5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk dalam keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dari bangsa Labyrinthici. Ikan ini merupakan asli ikan Indonesia dan menyebar ke Malaysia, Thailands, Ceylon dan Australia. Karena ukurannya dapat mencapai 5 kg/ekor sehingga orang Inggris menyebutnya “giant goramy”, sedangkan di Indonesia ikan ini dikenal dengan beberapa nama sesuai daerahnya. Orang Jawa menyebutnya ikan gurame/gurameh, Sumatera menyebutnya ikan kalau, kala, dan kalui, sedangkan di Kalimantan disebut ikan kalui. Ikan ini merupakan jenis ikan konsumsi, memiliki morfologi dengan bentuk tubuh pipih lebar, bagian punggung berwarna merah sawo dan bagian perut berwarna kekuning-kuningan atau keperak-perakan. Ikan ini memiliki pertumbuhan yang relatif lebih lambat dibandingkan pada kebanyakan ikan air tawar lainnya. Untuk mencapai ukuran konsumsi (~500 g) dibutuhkan waktu sekitar 1,5 tahun (SNI 2006). 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame Pertumbuhan didefenisikan sebagai perubahan ukuran baik panjang maupun dimensi fisik lainnya, termasuk volume massa atau bobot, baik pada keseluruhan tubuh organisme maupun pada berbagai jaringan. Selain itu, perubahan tersebut dapat berkaitan dengan kandungan protein, lemak atau komponen kimia lainnya dari ke seluruhan tubuh, perubahan kandungan energi atau komponen jaringan dari seluruh tubuh (Weatherley & Gill 1987). Pertumbuhan ikan sangat berkaitan dengan asupan pakan yang mengandung komponen berupa protein, lemak, dan karbohidrat. Komponen tersebut yang sangat dibutuhkan adalah protein karena merupakan nutrien yang digunakan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh, sebagai cadangan untuk pertumbuhan dan sumber energi. Kebutuhan energi pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya ukuran dan kecernaan ikan, suhu air, dan kualitas protein. Kualitas dari protein bergantung
6
pada nilai biologis yang digambarkan dari jumlah dan kualitas asam amino yang dikandungnya (Watanabe 1988). 2.3 Hormon Pertumbuhan Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) merupakan satu rantai polipeptida yang berukuran sekitar 22 kDa, disekresikan oleh bagian anterior dari kelenjar pituitari yang berperan dalam memacu pertumbuhan tubuh, khususnya dengan merangsang pelepasan somatomedin, dan mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid. GH bekerja dengan merangsang sintesis protein dan pemecahan lemak (untuk energi). Hormon ini merupakan peptida yang besar yang terdiri dari 191 asam amino. Sekresi hormon pertumbuhan dikendalikan oleh hipotalamus. Somatotropin menggambarkan hormon pertumbuhan yang biasa diproduksi
di
pituitari,
sedangkan
somatropin
menggambarkan
hormon
pertumbuhan yang diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan pada bioreaktor/fermentasi (Lindholm 2006). Sekresi GH dirangsang oleh growth hormone releasing hormone (GHRH), ghrelin, protein pakan, kandungan gula darah yang rendah, peningkatan sekresi androgen, dan arginin, sedangkan yang menghambat antara lain somatostatin, konsentrasi hormon pertumbuhan dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) yang bersirkulasi, kandungan gula darah yang tinggi, glukokortikoid, dan estradiol ataupun estrogen lainnya. Fungsi GH yang sangat penting adalah memperbaiki dan memacu pertumbuhan somatik (Moriyama & Kawauchi 1990). Pada ikan, GH memiliki beberapa fungsi antara lain merangsang pertumbuhan gonad (Wong et al. 2006), otot dan tulang (Debnanth 2010). Selain itu, GH pada ikan juga berperan dalam proses osmoregulasi (Sakamoto et al. 1997), meningkatkan nafsu makan/metabolisme (Rousseau & Dufour 2007), proses metamorfosis dan perkembangan (Anathy et al. 2009), merangsang hati untuk mengeluarkan IGF-1 (Moriyama
et
al.
2000),
efisiensi
pemberian
pakan,
menjaga
keseimbangan/homeostasis energi, tingkah laku ketika bermigrasi, proses gametogenesis puberitas, perkembangan embrio (Debnanth 2010), serta meningkatkan sistem imunitas tubuh (Sakai et al. 1997; Yada et al. 1999). Mekanisme GH dalam mempengaruhi pertumbuhan pada ikan yakni secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung, yakni GH akan
7
secara langsung mempengaruhi pertumbuhan organ tanpa perantara IGF-1 dalam hati. Mekanisme secara tidak langsung, yakni GH mempengaruhi pertumbuhan dimediasi oleh IGF-1 dalam hati. Mekanisme ini berlangsung dengan adanya beberapa faktor yang berperan, yaitu: reseptor GH berperan dalam menangkap sinyal GH yang di sekresikan oleh kelenjar pituitari, GH binding protein (GHBPs) berperan dalam pengangkutan dan melindungi GH di dalam darah, dan IGF binding proteins (IGFBPs) berperan dalam melindungi dan mengangkut IGF-1 di dalam darah menuju ke organ target, serta reseptor IGF berperan dalam menangkap sinyal IGF-1 dalam organ-organ yang menjadi target (Debnanth 2010). 2.4 Insulin-like Growth Factor-1 dan Growth Hormone Receptor-1 Insulin-like growth factor (IGF-1) merupakan polipeptida rantai tunggal dengan berat molekul sekitar 7 kDa dan dikenal dengan nama lain somatomedin C, esensial bagi pertumbuhan embrio dan postnatal vertebrata. Sintesis dan pelepasan IGF-I dimulai dari masuknya rangsangan dari luar yang diintegrasikan oleh otak menjadi suatu perintah ke kelenjar pituitari untuk mensintesa dan mensekresikan GH. GH masuk ke dalam jaringan pembuluh darah, kemudian berikatan dengan reseptor yang sesuai/growth hormone receptor (GHR) di beberapa organ target terutama hati untuk menstimulasi sintesis dan pelepasan IGF-I. Selain itu, hati juga dapat distimulasi oleh GH endogen dan eksogen untuk memproduksi IGF-I. Sciara et al. (2008) menemukan korelasi dose dependent response antara GHR dengan IGF-1 pada ikan pejerrey Odontesthes bonariensis, di mana IGF-I di dalam hati meningkat secara dramatis segera setelah dilakukan penyuntikan rpjGH pada ikan tersebut. Selanjutnya, GHR tidak mengalami peningkatan karena pituitari tidak memberikan sinyal untuk memproduksi GH. Namun demikian, kandungan GH dan IGF-I dapat memberikan umpan balik secara negatif terhadap kelenjar untuk tidak mensekresikan GH (Moriyama & Kawauchi 2001). Beberapa penelitian telah dilakukan pada berbagai spesies teleostei, dan membuktikan bahwa GH merupakan pengatur utama produksi IGF-I. Kandungan plasma IGF-I lebih tinggi pada ikan yang memiliki pertumbuhan yang cepat di bandingkan dengan ikan dengan pertumbuhan yang lambat. Selain itu, kandungan
8
plasma IGF-I pada ikan yang hidup di air hangat lebih tinggi daripada di air dingin (Moriyama & Kawauchi 2001). 2.5 Efek rGH Pada Pertumbuhan Ikan rGH telah banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan ikan. Pemberian rGH ikan mas yang diproduksi dalam Pichia pastoris sebanyak 0,1 μg/g bobot tubuh benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al. 2003). Pemberian rGH tersebut dapat dilakukan melalui injeksi (Sekine et al. 1985; Tsai et al. 1995; Li et al. 2003; Funkenstein et al. 2005; Lesmana 2010), melalui perendaman (Acosta et al. 2007; Putra 2010; Syazili et al. 2011) serta melalui pakan (Tsai et al. 1997; Handoyo 2012). Pemberian 0,5% rGH per kg pakan yang diberikan selama 12 minggu pada juvenil ikan sea bream hitam menunjukkan perbedaan bobot sebesar 60% dari perlakuan kontrol setelah pemeliharaan selama 16 minggu (Tsai et al. 1997). Menurut Sekine et al. (1985), pemberian rGH pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 50% dibandingkan dengan ikan rainbow trout yang tidak diberi perlakuan rGH, sedangkan pada benih ikan beronang pemberian rGH sebesar 0,5 μg/g bobot tubuh sebanyak 1 kali per minggu selama 4 minggu dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 20% dari kontrol (Funkenstein et al. 2005). Selanjutnya, pemberian rGH pada benih ikan nila dengan dosis 30 mg/kg pakan dengan frekuensi pemberian 2 kali seminggu selama 3 minggu terbukti meningkatkan bobot tubuh sebesar 214,7% dari kontrol (Hardiantho 2011). 2.6 Pakan Ikan Gurame Ikan memenuhi sebagian besar kebutuhan energinya dari protein yang terkandung dalam pakan. Oleh karena itu, rasio energi/protein (rasio E/P) sangat berpengaruh terhadap efisiensi pemanfaatan protein dan energi. Pakan yang memiliki kandungan energi yang kurang, akan menyebabkan penggunaan sebagian energi yang berasal dari protein untuk mengganti kekurangan tersebut, sehingga energi yang berasal dari protein untuk pertumbuhan menjadi berkurang. Hasil penelitian Mokoginta et al. (1995) menunjukkan kebutuhan protein terhadap larva ikan gurame yang memiliki berat 0,1 dan 0,7 g membutuhkan kadar protein
9
pakan sebesar 43,29% dengan rasio E/P 8,0 kkal DE/g protein. Kebutuhan protein ikan gurame yang berukuran 25 dan 30 g sebesar 32,14% dengan rasio E/P 8 kkal DE/g. Kebutuhan karbohidrat pakan pada ikan gurame dengan bobot tubuh antara 29 dan 32 g adalah 20,8% dan dengan bobot berkisar antara 79 dan 80 dapat menggunakan karbohidrat pakan sampai kadar 47,5% (Mokoginta et al. 2004). 2.7 Penyalutan (Coating) Penyalutan merupakan suatu cara untuk melindungi bahan-bahan yang diberikan bersama dengan pakan dari degradasi yang disebabkan oleh asam lambung ketika berada dalam lambung dan akan terserap dengan baik ketika berada di dalam usus. Bahan yang digunakan untuk penyalutan seperti kitosan, alginat, kuning/putih telur, HPMCP (hydroxypropyl methylcellulose phthalate) dan lainnya. Bahan penyalut seperti HPMCP telah diperkenalkan di pasaran sejak tahun 1971. Sebagai turunan dari selulosa untuk penyalutan, bahan tersebut telah di ujicobakan dan efektif dalam beberapa penelitian, baik di bidang farmasi maupun perikanan. Berdasarkan kelarutannya HPMCP terbagi dua, yaitu HP-50 dan HP-55. HP-50 larut dalam kondisi pH ≥ 5,0, sedangkan HP-55 larut dalam kondisi pH≥ 5,5 (Shin-Etsu 2002).