai IKG T. gratilla mencapai puncak pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober. Hal ini menunjukkan perkembangan gonad yang sangat bervariasi sehingga setiap bulan IKG mencapai puncak.
Hal ini mungkin berhubungan dengan kelimpahan makanan yang
tersedia di habitatnya. IKG bulubabi bervariasi dari suatu tempat ke tempat lainnya oleh karena siklus reproduksi bulubabi dipengaruhi oleh musim (suhu dan photoperiode) dan kondisi geografis (Siikavuopio et al. 2006). Bobot gonad dan IKG antara jantan dan betina T. gratilla tidak berbeda secara signifikan (p>0,05), namun berbeda signifikan diantara bulan pengamatan. Hal ini menunjukkan siklus reproduksi yang sinkronis diantara sex namun tidak sinkronis diantara bulan pengamatan. Penelitian Lamare et al. (2002) pada bulubabi Evichinus chloroticus di Teluk New Zealand juga mendapatkan IKG antara jantan dan betina tidak berbeda signifikan namun IKG kedua seks berubah signifikan sepanjang tahun. Mereka juga mendapatkan siklus gametogenik dapat berkaitan dengan perubahan musiman IKG. IKG minimum jantan dan betina didapatkan ketika mayoritas populasi berada pada tahap kosong (spent) atau pulih kembali (recovery). Selanjutnya IKG meningkat selama diferensiasi dan proliferasi sel-sel germinal (tahap bertumbuh dan pra matang) dan mencapai
45
maksimum pada saat matang. IKG menurun pada saat terjadi pelepasan gamet (memijah). Pengamatan diameter telur menunjukkan pada setiap bulan pengamatan ditemukan telur yang matang yang juga didominasi oleh bobot gonad 3.1 – 6.0 g atau IKG 3.1 – 6.0% dan mencapai puncak pada bulan Desember. Hal ini menunjukkan bahwa matang gonad umumnya dimulai pada bobot gonad 3.1 – 6.0 g, dan pemijahan terjadi setiap bulan dan mencapai puncak setelah bulan Juli dan Desember. Peningkatan diameter telur diikuti oleh peningkatan bobot gonad. Hal ini disebabkan ketika proses vitelogenesis berlangsung, granula dan globul kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar. Dengan adanya aktivitas oosit tersebut maka bobot gonad atau IKG juga akan meningkat (Yaron 1995). Ditemukannya telur dalam beberapa kelas ukuran juga menunjukkan bulubabi T. gratilla mempunyai perkembangan gonad yang asinkronis oleh karena pada setiap bulan pengamatan ditemukan individu dengan gonad yang berkembang hingga memijah dan pulih. Pola perkembangan gonad T. gratilla mengindikasikan tipe pemijahan yang terus menerus sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada pertengahan hingga mendekati akhir tahun (Aslan 2005). Berdasarkan pada pengamatan warna gonad setiap bulan pengamatan, gonad yang bening (belum berkembang) ditemukankan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Gonad berwarna coklat dan coklat kehijauan ditemukankan pada bulan Juni, Juli, September, dan Oktober. Warna gonad oranye muda dan oranye atau kuning muda, dan kuning mengindikasikan tingkatan gonad pra matang hingga matang ditemukan pada setiap bulan pengamatan. Warna gonad oranye menunjukkan tingkatan matang pada gonad betina, sedang warna kuning menunjukkan tingkatan matang pada gonad jantan. Pola warna gonad sejalan dengan pola bobot gonad, IKG, dan ukuran diameter telur. Peningkatan bobot gonad atau IKG akan diikuti peningkatan ukuran diamater telur dan perubahan warna yang sesuai dengan tingkat perkembangan gonad. Warna gonad berkualitas tinggi terbanyak ditemukan pada bulan Desember dan sedikit ditemukan pada bulan Oktober. Warna gonad berkualitas sedang terbanyak ditemukan pada bulan Oktober dan sedikit ditemukan pada
46
bulan September dan Desember. Kualitas rendah terbanyak ditemukan pada bulan Agustus dan sedikit ditemukan pada bulan Juni. Hasil ini mengindikasikan bahwa kualitas warna gonad berhubungan dengan fase perkembangan gonad. Warna gonad yang berkualitas tinggi umumnya didapatkan pada fase pertumbuhan, pra matang dan pematangan awal, sedangkan kualitas warna gonad yang rendah umumnya didapatkan pada fase pulih dan matang akhir atau menjelang pemijahan. Produksi dan kualitas gonad yang maksimal dihasilkan pada fase pertumbuhan dan matang gonad (Unuma et al. 1999). Pada bulubabi, gonad berisi sel-sel gamet dan sel-sel pagosit nutritif. Tahapan perkembangan gonad dicirikan oleh keberadaan sel-sel yang dominan, pergerakan sel-sel gamet ke pusat lumen folikel, kepadatan sel-sel gamet, ukuran ketebalan lapisan folikel, dan ukuran diameter oosit (pada betina). Perkembangan gonad baik pada jantan maupun betina dimulai dari perkembangan spermatogonium dan spermatosit primer atau oogonium dan oosit primer yang menempel di dinding folikel dan berada diantara sel pagosit nutritif. Pada awal perkembangan gonad, gonad bulubabi didominasi oleh sel pagosit nutritif dengan lapisan folikel yang tipis. Seiring dengan perkembangan gonad, sel-sel pagosit nutritif akan berkurang jumlahnya dan ketebalan lapisan folikel meningkat hingga pada tahap matang gonad. Spermatosit maupun oosit akan terus bertambah kepadatannya dan bergerak ke pusat lumen folikel seiring dengan kematangannya. Gonad yang matang ditandai oleh kumpulan spermatozoa maupun oosit yang padat dan terakumulasi di pusat lumen folikel tanpa sel-sel nutritif phagosit dan ketebalan lapisan folikel menurun. Pada tahapan partial spawning, kepadatan spermatozoa maupun oosit menurun dengan ruang kosong yang terlihat jelas dalam lumen, sedangkan dinding folikel mulai bertambah tebal oleh sel-sel pagosit nutritif. Berbeda dengan ikan teleleostei pada umumnya dimana spermatogonia ataupun oogonia tersusun secara acak tersebar satu demi satu dan tidak ada pengaturan urutan. Hasil pengamatan setiap bulan selama penelitian memperlihatkan diameter tubuh berkisar 4.18 – 8.06 cm dengan rata-rata 5.97 ± 0.82. Diameter tubuh mengalami peningkatan dari bulan Juni hingga bulan September, dan menurun pada bulan Oktober. Hal ini berkaitan dengan umur pada saat penangkapan dalam
47
1 musim penangkapan dan aktifitas penagkapan. Bulubabi yang ditangkap jauh sebelum musim penangkapan umumnya memperlihatkan diameter tubuh yang kecil, demikian juga yang ditangkap setelah musim penangkapan. Sedang yang ditangkap pada musim penangkapan umumnya memperlihatkan diameter tubuh yang besar. Meskipun demikian, bila pada musim penangkapan kurang memberikan tekanan pada populasi bulubabi, maka bulubabi yang tertangkap setelah musim penangkapan akan memperlihatkan diameter tubuh yang bervariasi. Bobot tubuh bulubabi yang ditangkap selama penelitian berkisar 24.26 – 143.42 g dengan rata-rata 57.77 g ± 27.9. Dari bulan Juni hingga Agustus, bobot tubuh terus menurun dan meningkat pada bulan September, selanjutnya menurun kembali pada bulan Oktober dan mulai meningkat pada bulan Desember. Bobot tubuh bulubabi yang ditangkap di alam berkaitan dengan tipe substrat di habitatnya. Tipe substrat yang didominasi oleh campuran pasir berlumpur dan pecahan karang serta ditumbuhi oleh lamun yang pendek dengan kerapatan lamun yang tidak padat, biasanya memperlihatkan bobot tubuh yang lebih kecil. Sedang tipe substrat yang didominasi oleh campuran pasir berlumpur dan pecahan karang serta ditumbuhi oleh lamun yang agak tinggi dengan kerapatan lamun bervariasi tetapi ditumbuhi oleh berbagai jenis makroalga, umumnya memperlihatkan bobot tubuh yang besar. Hasil analisis regresi memperlihatkan hubungan antara bobot tubuh dengan diameter tubuh yang kuat. Pertambahan diameter tubuh (cangkang) seiring dengan pertambahan bobot tubuh. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Aslan
(2005) yang juga mendapatkan bahwa diameter tubuh sangat erat
mempengaruhi bobot tubuh bulubabi. Namun hubungan antara bobot tubuh dengan IKG kurang kuat dibandingkan hubungan antara bobot tubuh dengan bobot gonad. Bulubabi yang bobot gonadnya besar belum tentu memiliki bobot tubuh yang besar pula dan sebaliknya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena sebagian besar rongga tubuh bulubabi dipenuhi oleh makanan dan air sehingga pada saat bulubabi ditangkap, apabila didapatkan bulubabi yang baru selesai makan maka sebagian besar rongga tubuhnya dipenuhi oleh makanan sehingga bobot tubuhnya tinggi, sebaliknya apabila didapatkan bulubabi yang belum makan maka makanan dalam rongga tubuhnya sedikit, sehingga bobot
48
tubuhnya rendah meskipun memiliki gonad yang besar. Dengan demikian penggunaan bobot gonad lebih tepat dalam mengidentifikasi perkembangan gonad bulubabi.
4.2
Perkembangan Gonad Bulubabi dalam Wadah Budidaya
4.2.1 Hormon Testosteron Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi hormon testosteron pada gonad T. gratilla minimum sebesar 167.29 pg/g dan maksimum sebesar 723.02 pg/g. Konsentrasi testosteron dalam ovari pada minggu ke-2 sebesar 315.17 pg/g dan mencapai puncak pada minggu ke-7 sebesar 527.19 pg/g, selanjutnya menurun pada minggu ke-9 sebesar 180.87pg/g dan mulai meningkat kembali pada minggu ke-11 sebesar 283.11 pg/g. Konsentrasi testosteron dalam testis yang diamati pada minggu ke-2, 3, dan 9 menunjukkan konsentrasi terendah pada minggu ke-2 sebesar 167.29 pg/g dan meningkat pada minggu ke-3 sebesar 337.40 pg/g, selanjutnya menurun pada minggu ke-9 sebesar 195.74 pg/g. Profil hormon
Testosteron gonad (pg/g)
testosteron pada ovari dan testis disajikan pada Gambar 15.
700 600 500 400 300 200 100 0
T ovari
minggu ke- minggu ke- minggu ke- minggu ke- minggu ke- minggu ke2 3 5 7 9 11
T testis
Gambar 15 Profil hormon testosteron (pg/g) pada gonad bulubabi dengan n= 1 – 2 pada setiap pengamatan.
Hasil pengamatan konsentrasi testosteron pada cairan koelomik bulubabi mencapai rata-rata sebesar 86.38 ± 8.90 pg/ml. Konsentrasi testosteron mencapai
49
maksimal sebesar 103.34 pg/ml dan minimal sebesar 76.28 pg/ml. Selama penelitian konsentrasi testosteron berfluktuasi dan mencapai puncak pada minggu ke-4 (90.49 ± 18.17 pg/ml) dan ke-8 (89.44 ± 9.16 pg/ml) selanjutnya menurun pada minggu ke-5 (84.75 ± 2.93) dan ke-10 (82.86 ± 9.31pg/ml).
4.2.2 Hormon Estradiol (E2) Hasil pengamatan terhadap konsentrasi estradiol pada gonad yang diukur setiap 2 minggu berkisar antara 11.15 – 1999.19 pg/g dengan rata-rata 483.92 pg/g. Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi estradiol ovari pada minggu ke2 sebesar 591.57 pg/g, terus meningkat pada minggu ke-5 dan mencapai puncak pada minggu ke-7 sebesar 1999.20 pg/g. Konsentrasi E2 pada testis yang diukur pada minggu ke-2, 3, dan 9 menunjukkan pada minggu ke-2 konsentrasi E2 sebesar 11.15 pg/g, mulai meningkat pada minggu ke-3 sebesar 73.87 pg/g dan
Estradiol gonad (pg/g)
selanjutnya menurun pada minggu ke-9 sebesar 13.21 pg/g (Gambar 16).
2500 E2 ovari
2000 E2 testis
1500 1000 500 0 minggu ke- minggu ke- minggu ke- minggu ke- minggu ke- minggu ke2 3 5 7 9 11
Gambar 16 Profil estradiol (pg/g) pada ovari dan testis bulubabi dengan n=1 – 2 pada setiap pengamatan.
Hasil pengamatan konsentrasi E2 pada cairan koelomik selama penelitian mencapai rata-rata 100.53 pg/ml. Kadar maksimal sebesar 403.88pg/ml dan minimal 12.73 pg/ml. Rata-rata konsentrasi E2 cairan koelomik pada setiap pengamatan disajikan pada Gambar 17.
50
250
Estradiol (pg/ml)
200 150 100 50 0 MG 2
MG 4
MG 5
MG 8
MG 10
Pengamatan minggu ke-
Gambar 17 Profil estradiol (pg/ml) pada cairan koelomik bulubabi dengan n= 2 pada setiap pengamatan.
Konsentrasi E2 cairan koelomik meningkat pada minggu ke-2 sebesar 208.61 pg/ml, selanjutnya menurun pada minggu ke-4 sebesar 24.03 pg/ml dan mengalami peningkatan kembali pada minggu ke 5 dan seterusnya meningkat hingga minggu ke-10 sebesar 185.16 pg/ml. Konsentrasi E2 pada cairan koelomik lebih rendah dibandingkan pada gonad bulubabi.
4.2.3 Bobot Gonad Rataan bobot gonad bulubabi dari minggu ke-2 mengalami peningkatan hingga minggu ke-3 pengamatan kemudian menurun pada minggu ke-5 hingga minggu ke-7. Selanjutnya meningkat kembali pada minggu ke-9 dan menurun pada minggu ke-11 (Gambar 18). Peningkatan bobot gonad hingga mencapai puncak terjadi dua kali yaitu pada minggu ke-3 dan 9 yang menunjukkan kondisi matang akhir dan kemungkinan terjadi pemijahan setelah minggu ke-3 dan ke-9. Bobot gonad paling rendah (0.72 g) ditemukan pada minggu ke-7 dimana konsentrasi hormon testosteron dan estradiol tinggi, sedang bobot gonad tertinggi (6.15 g) ditemukan pada mingguke-9, dimana kadar testosteron dan E2 rendah. Hal ini menunjukkan hormon testosteron dan E2 berperan pada awal perkembangan gonad jantan dan betina bulubabi.
51
6
Bobot gonad (g)
5 4 3 2 1 0 minggu ke-2 minggu ke-3 minggu ke-5 minggu ke-7 minggu ke-9 minggu ke-11
Gambar 18 Rataan bobot gonad (g) bulubabi selama pengamatan (n= 2).
4.2.4 Diameter Telur Rata-rata diameter telur yang dicapai mengalami peningkatan dari minggu ke-2 hingga minggu ke-3, kemudian mengalami penurunan pada minggu ke-5 hingga ke-7. Diameter telur meningkat kembali dari minggu ke-9 hingga minggu ke-11. Nilai rata-rata diameter telur disajikan pada Gambar 19. Pengamatan distribusi frekuensi ukuran diameter telur pada setiap waktu pengamatan (Gambar 20) selama penelitian mulai dari minggu ke-2 hingga minggu ke-11 menunjukkan pada umumnya gonad betina T.gratilla mencapai tahap pra matang dan matang.
Diameter telur (µm)
70 60 50 40 30 20 10 0 minggu ke-2
minggu ke-3
minggu ke-5
minggu ke-7
Gambar 19 Rata-rata diameter telur bulubabi.
minggu ke-9
minggu ke-11
52
Pada minggu ke-2 ovari didominasi oleh telur berukuran < 25 μm yang mengindikasikan tahap developing (bertumbuh) dan atau recovery atau pulih kembali dan telur berukuran 26 – 50 μm yang mengindikasikan tahap berkembang. Selanjutnya pada minggu ke-3, telur didominasi ukuran 51 – 75 μm yang mengindikasikan tahap pra matang/matang. Pada minggu ke-5, telur berada pada berbagai kelas ukuran dalam persentase yang hampir berimbang, dan pada
Frekuensi diameter telur (%)
minggu ke-7 telur didominasi ukuran <25 μm.
70 60 50 40
<25
30
26-50
20
51-75
10
76-100
0 2
3
5
7
9
11
Pengamatan minggu ke-
Gambar 20 Distribusi frekuensi diameter telur (μm) bulubabi dengan n= 1 – 2 pada setiap pengamatan.
Pada minggu ke-9 telur didominasi ukuran 26 – 50 dan 51 – 75 μm dan pada minggu ke-11 ditemukan telur berukuran 51 – 75 dan 76 – 100 μm dalam jumlah yang tertinggi dibandingkan minggu-minggu pengamatan sebelumnya. Telur matang yang berukuran 76 – 100 µm ditemukan pada minggu ke-3, 5, 7, dan 11. Telur berukuran <25 µm terbanyak ditemukan pada minggu ke-7; ukuran 26 – 50 µm terbanyak ditemukan pada minggu ke- 9; ukuran 51 – 75 dan 76 – 100 µm terbanyak ditemukan pada minggu ke-11. Penurunan bobot gonad terjadi pada minggu ke-5 dan ke-11 menunjukkan telah terjadi pemijahan. Kualitas air selama penelitian mencapai kisaran yang optimal untuk pertumbuhan bulubabi, yaitu suhu berkisar 29 – 33 oC dan salinitas berkisar 30 – 33 ppt. Di Indonesia bulubabi cenderung hidup pada kisaran suhu 25 – 33 oC dan salinitas 29 – 33 ppt (Aslan 2005).
53
4.2.5 Pembahasan Pada proses pematangan gonad ikan pada umumnya, kerja hormon gonadotropin I merangsang lapisan teka pada oosit mensintesis testosteron dan di lapisan granulosa akan diubah menjadi estradiol-17β. Estradiol-17β selanjutnya akan merangsang sintesis vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur di hati. Vitelogenin ini akan dibawa oleh aliran darah dan diserap oleh lapisan folikel oosit. Akibatnya oosit akan membesar hingga mencapai ukuran maksimum (Zairin 2003). Pada bulubabi, sintesis vitelogenin juga dikontrol oleh hormon steroid. Akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif dirangsang oleh hormon steroid selama proses vitelogenesis. Hormon estradiol 17-β merangsang sintesis vitelogenin pada saluran pencernaan dan dibawa ke gonad melalui cairan koelomik (Unuma 1999; Barbaglio et al. 2007). Oleh karena itu, kadar steroid pada plasma atau cairan koelomik atau pada gonad dapat dijadikan indikator pematangan gonad. Pemeliharaan dalam wadah budidaya menunjukkan testosteron dan estradiol meningkat dari minggu ke-2 dan mencapai puncak pada minggu ke-7. Sebaliknya bobot gonad terendah pada minggu ke-7 dan didominasi oleh oosit berdiameter <25 µm. Profil hormon berbanding terbalik dengan bobot gonad dimana pada gonad berbobot kecil konsentrasi hormon testosteron dan estradiol tinggi, sebaliknya pada gonad berbobot besar konsentrasi hormon rendah. Hal ini berkaitan dengan tahap perkembangan gonad bulubabi dimana hormon testosteron dan estradiol tinggi pada awal perkembangan gonad yakni pada tahap pertumbuhan dan pra matang selama proses vitelogenesis, sebaliknya rendah pada akhir vitelogenesis. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Balbaglio et al. (2007) pada bulubabi Paracentrotus lividus yang mendapatkan konsentrasi estradiol pada ovari tinggi pada tingkatan pertumbuhan selama vitelogenesis dan pada tingkatan recovery yaitu ketika gonad sedang mengalami pemulihan untuk siklus yang baru. Mereka juga mendapatkan konsentrasi testosteron pada ovari tertinggi dihasilkan pada tingkatan pertumbuhan selama vitelogenesis. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi testosteron pada testis tinggi pada tahap pertumbuhan dan pra matang. Wasson et al. (2000) mendapatkan konsentrasi testosteron dan estradiol lebih tinggi selama periode awal perkembangan ovari
54
dan testis Lyitechinus variagatus. Konsentrasi estradiol dan testosteron pada ovari tinggi pada individu Lytechinus variagatus yang gonadnya kecil dan menurun sejalan dengan peningkatan ukuran gonad. Demikian juga pada testis, konsentrasi testosteron dan estradiol tinggi pada gonad berukuran kecil. Hal ini menunjukkan pada saat gonad mencapai tingkat kematangan akhir maka sintesis estradiol akan menurun, sebagai umpan balik negatif estrogen terhadap hormon yang menstimulasi sintesis estradiol (Singh dan Singh 1990). Barbaglio et al. (2007) mendapatkan konsentrasi estradiol lebih rendah daripada konsentrasi testosteron pada ovari dan testis, dan konsentrasi estradiol lebih rendah pada jantan daripada betina Paracentrotus lividus. Namun pada penelitian ini didapatkan konsentrasi estradiol lebih tinggi dari konsentrasi testosteron pada ovari dan testis. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya penambahan hormon estradiol dari luar ditambah dengan hormon estradiol yang dihasilkan oleh gonad itu sendiri, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi estradiol di gonad. Pada cairan koelomik bulubabi didapatkan konsentrasi estradiol lebih tinggi dari konsentrasi testosteron, kemungkinan karena testosteron cepat diubah menjadi estradiol dan juga adanya penambahan estradiol dari luar. Pada penelitian ini didapatkan konsentrasi estradiol dan testosteron dalam cairan koelomik lebih rendah dibandingkan dalam gonad bulubabi. Distribusi ukuran diameter oosit pada penelitian ini menunjukkan pada minggu ke-2 setelah bulubabi memijah, oosit kebanyakan berada pada tahap berkembang dan pra matang yang hampir seimbang. Selanjutnya mulai minggu ke-3 oosit terus bertambah ukurannya sehingga mulai ditemukan oosit yang sudah matang dalam jumlah kecil. Pertambahan ukuran oosit terus berlangsung hingga minggu ke-11 didapatkan oosit yang matang dalam jumlah besar (35%). Pada minggu ke-9 dan ke-11 didapatkan ukuran oosit kembali meningkat dan mayoritas berada pada tahap pra matang dan matang. Bobot gonad betina terbesar pada minggu ke-9 dimana lebih banyak ditemukan oosit yang berukuran 26 – 50 µm (bertumbuh) dan 51 – 75 µm (pra matang) sebaliknya pada minggu ke-7, ditemukan bobot gonad paling kecil (0.72 g) dan didominasi oleh oosit yang berdiameter <25 µm. Peningkatan diameter
55
oosit
dan bobot gonad diikuti oleh penurunan kadar hormon estradiol.
Pertumbuhan oosit hingga mencapai ukuran maksimal karena akumulasi dan sintesis vitelogenin dibawah rangsangan hormon steroid (Yaron 1995; Unuma et al. 1999). Selama proses vitelogenesis, ukuran dan jumlah granula kuning telur meningkat sehingga volume oosit bertambah dan bobot gonadpun meningkat. Akumulasi vitelogenin ke dalam oosit memberikan umpan balik negatif terhadap sintesis hormon estradiol, sehingga semakin bertambah diameter oosit dan bobot gonad, maka semakin berkurang kadar hormon estradiol (Singh dan Singh 1990). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan bantuan enzim cytokrom P450 dan MIS (Maturating Inducing Substance) seperti 1-metiladenin (Lafont 2000). Pengamatan bobot gonad baik di alam maupun dalam wadah budidaya memperlihatkan bobot gonad didominasi bobot <3.0 g dan 3.1 – 6.0 g. Diameter oosit dalam beberapa kelas ukuran didapatkan baik dalam wadah budidaya maupun di alam. Namun dalam wadah budidaya didapatkan persentase dari kelas ukuran oosit yang cenderung hampir sama meskipun ukuran <25 µm yang didapatkan lebih banyak. Hasil ini berbeda dengan yang didapatkan di alam dimana oosit lebih di dominasi kelas ukuran 51 – 75 µm. Meskipun diameter oosit dan bobot gonad bulubabi yang ditangkap di alam sedikit lebih baik daripada yang dipelihara dalam wadah budidaya namun hasil tersebut menunjukkan bahwa bulubabi layak untuk dipelihara dalam wadah budidaya.
4.3
Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda
4.3.1 Bobot Gonad Bobot gonad bulubabi yang dihasilkan dalam percobaan ini tertinggi dihasilkan pada perlakuan G (32: 9) dan terendah dihasilkan pada perlakuan A (22: 9) (Gambar 21). Pada perlakuan A, B, dan C dengan kadar protein 22% dan rasio C/P masing-masing sebesar 9, 11, dan 13 kkal GE/g, bobot gonad tertinggi dihasilkan pada perlakuan C (22;13), sedang pada perlakuan G, H, I dengan kadar protein 32% dan rasio C/P sebesar 9,11, dan 13 kkal, bobot gonad tertinggi pada
56
perlakuan G (32;9). Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan kadar protein rendah dibutuhkan rasio C/P yang tinggi, sebaliknya pada perlakuan dengan kadar protein tinggi dibutuhkan rasio C/P yang rendah. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan G, protein pakan optimal dimanfaatkan untuk meningkatkan bobot gonad bulubabi.
Bobot gonad (g)
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Protein;C/P
Gambar 21 Bobot gonad (g) bulubabi pada beberapa perlakuan protein;C/P dengan n= 3 – 7.
Selanjutnya kadar protein dan interaksi protein energi (C/P) nyata mempengaruhi peningkatan bobot gonad bulubabi (p<0.05) (Lampiran 8).
4.3.2 Protein Gonad Rataan kadar protein gonad pada setiap perlakuan berkisar antara 48.25 – 64. 45% (Gambar 22). Induk bulubabi T. gratilla yang mendapat pakan perlakuan G (P.32% ; C/P.11) menghasilkan protein gonad tertinggi sebesar 64.45%. Hal ini menunjukkan peningkatan protein pakan dapat meningkatkan kandungan protein gonad bulubabi. Selanjutnya kadar protein pakan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kadar protein gonad (p< 0.05) (Lampiran 9).
57
80 Protein gonad (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Protein: C/P
Gambar 22 Protein gonad bulubabi pada perlakuan protein;C/P.
4.3.3 Total karotenoid dan β-karoten Total karotenoid gonad tertinggi dihasilkan pada perlakuan B sebesar 18.18 ppm, dan terendah pada perlakuan F sebesar 13.98 ppm. Rata-rata total karotenoid gonad cenderung menurun dengan peningkatan rasio energi protein dan terendah pada perlakuan rasio energi protein sebesar 13 kkal GE/g (Gambar
Total karotenoid gonad (ppm)
23).
25 20 15 10 5 0 A
B
C
D E F Protein;C/P
G
H
Gambar 23 Kadar total karotenoid pada gonad bulubabi.
I
58
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akumulasi karotenoid gonad dipengaruhi oleh rasio energi protein dalam pakan. Peningkatan rasio energi protein pakan kemungkinan menyebabkan kurangnya pengambilan atau penyerapan karotenoid yang berikatan dengan protein ke gonad, sebagai akibat lebih tingginya kadar lemak pakan yang merupakan sumber energi utama dalam pakan. Kadar β-karoten gonad tertinggi juga dihasilkan pada perlakuan B (6.26 ppm) dan terendah pada perlakuan F (4.78 ppm) (Gambar 24).
B-karotin gonad (ppm)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Protein;C/P
Gambar 24 Kadar β-karotin gonad bulubabi. Kadar β-karoten memperlihatkan pola yang sama dengan kadar total karotenoid, dan jika dibandingkan dengan total karotenoid gonad, maka kadar β-karoten gonad hanya sekitar sepertiga bagian dari total karotenoid. Hal ini menunjukkan tiga perempat bagian dari total karotenoid dikonversi dalam bentuk lain, dan mungkin menjadi retinal, retinol, atau echinenon.
4.3.4 Warna Gonad Warna gonad yang dihasilkan berada pada rating ke-2 dengan rata-rata skor warna gonad 2 – 2.83 yang mengindikasikan kualitas warna gonad yang baik. Penilaian warna gonad (Gambar 25) memperlihatkan pola yang sama dengan total karotenoid dan β-karoten gonad. Peningkatan rasio energi protein pakan (13 kkal GE/g) menghasilkan penurunan skor warna gonad. Hal ini berhubungan
59
dengan total karotenoid dan β-karoten gonad sebagai sumber pewarnaan pada gonad bulubabi.
3,5
Skor warna
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Protein;C/P
Gambar 25 Penilaian warna gonad bulubabi. Keterangan: 1 = sangat baik (kuning terang atau oranye) 2 = baik (kuning muda) 3 = cukup (kuning-coklat, oranye - coklat, merah coklat, krem) 4 = tidak baik (coklat gelap, abu-abu, hijau).
4.3.5 Tekstur Gonad Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tekstur gonad yang dihasilkan dari perlakuan yang diberikan berada pada rating ke-2 dan ke-3 dengan rata-rata 3.51– 2.1, namun umumnya berada pada rating ke-2 (Gambar 26). Hal ini menunjukkan bahwa formulasi pakan pada setiap perlakuan dapat menghasilkan tekstur gonad padat sedikit lembek hingga padat berbutir yang mengindikasikan tekstur gonad berkualitas cukup dan baik.
60
Skor tekstur
5 4 3 2 1 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Protein;C/P
Gambar 26 Penilaian tekstur gonad bulubabi. Keterangan: 1=sangat baik (padat halus) 2= baik (padat berbutir) 3 = cukup (lembek) 4 = tidak baik (cair/berlendir) 4.3.6 Rasa Gonad Hasil penelitian menunjukkan rasa gonad bulubabi T. gratilla yang dihasilkan berada pada rating ke-1 dan ke-2 (Gambar 27). Hal ini menunjukkan bahwa formulasi pakan pada perlakuan yang diberikan dapat menghasilkan rasa gonad manis hingga sangat manis, yang mengindikasikan kualitas rasa yang baik hingga sangat baik. Peningkatan kadar protein pakan tidak menghasilkan rasa gonad yang pahit.
Skor rasa
4 3 2 1 0 A
B
C
D
E
F
Protein;C/P
Gambar 27 Penilaian rasa gonad bulubabi. Keterangan: 1 = sangat baik (sangat manis ) 2 = baik (manis) 3 = cukup (tidak manis dan tidak pahit) 4 = tidak baik (pahit)
G
H
I
61
Pengamatan profil asam amino pada gonad bulubabi (Gambar 28) menunjukkan asam amino tertinggi yang terkandung di dalam gonad bulubabi adalah asam glutamat sebesar 0.98 – 1.24 ppm.
1,4
asam aspartat asam glutamat serin
1,2
asam amino (ppm)
1
glisin histidin
0,8
arginin
0,6
treonin alanin
0,4
prolin tirosin
0,2
valin
0
methionin
A
B
C
D
E F Perlakuan
G
H
I
sistein
Gambar 28 Profil asam amino gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein.
Kandungan asam amino yang terendah dalam gonad bulubabi adalah sisteina sebesar 0.05 – 0.08 ppm. Tingginya kandungan asam glutamat dalam gonad bulubabi memberikan rasa gonad yang gurih (umami).
4.3.7 Pembahasan Komponen utama vitelogenin adalah protein (lipoprotein). Kandungan protein pakan akan mempengaruhi kandungan protein gonad yang ditandai dengan peningkatan ukuran pagosit nutritif yang berkapasitas sebagai penyimpan protein. Selain kandungan protein, kandungan energi pakan dan faktor fisiologis ikan turut mempengaruhi kandungan protein gonad. Pada penelitian ini didapatkan pakan dengan kadar protein 32% dan rasio energi protein (C/P) 9 kkal GE/g optimal meningkatkan bobot gonad dan kandungan protein gonad bulubabi Tripneustes gratilla. Penelitian Akiyama et al. (2001) pada Paracentrotus depressur yang berdiameter 15 mm mendapatkan bahwa bulubabi yang diberi pakan dengan kandungan protein 20, 30, dan 40%
62
mempunyai indeks gonad tertinggi (lebih tinggi) pada akhir penelitian dibandingkan dengan yang diberi pakan berprotein 10 dan 50%, meskipun secara statistik tidak berbeda signifikan. Pearce et al. (2004) mendapatkan bulubabi Strongylocentrotus droebachiensis dewasa (diameter tubuh 59.6 ± 4.1 mm) yang diberi pakan buatan dengan kandungan protein 19, 24, dan 29% menghasilkan indeks gonad yang tidak berbeda signifikan, namun signifikan lebih tinggi dari pakan kontrol (kelp) yang kandungan proteinnya 8.7%. Bulubabi Lytechinus variegatus yang berdiameter 14 mm yang diberi pakan 9,15, 21, dan 33% selama 14 minggu menunjukkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang maksimal pada pakan berprotein≥ 21% (Hammer et al. 2004). Bertolak dari hal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap spesies bulubabi membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk pertumbuhan atau untuk produksi gonad dan dipengaruhi oleh umur/ukuran, namun pada umumnya bulubabi membutuhkan protein sekitar 20 – 40% dalam pakannya (Schlosser et al. 2005). Pada penelitian ini didapatkan pula hubungan yang positif antara bobot gonad dengan protein gonad, yang ditunjukkan melalui persamaan regresi yaitu; protein gonad= 47.25 + 7.3 bobot gonad dengan R2 = 54.7%. Artinya semakin tinggi bobot gonad maka kadar protein gonad juga semakin meningkat dan sebaliknya. Pada akhir penelitian ini (minggu ke-7) didapatkan nilai bobot gonad yang lebih rendah dibandingkan pada penelitian tahap sebelumnya. Pemeriksaan histologis gonad menunjukkan sebagian bulubabi telah memijah sebelum dipanen. Bulubabi yang telah memijah menyebabkan penurunan nilai bobot gonad. Bila dibandingkan dengan penelitian tahap ke-2 (bulubabi hanya diberi pakan makroalga), maka lama waktu untuk mencapai matang dan memijah pada panelitian ke-3 ini lebih cepat sekitar 2 – 4 minggu. Pada penelitian ke-2, bulubabi mencapai matang dan memijah pada minggu ke-9 dan ke-11, sedang pada penelitian ke-3 ini bulubabi kebanyakan sudah memijah pada minggu ke-7. Hal ini menunjukkan bahwa protein pakan efektif mempercepat perkembangan dan pematangan gonad bulubabi. Hal ini berhubungan dengan proses vitelogenesis, dimana terjadi akumulasi vitelogenin yang merupakan komponen utama dari protein ke dalam sel pagosit nutritif sehingga bobot gonad bertambah, proses perkembangan dan pematangan gonad cepat (Unuma, 1999). Selain protein,
63
cepatnya waktu proses perkembangan dan pematangan gonad pada penelitian ke-3 ini, kemungkinan disebabkan oleh peranan karotenoid yang terkandung di dalam pakan (0.155 – 0.464 ppm). Menurut Regunathan dan Wesley (2006), karotenoid mempunyai kemampuan memicu vitelogenesis udang dan berpengaruh langsung pada transkripsi gen hormon yang terlibat dalam pematangan ovari. Selama vitelogenesis, karotenoid dimobilisasi dari hepatopankreas ke ovari melalui hemolim dimana karotenoid tersebut terakumulasi dalam oosit sebagai bagian utama dari protein kuning telur (lipovitelin) (Torinsen dan Torinsen 1985; Lubzends et al. 2003; Regunathan dan Wesley 2006). Lipoprotein utama di dalam kuning telur adalah vitelin. Vitellin merupakan high density lipoprotein (HDL) yang sering berhubungan dengan karotenoid, vitelin ini sebenarnya adalah lipogliko-carotenoprotein (Chein et al. 1993). Mutu warna gonad yang sangat baik apabila gonad berwarna kuning terang atau oranye merah; mutu yang baik apabila gonad berwarna kuning muda atau oranye; sedang mutu yang jelek apabila gonad berwarna pucat atau krem atau coklat.
Pada penelitian ini, penggunaan tepung sargassum (sebagai sumber
karotenoid) dan ekstrak sargassum sebanyak 0.03% dengan kandungan karotenoid pakan sekitar 0.155 – 0.464 ppm dan dengan adanya protein yang cukup, maka pakan perlakuan tersebut umumnya menghasilkan warna gonad yang berkualitas baik (kuning muda atau oranye). Warna kuning dan oranye pada gonad bulubabi dipengaruhi oleh pigmen karotenoid seperti β-karoten dan echinenon yang merupakan pigmen utama dalam gonad bulubabi. Total karotenoid dan β-karoten gonad berkisar 15 – 18 dan 5 – 6 ppm. Penelitian Robinson et al. (2002) pada Strongylocentrotus droebachiensis mendapatkan β-karoten yang terkandung dalam alga Dunaliella salina kering sangat efektif menghasilkan warna gonad berkualitas sangat baik (kuning terang/orange merah), tetapi konsentrasi yang sangat efektif ádalah 200 – 250 mg/kg berat kering pakan, lebih tinggi daripada total karotenoid pakan yang digunakan dalam penelitian ini, yakni berkisar 0.155 – 0.464 ppm. Pearce et al. (2004) juga mendapatkan warna gonad Strongylocentrotus droebachiensis yang diberi pakan buatan tidak berbeda dengan yang diberi makroalga (kelp), pakan buatan yang digunakan terdiri dari β-karoten sebanyak 200 mg/kg dan tepung makroalga
22%. Hal ini menunjukkan
64
karotenoid alami yang diperoleh dari alga ataupun makroalga efektif menghasilkan pewarnaan gonad bulubabi yang baik. Karotenoid alami terdiri atas isomer 9-cis dan All-tras, sedang β-karoten sintetik hanya mengandung isomer All-trans. Adanya perbedaan bentuk isomer diduga berpengaruh terhadap aktivitas biologisnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan penilaian warna gonad, total karotenoid dan β-karoten gonad cenderung menurun (perlakuan C, F, dan I) dengan peningkatan rasio energi protein pakan (13 kkal GE/g). Hal ini menunjukkan bahwa akumulasi karotenoid gonad dipengaruhi oleh rasio energi protein dalam pakan. Peningkatan rasio energi protein pakan kemungkinan menyebabkan kurangnya pengambilan atau penyerapan karotenoid yang berikatan dengan protein ke gonad, sebagai akibat lebih tingginya karbohidrat atau lemak pakan yang merupakan sumber energi utama dalam pakan. Selain itu, diduga karoten yang diserap oleh usus, sebagian dikonversi menjadi retinol melalui retinal. Retinol ditranspor dalam sistem sirkulatori, dan di dalam plasma berikatan dengan retinol-binding protein (RBP) yang disintesis di hati dan masuk ke oosit. Dalam bentuk retinal berikatan dengan vitelogenin (VTG) ditranspor menuju oosit melalui plasma selama vitelogenesis (Lubzens et al. 2003; Sammar et al. 2005). Di dalam gonad bulubabi, sebagian besar karoten juga dikonversi menjadi echinenon melalui isocriptoxantin (Plank et al 2002; Robinson et al. 2002; Shpigel et al 2005). Tekstur gonad yang dihasilkan pada penelitian ini adalah padat sedikit lembek hingga padat berbutir yang mengindikasikan gonad berkualitas cukup hingga baik. Tekstur ini dipengaruhi oleh kadar air gonad (Gambar 29).
Kadar air (%)
86 84 82 80 78 76 A
B
C
D
E
F
G
Gambar 29 Kadar air pada gonad bulubabi.
H
I
65
Gonad yang mengandung kadar air rendah memiliki tekstur yang padat, sebaliknya gonad yang mengandung kadar air tinggi akan menghasilkan tekstur gonad yang lembek hingga berair. Kadar air pada gonad berkisar 79.4 – 85.3 %. Kadar air gonad menunjukkan pola yang sama dengan tektur gonad (Gambar 26). Formulasi pakan pada perlakuan yang diberikan dapat menghasilkan rasa gonad bulubabi manis hingga sangat manis, yang mengindikasikan kualitas rasa yang baik hingga sangat baik. Pearce et al. (2002;2004) mendapatkan gonad bulubabi yang diberi pakan buatan memiliki rasa pahit hingga manis dan lebih jelek daripada yang diberi pakan kelp yang menghasilkan rasa sangat manis. Mereka mendapatkan bahwa rasa gonad dipengaruhi oleh peningkatan kadar protein pakan dan profil asam amino gonad. Rasa yang manis atau sangat manis dihubungkan dengan tingginya asam amino seperti; alanina, arginina, asam glutamat, glisina, lisina, serina, dan taurina. Sedangkan rasa gonad yang pahit dikaitkan dengan tingginya konsentrasi valina dan pulcherrimina. Murata et al. (2002) juga mendapatkan rasa gonad bulubabi Hemicentrotus pulcherrimus yang pahit diakibatkan oleh kandungan pulcherrimina yang tinggi. Namun pada penelitian ini penggunaan kadar protein pakan hingga 32% tidak menghasilkan rasa pahit. Profil asam amino gonad yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam glutamat yang tertinggi dalam gonad yang menyebabkan rasa gonad yang enak (umami).
4.4
Pengaruh Estradiol 17-β terhadap Perkembangan Gonad T. gratilla yang Berbeda Ukuran
4.4.1 Testosteron Hasil pengamatan pada gonad bulubabi
memperlihatkan konsentrasi
testosteron meningkat dengan cepat setelah tiga minggu pemberian pakan berhormon. Pada minggu ke-3 konsentrasi testosteron mencapai nilai maksimal berkisar antara 152.36 – 1669.54 pg/g dan menurun pada minggu ke-5 berkisar 204.29 – 436.17 pg/g hingga (Gambar 30).
minggu ke-7 berkisar 175.76 – 492.13 pg/g
Rataan kadar T gonad (pg/g)
66
1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 3
D5H1 D7H1
5 Pengamatan minggu keD5H2 D7H2
D6H1 K
7
D6H2
Gambar 30 Konsentrasi testosteron pada gonad bulubabi.
Konsentrasi testosteron dalam gonad bulubabi pada semua perlakuan
memperlihatkan pola yang sama kecuali pada kontrol. Konsentrasi testosteron p ad a p erlak u an D (DE. 3 0 μg : DT. 6 0 mm) d an E (DE. 1 0 μg : DT. 7 0 mm) mencapai nilai maksimal pada minggu ke-3, masing-masing sebesar 643.89 dan 1669.54 pg/g. Selanjutnya menurun pada minggu ke-5 hingga minggu ke-7. Pada perlakuan kontrol kadar testosteron mencapai maksimal pada minggu ke-5 dan menurun pada minggu ke-7. Hal ini menunjukkan pemberian hormon estradiol17β efektif meningkatkan konsentrasi testosteron dan mempercepat síntesis testosteron pada gonad. Penurunan testosteron pada minggu ke-5 menunjukkan testosteron telah dikonversi menjadi estradiol.
4.4.2 Estradiol (E2) Hasil pengamatan terhadap konsentrasi estradiol dalam gonad bulubabi menunjukkan konsentrasi estradiol gonad pada minggu ke-3 berkisar antara 13.14 – 511.67 pg/g, dan mencapai puncak pada minggu ke-5 yang berkisar antara 18.19 – 1281.12 pg/g (Gambar 31). Peningkatan konsentrasi estradiol menunjukkan gonad bulubabi berada pada fase pertumbuhan dan pra matang. Pada minggu ke-7, konsentrasi estradiol menurun berkisar antara 18.69 – 157.2 pg/g. Penurunan konsentrasi estradiol menunjukkan sebagian gonad berada pada fase matang akhir.
67
1400
E 2 gonad (pg/g)
1200 1000 800 600 400 200 0 Minggu ke-3 D5H1
D5H2
Minggu ke-5 D6H1
D6H2
Minggu ke-7 D7H1
D7H2
K
Gambar 31 Konsentrasi estradiol gonad bulubabi.
Rata-rata konsentrasi estradiol gonad bulubabi masing-masing perlakuan menunjukkan pola yang berbeda. Bulubabi yang mendapat perlakuan D6H2 (Diameter tubuh 60 – 69 mm; dosis hormon 30 μg) dan D7H2 (diameter tubuh 70 mm; dosis hormon 30 µg) memperlihatkan konsentrasi estradiol mencapai nilai maksimum pada minggu ke 5 dan menurun pada minggu ke-7.
4.4.3 Bobot gonad Rataan bobot gonad pada minggu ke-3 berkisar antara 0.73 – 4.10 g, terus meningkat pada minggu ke-5 berkisar antara 1.32 – 5.15 g, dan mencapai puncak pada minggu ke-7 berkisar antara 2.50 – 6.74 g. Pemberian hormon estradiol dapat meningkatkan bobot gonad. Bulubabi yang mendapat perlakuan D7H2 menghasilkan bobot gonad yang tertinggi dan mencapai maksimal pada minggu ke-7 (Gambar 32).
Rataan bobot gonad (g)
68
8 7 6 5 4 3 2 1 0
D5H1 D5H2 D6H1 D6H2 D7H1 D7H2 MINGGU 3
MINGGU 5
MINGGU 7
K
Perlakuan
Gambar 32 Bobot gonad (g) bulubabi.
4.4.4 Diameter Telur Hasil pengamatan distribusi diameter telur menunjukkan bahwa bulubabi memiliki pola reproduksi asinkronis. Berdasarkan pengamatan pada 100 butir oosit dari setiap perlakuan diperoleh frekuensi distribusi diameter oosit yang disajikan pada Gambar 33. Hasil pengamatan pada minggu ke- 3 memperlihatkan ovari bulubabi T.gratilla yang diberi perlakuan D5H2 dan D7H1 didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 μm dan pada minggu ke- 5 ukuran oosit pada semua perlakuan hormon didominasi kelas ukuran 51 – 75 µm, namun pada perlakuan D6H1 juga didapatkan oosit berukuran 75 – 100 dalam jumlah besar. Pada perlakuan tanpa hormon (kontrol), oosit didominasi ukuran 25 – 50 μm. Pada minggu ke-7, semua perlakuan hormon didominasi oleh oosit berukuran 51 – 75 µm, namun oosit berukuran 76 – 100 µm terbanyak didapatkan pada perlakuan D6H1, sedang perlakuan tanpa hormon (kontrol) didominasi ukuran 25 – 50 dan 51 – 75 μm.
69
Frekuensi diameter oosit (%)
<25
26-50
51-75
76-100
100 80 60 40 20 0 D5H2 D7H1 D5H2 D6H1 D6H2 D7H1 Minggu 3
K
D5H2 D6H1 D6H2 D7H1
Minggu 5
K
Minggu 7
. .
Gambar 33 Frekuensi distribusi diameter oosit bulubabi.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan persentase ukuran diameter telur dari ukuran 51 – 75 µm ke ukuran 76 – 100 μm mulai dari minggu ke-5 hingga minggu ke-7, sedang pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian hormon), hingga minggu ke-7 oosit masih didominasi ukuran 25 – 50 µm. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan hormon estradiol-17β dapat mempercepat peningkatan akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif sehingga mempercepat pertambahan
ukuran
diameter
telur
yang
pada
akhirnya
mempercepat
perkembangan gonad. Kualitas air selama penelitian sama pada penelitian sebelumnya, yaitu suhu berkisar 27 – 29 oC dan salinitas berkisar 30 – 33 ppt. Di Indonesia bulubabi cenderung hidup pada kisaran suhu 25 – 33 oC dan salinitas 29 – 33 ppt (Aslan, 2005).
4.4.5. Pembahasan Percobaan pemberian estradiol-17β secara oral dengan dosis 10 dan 30 μg pada bulubabi T.gratilla yang berukuran 50, 60, dan 70 mm secara umum dapat meningkatkan kadar testosteron dan estradiol gonad T.gratilla jika dibandingkan dengan tanpa pemberian hormon estradiol-17β. Pemberian hormon dengan dosis 30 µg optimal memberikan peningkatan hormon tetosteron tertinggi pada gonad bulubabi yang berdiameter 60 mm sedangkan dosis 10 µg pada bulubabi berukuran 70 mm. Peningkatan konsentrasi testosteron mencapai nilai maksimal
70
pada minggu ke-3 dan selanjutnya menurun pada minggu ke-5. Hasil ini berbeda dengan konsentrasi testosteron pada penelitian tahap II (tanpa pemberian hormon) yang mencapai puncak pada minggu ke-7. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian hormon estradiol-17β efektif dalam mempercepat sintesis testosteron dan meningkatkan konsentrasi testosteron di gonad, sehingga gonad cepat terdeteksi dan mencapai puncak pada minggu ke-3 dengan peningkatan konsentrasi 5 kali lipat dibandingkan pada penelitian tahap II. Diduga pemberian estradiol-17β selain merangsang sintesis vitelogenin di usus, sebagian merangsang sistem saraf (mekanisme feed back) yang selanjutnya merangsang MIS bekerja pada lapisan folikel gonad (lapisan teka). Akibat kerja MIS, lapisan teka akan mensintesis testosteron. Pemberian hormon dosis 30 μg optimal meningkatkan konsentrasi estradiol pada gonad bulubabi yang berukuran 60 – 69 dan 70 – 79 mm. Profil estradiol gonad mencapai puncak pada minggu ke-5 dan selanjutnya menurun pada minggu ke-7. Penurunan kadar testosteron diikuti dengan peningkatan kadar estradiol. Hal ini menggambarkan bahwa testosteron cepat dikonversi menjadi estradiol. Hasil ini berbeda dengan profil hormon estradiol gonad yang diberi pakan alami saja (percobaan tahap II) dimana estradiol mencapai puncak pada minggu ke-7. Hal ini menunjukkan penambahan estradiol-17β dalam pakan dapat mempercepat konversi testosteron menjadi estradiol pada gonad bulubabi T. gratilla. Bobot gonad cenderung meningkat dari minggu ke-3 hingga minggu ke-7 dan mencapai puncak pada minggu ke-7. Bobot gonad tertinggi dicapai pada diameter tubuh 70 – 79 mm pada dosis hormon 30 µg.
Bobot gonad yang
dihasilkan pada penelitian ini juga cenderung lebih tinggi dibandingkan pada penelitian tahap II dan III. Diameter oosit juga terus mengalami peningkatan ukuran hingga minggu ke-7, dimana banyak ditemukan oosit berdiameter 76 – 100 µm yang mengindikasikan oosit matang. Puncak peningkatan bobot gonad dan diameter oosit pada mingu ke-7 dibarengi oleh penurunan konsentrasi estradiol. Hal ini memperlihatkan bahwa puncak matang gonad terjadi pada minggu ke-7 dan konsentrasi estradiol menurun pada saat matang gonad atau menjelang pemijahan.
71
Dibandingkan pada penelitian tahap ke II, dimana gonad mencapai tingkatan matang pada minggu ke-9, maka pemberian hormon estradiol-17β pada penelitian ini dapat merangsang atau mempercepat pematangan gonad bulubabi T. gratilla. Bila dihubungkan dengan distribusi diameter telur, maka selama penelitian tahap IV ini, ovari didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 μm dan 76 – 100 µm. Hasil ini berbeda dengan penelitian tahap II (tanpa pemberian hormon) dimana ovari didominasi oleh oosit berdiameter <25 dan 26 – 50 µm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa estradiol-17 β dapat merangsang proses vitelogenesis sehingga selama síntesis vitelogenin, estradiol merangsang pelepasan nutrien
ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga
merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif) yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal. Akibatnya akumulasi nutrien ke pagosit nutritif meningkat, gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum, dan pada akhirnya merangsang dan mempercepat perkembangan gonad bulubabi. Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan penelitian Unuma et al. (1999) yang mendapatkan
hormon
steroid
(androstenedion,
estron,
dan
derivatnya)
kemungkinan terlibat pada reproduksi bulubabi dengan mengontrol perkembangan gonad dan gametogénesis. Hasil penelitian ini juga menunjukkan perlakuan yang mempunyai nilai bobot gonad yang kecil konsentrasi estradiolnya tinggi dan perlakuan yang mempunyai bobot gonad tinggi, konsentrasi estradiolnya rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wasson et al. (2000) yang mendapatkan konsentrasi estradiol dan testosteron lebih tinggi selama periode awal perkembangan gonad. Hal ini berkaitan dengan tahap perkembangan gonad bulubabi dimana hormon testosteron dan estradiol tinggi pada awal perkembangan gonad yakni pada tahap pertumbuhan dan pra matang selama proses vitelogenesis, sebaliknya rendah pada akhir vitelogenesis. Menurut Singh dan Singh (1990), akumulasi vitelogenin ke dalam oosit memberikan umpan balik negatif terhadap sintesis hormon estradiol, sehingga semakin bertambah diameter oosit dan bobot gonad, maka semakin berkurang kadar hormon estradiol. Sebaliknya Unuma (1999) mendapatkan pada juvenil jantan Pseudocentrotus depressur rata-rata IKG pada kelompok yang
72
diberi perlakuan progesteron, testosteron, dan estradiol-17 β tidak signifikan berbeda
dari
kelompok
kontrol,
sedang
pada
kelompok
yang
androstenedion dan estron IKG signifikan lebih tinggi daripada kontrol.
diberi
73
V PEMBAHASAN UMUM Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketersediaan dan kualitas gonad bulubabi yang bersifat musiman dan bervariasi adalah pengembangan ke arah budidaya. Pengembangan budidaya diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan produksi gonad serta menjamin ketersediaannya setiap waktu. Produksi dan kualitas gonad bulubabi ditentukan oleh beberapa indikator, yaitu: warna gonad (oranye terang/kuning); tekstur gonad (padat dan halus); rasa gonad (sangat manis); dan bobot gonad (5 – 10%). Produksi dan kualitas gonad dipengaruhi oleh tingkatan perkembangan gonad dan kualitas nutrisi, seperti kadar protein, rasio protein energi, dan karotenoid pakan. Pengetahuan mengenai aspek reproduksi dan kebutuhan nutrisi setiap spesies bulubabi sangat diperlukan untuk mengembangkan budidaya bulubabi. Pada penelitian ini aspek reproduksi yang dikaji adalah perkembangan gonad bulubabi di alam dan dalam wadah budidaya, kualitas gonad bulubabi yang diberi pakan buatan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda serta pemberian hormon estradiol-17β. Selama perkembangan gonad, akan terjadi perubahan-perubahan, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Perubahan gonad secara kualitatif dapat dinyatakan dengan pengamatan histologi dan morfologi gonad, sedangkan perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif dapat
dicirikan oleh
peningkatan bobot gonad dan ukuran diameter oosit. Perubahan-perubahan yang terjadi pada perkembangan gonad selanjutnya dikelompokkan ke dalam tingkatan kematangan gonad. Pada bulubabi, gonad berisi sel-sel gamet dan sel-sel pagosit nutritif. Tahapan perkembangan gonad dicirikan oleh keberadaan sel-sel yang dominan, pergerakan sel-sel gamet ke pusat lumen folikel, kepadatan sel-sel gamet, ukuran ketebalan lapisan folikel, dan ukuran diameter oosit (pada betina). Perkembangan gonad
baik
pada
jantan
maupun
betina
dimulai
dari
perkembangan
spermatogonium dan spermatosit primer atau oogonium dan oosit primer yang menempel di dinding folikel dan berada di antara sel pagosit nutritif. Pada awal perkembangan gonad, gonad bulubabi didominasi oleh sel pagosit nutritif dengan lapisan folikel yang tipis. Seiring dengan perkembangan gonad, sel-sel pagosit nutritif akan berkurang jumlahnya dan ketebalan lapisan folikel meningkat hingga
74
pada tahap matang gonad. Spermatosit maupun oosit akan terus bertambah kepadatannya dan bergerak ke pusat lumen folikel seiring dengan kematangannya. Gonad yang matang ditandai oleh kumpulan spermatozoa maupun oosit yang padat dan terakumulasi di pusat lumen folikel tanpa sel-sel pagosit nutritif dan ketebalan lapisan folikel menurun. Pada tahapan partial spawning, kepadatan spermatozoa maupun oosit menurun dengan ruang kosong yang terlihat jelas dalam lumen, sedangkan dinding folikel mulai bertambah tebal oleh sel-sel pagosit nutritif. Berbeda dengan ikan teleleostei pada umumnya dimana spermatogonia ataupun oogonia tersusun secara acak tersebar satu demi satu dan tidak ada pengaturan urutan. Pengamatan perkembangan gonad bulubabi T. gratilla yang ditangkap di alam maupun dalam wadah budidaya menunjukkan gonad bulubabi terdiri atas enam tahap perkembangan, yaitu developing (berkembang), recovering (pulih), growing (bertumbuh), pre mature (pra matang), mature (matang), dan spawning (salin). Di dalam ovari bulubabi ditemukan beberapa kelompok telur yang berkembang, pra matang, matang, dan salin yang menunjukkan bahwa bulubabi memijah secara parsial (partial spwning). Secara alamiah, perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis), dibawah rangsangan hormon steroid. Vitelogenin adalah bakal kuning telur (yolk) yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh. Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada perkembangan gonad bulubabi, protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif), yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal. Akibatnya gonad berkembang yang ditandai dengan peningkatan bobot gonad atau peningkatan ukuran diameter oosit pada betina hingga mencapai ukuran maksimum. Pengamatan bulubabi T. gratilla yang ditangkap di perairan Teluk Kupang dari bulan Juni hingga bulan Desember, memperlihatkan bobot gonad berada pada beberapa kelompok ukuran namun didominasi ukuran <3.0 dan 3.1 – 6.0 g.
75
Pengamatan diameter telur menunjukkan pada setiap bulan pengamatan ditemukan telur yang matang (diameter telur 76 – 100 µm) yang juga didominasi oleh bobot gonad 3.1 – 6.0 g dan mencapai puncak matang gonad pada bulan Desember. Warna gonad oranye terbanyak didapatkan pada bulan Desember. Pola warna gonad sejalan dengan pola bobot gonad dan ukuran diameter telur. Peningkatan ukuran diamater telur akan diikuti peningkatan bobot gonad dan perubahan warna yang sesuai dengan tingkat perkembangan gonad. Warna gonad oranye muda dan oranye atau kuning muda dan kuning mengindikasikan tingkatan gonad pra matang hingga matang. Warna gonad oranye menunjukkan tingkatan matang pada gonad betina, sedang warna kuning menunjukkan tingkatan matang pada gonad jantan. Pada penelitian perkembangan gonad dalam wadah budidaya didapatkan bobot gonad bulubabi berkisar <3.0 – 6.0 g. Oosit matang yang berukuran 76 – 100 µm ditemukan pada minggu ke- 3, 5, 7, dan 11 dan terbanyak ditemukan pada minggu ke-11 yang menunjukkan puncak matang gonad. Pengamatan bobot gonad baik di alam maupun dalam wadah budidaya memperlihatkan bobot gonad didominasi bobot <3.0 g dan 3.1 – 6.0 g. Diameter oosit dalam beberapa kelas ukuran didapatkan baik dalam wadah budidaya maupun di alam. Namun dalam wadah budidaya didapatkan persentase dari kelas ukuran oosit yang cenderung hampir sama meskipun ukuran <25 µm yang didapatkan lebih banyak. Hasil ini berbeda dengan yang didapatkan di alam dimana oosit lebih di dominasi kelas ukuran 51 – 75 µm. Hal ini menunjukkan pemeliharaan bulubabi dalam wadah budidaya dengan pemberian makroalga saja, belum optimal meningkatkan bobot gonad dan persentase oosit yang matang. Makroalga memiliki kandungan protein rendah dengan energy digestibility (kecernaan energi) yang tinggi, sehingga belum optimal memenuhi kebutuhan bulubabi akan protein dan energi untuk produksi dan perkembangan gonad yang maksimal. Tersedianya nutrien dalam pakan buatan secara positif mempengaruhi perkembangan dan produksi gonad. Protein merupakan faktor utama dalam menyokong perkembangan gonad, peningkatan produksi gonad, dan kualitas gonad. Kandungan protein pakan akan mempengaruhi kandungan protein gonad yang ditandai dengan peningkatan ukuran pagosit nutritif yang berkapasitas
76
sebagai penyimpan protein. Komponen utama vitelogenin adalah protein (lipoprotein). Selain protein, kandungan energi pakan merupakan salah satu faktor pembatas selama perkembangan dan pematangan gonad pada siklus reproduksi. Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan
bulubabi
menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metabolisme, sehingga bagian protein untuk proses perkembangan dan pematangan gonad menjadi berkurang. Sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah protein yang dimakan. Pada penelitian ini didapatkan pakan dengan kadar protein 32% dan rasio energi protein (C/P) 9 kkal GE/g optimal meningkatkan bobot gonad dan kandungan protein gonad bulubabi Tripneustes gratilla. Selama pemeliharaan 7 minggu, sebagian bulubabi telah memijah sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan penelitian tahap ke-2 (bulubabi hanya diberi pakan makroalga), maka lama waktu untuk mencapai matang dan memijah pada panelitian ke-3 ini lebih cepat sekitar 2 – 4 minggu. Pada penelitian ke-2, bulubabi mencapai matang dan memijah pada minggu ke-9 dan ke-11, sedang pada penelitian ke-3 ini bulubabi kebanyakan sudah memijah pada minggu ke-7. Hal ini menunjukkan bahwa protein pakan efektif mempercepat perkembangan dan pematangan gonad bulubabi. Hal ini berhubungan dengan proses vitelogenesis, dimana terjadi akumulasi vitelogenin yang merupakan komponen utama dari protein ke dalam sel pagosit nutritif sehingga bobot gonad bertambah, proses perkembangan dan pematangan gonad cepat. Selain protein, cepatnya waktu proses perkembangan dan pematangan gonad pada penelitian ke-3 ini, kemungkinan disebabkan oleh peranan karotenoid yang terkandung di dalam pakan. Selama vitelogenesis, karotenoid dimobilisasi dari usus ke ovari melalui sistim sirkulatori dimana karotenoid tersebut terakumulasi dalam oosit sebagai bagian utama dari protein kuning telur (lipovitelin). Warna kuning dan oranye pada gonad bulubabi dipengaruhi oleh pigmen karotenoid seperti β-karoten dan echinenon yang merupakan pigmen utama dalam gonad bulubabi. Karoten yang diserap oleh usus, sebagian dikonversi menjadi retinol melalui retinal. Retinol ditransfor dalam sistem sirkulatori, dan di dalam plasma berikatan dengan retinol-binding protein (RBP) yang disintesis di hati dan masuk ke oosit. Dalam bentuk retinal berikatan dengan vitelogenin (VTG)
77
ditranspor menuju oosit melalui plasma selama vitelogenesis. Di dalam gonad bulubabi, sebagian besar karoten dikonversi menjadi echinenon melalui isocriptoxantin. Pada penelitian ini, dengan adanya protein yang cukup dan penggunaan tepung sargassum (sebagai sumber karotenoid) dan ekstrak sargassum sebanyak 0.03% dengan kandungan karotenoid pakan sekitar 0.155 – 0.464 ppm, maka pakan perlakuan tersebut umumnya menghasilkan warna gonad yang berkualitas baik (kuning muda atau oranye), rasa gonad bulubabi berkualitas baik hingga sangat baik (manis hingga sangat manis), dan tekstur gonad yang berkualitas cukup hingga baik (sedikit lembek hingga padat berbutir). Rasa yang manis atau sangat manis dihubungkan dengan tingginya asam amino seperti; alanina, arginina, asam glutamat, glisina, lisina, serina, dan taurina. Sedangkan rasa gonad yang pahit dikaitkan dengan tingginya konsentrasi valina dan pulcherrimina (Pearce et al. 2004). Profil asam amino gonad yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam glutamat yang tertinggi dalam gonad yang menyebabkan rasa gonad yang enak (umami). Pada bulubabi, pematangan gonad diatur oleh suatu sistim hormon yang sederhana, yakni: (1) Gonad-Stimulating Substance (GSS) dihasilkan oleh syaraf radial, (2) Maturating-Inducing Substance (MIS) disintesis oleh sel-sel folikel ovari, dan (3) Gonad- Inhibiting Substance (GIS) yang dibentuk oleh syaraf radial. Perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis) dibawah rangsangan hormon estradiol. Pada penelitian pemberian hormon estradiol-17β, bobot gonad yang berukuran >3.0 g sudah dihasilkan pada minggu ke 3 dan terus meningkat hingga minggu ke-7 yang mencapai bobot sebesar 7.0 g. Bobot gonad yang dihasilkan pada penelitian ini juga cenderung lebih tinggi dibandingkan pada penelitian tahap II dan III. Hal ini menunjukkan pemberian hormon estradiol dapat meningkatkan bobot gonad. Ovari didominasi oleh oosit yang berukuran 51 – 75 μm dan 76 – 100 µm. Hasil ini berbeda dengan penelitian tahap II (tanpa pemberian hormon) dimana ovari didominasi oleh oosit berdiameter <25 dan 26 – 50 µm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa estradiol-17β dapat merangsang proses vitelogenesis sehingga selama síntesis vitelogenin, estradiol merangsang
78
pelepasan nutrien
ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga
merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif) yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal. Akibatnya akumulasi nutrien ke pagosit nutritif meningkat, gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum, dan pada akhirnya merangsang dan mempercepat perkembangan gonad bulubabi. Profil hormone testosterone dan estradiol gonad dari bulubabi yang dipelihara dalam wadah budidaya dengan pemberian pakan dari makroalga mencapai maksimum pada minggu ke-7. Pada percobaan pemberian hormone estradiol didapatkan testosterone mencapai maksimum pada minggu ke-3 dan dan estradiol mencapai maksimum pada minggu ke-5. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian hormon estradiol-17β efektif dalam mempercepat sintesis testosteron dan meningkatkan konsentrasi testosteron di gonad, sehingga gonad cepat terdeteksi dan mencapai puncak pada minggu ke-3 dengan peningkatan konsentrasi 5 kali lipat dibandingkan dengan kadar testosterone gonad pada bulubabi yang diberi makroalga saja. Diduga pemberian estradiol-17β selain merangsang sintesis vitelogenin di usus, sebagian merangsang sistem saraf (mekanisme feed back) yang selanjutnya merangsang MIS bekerja pada lapisan folikel gonad (lapisan teka). Akibat kerja MIS, lapisan teka akan mensintesis testosteron.
79
VI KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan: 1.
Bulubabi yan ditangkap di perairan teluk Kupang dari bulan Juni hingga Desember memperlihatkan perkembangan gonad yang berada pada tahap perkembangan, pra matang, matang, dan salin pada setiap bulan pengamatan yang menunjukkan bulubabi memijah secara parsial. Puncak matang gonad terjadi pada bulan Juli dan Desember dengan puncak tertinggi terjadi pada bulan Desember.
2.
Selama
pemeliharaan
11
minggu
dalam
wadah
budidaya,
perkembangan gonad betina terdiri dari tahap pertumbuhan,
pra
matang, dan matang. Puncak matang gonad terjadi pada minggu ke-9 dan ke-11 dengan puncak tertinggi terjadi pada minggu ke-11. 3.
Penambahan hormon estradiol-17β dalam pakan dapat mempercepat perkembangan gonad bulubabi T.gratilla. Matang gonad terjadi mulai pada minggu ke-5 dan mencapai puncak pada minggu ke-7.
4.
Pakan buatan dengan kadar protein dan rasio energi protein memberikan respon yang baik terhadap peningkatan produksi gonad yang meliputi bobot gonad dan protein gonad. Pakan uji yang memberi hasil terbaik untuk peningkatan bobot dan protein gonad adalah kombinasi protein 32% dan rasio energi protein (C/P) 9 kkal GE/g.
5.2
Saran
1.
Perlu pengkajian lebih mendalam tentang kadar karotenoid dan protein untuk meningkatkan kualitas dan produksi gonad.
2.
Perlu pengkajian lanjutan penggunaan fito steroid untuk mempercepat pematangan gonad bulubabi.
80
DAFTAR PUSTAKA
Agatsuma Y, Sato M, Taniguchi K. 2005. Factor Causing Brown-Colored Gonads of The Sea Urchine, Strongylocentrotus nudus, in Northern Honshu, Japan. Aquaculture 249: 449 – 458. Akiyama T, Unuma T, Yamamoto T. 2001. Optimim Protein Level in Purified Diet for Young Red Sea Urchin Pseudocentrotus deppressur. Fisheries Science 67:361-363. Aslan LM. 2005. Bulubabi, Manfaat dan Pembudidayaannya. Kendari: UNHALO. 112 hlm. Barbaglio A, Sugni M, Benedetto CD, Bonasoro F, Schnell S, Lavado R, Porte C, Carnevali DMC, 2007. Gametogenesis Correlated with Steroid Levels during The Gonadal Cycle of The Sea Urchin Paracentrotus lividus. Comperative Biochemistry and Physiology 147: 466 – 474. Brewin PE, Lamare MD, Keogh JA, Mladenov PV. 2000. Reproductive Variability Over A Four Year Periode in The Sea Urchin Evechinus chloroticus from Differing Habitats in New Zealand. Marine Biology 137: 543 – 557. Cabello MA, Paniagua-Michel J, Hopkins PM. 2002. Bioactive Roles of Carotenoid and Retinoids in Crustaceans. Aquaculture Nutrition 8: 299309 Chien YH, Ching Jeng S. 1992. Pigmentation of Kuruma Prawn, Penaeus japonicus Bate, by Various Pigment Sources and Levels and Feeding Regimes. Aquaculture 102:333– 346. Christiansen R, Torrinsen OJ. 1997. Effect of Dietary Astaxanthin Suplementation on Fertilization and Egg Survival in Atlanctic Salmon , Salmo salar L., Aquaculture 153: 51 – 62. Daggett TT, Pearce CM, Tingley M, Robinson SMC, Chopin T. 2004. Effect of Prepared and Macroalgal Diets and Seed Stock Source on Somatic Growth of Juvenile Green Sea Urchins (Stronglylocentrotus droebachiensis). Aquaculture 244: 263 – 281. Deufel
J. 1965. Pigmentiurungsversuche Mit Canthaxanthin Regenbogenforellen. Arch. Fishereiwiss 16:125 – 162.
Bei
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
81
Floreto EA, Teshima S, Ishikawa M. 1996. The Effect of Seaweed Diets on Growth, Lipid, and Fatty Acids of Juveniles of The White Sea Urchin Tripneustes gratilla. Fisheries Science 62: 589 – 593. Fuji A. 1960. Studies on The Biology of The Sea Urchin ( Superfisial and Histological Gonadal Changes in Gametogenic Process of Two Sea Urchins, Strogylocentrotus nudus and S. intermedius). Bull. Faculty of Fisheries, Hokkaido University IX (1): 1 – 19. Hammer RW, Hammer HS, Watts SA, Desmond RA, Lawrence JM, Lawrence AL. 2004. The Effect of Dietary Protein Concentration on Feeding and Growth of Small Lytechinus variegates (Echinodermata: Ecnhinoidea). Marine Biology 145: 1143-1157. Hammer H, Watts S, Lawrence A, Lawrence J, Desmond R. 2006. The Effect of Dietary Protein on Consumption, Survival, Growth and Production of The Sea Urchin Lytechinus variegatus. Aquaculture 254: 483 – 495. Jenkins B. 2002. Learning Echinodermata. New Delhi: Dominant Publisher and Distributors. 285 hlm. Kennedy EJ, Robinson SMC. 2007. Effect of Dietary Minerals and Pigment on Somatic Growth of Juvenile Green Sea Urchins, Strongylocentrotus droebachiensis. Journal of The Wordl Aquaculture Society 38 (1): 36 – 45. Lafont R. 2000. The Endocrinology of Invertebrates. Ecotoxicology 9: 41– 57. Lango-Reynoso F, Villalba JC, Cochard JC, Pennec ML. 2000. Oocyte size, A Means To Evaluated The Gametogenic Development Of The Pacific Oyster, Crasostrea gigas (Thunberg). Aquaculture 190: 183-199. Lamare M, Brewin P, Barker M, Wing SR. 2002. Reproduction of The Sea Urchin, Evochinus chloroticus in New Zealand Ford. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research 36: 719 – 732. Lamare MD, Hoffman J. 2004. Natural Variation of Carotenoids in The Eggs and Gonads of The Echinoid genus, Strongylocentrotus: Implications for Their Role in Ultraviolet Radiation Photoprotection. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 312: 215 – 233. Lubzens E, Lissauer L, Levavi-Sivan B, Avarre JC, Sammar M. 2003. Carotenoid and Retinoid Transport to Fish Oocytes and Eggs: What is The Role of Retinol Binding Protein?. Molecular Aspects of Medicine 24: 441– 457. Murata Y, Yokohama M, Unuma T, Sata NU, Kuwahara R, Kaneniwa M. 2002. Seasonal Change of Bitterness and Pulcherrimine Content in Gonads of Green Sea Urchin Hemicentrotus pulcherrimus at Iwaki in Fukushima Prefecture. Fisheries Science 68: 104 – 189.
82
Murniyati, Setiabudi E. 1998. Bulubabi Berbahaya, Namun Indah dan Bermanfaat. Warta Penelitian Perikanan Indonesia IV (2): 17 – 21. Pearce CM, Daggett TL, Robinson SMC. 2002. Effect of Protein Source Ratio and Protein Concentration in Prepared Diets on Gonad Yield and Quality of The Green Sea Urchin, Strongylocentrotus droebachiensis. Aquaculture 214: 307 – 332. Pearce CM, Daggett TL, Robinson SMC. 2004. Effect of Urchin Size and Diet on Gonad Yield and Quality in The Green Sea Urchin ,Strongylocentrotus droebachiensis. Aquaculture 233: 337 – 367. Plank LR, Lawrence JM. 2002. The Effect of Dietary Carotenoids on Gonad Production and Carotenoid Profile in The Sea Urchin Lythecinus variegatus. Journal of The World Aqaculture Society 33(2): 127 – 137. Regunathan C, Wesley SG. 2006. Pigment Defisiensi Correction in Shrimp Broadstock Using Spirulin as A Carotenoid Source. Aquaculture Nutrition 12: 425 – 432. Robinson SMC, Castell JD, Kennedy EJ. 2002. Devoloping Suitable Colour in The Gonads of Cultured Green Sea Urchine, Strongylocentrotus droebachiensis. Aquaculture 206: 289 – 303. Romimohtarto, Juwana. 2005. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Sammar M, Levi L, Hurvitz A, Lubzens E. 2005. Studies on Retinol-Binding Protein During Vitelogenesis in The Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss). General and Comperative Endocrinology 141: 141 – 151. Schlosser SC, Lupatsch I, Lawrence JM, Lawrence AL, Sphigel M. 2005. Protein and Energy Digestibility and Gonad Development of The European Sea Urchin Paracetrotus lividus (Lamarck) Fed Algal and Prepared Diets during Spring and Fall. Aquaculture Research 36: 972-982. Shpigel M, McBride SC, Marciano S, Ron S, Ben-Amotz A. 2005. Improving Gonad Colour and Somatic Index in European Sea Urchine Paracentrotus lividus. Aquaculture 245: 101 – 109. Siikavuopio SI, Dale T, Foss A, Mortensen A. 2004. Effect of Chronic Ammonia Exposure on Gonad Growth and Survival in Green Sea Urchin Strongylocentrotus droebachiensis. Aquaculture 242: 313 – 320. Siikavuopio SI, Christiansen JS, Dale T. 2006. Effects of Temperature and Season on Gonad Growth and Feed Intake in The Green Sea Urchin (Strongylocentrotus droebachiensis. Aquaculture 255: 389 – 394.
83
Sing PB, Sing TP. 1990. Seasonal Corelative Changes Between Sex Steroid and Lipid Level in The Freshwater Female Catfish (Heteropneustes fossilis). J Fish Biol 37: 793 – 802. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedus Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ke-2. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Torinsen KR, Torinsen OJ. 1985. Protease Activities and Carotenoid Levels during The Sexual Maturation of Atlantic Salmon, Salmo salar. Aquaculture 50: 113 – 122. Unuma T, Yamamoto T, Akiyama T. 1999. Effect of Steroid on Gonadal Growth and Gametogenesis in the Juvenile Red Sea Urchin Pseudocentrotus depressus. Biol. Bull. 196: 199-204. Wasson KM, Hines GA, Watts SA. 1998. Synthesis of Testosteron and 5αAndrostanediols during Nutritionally Stimulated Gonadal Growth in Lytechinus variegates Lamarck (Echinodermata:Echinodea). General and Comperative Endocrinology 111:197-206. Wasson KM, Gower BA, Hines GA, Watts SA. 2000. Level Progesterone, Testosterone, and Estradiol, and Androstenedione Metabolism in The Gonad of Lytechinus variegates (Echinodermata:Echinodea). Comperative Biochemistry and Physiology Part C 126: 153-165. Wyban J, Martinez G, Sweeney J. 1997. Adding Paprika to Penaeus vannamei Maturation Diet Improves Nauplii Quality. Journal World Aquaculture 87:323 – 330. Yamaguchi. 1991. Aquaculture in Tropical Areas. Tokyo: Midori Shobo. Yaron Z. 1995. Endocrine Control of Gametogenesis and Spawning Induction in The Carp. Aquaculture 129: 47-73 Zairin MJ. 2003. Endokrinologi dan Peranannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiolofi Reproduksi dan Endokrinologi Hewan Air.Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
84
Lampiran 1 Prosedur radioimmunoassay Prosedur analisisnya diperoleh dari DPC Kit code E 21 (Diagnostic Products Coorporation). Kit terdiri dari tabung polypropylene tanpa “ coated antibody”, tabung polypropylene “coated antibodies”, 125I larutan estradiol standard estradiol (0, 20, 50, 150, 500, 1800, dan 3600 pg estradiol/ml) a.
sebanyak 4 buah tabung polypropylene disiapkan untuk total count dan NSB (non spesifik binding)
b.
Sebanyak 14 buah tabung polypropylene disiapkan untuk ‘coated antibodies” untuk standar (kalibrator)
c.
Tabung yang sama dengan b disiapkan untuk contoh yang dianalisis
d.
Pipet kalibrator A untuk NSB dan tabung A kemudian untuk tabung kalibrator lainnya (B-G) (kalibrator 20-3600 pg/ml)
e.
Sebanyak 100 μl serum diambil dan dipindahkan ke dalam tabung polypropylene “coated antibodies”, tambahkan 1.0 ml 125I estradiol ke setiap tabung, aduk dengan menggunakan vortex automatic hingga homogen. Untuk “total count” siapkan pula 1.o ml 123I dalam tabung T inkubasikan pada suhu kamar selama 3 jam. Kemudian seluruh cairan (kecuali tabung T) dibuang dan keringkan tabung selama beberapa menit.
f.
Endapan radioaktif 125I dicacah dalam tabung dengan gamma counter. Berdasarkan data “total counts”, NSB, standar, dapat dibuat kurva nilai cacahan permenit dengan nilai standar dengan menggunakan kertas grafik semi log. Nilai estradiol contoh ditentukan berdasarkan grafik standar.
85
Lampiran 2
Analisa protein pakan dan gonad bulubabi (metode Kjeldahl, Takeuchi, 1988)
1.
0.5 – 1.0 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan salah satu labu digunakan sebagai blanko, dimana pada labu tersebut tidak dimasukkan sampel.
2.
Ke dalam labu no 1 ditambahkan 3 gram katalis (K 2 SO 4 + CuSO 4 .5H 2 O) dengan rasio 9:1 dan 10 ml H2SO4 pekat.
3.
Labu no. 2 dipanaskan 3 – 4 jam, sampai cairan dalam labu berwarna hijau, setelah itu pemanasan diperpanjang 30 menit lagi
4.
Larutan didinginkan, lalu ditambahkan air destilasi 30 ml. Kemudian larutan no. 2 dimasukkan ke labu takar, tambahkan larutan destilasi sampai volume larutan menjadi 100 ml.
5.
Proses destilasi dilakukan untuk membebaskan kembali NH 3 yang berasal dari proses destruksi pada no. 4
6.
Labu Erlenmeyer diisi 10 ml H 2 SO 4 0.05 N dan tambahkan 2 – 3 tetes indikator (metyl red methylen blue) dipersiapkan sebagai penampung NH 3 yang dibebaskan dari labu no.4
7.
Labu destilasi diisi 5 ml larutann0.4, lalu ditambahkan larutan sodium hydroxyl 30%
8.
Pemanasan dengan uap terhadap labu destilasi (no.7) dilakukan minimum 10 menit setelah kondensasi uap terlihat pada kondensor
9.
Larutan dalam labu Erlenmeyer dititrasi dengan 0.05 N larutan sodium hydroxide
10.
Penghitungan kadar protein; 0.0007* x (Vb – Vs) x F x 6.25** x 20 % protein =
x 100 S
Keterangan: Vs = ml 0.05 N titare NaOH untuk sampel Vb = ml titar NaOH untuk blanko F = factor koreksi dari 0.05 N larutan NaOH S = bobot sampel (g) * = setiap ml 0.05 N NaOH equivalent dengan 0.0007 g nitrogen ** = faktor nitrogen
86
Lampiran 3 Analisa asam amino gonad bulubabi
1.
Timbang sampel 0.25 – 0.5 g
2.
Dimasukkan ke dalam tabung 25 ml
3.
Ditambahkan HCL 6 N 5 – 10 ml
4.
Dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100oC
5.
Disaring
6.
Diambil 30 ml sampel dan ditambahkan larutan pengering*
7.
Dikeringkan/divakumkan
8.
Ditambahkan 30 ml larutan derivatisasi**
9.
Diamkan selama 20 menit
10.
Ditambahkan 20 ml natrium acetate 1 M
11.
Injek ke alat HPLC
Keterangan: *
Larutan pengering
** Larutan derivatisasi
: methanol, picolotiocianat, trietylamin : methanol, Na-acetat,trietylamin
Perhitungan: Kadar asam amino (%) = luas area contoh x konsentrasi standar x BM x Fk x 100 Luas area standar
Bobot sampel
87
Lampiran 4 Analisa karotenoid gonad bulubabi
1. Gonad (100 mg) dilarutkan dalam 10 ml aceton selama 15 menit 2. Disentrifuse pada 5000 rpm selama 5 menit 3. Supernatan diambil dan ditampung dalam botol kecil 4. Residu diekstraksi kembali dengan 10 ml aceton dan kedua supernatan digabung. 5. Sampel larutan dievaporasi dan kemudian ditambahkan 2 ml eter dan 2 ml KOH 10% lalu dikeringkan dengan N 2 dan disimpan selama 2 jam 6. Tambahkan NaCl 5% 4 ml lalu divortek, pipet lapisan bagian atas dan lapisan air diekstraksi kembali. 7. Ekstrak dikeringkan dan dilarutkan dalam 2 ml metanol 100 % lalu ukur absorban pada panjang gelombang 480 nm
ppm karotenoid = (Abs x V x 1000)/ (e x g sampel) V= total volume sampel (ml) e= molar koefisien ekstension (2500
88
Lampiran 5 Analisa kadar air gonad 1. Cawan dipanaskan pada suhu 105 oC selama 3 jam 2. Bahan seberat A (2 – 3 g ) dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang (X1) 3. Cawan yang sudah berisi bahan dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X2) 4. Prosedur no 3 diulang kembali, jika tidak ada perubahan berat bahan, maka pengukuran selesai
% kadar air = (X1 – X2)/A x 100%
89
Lampiran 6 Analisis ragam bobot gonad bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin
SK Bulan pengamatan Seks Bulan*seks Gallat Total
DB 4 1 4 100 109
JKT 56.74 2.59 51. 09 467.16 577.58
KT 14.22 6.58 12.77 4.67
F hit 3.04 1.41 2.73
Uji Tukey bobot gonad padaperlakuan bulan dan jenis kelamin betina Bulan Pengamatan 6 7 9 10 12
Rata-rata Bobot gonad 4.84 3.95 2.86 1.04 2.95
6
7
9
10
0.89 ns 1.98 ns 3.80 * 1.89 ns
1.09ns 2.91ns 1.00ns
1.82ns 0.09ns
1.91
P 0.021 0.24 0.03
90
Lampiran 7 Analisis ragam IKG bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin
SK Bulan pengamatan Seks Bulan*seks Gallat Total
DB 4 1 4 100 107
JKT 56.74 2.59 51. 09 467.15 577.58
KT 14.22 6.58 12.77 4.67
F hit 3.04 1.41 2.73
P 0.021 0.23 0.03
Uji Tukey IKG pada perlakuan bulan dan jenis kelamin betina
Bulan Pengamatan 10 12 6 7 9
Rata-rata IKG 5.74 5.53 3.72 3.63 2.50
10
12
6
7
0.21 ns 2.02 ns 2.11ns 3.24*
1.81ns 1.90ns 3.03*
0.09ns 1.22ns
1.13ns
Uji Tukey IKG pada perlakuan bulan dan jenis kelamin jantan Bulan Pengamatan 12 10 7 9 6
Rata-rata IKG 6.31 3.99 3.84 3.69 2.73
12
10
7
9
2.32ns 2.47ns 2.62ns 3.58*
0.15ns 0.30ns 1.26ns
0.15ns 1.11ns
0.96ns
91
Lampiran 8
Analisis ragam bobot gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein
SK Protein Energi Protein*Energi Gallat Total
DB 2 2 4 93 101
JKT 22.79 1.13 25.42 221.50 270.84
KT 11.508 0.381 6.36 2.38
F hit 4.83 0.16 2.67
P 0.01 0.85 0.03
Uji Tukey Perlakuan G F H B D I C E A
Ratarata 2.11 1.96 1.95 1.92 1.89 1.88 1.85 1.79 1.75
Selisih D
G
F
H
B
0.15ns 0.14ns 0.19ns 0.22ns 0.26ns 0.23ns 0.32ns 0.36*
0.01ns 0.04ns 0.07ns 0.08ns 0.11ns 0.17ns 0.21*
0.03ns 0.06ns 0.07ns 0.10ns 0.16ns 0.20*
0.03ns 0.04ns 0.07ns 0.13ns 0.17ns
0.01ns 0.04ns 0.10ns 0.14ns
I
C
E
0.03ns 0.09ns 0.13ns
0.06ns 0.10ns
0.04ns
92
Lampiran 9
Analisis ragam protein gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein
SK Protein Energi Protein*Energi Gallat Total
DB 2 2 4 9 17
JKT 120.178 7.000 183.486 63.176 373.840
KT 60.089 3.500 45.871 7.019
F hit 8.56 0.50 6.53
P 0.008 0.623 0.009
Uji Tukey Perlakuan G H F I D B C A E
Ratarata 65.4 63.5 59.69 59.30 57.66 53.47 52.92 50.45 48.25
Selisih D
G
H
F
I
1.9ns 5.71ns 6.10* 7.74* 11.93* 12.48* 14.95* 17.15*
3.81ns 4.20ns 5.84ns 10.03* 10.58* 13.05* 15.25*
0.39ns 2.03ns 6.22* 6.77* 9.24* 11.44*
1.64ns 5.83ns 6.38* 8.85* 11.05*
4.19ns 4.74ns 7.21* 9.41*
B
C
A
0.55ns 3.02ns 5.22ns
2.47ns 4.67ns
2.20ns
93
94
Lampiran 10
Analisis ragam total karotenoid gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein
SK Protein Energi Protein*Energi Gallat Total
Lampiran 11
DB 2 2 4 9 17
JKT 6.647 18.841 5.276 38.933 69.698
KT 3.324 9.421 1.319 4.326
F hit 0.77 2.18 0.30
P 0.492 0.169 0.868
Analisis ragam β-karoten gonad bulubabi pada perlakuan kadar protein dan rasio energi protein
SK Protein Energi Protein*Energi Gallat Total
DB 2 2 4 9 17
JKT 0.7341 1.8283 0.7732 3.671 7.006
KT 0.367 0.914 0.193 0.408
F hit 0.90 2.24 0.47
P 0.440 0.162 0.754
95
Lampiran 4 Rata-rata IKG bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin Bulan pengamatan Jenis kelamin Juni Juli September Oktober Desember
Betina 5.53±0.52 3.72±0.26 3.63±2.01 2.50±0.23 5.74±0.10
IKG Jantan 2.73±0.43 3.84±0.25 3.69±0.32 3.99±0.24 6.31±0.13
Uji lanjut: Perlakuan Jenis kelamin Juni-betina Juni- jantan Juli-betina Juli-jantan September-betina September-jantan Oktober-betina Oktober-jantan Desember-betina Desember-jantan
Huruf yang sama tidak berbeda signifikan Rataan Uji Fisher 5.53 A 2.73 B 3.72 C 3.84 C 3.63 C 3.69 C 2.50 B 3.99 C 5.74 A 6.31 A
Lampiran 5 Rata-rata bobot gonad bulubabi pada pengamatan setiap bulan dan jenis kelamin Uji lanjut: Perlakuan Jenis kelamin Juni-betina Juni- jantan Juli-betina Juli-jantan September-betina September-jantan Oktober-betina Oktober-jantan Desember-betina Desember-jantan
Huruf yang sama tidak berbeda signifikan Rataan Uji Fisher 4.84 A 1.91 C 3.95 B 2.88 2.86 2.77 1.04 1.96 2.95 3.52
96
Bulan pengamatan Jenis kelamin Juni Juli September Oktober Desember
Betina 4.84±0.49 3.95±0.41 2.86±0.37 1.04±0.17 2.95±0.13
IKG Jantan 1.91±0.39 2.88±0.36 2.77±0.37 1.96±0.16 3.52±0.14
xvii
Ujian Tertutup Penguji Luar komisi: 1. Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB 2. Dr. Ir. Etty Riani, M.Si Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Ujian Terbuka Penguji luar komisi 1. Dr. Ir. Ketut Sugama Direktur Jenderal Budidaya Perikanan, Kementria Kelautan dan Perikanan 2. Dr. Ir. Nur Bambang PU Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB