PERFORMA PEMATANGAN GONAD DAN PEMIJAHAN INDUK BANDENG (Chanos-chanos) GENERASI 1 (G1) PADA PEMELIHARAAN SECARA TERKONTROL Tony Setia Dharma, Gigih Setia Wibawa, Irwan Setiadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Email:
[email protected] Pos 140 Singaraja 81101
Abstrak: Penelitian ini dilakukan di BBPPBL dengan hewan uji induk bandeng hasil seleksi. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui profil pematangan gonad dan pemijahan induk ikan bandeng hasil seleksi dengan implan hormon.Penelitian dilakukan dengan menggunakan bak beton sebanyak 2 buah volume 150 m³, masing-masing bak diisi 60 ekor induk bandeng dengan panjang total awal ratarata 72,90 ± 2.80 cm dan bobot 3,90 ± 0,35 kg. Perlakuan dalam penelitian ini adalah (A) hormone, (B) Tanpa hormon. Hormon yang digunakan untuk pematangan gonad adalah LHRH-a. Dosis yang diberikan 50 µg/kg berat badan. Pemeliharaan induk dilakukan sesuai dengan standar (SOP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormone LHRA-a melalui implantasi menghasilkan perkembangan gonad dan performansi pemijahan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan tanpa hormon. Jumlah induk yang matang gonad sebanyak 14 ekor pada sampel pengamatan sebanyak 25 ekor dengan ukuran panjang dan bobot mencapai 76,13 ± 3,25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg. Hasil pengamatan diameter oosit mencapai 150-450 µm, sedangkan pada induk jantan memiliki sperm dengan stadia positif tingkat 1, 2 dan 3. Pada pemberian hormone induk memijah sebanyak 10 kali dan jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 1.590.000 butir, sedangkan tanpa hormone 4 kali dihasilkan telur sebanyak 630.000 butir. Kualitas telur yang dihasilkan lebih baik, memiliki derajat pembuahan (FR) sekitar 30-95% dan ketahanan larva (SAI) mencapai masa pemeliharaan 2-5 hari. Kata kunci: induk bandeng, seleksi, pertumbuhan, dan tingkat pematangan gonad. Abstract: This research was conducted in Gondol Research Institute of Mariculture Bali, using milk fish on the concrete tanks 150 m³.. The objective of this reseacrh was to know the performace of gonad maturations development activities of brood stock from individual selection. Research carried out by using two concrete tankswith each tank hasvolume 150 m³. Each tank contains 60 breeding milk fishes with the initial average total length 72.90±2.80c mand weight 3.90±0.35 kg. In this recearch, two treatments are applied; with hormone (A) and without hormone (B).The LHRH-a implant hormone doze were 50 µg/kg. Maintenance of the broodstock uses the standar operational procedure (SOP) in order to have spawn and gonad maturations. The result of the experiment showed that the fishes in the treatment gave better results in gonad developed in stage of
1
reproduction on treatment of with hormone. Number of breeder mature were 14 pc on 25 pc sample breeder observed with the length and weight reached 76.13 ± 3.25 cm and a weight of 5.40 ± 0.32 kg.The gonad maturations (TKG) and development on male and female breeder diameter of oocyte and sperm were 150-450 µm and positive 1, 2 and 3 respectively. The brooder was spawn on intemidiate culture. The number of eggs and frequenty of spwan were 10 times and 4 times number of eggs 1,590,000 and 630,000 pc. The quality of eggs were 30-95% for fertilities and 2-5 days for SAI. Keywords: growth, gonad development, milkfish broodstock and selection
PENDAHULUAN Ikan bandeng, Chanos chanos merupakan salah satu ikan ekonomis penting di pangsa pasar Asia. Ikan bandebg juga mempunyai daerah penyebaran yang luas yaitu di laut tropik Indo Pasifik. Kawasan dominan di daerah Asia, meliputi perairan di Burma, Thailand, Vietnam, Philipina, kemudian Malaysia dan di Indonesia. Di Indonesia daerah penyebaran bandeng yang telah diketahui meliputi perairan pantai di Timur Sumatra, Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian dan Nusa Tenggara termasuk Bali. Teknologi pembenihan ikan bandeng berhasil sejak tahun 1990. Mulai pertengahan tahun 1994 teknologi ini telah diadopsi oleh masyarakat dalam rangka memproduksi benih. Dalam perkembangan teknik produksinya, masyarakat dan pemerintah melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan produksi mulai dengan pemberian pakan yang sederhana hingga pakan jenis yang bermutu. Serangkaian produksi benih ini tidak lepas dari peran hatchery lengkap (HL) yang mampu untuk menyediakan telur-telur bandeng dalam jumlah yang cukup dan juga kontinyu. Meningkatnya permintaan benih bandeng untuk pasar domestik sangat tinggi serta export ke beberapa negara meningkat. Oleh karenanya kualitas benih bandeng produksi hatchery skala rumah tangga harus diperhatikan terutama managemen
2
pakan dan lingkungan yang terkontrol. Tujuannya adalah agar kualitas benih yang dihasilkan dapt memenuhi standar ekspor. Benih bandeng hasil dari hatchery sekitar pantai utara Bali sepuluh tahun terakhir ini mendominasi pasar lokal maupun eksport terutama ke Phillipina. Maka kualitas benih yang diminati pasar sangat diutamakan. Hal ini nampaknya sangat erat kaitannya dengan mutu induk bandeng sebagai kunci utama dalam proses pembenihan selain teknik produksi benih bandeng yang sudah berkembang. Penyebaran ikan bandeng yang sudah lama terjadi diduga dapat mempengaruhi pertumbuhannya, seperti yang terjsdi pada ikan Nila. Penyebaran yang pesat menyebabkan kualitas ikan bsndeng tidak terkontrol dan cenderung menurun. Hal ini diduga karena banyak terjadi silang dalam (Inbreeding) di dalam proses usaha budidaya yang meliputi pembenihan dan pembesaran. Secara umum indikasi dari penurunan kualitas genetik ikan bandeng ini bisa ditandai dengan sifat-sifat seperti pertumbuhan lambat, tingkat kematian yang tinggi dan matang kelamin dini. Menurut Marther et al. 2001 bahwa peningkatan produksi dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas benih ikan dengan penerapan rekayasa genetic dan kawin silang dari beberapa induk unggul. Dengsn demikian bisa diharapkan mampu
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
untuk meningkatkan laju pertumbuhan fenotip benih hasil perkawinan silang. Secara genetik ikan bandeng yang berasal dari alam mempunyai keragaman genetik yang tinggi. Namun bandeng hasil dari anakan pertama biasanya mengalami penurunan alel sekitar 50%. Penurunan alel ini kemungkinan akan terjadi terus menerus apabila bandeng yang digunakan untuk memproduksi telur berasal dari turunan-turunan yang tidak diketahui. Selain dari itu dalam upaya produksinya banyak yang menggunakan pakan berupa pellet dengan kualitas rendah protein dan terkesan seadanya sehingga produksi dari telur yang dihasilkan akan menurun dan rendah kualitasnya. Penelitian produksi calon induk bandeng yang berkualitas hasil seleksi (G1) telah dilakukan sejak tahun 2011 dari lokasi asal benih yang terbaik dan bertahap mulai dari pemilihan benih, glondongan, bandeng muda hingga calon induk melalui seleksi individu di tambak. Saat ini sudah dihasilkan induk bandeng hasil seleksi yang dewasa dan siap untuk dilakukan pematangan gonad dan proses pemijahan di bak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pematangan gonad dan pemijahan calon induk ikan bandeng (G1) yang mampu memproduksi telur dengan kualitas yang unggul.
METODE PENELITIAN Proses penelitian dilakukan didalam wadah bak dari beton sebanyak 2 buah dengan volume 150 mᶟ. Ikan uji yang digunakan yalah induk-induk bandeng hasil seleksi individu (G1) dengan panjang total rata-rata 72,90 ± 2.80 cm dan bobot 3,90 ± 0,35 kg. Kepadatan induk sebanyak 60 ekor/bak. Perlakuan dalam penelitian
ini adalah A (implantasi hormon) dan B (tanpa hormon). Induk bandeng setiap bulan diimplan dengan hormon LHRH-a dosis 50 g/kg berat badan sebanyak 3 kali. Induk bandeng perlu dipelihara pada kondisi lingkungan yang baik dan diberi pakan standar berupa pelet komersial dengan kadar protein sekitar 35 %. Untuk meningkatkan kualitas dari pakan ini di tambahkan vitamin E dengan dosis 3 g/kg pakan, minyak ikan 10 ml/kg pakan, kuning telur 20 g/kg pakan dan madu 10 ml/kg pakan. Jumlah pakan dan diberikan sebanyak 3 % biomass setiap hari dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali/hari. Pengamatan secara fenotip yang meliputi pertumbuhan dan pengamatan untuk perkembangan gonad tiap 2 bulan sekali. Parameter yang diamati adalah berupa pertumbuhan panjang dan berat, tingkat kematangan gonad (TKG) serta kualitas air (suhu, oksigen, salinitas, PH).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dengan ada pemberian hormonal maka laju tingkat perkembangan gonad dan pemijahan induk bandeng (G1) lebih cepat bila dibandingkan tanpa hormon. Pertumbuhan panjang dan bobot akhir dari induk bandeng hasil seleksi yang dipelihara di dalam bak A (hormon) bisa mencapai 76.13 ± 3.25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg. Bak B (tanpa hormon) panjang total 75.04 ± 2,80 cm dan bobot 5,25 ± 0,35 kg. Hasil pengamatan untuk tingkat perkembangan gonad dan pemijahan serta pertumbuhan induk bandeng G1 yang dipelihara di dalam bak beton pada tabel 1, 2 dan 3 serta gambar 1,2, dan 3
Tony SD, Gigih SW, Irwan S: Performa Pematangan Gonad
3
Tabel 1. Profil perkembangan gonad dan sperm induk bandeng, Chanos-chanos Forskall (G1) selama penelitian berlangsung.
Perlakuan Bulan
Pengamatan TKG induk betina Neg PV SV MV LV
A. Induk hasil seleksi + Hormon / Breeder + hormone Pebruari -
TKG induk jantan Neg +1 +2 +3
-
-
ketrang an Sampel induk 25 ekor. Terdapat 8 ekor betina dan 6 ekor jantan -
Maret
-
-
1
1
-
-
1
-
-
April
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mei
-
2
1
-
-
-
1
1
-
Juni
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Juli
-
2
3
2
-
-
1
2
1
Agustus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
September
-
2
3
3
-
-
2
2
2
Oktober
-
-
-
-
-
-
-
-
-
November
-
1
3
3
1
-
1
3
2
B. Induk hasil seleksi tanpa Hormon Pebruari -
-
-
-
-
Sampel induk 25 ekor. Terdapat 6 ekor betina dan 4 ekor jantan -
Maret
-
1
-
-
-
-
-
-
-
April
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mei
-
1
1
-
-
-
1
-
-
Juni
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Juli
-
1
3
-
-
-
1
2
-
Agustus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
September
-
2
3
1
-
-
1
3
-
Oktober
-
-
-
-
-
-
-
-
-
November
-
2
2
2
-
-
1
3
1
Keterangan Stadia TKG: Negative = Negative PV = Pre vitelogenesis (egg diameter < 100 µ) SV = Small vitelogenesis (egg diameter100-250 µ) MV = Medium vitelogenesis (egg diameter 250-450 µ) LV = Large vitelogenesis (egg diameter > 450 µ) Positive 1, 2 and 3 = quantity of sperm
4
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Tabel 2. Performa pemijahan induk bandeng, Chanos-chanos Forskall G1 selama penelitian Parameter Induk negative (-) - Jumlah pcs
Hormone
Tanpa Hormon
22
34
- Bobot
5,40 ± 0,32
5,25 ± 0,35
76.13 ± 3.25
75.04 ± 2,80
20 5,40 ± 0,32 76.13 ± 3.25
14 5,25± 0,35 75.04 ± 2,80
18 5,40 ± 0,32 76.13 ± 3.25
12 5,25± 0,35 75.04 ± 2.30
Pemijahan (Spawning) - Jumlah telur Butir
1.590.000
630.000
- Jumlah telur mengapung Butir
1.038.000
324.000
- Diameter telur
1090±15
1080±20
326±0,5
324±0,4
55-95
30-80
3-5
3-4
kg
- Panjang total cm Induk betina - Jumlah pcs - Bobot kg - Panjang total cm Induk jantan - Jumlah pcs - Bobot kg Panjang total cm
µm
- Diameter butir minyak - Daya tetas
µm
%
- Ketahanan larva (S AI)/ hari
Gambar 1. Histology oosit dan spermatosit induk ikan bandeng, Chanos-chanos Forskall G1. A=Telur stadium 1 dengan nucleoli (nl) dan stadium 2 dengan nucleus dan vesicular (v); B = sperm induk jantan stadium III.
Tony SD, Gigih SW, Irwan S: Performa Pematangan Gonad
5
Panjang total (Cm )
Bobot (Kg)
76.4
6
76.2 5
76 75.8
4
75.6
Hormon
Hormon
75.4
3 Tanpa
Tanpa
75.2
2
75 74.8
1
74.6 0
74.4 1
2
3
4
1
5
2
3
4
5
Gambar 3. Pola pertumbuhan panjang dan bobot calon induk ikan bandeng, Chanos-chanos Forskall selama penelitian berlangsung Tabel 3. Hasil analisa proksimat pakan komersial (A) dan (B) induk ikan bandeng, Chanos-chanos Forskall selama penelitian berlangsung. % berat kering / % Dry of weigth Protein Lemak Abu Kadar air
Pakan komersial / commercial fed (A) 35 3,0 9,41 10
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, penggunaan hormon pada induk bandeng hasil seleksi dapat menghasilkan tingkat perkembangan gonad yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan tanpa hormon. Jumlah induk bandeng yang matang gonad sebanyak 14 ekor pada sampel pengamatan sebanyak 25 ekor dengan ukuran panjang dan bobot mencapai 76.13 ± 3.25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg. Tingkat kematangan gonad (TKG) yang dihasilkan adalah diameter oosit bisa mencapai 150-450 u sedangkan pada induk jantan memiliki sperm dengan stadia positif tingkat 1, 2 dan 3 pada bulan Juli, September sampai Nopember
6
Pakan komersial + Vit E, Madu, kuning telur,minyak ikan / Mixe Commercial fed (B) 32,97 10,31 8,36 6,88 (Tabel 1). Pemberian implant hormon luiteniizing hormone releasing hormone analoge (LHRH-a) lebih cepat matang gonad yang diduga telah terjadi proses pemacuan pematangan gonad pada induk ikan. Untuk selanjutnya berperan pada peningkatan hormon organ hypothalamus induk dan diharapkan terjadi pemijahan secara alami. Menurut Lee et al (1986), Prijono et al (1993) dan Watanabe (1995), dalam proses pematangan gonad dan pemijahannya tidak dipengaruhi oleh musim seperti halnya pada ikan kerapu yang bersifat ikan demersal. Beberapa jenis ikan, seperti ikan bandeng pada ukuran bobot 3,70-5,50 kg dan ikan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Nassau grouper, Epinephelus striatus dapat memijah dengan baik setelah disuntik dengan homone LHRH-a dan 17alpha methyltestosteron. Ikan bandeng setiap bulan dapat memijah secara alami, pemijahan tidak mengikuti musim yaitu pada saat gelap dan terang bulan. Secara alami peningkatan pertambahan bobot induk ikan bandeng seiring dengan hal petumbuhannya juga terjadi peningkatan dari jumlah sperma dan juga tingkat perkembangan gonad. Menurut Effendi (1979) dan Mayunar, et al, (1991) dalam proses reproduksi sebagian besar hasil metabolisme digunakan untuk perkembangan gonad. Hasil penelitian Crim et al, (1985) dalam Tamaru et al, (1987) bahwa organ yang berperan untuk proses pematangan gonad pada ikan dipengaruhi adanya hormonal dan perubahan musim, disamping itu adanya peran pemberian vitamin mix dan lain yang dicampurkan pada pakan pellet komersial. Pemberian hormon dan pakan yang ditambahkan bahan vitamin, kuning telur dan minyak ikan dapat memacu tingkat kematangan gonad. Hal ini dapat terlihat bahwa gonad yang dihasilkan ada peningkatan mulai bulan Juli, September dan Nopember. (Tabel 1). Pada pemeliharaan selanjutnya terjadi pemijahan (Tabel 2). Selanjutnya berdasarkan analisa histologis didapatkan hasil bahwa induk ukuran panjang total 76.13 ± 3.25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg sudah dapat matang gonad (Gambar 1). Hasil analisa proksimat pakan yang diberikan pada induk bandeng, kadar lemak sekitar 10,31 % (Tabel 2). Menurut Suwirya., (1994) bahwa kadar lemak dalam pakan berperan penting dalam membantu perkembangan oosit gonad dan spermatosit pada induk betina dan jantan. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitan Priyono, et al. (2004) dan Tridjoko, et al., (2002), bahwa gonad
induk bandeng bisa berkembang dengan baik kemudian akan terjadi pemijahan. Disamping kualitas pakan, maka ukuran dan umur induk ikan bandeng juga akan berpengaruh penting di dalam proses pemijahan. Menurut Prijono et al., (2011) dan Chen and Martinich., (1975) bahwa ikan bandeng yang akan dipijahkan minimal berumur 4 tahun. Hal ini terkait dengan perkembangan diameter oosit gonad yang terjadi peningkatan mencapai sekitar 150-450 µm, adanya peningkatan tingkat kematangan gonad serta adanya singkronisasi dalam proses pemijahan yaitu spermiasi dan ovulasi telur oleh induk jantan dan betina. Sehingga hal ini akan menyebabkan terjadi rangsangan untuk ovulasi dan kemudian akan terjadi pemijahan. Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa selama masa pemeliharaan induk ikan bandeng, kualitas air masih berada dalam kisaran yang aman. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan Prijono, et al (1993) dan Setiadharma, et al (2002) yaitu kisaran kualitas air dari masing-masing perlakuan relatif sama dan masih dalam batas yang normal untuk kehidupan induk karena jumlah pergantian air selama pemeliharaan dalam 24 jam lebih dari 200 %. Kadar oksigen yang terlarut dalam air dalam menunjang kehidupan organisma di dalam air yaitu minimal 2 ppm. Jika oksigen terlarut dalam air menurun akan mengakibatkan gerakan ikan lambat dan tidak lincah selanjutnya hampir semua organisma akan bergerak menuju ke atas permukaan air. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk ikan-ikan tersebut biasanya bisa diusahakan dengan jalan melakukan pergantian air yang seimbang sehingga kondisi kualitas air stabil. Bila laju metabolisme cepat, maka organisme menunjukkan konsumsi dari oksigen yang lebih banyak (Djawad, 1997). Oksigen
Tony SD, Gigih SW, Irwan S: Performa Pematangan Gonad
7
juga dapat merupakan salah satu faktor pembatas. Dikatakan oleh Effendi (2003) bahwa nilai DO pada perairan laut yang ideal adalah sekitar ± 7 mg/L. Nilai kisaran tersebut masih bisa terjaga dengan baik karena selalu dilakukan control dengan pergantian air dan penyiponan dasar bak. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi akumulasi sisa pakan yang dapat menghambat pertumbuhan.
SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian hormone LHRA-a lewat proses implantasi dapat menghasilkan perkembangan gonad dan performansi pemijahan yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa hormon. Jumlah induk hasil seleksi (G1) yang matang gonad sebanyak 14 ekor terdiri dari 8 ekor induk betina dan 6 ekor jantan sampel pengamatan sebanyak 25 ekor dengan ukuran panjang dan bobot mencapai 76.13 ± 3.25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg. Hasil pengamatan diameter oosit mencapai 150-450 um, sedangkan pada induk jantan memiliki sperma dengan stadia positif tingkat 1, 2 dan 3. Pada pemberian hormone induk memijah sebanyak 10 kali dan jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 1.590.000 butir, sedangkan tanpa hormone 4 kali dihasilkan telur sebanyak 630.000 butir. Kualitas telur yang dihasilkan lebih baik, memiliki derajat pembuahan (FR) sekitar 30-95% dan ketahanan larva (SAI) mencapai masa pemeliharaan 2-5 hari.
DAFTAR RUJUKAN Chen,L.C. and R.L. Martinich. 1975. Pheromonal stimulations and metabolite inhibitions of ovulations in zebrafish , Brachydanto rerio in Fish Physiology Edited by W.S. Hoar
8
and D.J. Randall. Academic Press, New York. IX(B): 1-63. Crim, L. W. 1985. Methods for acute and cronic hormone administration in fish, p : 1-9 In Proceeding for a workshop held at Tungkang Marine Laboratory Taiwan, April 22-24, 1985. Djarijah. A.S. 1995. Pakan ikan alami. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 87 hal. Djawad,I.M.1997. Studies on the metabolism of rearing fish larvae. Doctor of Philosophy. Disertations. Hirosima University. Effendi. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 halaman. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius Jogyakarta.258 p. Huet. M. 1971. Texbook of Fish Culture and Cultivation of Fish. Fishing New Book Ltd. England. 436 p. Lee, C.S., C.S. Tamaru, and C.D. Kelly. 1986. Technique making chronic release LHRH-a and 17-alpha methyl testosteron pellet for intramusculer implantation in fishes. Aquaculture. 59:161-168. Mayunar, P. T. Imanto, S. Diani dan T. Yokonawa. 1991. Pemijahan ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus. Bull.Pen. Perikanan (Terbitan khusus) No2. 15-22. Marther,P.B; Lal, S.N and J, Wilson.2001. Experimental Evaluation of Masselections to Im-prove Red Body Colour in Fijian Hybrid Tilapia (Oreochromis niloticus x Oreochromis mossambicus). Aquaculture Research, 32 : 329 – 336.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Pescod, M. B. 1973. Investigation of rational effluent and stream standart of tropical countries. ATT Bangkok. 59 p. Priyono. A, T. Ahmad, T. Setiadharma. 1993. Pengaruh penambahan nutrisi pakan terhadap perkembangan gonad ikan bandeng. J. Pen. Budidaya Pantai. 9 (1): 51-57. Priyono, A.,Setiadharma,T., Imanto, PT., Swastika, M., dan Z.I. Azwar. 2004. Pengaruh dosis pelet hormone terhadap perkembangan sel telur dan gonad induk betina kakap merah, Lutjanus argentimaculatus. Prosiding Lokakarya Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, VII:575582. Priyono.A, T. Aslianti,T. Setiadharma, I.N.Adiasmara Giri. 2011. Petunjuk Teknis Perbenihan Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut. 44 hal. Suwirya, K. 1994. Kecernaan beberapa sumber lemak pakan pada udang windu, Penaeus monodon. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. J. Penelitian Budidaya Pantai. 10 (1) : 43 – 48. Setiadharma . T, Agus Priyono, Nyoman Adiasmara Giri dan Wardoyo. 2002. Aplikasi Penambahan Vitamin E dan C untuk Pematangan Gonad dan Menigkatkan Pemijahan serta kualitas telur Induk Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). 8 Hal. Inpress Tamaru, C.S, C.S. Lee., C.D. Kelly, and J.E Banno., P.Y. Ha, K. Aida and I. Hanyu. 1987. Characterizing the stage of maturity most receptive to an acute LHRH-a therapy for
inducing milkfish (Chanos-chanos) to spawn. Aquaculture.74:147-163. Tridjoko., Ismi, S., Prijono, A., Johnny, F. 2002. Pengamatan profil steroid hormone dalam darah hubungannya dengan pematangan dan pemijahan induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Laporan penyelesaian DIP 2002, halaman. 40-54. Watanabe,W.O., Simon, C.E., Eileen, P.E., William, O.H., Christopher, D.K., Aaron, M., Cheng. S.L., and Paul, K.B. 1995. Progress in controlled breeding of Nassau grouper, Epinephelus striatus broodstock by hormon induction. Aquaculture 138:205-219
Tony SD, Gigih SW, Irwan S: Performa Pematangan Gonad
9
STUDI IDENTIFIKASI PERANGKAP HIDROKARBON PALEOGEN - NEOGEN DI PERAIRAN WOKAM ARU UTARA, PAPUA BARAT: DATA UTAMA HASIL SURVEI KR. GEOMARIN III P. Hadi Wijaya1*, I.W. Lugra1, G.M. Hermansyah1, I.N Astawa1, D. Setiady1, R. Wibowo2 1
Puslitbang Geologi Kelautan, Balitbang Kementerian ESDM, 2 Universitas Jenderal Soedirman
* E-mail:
[email protected],
[email protected] Jl. Dr. Djundjunan No. 236 Bandung 40174 Telp. 022.6032020, Faks. 022.6017887
Abstrak: Perairan Wokam Aru Utara, Papua Barat merupakan bagian tepi utara passive margin Mesozoik Arafura – Australia. Hasil survei dengan KR. Geomarin III di perairan Wokam 2014 diperoleh lintasan seismik Multi Kanal 1.182 km, dan pemeruman batimetri/sub bottom profiles (SBP) 1.510 km. Metode yang dilakukan meliputi: interpretasi penampang seismik hasil survei, pengikatan sumur pemboran dan seismik, analisis petrofisika dan pemetaaan geologi bawah permukaan. Pada penampang seismik telah dilakukan interpretasi aspek struktur geologi dan perlapisan sedimen yang sebelumnya telah diikat dengan data sumur ASA-1X, ASM-1X dan ASB-1X untuk tiga horizon yaitu Top Neogen, Top Paleogen dan Base Paleogen. Peta bawah permukaan Paleogen – Neogen menunjukan beberapa klosur yang berpotensi di bagian batas paparan dengan palung Aru serta bagian barat. Pada bagian Tenggara terdapat kenampakan onlapping sedimentasi. Tipe struktural yang berkembang sebagai perangkap secara dominan berupa graben – half graben dan tilted faul. Onlaping sedimentasi yang mebaji juga dapat berpotensi.Struktur geologi pada area penelitian secara umum dikontrol oleh sesar utama, Zona Sesar Palung Aru Utara di tepian paparan benua sampai lereng, mengarah utara - timur laut ke selatan - barat daya. Struktur ikutan yaitu sesarsesar normal mengarah utara - timur laut ke selatan - barat daya di paparan sebelah timur zona sesar utama. Studi awal potensi migas ini teridentifikasi empat lokasi potensi perangkap hidrokarbon dari umur Paleogen - Neogen, yaitu satu lokasi dari Peta Base Paleogen, dua lokasi Top Paleogen dan satu lokasi Top Neogen. Kata kunci: Wokam, Aru, migas, seismik, struktur, interpretasi, jebakan, Geomarin III Abstract: WokamAru waters of the North, West Papua is part of the northern edge of the passive margin Mesozoic Arafura- Australia. The survey results with the Geomarin III Research Shipin Wokam waters in 2014 obtained seismictrajectory of multichannel 1,182 km and bathymetry / sub-bottom profiles (SBP) 1,510 km. The methodsare interpretation of seismicprofile from results of the survey, the binding of the well drilling and seismic, analysis of
10
petrophysicaland mapping subsurface geology. In the seismic interpretation has been carried out aspects of the geological structure and layering of sediment that have previously been tied to well log data ASA-1X, ASM-1X and 1X ASB for three horizon, namely TopNeogene, TopPaleogene and Base Paleogene. Map subsurface Paleogene - Neogeneklosur showed some potential in the limit of exposure to the Aruocean trenchesandthe west. In the South East, there is the appearance of onlappingsedimentation. The structural type is growingasa trap predominantly in the form of graben - halfgraben and tilted faul. The geology Structurein the study area is generally controlled by a major fault, Fault Zone of the NorthArutrench on theedges ofthe continental shelfto the slopes, leading to the north – northeast to south - southwest. The structure of follow-up, fault-normal fault leads to the north - northeast to south - southwest on the shelf eastto themajor faultzone. Preliminary studies of potentialoil and gas have identified four potential locations of hydrocarbon traps of Paleogene - Neogeneage, ie the location of the Mapof Base Paleogene, two locations in the Top Paleogene and one location in the TopNeogene. Keywords: Wokam , Aru , oil and gas , seismic , structural , interpretation , trap , Geomarin III
PENDAHULUAN Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional, Pasal 1 Ayat 4: Kebijakan Energi Nasional yang selanjutnya disingkat KEN adalah kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi. Program ketahanan energi nasional, yang khususnya penambahan sumber daya dan cadangan minyak dan gas adalah salah satu prioritas utama kebijakan energi nasional. Untuk itu maka penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut di wilayah offshore frontier yang akan mendukung usaha eksplorasi migas di Indonesia menjadi lebih berkembang. Cekungan Palung Aru termasuk salah satu cekungan yang sangat berpotensi migas. Pihak Ditjen Migas pernah menawarkan beberapa blok migas dan salah satunya adalah blok Wokam (Sumber: Ditjen Migas, 2011)
Berkaitan dengan masih rendahnya capaian pada penjualan wilayah kerja migas 2001 – 2010 dan upaya mendukung keberhasilan proses penyiapan wilayah kerja migas di bawah wewenang Ditjen Migas ESDM, kajian yang optimal dan komprehensif di wilayah lepas pantai dan laut-dalam penting untuk dilakukan. Hasil screening Forum Grup Diskusi (FGD) Balitbang tahun 2013 menginformasikan bahwa Cekungan Palung Aru termasuk prioritas pertama yang perlu dilakukan studi eksplorasi migas. Lokasi daerah penelitian Lokasi dari daerah penelitian yaitu Perairan Papua Barat di bagian Selatan dan berbatasan dengan Kepulaun Aru bagian Utara dengan luas area 39.340 km2 atau panjang 215 km ke arah barat laut – tenggara dan lebar 180 km arah timur laut – barat daya. Koordinat dan lokasi survei dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
11
Tabel 1. Titik kordinat lokasi survei Migas Wokam – Aru Utara Bujur 133° 36' 11.6712" 135° 28' 19.8588" 136° 1' 39.1548"
Lintang -5° 47' 9.9492" -6° 20' 56.0292" -4° 49' 16.2516"
Dari aspek cekungan migas, daerah penelitian terletak pada Cekungan Palung Aru yang merupakan cekungan yang memiliki sumur pemboran namun belum berproduksi migas. Berdasar perolehan data seismik dan data sumur pemboran, daerah penelitian termasuk area yang relatif kurang memiliki data seismik dan data sumur pemboran. Wilayah Blok Wokam dan sekitar dimana terletak di tepi timur Cekungan
X (UTM 84) 345,347 552,223 613,944
Y (UTM 84) 9,360,251 9,298,204 9,467,016
Palung Aru Utara, perairan Papua Barat, merupakan wilayah yang sudah pernah ditawarkan pada lelang reguler Direktorat Jenderal Migas antara tahun 2001 – 2012 namun sampai saat ini masih terdapat area kosong yang berpeluang untuk ditawarkan sebagai WK migas baru. Data sekunder sumur pemboran antara lain: ASA-1X, ASB-1X dan ASM-1X (Gambar 1, 2, 3).
Gambar 1. Lokasi penelitian yang terletak di perairan sekitar Pulau Wokam, Papua Barat Tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasikan potensi awal migas dengan penambahan data seismik multi channel. Khususnya adalah peluang lokasi dari perangkap selama Paleogen –
12
Neogen sebagai salah satu unsur yang mendukung sistem petroleum di wilayah laut dangkal sampai laut dalam perairan sekitar Pulau Wokam.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Sejarah Eksplorasi Migas di Lokasi Penelitian Wilayah perairan di sekitar pulau Wokam memiliki sejarah eksplorasi yang panjang dari tahun 1973 sampai dengan sekarang. Berikut ini sejarah eksplorasi (Gambar 2): Tahun 1973-1978: Philips Petroleoum (Ara-fura Sea Block), melakukan akuisisi 2D seismik 8500 km dan 5 pemboran eksplorasi ASA-1; ASB-1; ASE-1; ASF-1 & ASM-1 (semua dry hole) Tahun 1980-1988 : Amoco (Kamura Block), sebagian besar di onshore Papua Selatan dan sebagiannya di perairan
dangkal, telah dilakukan 1 pemboran eksplorasi South Oeta-1 (dry hole) Tahun 1985-1995: Diamond Shamrock (Aru Block), melakukan akuisisi 2D seismik 5100 + 4275 km , Diamond Shamrock diambil alih oleh Maxus dengan 1 (satu) sumur eksplorasi Buaya Besar-1 (Dry) dan Kola-1 (Gas Show dari Cretaceous Sst) Tahun 1997- 2009 : KNOC (Wokam Block), melakukan akuisisi 2D seismik 2200 km dan 3D seismik +225 km2 yang diikuti dengan 1 sumur eksplorasi Bumerah-1 well (Non Comm Gas-high CO2 content).
Gambar 2. Sejarah eksplorasi migasi di wilayah bagian barat Papua (Ditjen Migas, 2010) Geologi Regional Daerah Penelitian Kerangka Tektonik Indonesia Timur bila ditinjau secara tektonik terletak di zona interaksi antara 3 lempeng utama tektonik, yaitu Eurasia, Indo Australia,dan Lempeng Pasifik. Tiga
lempeng utama telah saling menumbuk, buckling dan menekan sebelum Miosen. Daerah ini adalah sangat komplek dan telah aktif sejak Paleozoik dan berlanjut sampai saat ini. Beberapa mikro kontinen dan fragmen samudera telah lepas, dan
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
13
telah terpisah menjadi active margin dari evolusi tektonik Cenosoik Akhir Bagian Timur Indonesia. Hasil interaksi tektonik ini terlihat dari konfigurasi cekungan-cekungan di daerah tersebut saat ini, dimana paparan Australia Barat Laut (NW) dan cekungancekungan Arafura/Barakan di Indonesia didominasi cekungan Paleosoik sampai Mesosoik dan yang berhubungan dengan sistem tektonik regangan. Wilayah Kepala Burung didominasi cekungan-cekungan Tersier yang dipengaruhi oleh kompresi sistem tektonik.
Tumbukan Neogen dengan Miosen diantara benua Australia dan Indonesia telah mengakibatkan onset transpresional tektonik Neogen, pengangkat local dan ekstensi flexural. Kondisi latar tektonik dan stratigrafi regional wilayah penelitian sangat kompleks dan umur sedimentasi yang sangat tua. Latar tektonik di wilayah penelitian secara regional merupakan bagian dari tepi lempeng benua Australia dengan kondisi sejarah struktur geologi yang kompleks (Gambar 3).
Gambar 3. Latar tektonik di wilayah penelitian secara regional merupakan bagian dari tepi lempeng benua Australia dengan kondisi sejarah struktur geologi yang kompleks (Sumber: Ditjen Migas, 2011) Lokasi penelitian merupakan bagian tepi dari Lempeng Australia pada sektor barat laut (northwestern margin of the Australia Craton). Sejarah geologi daerah penelitian dapat diketahui dari peneliti
14
terdahulu, dan paling tidak telah terjadi lima tahap tektonik sejak Pra Kambrium sampai sekarang. Yaitu tahap pre rift, syn rift, passive margin, konvergensi dan kompresi. Setiap tahap bisa menentukan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
kondisi lingkungan pengendapan dan urut urutan stratigrafi di daerah ini (KNOC, 2002). Tahap kompresi akibat tumbukan antara Lempeng Pasifik dengan Lempeng Australia pada Oligosen menimbulkan jalur-jalur lipatan dan patahan di daerah Wokam dan daerah sekitarnya, proses ini menghasilkan jebakan-jebakan (migas) potensial. Lokasi penelitian ini memiliki kerangka tektonik yang komplek sebagai hasil dari tumbukan diantara tiga buah lempeng yang besar, yaitu Lempeng IndoAustralia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Dasar dari Laut Arafura yang merupakan laut dangkal bersama dengan dataran rendah Papua Selatan dan yang membentuk paparan Arafura tersusun oleh bongkah (blok) kaku (rigid). Struktur dari geologi yang berkembang berarah timurlaut-baratdaya (NE-SW) terdiri atas sesar normal dan juga sesar anjak yang merupakan bagian dari lempeng Australia (Robertson, 2000). Dibagian barat dari lokasi penelitian ditempati oleh morfologi palung, dikenal sebagai Palung Aru. Palung ini merupakan bentukan proses tektonik muda, akibat runtuhnya tepian barat dari Paparan Arafura. Tepian sebelah barat Paparan Arafura tersebut akan berbatasan dengan Busur Banda, merupakan zona tektonik aktif selama Plio-Pleistosen. Arah ke barat berturut-turut adalah Kepulauan Kai, Palung Weber (Weber Deep) dan busur vulkanik Banda. Bagian utara dari lokasi penelitian merupakan zona tektonik yang aktif yang dipengaruhi oleh aktivitas patahan yang arah mendatar (transcurent fault) TareraAiduna. Patahan ini diperkirakan memiliki pergeseran mengiri/sinis-tral (Dow, et.al, 1985). Zona patahan tersebut berarah relatif ke timur-barat, memanjang dari daratan Papua di bagian timur menerus
ke arah barat hingga dasar laut lokasi penelitian (Gambar 3). Patahan Tarera-Aiduna terbentuk selama tahap konvergensi pada Oligosen – Miosen Tengah sebagai konsekuensi pergerakan Lempeng Australia ke arah utara. Aktivitas patahan Tarera-Aiduna sampai saat ini memegang peran penting dan mengendalikan aktivitas tektonik dari kompresi di daerah ini. Stratigrafi Regional Adapun kondisi stratigrafi regional yang menggambarkan umur sedimentasi sangat tua yang dialasi batuan dasar PrePermian atau Cambrian beberapa formasi Mesozoikum dan lapisan sedimen dengan formasi bagian atas umur Tersier sampai Kuarter (Gambar 4). Tektonostratigrafi secara umum di wilayah Aru Barat diawali dari batuan Prekambrium sampai Permian dicirikan oleh beberapa tahap tektonik ekstensi dan subsiden termal. Sekuen perlapisan dari Mesosoik sampai Kenosoik dapat dibagi menjadi tujuh interval utama yaitu 1) Sekuen rift Trias – S1 2)Sekuen syn rift Jura Mawah sampai Tengah– S3; 3) Sekuen syn rift Jura Atas sampai Kapur Bawah –S3; 4) Sekuen rift Paska KapurS4; 5) Sekuen pasif margin Tersier AwalS5; 6) Sekuen tumbukan Miosen; 7) Sekuen tumbukan Kuarter Berdasarkan pemetaan di darat dan data pemboran yang telah ada, stratigrafi di lokasi penelitian terdiri dari batuanbatuan sedimen Resen sampai dengan Pra Kambrium serta memiliki kemiripan dengan unit-unit stratigrafi di Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni. Batuan dasar terdiri atas gabro dan batuan metamorfosa Pra Kambrium. Di atas batuan dasar tersebut secara tidak selaras ditempati oleh batuan berumur Perm, terdiri dari Dolomit Modio dan
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
15
Formasi Aiduna. Di atas batuan Perm, secara selaras ditutupi oleh batuan klastik Mesozoikum (Formasi Tipuma, Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Piniya dan Formasi Ekmai), dan secara setempat diselingi oleh batuan karbonat. Formasi Ekmai tertutup secara tidak selaras oleh batu gamping dan batu-batuan sedimen klastik yang berumur Paleosen – Miosen (Formasi Waripi, Formasi Yawee bagian bawah, Anggota Adi dan Formasi Yawee
bagian atas). Secara tidak selaras di atasnya adalah serpih dan batu lempung marin, setempat batuan karbonat dari Formasi Buru yang berumur Miosen Akhir sampai Plio-Pleistosen. Untuk dapat mendukung informasi geologi regional ini, disampaikan peta geologi darat dan struktur dari geologi regional (modifikasi PSG, 2011) pada Gambar 5.
Gambar 4. Kolom stratigrafi (disederhanakan) Paparan Arafura Baratlaut (NW Arafura Shelf) (Robertson, 1992).
16
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Gambar 5. Lokasi penelitian dengan latar kompilasi peta geologi darat dan struktur geologi regional (modifikasi PSG, 2011). Sistem Petroleum Regional Sistem petroleum dari Paparan Baratdaya Arafura berhubungan dengan posisi stratigrafi regional dan konfgurasi tektonik Indonesia Timur. Beberapa jenis elemen utama seperti kematengan batubatuan dari sumber, (source rock), arah migrasi, reservoir, mekanisme pemerangkapan dan waktu kejadian geologi sangat sesuai jika dilihat dari sudut pandang sistem petroleum. Serpih Kopai (Jura) dan Klasepat (Miosen Atas) dipercaya menjadi batuan sumber untuk minyak dan gas yang diproduksi dari Cekungan Salawati dan Bintuni. Keberadaan dari Formasi Kopai di lepas pantai Paparan Arafura belum bisa dibuktikan. Namun berdasarkan hasil dari analisa contoh dari data sumur dan singkapan dari Serpih Kopai di Kiruru dan Taparo, (kemungkinan Lapangan milik KNOC, 1999) TOC nya berkisar dari 1,01 – 2,86%. Serpih batulanau dan perselingan batubara dari Formasi Buru (sama dengan
Formasi Klasepat di Cekungan Salawati) dapat dipertimbangkan sebagai salah satu batuan asal utama di daerah ini. TOC dari Formasi Buru diharapkan berkisar antara 1,1 sampai 7,2% sama dengan Cekungan Salawati (Livsey, 1992). Pada saat ini dilaporkan hasil analisa geokimia Formasi Buru telah terbukti memiliki kualitas TOC terbagus dengan nilai berkisar 1-3 % yang dapat dipertimbangkan menjadi batuan induk (Gambar 6). Serpih, batulumpur dan batulanau sangat tebal pada Formasi Buru, ini juga diharapkan bertindak sebagai penutup istimewa dari batuan perangkap untuk sistem petroleum di daerah ini. Batuan reservoir yang telah terbukti ada di dekat cekungan adalah Prolifik Karbonat Miosen yang telah membangun dan membentuk Formasi Kais (Cekungan Salawati dan Bintuni), juga batupasir Roabiba Jura (Cekungan Bintuni) juga Formasi Toro (Kapur) di Central Range Papua New Guenia (PNG). Bagian atas
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
17
Batugamping Yawee (Miosen Tengah) adalah target berikutnya untuk eksplorasi
minyak di paparan Aru yang telah terbukti sebagai reservoir yang bagus.
Gambar 6. Penampang model hydrocarbon play di sekitar blok Wokam (Ditjen Migas, 2011) Lapangan Gas Raksasa di Teluk Bintuni Pada tengah tahun 1990, ARCO, salah satu perusahaan KPS Asing, telah menemukan lapangan gas raksasa (super giant) di Wiriagar Deep dan Vorwata di Teluk Bintuni (Robertson, 1999; Keho and Samsu, 2002; Marcou et al., 2004; Casarta et al., 2004; Decker, et. al., 2009). Pada lapagan gas raksasa ini dijumpai lapisan reservoir yang penting dari Permian – Triassik. Hal ini menjadi data pendukung kemungkinan sebaran lapisan reservoir
18
pada lokasi penelitian yaitu bagian barat Teluk Bintuni (Gambar 7).
METODE PENELITIAN Adapun metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik Deskripsi analisis yaitu suatu metode penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta dari gejalagejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual di lapangan. Teknik analisis deskriptif bertujuan melukiskan secara
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
sistematis fakta atau karakteristik objek penelitian secara faktual dan cermat. Definisi deskriftif analisis adalah metode penulisan yang dipakai untuk membahas permasalahan dengan cara
meneliti dan mengolah data, kemudian menganalisis, menginterpretasi, hal yang ditulis dalam pembahasan yang teratur dan sistematis.
Gambar 7. Peta lokasi Teluk Bintuni yang menunjukkan lapangan gas untuk proyek LNG Tangguh dan sebaran lokasi sumur pemboran (Decker, dkk., 2009) Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan analisis fasies seismik dan data kedalaman dengan didukung data data log, korelasi log, analisis sumur, dan data geomagnet khususunya pada sumur ASA-1X, ASB-1X, ASM-1X dan data seismik pendukung serta literatur tentang geologi regional. Adapun metodologi penelitian meliputi beberapa tahap penelitian yaitu. Tahap analisis data dan dilakukan dengan menggunakan beberapa perangkat lunak seperti misal Microsoft Excel 2013, Note, Maplnfo Professional 2010, Global Map-per V.15, Petrel Schlumbeger 2008, IGRF 92 dan
CorelDraw X6. Adapun analisis data yang dilakukan sebagai berikut. Analisis Data Kedalaman Laut Analisis data kedalaman laut dikerjakan dengan jalan melakukan koreksi terhadap kesalahan data rekaman dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan MapInfo Professional 2010. Kemudian dilakukan Input dalam bentuk X.Y.Z kedalam perangkat lunak Petrel Schlumberger 2008 untuk membuat peta batimetri. Setelah pekerjaan pemodelan dari peta batimetri selesai, maka untuk selanjutnya dilakukan analisis morfologi mengidentifikasi salah satu keadaan dari geologi pada daerah penelitian.
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
19
Analisis Data Well Log. Analisis data Well log ASA 1X, ASB 1X dan ASM 1X dilakukan untuk dapat mengatahui litologi yang digunakan untuk membantu identifikasi keadaan stratigrafi dan korelasi stratigrafi pada daerah penelitian. Serta untuk menentukan batas atas dan batas bawah Zaman Paleogen Neogen yang akan dijadikan fokus studi menggunakan perangkat lunak Petrel Schlumberger 2010. Analisis/Interpretasi Penampang Seismik 1) Menganalisis dan mengidentifikasi serta membuat horison bedasarkan pada pendekatan fasies seismik seperti, tekstur seismik, pola reflektor seismik dll. Serta dibantu dengan data sekunder Well Log; 2) Menganalisis dan mengidentifikasi struktur geologi (Sesar dan Lipatan) bedasarkan karakteristk reflektor seismik; 3) Dari hasil intepretasi horison dan struktur pada seismik digunakan untuk membuat peta struktur waktu dan peta struktur kedalaman dan peta ketebalan (Isopach) yang difokuskan pada TopBottom Zaman Paleogen – Neogen Identifikasi Perangkap Hidrokarbon Pada tahapan ini dilakukan analisis hidrokarbon bedasarkan data yang telah dianalisis dan di olah sebelumnya. Pada tahap ini terdiri dari beberapa analisis, 1) Identifikasi perangkap hidrokarbon pada Zaman Paleogen - Neogen dengan meganalisis struktur dari geologi beserta menganalisis pola sedimentasi pada daerah penelitian. 2) Menganalisis dan mengintegrasikan beberapa peta, seperti peta struktur kedalaman dan anomali kemagnetan bumi, penampang seismik, peta anomali magnet dan keberadaan petroleum sytem untuk membuat bahan evaluasi perolehan dari lead hydrocarbon (lokasi) dan Perangkap Hidrokarbon yang
20
berkembang. Selanjutnya akan dilakukan pengurutan peringkat dari perangkap dan berdasarkan probabilitasnya
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan melakukan pemetaan bawah permukaan dan identifikasi perangkap hidrokarbon dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika. Data geologi yang digunakan adalah merupakan data sumur yang telah ditafsirkan yang terdiri dari tiga sumur bor, yaitu sumur ASA 1X, ASB 1X dan ASM 1X. Sedangkan data geofisika yang telah digunakan adalah data seismik 2D Brute stacking. Lintasan Seismik Data seismik yang digunakan terdiri dari sebelas lintasan dengan luas area 60.310,02 Km2 (265.800 meter x 226.900 meter) dengan panjang lintasan seismik 1.182.675 meter (Gambar 8). Perekaman data dari hasil survey seismik dilakukan dengan menggunakan dua unit airgun antara kombinasi airgun 1 dan 3 atau airgun 2 dan 4. Kapasitas kombinasi airgun tersebut menjadi 400 cu in (250 cu in + 150 cu in) untuk firing rate lebih kurang 11.5 detik, atau sudah mewakili interval peledakan setiap 25 meter kapal berjalan. Kecepatan kapal sekitar 5 knot sampai dengan 7 knot. Pemilihan lokasi survey seismik berdasarkan keadaan geologi regional dan petroleum system mengacu kepada kajian pustaka terlebih dahulu. Target survey seismik yalah merupakan daerah paparan Lempeng Australia bagian baratlaut yang memiliki karakteristik paparan lempeng dengan kedalaman yang relatif dangkal dan yang disesuaikan dengan panjang streamer.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Kedalaman Dasar Laut (Batimetri) dan Morfologi dasar laut Lintasan survey batimetri dilakukan bersama dengan lintasan survey seismik dengan arah lintassan baratlaut–tenggara menggunakan echosounder didapat dari hasil pengukuran dasar permukaan air laut. Hasil survey ini menunjukan bahwa kedalaman Perairan Aru Utara berada di kisaran kedalaman – 1.5 meter hingga 3735.5 meter di bawah permukaan air laut (Gambar 9).
Hasil pengukuran kedalaman dasar laut menggunakan peralatan echosounder kemudian dilakukan koreksi dengan cara perbandingan batimetri menggunakan citra GEBCO (General Bathymetry Chart of the Ocean). Kemudian dilakukan olahan menggunakan software Petrel 2008. Citra GEBCO digunakan sebagai data koreksi dan pola trend kedalaman dipermukaan dasar laut (Batimetri), sehingga dapat dihasilkan peta kontur untuk kedalaman permukaan dasar laut.
Interpretasi Seismik Multi Channel Interpretasi data seismik dengan cara geologi yalah merupakan tujuan dan produk akhir dari pengolahan seismik. Interpretasi yang dimaksudkan adalah menentukan atau memperkirakan suatu keadaan geologi dari gambaran gambaran seismik. Interpretasi seismik tidak dapat dikatakan mutlak benar karena pada
dasarnya tidak ada yang bisa mengetahui keadaan bumi secara valid. Interpretasi hanya dapat di uji dari satu data ke data lainya, saling berhubungan. Oleh karena itu semakin banyak data yang digunakan terintegrasi secara maksimal, maka akan memperoleh hasil keakuratan data yang semakin baik.
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
21
Gambar 9. Peta Kedalaman Permukaan dasar laut pada Perairan Aru Utara Papua Barat Interpretasi data log dengan data seismik menjadi hal yang sangat penting. Kedua data ini memiliki keleibihan dan kekurangan masing masing. Data seismik memiliki resolusi horisontal yang baik, namun dari segi resolusi vertikal kurang baik, sedangakan data log sebaliknya. Data log memiliki resolusi vertikal jauh lebih baik bila dibandingkan data seismik namun resolusi horisontal kurang baik. Mengintegrasikan kedua data tersebut akan bisa menghasilkan interpretasi yang cukup akurat.
22
Interpretasi data seismik dilakukan dengan mengacu pada tiga sumur bor hasil dari Joint study Ditjen Migas, yaitu Sumur ASA 1X, ASB 1X dan ASM 1X. Interpretasi dilakukan adalah dengan menginterpretasi keberadaan horison dan struktur pada data seismik. Interpretasi yang dilakukan pada penelitian adalah dengan melakukan interpretasi horison pada seismik, yaitu pada Batas Bawah Zaman Paleogen dan Batas Atas Zaman Paleogen serta Batas Atas Zaman Neogen (Gambar 10 - 12).
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Gambar 10. Tampilan 3D hasil registasi sumur bor dengan horison pada daerah penelitian
Gambar 11. Penentuan marker terhadap kemenerusan horison menggunakan registasi sumur bor bedasarkan kurva log dan litologi
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
23
Gambar 12. Penentuan marker terhadap kemenerusan horison menggunakan registasi sumur bor bedasarkan kurva log dan batas umur Pemetaan Bawah Permukaan Peta bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan secara dua dimensi tentang suatu bentuk (geometri) dan kondisi geologi bawah permukaan. Peta bawah permukaan merupakan bagian yang penting karena peta ini digunakan para ahli geologi sebagai bahan acuan dalam upaya kegiatan eksplorasi maupun pengembangan lapangan migas. Bagi para geologist dan para geophysicist bawah permukaan yang memiliki tugas yang sangat cukup berat untuk memetakan struktur yang tidak terlihat yang terdapat di beberapa ribu kaki dibawah permukaan bumi (Teapock dan Biischke, 1991). Peta bawah permukaan jmemiliki beberapa kegunaan lainnya, antara lain : membantu dalam penentuan arah suplai sedimen, mengetahui daerah prospek hidrokarbon, mengetahui lingkungan pengendapan, fasies dan masih banyak lagi. Peta bawah permukaan memiliki dua jenis sifat, yaitu kuantitatif dan dinamis. Sifat kuantitatif (numerik) yaitu bahwa pada peta bawah
24
permukaan yang dinyatakan dalam garis garis kontur yang memiliki nilai yang sama. Sedangkan sifat dinamis adalah bahwa tingkat akurasi, dinilai dari banyak data yang tersedia dan diintegrasikan bukan bedasarkan pada metode yang digunakan. Berarti semakin banyak data yang diolah maka tingkat akurasi dari peta ini semakin baik. Peta struktur waktu dan kedalaman merupakan bagian dari pemetaan bawah permukaan. Peta struktur ini berguna untuk bisa mengetahui bentuk perangkap di daerah penelitian. Sebelum dihasilkan peta struktur kedalaman, maka peta yang dapat dihasilkan merupakan peta dengan domain waktu (millisecond). Hasil picking yang dilakukan pada seismik kemudian dibuat peta dengan metode minimum curvature. Metode minimum curvature ini telah digunakan secara luas pada ilmu kebumian. Permukaan yang diinterpolasi dengan metode ini dapat dianalogikan dengan bidang elastic yang terhampar keseluruh data sedmikian sehingga hanya
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
sedikit lekukan yang terjadi. Permukaan sehalus mungkin untuk data yang akan diinterpolasi, sehingga bukan merupakan interpolator yang eksak (Keckler, 1994). Peta yang dihasilkan merupakan peta struktur waktu. Terdapat banyak metode dan cara untuk mengkorversikan peta struktur kedalaman. Pada penelitian ini dilakukan cara konversi waktu kedalaman dengan metode konvensional. Pembentukan peta struktur kedalaman merupakan salah satu aplikasi rumus sederhana, yaiut v = s/t, dengan S merupakan kedalaman horison (ft) dan t merupakan domain waktu dapat dilihat dalam penampang seismik (ms). Domain untuk kedalaman didapatkan dari kedalaman (s) dari setiap horison pada kedalaman kurva log, kemudian dibagi dengan domain waktu (t) yang di plot pada seismik di setiap horison untuk mendapatkan masing masing rata-rata interval kecepatan pada setiap horison. Rata-rata kecepatan ini digunakan untuk
mengkoversi peta struktur waktu dengan memasukkan nilai rata-rata kecepatan setiap horison sebagai parameter velocity model dari setiap peta struktur waktu pada masing-masing horison. Peta Struktur Waktu dan Kedalaman Top Neogen Peta struktur waktu Top Neogen memiliki interval waktu -88.77 hingga 4789.82 millisecond. Secara histogram penyebaran, waktu terbanyak berada pada interval 250 – 500 ms (millisecond) dengan persentasi 24%. Interval kontur peta struktur waktu 250 ms. Sedangkan peta struktur kedalaman Top Neogen berada di interval kedalaman -25 hingga 1420.51 meter dibawah permukaan laut. Secara histogram, penyebaran kedalaman terbanyak pada kedalaman 0 – 100 meter bawah permukaan laut dengan persentasi 29%. Interval kontur pada peta struktur kedalaman 50 meter (Gambar 13).
Gambar 13. A. Peta Struktur waktu Top Neogen, B. Peta Struktur kedalaman Top Neogen
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
25
Secara keseluruhan di antara peta struktur waktu dan peta struktur kedalaman tidak terlalu jauh beda hanya ada beberapa perbedaan pada klosur. Secara keseluruhan morfologi maka Top Neogen terdapat palung pada bagian baratdaya yang akan mendangkal kearah baratlaut kemudian terus mendangkal kearah timur dan bagian tenggara daerah penelitian.
Peta Struktur Waktu dan Kedalaman Top Paleogen Peta struktur waktu Top Paleogen memiliki interval waktu -391.44 hingga 5599.45 millisecond. Secara histogram penyebaran, waktu terbanyak berada pada interval antara 1500 – 1750 ms (millisecond) dengan persentasi 17.5%. Interval kontur peta struktur waktu 250 ms (Gambar 14).
Gambar 14. A. Peta Struktur waktu Top Paleogen, B. Peta Struktur kedalaman Top Paleogen Sedangkan peta struktur kedalaman Top Paleogen ada di interval kedalaman 15.96 hingga -1889.15 meter di bawah permukaan laut. Hingga cara histogram, penyebaran kedalaman terbanyak pada kedalaman antara 700-800 meter bawah permukaan laut dengan persentasi 21.2%. Interval kontur peta struktur kedalaman adalah 50 meter. Secara keseluruhan di antara peta struktur waktu dengan peta struktur kedalaman telah menunjukkan perbedaan cukup besar. Secara keseluruhan morfologi Top Paleogen palung berada di baratdaya kemudian semakin mendangkal kearah
26
baratlaut. Sedang pada bagian paparan pada zaman ini tinggian berada pada sisi sebelah utara dan selatan saja, belum secara meyeluruh dan bagian tengah paparan hingga kearah timurlaut masih berupa rendahan. Peta Struktur Waktu dan Kedalaman Bottom Paleogen Peta struktur waktu untuk Bottom Paleogen memiliki interval waktu -751.51 hingga -5844.91 millisecond. Maka secara histogram penyebaran, waktu terbanyak berada pada interval 2500 - 2750 ms (millisecond) dengan persentasi 16.4%.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Interval kontur peta struktur waktu 250 ms (Gambar 15). Sedangkan peta struktur kedalaman Bottom Paleogen berada pada interval kedalaman -329.62 hingga -2015.33 m di bawah permukaan laut. Secara histogram, penyebaran kedalaman terbanyak pada
kedalaman 1100-1200 meter di bawah permukaan laut dengan persentasi 13.5%. Interval kontur peta struktur kedalaman 50 meter. Secara keseluruhan, maka di antara peta struktur waktu dan peta struktur kedalaman telah menunjukan perberdaan cukup tinggi.
Gambar 15. A. Peta Struktur waktu Bottom Paleogen, B. Peta Struktur kedalaman Bottom Paleogen Secara keseluruhan morfologi dari Bottom Paleogen palung berada di baratdaya terus memanjang kearah timurlaut kemudian semakin mendangkal kearah utara dan arah selatan. Sehingga tinggian berada pada sebelah tenggara dan utara hingga Barat laut. Hasil Studi Awal Lokasi Potensi Migas Struktur geologi di area penelitian secara umum dikontrol oleh sesar utama Zona Sesar Palung Aru Utara di tepian paparan sampai lereng, mengarah utara -
timur laut kearah selatan - barat daya. Struktur ikutan yaitu sesar-sesar normal mengarah utara - timur laut ke selatan barat daya di paparan sebelah timur zonar sesar utama. Studi awal potensi migas di perairan wokam berdasarkan hasil survei kapal KR. Geomarin III. Dari hasil interpretasi awal seismik stacking single-channel, dijumpai enam lokasi potensi jebakan hidrokarbon dari umur Paleogen - Neogen, yaitu dua lokasi dari Peta Top Neogen, dan empat lokasi Top Paleogen (Gambar 16).
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
27
Gambar 16. A. Identifikasi perangkap hidrokarbon pada Peta Struktur Kedalaman Top Neogen, B. Identifikasi perangkap hidrokarbon padaPeta Struktur Kedalaman Top Paleogen
SIMPULAN Hasil survei dengan kapal riset KR. Geomarin III di perairan Wokam 2014 diperoleh lintasan seismik Multi Kanal 1.182 km, magnetik 1.220 km sedang pemeruman batimetri atau sub bottom profiles (SBP) 1.510 km. Pengambilan sampel sedimen dasar laut dengan gravity coring sebanyak 9 titik lokasi. Lintasan seismik multi kanal, magnetik laut, dan pemeruman atau SBP berada dalam lintasan yang sama karena pada saat pengambilan data 3 (tiga) metode ini secara bersama dioperasikan. Perekaman seismik multi kanal, magnetik laut, dan pemeruman atau SBP yang diperoleh sebanyak 11 lintasan yang terdiri dari 6 (enam) lintasan yang berarah barat laut – tenggara dan 5 (lima) berarah barat daya – timur laut.
28
Data seismik multi kanal diproses dalam dua tahap, tahap pertama onboard processing yang dilakukan selama survei di kapal, kedua final processing pada dua key-lines yang dilakukan sampai pada tahap Post Stack Time Migration (PSTM). Lintasan kunci yang telah dilakukan pengolahan data PSTM pada lintasan WKAM-03, WKAM-04 dan WKAM-11 Pada penampang seismik telah dilakukan interpretasi aspek struktur geologi dan perlapisan sedimen yang sebelumnya telah diikat dengan data sumur ASA-1X, ASM-1X dan ASB-1X untuk tiga horizon yaitu Top Neogen, Top Paleogen dan Base Paleogen Struktur geologi di area penelitian secara umum dikontrol oleh sesar utama Zona Sesar Palung Aru Utara di tepian paparan sampai lereng, mengarah utara timur laut dan ke selatan - barat daya.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Struktur ikutan yaitu sesar-sesar normal mengarah utara - timur laut ke selatan barat daya di paparan sebelah timur zonar sesar utama. Studi awal potensi migas di perairan wokam berdasar hasil survei kapal KR. Geomarin III. Hasil dari interpretasi awal seismik stacking single-channel, dijumpai enam lokasi potensi jebakan hidrokarbon dari umur Paleogen - Neogen, yaitu dua lokasi lokasi dari Peta Top Neogen, dan empat lokasi Top Paleogen.
DAFTAR RUJUKAN Aldha, T dan Ho, K.J., 2008, Tertiary Hydrocarbon Play in NW Arafura Shelf, Offshore South Papua: Frontier Area in Eastern Indonesia, Proceeding IPA 32nd Annual Convention & Exhibtion, Jakarta Balitbang ESDM, 2013, Hand-out Presentasi Forum Group Discussion Sektor Migas untuk Kawasan Timur Indonesia, Jakarta Casarta, L.J., Salo, J.P., Tisnawidjaja, S., and Sampurno, S.T., 2004. Wiriagar Deep: the Frontier Discovery that Triggered Tangguh LNG: Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 21 p. Decker, J., Bergman, S.C., Teas, P.A., Baillie, P., Orange, D.L., 2009, Constraints On The Tectonic Evolution Of The Bird’s Head, West Papua, Indonesia, Proceedings, Indonesia Petroleum Association, Thirty-Third Ipa Annual Convention & Exhibition, 2009 Ditjen Migas, 2011, Hand-out Presentasi, Hasil Joint Studi di Blok Aru Utara Papua, Jakarta Ditjen Migas, 2009, Hand-out makalah: Rencana dan Prospek Penawaran Wilayah Kerja Migas, Jakarta
Ditjen Migas. 2003. Kebijakan dan Program Subsektor Migas dalam Mempercepat Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Forum Litbang ESDM. Jakarta Folk, R.L., 1980, Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill Publishing Company, Austin, Texas, p. 15-60. Fraser, T.H., Bon, J., and Samuel, L., 1993. A new dynamic Mesozoic stratigraphy for the west Irian Micro-Continent Indonesia and its implications:Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 55 p. Granath, J.W., Christ, J.M., Emmet, P.A. and Dinkelman, 2010, Insights into the tectonics of Eastern Indonesia from Arafuraspan, a long offset long record 2D seismic reflection dataset. Proceedings, Indonesian Petroleum Association. ThirtyFourth Annual Convention & Exhibition, May 2010. Keho, T., and Samsu, D., 2002, Depth Conversion of Tangguh Gas Fields: Leading Edge, p. 966-971. Marcou, J.A., Samsu, D., Kasim, A., Meizarwin, and Davis, N. 2004. Tangguh LNG’s Gas Resource: Discovery, Appraisal and Certification: Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 18 p. Noble, R., Orange, D., Decker, J., Teas, P. And Baillie, P., 2009, Oil and gas seeps in deep marine sea floor cores as indicators of active petroleum systems in Indonesia. Proceedings, Indonesia Petroleum Association, Thirty-Third IPA Annual Convention & exhibition, 2009. Pairault, A.A., Hall, R., Elders, C.F., 2003, Structural Styles and Tectonic Evolution of the Seram Trough,
P. Hadi dkk: Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon
29
Indonesia: Marine and Petroleum Geology v. 20, p. 1141–1160. Robertson, J., 1999, Tangguh—Discovery of a Major Gas Province in Irian Jaya, Indonesia: Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 2 p. Susilohadi., 1985, Perangkat Lunak Program Nomenklatur dan Parameter Statistik Sedimen, Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, unpublished. Talisman Energy & Ditjen Migas, 2010, North Semai Joint Study. Final Presentation. Bogor, January 10, 2011. Vail, P. R., Mitchum, R. M., Todd, J.R., Widmer J.M., Thomson III, S., Sangree, J.B., Bubb, J.N. (1977), Seismic stratigraphy and global changes of sea level, Part 1-11, AAPG Memoir 26th, p.49-212
30
Wentworth, C. K., 1922, A scale of grade and class terms for clastic sediments: Journal of Geology, v. 30, p. 377-392. Wijaya, P.H., M.Akrom Mustafa, T.P. Nainggolan, E. Usman, H.C. Widiatmoko, H. Kurnio, L. Sarmili, A. Wahib, E. Rohendi, A. Wisnu Pertala, Ai Yuningsih, B. Rachmat, Evie H. Sudjono, A. Ibrahim, N.C.D. Aryanto, G.M Hermansyah, M. Surachman, B. T. Harjanto, Penelitian Potensi Migas untuk Mendukung Penyiapan Wilayah Kerja Migas Nasional (KR. Geomarin III) Wilayah Semai-Misool Perairan Papua Barat, Sumber Daya Geologi Kelautan, Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung, tidak dipublikasikan.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
PEMIJAHAN ALAMI CALON INDUK IKAN BANDENG ASAL TAMBAK MELALUI PENGGUNAAN PAKAN BUATAN
Muhammad Marzuqi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol, Bali Email:
[email protected]
Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan jenis ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis dan komoditas unggulan perikanan. Untuk menanggulangi kendala kekurangan induk bandeng dalam pembenihan ikan bandeng adalah dengan produksi calon induk dari tambak. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang pemijahan alami calon induk bandeng asal tambak melalui penggunaan pakan buatan. Penelitian ini menggunakan 40 ekor calon induk ikan bandeng dengan berat rata-rata 1,9±0,28 kg dipelihara dalam bak beton kapasitas 100 m3 dengan pemberian pakan buatan. Dosis pemberian pakan sebanyak 3,0% dari total biomas ikan. Masingmasing bak dilengkapi dengan aerasi dan sistim air mengalir dengan pergantian air mencapai 200-300% per hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa calon induk ikan bandeng asal tambak yang diberi pakan buatan dapat memijah sebanyak 3 kali setelah dipelihara selama 8 bulan (umur 3 tahun 8 bulan), produksi telur 523.000 butir, berat akhir 4,47±0,53 kg dan kelangsungan hidup 100%. Kata kunci: pemijahan alami, calon induk, pakan buatan Abstract: Milkfish (ChanosChanosForsskal) is a type of fish that have economic value and competitive commodities of fisheries. To overcome the shortagesconstraints of milkfish broodstock in the hatchery is the production of broodstock from ponds. The research objective is to obtain information about the natural spawning of milkfish broodstock origin from ponds through the use of artificial feed. This study uses 40 head of brood fish with an average weight of 1.9 ± 0.28 kg maintained in a concrete tank with a capacity of 100 m3 artificial feeding. Dose feeding as much as 3.0% of the total biomass of fish. Each tank is equipped with aeration and water flow system with water turnover reached 200300% per day. The results showed that the origin of brood fish fed artificial ponds can spawn 3 times after maintained for 8 months (aged 3 years 8 months), 523,000 grain egg production, final weight of 4.47 ± 0.53 kg and survival rates 100%. Keywords: natural spawning , broodstock , artificial feed
PENDAHULUAN Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah merupakan salah satu jenis ikan laut konsumsi yang memiliki
nilai ekonomis penting dan merupakan spesies unggulan dalam pengembangan budidaya air payau. Ikan bandeng sebagai salah satu jennies komoditas budidaya
31
mempunyai beberapa kelebihan jika dibanding dengan komoditas budidaya lainnya karena teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik. Teknologi pembenihan untuk ikan bandeng ini sudah berhasil memproduksi benih sehingga pasok benih tidak lagi bergantung kepada musim dan benih dari alam serta sudah dapat dikembangkan untuk pembesaran di tambak-tambak. Selanjutnya teknik pembenihan ikan ini difokuskan kepada pengelolaan induk, kematangan gonad, nutrisi, penyakit dan genetik. Salah satu kendala dalam proses pembenihan adalah memperoleh induk bandeng yang sehat dan berkualitas baik. Salah satu alternatif guna menanggulangi kendala tersebut adalah dengan cara dilakukan penelitian pada calon induk ikan bandeng yang berasal dari tambak dengan penggunaan pakan buatan/pelet. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hsiao dan Tseng (1980) diperoleh bahwa induk ikan bandeng dapat mengalami pemijahan di dalam kolam pemeliharaan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kematangan gonad induk ikan melalui perbaikan pakan dan vitamin pakan serta hormon (Waagboo, et al. 1989; Azwar, 1997; Prijono et al., 1990, Marzuqi, et al., 2012). Perkembangan gonad dan fekunditas pada ikan sangat dipengaruhi oleh nutrisi pakan induk (Palacios et al., 1995). Penggunaan pakan buatan sangat besar peranannya dan diduga mempengaruhi keberhasilan kematangan gonad dan pemijahan. Pakan berfungsi sebagai sumber energi, antara lain digunakan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan dan juga komponen penting dalam proses pematangan gonad. Pakan yang kualitas sangat menentukan
32
keberhasilan proses reproduksi dari calon induk ikan bandeng agar dapat memijah secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat informasi tentang pemijahan alami calon induk bandeng asal tambak melalui penggunaan pakan buatan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Nopember 2014 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali. Hewan uji menggunakan 40 ekor calon induk ikan bandeng asal tambak dengan berat ratarata 1,9±0,28 kg dan berumur ± 3 tahun. Calon induk dipelihara dalam bak beton berkapasitas 100 m3 dengan pemberian pakan buatan/pelet. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3,0% dari total biomas ikan sebanyak 2 kali/hari. Masing-masing bak dilengkapi dengan aerator untuk mensuplai sumber oksigen dan sistim air mengalir dengan pergantian air mencapai 200-300% per hari. Komposisi dari proksimat dianalisa berdasar pada metode AOAC (1990) dan Takeuchi (1988). Kandungan dari protein ditentukan memakai metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode soxlet, kadar abu dengan metode gravimetri setelah pembakaran bahan dalam tanur pada suhu 550ºC, karbohidrat dengan metode fenol sulfat dan alat spektrofotometer. Analisis kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode dinitrofenilhidrazin dan vitamin E dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil analisa komposisi pakan disajikan pada Tabel 1. Penelitian berlangsung selama 8 bulan (Maret 2014 sampai bulan Nopember 2014).
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Tabel 1. Analisa kandungan nutrisi pakan Komposisi
(%)
Protein Lemak Serat Abu Kadar air Vitamin E (mg/100 g) Vitamin C (mg/100 g)
Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan oosit (sel telur) dilakukan dengan pengambilan sel telur pada awal, pertengahan dan akhir penelitian dengan cara kanulasi yaitu memasukkan selang kanulasi (cateter) ukuran 0,1 mm ke dalam lubang kelamin sedalam 10-20 cm, kemudian disedot untuk mendapatkan sel telurnya. Sel telur yang telah diperoleh disimpan di dalam larutan formalin 10% selanjutnya diamati diamater telurnya. Besarnya ukuran sel telur diklasifikasikan dalam beberapa ukuran: previtelogenesis (PV) untuk diameter oosit <150 µm, small vitelogenesis (SV) untuk diameter oosit < 300 µm, medium vitelogenesis (MV) untuk diameter oosit < 500 µm dan large vitelogenesis (LV) diameter oosit >500 µm. Untuk mengetahui perkembangan gonad jantan dilakukan dengan stripping, sperma yang dihasilkan diklasifikasikan dalam beberapa kriteria: positif (+)1 (sperma sedikit), positif (+)2 (sperma sedang) dan positif (+)3 (sperma banyak). Calon induk ikan bandeng yang tidak memperlihatkan perkembangan gonad dikatagorikan negatif (-). Untuk mengetahui kandungan dari hormon gonadotropin selama penelitian dilakukan analisis kandungan hormon testeteron dan hormon estradiol 17-beta pada awal, pertengahan dan saat akhir
37,55 11,06 1,19 11,64 4,38 447,13 38,12
penelitian. Metode yang dilakukan adalah dengan mengambil darah dari pangkal ekor ikan atau vena aorta dengan cara menggunakan spuit 3 cc yang diberi heparin agar darah yang diambil tidak mengalami pembekuan. Selanjutnya bisa dilakukan pengambilan serum. Untuk memisahkan serum dengan butiran darah lainnya maka darah di sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4oC. Serum yang diperoleh diambil secara hati-hati dengan spuit 1 cc ke dalam eppendorf dan disimpan dalam freezer -85oC. Analisa kandungan hormon testesteron dan hormon estradiol 17-beta dilakukan dengan menggunakan alat ELISA. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan, perkembangan dari gonad, pemijahan dan respon dari hormon pada calon induk ikan bandeng. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan tabulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan terhadap pertumbuhan rata-rata bobot, panjang rata-rata dan kelangsungan hidup pada calon induk ikan asal tambak yang diberi pakan buatan atau palet sampai akhir penelitian tertera pada pada Tabel 2.
Muhammad Marzuqi: Pemijahan Alami Calon Induk Bandeng
33
Tabel 2. Berat rata- rata, panjang rata- rata, pertambahan berat, pertambahan panjang, kelangsungan hidup selama penelitian Parameter Bobot rata rata awal (kg) Bobot rata rata akhir (kg) Pertambahan bobot (%) Panjang total rata-rata awal (cm) Panjang total rata-rata akhir (cm) Pertambahan panjang (%) Kelangsungan hidup (%)
Hasil 1,90± 0,28 4,47 ± 0,53 131,05 59,08± 2,00 72,60 ± 3,73 22,88 100
Pertumbuhan berat rata-rata calon induk bandeng dengan pemberian pakan buatan diperoleh 4,47 ± 0,53 kg atau mengalami pertambahan berat 131,05% dan panjang rata-rata 72,60 ± 3,73 cm atau mengalami pertambahan panjang 22,88% sampai akhir penelitian. Calon induk bandeng yang asal tambak dengan pemberian pakan buatan/pelet dapat mencapai bobot rata-rata sebesar 4,47 ± 0,53 kg. Peningkatan bobot rata-rata dan panjang rata-rata calon induk bandeng yang diberi pakan buatan sebesar 2,57 kg dan panjang rata-rata 13,52 cm Dari tabel di atas terlihat adanya pertumbuhan dan panjang tubuh calon induk ikan yang diberi pakan buatan memberikan pengaruh yang positif untuk memacu pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kecukupan input energi, kandungan protein dan lemak di dalam
pakan buatan/pelet dapat meningkatkan pertumbuhan calon induk ikan bandeng. Bahan pakan buatan dapat digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, dan produksi organ seksual, perawatan bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang tidak terpakai lagi. Tingkat kelangsungan hidup calon induk ikan bandeng asal tambak yang diberi pakan buatan menunjukkan ada kelangsungan hidup sangat baik dari ikan beradaptasi dari tambak sampai akhir penelitian yaitu 100%. Hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad, kematangan sperma, pemijahan pada calon induk asal tambak yang telah diberi pakan buatan atau pelet selama 8 bulan pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.
Tabal 3. Tingkat kematangan gonad, kematangan sperma, pemijahan pada calon induk ikan bandeng asal tambak yang diberi pakan buatan/pelet Parameter Tingkat kematangan gonad (ekor) Tingkat kematangan sperma (ekor) Frekuensi pemijahan (kali) Produksi telur (butir) Fertilisasi (butir) Diameter telur(µm)
34
Hasil 2 (LV) 6 (+2) dan 4 (+1) 3 523.000 235.000 700-800
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Keterangan : PV (previtelogenesis) diameter oosit <150 µm SV (small vitelogenesis) (SV) diameter oosit < 300 µm MV(medium vitelogenesis) diameter oosit < 500 µm LV (large vitelogenesis) diameter oosit >500 µm Positif (+) 1 (sperma sedikit) Positif (+) 2 (sperma sedang) Positif (+) 3 (sperma banyak) Hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad untuk calon induk ikan bandeng asal tambak yang diberi pakan buatan/pelet ternyata memberikan respon yang baik pada organ reproduksi calon induk ikan bandeng. Pengamatan selama 8 bulan pemeliharan terhadap perkembangan dari gonad dan stadium sperma melalui kanulasi/stripping dari 40 ekor maka terdapat 2 ekor mengalami perkembangan oosit tingkat LV (large vitelogenesis) dengan diameter >500 µm dan calon induk jantan telah mengalami matang sperma sejumlah 10 ekor masing masing 6 ekor matang sperma positif (+) 2 dengan berat berkisar 4,0 kg - 6,0 kg dan 4 ekor matang sperma +1 dengan berat berkisar 4,0 kg - 5,4 kg. Dalam penelitian Lacanilao dan Marte, 1980 melaporkan bahwa pematangan gonad ikan bandeng terjadi pada ukuran 2,1-4,1 kg dan ukuran ikan yang memijah sekitar 2,1 sampai 4,9 kg. Dari data penelitian terlihat bahwa calon induk bandeng setelah diberi pakan buatan atau palet menunjukkan adanya peningkatan tingkat kematangan gonad, kematangan sperma. Hal ini sangat erat hubungan dengan nutrisi yang diberikan selama penelitian. Nutrisi adalah faktor utama yang berperan dalam pematangan seksual, sehingga dapat mempengaruhi reproduksi hewan di alam ataupun dalam lingkup budidaya. Di dalam mendukung keberhasilan reproduksi induk ikan bandeng, maka
nutrien yang terpenting adalah protein sebagai unsur utama dalam pembentukan embrio. Kebutuhan protein untuk ikan berbeda-beda menurut spesies dan pada umumnya berkisar antara 25 sampai 40%. Protein merupakan komponen esensial yang amat dibutuhkan untuk reproduksi. Kualitas protein umtuk pakan diantarnya ditentukan oleh komposisi asam amino. Kekurangan asam amino esensial akan menjadi kendala dalam perkembangan gonad dan embrio. Lemak juga berperan sangat penting sebagai sumber energi dan menjaga kestabilan permiabilitas membran (Tocher dan Sargent, 1984) Kebutuhan vitamin untuk ikan bervariasi menurut spesies, ukuran dan umur ikan. Priyono (1994) melaporkan bahwa untuk penambahan vitamin E 100-150 ppm di dalam pakan buat induk ikan bandeng menghasilkan pemijahan yang lebih cepat dibandingkan dosis 50 ppm dan tanpa vitamin E. Demikian juga vitamin C dalam pakan diperlukan karena vitamin C dalam ransum pakan dapat ditransfer ke telur dan disiapkan dalam proses perkembangan embrio (Soliman et al., 1986). Dari hasil pengamatan terhadap pemijahan calon induk ikan bandeng yang telah diberi pakan buatan selama penelitian berhasil memijah pertama pada bulan Nopember atau 8 bulan pemeliharaan atau umur 3,8 bulan. Hasil ini lebih cepat dari penelitian Liao and Chen, 1984 bahwa kematangan seksual induk ikan bandeng secara alami maupun
Muhammad Marzuqi: Pemijahan Alami Calon Induk Bandeng
35
buatan diperoleh pada umur 5 tahun dan induk betina matang tingkat awal sekitar umur 4 tahun. Frekuensi dari pemijahan selama 8 bulan pemeliharaan adalah sebanyak 3 kali pemijahan. Jumlah telur yang telah dihasilkan sebanyak 523.000 butir telur dan telur yang dibuahi sebanyak 235.000 butir telur Sedangkan hasil pemijahan hingga 13 bulan pemeliharaan calon induk ikan bandeng yang berasal tambak menghasilkan produksi telur sebanyak 2.520.000 butir dengan telur yang dibuahi sebanyak 841.000 butir. Keberhasilan pembuahan telur yang dihasilkan karena adanya sinkronisasi perkembangan oosit pada induk betina dan sperma dari induk
jantan yang dihasilkan seimbang dan dengan keadaan ini akan menghasilkan secara bersamaan pemijahan yang sempurna. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan adalah lingkungan pemeliharan, kualias pakan, umur ikan dan kondisi kesehatan ikan. Halver 1976 melaporkan bahwa komposisi pakan yang lebih baik dapat mempercepat perkembangan gonad dan fekunditas ikan. Hasil dari pengamatan terhadap kandungan untuk hormon testesteron dan estradiol dalam darah calon induk ikan bandeng asal tambak disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Kandungan hormon testesteron (pg/ml) dalam darah calon induk Ikan bandeng asal tambak yang diberi pakan buatan Pengukuran pada kadar hormon dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan (0, 4, 8 bulan) yang diharapkan mendapatkan respon kandungan dari hormon selama penelitian berakhir. Pada awal penelitian kandungan hormon testeteron di dalam darah pada induk ikan adalah 0,48 pg/ml, setelah proses pengamatan pada 4 bulan pemeliharaan berkisar 2,11 pg/ml. Pada akhir pemeliharaan (8 bulan) kandungan dari hormon testesteron pakan buatan
36
sebesar 6,77 pg/ml. Dari hasil pengukuran kandungan hormon testeron maksimal 6,77 pg/ml ini menunjukkan bahwa calon ikan bandeng yang diamati berkelamin betina. Fermin et al. (1997) melaporkan bahwa pada induk ikan catfish (Clarias macrocephalus), induk jantan saat siklus reproduksi, maka kandungan hormon testesteron antara 159-434 ng/ml. Pada ikan kerapu lumpur lebih rendah dari ikan kakap merah, Lucanus argentimaculatus
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
yaitu 100-300 ng/ml (Priyono, et al. 2003). Dari pengamatan perkembangan stadium sperma pada akhir penelitian terlihat terjadi perubahan cepat pada
tingkat kandungan sperma tingkat +1 dan +2, namun saat pengambilan darah ikan ikan tersebut tidak terambil sampel darahnya.
Gambar 2. Kandungan hormon estradiol 17-beta (pg/ml) dalam darah calon induk ikan bandeng yang diberi pakan prematurasi Hasil pengukuran pada kandungan hormon estradiol 17 beta dalam darah calon induk ikan bandeng pada awal penelitian berkisar 141,89 pg/ml, setelah pengamatan pada 4 bulan pemeliharaan berkisar 164,94 pg/ml, sedangkan pada pengamatan pada akhir penelitian (8 bulan pemeliharaan) nampaknya adanya kenaikan 213,00 pg/ml. Pada penelitian ini terlihat bahwa dengan bertambahnya ukuran besarnya oosit dalam gonad calon induk ikan bandeng akan mempengaruhi besarnya kandungan hormon estradiol 17-beta dalam serum darah ikan. Dalam penelilitian terhadap ikan kerapu bebek mendapatkan kadar hormon estradiol 17beta diantara 650 pg/ml - 880 pg/ml oositnya telah dapat berkembang dengan diameter antara 200-300 µm. Selanjutnya Sembiring et al., 2011 melaporkan bahwa induk kerapu sunu menunjukkan positif berkelamin betina apabila mempunyai
kandungan kadar dari hormon estradiol antara 500 pg/ml sampai di atas 1000 pg/ml.
SIMPULAN Penggunaan pakan buatan dapat meningkatkan pertumbuhan dan juga pemijahan alami dari calon induk ikan bandeng asal tambak. Calon induk ikan bandeng asal tambak dapat memijah sebanyak 3 kali selama 8 bulan pada pemeliharaan (umur 3 tahun 8 bulan), produksi telur 523.000 butir, berat akhir 4,47±0,53 kg dan kelangsungan hidup 100%.
DAFTAR RUJUKAN AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1990. Official Methods of Analysis, 12th edition. Association
Muhammad Marzuqi: Pemijahan Alami Calon Induk Bandeng
37
of Official Analytical Chemists. Washington, D.C. 1141 pp. Azwar, Z.I. 1997. Effect of ascorbic-2 phosphate magnesium on gonad development and spwaning in tilapia (Orechormos sp.). Disertation , IPB Bogor, 210 pp. Fermin, J.T., M. Takeshi, H.Ueda, S.Adachi and K. Yamauchi. 1997. Testicular histology and serum steroid hormon profile in hachery-bred Catfish Clarias macrocephalus (Gunter) during an annual reproduction cycle. Fisheries Science 63(5); 681686. Halver, J,E. 1976. Fish Nutrition. Academic Press, London and New York. P 713. Hsiao, S.M. and Tseng, L.C. 1980. Induced spawning of pond reared milkfish (Chanos chanos F.) China Fish. Monthly, 330:7-13 (In Chinese with English abstract). Lacanilao, F.L. and Marte, C.I. 1980. Sexual maturation of milkfish in floating cage. Asian Aquaculture, 3: 4-6. Liao, I.C. and Chen, T.I. 1984. Gonadal development and induced breeding of captive milkfish in Taiwan. In: Proc. 2nd Int. Milkfish Aquaculture Conf., Iloilo, Phililppines, 4-8 Oct. 1983, pp.41-51. Marzuqi, M., N.W. W. Astuti, dan R. Andamari. 2012. Status induk ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) untuk produksi telur pada pembenihan. Proseding IndoaquaForum Inovasi Teknologi Akuakultur. PPPPB, BPPKKP, hal 127-131. Palacios, H.F. M.S. Izquerdo, L. Robaina, A. Valencia, M.Salhi, J.M. Verhara. 1995. Effect on n-3 HUFA level on broodstock diets on egg quality of gilthead seabream (Sparus auratus).
38
Journal of Aquaculture, Vol. 132: p.325-337. Prijono, A., Sumiarsa, G, dan Azwar, Z.I. 1990. Implantation of LHRH-a and 17 á MT hormones for gonad maturation in milkfish. J. Pen. Budidaya Pantai, 6(1): 20-23 (In Indonesia). Priyono, A. 1994. Pengaruh penambahan vitamin E dalam pakan untuk pematangan gonad induk Bandung (Chanos chanos). J. Penelitian Budidaya Pantai, Vol 10, (3). Prijono, A., T. Setyadharma, P.T. Imanto, M. Swastika, dan Z.I. Azwar. 2003 Pengamatan steroid hormon pada pematangan gonad induk kakap merah Lutjanus argentimaculatus. Proseding Lokakarya Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia VII. Hal. 575-582. Sembiring, S.B.M, A Prijono, J.H. Hutapea, dan T. Setyadharma. 2011. Studi pendahuluan determinasi jenis kelamin pada ikan kerapu sunu, P. leopardus dengan uji serologi. Laporan Teknis Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol-Bali.11 hal. Soliman, A.K., K. Jaucy and R.J. Robert. 1986. The effect of dietary ascorbit acid supplement on hatchability, survival rate and growth performance in Oreachromis mosambicus (Peter). Aquaculture 59:197-208. Takeuchi, T. 1988. Laboratory workchemical evaluation of dietary nutrient, dalam Watanabe, T. (Editor). Fish nutrition and mariculture. Tokyo: JICA Kanagawa International Fisheries Training Centre. 179-233.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Tocher, D. R., Sargent, J. R. 1984. Analyses of Lipid and Fatty Acids in ripe Roes of Some Northwest European Marine Fish. Lipids 19, 492 – 499.
Waagboo, R., Thorson, T., and Sandnes 1989. Role of dietary ascorbic acid in vitellogenesis in rainbrow trout, Aquaculture, 80: 301-314.
Muhammad Marzuqi: Pemijahan Alami Calon Induk Bandeng
39
ANALISA KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK BUDIDAYA LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN SITUBONDO DAN BANYUWANGI Zainul Hidayah, Maulinna Kusumo Wardhani Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo MaduraE-mail :
[email protected]
Abstrak: Budidaya bahari merupakan salah satu sektor perikanan budidaya yang pengembangannya berada dalam area terbatas. Terjadinya fenomena tangkap lebih (over fishing) di berbagai wilayah perairan khususnya di Jawa Timur menjadikan budidaya bahari sebagai salah satu alternatif usaha untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Keberhasilan usaha budidaya bahari dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kesesuaian perairan dan daya dukung lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kesesuaian perairan dan daya dukung lingkungan untuk aktivitas budidaya kerapu dan rumput laut. Data dikumpulkan melalui pengukuran beberapa parameter kualitas perairan. Selanjutnya dengan metode skoring dan pembobotan, tingkat kesesuaian perairan dapat ditentukan. Estimasi beban limbah digunakan sebagai indikator daya dukung lingkungan untuk menentukan jumlah unit keramba jaring apung (KJA) maksimum yang diperbolehkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Situbondo, wilayah perairan yang sesuai untuk aktivitas budidaya bahari terletak di kecamatan Kendit, Arjasa dan Jangkar dengan luas perairan efektif 23.96 – 44.19 Ha dan jumlah KJA maksimum sebanyak 2,2184,091 unit. Sedangkan untuk Kabupaten Banyuwangi, wilayah yang sesuai adalah kecamatan Muncar dengan luas perairan efektif 53.80 Ha dan jumlah KJA maksimum sebanyak 4,981 unit. Kata kunci: kesesuaian perairan, budidaya bahari, skoring, daya dukung Abstract: Aquaculture is one of the marineculture sector whose development is in a restricted area. The occurrence of the phenomenon of overfishing in various waters, especially in East Java makes marine culture as an alternative effort to boost the economy of coastal communities. The success of the cultivation of marine influenced by various factors, including the suitability of waters and environmental carrying capacity. This study aimed to analyze the level of suitability of the waters and the carrying capacity of the environment to the activity of grouper aquaculture and seaweed. Data collected through the measurement of multiple parameters of water quality. Furthermore, the method of scoring and weighting, level of water suitability can be determined. Estimates are used as an indicator of waste load carrying capacity of the environment to determine the maximum number of units the floating netpermitted. The results showed that for Situbondo, waters suitable for marine culture activities located in the district Kendit, Arjasa and Anchors with effective water area 23.96 - 44.19 hectares and the floating net number maximum of 2.218 to 4.091 units. As for
40
Banyuwangi, the corresponding region is Muncar districts with effective water area 53.80 hectares and the floating net number maximum of 4.981 units. Keywords: the suitability of the waters, marine culture, scoring, carrying capacity.
PENDAHULUAN Budidaya laut merupakan salah satu subsektor daripada perikanan budidaya yang pengembangan berada dalam area terbatas. Biasanya letaknya di daerah yang memiliki ketenangan arus. Komoditas budidaya laut pada umumnya memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di pasaran baik dalam negeri maupun luar negeri (Abdullah, 1997). Pasar untuk komoditas budidaya laut pun masih sangat terbuka dan sebagian besar komoditas budidaya laut di ekspor keluar negeri dengan nilai jual yang cukup tinggi. Amarullah (2007) menjelaskan bahwa budidaya laut diusahakan untuk mencegah ketidak seimbangan ekosistem sebagai akibat proses pengambilan langsung dari alam. Hal ini dilakukan dengan mempelajari cara-cara dan sifat hidup pada habitat asli masing-masing organisme laut. Hal ini agar teknik pemeliharaan atau pembesaran organisme yang dipelihara dapat dimanipulasi pada lingkungan budidaya laut, yaitu dengan jalan menyesuaikan sifat dan cara hidupnya. Usaha peningkatan produk laut melalui budidaya perlu mendapat perhatian karena budidaya laut merupakan kegiatan yang mempunyai sifat pengelolaan yang berbeda dengan pola menangkap atau mengambil dari alam yang dibatasi oleh produk lestari. Peningkatan dari produksi melalui budidaya merupakan salah satu upaya dalam peningkatan produksi yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan (Cholik et.al, 2005). Kegiatan budidaya laut merupakan suatu
kegiatan yang bersifat dapat memilih tempat yang sesuai serta memilih metode yang tepat dengan komoditas yang diperlukan, sehingga dalam pendistribusian produk dapat disesuaikan dengan permintaan yang ada. Budidaya laut merupakan salah satu subsektor di Propinsi Jawa Timur yang sampai saat ini merupakan unggulan untuk perikanan budidaya dalam upaya meningkatkan volume produksinya. Ini ditunjukkan dengan proses produksinya yang terus meningkat dengan produk dari 10.348 ton pada tahun 2010 menjadi 389.430 ton pada tahun 2013. Jenis produksi perikanan budidaya laut tahun 2013 antara lain kerapu, kerangkerangan, lobster, rumput laut, bandeng dan lain-lain. Volume produksi baik menurut komoditasnya ataupun menurut daerah penghasilnya di Jawa Timur didominasi oleh rumput laut dengan produksi mencapai 385.103 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, 2012). Optimalisasi dari pemanfaatan wilayah pesisir dan laut melalui kegiatan budidaya laut, harus didasarkan pada elemen-elemen pendukung (Dahuri et.al, 2004). Budidaya laut di Jawa Timur dengan segala aspek-aspeknya merupakan salah satu fokus kegiatan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur untuk menjamin ketersediaan ikan maupun komoditi ekonomis hasil laut lainnya. Faktor lingkungan laut (parameter oseanografi dan kualitas air) dan komoditas merupakan salah satu elemen utama yang sangat menentukan keberlanjutan usaha dsri budidaya laut. Oleh sebab itu maka untuk upaya
Zainul H, Maulinna KW: Analisa Kesesuaian dan Daya Dukung
41
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Propinsi Jawa Timur, penelitian mengenai potensi kawasan dan sumberdaya terutama untuk budidaya laut sangatlah diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kesesuaian perairan dan daya dukung lingkungan untuk aktivitas budidaya ikan kerapu dan rumput laut di wilayah perairan Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi.
dari pemerintah setempat yang dianggap dapat memberikan informasi yang berguna dalam mendukung kegiatan ini. Instrumen yang digunakan pada saat pengolahan data sampai dengan pelaporan kegiatan ini adalah seperangkat instrumen pengukuran kualitas air, satu set perangkat keras dan perangkat lunak komputer, GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi dan koordinat lintang dan bujur di permukaan bumi, dan Peta Laut terbitan Dishidros AL.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2014. Pengambilan data dilakukan dengan metode survey di beberapa titik pengambilan sample yang tersebar di perairan pesisir Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi. Jenis Data dan Instrumen Jenis data yang dibutuhkan di dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu data primer dan sekunder. Data primer berupa data kondisi biofisik lokasi penelitian dan kondisi sosial budaya. Jenis data biofisik yang diambil berupa parameter indikator kesesuaian lahan budi-daya laut dan daya dukung lingkungan. Data sekunder, didapatkan dari hasil kajian pustaka dan informasi lainnya
Analisa Kesesuaian Budidaya Laut Penentuan kelayakan perairan untuk pengembangan budidaya laut dapat dilakukan dengan metode pembobotan. Data kondisi fisika dan kimia perairan timur dan selatan Propinsi Jawa Timur dijadikan acuan dalam menentukan kriteria kelayakan lahan. Metode scoring atau pembobotan maksudnya adalah bahwa setiap parameter bisa diperhitungkan dengan pembobotan yang berbeda. Bobot yang akan digunakan sangat tergantung dari percobaan atau pengalaman empiris yang telah dilakukan. Semakin banyak yang sudah diuji cobakan, semakin akurat pula metode scoring yang digunakan. Faktorfaktor utama kelayakan yang diperlukan untuk penempatan lokasi budidaya laut telah disajikan pada tabel berikut
Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Budidaya Rumput Laut Laut Kriteria Pengaruh Gelombang Kecepatan Arus Fosfat
42
Satuan
Bobot
cm/detik mg/l
4 4 3
2 (S1) Kecil 25-30 0,2-0,5
Skor 1 (S2) Sedang 20-<25 0,1-0,2 atau 0,5-1
0 (N) Besar <20 atau >30 <0,1 atau >1
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Kriteria
Satuan
Bobot
mg/l
3
m m ‰ °C
3 3 2 2
Nitrat Kedalaman Kecerahan Salinitas Suhu
2 (S1) 0,9-3,2 1-10
Skor Kriteria 0,7-0,8 atau 3,3-3,4 11-15
>3 30-33 24-30 Karang
1-3 29 atau >33-35 20-24 Pasir
Satuan <0,7 atau >3,4 <1 dan >15
<1 <29 atau >35 <20 dan >30 Pasir Material dasar 1 berlumpur >6 4-6 <4 Oksigen terlarut mg/l 1 6,5-8,5 4-6,4 dan 8,5-9,0 <4 dan >9,5 pH 1 Sumber: Modifikasi DKP (2002), Romimohtarto (2003), KLH (2004), Radiarta et al (2003), Rachmansyah (2004).
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Budidaya Kerapu Kriteria
Satuan
Pengaruh Gelombang Kecepatan Arus Kedalaman Oksigen terlarut
Bobot
Skor 2 (S1) Kecil
1 (S2) Sedang
0 (N) Besar
4 cm/detik
4
20-40
10-19 dan 41-75
<10 dan >75
m
3
5-7
7,1-26
<5 dan >26
mg/l
2
>6
4-6
<4
3-<5
<3
Kecerahan
m
2
≥5
Salinitas
‰
2
27-32
20-26 dan 33-35
<20 dan >35
Suhu
°C
2
28-30
25-27 dan 31-32
<25 dan >32 Berlumpur
2
pH
1
berpasir dan pecahan karang 6,5-8,5
Pasir Berlumpur
Material dasar
4-6,4 dan 8,5-9,0
<4 dan >9,5
1
0,2-0,5
0,6-0,7
<0,2 dan >0,8
1
0,9-3,2
0,7-0,8 dan 3,3-3,4
<0,7 atau >3,4
Fosfat Nitrat
mg/l mg/l
Sumber: Modifikasi Bakosurtanal (1996), DKP (2002), DKP ( 2003), Romimohtarto (2003), KLH (2004), Radiarta et al (2003), Rachmansyah (2004), Gufron dan Kordi (2005), Wibisono (2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian Lingkungan Perairan untuk Budidaya Laut Kabupaten Situbondo Perairan laut dari Kabupaten Situbondo merupakan sebagian perairan Selat Madura. Bagian sebelah barat perairan laut Kabupaten Situbondo berbatasan Kabupaten Probolinggo dan
bagian sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi, serta bagian utara berbatasan dengan Pulau Madura. Perairan Selat Madura dikenal mempunyai kepadatan jumlah nelayan yang relatif tinggi, sehingga terindikasi mengalami masalah overfishing. Pemanfaatan lingkungan dari perairan laut Kabupaten Situbondo untuk tujuan kegiatan budidaya laut, merupakan salah
Zainul H, Maulinna KW: Analisa Kesesuaian dan Daya Dukung
43
satu bagian dari upaya pengembangan potensi wilayah laut selain penangkapan dan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Pengukuran parameter kualitas air laut dilakukan pada stasiun yang telah ditentukan secara acak dengan mempertimbangkan adanya ketersediaan prasarana dan sarana pendukung yang memberikan kemudahan dalam mencapai lokasi. Hal ini merupakan salah satu
faktor utama yang menentukan keberhasilan pengembangan suatu lokasi bu-didaya laut (Sallata, 2007). Kegiatan perikan-an di daerah Selat Madura dan perairan laut Kabupaten Situbondo termasuk dalam ruang lingkup yang terdapat pada kawasan selat dan perairan dangkal yang masih berada dibawah 3 mil, sebagai batas kewenangan Kabupaten.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pesisir Kabupaten Situbondo Skor Kriteria
Satuan Bobot
Pengaruh gelombang Kecepatan cm/detik Arus Fosfat mg/l Nitrat mg/l Kedalaman m Kecerahan m Salinitas ‰ o Suhu C Material dasar
4
Kecil
Kecil
Mlandi ngan Sedang
4
15.33
16.34
17.52
Oksigen terlarut pH
1
mg/l
3 3 3 3 2 2 1
1
Besuki
Suboh
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Asem bagus Sedang
18.99
20.59
22.45
22.67
19.73
Bungatan Kendit
Arjasa
Jangkar
0.566 0.467 0.187 0.223 0.213 0.354 0.264 0.075 0.0007 0.00052 0.00033 0.00025 0.0005 0.00018 0.00047 0.00057 5.6 536 7.8 19.6 8.2 9.8 7.3 5.8 1.29 3.1 1.26 3.6 1.22 1.4 1.72 1.42 32 34 31 33 32 30 31 33 29 28 28 27 29 29 29 29 Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir berlum berlum berlumpur berlumpur berlum berlumpur berlum berlumpur pur pur pur pur 5.5 5.4 5.6 6.6 5.8 5.6 5.6 5.6 7.3
7.5
7.3
7.4
8.2
9.8
7.3
5.8
Banyu putih Sedang 17.11 0.142 0.00018 8.7 1.48 33 30 Pasir berlumpur 6.3 8.7
Tabel 4. Nilai Skor Kesesuaian Budidaya Rumput Laut Kabupaten Situbondo Skor Kriteria
Satuan Bobot
Pengaruh gelombang Kecepatan cm/detik Arus Fosfat mg/l Nitrat mg/l Kedalaman m Kecerahan m Salinitas ‰ o Suhu C Material dasar Oksigen mg/l terlarut pH IKB % Tingkat kesesuaian
44
Besuki
Suboh
4
2
2
Mlandi ngan 1
4
0
0
3 3 3 3 2 2 1
1 0 2 1 2 2 0
1
1
1
1
1
1
1
Asem bagus 1
0
0
1
1
1
0
0
2 0 2 2 1 2 0
1 0 2 1 2 2 2
2 0 0 2 1 2 2
2 0 2 1 2 2 2
2 0 2 1 2 2 2
2 0 2 1 2 2 2
0 0 2 1 1 2 0
1 0 2 1 1 2 0
1
1
2
1
1
1
1
2
2 53,70 Sesuai Bersyarat
2 51,85 Sesuai Bersyarat
2 66,67 Sesuai
2 66,67 Sesuai
2 66,67 Sesuai
2 2 57,41 64,81 Sesuai Sesuai Bersyarat Bersyarat
Bungatan Kendit
Arjasa
Jangkar
Banyu putih 1
2 2 40,74 48,15 Sesuai Sesuai Bersyarat Bersyarat
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Tabel 5. Nilai Skor Kesesuaian Budidaya Kerapu Kabupaten Situbondo Skor Kriteria
Satuan Bobot
Pengaruh gelombang Kecepatan cm/detik Arus Fosfat mg/l Nitrat mg/l Kedalaman m Kecerahan m Salinitas ‰ o Suhu C Material dasar Oksigen mg/l terlarut pH IKB % Tingkat kesesuaian
Besuki
Suboh
4
2
2
Mlandi ngan 1
1
1
1
1
Asem bagus 1
4
1
1
1
1
2
2
2
1
1
3 3 3 3 2 2 1
2 1 0 1 2 1 2
2 1 1 1 2 1 2
1 1 0 2 2 2 2
1 2 1 1 1 2 2
1 1 0 2 2 2 2
1 1 0 2 2 2 2
1 1 0 2 2 2 2
2 1 0 1 2 1 2
1 2 0 1 2 1 2
1
1
2
0
2
2
2
2
0
0
1
0 64,58 Sesuai
0 70,83 Sesuai
0 56,25 Sesuai Bersyarat
0 60,42 Sesuai Bersyarat
0 68,75 Sesuai
0 68,75 Sesuai
0 68,75 Sesuai
Hasil pengukuran kualitas air di 9 lokasi perairan pesisir Kabupaten Situbondo disajikan pada Tabel 3 di atas. Secara umum, data hasil pengukuran menunjukkan bahwa perairan pesisir Kabupaten Situbondo berada pada kondisi yang alami. Hal ini dapat dilihat dari parameter-parameter fisik perairan. Akan tetapi beberapa parameter kimia menunjuk-kan bahwa perairan ini telah mulai mengalami penurunan kualitas. Hasil pengamatan kondisi perairan Kabupaten Situbondo menunjukkan bahwa di sekitar perairan Kecamatan Besuki, Mlandingan, Arjasa dan Jangkar terindikasi adanya cemaran biologis karena pH perairan kurang dari 7.4. Hasil analisis konsentrasi nitrat pada perairan Kabupaten Situbondo berada pada kisaran 0,0001-0,00099 ppm. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa daerah perairan tersebut kurang subur. Konsentrasi phospat di perairan laut Kabupaten Situbondo mempunyai ratarata > 0.2 ppm. Kisaran nilai phospat yang diperoleh di seluruh kecamatan jika dibandingkan dengan KEPMENLH nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut
Bungatan Kendit
Arjasa
Jangkar
Banyu putih 1
0 0 54,17 52,08 Sesuai Sesuai Bersyarat Bersyarat
bagi biota sudah melebihi batas nilai yang ditentukan yaitu 0,013 ppm. Menurut hasil pembobotan, terdapat 3 lokasi perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut. Lokasi tersebut adalah perairan Kendit, Arjasa dan Jangkar. Sementara itu 6 lokasi lain dinilai sesuai bersyarat. Sedangkan untuk kesesuaian budidaya buat ikan kerapu, ditemukan bahwa untuk 5 lokasi dinilai telah sesuai, sementara 4 lokasi lainnya dinyatakan sesuai bersyarat. Lima lokasi yang sesuai untuk budiaya kerapu adalah Besuki, Suboh, Kendit, Arjasa dan Jangkar. Unit-unit untuk budidaya rumput laut di wilayah Kendit, daerah Arjasa dan Jangkar berbasiskan wilayah perairan (water based aquaculture) yang ditempatkan pada badan perairan, sehingga merupakan suatu sistem yang terbuka (open system). Interaksi rumput laut (unit) budidaya di dalam sistem dengan lingkungan perairan tersebut berlangsung hampir tanpa pembatasan, sehingga berbagai kegiatan di daerah perairan (penangkapan, konservasi dan pariwisata) yang kurang atau tidak terkontrol dapat menyebabkan dampak
Zainul H, Maulinna KW: Analisa Kesesuaian dan Daya Dukung
45
konflik kepentingan. Dibandingkan dengan berbagai macam sektor dan isu di land use aquaculture, daerah water base aquaculture konflik kepentingan lebih sering muncul dan lebih rumit. Kabupaten Banyuwangi Pengambilan data di wilayah pesisir Kabupaten Banyuwangi dilakukan di 6 lokasi. Wilayah pesisir dari Kabupaten Banyuwangi yang terletak di Selat Bali,
sehingga memiliki karakteristik yang berbeda dengan perairan pesisir Kabupaten Situbondo yang terletak di Selat Madura. Perairan Selat Bali dikenal memiliki arus yang cukup kuat yang mengarah dari utara ke selatan atau sebaliknya. Namun di perairan ini banyak pula ditemukan teluk-teluk dengan perairan yang tenang. Hasil pengukuran kualitas air di daerah wilayah ini disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pesisir Kabupaten Banyuwangi Kriteria Pengaruh gelombang Kecepatan Arus Fosfat Nitrat Kedalaman Kecerahan Salinitas Suhu Material dasar Oksigen terlarut pH
Satuan Bobot 4
Skor Wongsorejo Kalipuro Muncar Tegaldlimo Bangorejo Pasanggaran Kecil Kecil Sedang Sedang Sedang Sedang
cm/detik
4
23.75
21.99
25.72
23.75
mg/l mg/l m m ‰ o C
3 3 3 3 2 2 1
0.183 0.00044 6.7 4.1 34 29 Pasir berlumpur
0.174 0.00077 7.8 1 33 29 Pasir berbatu
0.299 0.00033 12.6 2.5 35 29 Pasir berbatu
mg/l
1
6.6
1.579 0.00103 5 3.7 35 29 Pasir berlum pur 5.6
1
7.3
7.3
7.3
Hasil parameter fisika secara umum menunjukkan adanya variasi pada beberapa parameter. Kecepatan arus merupakan salah satu parameter yang menunjukkan variasi tersebut. Perairan di kawasanWongsorejo-Tegaldlimo, kecepatan arus berkisar antara 21-25 cm/detik. Namun di wilayah perairan Bangorejo dan Pesanggaran kecepatan arus meningkat menjadi 50-54 cm/detik. Hasil pengamatan terhadap substrat dasar perairan di perairan Kabupaten Banyuwangi memperlihatkan adanya perbedaan jenis substrat dasar perairan, pada beberapa stasiun penga-matan.
46
6.8
50.89
54.38
0.205 0.294 0.00076 0.00054 15.3 21.3 2.9 1.6 35 35 30 30 Pasir Pasir berbatu berbatu
6.4
6.6
6
7.5
7.2
7.2
Perbedaan tersebut terbagi atas dua cluster wilayah yaitu: (a). Jenis pasir yang berlumpur. Jenis substrat ini berada di bagian timur dan merupakan wilayah Kecamatan Wongsorejo dan Kalipuro yang mendapat tekanan terbesar akibat masukan (run off) dari beberapa sungai yang bermuara di perairan tersebut. (b). Jenis pasir berbatu. Tipe ini berada pada daerah yang relatif lebih terbuka sehingga kemungkinan ada pencucian oleh masa air lebih sering terjadi. Selain parameterparameter tersebut, kondisi dari perairan pesisir Banyuwangi menurut hasil survey relatif seragam.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Tabel 7. Nilai Skor Kesesuaian Budidaya Rumput Laut Kabupaten Banyuwangi Kriteria Pengaruh gelombang Kecepatan Arus Fosfat Nitrat Kedalaman Kecerahan Salinitas Suhu Material dasar Oksigen terlarut pH IKB Tingkat kesesuaian
Satuan
Bobot 4
Wongsorejo 1
Kalipuro 1
Muncar 1
cm/detik
4
1
1
2
mg/l mg/l m m ‰ o C
3 3 3 3 2 2 1
1 0 2 2 1 2 0
0 0 2 2 1 2 0
1 0 2 1 1 2 1
mg/l
1
2
1
1
1 61,11 Sesuai bersyarat
2 53,70 Sesuai bersyarat
Skor Tegaldlimo 1
Bangorejo 0
Pasanggaran 0
1
0
0
2 0 1 1 1 2 1
2 0 1 1 1 2 1
2 0 0 1 1 2 1
2
2
2
1
2 64,81 Sesuai
2 57,41 Sesuai bersyarat
2 42,59 Sesuai bersyarat
2 35,19 Sesuai bersyarat
Tabel 8. Nilai Skor Kesesuaian Budidaya Kerapu Kabupaten Banyuwangi Kriteria Pengaruh gelombang Kecepatan Arus Fosfat Nitrat Kedalaman Kecerahan Salinitas Suhu Material dasar Oksigen terlarut pH IKB Tingkat kesesuaian
Satuan
Bobot 4
Wongsorejo 1
Kalipuro 1
Muncar 1
cm/detik
4
2
2
2
mg/l mg/l m m ‰ o C
3 3 3 3 2 2 1
2 2 1 1 2 1 2
2 1 0 1 2 1 2
1 2 0 1 2 2 2
mg/l
1
0
0
1
0 70,83 Sesuai
0 62,50 Sesuai bersyarat
Hasil skoring seperti yang ditampilkan pada Tabel 7 dan 8 menunjukkan bahwa hanya terdapat 1 lokasi yang dinilai sesuai untuk budidaya rumput laut yaitu wilayah Muncar. Sementara itu, terdapat 3 lokasi yang dinilai sesuai untuk budidaya kerapu, yaitu wilayah Wongsorejo, Muncar dan Tegaldlimo. Sementara lokasi lain dinilai
Skor Tegaldlimo 1
Bangorejo 0
Pasanggaran 0
2
1
1
1 2 0 1 2 2 2
1 2 0 1 2 2 2
1 1 0 1 2 2 2
0
2
2
2
0 64,58 Sesuai
0 68,75 Sesuai
0 52,08 Sesuai bersyarat
0 47,92 Sesuai bersyarat
sesuai bersyarat. Perairan Kabupaten Banyuwangi mempunyai sirkulasi air yang relatif baik, karena berada di antara pulau-pulau (Jawa dan Bali) serta Samudera Indonesia. Arus laut dari Samudera Indonesia mengalir di antara pulau Jawa, Bali dan Madura membawa nutrien dengan rata-rata kecepatan yang relatif tinggi (21,99-54,38 cm/detik).
Zainul H, Maulinna KW: Analisa Kesesuaian dan Daya Dukung
47
Sebaliknya, diperairan laut yang tertutup (teluk yang terlalu menjorok ke daratan) arus sangat lambat dan sirkulasi air tidak berjalan dengan baik, sehingga distribusi nutrien tidak terjadi dan akibatnya perairan menjadi sangat subur. Daya Dukung Lingkungan Penentuan daya dukung lingkungan laut secara ekologis di dalam penelitian ini akan mempertimbangkan status pemanfaatan dari luasan dan kapasitas
jumlah unit KJA, rakit dan keranjang (basket) maksimum dengan mempertimbangkan kawasan alur pelayaran serta mereduksi kawasan pelabuhan juga kawasan budidaya mutiara. Sasaran adalah bahwa keberadaan kawasan budidaya laut tidak boleh mengganggu alur pelayaran dan membatasi akses nelayan sehingga dengan demikian dapat dihindari munculnya konflik kepentingan antar pengguna perairan laut tersebut.
Tabel 9. Perhitungan Luas Perairan Efektif Pengembangan Budidaya Laut Potensi Rumput Laut
Kerapu
Lokasi Situbodo Kendit Arjasa Jangkar Banyuwangi Muncar Situbondo Besuki Suboh Kendit Arjasa Jangkar Banyuwangi Wongsorejo Muncar Tegal Dlimo
Estimasi daya dukung ekologis perairan untuk menunjang kegiatan budidaya ikan laut di keramba jaring apung (kja) merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degredasi lingkungan dan ekosistem sekitarnya. Dalam hal menentukan daya dukung lingkungan laut untuk kawasan budidaya rumput laut
48
Luas Perairan yang Sangat Sesuai (Ha)
Luas Perairan Efektif (Ha)
383,3 239,6 441,9
38,33 23,96 44,19
538,0
53,80
241,3 819,9 383,3 239,6 441,9
24,13 81,99 38,33 23,96 44,19
89,3 538,0 1886,8
8,93 53,80 188,68
sebagai bagian dari kegiatan budidaya laut maka estimasi ini akan menunjukkan berapa unit rakit yang boleh ditanam dalam luasan area laut yang telah ditentukan. Potensi maksimum unit untuk pengem-bangan budidaya laut dalam studi ini dihitung dengan mempertimbangkan luas perairan efektif kawasan studi dan luas unit budidaya. Ukuran rakit untuk potensi rumput laut adalah 108 m2
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
dan karamba jaring apung 100 m2 (10 unit/Ha),. Berdasarkan hal tersebut, didapat jumlah unit maksimum yang
dapat dikembangkan sebagaimana yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 10. Perhitungan Potensi Maksimum Pengembangan Budidaya Laut. Potensi
Lokasi
Rumput Laut
Situbodo Kendit Arjasa Jangkar Banyuwangi Muncar Situbondo Besuki Suboh Kendit Arjasa Jangkar Banyuwangi Wongsorejo Muncar Tegal Dlimo
Kerapu
Luas Perairan yang Sangat Sesuai (Ha)
Budidaya dapat dikembangkan secara berkelanjutan dengan mengurangi pengaruh polutan secara signifikan, ketelitian didalam memilih lokasi, mengendalikan kepadatan ikan yang dipelihara, memperbaiki formulasi pakan dan memadukan kegiatan budidaya dengan budidaya jenis lain (kultur mikroalga, fitler feeder dan deposit feeder). Kajian dampak lingkungan dan kegiatan pengawasan harus terus dilakukan untuk memastikan kegiatan budidaya tersebut berkelanjutan yang berbasis lingkungan. SIMPULAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah pesisir Situbondo yang sesuai untuk budidaya
Luas Perairan Efektif (Ha)
Potensi Maksimum
383,3 239,6 441,9
38,33 23,96 44,19
3.549 2.218 4.091
538,0
53,80
4.981
241,3 819,9 383,3 239,6 441,9
24,13 81,99 38,33 23,96 44,19
241 820 383 240 442
89,3 538,0 1886,8
8,93 53,80 188,68
0 538 1.887
rumput laut ditinjau dari kualitas perairan laut adalah perairan Kendit, Arjasa dan Jangkar dengan potensi maksimum jumlah rakit 2.218-4.091 unit. Sedang untuk budidaya kerapu, wilayah yang sesuai adalah Besuki, Suboh, Kendit, Arjasa dan Jangkar dengan potensi maksimum jumlah KJA adalah 241-820 unit (Tabel 10). Sementara itu, untuk pengukuran yang sama di wilayah Kabupaten Banyuwangi ditemukan 1 wilayah yang sesuai untuk budiaya rumput laut yaitu Muncar dengan potensi maksimum jumlah rakit adalah 4.981 unit. Sedangkan wilayah yang sesuai untuk budidaya kerapu berada di kawasan Wongsorejo, Muncar dan Tegaldlimo dengan potensi maksimum jumlah KJA adalah 538-1.887 unit.
Zainul H, Maulinna KW: Analisa Kesesuaian dan Daya Dukung
49
DAFTAR RUJUKAN Abdullah M. 1997. Prospek Pengembangan Budidaya Laut. Prosiding Pertemuan Teknis: Pengendalian Budidaya Laut. Batam 25 – 26 Oktober 1994. Dirjen Perikanan Departemen Pertanian. Amarullah. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheum cottonii). Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Cholik F, Jagatraya A G, Poernomo R P dan Jauzi A. 2005. Akuakultur: Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Kerjasama Masyarakat Perikanan Nusantara dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. PT. Victoria Kreasi Mandiri. 415 hal. Dahuri R, Rais J, Ginting S P dan Sitepu M J. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
50
Ghufron M dan Kordi H. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Romimohtarto K dan Juwana S. 2005. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta. Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya Bandeng Dalam Keramba Jaring Apung. Desertasi SPs IPB. Bogor. Radiarta I Ny, Wardoyo S E, Priyono B dan Praseno O. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya Jakarta. 9 (1): 67 – 71 hal. Wibisono M S. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jaka
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
51
MODEL PERHITUNGAN INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL ANGKUTAN LAUT BBM DOMESTIK Firmanto Hadi, Hasan Iqbal Nur, Ni Putu Intan Pratiwi Jurusan Transportasi Laut, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Email:
[email protected]
Abstrak: Transportasi BBM domestik serta kegiatan transportasi lainnya, memiliki biaya transportasi yang harus ditanggung oleh penyedia transportasi. Biaya ini adalah biaya internal transportasi yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan bakar dalam negeri. Biaya ini adalah biaya langsung yang mempengaruhi keputusan transportasi. Transportasi BBM domestik juga menyebabkan biaya eksternal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis biaya eksternal yang timbul akibat proses pengangkutan BBM produk domestik. Biaya eksternal adalah konsep mengukur eksternalitas ke dalam biaya per unit. Pada kondisi yang ada biaya eksternal tidak diperhitungkan saat membuat keputusan transportasi, meskipun memiliki dampak yang besar untuk transportasi BBM domestik. Biaya eksternal yang diuraikan dalam Tugas Akhir ini meliputi biaya utilitas kapal, biaya kemacetan dan biaya polusi udara. Internalisasi biaya eksternal adalah salah satu cara untuk mengetahui pengaruh signifikan biaya eksternal untuk biaya unit transportasi BBM domestik. Analisis sensitivitas juga dilakukan pada setiap komponen biaya eksternal untuk menentukan dampak dari biaya ini untuk biaya unit transportasi. Proses internalisasi ini rata-rata akan meningkatkan biaya unit transportasi BBM domestik dari 363 Rp / Liter untuk 907 Rp / Liter. Kata kunci: biaya eksternal, eksternalitas, internalisasi, transportasi BBM. Abstract: Domestic product oil transport as well as other transportation activities, has transportation costs to be borne by the transport provider. This cost is the internal cost of transport that incurred to transporting the domestic fuel, from the port of loading to the port of discharge. This cost is a direct cost that influences transportation decisions. Domestic product oil transportation also causes an external cost. The purpose of this study is to analyze the external cost incurred due to domestic product oil transporting process. External cost is a concept of quantifying the externalities into cost per unit. At existing conditions external cost is not taken into account when making a transportation decision, although it has a major impact for domestic product oil transportation. External costs outlined in this Final Project include cost of ship’s utility, cost of congestion and cost of air pollution. Internalization of external costs is one way to determine the significance effect of external costs for the unit cost of transporting domestic product oil. Sensitivity analysis was also conducted on each component of the external cost to determine the impact of this cost to unit cost of transportation. This internalization process in average will increase the unit cost of domestic product oil transportation from 363 Rp/Liter to 907 Rp/Liter. Keywords: external cost, externalities, internalization, product oil transportation
51
PENDAHULUAN Transportasi laut memiliki peranan yang sangat vital dalam proses distribusi suatu komoditi, disisi lain adanya kegiatan transportasi laut baik yang secara langsung maupun yang tidak, telah memberikan efek samping pada lingkungan. Efek samping yang tidak diinginkan dari sebuah kegiatan produksi atau konsumsi disebut dengan eksternalitas (Eriksen, 1999). Sebagai contoh dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi pada jangka pendek, misalnya polusi udara akibat proses operasional, dampak lingkungan jangka panjang sebagai akibat penggunaan infrastruktur. Selain dari pada itu terjadinya kecelakaan dan kongesti yang saat ini cenderung meningkat. Berlawanan dengan keuntungan yang diperoleh dari memanfaatkan jasa angkutan transportasi laut, biaya yang ditimbulkan sebagai akibat operasional transportasi laut tersebut, yang selanjutnya disebut dengan biaya eksternal. Secara umum, maka biaya eksternal didefinisikan sebagai biayabiaya yang muncul saat aktivitas ekonomi satu orang atau sekelompok orang berdampak pada kelompok yang lain dan saat dampak ini tidak sepenuhnya diperhitungkan, atau dikompensasikan oleh kelompok pertama (Miola, et al., 2009). Dalam transportasi, biaya eksternal adalah biaya yang dihasilkan oleh pengguna jasa transportasi namun tidak dipikul oleh mereka, namun biaya ini dipindahtangankan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum (Baum, et al., 2008).Pada umumnya tidak diperhitungan, sehingga tidak ditanggung atau dibebankan kepada pengguna jasa transportasi laut. Akibatnya pengguna
52
jasa transportasi laut biasanya tidak memperhitungkan biaya tersebut dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai contoh dalam angkutan laut Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya angkutan BBM domestik, adanya biaya-biaya eksternal yang ditimbulkan tidak tercermin dalam biaya transportasi kegiatan ini. Mengingat BBM adalah komoditi yang dalam tahap konsumsinya sebagian besar biayanya masih ditunjang oleh pemerintah, maka intervensi kebijakan publik sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan transportasi. Tidak diperhitungkannya biaya eksternal ini pada angkutan laut BBM tersebut dapat mempengaruhi besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna transportasi laut dan konsep user payspolluter pays gagal untuk diterapkan. Internalisasi biaya-biaya eksternal merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untukmembebankan efek negatif yang disebabkan oleh adanya kegiatan transportasi laut, pada khususnya transportasi BBM domestik. Internalisasi biaya eksternal berarti membuat sebuah bagian yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan para pengguna transportasi. Sesuai dengan pendekatan teori kesejahteraan, internalisasi biaya-biaya eksternal dengan menggunakan instrumen berbasis pasar dapat mengarah pada penggunaan infrastruktur yang lebih efisien. Juga pengurangan terhadap efek samping yang negatif dari aktivitas transportasi laut, dan peningkatan rasa keadilan diantara para pengguna jasa transportasi (Maibach, et al., 2008). Mengingat akan hal pentingnya faktor lingkungan terutama dalam jangka panjang, maka sudah seharusnya tinjauan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
masalah biaya eksternal mendapatkan perhatian. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan internalisasi biaya eksternal sebagai dampak dari penyelenggaraan angkutan laut BBM domestik serta unit biaya eksternalitas yang ditimbulkan oleh aktivitas tersebut. Eskternalitas Transportasi Kegiatan transportasi laut diketahui memberikan beberapa efek negatif yang substansial. Eksternalitas sendiri adalah efek samping yang tidak diinginkan dari sebuah kegiatan produksi atau konsumsi (Eriksen, 1999). Biaya yang timbul dari efek negatif itulah yang disebut biaya eksternal (external cost). Secara umum, biaya-biaya eksternal didefinisikan sebagai biaya-biaya yang dapat muncul saat aktivitas ekonomi satu orang atau sekelompok orang yang berdampak pada kelompok yang lain dan saat dampak ini tidak sepenuhnya diperhitungkan, atau dikompensasi kelompok pertama (Miola, et al., 2009). Dalam transportasi, biaya eksternal adalah biaya yang dihasilkan oleh pengguna jasa transportasi namun tidak dipikul oleh mereka, namun biaya ini dipindahtangankan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum (Baum, et al., 2008). Sebaliknya dengan keuntungan, biaya dari dampak transportasi laut ini pada umumnya tidak ditanggung oleh pengguna jasa transportasi dan juga tidak diperhitungkan pada saat mereka mengambil keputusan transportasi. Biaya eksternal adalah biaya yang dibebankan pada sosial dan tanpa intervensi kebijakan, tidak diperhitungkan oleh pengguna jasa transportasi (Maibach, et al., 2008). Baumol and Oates (1988) dalam (Prasetyo, 2012) menjelaskan tentang konsep eksternalitas dalam dua pengertian berbeda :
Eksternalitas yang bisa habis (a depleatable externality), yaitu suatu dampak eksternal yang mempunyai ciri barang individu (private good) yang mana jika barang itu dikonsumsi oleh seorang individu, barang itu tidak bisa dikonsumsi oleh orang lain. Eksternalitas yang tidak habis (an undeplate externality), yaitu suatu efek eksternal yang mempunyai ciri barang publik (public goods) yang mana barang tersebut bisa dikonsumsi oleh seseorang, dan juga bagi orang lain. dengan kata lain, besarnya konsumsi seseorang akan barang tersebut tidak akan mengurangi konsumsi bagi yang lain. Keadaan eksternalitas yang merupakan barang publik seperti polusi udara, air dan suara merupakan contoh eksternalitas jenis yang tidak habis dan memerlukan instrumen ekonomi untuk dapat menginternalisasikan dampat tersebut dalam aktivitas dan analisa ekonomi. Eksternalitas dan Biaya Eksternal Transportasi Biaya eksternal adalah biaya-biaya yang dibebankan pada masyarakat, tanpa interfensi kebijakan-biaya ini tidak diperhi-tungkan untuk pengguna jasa transportasi. Perbedaan dari biaya internal dengan biaya eksternal adalah pihak luar (eksternal) yang membayarkan biaya eksternal. Walaupun biaya eksternal tidak diperhitungkan dan tidak termasuk dalam harga sebuah produk namun biaya ini harus tetap dibayarkan. Biaya ini biasanya akan berakhir dibayarkan melalui bayar pajak, kompensasi kejadian, pembayaran medikasi dan asuransi juga oleh generasi mendatang dengan kerugian kualitas lingkungan. Biaya eksternal adalah beda antara public cost dengan private cost. Namun
Firmanto H, Hasan IN, Ni Putu I P: Model Perhitungan Internalisasi Biaya
53
untuk menghasilkan nilai yang kuantitatif, definisi dari biaya eksternal harus lebih tepat. Berdasar teori kesejahteraan ekonomi (economic welfare theory), pemakai jasa transportasi harus membayar semua biaya sosial marginal (marginal social costs) yang ada akibat dari aktivitas proses transportasi. Mempertimbangkan private marginal costs (seperti biaya menggunakan kendaraan atau alat angkutan dan biaya personal untuk pengemudinya), beban biaya infrastruktur optimal harus mencerminkan biaya ekster-nal marginal (marginal external costs) dari
penggunaan infrastruktur, biaya kongesti atau kemacetan, biaya kecelakaan, kejadian dan biaya lingkungan. Hanya sebagian dari biaya ini yang berharga relevan. Sebagian yang lain (seperti kerugian dalam hal waktu, kerusakan kesehatan dan sebagainya adalah kerugian kesejahteraan. Dalam Handbook on Estimation of External Costs in The Transport Sector (INFRAS, CE DELFT, Fraunhofer Gessellschaft-ISI, University of Gdansk, 2008) dijabarkan ruang lingkup dan level eksternalitas sebagai berikut.
Tabel 1. Komponen Biaya Eksternal dan Tingkat Eksternalitasnya Cost component
Private and social cost
Esternal part in general
Biaya atas kelangkaan infrastruktur (biaya akibat kongesti dan kelangkaan)
Semua biaya atas lalu lintas pengguna dan sosial (waktu, kendalan, operasi, aktivitas ekonomi yang terlewatkan) yang disebabkan oleh tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi.
Biaya tambahan yang dibebankan kepada semua pengguna transportasi yang lain dan juga sosial, selain biaya tambahan milik pribadi.
Biaya atas kecelakaan
Semua biaya langsung dan tidak langsung dari terjadinya kecelakaan (biaya materiil, biaya obat-obatan, kerugian produksi, dll)
Bagian dari social cost yang tidak dipertimbangkan pada antisipasi risiko baik pribadi maupun kelompok dan tidak ditanggung oleh asuransi (pihak ketiga).
Biaya lingkungan
Semua kerusakan lingkungan yang mengganggu (biaya kesehatan, kerusakan material, kerusakan biosphere, risiko jangka panjang).
Bagian dari biaya sosial (social cost) yang tidak diperhitungkan (tidak dibayarkan).
METODE PENELITIAN Secara garis besar metode penelitian dalam penelitian ini dibagi dalam 3 (tiga) tahapan utama, yakni tahap analisis kondisis eksisting untuk
54
kegiatan angkutan laut BBM domestik, identifikasi dan analisis eksternal-itas dan analisis internalisasi biaya eksternal (Gambar 2). Berikut merupakan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
penjelasan
Mulai
masing–masing
tahapan
penelitian:
Identifikasi Permasalahan
Identifikasi Mekanisme Angkutan Laut BBM Domestik
Aktivitas Pengangkutan BBM Domestik
Identifikasi Pergerakan Muatan & Sarana Prasarana
Eksternalitas Biaya Eksternal
Analisis Kinerja Angkutan BBM Domestik
Eksternalitas Biaya Eksternal Biaya eksternal belum ditanggung
Analisis Biaya Eksternal
Ship Utility
Congestion
Cost of Ship Utility
Demmurage
Cost of Daily Operation
Inventory Carrying COst
Opportunity Cost
Internalisasi Biaya Eksternal
Air Pollution
Cost of Air Pollution
Selesai
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 1. Analisis kondisis eksisting kegiatan ang-kutan laut BBM domestik. a) Identifikasi Pergerakan Muatan BBM Domestik dan Identifikasi Sarana dan Prasarana. Pada tahap ini dilakukan identifikasi pergerakan muatan BBM domestik ke seluruh daerah yang dilayani oleh penyedia jasa angkutan laut yang sudah dibatasi (PT. X). b) Identi-fikasi Mekanisme Angkutan Laut BBM Domestik. Pada tahap ini dilakukan analisis mengenai mekanisme pengangkutan BBM domestik lewat laut ke daerahdaerah di Indonesia. Bagaimana pola pengangkut-annya, termasuk di dalamnya pengelompok-an daerah yang dilayani. c) Analisis Kinerja Kondisi Eksisting. Pada tahap ini dilakukan analisis kinerja pengangkutan laut BBM domestik dari sisi waktu dan biaya internal
transportasi(internal transportation cost) yang terjadi.untuk melakukan kegiatan pengangkutan atau distribusi BBM ke satu daerah. 2. Identifikasi dan Analisis Eksternalitas, pada tahap ini dilakukan identifikasi dan analisis terhadap 3 komponen eksternalitas yaitu ship utility, congestion, dan air pollution. Ketiga komponen eksternalitas tersebut termanifestasi dalam biaya ekster-nal (external cost). a) Komponen cost of ship utility dianalisis sebagai nilai muatan yang hilang karena kapal tidak dapat mengangkut dengan kondisi muatan penuh akibat terbatasnya infrastruktur. b) Kompo-nen congestion cost dan dianalisis dari sisi implisit dan eksplisit. Sisi eksplisit dapat diukur dari daily operating cost ditambah berapa besar
Firmanto H, Hasan IN, Ni Putu I P: Model Perhitungan Internalisasi Biaya
55
demmurage yang harus dibayarkan jika terjadi kongesti. Sedangkan sisi implisit digambarkan dengan jalan menghitung inventory carrying cost atas muatan jika terjadi kongesti. c) Komponen air pollution cost yang dianalisis dengan menghitung emisi yang dihasilkan dalam setiap kegiatan kapal dan menginterpreta-sikan nilai emisi tersebut dalam bentuk biaya. 8 jenis polutan (CH4, CO, CO2, NOx, PM10, PM25, ROG, SOx) yang dihasilkan setiap kapal diukur dalam penelitian ini. Namun hanya satu jenis yang dihasilkan dengan jumlah paling besar dan paling mungkin diuangkan, yang akan dihitung sebagai air pollution cost. 3. Penentuan Internalisasi Biaya Eksternal, pada tahap ini merupakan bagian akhir dalam proses pengerjaan penelitian ini, dimana seluruh biaya eksternal yang sudah dianalisis sebelumnya diinternalisasi ke dalam biaya internal pengangkutan BBM domestik lewat laut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi BBM Domestik Pada Gambar 2 di atas, dapat terlihat alur proses distribusi BBM domestik, dimana minyak mentah hasil produksi dalam negeri diolah di kilang domestik untuk memenuhi kebutuhan BBM dan non-BBM dalam negeri. Disamping itu, pembelian minyak mentah dari pihak swasta juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan juga untuk memproduksi jenis-jenis produk kilang tertentu (seperti lube base dan aspal). Minyak mentah yang diolah di kilang minyak dalam negeri menghasilkan produk BBM antara lain premium, solar, minyak diesel, minyak tanah, minyak
56
bahan bakar, aviation gasoline (Avgas), aviation turbin fuel (Avtur) dan residu. Sedangkan produk non-BBM yang dihasilkan adalah pelumas. Namun dalam memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, beberapa jenis BBM seperti solar, minyak diesel dan minyak bakar masih harus diimpor. Kilang-kilang dalam negeri saat ini hanya mampu mengolah minyak mentah jenis sour crude yang berkadar belerang tinggi, sedangkan minyak mentah jenis sweet crude yang berkadar belerang rendah saat ini masih diekspor. Minyak mentah hasil produksi kilang pengeboran dalam negeri dan impor diangkut ke kilang pengolahan milik dalam negeri serta asing dengan menggunakan kapal. Hasil pengolahan di kilang-kilang tersebut diangkut dengan menggunakan kapal atau disalurkan melalui pipa lalu di timbun di depot utama. Minyak dari depot utama dapat langsung didistribusikan ke pengguna produk minyak ataupun dapat ditimbun terlebih dahulu di depot akhir, terminal back loading, terminal transit atau pada floating storageuntuk selanjutnya didistribusikan ke pengguna (end user) dengan moda angkutan berupa kereta api, pipa, kapal tanker dan truk. Untuk daerah penyaluran BBM domes-tik dapat dibagi dalam 8 wilayah, dengan pelabuhan transitnya pada masing-masing wilayah I-VIII dan secara berurutan adalah sebagai berikut: Pelabuhan Belawan Medan, pelabuhan Panjang Palembang, pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, pelabuhan Balikpapan, Makassar, dan Jayapura. Biaya Internal Angkutan Laut BBM Domestik Unit biaya untuk biaya internal trans-portasi BBM domestik merupakan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
fungsi dari total semua biaya internal dan jumlah masing-masing jenis BBM yang diangkut. Unit biaya ini adalah
merupakan fungsi dari akumulasi seluruh biaya internal terhadap total BBM yang diangkut (Persamaan 1).
Gambar 2. Alur Proses Distribusi BBM Domestik Unit cost i (Rp/Lt) = (Bunker cost + Port charges + TCH) Total cargo
………. Persamaan 1 Dimana: Unit Costi : unit biaya internal (i) angkutan laut BBM domestik (Rp/Lt). Bunker cost: biaya konsumsi bahan bakar Fuel cons = engine size x % load of MCR (Rp/Hari) ……….. Persamaan 2
Dimana: Engine Size: daya main dan auxiliary engine (kW) Specific Fuel Consumption (SFC) : laju konsumsi bahan bakar (g/kW-hr)
% Load of MCR : persentase penggunaan mesin Port charges : Biaya kepelabuhanan Port charges = Biaya Labuh + Tambat + Pandu +Tunda (Rp/Call) …….. Persamaan 3 Dimana: Biaya Labuh: GT_ship X Unit Biaya labuh X Etmal Biaya Tambat: GT_ship X Unit Biaya labuh X Etmal Biaya Pandu: (4 ×Unit Biaya pandu_fixed) + (4×GT_ship×Unit Biaya pand_var) Biaya Tunda: (jam×Unit Biaya tunda_fixed) + (jam×GT_ship×Unit Biaya tunda_var)
Firmanto H, Hasan IN, Ni Putu I P: Model Perhitungan Internalisasi Biaya
57
TCH (Time Charter Hire): Biaya sewa kapal (Rp/Tahun) Total cargo: Total muatan yang diangkut pelabuhan loading sampai pelabuhan discharge (Lt) Setiap wilayah pemasaran memiliki besaran unit biaya yang berbeda. Hal ini disebabkan rute pelayarandan layanan di pelabuhan pada setiap wilayah berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan waktu tempuh dan waktu layanan pelabuhan.
Hal tersebut berdampak pada biaya internal kapal yang bervariasi. Dari hasil analisis didapatkan bahwa daerah Pemasaran V (Surabaya) memiliki unit biaya paling tinggi yaitu sebesar 649 Rp/Lt, sedangkan unit biaya yang paling rendah terjadi pada pengangkutan BBM ke wilayah pemasaran III (Jakarta). Ratarata unit biaya internal untuk transportasi BBM domestik adalah sebesar 363 Rp/Lt (Gambar 3).
Unit BIaya Internal (Rp/Lt)
700
649
600 500 424 383
400 300
256
207
213
III
IV
220
236
VI
VII
200 100 I
II
V
VIII
Wilayah Pemasaran
Gambar 3. Unit Cost Internal Berdasarkan Wilayah Pemasaran Biaya Eksternal Angkutan Laut BBM Domestik Pada bagian ini akan dihitung biaya eksternal yang timbul akibat aktivitas dari pengangkutan BBM domestik lewat laut. Terdapat tiga komponen biaya eksternal yang akan dihitung, yakni biaya atas utilitas armada, kongesti dan polusi udara. (CSU+CC+APC) Unit costi (Rp/Lt)= Total cargo …….. Persamaan 4
58
dimana, Unit Costi: Unit biaya eksternal (e) angkutan laut BBM domestik (Rp/Lt) CSU(Cost of Ship Utility), CC (Conges-tion Cost), APC (Air Pollution Cost) Cost of Ship Utility (CSU) Biaya atas terjadinya deadfreight, dimana kapal tidak dapat membawa muatan sebanyak kapasitasnya, akibat
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
terbatasnya infrastruktur yang dalam hal ini adalah draft pelabuhan. CSU (Rp/lt) = Unit costi-deadfreight -Unit costi-normal …….. Persamaan 5 Unit costi-deadfreight (Rp/lt) = Total cost Total cargodeadfreight
…….. Persamaan 6 Rp Total cost Unit costi-normal ( ) = lt ECC …….. Persamaan 7 Dimana: Unit costi-deadfreight: unit biaya internal transportasi untuk kondisi deadfreight (Rp/Lt) Unitcosti-normal: unit biaya internal Effective Load Factor 100% (Rp/Lt) Total cost: Total biaya angkutan (loadingunloading) (Rp) Total cargodeadfreight: Total muatan saat kondisi deadfreight. (Lt) ECC: Effective Carrying Capacity, payload (Lt) Rata-rata biaya utilitas armada untuk seluruh daerah pemasaran adalah sebesar 8.48 Rp/Lt, dimana daerah Pemasaran II memiliki rata-rata biaya paling tinggi yaitu sebesar 34.74 Rp/Lt, menyusul daerah Pemasaran I sebesar 22.92 Rp/Lt (Error! Reference source not found.). Congestion Cost (CC) Biaya kongesti atau congestion costterdiri dari 2 (dua) komponen, yakni biaya eksplisit dan implisit. Biaya eksplisit terdiri daridemmurage dan daily operating cost, sedangkan biaya implisit merupakan inventory carrying cost.
Congestion Cost(Rp) = Demmurage + DOC + ICC …….. Persamaan 8 Dimana:
Demmurage: biaya atas kelebihan waktu yang telah diperjanjikan, nilainya sama dengan kelebihan waktu (excess laytime) dikalikan tarif demmurage sesuai dengan perjanjian. Laytime sendiri adalah sejumlah waktu yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan bongkar/muat di suatu pelabuhan. Demmurage (Rp)=
(Tot laytime+allowance-std laytime)×TCH
…….. Persamaan 9 Daily Operating Cost (DOC): untuk menghitung DOC, waktu tunggu yang digunakan adalah sama dengan excess laytime hasil perhitungan pada bagian demmurage ditambah dengan selisih estimated time arrival (ETA) dengan actual time arrival (ATA). DOC = (Excess laytime×bunker costME ) + (Excess laytime×bunker costAE ) + (Excess laytime×port charges) …….. Persamaan 10 Inventory Carrying Cost (ICC): biaya terkait dengan penyimpanan (carrying), dengan kemungkinan nilai seperempat dari nilai barang yang disimpan (inventory). Inventory carrying cost (Rp) = tot cargo X cargo value X waiting time X interest rate …….. Persamaan 11
Firmanto H, Hasan IN, Ni Putu I P: Model Perhitungan Internalisasi Biaya
59
Rata-rata komponen ICC untuk semua daerah pemasaran adalah sebesar 388 Rp/Lt, sedangkan untuk komponen DOC adalah sebesar 133 Rp/Lt, rata-rata komponen demmurage memiliki nilai paling rendah yaitu sebesar 11.5 Rp/Lt. Untuk nilai ICC tertinggi terdapat pada pada daerah Pemasaran III dengan nilai ICC rata-rata sebesar 1,576 Rp/Lt, ratarata demmurageter besar terletak pada daerah pemasaran V yaitu sebesar 15.3 Rp/Lt (Error! Reference source not found.). Air Pollution Cost (APC): Eksternalitas berupa polusi udara merupakan fungsi dari penggunaan daya mesin, jenis bahan bakar, dan lama penggunaan mesin. Air pollution cost (Rp)= Emisson(ton) X pollutant price(Rp/ton) …….. Persamaan 12
Emission(Ton)= Emission factor × engine power × loading factor × hours × Engine Age (1+Deterioration× ) Engine life time …….. Persamaan 13 Dimana: Emission: Jumlah emisi yang dikeluarkan mesin kapal (Ton) Pollutant price : Harga polutan kuantifikasiemisi dalam satuan biaya (Rp/Ton) Loading factor : Persentase beban mesin saat digunakan Hours: Waktu penggunaan mesin (Jam) Deterioration: Faktor penurunan kemampuan mesin akibat umur
4.77 DAERAH PEMASARAN
VII VI
1.22 0.14
V
1.79
IV
0.48
III
1.80
II
34.74
I
22.92 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
AVG. COST OF SHIP UTILITY (RP/LITER)
Gambar 4. Rata-rata Biaya Utilitas Armada
60
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
0.0
5.0
DEMMURAGE (RP/LITER) 10.0
15.0
20.0
DAERAH PEMASARAN
VIII
AVERAGE_DOC
VII VI V
AVERAGE_ICC
IV III II
AVERAGE_DEMM URAGE
I
0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
DOC & ICC (RP/LITER)
Gambar 5. Rata-rata Komponen Biaya Kongesti
DAERAH PEMASARAN
VIII
70.4
VII
31.9
VI
33.2
V
48.8
IV
AVERAGE_EMISSION _COST
35.8
III
30.4
II
48.9
I
35.0 0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
RP/LITER
Gambar 6. Rata-rata Biaya atas Polusi Udara Internalisasi Biaya Eksternal Internalisasi dapat dilakukan dengan memasukkan biaya eksternal angkutan BBM domestik ke dalam biaya internal, nilai dari internalisasi ini merupakan fungsi dari total biaya internal dan total biaya eksternal terhadap total angkutan (unit cost inter-nalisasi).
Rp Unit costie ( ) = lt (Demmurage+DOC+ICC+Air Poll.cost) Total cargo +Unit costi …….. Persamaan 14
Firmanto H, Hasan IN, Ni Putu I P: Model Perhitungan Internalisasi Biaya
61
Berdasar hasil perhitungan diketahui bahwa wilayah pemasaran III memiliki unit biaya internalisasi paling tinggi yakni sebesar 1,971 Rp/Lt, sedangkan wilayah pemasaran VII memiliki unit biaya internalisasi paling rendah yaitu sebesar 484 Rp/Liter. Biaya utilitas kapal memberikan pengaruh paling kecil pada keseluruhan nilai internalisasi, sedang komponen biaya
kongesti memberi pengaruh paling besar. Daerah Pemasaran III memiliki komponen biaya kongesti yang paling besar sejalan dengan komponen biaya polusi udara yang paling besar juga, hal tersebut dapat terjadi disebabkan waktu tunggu yang tinggi di daerah tersebut (Gambar 7).
2,500
RP/LITER
2,000 1,500 ALL INTERNALIZED
1,000
UNIT COST 500
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
DAERAH PEMASARAN
Gambar 7. Rata-rata Perbandingan Unit Biaya Eksisting dan Internalisasi
SIMPULAN Angkutan laut BBM domestik dapat memberikan biaya internal dan biaya eksternal, dimana biaya eksternal memberi jumlah yang lebih besar. Unit biaya internal transportasi BBM domestik berdasarkan wilayah distribusinya berkisar antara 207 Rp/Lt – 649Rp/Lt, dengan rata-rata unit biaya internal adalah sebesar 363 Rp/Lt, sedangkan unit biaya eksternal berkisar antara 248Rp/Lt – 1764 Rp/Lt dengan rata-rata sebesar 583 Rp/Liter. Komposisi unit biaya eksternal terdiri dari biaya kongesti (92%), biaya polusi udara (7%) dan biaya utilitas armada (1%).Internalisasi biaya eksternal akan meningkatkanunit
62
costpada angkutan BBM domestik, yakni berkisar antara 484Rp/Lt – 1,971Rp/Lt. DAFTAR RUJUKAN Baum, H., Geißler, T., Schneider, J. & Bühne, J.-A., 2008. External Costs in the Transport Sector – A Critical Review of the EC-Internalisation Policy, Cologne: Institute for Transport Economics. Baumol, W. & Oates, W., 1988. The theory of environmental policy: externalities, public outlays, and the quality of life. 2nd penyunt. Cambridge: Cambridge University Press. Cooper, D. & Gustafsson, T., 2004. Report series for SMED and SMED&SLU, Norrköping, Sweden: SMHI Swedish
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Meteorological and Hydrological Institute. Eriksen, K. S., 1999. Calculating External Costs of Transportation in Norway, Principles and Results. Oslo, NECTAR Conference. INFRAS, CE DELFT, Fraunhofer Gessellschaft-ISI, University of Gdansk, 2008. Handbook on Estimation of External Costs in The Transport Sector, Delft: CEPublications. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, 2011. Kajian
Penyediaan dan Pendistribusian BBM PSO. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Maibach, M. et al., 2008. Handbook on estimation of external costs in the transport sector, Delft: CEpublications. Miola, A. et al., 2009. External Cost of Transportation Case Study : Maritime Transport, Luxembourg: Official Publications of the European Communities.
Firmanto H, Hasan IN, Ni Putu I P: Model Perhitungan Internalisasi Biaya
63
KARAKTERISTIK GELOMBANG MUSIM BARAT DI PERAIRAN WONOREJO, SURABAYA Supriyatno Widagdo Jurusan Teknik Kelautan (Oseanografi) Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah
[email protected]
Abstrak: Wilayah pesisir Wonorejo di Pantai Timur Surabaya memiliki kawasan mangrove yang berpotensi mengubah garis pantainya secara progresif. Sifat dinamiknya membuat karakter alami lautnya, khususnya gelombang menjadi menarik untuk dikaji. Penelitian bertujuan menganalisis pola sebaran arah datang dan tinggi gelombang di kawasan Wonorejo, Surabaya selama Musim Barat (Desember-Maret). Data yang digunakan berupa ramalan per jam gelombang periode 2012-2013 dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Maritim II Surabaya dengan lokasi studi pada. 7o18’14” LS; 112o 51’ 41.86” BT. Data gelombang bulanan selanjutnya diolah dengan software WRPlot®. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik gelombang di perairan Wonorejo selama Musim Barat menjalar sangat mantap dari timurlaut dengan dominasi tinggi gelombang relatif kecil setinggi 5-20 cm. Kematangan gelombang terjadi pada Januari-Februari. Gelombang tertinggi dan rata-rata gelombang tertinggi masingmasing sebesar 61 cm dan 13.41 cm terjadi pada Januari saat gelombang bergerak dari timurlaut dan utara. Pada Februari gelombang secara mantap datang dari timurlaut dengan dominasi tinggi 15-20 cm. Pada musim ini rata-rata titik nadir gelombang mencapai 4.5 cm dengan rerata tinggi gelombang 12.22 cm. Efek musonal Musim Barat kurang menemukan kesesuaian dengan gerakan gelombang yang menjalar dari utara-timurlaut. Variasi batimetri Selat Madura dari sisi utarabaratlaut ke timur disinyalir memberi pengaruh berbeloknya arah datang gelombang di titik pengamatan. Kata Kunci: tinggi gelombang, arah gelombang, Musim Barat, Wonorejo. Abstract: Wonorejo coastal areas on the East Coast of Surabaya mangrove areas which have the potential to change the coastline progressively. Its dynamic nature makes the natural character of the sea, the waves become particularly interesting to study. The study aims to analyze the distribution pattern and direction coming wave height in the area of Wonorejo, Surabaya for West season (December to March). Data used in the form of hourly wave forecast period 2012-2013 from Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Maritim II Surabaya, study sites in. 7o18'14 "LS; 112o 51 '41.86 "E. Monthly wave data subsequently processed by software WRPlot®. The results showed that the characteristics of the waves in the waters of Wonorejo for West season spread very steady from the northeast to the dominance of a relatively small wave height 5-20 cm tall. The maturity waves occurred in January-February. The highest wave and the average of the highest waves respectively by 61 cm and 13:41 cm occurred in January when the wave moves from the north-east and north. In February, the steady wave coming from
64
the northeast with a high predominance of 15-20 cm. On this season, the average waves reaching 4.5 cm with a mean wave height 12.22 cm. Seasonal effects of West season less finding conformity with the movement of the waves which spread from the north-northeast. Madura Strait bathymetric variations from the north-north-west side to the east allegedly influencing the wave direction at the observation point. Keywords: wave height, wave direction, West season, Wonorejo.
PENDAHULUAN Surabaya merupakan sebuah kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia yang berkembang pesat seiring dengan dinamika dunia industri. Pengembangan industri di dalam banyak sektor sangat membutuhkan banyak lahan baru yang acapkali mengorbankan kawasan hijau. Maraknya pengembangan perumahan dan pembukaan areal lahan tambak baru merupakan contoh bagaimana fungsi ekologis suatu kawasan pesisir bukan menjadi pilihan yang utama karena lebih mengutamakan usaha bisnis yang profit oriented. Oleh sebab itu keberadaan kawasan hijau yang terpelihara di antara maraknya pemanfaatan lahan yang berorientasi profit di kota metropolitan menjadi suatu masalah unik tersendiri. Contoh kawasan hijau semacam itu di kota Surabaya ditemukan di sebelah timur, yakni di pantai timur Surabaya (selanjutnya disingkat Pamurbaya). Perhatian warga kota terhadap pengelolaan Pamurbaya pada umumnya masih ditujukan pada utilitas lahan yang terkait dengan ekowisata; sementara karakteristik alaminya, seperti kondisi meteo-oseanografi, masih sangat kurang. Pemahaman kondisi meteo-oseanografi sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pengelolaan kawasan tersebut disesuai dengan karakter alaminya.Oleh sebab itu menjadi penting untuk dapat dipahami karaktersitik untuk gelombang musiman, khususnya Musim Barat, terutama dalam
kaitannya dengan sifat dinamika garis pantai dan eksistensi mangrove di pesisir Pamurbaya. Terkait dengan hal tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis arah datang dan tinggi gelombang di perairan Wonorejo Surabaya, sebagai bagian dari Pamurbaya, selama Musim Barat (Desember-Maret) sebagai bagian dari pola musonal yang terjadi di lokasi studi. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya deskripsi arah dan tinggi gelombang selama Musim Barat, sebagai bagian dari musim-musim yang berbeda selama setahun. Pemahaman tersebut untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengelolaan untuk pesisir Pamurbaya agar menjadi lebih optimal, terutama dikaitkan dengan eksistensi dan pelestarian mangrove di kawasan timur pesisir Surabaya.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan cara menggunakan data ramalan gelombang yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim II Perak Surabaya 2012-2013. Posisi pengambilan dari data berada di perairan pantai Wonorejo (bagian dari Pamurbaya), sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1, yang secara geografi berada pada 7o18’14” LS; 112o 51’ 41.86”. Data tersebut berupa data untuk pola
Supriyatno W: Karakteristik Gelombang Musim Barat
65
gelombang harian yang diprediksi setiap jam. Data kemudian dikelompokkan per bulan mulai Desember hingga Maret yang menjadi periode Musim Timur. Data gelombang bulanan selanjutnya diolah
dengan software WRPlot® untuk mengetahui pola sebaran gelombang datang, beserta distribusi dari frekuensi tingginya; selain itu juga dilakukan pengolahan statistika deskriptifnya.
Gambar 1. Lokasi penelitian di perairan Wonorejo sebagai bagian dari pesisir Pamurbaya Selanjutnya dilakukan analisis pola arah dan tinggi dari gelombang dengan menggunakan program WRPlot®. Pola gelombang akan disajikan secara bulanan selama Musim Barat, yakni pada kurun Desember-Maret. Contoh hasil analisis pola gelombang dengan program WRPlot diperlihatkan pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Musim Barat berlangsung selama Desember hingga Maret yang merupakan periode basah di kawasan Indonesia dan ditandai dengan relatif tingginya cutah
66
hujan dibandingkan dengan periodeperiode lainnya (Nontji 1997). Karakter meteo-oseanografi musiman yang khas ini juga memberikan pengaruh berbedabeda di setiap wilayah dan yang memiliki keragaman alam tidak sama, terutama di kawasan pesisir. Posisinya yang menjadi area pembatas di antara badan perairan laut dan bentangan terestrial daratan menjadikan gelombang yang terjadi di daerah perairan pesisir sangat berpotensi mengalami deformasi yang mengubah karakteristiknya yang jauh berbeda bila dibanding dengan saat terjadi di lautan lepas. Di perairan Wonorejo, Musim Barat
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
menandai periode gelombang lemah. Sejak Desember hingga Maret pada saat musim ini berlangsung, sebagaimana bisa dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. Pada gambar itu dapat dilihat rentang tinggi gelombang tertinggi yang hanya
mencapai 20-30 cm dengan dominasi arah datang gelombang menjalar dari timurlaut pada lingkup arah datang utaratimurlaut-timur.
Gambar 2. Contoh tampilan WRPlot yang menunjukkan pola gelombang yang secara dominan bergerak dari barat dan barat laut dengan tinggi maksimum 30-50 cm. Desember Gelombang yang terjadi pada bulan yang menandai awal Musim Barat ini, secara umum bergerak dari timur (~55%) dan timurlaut (~40%). Rentang tinggi gelombang tertinggi sebesar 20-30 cm yang bergerak dari arah timur; sedangkan gelombang lemah setinggi ≤10-15 cm menjalar dari arah timur laut (Gambar 4: Desember). Pada bulan yang menjadi saat akhir tahun ini, tinggi dari gelombang dominan terekam sebesar 10-15 cm, disusul dengan gelombang setinggi 15-20
cm dan 20-30 cm dengan capaian frekuensi kejadian masing-masing 39.5%, 31.2% dan 20.9% (Gambar 3: Desember). Gelombang terendah tercatat setinggi 510 cm kendati dengan frekuensi yang relatif kecil sebesar <10%. Dengan kecenderungan posisi yang semakin menurun mulai dari awal bulan menuju akhir bulan, fluktuasi tinggi dari gelombang periode Desember mencapai tinggi maksimum sebesar 23 cm dengan rata-rata setinggi 13 cm (Gambar 5: Desember).
Supriyatno W: Karakteristik Gelombang Musim Barat
67
Desember
Januari
Februari
Maret
Gambar 3. Pola sebaran gelombang selama Musim Barat sejak Desember hingga Maret
68
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Desember
A p r i l
Januari
A p r i l
Februari Maret
A p r i l
A p r i l
Wave Class (cm)
Wave Class (cm)
Gambar 4. Pola sebaran gelombang selama Musim Barat sejak Desember hingga Maret
Supriyatno W: Karakteristik Gelombang Musim Barat
69
Tinggi gelombang selama Januari secara umum relatif kecil dengan dominasi arah fatang gelombang timurlaut dan timur. Dominasi arah datang ini sedikit menga-lami perubahan bila dibandingkan dengan arah datang
gelombang sebulan sebelum-nya yang secara dominan berasal dari timur dan timurlaut (Gambar 3: Januari). Gelombang yang datang dari timurlaut terekam sebesar 65% dari frekuensi kejadian, sedangkan dari utara 40%.
Maks 23 Rerata 13.00 Min 6
Maks 61 Rerata 13.41 Min 3
Maks 35 Rerata 12.92 Min 5
Maks Rerata Min
21 9.53 4
Gambar 5. Fluktuasi bulanan tinggi gelombang selama Musim Timur sejak Desember hingga Maret
70
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Gelombang yang tertinggi 20-40 cm terjadi dengan frekuensi 4.0%, sementara tinggi gelombang dominan sebesar 5-10 cm sebanyak 66% (Gambar 4: Januari). Gelombang yang terjadi selama periode ini juga mengalami pelemahan dari periode sebelumnya dengan rekaman data tinggi gelombang 1-5 cm sebanyak 2%. Nadir tinggi gelombang serendah ini tidak ditemukan selama Desember. Rekaman harian tinggi gelombang periode Januari, seperti diperlihatkan pada Gambar 5: Januari, menunjukkan bahwa tinggi gelombang rerata yang terjadi setinggi 13.41 cm, sedangkan tinggi maksimumnya mencapai 61 cm. Februari Bulan Februari menandai periode penguatan kondisi gelombang, baik arah maupun tingginya. Arah datang dari gelombang secara mantap (~95%) akan bergerak dari arah timurlaut (Gambar 3: Februari). Secara umum tinggi gelombang juga akan meningkat dibanding periode sebelumnya, kendati rentang gelombang tertingginya lebih kecil. Tinggi gelombang 15-20 cm itu kini mendominasi terjadi gelombang dengan capaian 43.8%, disusul secara berturutturut oleh gelombang setinggi 10-15 cm dan 5-10 cm dengan frekuensi masingmasing 36.0% dan 18.0% (Gambar 4: Februari). Gelombang tertinggi berada pada kisaran 20-30 cmdengan capaian kejadian hanya 2.2%. Hasil rekaman dari fluktuasi tinggi gelombang harian akan menunjukkan bahwa gelombang tertinggi bulan ini mencapai 35 cm dengan rerata 12.92 cm (Gambar 5: Februari). Maret Seperti pada periode sebelumnya, di akhir Musim Barat ini gelombang masih mantap dan bergerak dari timur dengan
frekuensi kejadian ~95% (Gambar 3: Maret). Kendati dengan demikian, apabila dibandingkan dengan periode Februari, tinggi gelombang secara umum telah mengalami pelemahan. Tinggi gelombang dominan kini berkisar 5-10 cm yang mencapai 62.6%, disusul berturut-turut oleh gelombang setinggi 15-20 cm dan 10-15 cm yang masing-masing mencapai 29.2% dan 7.0% (Gambar 4: Maret). Capaian gelombang tertinggi, seperti pada kondisi Februari, masih berada pada kisaran 20-30 cm yang kini mengalami penurunan frekuensi kejadian hanya 1.2%. Rekaman fluktuasi harian tingggi gelombang menunjukkan bahwa selama bulan Maret gelombang rerata bergerak dengan ketinggian 9.53 cm dengan tinggi maksimum 21 cm (Gambar 5: Maret). Bila pola arah datang gelombang selama Musim Barat yang secara umum bergerak dari timur laut diplot di lokasi penelitian yang berada pada kawasan perairan Selat Madura, selintas kurang mengindikasikan efek musonal di lokasi tersebut (Gambar 5). Musim Barat adalah periode saat posisi semu matahari berada di atas Benua Australia, sehingga akan membentuk suatu zona tekanan tinggi di kawasan Asia (Duxbury & Duxbury 1989). Perbedaan tekanan antara kedua tempat tersebut memicu pergerakan angin –dan karenanya gelombang– dari Asia menuju Australia. (www.hort.purdue.edu/new crop/tropical/lecture_03/lec_03.html (17 Mar 2008),www.pacificislandtravel.com /nature_gallery/monsoonsandstroms.ht ml. (25 Mar 2009), www.uwsp.edu/ geo/faculty/ritter/geog101/textbook/circ ulation/regional_scale wind.html (25 Mar 2009)). Perbedaan arah datang gelombang yang terjadi di perairan Wonorejo pada Musim Barat ini dapat disebabkan karena setidaknya dua hal: (1) pemilihan titik
Supriyatno W: Karakteristik Gelombang Musim Barat
71
pengamatan yang kurang tepat dijalur alur utama penjalaran angin dan gelombang hingga kurang representatif sebagai deskripsi musim. Bila ditinjau lokasi studi di perairan Selat Madura yang berbentuk semi tertutup dengan menyempit di sisi utara-barat dan melebar di sisi timur, maka arah datang gelombang yang secara umum bergerak dari timurlaut kurang sesuai;(2) Kuatnya pengaruh dari variasi
batimetri lokal sehingga mengubah arah datang gelombang yang secara musonal sesuai dengan bentuk Selat Madura bergerak dari utara atau baratlaut menjadi menjalar dari utara dan timurlaut. Sebagaimana dinyatakan oleh Brown et al. (1989) deformasi gelombang dapat terjadi akibat gelombang yang datang menemui resistensi batimetris.
Gambar 6. Plotting pola gelombang periode Januari sebagai representasi Musim Barat di perairan Wonorejo.
SIMPULAN Karakteristik dari gelombang selama Musim Barat di perairan Wonorejo, sebagai bagian dari kawasan Pamurbaya, menegaskan bahwa sangat mantapnya gelombang yang menjalar dari timurlaut dengan dominasi tinggi gelombang yang relatif kecil, yakni setinggi5-20 cm. Kematangan gelombang musim ini terjadi pada Januari-Februari. Pada Musim Barat
72
gelombang tertinggi dan rata gelombang tertinggi masing-masing sebesar 61 cm dan 13.41 cm terjadi pada Januari saat gelombang bergerak dari timurlaut dan utara. Pada bulan Februari arah dari gelombang dari timurlaut menemui kemantapannya dengan meningkat dan dominannya gelombang setinggi 15-20 cm. Pada musim ini rata-rata titik nadir
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
gelombang mencapai 4.5 cm dengan rerata tinggi gelombang 12.22 cm. Pergerakan angin dari arah Benua Australia menuju kawasan Benua Asia yang menandai efek musonal Musim Barat serta posisi Selat Madura yang berbentuk semi tertutup dengan kondisi menyempit di sisi utara-baratlaut dan melebar di sisi timur. Hal ini menjadikan gerakan angin yang menjalar dari utarabaratlaut terkesan kurang menemukan kesesuaian dengan gerakan gelombang yang menjalar dari utara-timurlaut. Lokasi studi yang relatif terletak pada selepas pelebaran selat sisi sebelah barat, setelah sebelumnya relatif menyempit di sisi utara-baratlaut dan kemudian melebar di sisi sebelah timur, memungkinkan variasi batimetri memberikan pengaruh yang kuat untuk membelokkan arah datang gelombang sehingga sedikit menyimpang dari arah angin pembangkitnya.
Processes. Oxford: Pergamon PressThe Open University. Duxbury, A.C. and Duxbury, B.C. 1989. An Introduction to the Worls’s Oceans 3rd Edition. Dubuque: Wm. C. Brown. Nontji, A. 1997. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. www.hort.purdue.edu/newcrop/tropical/ lecture_03/lec_03.html [17 Mar 2008] www.pacificislandtravel.com/nature_gall ery/monsoonsandstroms.html. [25 Mar 2009] www.uwsp.edu/geo/faculty/ritter/geog1 01/textbook/circulation/regional_sc ale_wind.html [25 Mar 2009].
DAFTAR RUJUKAN Brown, J., Colling A., Park, D., Phillips, J., Rothery, D. and Wright, J. 1989. Waves, Tides and Shallow-Water
Supriyatno W: Karakteristik Gelombang Musim Barat
73
PENGARUH PERBEDAAN JENIS SEDIMEN TERHADAP PERTUMBUHAN PROPAGUL (Rhizophora mucronata) SUWARSIH1 1
Dosen Program Studi Ilmu Kelautan Universitas PGRI Ronggolawe Email :
[email protected]
Abstrak : Jenis butir sedimen adalah beberapa faktor yang dibutuhkan oleh tanaman bakau untuk tumbuh dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis sedimen pada pertumbuhan bibit Rhizophora mucronata. Manfaat yang diharapkan adalah bahwa hal itu dapat memberikan informasi apakah ada perbedaan dalam pertumbuhan Rhizopora mucronata propagul dalam jenis sedimen yang berbeda. Penelitian ini dilakukan selama 12 minggu, yang dimulai pada 4 Maret 2015 sampai 26 Mei 2015. Propagul Rhizophora mucronata digunakan untuk penelitian sebanyak 80 buah yang diambil dari kawasan mangrove desa Sugihwaras Jenu Kabupaten Tuban, yang untuk dua jenis yang berbeda sedimen yang digunakan sebagai substrat diambil dari lokasi yang sama, sedimen pasir dan sedimen pasir berlumpur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semi-eksperimental. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif dan non-parametrik Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata dalam pertumbuhan Rhizophora mucronata propagul dalam jenis sedimen yang berbeda. Kata kunci: tipe Sedimen, Pertumbuhan propagul, Rhizophora mucronata. Abstract: Type of sediment grains are some of the factors required by the mangrove plants to grow well. This study aims to determine whether there is influence of the type of sediment on the growth of seedlings of Rhizophora mucronata. The expected benefit is that it can provide information on whether there is any difference in the growth of Rhizopora mucronata propagules in different sediment types. This study was conducted over 12 weeks, which began on March 4, 2015 until May 26, 2015. Propagule Rhizophora mucronata are used for research as many as 80 pieces taken from the mangrove areas Sugihwaras village Jenu District of Tuban, were for two different types of sediment that is used as the substrate taken from the same location, the sediments of sand and silty sand sediments. The method used in this study is a semi-experimental method. The data obtained were analyzed by descriptive statistics and non-parametric KruskalWallis followed by Chi-Square test. The results showed that there was a very real difference in the growth of Rhizophora mucronata propagules in different sediment types. Keywords : Sediment type, Growth Propagule, Rhizophora mucronata
74
PENDAHULUAN Luas ekosistem hutan mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara. Sebaran dari mangrove di Indonesia terutama ada di wilayah pesisir Sumatera, pesisir Jawa, Kalimantan dan Papua (Dahuri, 2001). Hutan mangrove memiliki banyak fungsi, baik fungsi dalam siklus biologi, fungsi ekologis, fungsi fisik, maupun fungsi sosial kemasyarakatan. Peranan habitat hutan mangrove sebagai suatu ekosistem antara lain sebagai pelindung garis pantai, juga tempat asimilasi bahan buangan, sebagai penggumpal lumpur yang membentuk lahan. Peranan sebagai habitat alami dari berbagai jenis satwa liar dan merupakan daerah asuhan dari beberapa binatang akuatik. Kemudian juga sebagai lahan dan digunakan untuk berbagai jenis kegiatan manusia seperti tambak ikan dan garam, kegiatan pertambangan, dan bahkan juga tempat pembuangan sampah (Budiman dan Suharjono, 1992). Habitat dari mangrove juga dikenal memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang pada daerah yang memiliki kondisi lingkungan yang sangat ekstrim, secara alami menunjukkan adanya suksesi dan jenis tumbuhan yang dominan. Namun demikian, habitat tersebut juga sangat sensitif terhadap perubahan dari lingkungan yang pada akhirnya habitat mangrove akan terganggu atau rusak (Dahuri, 2001). Memperhatikan akan hal tersebut maka peranan dan fungsi habitat mangrove sangat penting sehingga sudah selayaknya dilakukan upaya pengelolaan dan pemeliharaan secara terpadu. Lang (1986) dalam Dahuri at al (2001) telah mengatakan bahwa dalam keterpaduan perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam, seperti mangrove hendaknya dilakukan pada tiga level yaitu teknis, konsultatif, dan koordinasi. Pengelolaan
dari mangrove secara terpadu merupakan suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya mangrove antar sektor. Yaitu antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan propagul antaranya adalah substrat sedimen dan pasang surut air laut (Dahuri et al., 1996 dan Tomlinson, 1986), frekuensi air pasang dan salinitas (Razak et al., 1994), dan intensitas dari cahaya (Komar et al.,1994). Dijelaskan juga bahwa selain berperan di dalam persebaran biji dan propagul, pasang surut juga berpengaruh terhadap daya tumbuh biji dan propagul. Frekuensi dan lama suatu areal tidak digenangi air, serta sifat tanah yang dapat menyimpan air akan sangat menentukan dapat atau tidaknya biji dan propagul itu tumbuh (Tomlinson, 1986). Sedangkan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan jenis atau tipe sedimen terhadap proses pertumbuhan propagul mangrove jenis Rhizophora mucronata.
Suwarsih: Pengaruh Perbedaan Jenis Sedimen
75
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu dan dimulai pada tanggal 4 Maret 2015 sampai 26 Mei 2015. Propagul Rhizophora mucronata yang digunakan untuk penelitian sebanyak 80 buah yang diambil dari kawasan mangrove di Desa Sugihwaras Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban. Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain adalah dua jenis sedimen yang digunakan sebagai substrat semai yang diambil dari kawasan hutan mangrove. Sedang Propagul mangrove jenis Rhizopora mucronata yang diambil
dari kawasan mangrove Desa Sugihwaras di Kecamatan Jenu di Kabupaten Tuban. Berdasarkan hasil rata-rata analisa ukuran butir sedimen yang digunakan sebagai substrat, sedimen 1 merupakan sedimen pasir (sand) dengan rata-rata kandungan pasir (sand) sebesar 76,58% dan rata-rata
kandungan lanau (silt) sebesar 15,55%. Sedimen 2 merupakan sedimen pasir lanauan (silty sand) dengan rata-rata kandungan pasir (sand) sebesar 71,67% dan rata-rata kandungan lanau (silt) adalah sebesar 21,86%, untuk hasil ratarata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Prosentase ukuran butir sedimen yang digunakan sebagai substrat
Sedimen 1/i 1/ii
Ukuran Partikel (%) 0,42-0,149 0,031-0,0078 <0,0039 mm mm mm 75.40 13.56 2.70 77.76 17.54 2.56
Keterangan pasir (sand) pasir (sand)
Rata-rata
76.58
15.55
2.63
Pasir (sand)
2/i 2/ii
71.06 72.27
23.08 20.64
2.48 4.12
pasir lanauan (silty sand) pasir lanauan (silty sand)
Rata-rata
71.665
21.86
3.3
pasir lanauan (silty sand)
Sumber: Hasil analisa Sedimen Penelitian (2015)
Alat-alat yang akan digunakan di dalam penelitian pengaruh jenis sedimen terhadap laju pertumbuhan dari propagul Rhizophora mucronata adalah: polybag (pot) jangka sorong, Hand Refraktometer, penggaris atau mistar, bak penampung air, alat tulis, timbangan, sieve secker dan oven. Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda penelitian semi eksperimental. yang pada dasarnya sama dengan metode eksperimental, akan tetapi ada beberapa parameter lingkungan yang tidak terkontrol (dalam hal ini seperti suhu dan pencahayaan) dengan tujuan untuk mendapat kondisi semaian sesuai dengan kondisi di lingkungan aslinya. Menurut Suryabrata (1983) bahwa yang dimaksud dengan penelitian eksperimental adalah suatu cara penelitian untuk menyelidiki kemungkinan adanya saling
76
hubungan sebab dan akibat dengan cara mengenakan kepada satu ataupun lebih kondisi perlakuan dan mempertimbangkan hasilnya dengan satu atau lebih kondisi perlakuan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari dua faktor derajat bebas, yaitu sedimen (Sedimen 1 dan Sedimen 2). Sedimen yang telah diambil tadi kemudian dimasukkan dalam pot (polybag) berukuran lebar 19,5 cm dan tinggi 24,5 cm yang diberi lubanglubang kecil sebanyak 8 buah. Sedimen 1 dipersiapkan sebanyak 40 buah pot dan Sedimen 2 juga dipersiapkan sebanyak 40 pot sehingga jumlah keseluruha 80 pot. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi apabila ada yang mati selama penelitian. Pengaturan dan penempatan pot seperti yang tersebut di atas bertujuan supaya untuk setiap propagul dari masing-masing
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
perlakuan bisa mendapatkan masukan intensitas sinar matahari yang merata dan mempermudah pengontrolan. Delapan puluh buah propagul yang telah diseleksi disemaikan dengan cara ditancapkan pada sedimen yang telah disiapkan dalam pot sedalam + 7cm. Masing-masing pot berisi satu propagul. Pemberian naungan dimaksudkan supaya benih tidak terkena sinar matahari secara langsung namun bukan berarti tidak ada masukan sinar matahari sama sekali. Naungan terbuat dari terpal yang dipasang di atas bedeng selama kurun waktu persemaian dan yang memberi kemungkinan intensitas cahaya matahari yang diterima bibit sebesar 50%-70% (Hachinohe, 1998). Naungan yang memungkinkan cahaya matahari masuk 50% akan meningkatkan daya tumbuh propagul, sedangkan intensitas 75% dapat mempercepat daya tumbuh dan meningkatkan pertumbuhan tinggi propagul Rhizophora mucronata (Komar,
1994). Penyiraman semaian dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari (pukul 08.00-09.00 WIB) dan sore hari (pukul 15.00-16.00 WIB), dengan asumsi bahwa pada kondisi alami (di dalam persemaian secara alami) maka di kawasan mangrove dapat mengalami pasang dua kali sehari (diurnal) yang digunakan untuk proses penyiraman secara alami. Masing-masing pot disiram dengan air sebanyak 200ml (telah dilakukan percobaan sebelumnya supaya seluruh sedimen tersiram). Pengukuran laju dari pertumbuhan propagul dilakukan dengan mengukur pertambahan tinggi atau panjang plumula (pada permulaan), dan untuk selanjutnya pertambahan tinggi diukur dari pangkal plumula sampai ujung plumula pada titik tumbuh tertinggi. Pengukuran dilakukan satu kali dalam seminggu, kemudian cara pengukuran lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Bagian yang pertama kali diukur pertambahan panjangnya (Plumula) Sumber: Hasil Penelitian (2015)
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mulai dari awal minggu pertama sampai minggu kelima rata-rata
belum terlihat ada tanda-tanda plumula membuka. Setelah minggu keenam baru terlihat beberapa propagul yang mulai menunjukkan perkembangan dan dapat
Suwarsih: Pengaruh Perbedaan Jenis Sedimen
77
ditunjukkan dengan semakin membesarnya ukuran plumula kemudian plumula membuka dan diikuti keluarnya stipula. Rata-rata perkembangan propagul pada sedimen 1 (pasir) lebih lambat bila dibandingkan sedimen 2 (pasir lanauan). Hampir sebagian besar stipula propagul pada sedimen 2 (pasir lanauan) mulai terlihat pada minggu keenam, sedangkan pada sedimen 1 (pasir) rata-rata baru terlihat pada minggu ketujuh. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dari propagul pada
sedimen 1 menunjukkan dengan jelas perbedaannya. Pertumbuhan propagul di sedimen 2 sudah dapat terlihat mulai ada peningkatan dari minggu ke-5, minggu ke6 dan minggu ke-7. Pertumbuhan yang tertinggi justru pada saat terakhir yakni dimulai dari minggu ke-10 dengan ratarata pertumbuhan 3,63 cm dan di minggu ke-11 dengan rata-rata pertumbuhannya mencapai 3,65 cm. Hasil Uji NonParametrik pertumbuhan terhadap sedimen yang berbeda adalah: Kruskal-Wallis Test.
Tabel 2. Nilai Chi-Square tabel dengan derajat bebas 1 sebesar 3,841 untuk signifikansi 0,05 dan 6,635 untuk signifikansi 0,01 Ranks Pertumbuhan_2
Sedimen Sed. I Sed. II Total Test Statistic a,b
Mean Rank 23,33 41,67
Pertumbuhan 2 15,544 1 ,000
Chi-Square df Asymp. Sig a. Kruskal Wallis Test b. Grouping variable: Sedimen Hubungan diantara Sedimen dengan Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata Pengaruh jenis sedimen berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan memegang peranan penting terhadap pertumbuhan dari propagul Rhizophora mucronata. Semakin banyak prosentase lumpur dalam sedimen akan semakin baik untuk pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata. Jenis sedimen mempunyai pengaruh nyata terhadap pertumbuhan propagul rhizophora mucronata. Berdasar hasil analisa statistik Non–Parametrik bisa diketahui bahwa nilai dari x2hitung sebesar
78
N 32 32 64
15,54. Uji signifikansi dengan menggunakan db sebesar 1 dalam tabel Chi-Square didapat nilai teoritik sebesar 3,84 pada taraf signifikansi 0,05 dan 6,64 pada tingkat signifikansi 0,01. Berdasarkan hal ini dapat dibuktikan bahwa harga ChiSquare (x2) empirik lebih besar (signifikan) baik pada taraf 5% maupun 1%. Melihat hasil analisa tersebut (x2hitung x2 tabel) berarti tolak H0 dan terima H1. Hal ini berarti ada perbedaan pertumbuhan pada semaian Rhizophora mucronata pada sedimen yang berbeda. Secara umum dapat dikatakan bahwa sedimen 2 (pasir lanauan) jauh
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
lebih baik bila dijadikan sebagai substrat penyemaian untuk propagul Rhizophora mucronata bila dibandingkan sedimen 1 (pasir). Hal ini dikarenakan sedimen 2 lebih banyak mengandung lanau yang merupakan tipe substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove (Walsh, 1974 dalam Supriharyono 2000; Chapman, 1977). Dari gambar 2 menunjukkan bahwa secara umum kedua propagul memiliki trend pertumbuhan yang hampir sama, namun pertumbuh propagul di sedimen 2
lebih cepat dibandingkan propagul di sedimen 1. Pertumbuhan dari propagulpropagul di sedimen 2 rata-rata mulai tumbuh pada minggu ke-5 dan akan mengalami peningkatan pertumbuhan terus hingga minggu ke-12 dengan ratarata mencapai tinggi 20,475 cm di minggu terakhir pengamatan. Sedang propagulpropagul di sedimen 1 rata-rata baru mulai terlihat ada pertumbuhannya pada minggu ke-6 dengan rata-rata partumbuhannya hanya 14,463 cm di minggu terakhir pengukuran.
A
25
Tinggi (cm)
20 15 10 5 0 W.5
W.6
W.7
W.8
W.9 W.10 W.11 W.12
Minggu Sedimen 1
Sedimen 2
Gambar 2. Grafik Perbandingan Rata-rata Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata pada Dua Jenis Sedimen yang Berbeda Hasil pengamatan yang dilakukan analisa hanya dilihat dari satu aspek, yaitu laju pertumbuhan dari propagul (hanya pertambahan dari tinggi semaian). Secara umum dapat dikatakan juga bahwa pertumbuhan pada propagul Rhizophora
mucronata sangat dipengaruhi oleh jenis sedimen yang menjadi substrat untuk hidup. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa bila semakin halus butiran sedimen (komposisi dari lempung lebih banyak), maka pertumbuhan propagul
Suwarsih: Pengaruh Perbedaan Jenis Sedimen
79
Rhizophora mucronata baik.
akan semakin
SIMPULAN Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa pada pohon hasil penanaman bibit Rhizophora mucronata tumbuh dengan baik khususnya pada tapak yang lahannya belumpur serta mengalami genangan pasang surut air laut yang teratur dengan signifikansi 0.01. Sedangkan pada tapak yang berpasir kurang begitu memuaskan dan nampak lebih lambat pertumbuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pada semaian Rhizophora mucronata yang disebabkan adanya interaksi sedimen yang berbeda. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama untuk mengetahui perbedaan jenis sedimen terhadap pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata, atau dilakukan penelitian yang sama untuk benih atau propagul mangrove yang lain.
DAFTAR RUJUKAN Budiman, A. dan Suhardjono. 1992. Penelitian Mangrove di Indonesia : Pendayagunaan dan konservasi. Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir, Semarang. Puslitbang Biologi – LIPI, Jakarta, hlm. 32. Chapman, V. J. 1977. Ecosystem of The World; Wet Coastal Ecosystem. Elsevier, New York. 428 pp. Dahuri, R., J. Rais, S. Putra Ginting dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Paramita: Jakarta. 305 hal.
80
Dahuri, R. et al. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Pratama, Jakarta. Hachinohe, H, Suko, O, Takashima, S. 1998. Manual Persemaian Mangrove di Bali. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia and Japan Unternational Cooperation Agency (JICA), Bali. Kodoatie, R.J. 1996. Pengantar Hidrologi Ed. 1, Cetakan 1. ANDI, Yogyakarta. Komar, Y. et al.1994. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Benih Mangrove di Persemaian dalam Prosidings Seminar V Ekosistem Mangrove Jember, 3-6 Agustus 1994. hal. 140-142. Razak, A., Hamada, S., Sulaemi, I. N. 1994. Uji Coba Penanaman Mangrove di Bekas Tambak Budidaya Udang dalam Prosidings Seminar V Ekosistem Mangrove Jember, 3-6 Agustus 1994. hal. 56-62. Supriharyono, M.S. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 246 hal. Suryabrata, S. 1983. Metodologi Penelitian. Rajawali Pers, Jakarta. Tomlinson, P.B.1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, New York. 419 pp.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
RANCANG BANGUN MINI COLD STORAGE UNTUK MENUNJANG UKM DI PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN Bimo Darmadi, Wahyu Sulistyowati Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah
[email protected]
Abstrak: Kabupaten Lamongan dikenal sebagai penghasil komoditas hasil pertanian dan perikanan yang memiliki spesifikasi wilayah yang beragam, dimana di bagian utara merupakan daerah pantai dari Laut Jawa yang terkenal dengan produksi ikan laut yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Brondong), di wilayah tengah merupakan daerah sawah tambak tadah hujan. Produksi ikan yang melimpah di daerah ini dari perikanan air tawar adalah bader, nila, tombro, dan bandeng, dari perikanan laut ikan tongkol, cakalang, mata besar, hiu, pari, dan layang. Ikan dikenal sebagai komoditas makanan yang cepat menjadi busuk (perishable food). Hal ini karena ikan kaya protein dan kandungan air yang tinggi sebagai media tumbuhnya bakteri. Karena sifatnya yang cepat busuk ini maka ikan tidak bisa disimpan dalam waktu lama tanpa pengolahan yang memadai. Salah satu cara olahan atau pengawetan adalah pembekuan ikan skala besar menggunakan mini cold storage kapasitas 5 ton yang dirancang khusus untuk UKM di Paciran. Kapasitas pembekuan dirancang mencapai -20o C untuk ikan sebagai bahan baku olahan dengan ukuran tidak tertentu bercampur dengan hasil olahan ikan seperti nugget, bakso dan lain. Kata kunci: mini cold storage, olahan ikan Abstract: Lamongan known as a producer of agricultural commodities and fishery which has diverse territory specifications. In the northern part of the coast of Java Sea which is famous for the production of marine fish were landed at the fishing port Nusantara (PPN Brondong) , while in the central region is an area of rainfed rice farms Production of freshwater fisheries are abundant in this area is bader , indigo , tombro , and milk , while the production of marine fisheries are tuna , skipjack tuna , big eye , sharks, and rays. The fish is known as a commodity that is perishable food. This is because fish is rich in protein and high water content as a medium for bacterial growth. Because of its rapid this rotten then the fish can not be stored for long periods without adequate treatment. One way of processing or preservation is the freezing of a large-scale fish using a mini cold storage capacity of 5 tons designed specifically for UKM in Paciran. Designed freezing capacity reaches -20o C to fish as raw material processed with a certain size do not mix with the processed fish such as nuggets, meatballs. Keywords: mini cold storage, fish processing
81
PENDAHULUAN Kabupaten Lamongan telah dikenal sebagai penghasil komoditas untuk hasil pertanian dan perikanan yang memiliki spesifikasi wilayah yang beragam, dimana di bagian utara merupakan daerah pantai dari Laut Jawa yang terkenal dengan produksi ikan laut yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Brondong). Ketika pertengahan musim hujan dimana air tambak mulai penuh maka lahan sawah tersebut berubah fungsi menjadi tambak air tawar hingga musim kemarau tiba dimana air di tambak mengering akibat kemarau.Pada saat itu kegiatan Pasar Ikan Lamongan sangat ramai karena produksi ikan tambak di sekitar Lamongan dan Gresik sampai pada puncaknya. Ikan dikenal sebagai jenis komoditas makanan yang cepat menjadi busuk (perishable food). Hal ini karena ikan kaya protein dan kandungan air yang tinggi sebagai media untuk tumbuhnya bakteri. Karena sifatnya yang cepat busuk ini maka ikan tidak bisa disimpan dalam waktu lama tanpa pendinginan yang memadai. Metode pengawetan yang banyak dilakukan masyarakat antara lain penggaraman, pengeringan, perebusan, dan pengasapan. Hasil olahan berupa ikan
asin kering, ikan pindang dan ikan asap terdistribusi untuk dijual ke berbagai daerah di Jawa Timur. Selain metode pengawetan tersebut di atas, beberapa kelompok masyarakat mengolah ikan menjadi produk bernilai tambah (value added product atau vap) seperti fillet, bakso ikan, siomay, dan “tempura” yang pengolahan dari produk-produk tersebut berbasis pendinginan atau pembekuan. Produk vap dari ikan ini semakin diminati oleh masyarakat mengingat akan karakteristiknya yang jauh dari kesan amis, bentuknya yang bervariasi termasuk memungkinkan ditambahkannya sayuran sebagai bahan pelengkap, dan teknologi kemasannya yang higienis karena selalu dijual atau disimpan pada suhu dingin. Di kota Lamongan dan kota-kota besar lain di Jatim sudah mulai banyak bermunculan warung, resto, atau cafe yang menyajikan produk dimsum yang tak lain menyajikan produk vap dari hasil perikanan (ikan, kepiting, poklasarang, cumi). Selain itu sifat produk yang ready to cook/ ready to eat semakin memberikan prospek yang baik untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin membutuhkan produk dengan penyajian mudah dan sehat, atau yang kemudian dikenal sebagai convenience product.
Gambar 1. Proses penggilingan daging ikan
82
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Gambar 2. Beberapa peralatan produksi
Gambar 3. Pemasaran melalui pameran
Gambar 4. Label pada produk vap
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
83
Selanjutnya lokasi penelitian telah difokuskan di daerah Paciran dan rinciannya di kawasan perumahan yang menjadi lokasi kegiatan salah satu UKM yang bernama CV. Duta Nelayan. Proses produksi yang telah dilakukan oleh para UKM termasuk CV. Duta Nelayan masih manual seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Untuk menunjang kegiatan produksi para UKM tersebut, maka diperlukan penyediaan bahan baku segar yang diperlukan secara tetap setiap saat. Kendalanya adalah adanya musim ikan dan musim paceklik ikan yang terjadi pada saat musim badai di laut. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan suatu alat penyimpan bahan baku ikan yang segar sehingga nanti dapat digunakan waktu dibutuhkan.
METODE PENELITIAN Pertama kali telah dilakukan survey lapangan untuk bisa mendapat data primer maupun sekunder yang diperlukan untuk perancangan cold strorage. Data primer yang diperlukan adalah antara lain: para UKM yang akan terkait dengan rencana untuk pengembangan,
kapasitas produksi dari para UKM, alokasi dana untuk bangunan yang disediakan mengingat tidak boleh ada dana untuk investasi, penyediaan tenaga listrik UKM yang mana harus dapat sesuai dengan kemampuan mereka agar proses produksi nantinya tetap berjalan berkelanjutan. Dari data sekunder adalah tentang potensi dari perikanan secara makro dan pangsa pasar yang akan digunakan untuk pembanding dan prediksi kemungkan yang bakal terjadi. Berdasar data tersebut di atas baru dilakukan perhitungan kapasitas dari cold storage yang sesuai dengan maksud dan tujuan program. Selanjutnya dilakukan proses teknis pembangunannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi ikan yang melimpah di daerah ini dari perikanan air tawar adalah bader, nila, tombro, dan bandeng. Sedang dari perikanan laut adalah ikan tongkol, cakalang, mata besar, hiu, pari, dan ikan layang. Dari tabel 1 dan gambar 1 dapat memberikan gambaran variasi produk olahan ikan dari Lamongan dan jumlah pelaku usaha yang terlibat di dalamnya.
Tabel 1. Jenis Usaha Pengolahan Ikan dan Lokasi nya di Lamongan Jenis Pengolahan Pemindangan ikan (ikan peda) Penjemuran ikan (ikan asin)
Lokasi Labuhan, Brondong Lohgung, Labuhan, Brondong, Weru
Pembuatan ikan jambal (dari ikan manyung/keting besar) Pembuatan bakso ikan, nugget, tempura dll (aneka olahan ikan) Pemrosesan ikan asap (panggang) Pembuatan terasi Poklasarang Cold storage (surimi)
Kartunggal Brondong, Sidokumpul Weru, WBL, Paciran Lohgung 1. PT. Hatni, Weru; 2. PT. 689, KM 93, Kranji, dan lainnya.
Sumber: Tim Penyusun, 2011
84
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
DENAH LOKASI PENELITIAN TPI
LAUT JAWA
Brondong
TPI BRONDON G
TPI WERU
TPI KRANJ I
PASAR IKAN
W.B.L
JL. RAYA DAENDLES PASA R PASA R
MAKAM SUNAN DRAJAD
perum Graha Paciran Lokasi Penelitian POK. DUTA NELAYAN
Gambar 5. Denah Lokasi Penelitian di Paciran Kab. Lamongan Dari data ketersediaan bahan baku, alokasi dana, dan sarana yang mampu disiapkan oleh para UKM maka diambil teknologi yang akan digunakan untuk itu adalah berupa sebuah mini cold storage. Selanjutnya dilakukan perancangan awal yang berupa lay out dari sarana produksi.
Setelah itu dilakukan perhitungan sistem pendingin dengan kapasitas dan ukuran yang sesuai. Adapun kapasitas beban yang sesuai untuk ruangan yang tersedia dengan ukuran 3 x 4 x 3,3 m adalah 5 ton ikan campuran dan bahan ramuannya.
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
85
Gambar 6. Jumlah UKM Pengolah Ikan Lamongan (Tim Penyusun, 2011)
Gambar 7. Gambar lay out mini cold storage di Paciran
86
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Rancangan lay out dari sarana produksi ini akan berguna sebagai data untuk: rancangan sistem dari mini cold storage yang secara fisik berfungsi sebagai tempat penyimpan bahan baku pengolahan ikan dan hasil olahan ikan. Selanjutnya gambar lay out ini sangat diperlukan nanti dalam upaya untuk memperoleh surat perijinan HACCAP dan BPPOM yang merupakan persyaratan pokok kualitas hasil olehan ikan dan diperlukan sebagai sarana pemasaran. Alokasi penempatan dari mini cold storage adalah pada bekas kamar tidur (10) pada gambar 3 di atas. Hal ini adalah masalah karena mengacu kepada aturan yang tidak membolehkan ada pengadaan
barang yang bersifat investasi. Sarana yang digunakan disepakati pada rumah salah satu UKM yang bernama CV Duta Nelayan. Oleh karena keterbatasan lokasi inilah maka tercipta jenis baru cold storage yang berukuran mini. Ukuran ruang dari mini cold storage tersebut adalah 3 x 4 x 3,3 m. Karena merupakan suatu ruang bekas kamar, maka perlu diadakan beberapa jenis perbaikan yang berupa antara lain penutupan jendela kamar depan menggunakan pasangan bata (gambar 4). Ruang mini cold storage dibangun pada sisi kiri dari gambar 4, akan tetapi konstruksi pintu harus diubah diganti pintu penahan dingin dari dalam ruang meski posisinya tetap (gambar 5).
ruangan cold storage
pintu cold storage
jendela ditutup
Gambar 8. Ruang dalam dan tampak depan
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
87
Ruang untuk tamu di dalam akan digunakan sebagai ruang administrasi dan transaksi dengan para konsumen, sedang ruangan dibelakang dan samping kanan dimanfaatkan sebagai ruang untuk proses
pengolahan. Disebelah samping ruang cold storage seperti terlihat pada gamber 4 dan 5 masih ada ruang yang akan digunakan nanti untuk pengembangan usaha.
Gambar 9. Pintu kedap udara dingin (isolator) Konstruksi pintu kedap udara dingin seperti terlihat pada gambar 5 harus dipastikan dapat dibuka dan ditutup baik dari luar ruangan maupun dari dalam ruangan. Kondisi ini sangat perlu untuk dipastikan karena suhu di dalam ruang yang mencapai -200 C bisa menimbulkan kebekuan pada personil yang terjebak di dalamnya. Disebelah dalam dari pintu dan terikat pada rangka pintu kedap perlu dipasangkan suatu rangkaian tabir dari plastik yang berfungsi untuk mengurangi keluarnya udara dingin dari dalam dan masuknya udara panas dari luar saat operasi penempatan material di dalam ruang. Upaya ini dilakukan agar suhu di dalam ruang tetap stabil suhu -200C dan dengan demikian kerja sistem pendingin tetap stabil sehingga dapat menghemat pemakaian tenaga listrik.
88
Pemakaian tenaga listrik ini sebagai salah satu faktor produksi akan sangat berpengaruh pada pendapatan finansial dan untuk selanjutnya akan menetukan keberlanjutan dari kehidupan usaha UKM. Sistem kendali yang berfungsi akan menyesuaikan suhu ruang cold storage dengan kerja dari motor listrik penggerak kompresor terdapat di dalam sebuah kotak panel kendali seperti terlihat pada gambar 7. Sistem ini diatur untuk dapat melakukan proses penyambungan dan pemutusan hubungan daya listrik secara otomatis pada suhu -200 C. Pada saat suhu di dalam ruangan cold storage telah mencapai -200 C maka sensor di dalam ruangan tersebut akan bekerja secara elektronis dan memberi perintah untuk memutuskan hubungan listrik pada motor listrik penggerak kompresor. Maka proses pendinginan akan terhenti. Pemutusan hubungan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
dengan sistem pendingin ini sekaligus juga untuk mencairkan blok es yang telah terbentuk pada sistem pipa evaporator.
Proses ini disebut proses defrost dan akan menghasilkan kenaikan suhu sampai -160 C.
evaporator
(a) kompresor
kondensor
(b) Gambar 6. a,b Sistem pendingin mini cold storsge
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
89
Gambar 7. Panel listrik pengendali Setelah suhu ruang mencapai -160C, sensor akan kembali bekerja dan secara otomatis memberi perintah nyambung
kembali hubungan listrik hingga proses pendinginan kembali bekerja. Selanjutnya pendinginan berlanjut hingga suhu -20 C.
a
b
Gambar 8. Kabut pekat di dalam ruang cold storage suhu -20o C
90
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Semua ini adalah hasil rancangan sistem pendingin untuk mini cold storage yang telah dibangun di Paciran Kabupaten Lamongan dan prosesnya dimulai dengan perhitungan seperti tertera di bawah. Aplikasi dari rancangan mini cold storage cukup memadai dengan rencana bisnis para UKM dimana pemakaian beban material sebanyak 5 ton dengan suhu akhir dapat mancapai -200C hanya membutuhkan biaya listrik sebesar Rp 1.500.000,- per bulan dan merupakan biaya produksi yang sangat efisien. PERHITUNGAN REFRIGERATOR Data Masukan Berat beban : 500 kg Suhu awal : 30 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 60, jam: 2.5 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan diatas titik o beku (C): 3.7 KJ/kg. C Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C): 2.5 KJ/kg.oC Kalor laten pembekuan ikan o (K1): 272.61 KJ/kg. C Kalor jenis udara ruangan (C): 2.6 KJ/kg.oC Jenis beban merupakan material basah ikan campuran dan produk olahan ikan. BEBAN PENDINGINAN Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ) = 595,700 (kJ) Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ)
= 1,363,050 (kJ) Kalor yang dikeluarkan material ikan dari -2,2 oC ke -20 oC. Q3 = m.C.Δt (kJ) = 222,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari 30 oC ke suhu -20 oC. Q4 = m.C.Δt (kJ) = 3,900 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari 30 oC ke suhu -20 oC. Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 2,185,150 (kJ) Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 60 jam maka jumlah kalor per satuan waktu yang dilepas oleh material adalah: Qc = Qmat/t = 10.11643519 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK Data masukan: Berat beban : 3000 kg Suhu awal : 30 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 36 jam : 1.5 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
91
Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK Data masukan: Berat beban : 3000 kg Suhu awal : 30 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 36 jam : 1.5 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg BEBAN PENDINGINAN Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ) = 357,420 (kJ) Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ) = 817,830 (kJ) Kalor yang dikeluarkan material ikan dari -2,2 oC ke -20 oC.
Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 36 Jam Qc = Qmat/t = 10.128 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK. Data Masukan 1 Saat Terjadi Defrost Berat beban : 5000 kg Suhu awal : -16 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 35 jam : 1.4 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : 2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg BEBAN PENDINGINAN Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ) = 336,700 (kJ)
Q3 = m.C.Δt (kJ) = 133,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari 30 oC ke suhu -20 oC.
Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ) = 1,363,050 (kJ)
Q4 = m.C.Δt (kJ) = 3,900 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari 30 oC ke suhu -20 oC.
92
Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 1,312,650 (kJ)
Kalor yang dikeluarkan material ikan dari 2,2 oC ke -20 oC.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Q3 = m.C.Δt (kJ) = 277,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari -16 oC ke suhu -20 oC. Q4 = m.C.Δt (kJ) = 312 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari -16 oC ke suhu -20 oC. Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 1,304,162 (kJ) Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 36 Jam Qc = Qmat/t = 10.35049206 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK. Data Masukan 2 Saat Terjadi Defrost Berat beban : 3000 kg Suhu awal : -16 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 22 jam : 0.9 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg
= 153,180 (kJ) Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ) = 817,830 (kJ) Kalor yang dikeluarkan material ikan dari -2,2 oC ke -20 oC. Q3 = m.C.Δt (kJ) = 133,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari -16 oC ke suhu -20 oC. Q4 = m.C.Δt (kJ) = 312 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari -16 oC ke suhu -20 oC. Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 798,462 (kJ) Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 36 Jam Qc = Qmat/t = 10.08159091 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK.
Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ)
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
93
DIAGRAM WAKTU BEKU sampai suhu -200 70 C 60
J A M
60
50 40 36
35 30
waktu pembekuan (jam)
22
20
waktu defros (jam) 12 7
10 0
1.3 0.7
5000
3000
1000
100
waktu pembekuan (jam)
60
36
12
1.3
waktu defros (jam)
35
22
7
0.7
Kg
Gambar 9. Diagram waktu pembekuan -200 C
SIMPULAN Ukuran mini cold storage adalah 3 x 4 x 3,3m dan dibangun di dalam rumah dikawasan perumahan di Paciran. Mini cold storage yang diciptakan dapat mencapai suhu -20o C dengan beban material campuran sebesar 5ton dan waktu yang dibutuhkan adalah 60jam bila dihitung mulai saat suhu awal 300 C. Waktu defrost mulai suhu -160 C sampai suhu -20o C dengan beban 5ton adalah 35 jam
DAFTAR RUJUKAN Akbarsyah, T. M. I. 2006. Studi Proses Pengalengan Ikan Tuna Albakora (Thunnus alalunga) dan Pemanfaatan Limbahnya Mnejadi Abon Ikan di PT Bali Maya Permai, Negara, Bali. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.
94
Angrenani, S. 1997. Stabilitas Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didunakan Sebagai Medium pada Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Kaleng. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Anonim 1._____.Mengenal Enamel pada Kemasan Kaleng.http://id.shvoong. com/exact-sciences/1798838mengenal-enamel-pada-kemasankaleng/. diakses pada Ahad, 11 Desember 2011 pukul 21.25 WIB. Anonim2._____, Ukuran Tuna Kaleng.http://mb52.net/general/ukur an-tuna-kaleng/. diakses pada Ahad, 11 Desember 2011 pukul 21.38 WIB. Choles, R., McDowell, D., dan Kirwan, Mark J. 2003.Food Packaging Technology.Blackwell Publishing, Garsington Road, Oxford, UK. CBI, 2011, European Market & Trends. Centre for the Promotion of Imports
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
from Developing Countries. Netherlands Standar Nasional Indonesia SNI 012712.2-1992.Penanganan dan Pengolahan Ikan Tuna dalam Kaleng.Dewan Standarisasi Nasional- DSN. Jakarta.
Trianto, Hari Eko dan Akbarsyah, Teuku Muamar Indra.2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial.Squalen Vol. 2 No. 2.
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
95
Volume 20, Nomor 1, Agustus 2015
ISSN: 0852-2812
Neptunus Jurnal Kelautan
DAFTAR ISI Performa Pematangan Gonad dan Pemijahan Induk Bandeng (ChanosChanos) Generasi 1 (G1) pada Pemeliharaan secara Terkontrol Tony Setia Dharma, Gigih Setia Wibawa, Irwan Setiadi
1-9
Studi Identifikasi Perangkap Hidrokarbon Paleogen - Neogen di Perairan Wokam Aru Utara, Papua Barat: Data Utama Hasil Survei Kr. Geomarin III P. Hadi Wijaya, I.W. Lugra, G.M. Hermansyah, I.N Astawa, D. Setiady, R. Wibowo
10 - 30
Pemijahan Alami Calon Induk Ikan Bandeng Asal Tambak Melalui Penggunaan Pakan Buatan Muhammad Marzuqi
31 - 39
Analisa Kesesuaian Dan Daya Dukung Lingkungan Untuk Budidaya Laut di Perairan Kabupaten Situbondo Dan Banyuwangi Zainul Hidayah, Maulinna Kusumo Wardhani
40 - 50
Model Perhitungan Internalisasi Biaya Eksternal Angkutan Laut BBM Domestik Firmanto Hadi, Hasan Iqbal Nur, Ni Putu Intan Pratiwi
51 - 63
Karakteristik Gelombang Musim Barat di Perairan Wonorejo, Surabaya Supriyatno Widagdo
64 - 73
Pengaruh Perbedaan Jenis Sedimen Propagul (Rhizophora mucronata) Suwarsih
74 - 80
terhadap
Pertumbuhan
Rancang Bangun Mini Cold Storage untuk Menunjang UKM di Paciran Kabupaten Lamongan Bimo Darmadi, Wahyu Sulistyowati (Cover depan: Kapal nelayan di pantai Sowan, Tuban, Taufiq/Neptunus)
81 - 95
SUSUNAN REDAKSI
PIMPINAN REDAKSI Bimo Darmadi Prodjosoewito WAKIL PIMPINAN REDAKSI Viv Djanat Prasita
REDAKSI PELAKSANA Is Yuniar Supriyatno Widagdo Nur Yanu Nugroho Ninis Trisyani Muhammad Taufiqurrohman
MITRA BESTARI Abdul Rauf • Sahala Hutabarat I Ktut Buda Artana • I K. A. Pria Utama Adi Suprijanto
ALAMAT REDAKSI
Neptunus
UNIVERSITAS HANG TUAH
Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 Telp. 031-5945864 / 5945894 - Fax. 031-5946261 E-mail:
[email protected],
[email protected]
RANCANG BANGUN MINI COLD STORAGE UNTUK MENUNJANG UKM DI PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN Bimo Darmadi, Wahyu Sulistyowati Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah
[email protected]
Abstrak: Kabupaten Lamongan dikenal sebagai penghasil komoditas hasil pertanian dan perikanan yang memiliki spesifikasi wilayah yang beragam, dimana di bagian utara merupakan daerah pantai dari Laut Jawa yang terkenal dengan produksi ikan laut yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Brondong), di wilayah tengah merupakan daerah sawah tambak tadah hujan. Produksi ikan yang melimpah di daerah ini dari perikanan air tawar adalah bader, nila, tombro, dan bandeng, dari perikanan laut ikan tongkol, cakalang, mata besar, hiu, pari, dan layang. Ikan dikenal sebagai komoditas makanan yang cepat menjadi busuk (perishable food). Hal ini karena ikan kaya protein dan kandungan air yang tinggi sebagai media tumbuhnya bakteri. Karena sifatnya yang cepat busuk ini maka ikan tidak bisa disimpan dalam waktu lama tanpa pengolahan yang memadai. Salah satu cara olahan atau pengawetan adalah pembekuan ikan skala besar menggunakan mini cold storage kapasitas 5 ton yang dirancang khusus untuk UKM di Paciran. Kapasitas pembekuan dirancang mencapai -20o C untuk ikan sebagai bahan baku olahan dengan ukuran tidak tertentu bercampur dengan hasil olahan ikan seperti nugget, bakso dan lain. Kata kunci: mini cold storage, olahan ikan Abstract: Lamongan known as a producer of agricultural commodities and fishery which has diverse territory specifications. In the northern part of the coast of Java Sea which is famous for the production of marine fish were landed at the fishing port Nusantara (PPN Brondong) , while in the central region is an area of rainfed rice farms Production of freshwater fisheries are abundant in this area is bader , indigo , tombro , and milk , while the production of marine fisheries are tuna , skipjack tuna , big eye , sharks, and rays. The fish is known as a commodity that is perishable food. This is because fish is rich in protein and high water content as a medium for bacterial growth. Because of its rapid this rotten then the fish can not be stored for long periods without adequate treatment. One way of processing or preservation is the freezing of a large-scale fish using a mini cold storage capacity of 5 tons designed specifically for UKM in Paciran. Designed freezing capacity reaches -20o C to fish as raw material processed with a certain size do not mix with the processed fish such as nuggets, meatballs. Keywords: mini cold storage, fish processing
81
PENDAHULUAN Kabupaten Lamongan telah dikenal sebagai penghasil komoditas untuk hasil pertanian dan perikanan yang memiliki spesifikasi wilayah yang beragam, dimana di bagian utara merupakan daerah pantai dari Laut Jawa yang terkenal dengan produksi ikan laut yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Brondong). Ketika pertengahan musim hujan dimana air tambak mulai penuh maka lahan sawah tersebut berubah fungsi menjadi tambak air tawar hingga musim kemarau tiba dimana air di tambak mengering akibat kemarau.Pada saat itu kegiatan Pasar Ikan Lamongan sangat ramai karena produksi ikan tambak di sekitar Lamongan dan Gresik sampai pada puncaknya. Ikan dikenal sebagai jenis komoditas makanan yang cepat menjadi busuk (perishable food). Hal ini karena ikan kaya protein dan kandungan air yang tinggi sebagai media untuk tumbuhnya bakteri. Karena sifatnya yang cepat busuk ini maka ikan tidak bisa disimpan dalam waktu lama tanpa pendinginan yang memadai. Metode pengawetan yang banyak dilakukan masyarakat antara lain penggaraman, pengeringan, perebusan, dan pengasapan. Hasil olahan berupa ikan
asin kering, ikan pindang dan ikan asap terdistribusi untuk dijual ke berbagai daerah di Jawa Timur. Selain metode pengawetan tersebut di atas, beberapa kelompok masyarakat mengolah ikan menjadi produk bernilai tambah (value added product atau vap) seperti fillet, bakso ikan, siomay, dan “tempura” yang pengolahan dari produk-produk tersebut berbasis pendinginan atau pembekuan. Produk vap dari ikan ini semakin diminati oleh masyarakat mengingat akan karakteristiknya yang jauh dari kesan amis, bentuknya yang bervariasi termasuk memungkinkan ditambahkannya sayuran sebagai bahan pelengkap, dan teknologi kemasannya yang higienis karena selalu dijual atau disimpan pada suhu dingin. Di kota Lamongan dan kota-kota besar lain di Jatim sudah mulai banyak bermunculan warung, resto, atau cafe yang menyajikan produk dimsum yang tak lain menyajikan produk vap dari hasil perikanan (ikan, kepiting, poklasarang, cumi). Selain itu sifat produk yang ready to cook/ ready to eat semakin memberikan prospek yang baik untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin membutuhkan produk dengan penyajian mudah dan sehat, atau yang kemudian dikenal sebagai convenience product.
Gambar 1. Proses penggilingan daging ikan
82
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Gambar 2. Beberapa peralatan produksi
Gambar 3. Pemasaran melalui pameran
Gambar 4. Label pada produk vap
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
83
Selanjutnya lokasi penelitian telah difokuskan di daerah Paciran dan rinciannya di kawasan perumahan yang menjadi lokasi kegiatan salah satu UKM yang bernama CV. Duta Nelayan. Proses produksi yang telah dilakukan oleh para UKM termasuk CV. Duta Nelayan masih manual seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Untuk menunjang kegiatan produksi para UKM tersebut, maka diperlukan penyediaan bahan baku segar yang diperlukan secara tetap setiap saat. Kendalanya adalah adanya musim ikan dan musim paceklik ikan yang terjadi pada saat musim badai di laut. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan suatu alat penyimpan bahan baku ikan yang segar sehingga nanti dapat digunakan waktu dibutuhkan.
METODE PENELITIAN Pertama kali telah dilakukan survey lapangan untuk bisa mendapat data primer maupun sekunder yang diperlukan untuk perancangan cold strorage. Data primer yang diperlukan adalah antara lain: para UKM yang akan terkait dengan rencana untuk pengembangan,
kapasitas produksi dari para UKM, alokasi dana untuk bangunan yang disediakan mengingat tidak boleh ada dana untuk investasi, penyediaan tenaga listrik UKM yang mana harus dapat sesuai dengan kemampuan mereka agar proses produksi nantinya tetap berjalan berkelanjutan. Dari data sekunder adalah tentang potensi dari perikanan secara makro dan pangsa pasar yang akan digunakan untuk pembanding dan prediksi kemungkan yang bakal terjadi. Berdasar data tersebut di atas baru dilakukan perhitungan kapasitas dari cold storage yang sesuai dengan maksud dan tujuan program. Selanjutnya dilakukan proses teknis pembangunannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi ikan yang melimpah di daerah ini dari perikanan air tawar adalah bader, nila, tombro, dan bandeng. Sedang dari perikanan laut adalah ikan tongkol, cakalang, mata besar, hiu, pari, dan ikan layang. Dari tabel 1 dan gambar 1 dapat memberikan gambaran variasi produk olahan ikan dari Lamongan dan jumlah pelaku usaha yang terlibat di dalamnya.
Tabel 1. Jenis Usaha Pengolahan Ikan dan Lokasi nya di Lamongan Jenis Pengolahan Pemindangan ikan (ikan peda) Penjemuran ikan (ikan asin)
Lokasi Labuhan, Brondong Lohgung, Labuhan, Brondong, Weru
Pembuatan ikan jambal (dari ikan manyung/keting besar) Pembuatan bakso ikan, nugget, tempura dll (aneka olahan ikan) Pemrosesan ikan asap (panggang) Pembuatan terasi Poklasarang Cold storage (surimi)
Kartunggal Brondong, Sidokumpul Weru, WBL, Paciran Lohgung 1. PT. Hatni, Weru; 2. PT. 689, KM 93, Kranji, dan lainnya.
Sumber: Tim Penyusun, 2011
84
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
DENAH LOKASI PENELITIAN TPI
LAUT JAWA
Brondong
TPI BRONDON G
TPI WERU
TPI KRANJ I
PASAR IKAN
W.B.L
JL. RAYA DAENDLES PASA R PASA R
MAKAM SUNAN DRAJAD
perum Graha Paciran Lokasi Penelitian POK. DUTA NELAYAN
Gambar 5. Denah Lokasi Penelitian di Paciran Kab. Lamongan Dari data ketersediaan bahan baku, alokasi dana, dan sarana yang mampu disiapkan oleh para UKM maka diambil teknologi yang akan digunakan untuk itu adalah berupa sebuah mini cold storage. Selanjutnya dilakukan perancangan awal yang berupa lay out dari sarana produksi.
Setelah itu dilakukan perhitungan sistem pendingin dengan kapasitas dan ukuran yang sesuai. Adapun kapasitas beban yang sesuai untuk ruangan yang tersedia dengan ukuran 3 x 4 x 3,3 m adalah 5 ton ikan campuran dan bahan ramuannya.
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
85
Gambar 6. Jumlah UKM Pengolah Ikan Lamongan (Tim Penyusun, 2011)
Gambar 7. Gambar lay out mini cold storage di Paciran
86
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Rancangan lay out dari sarana produksi ini akan berguna sebagai data untuk: rancangan sistem dari mini cold storage yang secara fisik berfungsi sebagai tempat penyimpan bahan baku pengolahan ikan dan hasil olahan ikan. Selanjutnya gambar lay out ini sangat diperlukan nanti dalam upaya untuk memperoleh surat perijinan HACCAP dan BPPOM yang merupakan persyaratan pokok kualitas hasil olehan ikan dan diperlukan sebagai sarana pemasaran. Alokasi penempatan dari mini cold storage adalah pada bekas kamar tidur (10) pada gambar 3 di atas. Hal ini adalah masalah karena mengacu kepada aturan yang tidak membolehkan ada pengadaan
barang yang bersifat investasi. Sarana yang digunakan disepakati pada rumah salah satu UKM yang bernama CV Duta Nelayan. Oleh karena keterbatasan lokasi inilah maka tercipta jenis baru cold storage yang berukuran mini. Ukuran ruang dari mini cold storage tersebut adalah 3 x 4 x 3,3 m. Karena merupakan suatu ruang bekas kamar, maka perlu diadakan beberapa jenis perbaikan yang berupa antara lain penutupan jendela kamar depan menggunakan pasangan bata (gambar 4). Ruang mini cold storage dibangun pada sisi kiri dari gambar 4, akan tetapi konstruksi pintu harus diubah diganti pintu penahan dingin dari dalam ruang meski posisinya tetap (gambar 5).
ruangan cold storage
pintu cold storage
jendela ditutup
Gambar 8. Ruang dalam dan tampak depan
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
87
Ruang untuk tamu di dalam akan digunakan sebagai ruang administrasi dan transaksi dengan para konsumen, sedang ruangan dibelakang dan samping kanan dimanfaatkan sebagai ruang untuk proses
pengolahan. Disebelah samping ruang cold storage seperti terlihat pada gamber 4 dan 5 masih ada ruang yang akan digunakan nanti untuk pengembangan usaha.
Gambar 9. Pintu kedap udara dingin (isolator) Konstruksi pintu kedap udara dingin seperti terlihat pada gambar 5 harus dipastikan dapat dibuka dan ditutup baik dari luar ruangan maupun dari dalam ruangan. Kondisi ini sangat perlu untuk dipastikan karena suhu di dalam ruang yang mencapai -200 C bisa menimbulkan kebekuan pada personil yang terjebak di dalamnya. Disebelah dalam dari pintu dan terikat pada rangka pintu kedap perlu dipasangkan suatu rangkaian tabir dari plastik yang berfungsi untuk mengurangi keluarnya udara dingin dari dalam dan masuknya udara panas dari luar saat operasi penempatan material di dalam ruang. Upaya ini dilakukan agar suhu di dalam ruang tetap stabil suhu -200C dan dengan demikian kerja sistem pendingin tetap stabil sehingga dapat menghemat pemakaian tenaga listrik.
88
Pemakaian tenaga listrik ini sebagai salah satu faktor produksi akan sangat berpengaruh pada pendapatan finansial dan untuk selanjutnya akan menetukan keberlanjutan dari kehidupan usaha UKM. Sistem kendali yang berfungsi akan menyesuaikan suhu ruang cold storage dengan kerja dari motor listrik penggerak kompresor terdapat di dalam sebuah kotak panel kendali seperti terlihat pada gambar 7. Sistem ini diatur untuk dapat melakukan proses penyambungan dan pemutusan hubungan daya listrik secara otomatis pada suhu -200 C. Pada saat suhu di dalam ruangan cold storage telah mencapai -200 C maka sensor di dalam ruangan tersebut akan bekerja secara elektronis dan memberi perintah untuk memutuskan hubungan listrik pada motor listrik penggerak kompresor. Maka proses pendinginan akan terhenti. Pemutusan hubungan
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
dengan sistem pendingin ini sekaligus juga untuk mencairkan blok es yang telah terbentuk pada sistem pipa evaporator.
Proses ini disebut proses defrost dan akan menghasilkan kenaikan suhu sampai -160 C.
evaporator
(a) kompresor
kondensor
(b) Gambar 6. a,b Sistem pendingin mini cold storsge
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
89
Gambar 7. Panel listrik pengendali Setelah suhu ruang mencapai -160C, sensor akan kembali bekerja dan secara otomatis memberi perintah nyambung
kembali hubungan listrik hingga proses pendinginan kembali bekerja. Selanjutnya pendinginan berlanjut hingga suhu -20 C.
a
b
Gambar 8. Kabut pekat di dalam ruang cold storage suhu -20o C
90
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Semua ini adalah hasil rancangan sistem pendingin untuk mini cold storage yang telah dibangun di Paciran Kabupaten Lamongan dan prosesnya dimulai dengan perhitungan seperti tertera di bawah. Aplikasi dari rancangan mini cold storage cukup memadai dengan rencana bisnis para UKM dimana pemakaian beban material sebanyak 5 ton dengan suhu akhir dapat mancapai -200C hanya membutuhkan biaya listrik sebesar Rp 1.500.000,- per bulan dan merupakan biaya produksi yang sangat efisien. PERHITUNGAN REFRIGERATOR Data Masukan Berat beban : 500 kg Suhu awal : 30 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 60, jam: 2.5 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan diatas titik o beku (C): 3.7 KJ/kg. C Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C): 2.5 KJ/kg.oC Kalor laten pembekuan ikan o (K1): 272.61 KJ/kg. C Kalor jenis udara ruangan (C): 2.6 KJ/kg.oC Jenis beban merupakan material basah ikan campuran dan produk olahan ikan. BEBAN PENDINGINAN Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ) = 595,700 (kJ) Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ)
= 1,363,050 (kJ) Kalor yang dikeluarkan material ikan dari -2,2 oC ke -20 oC. Q3 = m.C.Δt (kJ) = 222,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari 30 oC ke suhu -20 oC. Q4 = m.C.Δt (kJ) = 3,900 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari 30 oC ke suhu -20 oC. Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 2,185,150 (kJ) Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 60 jam maka jumlah kalor per satuan waktu yang dilepas oleh material adalah: Qc = Qmat/t = 10.11643519 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK Data masukan: Berat beban : 3000 kg Suhu awal : 30 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 36 jam : 1.5 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
91
Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK Data masukan: Berat beban : 3000 kg Suhu awal : 30 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 36 jam : 1.5 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg BEBAN PENDINGINAN Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ) = 357,420 (kJ) Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ) = 817,830 (kJ) Kalor yang dikeluarkan material ikan dari -2,2 oC ke -20 oC.
Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 36 Jam Qc = Qmat/t = 10.128 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK. Data Masukan 1 Saat Terjadi Defrost Berat beban : 5000 kg Suhu awal : -16 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 35 jam : 1.4 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : 2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg BEBAN PENDINGINAN Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ) = 336,700 (kJ)
Q3 = m.C.Δt (kJ) = 133,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari 30 oC ke suhu -20 oC.
Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ) = 1,363,050 (kJ)
Q4 = m.C.Δt (kJ) = 3,900 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari 30 oC ke suhu -20 oC.
92
Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 1,312,650 (kJ)
Kalor yang dikeluarkan material ikan dari 2,2 oC ke -20 oC.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
Q3 = m.C.Δt (kJ) = 277,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari -16 oC ke suhu -20 oC. Q4 = m.C.Δt (kJ) = 312 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari -16 oC ke suhu -20 oC. Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 1,304,162 (kJ) Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 36 Jam Qc = Qmat/t = 10.35049206 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK. Data Masukan 2 Saat Terjadi Defrost Berat beban : 3000 kg Suhu awal : -16 oC Suhu akhir : -20 oC Waktu pembekuan : 22 jam : 0.9 hari Volume ruangan : 30 m3 Titik beku ikan : -2.2 oC Kalor jenis ikan di atas titik beku ( C ) : 3.7 kJ/kg Kalor jenis ikan di bawah titik beku (C) : 2.5 kJ/kg Kalor laten pembekuan ikan (K1) : 272.61 kJ/kg Kalor jenis udara ruangan (C) : 2.6 kJ/kg
= 153,180 (kJ) Kalor Laten Jumlah kalor laten pembekuan Q2 = m.K1(kJ) = 817,830 (kJ) Kalor yang dikeluarkan material ikan dari -2,2 oC ke -20 oC. Q3 = m.C.Δt (kJ) = 133,500 (kJ) Kalor dikeluarkan udara/ radiasi dan lainlain dari -16 oC ke suhu -20 oC. Q4 = m.C.Δt (kJ) = 312 (kJ) Total kalor yang dikeluarkan material dari -16 oC ke suhu -20 oC. Qmat = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 798,462 (kJ) Campuran material beban ikan dan olahan akan didinginkan dalam waktu 36 Jam Qc = Qmat/t = 10.08159091 (kw) Dari katalog kompresor didapat kapasitas mesin kompresor = 5,5 PK.
Kalor ikan Beban material Q1 = m.C.Δt (kJ)
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
93
DIAGRAM WAKTU BEKU sampai suhu -200 70 C 60
J A M
60
50 40 36
35 30
waktu pembekuan (jam)
22
20
waktu defros (jam) 12 7
10 0
1.3 0.7
5000
3000
1000
100
waktu pembekuan (jam)
60
36
12
1.3
waktu defros (jam)
35
22
7
0.7
Kg
Gambar 9. Diagram waktu pembekuan -200 C
SIMPULAN Ukuran mini cold storage adalah 3 x 4 x 3,3m dan dibangun di dalam rumah dikawasan perumahan di Paciran. Mini cold storage yang diciptakan dapat mencapai suhu -20o C dengan beban material campuran sebesar 5ton dan waktu yang dibutuhkan adalah 60jam bila dihitung mulai saat suhu awal 300 C. Waktu defrost mulai suhu -160 C sampai suhu -20o C dengan beban 5ton adalah 35 jam
DAFTAR RUJUKAN Akbarsyah, T. M. I. 2006. Studi Proses Pengalengan Ikan Tuna Albakora (Thunnus alalunga) dan Pemanfaatan Limbahnya Mnejadi Abon Ikan di PT Bali Maya Permai, Negara, Bali. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.
94
Angrenani, S. 1997. Stabilitas Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didunakan Sebagai Medium pada Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Kaleng. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Anonim 1._____.Mengenal Enamel pada Kemasan Kaleng.http://id.shvoong. com/exact-sciences/1798838mengenal-enamel-pada-kemasankaleng/. diakses pada Ahad, 11 Desember 2011 pukul 21.25 WIB. Anonim2._____, Ukuran Tuna Kaleng.http://mb52.net/general/ukur an-tuna-kaleng/. diakses pada Ahad, 11 Desember 2011 pukul 21.38 WIB. Choles, R., McDowell, D., dan Kirwan, Mark J. 2003.Food Packaging Technology.Blackwell Publishing, Garsington Road, Oxford, UK. CBI, 2011, European Market & Trends. Centre for the Promotion of Imports
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 20, No. 1, Agustus 2015
from Developing Countries. Netherlands Standar Nasional Indonesia SNI 012712.2-1992.Penanganan dan Pengolahan Ikan Tuna dalam Kaleng.Dewan Standarisasi Nasional- DSN. Jakarta.
Trianto, Hari Eko dan Akbarsyah, Teuku Muamar Indra.2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial.Squalen Vol. 2 No. 2.
Bimo D, Wahyu S: Rancang Bangun Mini Cold Storage
95
PETUNJUK PENULISAN NASKAH
1. Artikel yang dimuat di jurnal kelautan Neptunus meliputi hasil penelitian atau artikel ilmiah konseptual tentang iptek kelautan. 2. Artikel ditulis dalam standar ilmiah bahasa Indonesia. 3. Tulisan hasil penelitian disajikan dengan sistematika berikut: (a) Judul, (b) Nama pengarang tanpa gelar, (c) Korespondensi penulis berupa nama dan alamat instansi, serta e-mail yang dapat dihubungi, (d) Abstrak, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang mengulas secara singkat (50-100 kata) mengapa penelitian dilakukan, bagaimana penelitian dilaksanakan, hasil-hasil penting, serta simpulan utama dari hasil kegiatan. Pada bagian bawah abstrak dicantumkan keywords 2-5 kata kunci, (e) Pendahuluan, berisi latar belakang dan tujuan penelitian, (f) Metode Penelitian, (g) Hasil dan Pembahasan, (i) Kesimpulan, (j) Daftar Rujukan. 4. Tulisan artikel ilmiah konseptual disajikan dengan sistematika yang sama, namun untuk (g) Hasil dan Pembahasan diganti dengan (g) Pembahasan. 5. Sitasi rujukan dilakukan dengan sistematika nama-tahun: Tchernia (1980) ….. atau ….. (Tchernia 1980) Duxbury dan Duxbury (1991) ….. atau ….. (Duxbury & Duxbury 1991) Suwanto et al. (2000a) ….. atau ….. (Suwanto et al. 2000a) 6. Daftar Pustaka disusun dengan kaidah berikut: Buku: Duxbury, A.C. 1971. The Earth and Its Ocean. Sydney: Addison-Wesley. Jurnal: Johnson, M.W. 1987. Parasitization of Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae) infesting commercial watermelon plantings in Hawaii. J Econ Entomol 80:56-61. Prosiding: Octia, V., Widagdo, S., Kisnarti, E.A. 2010. Fenomena Upwelling di Perairan Maluku Utara. Di dalam: Global Warming dalam Perspektif Kelautan: Tantangan dan Peluang. Prosiding Seminar Nasional Kelautan VI, 22 Apr 2010. Surabaya: Universitas Hang Tuah. hlm III/69-74. Artikel elektronik: Hsu, Y.H., To, K.Y. 2000. Cloning of a DNA (Accesion No AF183891) encoding type II S-adenosyl-L-methionine synthase from Petunia hybrida. Plant Physiol 122:1457. [PGROO-33]. http://www.tarweed.com/ pgr/PGROO-33.html [2 Nov 2000]. Dokumen: [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Keputusan Menteri Pendidkan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002/tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas. 7. Artikel belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik dengan MS Word, spasi tunggal setebal 6-8 halaman A4 dalam bentuk naskah dan CD (softcopy). Redaksi berhak menyingkat atau memperbaiki tulisan untuk keseragaman format tanpa mengubah maksud isinya. Kandungan tulisan tetap menjadi tanggung jawab penulis. 8. Artikel dikirim ke Redaksi Jurnal Kelautan Neptunus, Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 paling lambat sebulan sebelum jadwal penerbitan (Januari dan Juli).
PETUNJUK PENULISAN NASKAH
1. Artikel yang dimuat di jurnal kelautan Neptunus meliputi hasil penelitian atau artikel ilmiah konseptual tentang iptek kelautan. 2. Artikel ditulis dalam standar ilmiah bahasa Indonesia. 3. Tulisan hasil penelitian disajikan dengan sistematika berikut: (a) Judul, (b) Nama pengarang tanpa gelar, (c) Korespondensi penulis berupa nama dan alamat instansi, serta e-mail yang dapat dihubungi, (d) Abstrak, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang mengulas secara singkat (50-100 kata) mengapa penelitian dilakukan, bagaimana penelitian dilaksanakan, hasil-hasil penting, serta simpulan utama dari hasil kegiatan. Pada bagian bawah abstrak dicantumkan keywords 2-5 kata kunci, (e) Pendahuluan, berisi latar belakang dan tujuan penelitian, (f) Metode Penelitian, (g) Hasil dan Pembahasan, (i) Kesimpulan, (j) Daftar Rujukan. 4. Tulisan artikel ilmiah konseptual disajikan dengan sistematika yang sama, namun untuk (g) Hasil dan Pembahasan diganti dengan (g) Pembahasan. 5. Sitasi rujukan dilakukan dengan sistematika nama-tahun: Tchernia (1980) ….. atau ….. (Tchernia 1980) Duxbury dan Duxbury (1991) ….. atau ….. (Duxbury & Duxbury 1991) Suwanto et al. (2000a) ….. atau ….. (Suwanto et al. 2000a) 6. Daftar Pustaka disusun dengan kaidah berikut: Buku: Duxbury, A.C. 1971. The Earth and Its Ocean. Sydney: Addison-Wesley. Jurnal: Johnson, M.W. 1987. Parasitization of Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae) infesting commercial watermelon plantings in Hawaii. J Econ Entomol 80:56-61. Prosiding: Octia, V., Widagdo, S., Kisnarti, E.A. 2010. Fenomena Upwelling di Perairan Maluku Utara. Di dalam: Global Warming dalam Perspektif Kelautan: Tantangan dan Peluang. Prosiding Seminar Nasional Kelautan VI, 22 Apr 2010. Surabaya: Universitas Hang Tuah. hlm III/69-74. Artikel elektronik: Hsu, Y.H., To, K.Y. 2000. Cloning of a DNA (Accesion No AF183891) encoding type II S-adenosyl-L-methionine synthase from Petunia hybrida. Plant Physiol 122:1457. [PGROO-33]. http://www.tarweed.com/ pgr/PGROO-33.html [2 Nov 2000]. Dokumen: [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Keputusan Menteri Pendidkan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002/tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas. 7. Artikel belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik dengan MS Word, spasi tunggal setebal 6-8 halaman A4 dalam bentuk naskah dan CD (softcopy). Redaksi berhak menyingkat atau memperbaiki tulisan untuk keseragaman format tanpa mengubah maksud isinya. Kandungan tulisan tetap menjadi tanggung jawab penulis. 8. Artikel dikirim ke Redaksi Jurnal Kelautan Neptunus, Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 paling lambat sebulan sebelum jadwal penerbitan (Januari dan Juli).
SUSUNAN REDAKSI
PIMPINAN REDAKSI Bimo Darmadi Prodjosoewito WAKIL PIMPINAN REDAKSI Viv Djanat Prasita
REDAKSI PELAKSANA Is Yuniar Supriyatno Widagdo Nur Yanu Nugroho Ninis Trisyani Muhammad Taufiqurrohman
MITRA BESTARI Abdul Rauf • Sahala Hutabarat I Ktut Buda Artana • I K. A. Pria Utama Adi Suprijanto
ALAMAT REDAKSI
Neptunus
UNIVERSITAS HANG TUAH
Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 Telp. 031-5945864 / 5945894 - Fax. 031-5946261 E-mail:
[email protected],
[email protected]