TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Gonad adalah organ di dalam tubuh yang dapat menghasilkan gamet, yaitu sel yang mempunyai satu set kromosom haploid untuk reproduksi, terdapat pada semua seksualitas ikan mulai dari gonokhoris, hermaprodit sa mpai ginogenesis (Effendie 2002). Sedangkan pematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah pemijahan. Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar dibagi atas 2 tahap perkembangan utama, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produk seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan b erjalan normal (Harvey dan Hoar 1979).
Pada ikan betina, selama perkembangan
gonad, oosit dikelilingi oleh lapisan sel-sel folikel yang membentuk dua lapisan yaitu lapisan granulosa di sebelah dalam yang menempel dengan oosit dan lapisan teka di sebelah luarnya seperti terlihar pada Gambar 1. Sel fo likel pada pinggiran oosit berperan penting dalam penyerapan material lipoprotein yang berasal dari hati ke dalam oosit. Pematangan oosit dicirikan dengan pergerakan awal dari germinal vesicle ke bagian pinggir dan diakhiri dengan tahap pembelahan meosis pertama.
Gambar 1 Bagan potongan ovum yang berkembang (Havey dan Hoar 1979).
Induk baung dikatakan matang telur apabila diameter ovocyt telah mencapai ukuran ledih dari 1,00 mm (Sukendi 2001; Nurmahdi 2005), atau inti tidak berada di tengah 70-75% (100 % matang) dan dengan tingkat kematangan lebih dari 35% atau setara dengan 50% diameter telur rata-rata di atas satu milimeter telah siap disuntik hormon dan diovulasikan (Supriyadi 2005). Di samping pengetahuan tentang pematangan gonad, fekunditas juga diperlukan karena merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kuantitas telur yang dihasilkan, dan fekunditas juga dapat dipengaruhi oleh kekurangan gizi pakan induk (Izquierdo et al. 2001). Menurut Izquierdo et al. (2001), fekunditas adalah total jumlah telur yang dihasilkan oleh masing-masing ikan yang dinyatakan dalam jumlah telur per pemijahan atau jumlah telur per bobot badan ikan . Ikan baung yang berasal dari sungai Batanghari, Jambi memiliki nilai fekunditas antara 4.876 – 79.594 butir (Samuel dan Adjie 1994), sedangkan ikan baung yang berasal dari Sungai Kampar Riau berkisar antara 57.981 – 95.291 bu tir per kg bobot tubuh (Sukendi 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi pematangan gonad yaitu : faktor lingkungan seperti suhu, periode cahaya, musim dan makanan; faktor hormonal yaitu ketersediaan hormon gonadotropin (GtH) (Scott 1979 , dalam Tang dan Affandi 2000). Untuk mempercepat perkembangan gonad induk dapat dilakukan atau dipacu dengan beberapa cara antara lain : dengan memanipulasi faktor lingkungan yaitu suhu, periode cahaya, dan penggunaan hormon serta dengan perbaikan kualitas pakan (Watanabe et al. 1984a,b; Alava et al. 1993; Tang dan Affandi 2000). Peranan Kualitas Pakan dalam Pematangan Gonad Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad khususnya ovarium, karena proses vitelogenesis pada dasarnya merupakan proses akumulasi nutrient dalam kuning telur.
Pada dasarnya kualitas telur
sangat ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Defisiensi nutrient terutama asam amino, vitamin dan mineral dapat menyebabkan perkembangan telur terhambat dan ahkirnya terjadi kegagalan ovulasi dan pemijahan. Perkembangan gonad terjadi apabila terdapat kelebihan energi untuk pemeliharaan tubuh, sedangkan kekurangan gizi dapat menyebabkan telur mengalami atresia (Mayunar 2000 ).
Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pematangan gonad, kualitas pakan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kualitas telur yang dihasilkan (Watanabe et al. 1984a; Mokoginta et al. 1995). Telah diketahui, beberapa nutrient yang memiliki peran penting pada kualitas dan kuantitas telur serta sperma yang dihasilkan adalah asam lemak essensial, vitamin A, C, E dan mineral Mn serta Zn (Alava et al. 1993). Setiap spesies ikan membutuhkan zat gizi yang baik, yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta energi untuk aktivitas hidupnya. Ketersediaan energi dalam pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena kebutuhan setiap spesies ikan akan energi berbeda dan dipengaruhi oleh umur dan ukuran ikan. Menurut NRC (1993), energi sangat diperlukan oleh ikan untuk proses metabolisme, perawatan tubuh, aktivitas fisik, pertumbuhan dan reproduksi. Energi yang dibutuhkan untuk kegitan -kegiatan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi.
Besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan
dipengaruhi oleh ketersediaan energi didalam pakan, kondisi fisik ikan, dan kondisi perairan (suhu dan oksigen terlarut). Disamping itu, keseimbangan energi protein dan asam lemak sangat berpengaruh terhadap tingkat perkembangan gonad dan kualitas telur yang dihasilkan. Menurut Khan et al. (1993), pertumbuhan maksimum ikan baung (Mystus nemurus) yang berukuran 25,4 g dicapai dengan pemberian pakan protein 42 % dan protein energi ratio 27,2 mg protein kJ- 1 (113,82 mg protein /kcal) DP/E (digestible protein energy ratio). Reis, Reutebuch dan Lovell (1989) menyatakan, bahwa kebutuhan ikan channel catfish (Ichtalurus punctatus) yang berukuran 63,8 g terhadap protein adalah 35% dan energi
28,7 g protein kJ- 1 (120 g
protein/kcal) DE (digestible energy). Ng et al. (2001) melaporkan bahwa protein pakan sebesar 440 g.kg-1 dengan rasio energi dan protein sebesar 20 mg protein kJ- 1 gross energy memberikan pertumbuhan maksimum pada benih ikan baung (M. nemurus). Selanjutnya Kurnia (2002) melaporkan bahwa untuk menghasilkan efisiensi pakan dan pertumbuhan terbaik benih ikan baung (bobot awal 5,3 ± 1,3 gr) dapat menggunakan pakan dengan kadar protein 29,1% dan rasio protein 11,5 mg.kJ-1 dengan total energi 798,5 kJ DE/g (3341,11 kkal DE/kg) atau kadar protein ditingkatkan sebesar 37,4% namun rasio energi protein diturunkan menjadi 8,9 mg.kJ-1 dengan total energi 795,2 kJ DE/g (3327,11 kkal DE/kg). Protein merupakan komponen essensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan
jumlah dan komposisi kuning telur menentukan besar kecilnya ukuran telur, dan ukuran telur merupakan indikator kualitas telur (Kamler 1992).
Sedangkan
komposisi kimia kuning telur bergantung kepada status nutrien yang diberikan dan kondisi induk itu sendiri. Menurut Watanabe et al. (1984b) kadar protein pakan untuk reproduksi ikan rainbow trout 36% dan lipid 18%. Watanabe et al. (1985 ) menyatakan bahwa kadar protein pakan 43,1%, induk red sea bream sudah dapat menghasilkan kualitas telur yang baik yang diindikasikan dengan banyaknya telur yang mengapung. Selanjutnya, Suhenda et al. (2002) menyatakan bahwa induk ikan baung dapat matang gonad pada umur 16 bulan dengan pemberian pakan berkadar protein 30 % sebanyak 3 % bobot badan per hari. Lipid sangat penting sebagai sumber energi dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan pe rkembangan normal, serta memegang peranan penting dalam proses reproduktif terutama fase awal perkembangan larva ikan (Wilson 1995). Menurut Izquerdo et al. (2001), lipid dan komposisi asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan reproduksi. Pada beberapa spesies ikan HUFA (highly unsaturated fatty acids) dapat meningkatkan fekunditas, pembuahan dan kualitas telur. Disamping itu, peranan asam lemak esensial adalah sebagai penyusun struktur dan komponen membran sel, polar lipid biomembran serta precursor prostaglandin (Bell et al. 1986) yang disintesa dari asam lemak esensial golongan arachidonat pada hewan terestrial dapat meningkatkan kehamilan (Muchtadi et al. 1993). Pada ikan, asam lemak tidak jenuh seperti linolea t (18:2n -6) dan linolenat (18:3n-3) merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva . Kekurangan dan kelebihan asam lemak esensial berpengaruh negatif terhadap pencapaian reproduktif ikan (Izquerdo et al. 2001). Pakan induk yang kekurangan asam lemak essensial menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah (Watanabe et al. 1984a). Demikian juga Li et al. (2005) menyatakan bahwa kelebihan dan kekurangan n-3 HUFA dalam pakan dapat menimbulkan efek negatif terhadap kualitas telur dan larva. Dari berbagai penelitian telah diketahui bahwa ada tiga kelompok ikan jika ditinjau dari kebutuhan asam lemak esensial dalam pakanya. Kelompok pertama adalah ikan yang lebih memerlukan asam lemak linoleat (n-6), kelompok kedua lebih memerlukan asam lemak linolenat (n-3), sedangkan kelompok ketiga memerlukan kedua asam lemak tersebut (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Kebutuhan asam lemak esensial pada benih dan ikan dewasa (Sargent et al., 2002). Asam lemak esensial
Spesies ikan
% bobot kering
Ikan Air Tawar Rainbow trout (Oncorhyncus mykiss)
18:3n-3
0,7 – 1,0
n-3 HUFA
0,4 – 0,5
Chum salmon (Oncorhyncus keta)
18:2n-6 dan 18:3n- 3
1,0 untuk masing-masing
Coho salmon (Oncorhyncus kisutch)
18:2n-6 dan 18:3n- 3
1,0 untuk masing-masing
Cherry salmon (Oncorhyncus masou)
18:3n-3 atau n-3 HUFA
1,0
Arctic charr (Salvelinus alpinus)
18:3n-3
1,0 - 2,0
Carp (Cyprinus carpio)
18:2n-6
1,0
18:3n-3
0,5 – 1,0
18:2n-6 dan 18:3n- 3
1,0 dan 0,5
Oreoc hromis zilli
18:2n-6
1,0
Oreoc hromis nilotica
Grass carp (Ctenopharyngodon idella) Tilapia :
18:2n-6
0,5
Eel (Anguilla japonica)
18:2n-6 dan 18:3n-3
0,5 untuk masing-masing
Ayu (Plecoglossus altivelis)
18:3n-3 atau 20:5n- 3
1,0
Milkfish (Chanos chanos)
18:2n-6 dan 18:3n- 3
0,5 untuk masing-masing
Chanel catfish (Ictalurus punctatus)
18:3n-3
1,0 – 2,0
n- 3 HUFA
0,5 – 0,75
n-3 HUFA
0,8
AA
0,3
20:5n-3 atau n-3 HUFA
0,5
20:5n-3 dan 22: 6n- 3
1,0 dan 0,5
n-3 HUFA
0,9 (DHA : EPA = 1)
n-3 HUFA
1,9 (DHA : EPA = 0,5)
DHA : EPA
0,5
Striped jack (Pseudocaranx dentex )
22:6n-3
1,7
Yellowtail flounder (Pleuronectes ferrugineus)
n-3 HUFA
2,5
Ikan Air Laut Turbot ( Scophthalmus maximus)
Red sea bream ( Pagrus major)
Gilthed sea bream ( Sparus aurata)
AA, arachidonic acid; DHA, docosahexsaenic (22:6n- 3); EPA, eicosapentaenic (20:5n-3); HUFA, highly unsaturated fatty acid.
Pada umumnya, ikan air tawar membutuhkan asam lemak n -6 atau kedua asam lemak n-6 dan n-3, namun untuk setiap spesies ikan membutuhkan kadar asam lemak esensial yang berbeda (Takeuchi 1996 ). Seperti pada ikan lele, untuk pematangan gonad dan peningkatkan kualitas telur, diperlukan asam
lemak linoleat (n-6) 1,85% dan asam lemak linolenat (n-3) 0,56% dalam pakannya (Mokoginta et al. 1995), dan untuk induk patin memerlukan asam lemak n-3 0,9% dan asam lemak n-6 2,2% pada kadar lemak 12,87 g/100 g bobot kering pakan (Mokoginta et al.
2000). Sedangkan untuk ikan baung,
pemberian asam lemak esensial n-3 dan n-6 sebesar 0,5 % dan 1,0% dalam pakannya
dapat
meningkatkan
pertumbuhannya
(Phromkunthong
dan
Midkhadee 2001). Vitamin merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan ikan dari makanannya, karena ikan tidak dapat mensintesa sendiri di dalam tubuhnya. Kebutuhan vitamin oleh ikan bervariasi menurut spesies, ukuran, dan umur ikan (NRC, 1993). Vitamin E berfungsi sebagai anti oksidan, terutama untuk melindungi asam lemak tak jenuh pada fospholipid dalam membrane sel. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan seca ra bersamaan untuk pematangan gonad ikan, dan do sis vitamin E dalam pakan akan bergantung pada kandungan asam lemak esensial yang ada dalam pakan tersebut.
Semakin tinggi kandungan
asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E ini meningkat pula (Cahu et al. 1993). Namun demikian, dalam konsentrasi asam lemak yang berbeda, kisaran kebutuhan vitamin E untuk induk rainbow trout adalah antara 30 -50 mg/kg pakan (Cho et al. 1985). Sementara itu untuk ikan salmon, mas, dan channel catfish kebutuhan vitamin E ini masing-masing adalah 100, 300 mg/kg pakan serta 100 IU/kg pakan (Watanabe 1988; Hepher 1990), sedangkan untuk induk ikan patin (Pangasius hypophthalmus) kadar vitamin E yang paling baik untuk kualitas telur adalah sebesar 190 mg/kg pakan (Yulfiperius 2001 ). Vitamin C, nama lainnya adalah L-ascorbic acid, bersama -sama dengan vitamin E secara sinergis berperan sebagai anti oksidan di dalam sel (Halver, 2002). Dalam perkembangan gonad, vitamin C berperan dalam proses vitelogene sis dan embryogenesis (Masumoto et al. 1991). Dari hasil penelitian Waagbo et al. (1989) menunjukkan bahwa vitelogenin plasma induk ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) yang menerima pakan dengan penambahan vitamin C, lebih tinggi dibandingkan induk yang memperoleh pakan tanpa penambahan vitamin C. Dengan demikian penambahan vitamin C di dalam pakan penting untuk proses pembentukan vitelogenin yang dilakukan oleh induk ikan betina, sehingga akumulasi materi di dalam kuning telur dapat terpenuhi bagi peningkatan kelangsungan hidup e mbrio dan larva ikan.
Efektivitas Sumber Asam Lemak Bell et al. (1986) mengemukakan bahwa sumber dari lemak akan menentukan susunan asam lemak essensialnya. Pada tubuh ikan, asam lemak tersebut merupakan salah satu senyawa fosfolipid membran sel, dimana sifat fluiditas membran sel pada ikan dipengaruhi oleh komposisi asam lemak penyusunnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sifat fisik dari membran sel ditentukan oleh fosfolipid yang ada pada membran, komposisi asam lemak pada fosfolipid dan interaksinya dengan kolesterol dan protein. Adanya asam lemak tak jenuh pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran dan memperbaiki fungsi membran. Pada ikan atau hewan poikilotermik lainnya, adanya beberapa tingkatan asam lemak tak jenuh pada membran selnya adalah penting untuk beradaptasi terhadap temperatur lingkungan yang berbeda. Hepher (1990) mengemukakan bahwa fosfolipid terutama fosfatidilserin dan fosfatidilgliserol dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel, dan selanjutnya sifat fluiditas membran sel akan mempengaruhi aktifitas enzim yang terdapat pada membran seperti (Na+/K+) ATP-ase. Bhagavan (1982) mengemukakan bahwa fosfolipid disusun oleh gliserol, fosfat, asam lemak essensial dan non essensial. Asam lemak essensial terutama asam lemak da ri kelompok high ly unsaturated fatty acids (HUFA) dan poly unsaturated fatty acids (PUFA) mempunyai peranan yang penting untuk kegiatan metabolisme, komponen membran, senyawa awal prostaglandin, tromboksan, prostasiklin dan leukotrin. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kebutuhan asam lemak pada hewan air adalah suhu dan salinitas. Ikan-ikan di perairan hangat dan perairan tawar membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-6 dan n-3 sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan laut yang suhunya cenderung lebih rendah lebih membutuhkan asa m lemak n-3. Penjelasan dari perbedaan kebutuhan asam lemak ini karena struktur asam lemak n-3 memiliki derajat ketidak jenuhan yang lebih tinggi yang dibutuhkan oleh fosfolipid membran untuk mempertahankan fleksibilitas dan permeabilitas membran sel pada suhu rendah (Lovell 1989). Lebih lanjut dikemukakan bahwa ikan air tawar seperti rainbow trout memiliki kemampuan untuk memperpanjang rantai karbon dan melakukan desaturasi asam lemak n-3 dari asam lemak 18:3n-3 atau asam lemak n-3 yang lebih panjang, sedangkan ikan laut tidak dapat melakukan perpanjangan rantai karbon asam lemak sehingga pakannya perlu ditambahkan highly unsaturated fatty acids (HUFA) yaitu EPA (Eicosapentaenoic acid, C20:5)
dan DHA (Docosahexaenoic acid, C22:6). Demikian pula udang dan krustasea lainnya tidak dapat memperpanjang asam linolenat menjadi poly unsaturated fatty acid (PUFA) atau tidak dapat mensintesis kolesterol (Teshima et al. 1982, dalam Cuzon et al. 1994), sehingga pakan untuk krustasea perlu ditambahkan PUFA dan kolesterol yang digunakan untuk pembentukan biomembran dan pembentukan hormon-hormon steroid (Cuzon et al. 1994). Pengaruh Asam Lemak Teroksidasi dalam Pakan Terhadap Ikan Lemak dalam tepung ikan sangat mudah teroksidasi akibat kontak dengan udara (oksigen). Asam lemak tak jenuh rantai ganda (PUFA) terutama HUFA sangat mudah teroksidasi selama proses pembuatan tepung ikan, pakan dan selama penyimpanan (Ingold 1962; Topple 1962; Labuza 1971, dalam Hung et al. 1983). Lemak yang teroksidasi dapat meracuni beberapa spesies ikan (Hung et al.
1983; Zonneveld et al.
1991) karena menghasilkan senyawa
peroksida dan keton yang bersifat toksit. Disamping itu, lemak yang teroksidasi meyebabkan terjadinya perubahan profil asam lemak yaitu meningkatnya asam lemak bebas dan menurunnya HUFA. Sumbangan lemak yang teroksidasi dari tepung ikan ke dalam pakan atau teroksidasinya lemak dalam pakan selama prosesing dan penyimpanan mungkin mempunyai pengaruh yang negatif terhadap mutu pakan secara keseluruhan, terutama kandungan asam lemak esensialnya (EFA). Asam lemak yang telah mengalami oksidasi ini akan menurunkan nilai nutrisi pakan, serta menghasilkan bau yang tidak enak (tengik) (Zonneveld et al. 1991). Hashimoto et al. (1966) dalam Hung et al. (1983) menemukan adanya penyakit “Sekoke” suatu penyakit kekurangan gizi pada daging ikan mas akibat pemberian pakan lemak teroksidasi. Selanjutnya, Murai dan Andrews (1974), dalam Hung et al. (1983) menemukan bahwa pemberian pakan dengan lemak teroksidasi dapat mengakibatkan rendahnya gizi daging ikan channel catfish jika pakan tidak ditambahkan ?-tocopherol. Disamping itu, lemak yang teroksidasi mungkin dapat berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan selama masa reproduksi. Tingkat Konsumsi Pakan dan Pertumbuhan Pertumbuhan ikan sangat bergantung kepada keseimbangan protein dan energi yang tersedia dalam pakan. Pakan yang mempunyai kadar protein tinggi belum tentu dapat mempercepat pertumbuhan apabila total energinya rendah.
Karena energi pakan terlebih dahulu dipakai untuk kegiatan metabolisme standar (maintenance). Kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh harus terpenuhi terlebih dahulu, dan apabila berlebih maka kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan (Lovell 198 9). Oleh karena itu, untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal maka dalam menyusun ransum ikan perlu diperhatikan keseimbangan antara protein dan energinya. Pakan yang kandungan energinya rendah akan menyebabkan ikan menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk keperluan metabolisme, sehingga bagian protein untuk pertumbuhan menjadi berkurang. Demikian sebaliknya jika kandungan energi pakan terlalu tinggi akan membatasi jumlah pakan yang akan dikonsumsi oleh ikan. Keadaan ini akan membatasi jumlah protein yang dimakan ikan, yang mengakibatkan pertumbuhan menjadi relatif rendah.
Faktor dan Proses Pendukung Perkembangan Kematangan Gonad dan Kualitas Telur Kesiapan Pertumbuhan Reproduktif (Vitelogenin) Pertumhunan reproduktif dimulai setelah ikan mencapai umur dewasa kelamin , dimana organ reproduksi dan sistim hormone telah sempurna yang ditandai dengan kesiapan hipotalamus untuk mensekresikan gonadotropin releasing hormone (GnRH) dan hipofisa untuk mensekresikan hormone-hormon gonadotropin (GtH). Dengan adanya sinyal lingkungan yang baik vitelogenin akan berjalan dengan sempurna . Proses pembentukan vitelogenin dirangsang oleh hormone dan adanya perangsangan hormone ini dimulai dengan adanya sinyal lingkungan seperti fotoperiodik, suhu dan lain-lain yang kesemuanya akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan GnRH yang disekresikan ke dalam darah akan merangsang hipofisa untuk mensekresikan hormone -hormon gonadotropin (GtH). GtH ini akan dibawa oleh darah menuju gonad (lapisan filikel dan ovari), sebagai responnya akan dihasilkan hormone estrogen (estradiol-17ß), yang selanjutnya diangkut oleh darah menuju organ hati, dan didalam hati secara spesifik akan merangsang pembentukan vitelogenin. Vitelogenin yang dibentuk dihati ini akan disekresikan kembali ke dalam darah dan secara selektif vitelogenin akan diserap oleh oosit.
Ketersediaan Kolesterol-testosteron Proses kematangan telur mulai terjadi apabila telur telah melalui proses vitelogenin mencapai telur siap matang.
Proses vitelogenesis menghasilkan
vitelogenin dikontrol oleh hormone GtH I (Methyl Testosteron) serta dibatasi oleh ketersediaan materi khususnya kolesterol, asam lemak tak jenuh sebagai bahan estradiol-17ß untuk merangsang pembentukan vitelogenin atas bantuan enzim aromatase.
Apabila hormone, vitelogenin dan materi pakan tidak mampu
menunjang proses vitelogenesis maka proses kematangan oosit tidak terjadi. Lingkungan Faktor lingkungan yang mengaruhi dan menentukan daur reproduksi ikan atara lain suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, CO2 bebas, pH, amonia dan alkalinitas.
Diantara faktor lingkungan tersebut yang paling berpengaruhi
terhadap perkembangan gonad ikan adalah suhu, selain itu periode cahaya dan musim (Sjafei dkk 1992; Scott 1979, dalam Tang dan Affandi 2000). Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa induk ikan baung akan memilih habitat yang cocok
untuk memijah.
Hasil pengukuran parameter
kualitas air di daerah pematangan gonad dan pemijahan induk ikan baung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
Data kualitas air dari beberapa lokasi pemeliharaan untuk pematangan gonad induk ikan baung, Hemibagrus nemurus. Nilai kisaran
No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter fisika-kimia Air O
Suhu ( C) pH Oksigen (ppm) Kecerahan (cm) Kecepatan arus (m/dt) Kekeruhan (NTU) CO2 (ppm) Amoniak (mg/l)
Kolam a 26 - 31 7,3 - 8,0 6,5 - 8,4 40 - 48 -----
Sungai a 28 - 2 9 7,1 - 7,2 3,6 - 7,0 20 - 3 0 0,3 - 0,74 ----
b 26,0 - 27,5 6,8 - 7,2 7,15 - 8,19 60 - 8 5 -30,80 - 40,50 3,00 - 4,24 --
Kolam c 27 ,9 - 3 0,5 5,7 - 7,5 3,1 - 5,48 40 - 6 5 ---0,01 - 0,04
Sumber data : a = Tang et al. (1999). b = Sukendi (2001), c = Supriyadi (2005) dan Nurmahdi (2005)