BioETI
ISBN 978-602-14989-0-3
Panjang tubuh dan perkembangan gonad Ikan Mansai Mystacoleucus marginatus (Valenciennes, 1842,) WARNETY MUNIR Program Studi, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis Padang 25163 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Penelitian tentang Hubungan Panjang Tubuh dengan Perkembangan Gonad Ikan Mansai Mystacoleucus marginatus (Valenciennes, 1842,) yang hidup di Sungai Batang Kuranji telah dilakukan. Sampel ikan sebanyak 129 ekor terdiri dari 90 ekor ikan jantan dan 39 ekor betina (2,6:1). Berdasarkan perbandingan jumlah ikan kelas panjang total disimpulkan keseimbangan populasi ikan telah terganggu. Antara panjang total dengan kematangan gonad nampaknya menunjukan korelasi positif. Ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan betina. Ikan jantan mulai matang gonad dan melakukan reproduksi pada kisaran panjang 54,6-65,6 mm, sedangkan pada ikan betina 81,2-96,2 mm. Key words:
Pendahuluan Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat hara, harga secara umum lebih murah dan jenisnyapun sangat beragam, sehingga ikan menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani. Secara umum daging ikan terdiri dari 15–24 % protein, 1-3 % glikogen (karbohidrat), 0,1-22 % lemak, 66–84 % air dan bahan organik lain sebesar 0,8–2 %. Dari data ini terlihat bahwa ikan mengandung protein dalam jumlah tinggi dengan hampir semua asam amino esensial terdapat pada daging ikan. Kebutuhan akan ketersedian ikan semakin meningkat dengan meningkatnya target tingkat konsumsi ikan nasional pada tahun 2010 sebesar 30,47 kg/kapita/tahun dan meningkat menjadi 32 kg/kapita/tahun pada tahun 2011 (Anonymous, 2011). Salah satu ikan air tawar asli Indonesia, Mystacoleucus marginalis (Valenciennes, 1842,) merupakan satu diantara ikan konsumsi dikenal dengan nama ikan Mansai (Sumatera Barat), ikan keprek, Genggehek, Wader, Wader eco (Jawa) (fish base). Ikan betina mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Ridwan, 2010). Perbandingan jumlah ikan jantan dengan ikan betin 1:2,6, fekunditas yang sangat bervariasi dari 4,70215,681 (Kartamiharja, 1996) hingga 828-14728
butir dengan kisaran diameter telur 0,204-1,02 mm (Kristina 2001), sangat tergantung pada ukuran tubuh ikan. Faktor kondisi ikan genggehek jantan dan betina masing-masing berkisar antara 0:87529-1,33736 dan 0,017761,22396 dan nilai IKG ikan genggehek jantan lebih kecil daripada ikan genggehek betina dengan kisaran 0,33490-2,11726 pada ikan jantan dan 0,56694-6,17447 pada ikan betina (Kristina 2001). Selama ini ikan diperoleh dengan cara menangkap langsung dari habitat aslinya seperti sungai–sungai dan danau. menggunakan berbagai alat tangkap. Sebagai akibatnya ikan ini sudah termasuk kelompok ikan langka (Anonymous, 2011), jika kondisi ini berlangsung terus menerus tidak mungkin suatu saat ikan akan punah. Agar ikan ini tidak punah dan tersedia secara berkesinambungan, maka harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Untuk mengelola secara maksimal terlebih dahulu harus diketahui biologi ikan terutama aspek reproduksi. sehingga keseimbangan populasi dapat dijamin dan penangkapan ikan dijalankan berdasarkan norma norma konservasi dengan mengusahakan hasil tangkapan maksimal lestari. Data tentang aspek reproduksi antara lain perkembangan gonad yang akan dipakai untuk menentukan TKG, sangat penting karena
Warnety Munir
keberhasilan reproduksi menentukan kelangsungan hidup ikan, namun hingga saat ini imformasi belum tersedia. Pada penelitian ini akan dikaji hubungan panjang ikan dengan perkembangan gonad menggunakan pengamatan yang akurat. yaitu melalui pengamatan sedian histologis. Informasi tentang perkembangan ini sangat diperlukan sebagai landasan untuk pengelolaan, pemanfaatan yang berkesinambungan dan sebagai landasan untuk budidaya seperti pemijahan, pembibitan dan hibridisasi, ukuran dan umur saat matang kelamin, memgetahui potensi reproduksi dalam usaha peningkatan potensia sumber daya ikan. BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Sampel ikan berbagai ukuran diambil dari Sungai Batang Kuranji Padang selama enam bulan berturut turut, mulai bulan Nopember 2010 sampai April 2011, satu kali per bulan mengunakan kejutan listrik. Secara geografis Sungai Batang Kuranji terletak pada 0o48’ – 0o56’ LS 100o21’ – 100o33’ BT, dengan panjang aliran lebih kurang 17 km dengan luas 22.149,32 ha (Bapedalda, 2004) ikan yang tertangkap dibawa ke Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan Jurusan Biologi Fak. MIPA. Univ. Andalas Padang. Penentuan panjang total ikan Ikan yang tertangkap diukur panjangnya. Panjang total tubuh ikan, ditentukan dengan mengukur ujung terdepan ikan sampai pangkal sirip ekor. Pengukuran panjang total tubuh ikan dilakukan menggunakan Caliper dengan ketelitian 0,01mm Penentuan kelas panjang dilakukan menggunakan rumus, K = 1 + 3,3 log(n) dimana n merupakan jumlah sampel Penentun kisaran data dilakukan ditentkan dengan rumus R = ymax - ymin dimana ymax merupaka nilai tertinggi ymin, merupakan nilai minimal
193
selang dari masing masing kelas ditentukan dengan rumus p = R/k R=kisaran data K= banyaknya kelas. Penentuan tahap perkembangan. Tahap perkembangan gonad ditentukan berdasarkan Tingkat kematangan ovaium dan testis. Penentuan tahap perkembangan dilakukan melalui pengamatan sedian gonad. Tingkat kematangan gonad berdasarkan kriteria Nikolsky dalam Effendie (1978) Pembuatan sedian gonad Setelah pengukuran panjang ikan dilakukan, gonad dikeluarkan lalu difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam. Dibuat sedian histologis, ketebalan 7 µm menurut metoda Mc.Manus and Mowry (1960). Sayatan diwarnai dengan pewarna Hematoxilin & Eosin. Pengamatan terhadap sediaan dilakukan mengunakan mikroskop cahaya (Nikon) ditujukan untuk mengamati struktur gonad. Pembuatan foto dilakukan pada sedian yang baik. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel ikan yang berhasil ditangkap sebanyak 129 ekor, didapatkan ikan jantan lebih banyak dari ikan betina, 90 ekor ikan jantan dan 39 ekor ikan betinra. Data panjang dan perkembangan gonad diolah berdasarkan jenis kelamin, bukan berdasarkan waktu pengambilan karena ikan ini melakukan reproduksi sepanjang tahun (Hardjasasmita dkk. 1976). Dari hasil pengamatan terhadap jenis kelamin ikan didapatkan perbandingan jenis kelamin jantan dan betina (2,6:1), ini berlawanan dengan perbandingan jenis kelamin yang didapatkan oleh Kristina (2001) yaitu 1:2,6. Menurut Effendie (1997) perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Adanya penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkahlaku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan
Warnety Munir
194
pertumbuhannya. Adanya penyimpangan pada perbandingan jenis kelamin pada ikan Mansai ini mungkin disebabkan oleh karena ikan betina mempunyai ukuran yang lebih besar sehingga lebih banyak yang tertangkap atau mungkin disebabkan oleh tingkah laku meliputi strategis reproduksi ikan itu sendiri. Sebagai contoh untuk keperluan memijah ikan Puntius diperlukan perbandingan jumlah yang sama antara ikan jantan dan ikan betina (1:1) (Ridwan. 2010). Pada kerabat ikan Mansai yaitu ikan Bilih juga dibutuhkan lebih banyak ikan jantan karena ikan bersifat poliandri (Syandri 1990). 43,5-54,5
2124
14
54,6-65,6 65,7-76,7
27
76,8-87,8 87,9-98,9
40
99,0-110,0 110,1-121,1
7
4 30
44,4-59,9 60,0-65,5
11 14
65,6-81,1 81,2-96,2 96,3-101,8 101,9-127,4
Gambar 1. Distribusi frekuensi panjang total (mm) ikan. (atas) Ikan jantan, (bawah) Ikan betina
Hasil pengukuran panjang total ikan jantan berkisar antara 43,5-121,61 mm sedang ikan betina mempunyai panjang berkisar antara 44,4-127,4 mm. Frekuensi ikan jantan tertinggi ditemukan pada ukuran panjang 76,8-87,6 mm, diikuti oleh panjang 65,7-76,7 mm, sedangkan pada ikan betina pada ukuran 81,2-96,2 mm 65,6-81,1. Ukuran ikan yang tertangkap ini lebih kecil dengan yang diperoleh oleh Ridwan (2010) yaitu antara 60-145 mm. Adanya variasi panjang ikan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu adanya perbedaan waktu dan tempat penelitian, karena pertumbuhan ikan lebih lambat atau karena ikan betina lebih banyak tertangkap oleh nelayan. Namun Nikolsky (1969), menggemukakan apabila
dalam satu perairan terdapat ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin ikan lebih kecil dari pada jenis kelamin lainnya, mungkin disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan, berbeda umur saat matang gonad pertama kali, berbedanya jangka hidup dan adanya penambahn jenis ikan baru pada satu populasi yang ada. Pada grafik terlihat jumlah ikan ukuran besar sangat sedikit bila dibandingkan dengan ikan ukurn sadang. Hal ini menunjukan bahwa keseimbangan populasi ikan sudah terganggu, dan bahkan populasi ikan sudah berkurang, walaupun sampai saat ini penyebabnya belum diketahui. Syandri (1998) menggemukan adanya penurunan ukuran ikan disebabka oleh tingginya tingkat ekspoloisai. Perkembangan gonad ikan jantan Pada pengamatan sedian histologis testis di dapatkan ikan berada pada tahap perkembangan yang berbeda-beda. Pada pengamatan sedian testis ditemukan tahap perkembangan satu (TKG I) yaitu testis muda yang belum memperlihatkan proses spermatogenesis, sedian testis TKG I tampak spermatgonia tersebar, inti bulat, besar. Pada Tahap III pada sedian jaringan,spermatogonium sangat sedikit, telah berkembang menjadi spermatosit primer, sekunder yang berada dalam kista, namun rongga globulus masih kosong. Tahap IV. Pada sedian histologis masih di dapat, spermatosit I, spermatosit II dan spermatid, tetapi sperma sudah memenuhi rongga testis. Tahap V. tahap ini merupakan tapah mijah, pada sedian histologis, ruang testis dipenuhi oleh sperma namun sebagian rongga testis sudah mulai kosong seluruh. Tahap VI. beberapa spermatosit primer dan jaringan ikat yang tertinggal di dalam vesikula seminalis, tahap ini disebut tahap istirahat. Berdasarkan hasil pengamatan pada sedian histologis testis dihubungkan dengan panjang ikan, ikan TKG I didapat pada ikan kelompok yang paling pendek dan belum dewasa yaitu pada kisaran panjang total 43,5- 54,5 mm walaupun ternyata pada kisaran panjang ini
Warnety Munir
195
a
c
b
d
e
Gambar 2. Penampang melintang testis ikan M.marginatus. a. TKG I. B. TKG III. c. TKG IV d. TKG V dan e. Tkg VI. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
TKG I TKG III TKG IV TKG V 110,1-121,1
99,0-110,0
87,9-98,9
76,8-87,8
65,7-76,7
54,6-65,6
43,5-54,5
TKG VI
Panjang Total (MM) Gambar 3. Grafik frekuensi distribusi TKG ikan M marginatus jantan dihubungkan dengan panjang total ikan (mm).
b
a
d
c
e
Gambar 4. Sedian ovari ikan M. Marginatus. Perwarnaan H& E. a. TKG I. B. TKG III, c. TKG V dan d. TKG VI
196
8 7 6 5 4 3 2 1 0
TKG II TKG III TKGIV TKG V
101,9-127,4
96,3-101,8
81,2-96,2
65,6-81,1
60,0-65,5
TKG VI
44,4-59,9
Jumlah
Warnety Munir
Panjang total ikan
Gambar 5. Grafik frekuensi distribusi TKG berdasarkan kisaran panjang (m) ikan M. marginatus. sudah ditemukan ikan pada TKG III. TKG IV (matang gonad) dan meminjah ditemukan mulai panjang 54,6-65,6 mm, frekuensi tertinggi ditemukan pada kisaran panjang 76,887,8 mm Perkembangan gonad ikan betina Hasil pengamtan pada sedian ovarium menunjukan ikan berada pada tingkat perkembangan ovarium yang berbeda, tahap I hingga tahap VI. Tahap I. Merupakan ikan muda, pada sedian histologis, terlihat sel kecil nukleus besar, melebihi setengah diameter oosit, ditemukan juga beberapa nukleoli dalam nukleus. Tahap III pada sedian terlihat oosit dibungkus oleh 2 lapis folikel. Kuning telur mulai terbentuk, satu atau dua lapis vacuola terlihat pada sekeliling pinggir sel. Inti berbentuk tidak teratur atau oval terletak ditengah sel. Sebagian besar nukleulus terdistribusi sepanjang pinggir selaput sel. Tahap IV sedian histologis terlihat granul kuning telur memenuhi ruangan diluar inti, oosit telah memcapai ukuran maksimal dan sitoplasma bening, hanya sedikit sitoplasma menggelilingg inti dan selaput telur Didapatkan beberapa nukleulus di dalam nukleus. Tahap V. oosit dipenuhi oleh granul kuning telur berdifusi sehingga terlihat bening, sitoplasma
dan nukleus bergerak menuju kutup anima. Nukleoli terkumpul di tengah nukleus dan membran inti larut/hilang. Tahap VI. pada tahap ini pada sedian histogi tunika albugenia terlihat mengkerut, ovari dipenuhi oleh membran folikel atau korfus luteum dan beberapa telur matang yang tidak diovulasikan (Bb. 3). Pada ovarium matang gonad (TKG IV) maupun yang sedang mengalami pematangan (TKG III) ditemukan oosit pada tahap perkembagan yang berbeda, dua sampai tiga tahap perkembangan (Gb. 4a dan 4b) sehingga ikan ini dikelompokan dalam golongan ikan yang memijah berulang . Berdasar tahap perkembangan diatas maka tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betina dikelompokan berdasarkan panjang total ikan menjadi lima tingkat seperti pada Gambar 5. Pada ikan yang mempunyai kisaran panjang 44,4-59,9 didapatkan gonad belum matang, oosit ditemukan pada stadium perinukleus, sitoplasma bersifat basaofilik sehingga terwarna lebih gelap dai int. TKG III paling banyak ditemukan pada kisaran panjang 65,681,1-96,2 mm, pada kisaran panjang ini juga sudah banyak ikan yang berada pada TKG IV,
Warnety Munir
197
sedangkan ikan yang memijah (TKG V) baru dijumpai pada kisaran 81,2-96,2 mm. Jika dibangdingkan pola reproduksi ikan jantan dan betina ternyata terdapat perbedaan yang sangat nyata. Ikan jantan mulai matang gonad dan melakukan reproduksi pada kisaran panjang 54,6-65,6 mm, sedangkan pada ikan betina 81,2-96,2 mm. Ini mungkin disebabkan adanya perbedaan kecepatan proses pertumbuhan dan perkembangan gonad antara ikan jantan dan ikan betina. KESIMPULAN Dari hasil diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbandingan (rasio ) jenis kelamin jantan dan betina 2,6 : 1 2. Jumlah ikan kelas ukuran besar sangat berkurang dari ikan ukuran sedang sehingga disimpulkan keseimbangan populasi telah terganggu. 3. Terdapat hubungan korelasi positif antara kelas panjang dan Tingkat kematangan gonad 4. Ikan jantan matang gonad dan melakukan reproduksi, pada kisaran panjang 54,6-65,6 mm, lebih awal dibandingkan ikan betina, pada kisaran panjang total 81,2-96,2 mm. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2011. Tingkat konsumsi ikan Indonesia masih sangat minim . http://lintasindonesia.com/nasional/2012fadel-muhammad--tingkat-konsumsi-ikandi-indonesia-masih-sangat-minim.. BAPEDALDA, 2004. Laporan Analisa Data. Penelitian dan Pengujian Kwalitas Air Permukaan (Sungai) di Kota Padang Effendie, I.M., 1987, Biologi Perikanan, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 163 hlm. Kartamihardja, Endi Setiadi. 1996. Stucture of fish community and reproductive biology
of three indigenous species of cyprinids in Kedungombo Reservoir Indonesian fisheries research journal Vol. 2 No : 1 isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html? act=tampil&id. Kottelat, M. A. J. Whitten, S. N. Kartikasari dan S. Wirjoadmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Wester Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition Limited. Jakarta Ridwan (2010) Makanan Ikan Keprek, Mystacoleus Marginatus (C.V) dan Seberapa Jenis Ikan Funtius SP di Waduk Lahor, Malang Jawa Timur. IPB (Bogor Agricultural University) Hardjasasmita. H.S, T.W. Surjono, Harjono. 1976. Beberapa aspek biologis ikan genggehek, Mystacoleucus marginatus (C.V.) (Cyprinidae) dari Waduk Jatilihur, Jawa Barat. Proceedings ITB Val. 10, N0. 3, Kartamihardja, Endi Setiadi; 1996; Stucture of fish community and reproductive biology of three indigenous species of cyprinids in Kedungombo Reservoi. Indonesian fisheries research journal Volume : 2, No : 1. isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html? act=tampil&id. Kottelat, M. A. J. Whitten, S. N. Kartikasari dan S. Wirjoadmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Wester Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition Limited. Jakarta Kristina, E. L. (2001) Komposisi Jenis Ikan Sungai Cimanuk Segmen Kabupaten Garut serta Pola Periumbuhan dan Reproduksi Ikan yang Dominan. Thesis. http://repository.ipb.ac.id/handle/1234567 89/14233 Munro A.D. 1990. General introduction. Pp. 1–11. In: MunroA.D., Scott A.R., Lam T.J., (eds.) Reproductive seasonality in teleosts: environmental influences. CRC Press, Boca Raton FL. Susilawati, N. 2001. Komposisi jenis-jenis ikan serta aspek bilogi reproduksi dan kebiasaan makanan ikan genggehek ( mystacoleucus marginatus di sungai cimanuk segmen sumedang. Tesis. repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/.../C 01nsu_abstract.pdf?.