STUDI EFISIENSI PEMANFAATAN KARBOHIDRAT PAKAN BAGI PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) SEJALAN DENGAN PERUBAHAN ENZIM PENCERNAAN DAN INSULIN
SRI HANDAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
STUDI EFISIENSI PEMANFAATAN KARBOHIDRAT PAKAN BAGI PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) SEJALAN DENGAN PERUBAHAN ENZIM PENCERNAAN DAN INSULIN
SRI HANDAYANI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Budidaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK SRI HANDAYANI. Studi Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan Bagi Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Sejalan Dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan Insulin. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN Jr., ING MOKOGINTA, MARIA BINTANG, dan AGUS OMAN SUDRAJAT. Tiga tahap penelitian telah dilakukan untuk menentukan pakan yang sesuai dengan perubahan enzim dalam saluran pencernaan ikan gurame dan konsekuensi perubahan pakan untuk merangsang sekresi insulin untuk meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan karbohidrat pakan pada ikan gurame Pada penelitian tahap I, ikan gurame diberi pakan dua kali sehari sampai ikan kenyang dengan pakan yang mengandung kadar protein dan karbohidrat yang berbeda . Penelitian ini dilakukan selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32% menghasilkan aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 28%. Peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 20 sampai 50% tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim protease. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32%, peningkatan kadar karbohidrat pakan menghasilkan peningkatan aktivitas enzim α-amilase. Laju pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan tertinggi juga dihasilkan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32%. Penelitian tahap II dilakuan untuk mengetahui kemampuan ikan gurame dalam memanfaatkan karbohidrat. Uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulinglukosa pada ikan gurame yang diberi pakan yang sama sebagaimana penelitian tahap I. Ikan diberi pakan dua kali sehari sampai ikan kenyang selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan ikan gurame mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk meregulasi kadar glukosa darah dan mampu memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 47 %. Perlakuan pada penelitian tahap III didasarkan pada hasil penelitian tahap I dan II, dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi pemanfaatan karbohidrat pakan bagi pertumbuhan sejalan dengan perubahan enzim pencernaan dan konsekuensi perubahan pakan terhadap sekresi insulin. Ikan diberi pakan dua kali sehari sampai ikan kenyang selama 80 hari. Hasil penelitian menunjukkan pemberian karbohidrat pakan secara bertahap berdasarkan ketersediaan enzim-enzim pencernaan, khususnya α-amilase dan kadar insulin , dapat mempengaruhi kecernaan nutrien pakan dan kemampuan ikan gurame dalam memanfaatkan nutrien yang tercerna. Ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 20% pada 20 hari pertama (1 sampai 20 hari); 35% karbohidrat pada 30 hari berikutnya (21 sampai 50 hari); dan 48% karbohidrat pada 30 hari terakhir (51 sampai 80 hari) mampu memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi dan menggunakan protein pakan dengan efisien sehingga menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan tertinggi.
ABSTRACT SRI HANDAYANI. Study on The Efficiency of D ietary Carbohydrate Utilization for Growth of Giant Gouramy (Osphronemus gouramy Lac.) in Relation to Changing of Digestive Enzymes and Insulin. Supervised by MUHAMMAD ZAIRIN Jr., ING MOKOGINTA, MARIA BINTANG, and AGUS OMAN SUDRAJAT. A three-stage experiment was conducted to investigate suitable diet in relation to changing of digestive enzymes and its consequence to stimulate insulin secretion to improve growth and efficiency of carbohydrate utilization of giant gouramy. In the first stage , fish were fed twice daily to satiation with diets containing different levels of protein and carbohydrate. It was observed for 60 days. Results of the experiment indicated that fish fed diets containing 32% of dietary protein showed higher protease activity compared to those given 28% of dietary protein. Increasing levels of dietary carbohydrate from 20 to 50% , did not affect protease activity. Fish fed 32% of dietary protein, the increasing dietary carbohydrate levels caused increase of amylase activity. The highest growth rate and diet utilization efficiency were also observed in fish fed diets containing 32% of dietary protein. In the second stage, the ability to utilize carbohydrate was evaluated. Fish were subjected to glucose tolerance and insulin-glucose tolerance tests after feeding trial with diets similar to those performed in stage one. Fish were fed twice daily to satiation for 30 days. Results of the experiment showed that the fish has high ability to regulate blood glucose and capable to utilize up to 47% of dietary carbohydrate. Treatments in the third stage were based on results of earlier stages, to evaluate the efficiency of dietary carbohydrate utilization for growth of fish in relation to changing of digestive enzymes and its consequence to stimulate insulin secretion. Fish were fed twice daily to satiation for 80 days. Results indicated that gradual increase in dietary carbohydrate, according to the availability of α-amylase , and insulin content, affected feed nutrie nt digestibility and the ability to utilize digested nutrient. Fish fed diets containing 20% carbohydrate for first 20 days (1 to 20 days); 35% dietary carbohydrate for the next 30 days (21 to 50 days); and 48% dietary carbohydrate for the last 30 days (51 to 80 days) were able to utilize dietary carbohydrate as an energy source and utilize dietary protein efficiently, which were indicated by highest growth rate and diet utilization efficiency.
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Studi Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan Insulin adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2006
Sri Handayani NRP. C016010021
Judul Disertasi
:
Nama NIM
: :
Studi Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan Insulin Sri Handayani C016010021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Ing Mokoginta M.S. Anggota
Prof. Dr. Drh. Maria Bintang, M.S. Anggota
Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Chairul Muluk, M.Sc.
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 11 Juli 2006
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2003 sampai dengan Agustus 2005 ini berjudul Studi Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Sejalan Dengan
Perubahan Enzim
Pencernaan dan Insulin . Selesainya karya ilmiah ini tak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Melalui prakata ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Rektor Universitas Mulawarman dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Perta nian Bogor.
2.
Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor yang berkenan menerima penulis melanjutkan pendidikan Program Doktor.
3.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penulis selama mengikuti pendidikan melalui BPPS.
4.
Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur yang telah memberi bantuan biaya pendidikan selama penulis mengikuti pendidikan program Doktor.
5.
Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI) yang telah memberikan bantuan penyusunan disertasi.
6.
Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr. , M.Sc., Dr. Ir. Ing Mokoginta, M.S., Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S., dan Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. , selaku komisi pembimbing atas segala petunjuk, saran, dan bimbingannya.
7.
Dr. Chairul Muluk, M.Sc. dan Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo, M.Sc yang telah banyak memberi saran untuk memperluas wawasan penulis.
8.
Prof. Dr. Wasmen Manalu, M.Sc, Prof. Dr. Ir. H. Enang Harris, M.S. dan Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, M.S. selaku penguji luar komisi pada saat sidang
ujian tertutup dan terbuka, yang telah banyak memberi saran untuk perbaikan tulisan dan memperluas wawasan penulis. 9.
Kepala dan staf Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Limnologi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi
Departemen Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberi izin dan fasilitas selama penelitian. 10. Rekan-rekan dari For um Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perairan IPB dan Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB asal Kalimantan Timur serta semua pihak atas kerjasamamya selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. 11. Khusus kepada kedua orangtua saya H. Hasan Aini (Alm) dan Hj. Asliah (Alm), mertua saya Supriadi (Alm) dan Indah Suhermi, suami saya Heru Kusdianto, S.Pi, M.Si, putra saya Muhammad Fikri Fa dhlurrahman, serta seluruh keluarga atas segala pengorbanan, dukungan, bantuan, pengertian, doa dan kasih sayangnya selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.
Semoga segala bantuan yang diberikan mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2006
Sri Handayani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 10 September 1969 sebagai anak kedua dari pasangan H. Hasan Aini (Alm) dan Hj. Asliah (Alm). Pada tahun 1996 penulis menikah dengan Heru Kusdianto, S.Pi., M.Si. dan telah dikaruniai seorang putra bernama Muhammad Fikri Fadhlurrahman. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1995, penulis diterima di Program Studi Ilmu Peraira n, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi dan Perguruan Tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2001. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh da ri Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman sejak tahun 1994. Sebuah artikel berjudul : The effect of 3, 5, 3’-triiodotyronine (T 3) hormone on nucleic acid and protein content of the muscle and the growth of giant gouramy (Osphronemus gouramy Lac.), telah diterbitkan pada jurnal Biotropia 24 : 54-61 tahun 2005.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. x DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….
xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xii I. PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1.1 Latar Belakang………………………………………………………... 1.2 Tujuan dan Manfaat…………………………………………………… 1.3 Hipotesis……………………………………………………………….
1 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………... 2.1 Pertumbuhan dan Kebutuhan Nutrien Ikan Gurame…………………. 2.2 Enzim Pencernaan dan Perannya dala m Proses Pencernaan................. 2.3 Insulin dan Perannya dalam Metabolisme..............................
4 4 6 8
III. BAHAN DAN METODE........................................................................... 3.1 Penelitian tahap I : Perubahan Enzim Pencernaan (Protease, α Amilase, dan Lipase) pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan yang Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda ............ 3.1.1 Pakan Uji.................................................................................. 3.1.2 Pemeliharaan Ikan.................................................................... 3.1.3 Peubah yang Diamati................................................................ 3.1.4 Analisis Statistik......................................................................
14
14 14 15 16 18
3.2 Penelitian tahap II : Uji Toleransi Glukosa dan Uji Toleransi Insulin-Glukosa pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda ............. 3.2.1 Pakan Uji.................................................................................. 3.2.2 Pemeliharaan Ikan.................................................................... 3.2.3 Peubah yang Diamati................................................................ 3.2.4 Analisis Statistik......................................................................
18 18 18 19 20
3.3 Penelitian tahap III : Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan Konsekuensi Perubahan Pakan Terhadap Insulin............ 3.3. 1 Pakan Uji.................................................................................. 3.3.2 Pemeliharaan Ikan.................................................................... 3.3.3 Peubah yang Diamati................................................................ 3.3.4 Analisis Statistik......................................................................
20 20 22 22 24
ix
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 4.1 P erubahan Enzim Pencernaan (Protease, α-Amilase, dan Lipase) pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda ...................................................... 4.1.1 Aktivitas Enzim Protease........................................................ 4.1.2 A ktivitas E nzim a-amilase..................................................... 4.1.3 Aktivitas Enzim Lipase........................................................... 4.1.4 Laju Pertumbuhan Harian dan Efisiensi Pakan...................... 4.1.5 Pembahasan............................................................................. 4.2 Uji Toleransi Glukosa dan Uji Toleransi Insulin Glukosa pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda ................................................................... 4.2.1 Kadar Glukosa Darah............................................................... 4.2.2 Kadar Trigliserida Darah........................................................... 4.2.3 Kadar Glikogen Otot dan Hati............................................. 4.2.4 Kadar Insulin Darah.................................................................. 4.2.5 Pembahasan............................................................................... 4.3 Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan Konsekuensi Perubahan Pakan Terhadap Insulin............................... 4.3.1 Koefisien Kecernaan Nutrien Pakan........................................ 4.3.2 Kadar Glukosa Darah, Insulin Darah, serta Glikogen Otot dan Hati................................................................................. 4.3.3 Parameter Pemanfaatan Pakan................................................. 4.3.4 Pembahasan.............................................................................. V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 5.1 Kesimpulan............................................................................................ 5.2 Saran......................................................................................................
25
25 25 26 27 29 30
35 35 37 38 39 40
47 47 49 51 52 59 59 60
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 61 LAMPIRAN.......................................................................................................
66
x
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Komposisi pakan uji untuk ikan gurame pada penelitian tahap I..............
15
2.
Komposisi pakan uji untuk ikan gurame pada penelitian taha p III............
21
3.
Laju pertumbuhan harian individu (Lph) dan ef isiensi pa kan pada ikan gurame selama 60 hari penelitian...................................................... 29
4.
Rata-rata kadar glikogen otot dan hati ikan gurame pada uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa................................................... 38
5.
Kadar insulin darah pada uji toleransi glukosa..........................................
6.
Koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat berbeda ................. 47
7.
Kadar glukosa darah, insulin darah, serta kadar glikogen otot dan hati
8.
Berbagai parameter pem anfaatan pakan pada ikan gurame sejalan dengan perubahan pakan yang disesuaikan dengan keberadaan enzim pencernaan.................................................................................................. 51
39
49
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Aktivitas enzim protease (U/ml enzim) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda ....................................................................................................... 25
2.
Perubahan relatif aktivitas enzim protease (%) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda ....................................................................................................... 26
3.
Aktivitas enzim a-amilase (U/ml enzim) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda ....................................................................................................... 27
4.
Perubahan relatif aktivitas enzim a -amilase (%) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda ...................................................................................................... 27
5.
Aktivitas enzim lipase (U/ml enzim) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda ....... 28
6.
Perubahan relatif aktivitas enzim lipase (%) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda ...................................................................................................... 29
7.
Kadar glukosa darah ikan gurame selama uji toleransi glukosa...............
35
8.
Kadar glukosa darah ikan gurame selama uji toleransi insulin glukosa....
36
9.
Kadar trigliserida darah ikan gurame setelah injeksi glukosa...................
37
10. Kadar trigliserida darah ikan gurame setelah injeksi insulin glukosa.......
37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease......................................
67
2.
Prosedur pengukuran aktivitas enzim α-amilase....................................
68
3.
Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase...........................................
69
4.
Prosedur pengukuran glukosa darah.......................................................
70
5.
Prosedur pengukuran glikogen hati dan otot..........................................
71
6.
Prosedur pengukuran trigliserida darah..................................................
72
7.
Prosedur pengukuran kadar insulin darah...............................................
73
8.
Aktivitas protease pada berbagai waktu pengamatan (U/ml).................
75
9.
Aktivitas amilase pada berbagai waktu pengamatan (U/ml)..................
76
10.
Aktivitas lipase pada berbagai waktu pengamatan (U/ml).....................
77
11.
Laju pertumbuhan harian (Lph) dan efisiensi pakan ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian pakan berbeda.......................................... 78
12.
Kadar glukosa darah ikan gurame pada uji toleransi glukosa .................. 79
13.
Kadar glukosa darah ikan gurame pada uji toleransi insulin glukosa ..... 81
14.
Kadar trigliserida darah ikan gurame pada uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa....................................................................
83
15.
Kadar glikogen hati dan otot ikan gurame pada uji toleransi 84 glukosa...................................................................................................
16.
Kadar glikogen hati dan otot ikan gurame pada uji toleransi insulin glukosa....................................................................................................
85
17.
Kadar insulin darah ikan gurame pada uji toleransi glukosa..................
86
18.
Koefisien kecernaan nutrien pakan (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian kar bohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari ......................................... 87
xiii
19.
Kadar glukosa dan insulin darah ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari............................................................ 88
20.
Kadar glikogen hati dan otot ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari........................................................... 89
21.
Retensi protein (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari...................................................................... 90
22.
Retensi lemak (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari..................................................................... 91
23.
Retensi energi (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari...................................................................... 92
24.
Laju pertumbuhan harian (Lph), konsumsi pakan, dan efisiensi pakan ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari......................................................................................................... 93
xiv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) merupakan salah satu ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Namun, proses produksi dari hasil budidaya ikan gurame sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan gurame lebih lambat jika dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Rendahnya laju pertumbuhan ikan gurame dapat disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemanfaatan materi dan energi yang terdapat dalam pakan yang diberikan sehingga energi yang tersedia tidak cukup bagi pertumbuhan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi untuk pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Protein merupakan sumber nutrien yang harganya cukup mahal, sehingga pemanfaatan protein untuk pertumbuhan harus efisien. Efisiensi pemanfaatan protein pakan dapat dilakukan dengan penyediaan sumber energi non protein dari karbohidrat dan lemak. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah, tetapi kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat pakan terbatas. Kemampuan ikan menggunakan nutrien pakan bergantung pada berbagai faktor seperti sintesis enzim yang tepat, produksi enzim dalam jumlah yang cukup, dan distribusi enzim dalam saluran pencernaan (Tengjaroenkul et al. 2000). Ketersediaan enzim yang terbatas akan mempengaruhi efektivitas enzim dalam mencerna pakan ditinjau dari segi kemampuan cerna (kecernaan nutrien dan energi). Nutrien (protein, karbohidrat, lemak) akan dicerna jika sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan sehingga jumlah energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan berkaitan dengan kemampuan ikan dalam mencerna pakan. Rendahnya kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat pakan pada tingkat pencernaan disebabkan oleh rendahnya aktivitas enzim a-amilase dalam saluran pencernaan yang sering dikaitkan dengan karakter dari suatu spesies ikan. Aktivitas enzim a-amilase pada ikan omnivora dan herbivora umumnya lebih tinggi dibandingkan ikan karnivora sehingga ikan omnivora dan herbivora memiliki kemampuan untuk mencerna karbohidrat pakan lebih baik dibandingkan ikan karnivora (Wilson 1994; Hidalgo et al. 1999; Stone et al. 2003b).
2
Ikan gurame dalam tahap perkembangannya mengalami perubahan dari karakter ikan karnivora ke omnivora hingga akhirnya menjadi herbivora. Perubahan karakter ini dikaitkan dengan perubahan ukuran ikan dan komponen nutrien pakan yang dimakan oleh ikan (Affandi 1993). Perubahan nutrien pakan berpengaruh
pada
aktivitas
enzim-enzim
pencernaan,
mempengaruhi efektivitas enzim dalam memanfaatkan
yang
selanjutnya
pakan yang diberikan
(Eusobio dan Coloso 2002; Garcia–Carreno et al. 2003). Perubahan karakter ikan gurame dari karnivora ke omnivora hingga ke herbivora menunjukkan adanya perbedaan kemampuan ikan dalam mencerna karbohidrat pakan pada setiap ukuran ikan. Pada tingkat metabolik, tingkat pemanfaatan karbohidrat oleh ikan dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam memanfaatkan glukosa yang diabsorbsi. Uji toleransi glukosa telah dilakukan pada beberapa spesies ikan untuk mempelajari pemanfaatan glukosa pada tingkat metabolik (Furuichi dan Yone 1981; Marini 1997; Peres et al. 1999; Stone et al. 2003a). Rendahnya toleransi glukosa pada ikan awalnya dianggap berkaitan dengan rendahnya sekresi insulin dan ikan mempunyai potensi untuk menjadi diabetik (Furuichi dan Yone 1981). Akan tetapi, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa ikan sebenarnya tidak diabetik dan kadar insulin darahnya sama
seperti yang diamati pada mamalia
(Mommsen dan Plisetskaya 1991). Namun demikian respons insulin terhadap suplai glukosa tidak secepat mamalia, sehingga membutuhkan waktu beberapa jam untuk berkembang (Furuichi dan Yone 1981; Peres et al. 1999). Mokoginta et al. (2004) telah meneliti tingkat kebutuhan dan pemanfaatan karbohidrat untuk ikan gurame dengan bobot tubuh awal berkisar antara 29 dan 32 g dan 79 dan 80 g. Ikan gurame dengan bobot tubuh awal berkisar antara 29 dan 32 g mempunyai kemampuan yang rendah dalam memanfaatkan karbohidrat pakan, dan kadar karbohidrat optimal yang menghas ilkan efisiensi pakan dan pertumbuhan tertinggi adalah sebesar 20,8%. Sementara itu, ikan gurame dengan bobot tubuh awal berkisar antara 79 dan 80 g dapat menggunakan karbohidrat pakan sampai kadar 47,5%. Namun, sampai saat ini informasi mengenai kapan waktu yang tepat untuk pergantian kandungan karbohidrat pakan pada setiap
3
ukuran ikan gurame sejalan dengan perubahan enzim pencernaan dan insulin belum diketahui dengan jelas. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dalam upaya meningkatkan efisiensi pemanfaatan karbohidrat pakan bagi pertumbuhan ikan gurame maka kiranya perlu untuk mengkaji : 1.
Perubahan enzim pencernaan yang disebabkan oleh perbedaan pakan yang diberikan sebagai dasar untuk menentukan waktu pergantian kadar karbohidrat pakan yang tepat sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan.
2.
Toleransi glukosa dan toleransi insulin glukosa untuk melihat respons glukosa dan insulin darah terhadap suatu muatan glukosa. Kajian ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat (glukosa).
3.
Tingkat kebutuhan karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan energi dan materi untuk tumbuh sejalan dengan perubahan enzim pencernaan dan insulin.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pakan yang sesuai dengan perubahan dinamika
enzim dalam saluran pencernaan ikan gurame dan
konsekuensi perubahan pakan terhadap sekresi insulin bagi peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar manajemen pemberian pakan yaitu komposisi pakan dan waktu pergantian pakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame.
1.3 Hipotesis Jika ikan gurame diberi pakan yang sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan
maka kecernaan akan meningkat dan memicu sekresi
insulin
sehingga meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Kebutuhan Nutrien Ikan Gurame Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, dimana variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang atau dimensi fisik lainnya, termasuk volume, berat atau massa, baik pada keseluruhan tubuh organisme atau pada berbagai jaringan. Perubahan itu juga bias berkaitan dengan kandungan protein, lemak, atau komponen kimia lainnya dari tubuh; perubahan kandungan kalori (energi) dari keseluruhan tubuh atau dari komponen ja ringannya (Weatherley dan Gill 1987). Ikan membutuhkan materi dan energi untuk pertumbuhan yang diperoleh dari pakan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi untuk tumbuh adalah protein, karbohidrat, dan lemak.
Protein adalah
nutrien yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh, penambahan protein tubuh untuk pertumbuhan, dan sebagai sumber energi. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya ukuran ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein. K ualitas protein bergantung pada kecernaan dan nilai biologis yang dilihat dari jumlah dan kualitas asam-asam aminonya. Fungsi protein sebagai sumber energi dapat digantikan oleh nutrien penghasil energi lain yaitu karbohidrat dan lemak. Peningkatan ketersediaan karbohidrat dan lemak dapat menurunkan oksidasi protein untuk menghasilkan energi sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan (Furuichi 1988). Lemak merupakan sumber energi yang sangat efektif untuk ikan. Lemak juga mempunyai berberapa peran penting lainnya yaitu sebagai media transpor senyawa-senyawa yang larut dalam lemak, sebagai bagian dari struktur membran sel dan sebagai prekursor senyawa-senyawa penting, misalnya hormon dan pigmen (Steffens 1989; Jobling 1994). Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah untuk ikan, tetapi kemampuan untuk memanfaatkan karbohidrat bervariasi antar spesies ikan. Pemanfaatan karbohidrat pakan oleh ikan dikaitkan dengan sistem pencernaan dan
5
metaboliknya, yang bergantung pada kadar dan kompleksitas karbohidrat (Lee dan Lee 2004). Karbohidrat berperan dalam pembentukan rangka karbon asamasam lemak non esensial dan juga sintesis lemak. Sintesis de novo C 16:0 dan C 18:1 ? 9 asam lemak dimulai dari asetil-koenzim A yang berasal dari katabolik aerobik dekomposisi karbohidrat pakan. Selain itu, karbohidrat juga penting pada pembentukan oksaloasetat dan NADPH2. Fungsi ini hanya dapat digantikan oleh protein dan tidak dapat digantikan oleh lemak (Steffens 1989). Efisiensi pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan bergantung pada beberapa faktor penting. Komposisi pakan sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan merupakan faktor yang paling penting. P akan yang kekurangan nutrien-nutrien esensial untuk tumbuh seperti asam-asam amino esensial, asam lemak, vitamin, dan mineral akan menyebabkan penurunan efisiensi pemanfaatan pakan (Hepher 1990). Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan pakan maka dalam penyusunan pakan perlu mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dari spesies ikan yang akan dipelihara, di antaranya adalah kebutuhan energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Ikan memenuhi sebagian besar kebutuhan energinya dari protein pakan. Dengan demikian, rasio energi/protein (rasio E/P) sangat berpengaruh pada efisiensi pemanfaatan protein
dan energi (Kim dan Kaushik 1994).
Rasio
energi/protein yang tepat dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan yang kandungan energinya kurang akan menyebabkan ikan menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi, sehingga bagian protein yang digunakan untuk pertumbuhan menjadi berkurang.
Sebaliknya, kandungan energi pakan
yang terlalu tinggi akan membatasi konsumsi pakan sehingga akan membatasi jumlah nutrien lain termasuk protein yang dimakan ikan. Penelitian intensif tentang kebutuhan energi total, rasio energi/protein dan tingkat kebutuhan karbohidrat pada ikan gurame telah dilakukan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa larva ikan gurame yang berukuran berkisar antara 0,1 dan 0,7 g membutuhkan ka dar protein pakan sebesar 43,29% dengan rasio E/P 8,0 Kkal DE/g protein (Mokoginta et al. 1995), sedangkan untuk ikan gurame yang berukuran berkisar antara 25 dan 30 g membutuhkan kadar protein sebesar 32,14%, dengan rasio E/P 8 Kkal DE/g protein (Suprayudi et al. 1994). Tingkat
6
kebutuhan karbohidrat pakan pada ikan gurame dengan bobot tubuh berkisar antara 29 dan 32 g adalah 20,8%, sedangkan ikan gurame dengan bobot tubuh berkisar antara 79 dan 80 g dapat menggunakan karbohidrat pakan sampai kadar 47,5% (Mokoginta et al. 2004)
2.2 Enzim Pencernaan dan Perannya dalam Proses Pencernaan Pemanfaatan materi dan energi pakan untuk pertumbuhan terlebih dahulu melalui suatu proses pencernaan dan metabolisme. Dalam proses pencernaan, makanan yang tadinya merupakan senyawa kompleks akan dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah diserap melalui dinding usus dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Protein dihidrolisis menjadi asam amino bebas dan peptida -peptida pendek, karbohidrat dipecah menjadi gula -gula sederhana dan lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Proses-proses di atas dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan (Tillman et al. 1991). Enzim
protease
menguraikan
rantai-rantai
peptida
dari
protein.
Bergantung pada letak ikatan peptida pada tengah atau akhir molekul, peptidase diklasifikasikan menjadi endopeptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase menghidrolisis protein
dan peptida -peptida rantai pa njang menjadi peptida-
peptida pendek. Endopeptidase penting antara lain pepsin yang dihasilkan dari zimogen
pepsinogen,
tripsin
dari
tripsinogen,
dan
kimotripsin
dari
kimotripsinogen. Eksopeptidase menghidrolisis peptida menjadi asam-asam amino. Karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase termasuk dalam kelompok eksopeptidase. Alfa-am ilase adalah enzim yang bertanggung jawab menghidrolisis pati menjadi glukosa.
Enzim ini memutuskan ikatan 1,4’-a-
glukosidik dan mengubah pati menjadi glukosa dan maltosa. Sedangkan lipase adalah enzim penting dalam pencernaan lemak. Lipase memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Steffens 1989; Hepher 1990). Kemampuan ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada kelengkapan
organ
pencernaan
dan
ketersediaan
enzim
pencernaan.
Perkembangan saluran pencernaan tersebut berlangsung secara bertahap dan setelah
mencapai
ukuran/umur
tertentu
saluran
pencernaan
mencapai
7
kesempurnaannya.
Perkembangan struktur alat pencernaan ini diikuti oleh
perkembangan enzim pencernaan dan perubahan kebiasaan makan (food habit). Berdasarkan penelitian Affandi (1993) diketahui adanya perubahan pola kebiasaan makan pada ikan gurame yang berukuran kecil dan pada ikan yang berukuran besar, yaitu dari karakter ikan karnivora ke omnivora hingga akhirnya menjadi herbivora. Aktivitas protease umumnya tinggi pada ikan-ikan karnivora dan aktivitas karbohidrase umumnya tinggi pada ikan-ikan herbivora dan omnivora (Ugolev dan Kuz’mina 1994). Hasil penelitian Affandi et al. (1994) menunjukkan bahwa perkembangan alat pencernaan yang sempurna pada ikan gurame dicapai pada ukuran 2,4 cm atau sekitar 40 hari sehingga benih ikan gurame tersebut siap memakan pakan buatan. Kandungan nutrien pakan nampaknya berpengaruh pada aktivitas enzim pencernaan. Ku’zmina (1996) mengungkapkan bahwa tersedianya substrat merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan aktivitas enzim pada ikan dan mamalia. Kandungan protein pakan yang tinggi dikaitkan dengan kandungan selulosa yang rendah umumnya meningkatkan aktivitas protease pada ikan rainbow trout (Hepher 1990). Peningkatan proporsi pati kentang dalam pakan dari 10 menjadi 90% yang diikuti
penurunan proporsi tepung ikan akan
meningkatkan aktivitas enzim maltase dan amilase pada ikan mas, dan adaptasi enzim karbohidrase ini terhadap komposisi pakan sudah terlihat kurang dari satu minggu (Kawai dan Ikeda 1972). Peningkatan protein pakan dan penurunan kadar selulose pakan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim amilase pada ikan rainbow trout (Kawai dan Ikeda 1973). Kecernaan (digestibility) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) jenis pakan yang dimakan dan kadar kepekaan pakan terhadap pengaruh enzim pencernaan, (2) aktivitas enzim-enzim pencernaan, (3) lama waktu pakan yang dimakan terkena aksi enzim pencernaan. Masing-masing faktor di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor sekunder yang berkaitan dengan ikan itu sendiri (spesies, umur, ukuran) dan kondisi fisiologis, yang berkaitan dengan lingkungan (temperatur), dan yang berkaitan denga n pakannya (komposisi pakan, ukuran partikel dan jumlah pakan yang dimakan). Kecernaan berbeda antar spesies ikan, hal ini terjadi akibat perbedaan sistem dan enzim-enzim pencernaannya serta perbedaan
8
jenis pakan yang dikonsumsi. Selain itu, kecernaan juga dipengaruhi oleh umur ikan. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas enzim pada umur yang berbeda. Komposisi pakan berpengaruh pada kecernaan.
Nutrien dalam
bahan pakan yang berbeda akan dicerna dengan tingkat yang berbeda . Hal ini berkaitan dengan sumber dan komposisi bahan tersebut. Bahan pakan yang berasal dari tumbuhan biasanya dicerna lebih lambat dibandingkan bahan pakan yang berasal dari hewan. Kandungan selulosa yang tinggi juga mempengaruhi kecernaan pakan. Kemampuan cerna juga dipengaruhi oleh bentuk pakan dan cara pengolahannya (Hepher 1990).
2.3 Insulin dan Perannya dalam Metabolisme Insulin adalah hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel ß pulaupulau Langerhans dalam pankreas. Peran utama insulin adalah mengatur kadar glukosa darah melalui peningkatan pengambilan glukosa ke jaringan dan penyimpanannya dalam bentuk glikogen dan lemak. Insulin terdiri atas dua polipeptida yaitu rantai A terdiri atas 21 asam amino dan rantai B terdiri atas 30 asam amino, yang dih ubungkan oleh jembatan disulfida. Susunan asam amino insulin hampir sama pada semua vertebrata, dengan demikian
insulin yang
diisolasi dari satu spesies masih tetap aktif pada spesies lain. Insulin bekerja pada hati untuk meningkatkan pengambilan glukosa dan pembentukan glukosa 6-fosfat serta untuk mengaktifkan enzim
glikogen sintetase.
Pada jaringan adiposa,
glukosa diubah menjadi gliserol dan gliserol ini diesterifikasi dengan asam lemak bebas membentuk trigliserida. Sintesis lemak meningkat melalui peningkatan perangsangan sitrat lipase, asetil-KoA, karboksilase, asam lemak sintase dan gliserol 3-fosfat dehidrogenase. Pada otot , insulin merangsang
pengambilan
glukosa dan asam amino dan merangsang sintesis glikogen dan protein. Insulin juga mempunyai efek vasodilatori untuk me ningkatkan aliran darah dan suplai nutrien ke otot (Squires 2003). Asam-asam amino bebas yang dibawa darah akan mengalami metabolisme pada dua arah yaitu anabolik dan katabolik. Arah anabolik adalah biosintesis protein-protein baru baik yang fungsional seperti hormon dan enzim maupun yang struktural seperti pembentukan jaringan tubuh baru (pertumbuhan) , dan
9
penggantian jaringan tubuh yang rusak.
Arah katabolik diawali dengan
deamina si molekul-molekul asam amino yang kemudian digunakan untuk menghasilkan energi atau lipogenesis (Hepher 1990) . Pada ikan, sebagaimana pada mamalia, sintesis protein (khususnya pada otot) dan translokasi asam-asam amino dari hati ke otot dikontrol oleh insulin. Peran insulin pada ikan terutama pada metabolisme protein dan lemak. Keterlibatan insulin dalam homoestasis glukosa mungkin hanya merupakan peran sekunder (Jobling 1994). Peningkatan asam amino dalam plasma setelah pemberian pakan akan merangsang sekresi insulin.
Insulin yang disekresikan ini kemudian akan meningkatkan deposisi
asam amino dalam sel dan penggabungannya ke dalam protein otot (Cowey dan Walton 1989; Mommsen dan Plisetskaya 1991). Glukosa hasil pencernaan karbohidrat diserap ke dalam aliran darah, dan selanjutnya akan akan digunakan untuk metabolisme. sangat dikontrol oleh hormon.
Metabolisme glukosa
Pada hewan-hewan endotermik, homoestasis
glukosa darah dikontrol sangat baik. Homoestasis ini terutama dikontrol oleh insulin dan glukagon yang disekresikan oleh pankreas. Hormon-hormon tersebut juga terdapat pada ikan, tetapi homoestasi glukosa darah pada ikan masih belum jelas. Insulin dan somatostatin menye babkan penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia). Glukosa ini akan digunakan secara cepat pada jaringan atau diubah menjadi glikogen yang disimpan di hati.
Jika insulin kurang, kadar
glukosa darah meningkat (hiperglikemia), dan metabolisme glukosa ter ganggu danmenyebabkan kondisi diabetik.
Pada kondisi seperti ini, glikogene sis dan
lipogenesis juga akan terhambat. Kebutuhan energi akan disediakan
melalui
peningkatan glukoneogenesis dari lemak dan protein (Hepher 1990). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat, yaitu dengan melihat respons glukosa dan insulin plasma terhadap suatu uji toleransi glukosa. Furuichi dan Yone (1981) melakukan uji toleransi glukosa pada tiga spesies ikan, yaitu ikan mas, red seabream dan yellowtail dengan cara memberi pakan berupa kapsul gelatin yang berisi glukosa 167 mg/100 g bobot ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa glukosa darah ikan mas mencapai puncak 1 jam setelah pemberian glukosa , yaitu meningkat dari 40 mg/100 ml menjadi 180 mg/100 ml. Pada ikan red seabream
10
puncak glukosa darah yang sama seperti pada ikan mas terjadi 2 jam setelah pemberian glukosa, sedangkan pada ikan yellowtail terjadi 3 jam setelah pemberian glukosa, meningkat dari 120 mg/100 ml menjadi 210 mg/100 ml. Ikan mas membutuhkan waktu kira-kira 5 jam untuk kembali ke kadar glukosa awal (pada saat pemuasaan) dan ikan red seabream belum kembali ke kadar glukosa awal setelah 5 jam. Pada ikan yellowtail. kadar glukosa darah masih sangat tinggi setelah 5 jam. Peres et al. (1999) juga melakukan uji toleransi glukosa pada ikan gilthead seabream dan European seabass. Sebelumnya , ikan diadaptasikan dengan pakan berkadar protein 50% dan lemak 12% selama 3 minggu. Setelah dipuasakan selama 24 jam, ikan diinjeksi secara intraperitonial denga n 1 g glukosa/kg bobot tubuh.
Hasilnya menunjukkan bahwa kadar glukosa darah ikan seabream
mencapai puncak 3 jam setelah injeksi, meningkat dari 67,9 mg/100 ml menjadi 323,3 mg/100 ml, sementara ikan seabass mencapai puncak kadar glukosa darah 6 jam setelah injeksi, meningkat dari 63,9 mg/100 ml menjadi 279,6 mg/100 ml. Mokoginta et al. (2004) juga mengamati pemanfaatan karbohidrat pakan pada ikan gurame dengan bobot tubuh awal berkisar antara 29 dan 32 g yang diberi pakan mengandung 20,8; 35,6; 49,8 dan 57% karbohidrat dan ikan gurame dengan bobot tubuh awal berkisar antara 79 dan 80 g yang diberi pakan 21,2; 30,1; 38,6 dan 47,5% karbohidrat. Hasil penelitia n pada ikan gurame berukuran berkisar antara 29 dan 32 g menunjukkan bahwa kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi paka n yang mengandung karbohidrat tinggi (49,8 dan 57,0%) lebih rendah dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat rendah (20,8 dan 35,6%). Perubahan kadar glukosa darah antar perlakuan menunjukkan pola yang sama yaitu puncak glukosa terjadi pada jam ke 5 setelah pemberian pakan (postprandial) dan kembali ke kadar glukosa awal (pemuasaan) pada jam ke 18 setelah pemberia n pakan (postprandial). Pada ikan gurame berukuran berkisar antara 79 dan 80 g, kadar glukosa darah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar semua perlakuan dan kadar glukosa darah mencapai puncak pada jam ke -9 setelah pemberian pakan dan kembali ke kadar glukosa awal (pemuasaan) pada jam ke 18 setelah pemberian pakan (postprandial). Hal ini menunjukkan bahwa pada ikan gurame
11
berukuran berkisar antara 29 dan 32 g jumlah glukosa yang diabsorbsi tidak diikuti dengan transfer glukosa yang cepat ke sel-sel sehingga kadar glukosa darah mencapai puncak lebih cepat dibandingkan ikan gurame berukuran berkisar antara 79 dan 80 g.
Hal ini juga menunjukkan adanya perbedaan kemampuan
menggunakan karbohidrat yang diabsorbsi pada kedua ukuran ikan gurame tersebut. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa toleransi glukosa berbeda antar spesies dan juga antar ukuran ikan. menunjukkan
toleransi
glukosa
yang
Seba gian besar spesies ikan
rendah,
dan
ikan-ikan
karnivora
menunjukkan toleransi glukosa yang paling rendah dibandingkan ikan-ikan omnivora dan herbivora. Toleransi glukosa yang rendah pada ikan awalnya dikaitkan dengan ketidakcukupan sekresi insulin. Furuichi dan Yone (1981) mengamati perubahan kadar insulin pada ikan mas, red seabream, yellowtail setelah diberi glukosa 167 mg/100 g bobot ikan. Ketiga ikan ini menunjukkan pola perubahan kadar insulin darah yang sama seperti hewan diabetik. Kadar insulin darah maksimum pada ikan lebih rendah dibandingkan dengan manusia normal dan waktu untuk mencapai kadar insulin maksimum yang lebih lama. Selain itu. kadar maksimum insulin darah berbeda antar ketiga spesies ikan ini, yaitu kadar insulin tertinggi pada ikan mas, diikuti oleh red seabream dan yellowtail. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa ikan mempunyai sifat pote nsial diabetik dan perbedaan kemampuan memanfaatkan karbohidrat disebabkan oleh perbedaan sekresi insulin. Penelitian selanjutnya menunjukkan
bahwa ikan tidak diabetik dan
mempunyai kadar insulin darah yang sama seperti yang diamati pada mamalia (Mommsen dan Plisetskaya 1991). Namun demikian, respons insulin terhadap suplai glukosa pada ikan tidak secepat mamalia, tetapi membutuhkan waktu beberapa jam untuk berkembang (Furuichi dan Yone 1981). Beberapa studi telah menunjukkan keterlambatan sekresi insulin ini berkaitan dengan sekresi somatostatin. Sekresi somatostatin
nampaknya lebih sensitif terhadap glu kosa
dibandingkan dengan insulin. Somatostatin ternyata diketahui menghambat sekresi insulin. Hiperglikaemia berkepanjangan pada ikan juga disebabkan oleh kegagalan satu atau lebih post-reseptor insulin (Harmon et al. 1991; Peres et al. 1999).
12
Pada mamalia , insulin umumnya dikenal sebagai pemicu enzim-enzim glikolitik hati dan penghambat enzim-enzim glukoneogenik hati. Furuichi dan Yone (1982) mengama ti perubahan enzim-enzim metabolik karbohidrat pada hati yaitu dua enzim glikolitik (heks okinase dan fosfofruktokinase) dan dua enzim glukoneogenik (glukosa 6-fosfatase dan fruktosa 1,6-difosfatase ) pada ikan mas, red seabream, yellowtail setelah pemberian secara oral glukosa 167 mg/100 g bobot ikan. Aktivitas enzim-enzim glikolitik dan glukoneogenik
meningkat
mencapai kadar maksimum selama 2 – 3 jam setelah pemberian glukosa, sedikit lebih lambat jika dibandingkan waktu peningkatan kadar insulin darah mencapai maksimum . Aktivitas enzim-enzim glikolitik (heksokinase dan fosfofruktokinase ) dan enzim glukoneogenik (glukosa 6-fosfatase dan fruktosa 1,6-difosfatase) pada semua spesies ikan ini meningkat setelah pemberian glukosa.
Aktivitas
heksokinase sedikit berbeda antara sebelum dan setelah pemberian glukosa pada semua spesies ikan uji.
Aktivitas fosfofrukt okinase sebelum dan sesudah
pemberian glukosa paling tinggi ditemukan pada ikan mas, yang diikuti oleh red seabream dan yellowtail. Aktivitas enzim glukosa 6-fosfatase dan fruktosa 1,6difosfatase paling tinggi ditemukan pada ikan yellowtail dan terendah pada ikan mas. Injeksi insulin menyebabkan peningkatan aktivitas enzim heksokinase dan fosfofruktokinase, sedangkan aktivitas enzim fruktosa 1,6-difosfatase dihambat pada ketiga spesies ikan ini. Injeksi insulin menyebabkan pe ningkatan aktivitas enzim fruktosa 1,6-difosfatase pada ikan yellowtail dan red seabream, sedangkan aktivitas enzim ini pada ikan mas ditekan. Penelitian tersebut menegaskan bahwa sejumlah besar glukosa masuk ke hati dan otot sebelum adanya peningkatan aktivitas enzim-enzim glikolitik dan mungkin dieksresikan tanpa digunakan oleh ikan. Furuichi dan Yone (1982) juga menegaskan bahwa pada ikan mas yang mengkonsumsi pakan yang mengandung glukosa sebagai satu-satunya sumber karbohidrat tumbuh kurang baik jika dibandingkan dengan
ikan mas yang
mengkonsumsi karbohidrat rantai panjang (maltosa, dekstrin, dan pati). Karbohidrat rantai panjang diabsorbsi (sebagai glukosa) lebih lambat sehingga lebih sinkron dengan sekresi insulin dan aktivits enzim-enzim glikolitik. Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk mengetahui respons metabolik ikan terhadap rasio karbohidrat dan lemak pakan. Shimeno et al.
13
(1993) menguji respons metabolik ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap rasio karbohidrat dan lemak pakan. Ikan nila diberi pakan selama 30 hari dengan pakan isoenergi yang mengandung kadar karbohidrat (3 sampai 48%) dan lemak (5 sampai 25%). Aktivitas enzim-enzim glikolitik dan siklus pentosafosfat yaitu glukosafosfat isomerase (PGI), glukosa-6-fosfat
dehidrogenase
(G6PDH),
fosfoglukosanat dehidrogenase (PGDH), meningkat dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Aktivitas enzim glukoneogenik, glukosa-6-fosfatase (G6Pase) dan enzim yang mendegradasi asam amino yaitu aspartat aminotranferase (GOT) dan alanin aminotransferase (GPT) cenderung menurun dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan. Hal ini menegaskan bahwa karbohidrat pakan memacu glikolisis dan lipogenesis dan menekan degradasi asam-asam amino dan glukoneogenesis pada hati.
III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratoruim Limnologi, Laboratorium Lingkungan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kela utan, Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Agustus 2003 sampai dengan Agustus 2005. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Penelitian tahap I bertujuan mengkaji perubahan enzim pencernaan (protease, a-amilase, dan lipase) pada ikan gurame yang diberi pakan yang mengandung kadar protein dan karbohidrat yang berbeda. Penelitian tahap II bertujuan menguji toleransi glukosa dan uji toleransi insulinglukosa pada ikan gurame yang diberi pakan yang mengandung kadar protein dan karbohidrat yang berbeda.
Penelitian tahap III bertujuan mengkaji efisiensi
pemanfaatan karbohidrat pakan bagi pertumbuhan pada ikan gurame sejalan dengan perubahan enzim pencernaan dan konsekuensi perubahan pakan terhadap insulin. Berdasarkan hasil penelitian tahap I dan II yaitu dengan melihat pola perubahan enzim pada saluran pencernaan ikan gurame, ditentukan pakan yang sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan, dengan prinsip memenuhi kebutuhan energi ikan semaksimal mungkin dari karbohidrat dan meminimalkan pemanfaatan protein untuk energi. 3.1. Penelitian Tahap I : Perubahan Enzim Pencernaan (Protease, α-Amilase, dan Lipase) pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan yang Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda
3.1 .1 Pakan Uji Perlakuan dalam penelitian ini adalah perbedaan kadar protein dan karbohidrat pakan. Kadar protein pakan terdiri atas 2 level yaitu 28 dan 32%. Penentuan kadar protein dan karbohidrat pakan pada penelitian ini didasarkan pada kebutuhan pr otein dan karbohidrat optimum pada ikan gurame yang berukuran berkisar antara 25 dan 30 g yaitu berturut-turut sebesar 32,1% dan 20,8% (Mokoginta et al. 1995; Mokoginta et al. 2004). Penggunaan kadar protein 28% dimaksudkan untuk mengetahui apakah kebutuhan protein pada ikan gurame
15
dapat diturunkan dan digantikan dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan sebagai sumber energi. Kadar karbohidrat pakan terdiri atas 3 level yaitu 20, 35, 50%. Dengan demikian terdapat enam macam pakan uji dengan kadar protein dan karbohidrat yang berbeda dengan kandungan energi pakan yang relatif sama. Komposisi bahan dan hasil analisis proksimat pakan antar perlakuan terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. K omposisi pakan uji untuk ikan gurame pada penelitian tahap I Perlakuan Bahan Pakan (%) P28;K21*
Tepung Ikan Tepung kedelai Tepung terigu Minyak ikan dan Minyak jagung Vitamin Mix ** Mineral Mix *** Selulosa CMC
P29;K36*
20,8 26,8 12,6
10,7 2,0 5,8 18,9 2,0 Komposisi proksimat dan energi pakan Protein (%) 28,0 Lemak (%) 12,9 BETN (%)**** 20,9 Serat kasar (%) 20,5
Total Energi (Kkal/kg)
P29;K52*
P33;K21*
P33;K36*
P32;K47*
19,2 24,8 30,8
17,8 23,0 47,4
24,0 31,0 11,0
22,5 29,0 29,2
21,5 27,8 40,1
6,4 2,0 5,8 9,1 2,0
2,0 2,0 5,8 0,0 2,0
9,1 2,0 5,8 15,1 2,0
4,3 2,0 5,8 5,3 2,0
0,9 2,0 5,8 0,0 2,0
28,7 8,3 36,4 9,4
28,5 3,5 51,7 1,8
32,6 11,3 20,9 15,9
32,9 6,6 35,9 6,1
32,3 3,6 46,7 2,2
*****
2546,3 2588,9 2571,7 2578,8 2585,2 2591,9 * P28;K21 (Protein 28%, karbohidrat 21%); P29;K36 (Protein 29%, karbohidrat 26%); P29;K52 (Protein 29%, karbohidrat 52%); P33;K21 (Protein 33%, karbohidrat 21%); P33;K36 (Protein 33%, karbohidrat 36%); P32;K47 (Protein 32%, karbohidrat 47%) **Dalam mg/kg pakan : vit.B1 60; vit. B2 100; vit. B6 40; vit.B12 100; vit C 200; vit K3 50; vit A/D3 400; vit E 200; Ca-pantotenat 100; inositol 2000; biotin 300; as am folat 15; niasin 400; kolin klorida 500. ***Dalam g/kg pakan : MgSO 4.7H2 0 7,5; NaCl 0, 5; NaH 2PO4.2H 20 12,5; KH 2PO 4 16,0; CaHPO 4.2H2O 6,53 Fe sitrat 1,25; ZnSO 4.7H2O 0,1765; MnSO 4.4H20 0, 081; CuSO 4.5H 2O 0, 0155; KIO 3 0,0015; CoSO 4 0,0003 ****Bahan ekstrak tanpa nitrogen *****Total energi tercerna (DE) dihitung berdasarkan : protein = 3, 5 kkal/g; lemak = 8,1 kkal/g; bahan ekstrak tanpa nitrogen = 2, 5 kkal/g (Sumber : NRC, 1977)
3.1.2 Pemeliharan Ikan Ikan gurame yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gurame dengan bobot awal berkisar antara 25 dan 27 g/ekor
Sebelum pemeliharaan
dimulai dilakukan berbagai persiapan meliputi persiapan wadah, pakan dan ikan. Persiapan wadah (akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm) meliputi pengaturan tata letak akuarium dan pemasangan sistem aerasi dan sirkulasi serta pengisian air ke
16
dalam wadah penelitian. Penelitian ini dirancang menjadi dua set penelitian yang sama. Satu set penelitian untuk mengkaji perubahan enzim pencernaan sedangkan set penelitian lainnya untuk melihat pertumbuhan dan efisiensi pakan. Setiap perlakuan pakan diulang tiga kali. Dengan demikian dibutuhkan 36 buah akuarium. Setiap akuarium ditebari ikan sebanyak 10 ekor . Sebelum digunakan, ikan gurame diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi lingkungan laboratorium dan pakan uji.
Masa pemeliharaan dimulai setelah ikan respon
terhadap pakan yang diberikan. Pemeliharaan ikan dilakukan selam 60 hari. Selama masa pemeliharaan, ikan diberi pakan dua kali sehari pada pagi dan sore hari secara at satiation. Pergantian air dilakukan setiap hari untuk meggantikan air yang keluar pada saat penyiponan. Selama pemeliharaan, suhu air dipertahankan 30 ± 1oC. Kandungan oks igen terlarut berkisar antara 5,20 dan 6,23 ppm, karbondioksida terlarut berkisar antara 4,20 dan 5,00 ppm, pH berkisar antara 6,50 dan 6,95, alkalinitas berkisar antara 19,48 dan 21,98, total ammonia berkisar antara 0,01 dan 0,695 ppm. Kualitas air ini mendukung pertumbuhan ikan.
3.1.3 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) aktivitas enzim (protease, a-amilase, lipase), (2) pertumbuhan, dan (3) efisiensi pakan. Pengukuran aktivitas enzim pencernaan dilakukan pada awal percobaan yang dilanjutkan setiap 10 hari sekali selama 60 hari penelitian. Pada setiap kali pengukuran aktivitas enzim, 3 ekor sampel ika n diambil secara acak dari setiap perlakuan dan ditimbang bobot tubuhnya . Pengukuran aktivitas enzim pencernaan dari saluran pencernaan ikan dilakukan dengan cara memisahkan bagian tubuh ikan dengan organ pencernaan (usus) . Hasil homogenasi usus ikan dengan akuades hingga sepuluh kali bobot contoh diperoleh ekstrak enzim kasar. Ekstrak enzim ini selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin (suhu -20oC) sampai pengujian aktivitas enzim dilakukan. Pengukuran aktivitas enzim protease berpedoman pada metode Hans -Elmar Walter (1988). Substrat yang digunakan dalam pengukuran aktivitas enzim
17
protease adalah kasein. Tirosin digunakan sebagai standar. Satu unit enzim protease didefinisikan sebagai 1 mg tirosin yang dibebaskan dalam 10 menit pada suhu 37oC.
Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease disajikan pada
Lampiran 1. Pengukuran aktivitas enzim a -amilase dilakukan dengan menggunakan menggunakan metode Bernfeld (1955). Substrat yang digunakan dalam pengukuran aktivitas a -amilase adalah pati. Maltosa digunakan sebagai standar. Satu unit a -amilase didefinisikan sebagai 1 mg maltosa yang dibebaskan dari pati dalam waktu 3 menit pada suhu 20oC, pH 6,9. Prosedur pengukuran aktivitas enzim a -amilase disajikan pada Lampiran 2.
Pengukuran
aktivitas
lipase
dilakukan dengan menggunakan metode Borlongan (1990), Substrat yang digunakan adalah minyak zaitun. Asam lemak yang dihasilkan oleh hidrolisis enzimatik dari trigliserida yang ada dalam emulsi yang stabil dari minyak zaitun dititrasi dengan NaOH. Satu unit aktivitas enzim lipase didefinisikan sebagai volume NAOH 0,05 N yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak yang dilepaskan selama 6 jam inkubasi dengan substrat dan setelah dikoreksi dengan blanko. Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase disajikan pada Lampiran 3. Penimbangan bobot tubuh ikan untuk menghitung laju pertumbuhan ikan dilakukan pada set penelitian yang terpisah. Penimbangan bobot tubuh dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Sehari sebelum penimbangan, ikan dipuasakan terlebih dahulu.
Sebelum penimbangan, ikan dibius dengan menggunakan
tricaine methanosulfonate (MS 222) 12,5 ppm. Laju pertumbuhan harian dihitung menggunakan rumus Huisman (1976) : Wt = Wo (1 + 0,01 a)t dengan a adalah al ju pertumbuhan harian (%),Wt adalah bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g) , Wo adalah bobot rata -rata ikan pada awal penelitian (g) , dan t adalah lama waktu penelitian. Penimbangan bobot pakan yang dikonsumsi ikan dilakukan untuk menghitung nilai efisiensi pakan.
Nilai efisiensi pakan dihitung dengan
menggunakan rumus NRC (1977) : EP =
(Wt + D ) – Wo F
X 100%
18
dengan
EP adalah efisiensi pakan (%), Wt adalah
bobot ikan pada akhir
penelitian (g), Wo adalah bobot ikan pada awal penelitian (g) , D adalah bobot ikan yang mati selama penelitian (g), dan F adala h jumlah pakan yang dikonsumsi.
3.1.4 Analisis Statistik Penelitian ini dirancang dengan rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan tiga ulangan.
Data aktivitas enzim pencernaan (protease, a-
amilase, lipase), laju pertumbuhan, dan efisiensi pakan dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada selang kepercayaan 95 % dengan menggunakan program SPSS 11. 5.
3.2 Penelitian Tahap II : Uji Toleransi Glukosa dan Uji Toleransi InsulinGlukosa pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan yang Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda 3.2.1 Pakan Uji Pada penelitian ini digunakan pakan uji dengan bahan dan komposisi pakan yang sama seperti pakan uji yang digunakan pada penelitian tahap I. 3.2.2 Pemeliharaan Ikan Ikan gurame yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gurame dengan bobot awal berkisar antara 23 dan 25 g/ ekor
Sebelum pemeliharaan
dimulai, dilakukan berbagai persiapan yang meliputi persiapan wadah, pakan, dan ikan. Penelitian ini dirancang menjadi dua set penelitian yang sama. Satu set penelitian untuk uji toleransi glukosa sedangkan set penelitian lainnya untuk uji toleransi insulin-glukosa. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Dengan demikian, dibutuhkan 36 buah akuarium. Setiap akuarium ditebari ikan sebanyak 12 ekor. Sebelum digunakan, ikan gurame diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi lingkungan laboratorium dan pakan uji. Masa pemeliharaan dimulai setelah ikan respons terhadap pakan yang diberikan. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 30 hari. Selama masa pemeliharaan, ikan diberi pakan dua kali sehari pada pagi dan sore hari secara at satiation.
19
Penggantian air dilakukan setiap hari untuk meggantikan air yang keluar pada saat penyiponan. Selama pemeliharaan, suhu air dipertahankan 30 ± 1oC. Kandungan oks igen terlarut berkisar antara 5,60 dan 6,13 ppm, karbondioksida terlarut berkisar antara 4,18 dan 4,98 ppm, pH berkisar antara 6,50 dan 6,75, alkalinitas berkisar antara 17,48 dan 20,77, total ammonia berkisar antara 0,015 dan 0,796 ppm. Kualitas air ini mendukung pertumbuhan ikan. 3.2.3 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian tahap II ini adalah (1) kadar glukosa darah, (2) kadar glikogen otot dan hati, (3) kadar trigliserida darah, dan (4) kadar insulin darah. Setelah 30 hari pemeliharaan dengan pakan uji, dilakukan uji toleransi glukosa dengan cara menginjeksi glukosa secara intraperitonial dengan dosis 1 g D-glukosa per kilogram bobot tubuh ikan.
Sebelum uji dilakukan, ikan dari
semua ulangan pada perlakuan yang sama dikumpulkan dalam satu wadah dan dibagi secara acak menjadi tujuh kelompok jam pengambilan sampel, dan setiap kelompok ikan dimasukkan ke dalam sebuah akuarium (masing-masing 5 ekor ikan/akuarium). Kemudian ikan
dipuasakan selama 48 jam. Sebelum injeksi
glukosa, ikan dibius dengan menggunakan tric aine methanosulfonate (MS 222) 12,5 ppm dan ditimbang bobot tubuhnya untuk menentukan jumlah glukosa yang akan diinjeksi pada ikan. Pada uji toleransi insulin-glukosa, 2 IU insulin (human insulin “Actrapid”) per 100 g bobot tubuh diinjeksi secara intramuskular sebelum pemberian glukosa pada cara dan dosis yang sama sebagaimana uji toleransi glukosa. Pengambilan sampel darah dilakukan pada jam ke-0 (sebelum injeksi glukosa dan insulin), jam ke -1, 2, 3, 4, 5, dan 7 setelah injeksi glukosa dan insulin. Sampel darah diambil pada daerah batang ekor ikan dengan menggunakan spuit bervolume 2,5 ml yang telah dibilas dengan larutan antikoagulan natrium sitrat 3,8%. Sebelum pengambilan darah ikan dibius dengan menggunakan tricaine methanosulfonate (MS 222) 12,5 ppm. Sampel darah selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung mikro bervolume 1,5 ml dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pengambilan sampel hati dan otot untuk pengukuran kadar
20
glikogennya dilakukan pada jam ke-0 dan ke-3 jam setelah injeksi glukosa dan insulin.
Semua sampel (plasma darah, sampel hati, dan otot) disimpan dalam
lemari pendingin (suhu -20oC) sampai analisis dilakukan. Kadar glukosa darah dan kadar glikogen hati dan otot diukur berdasarkan metode Wedemeyer dan Yasutake (1977) . Prosedur pengukuran kadar glukosa darah dan kadar glikogen hati dan otot disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Kadar trigliserida darah diukur pada jam ke-0 dan ke- 2 dan 3 jam setelah injeksi glukosa dan insulin. Kadar trigliserida darah dengan metode enzimatikkolorimetrik menggunakan kit trigliserida (GPO. Enzimatik, ST. Reagensia ). Prosedur pengukuran kadar trigliserida disajikan pada Lampiran 6. Kadar insulin darah diukur dengan menggunakan kit insulin (Coat-A-Count Insulin, Diagnostic Product Corporation).
Prosedur pengukuran kadar insulin
darah disajikan pada Lampiran 7.
3.2.4 Analisis Statistik Penelitian ini dirancang dengan rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Data kadar glukosa darah, kadar trigliserida darah, kadar glikogen hati dan otot, kadar insulin darah dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada selang kepercayaan 95 % dengan menggunakan program SPSS 11. 5. 3.3
Penelitian Tahap III
: Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi
Pertumbuhan Ikan Gurame Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan Konsekuensi Perubahan Pakan Terhadap Insulin. 3.3.1 Pakan Uji Berdasarkan hasil penelitian tahap I dan II yaitu dengan melihat pola perubahan enzim pada saluran pencernaan, laju pertumbuhan, efisiensi pakan serta respons metabolik ikan gurame terhadap suatu muatan glukosa , ditentukan waktu pergantian pakan sebagai perlakuan pada penelitian tahap III.
Waktu
pergantian pakan dengan kadar karbohidrat berbeda ditentukan berdasarkan perubahan relatif terbesar aktivitas enzim a -amilase, yaitu pada hari ke-20 dan 50.
Pada penelitian tahap III ini pakan uji yang digunakan adalah pakan yang
21
mengandung karbohidrat berbeda (20, 35, dan 48%), dengan kadar protein 32% dan kadar energi yang relatif sama. Komposisi bahan dan hasil analisis proksimat pakan uji disajikan pada Tabel 2. Sedangkan waktu pergantian pakan untuk setiap pakan yang mengandung kadar karbohidrat berbeda adalah sebagai berikut : Waktu Pergantian Pakan (Hari Ke -)
Perlakuan
1-20
21-50
51-80
Karbohidrat (20;35;48)
20%
35%
48%
Karbohidrat (35;35;48)
35%
35%
48%
Karbohidrat (35;48;48)
35%
48%
48%
Karbohidrat (48;48;48)
48%
48%
48%
Tabel 2. Komposisi pakan uji untuk ikan gurame pada penelitian tahap III Perlakuan Bahan Pakan (%) Tepung ikan Tepung kedelai Tepung terigu Minyak ikan dan minyak jagung Vitamin mix** Mineral mix*** Selulosa CMC
P32;K 20* 19,7 28,5 13,0
P32;K 35* 17,8 25,9 31,7
P32;K48* 16,1 23,5 48,3
9,7
5,2
1,1
2,0 5,8 19,3 2,0
2,0 5,8 9,6 2,0
2,0 5,8 1,2 2,0
32,1 11,6 20,4 10,6 2573,8
32,2 7,1 35,0 5,8 2578,7
32,1 3,1 47,9 1,0 2571,6
Komposisi proksimat dan energi pakan
Protein (%) Lemak (%) BETN (%)**** Serat kasar (%) Total energi***** (Kkal/kg)
* P32;K20 (Protein 32%, karbohidrat 20%); P32;K35 (Protein 32%, karbohidrat 35%); P32;K48 (Protein 32%, karbohidrat 48%) **Dalam mg/kg pakan : vit.B1 60; vit. B2 100; vit. B6 40; vit.B12 100; vit C 200; vit K3 50; vit A/D3 400; vit E 200; Ca-pantotenat 100; inositol 2000; biotin 300; asam folat 15; niasin 400; kolin klorida 500. ***Dalam g/kg pakan : MgSO 4.7H2 0 7,5; NaCl 0, 5; NaH 2PO4.2H 20 12,5; KH 2PO 4 16,0; CaHPO 4.2H2O 6,53 Fe sitrat 1,25; ZnSO 4.7H2O 0, 1765; MnSO 4.4H20 0, 081; CuSO 4.5H 2O 0, 0155; KIO 3 0,0015; CoSO 4 0,0003 ***Bahan ekstrak tanpa nitrogen ****Total energi tercerna (DE) dihitung berdasarkan : protein = 3.5 kkal/g; lemak = 8. 1 kkal/g; bahan ekstrak tanpa nitrogen = 2.5 kkal/g (Sumber : NRC, 1977).
22
3.3.2 Pemeliharaan Ikan Ikan gurame yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gurame dengan bobot awal berkisar antara 28 dan 29 g/ekor .
Sebelum pemeliharaan
dimulai dilakukan berbagai persiapan meliputi persiapan
pakan, wadah,
dan
ikan. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 80 hari. Selama masa pemeliharaan ikan diberi pakan dua kali sehari pada pagi dan sore hari secara at satiation. Pergantian air dilakukan setiap hari untuk meggantikan air yang keluar pada saat penyiponan. Selama pemeliharaan, suhu air dipertahankan 30 ± 1oC. Kandungan oksigen terlarut berkisar antara 6,02 dan 6,83 ppm, karbondioksida terlarut berkisar antara 4,20 dan 4,65 ppm, pH berkisar antara 6,84 dan 6,95, alkalinitas berkisar antara 17,48 dan 22,54 ppm, total ammonia berkisar antara 0,015 dan 0,587 ppm. Kualitas air ini mendukung pertumbuhan ikan.
3.3.3 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian tahap III ini adalah (1) laju pertumbuhan (2) efisiensi pakan (3) kecernaan nutrien (protein, BETN dan lemak), (4) retensi protein, lemak dan energi (5) kadar glukosa darah, (6) kadar glikogen otot dan hati, dan (7) kadar insulin darah. Pengukuran laju pertumbuhan dan efisiensi pakan dilakukan dengan metode dan rumus yang sama seperti pada penelitian tahap I.
Analisis proksimat
dilakukan pada sampel ikan, pakan, dan feses berdasarkan metode yang digunakan Takeuchi (1988). Analisis proksimat untuk protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, lemak
menggunakan
metode
ekstraksi
ether
dengan
menggunakan Soxhlet, abu dengan pemanasan menggunakan tanur pada suhu 600oC, kadar air dengan pemanasan menggunakan oven pada suhu berkisar antara 105 sampai 110oC, serat kasar dengan pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan. Analisis proksimat tubuh ikan dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Kecernaan nutrien pakan (protein, BETN, lemak) ditentukan dengan metode tidak langsung berdasarkan pengukuran kadar nutrien (analisis proksimat) dan
23
indikator (Cr2O 3) pada pakan dan feses ikan. Pengumpulan feses pada 20 hari pertama penelitian dilakukan setelah 10 hari ikan mengkonsumsi pakan uji yang mengandung Cr2O3. Pengumpulan feses dilakukan setiap pagi hari setelah pemberian pakan. Feses dikumpulkan segera setelah ikan mengeluarkan feses untuk
menghindari
terjadinya
pencucian.
Feses
yang
telah
terkumpul
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, kemudian disimpan dalam lemari pendingin sampai analisis dilakukan. Penentuan kadar Cr2O3 pakan dan feses dilakukan berdasarkan metode yang digunakan Takeuchi (1988). Sampel didestruksi dengan 5 ml asam nitrat pekat selama 30 menit hingga vulome menjadi lebih kurang 1 ml, kemudian didinginkan dan ditambah 3 ml asam perklorat (HClO 4) pekat. Campuran tersebut dipanaskan hingga larutan berwarna oranye, didinginkan, diencerkan hingga 100 ml, dan nilainya absorbansinya dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 350 nm. Koefisien kecernaan nutrien pakan dihitung berdasarkan rumus Takeuchi (1988) : Kecernaan nutrien = 100 – (100 x a’/a x b’/b) dengan a‘ adalah % indikator dalam pakan, a adalah % indikator dalam feses, b‘ adalah % nutrien dalam feses, dan b adalah % nutrien dalam pakan. Penentuan kadar glukosa darah, kadar glikogen hati dan otot serta kadar insulin darah dilakukan pada hari ke-20, 50, dan 80 dengan menggunakan metode yang sama seperti pada penelitian tahap II. Berdasarkan data analisis proksimat pakan dan tubuh, bobot tubuh serta jumlah pakan yang dikonsumsi maka nilai retensi protein, lemak dan energi dapat dihitung.
Retensi protein dan lemak dihitung berdasarkan rumus
Takeuchi
(1988) : Retensi protein =
Pertambahan protein tubuh (g)
X 100%
Total protein yang dikonsumsi (g) Retensi lemak =
Pertambahan lemak tubuh (g) Total lemak yang dikonsumsi (g)
X 100%
Retensi energi dihitung berdasarkan rumus Tung dan Shiau (1991) : Retensi energi =
Pertambahan energi tubuh (kkal) Total energi pakan yang dikonsumsi (kkal)
X 100%
24
3.3.4 Analisis Statistik Penelitian ini dirancang dengan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan.
Data laju pertumbuhan, efisiensi pakan, retensi
protein, lemak, energi, koefisien kecernaan nutrien (protein, BETN, lemak), kadar glukosa darah, kadar glikogen hati dan otot, dan kadar insulin darah dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji T ukey pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan program SPSS 11.5.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perubahan Enzim Pencernaan (Protease, α-Amilase, dan Lipase) pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan yang Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda 4.1.1 Aktivitas Enzim Protease Aktivitas enzim protease pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat yang berbeda pada pengamatan hari ke-10, 20, 30, 40, 50 dan 60 disajikan pada Gambar 1 dan Lampiran 8. Aktivitas enzim protease (U/ml enzim)
P28;K21
10 8 6 4 2 0
P29;K36 P29;K52 P33;K21 P33;K36 P32;K47
0
10
20
30
40
50
60
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 1. Aktivitas enzim protease (U/ml enzim) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa aktivitas enzim protease pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein dan karbohidrat yang berbeda menghasilkan suatu pola perubahan yang hampir sama. Ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K21 (pakan dengan protein 33% dan karbohidrat 21%), P33;K36 (pakan dengan protein 33% dan karbohidrat 36%), dan P32;K47 (pakan dengan protein 32% dan karbohidrat 47%) menghasilkan nilai aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21 (pakan dengan protein 28% dan karbohidrat 21%), P29;K36 (pakan dengan protein 29% dan karbohidrat 36%), dan P29;K52 (pakan dengan protein 29% dan karbohidrat 52%). Pada kadar protein yang sama, peningkatan kadar karbohidrat pakan tidak mempengaruhi aktivitas enzim protease (P>0,05). Perubahan relatif aktivitas enzim protease disajikan
pada
Gambar 2.
Perubahan relatif aktivitas enzim protease terbesar pada semua perlakuan terjadi pada hari ke -10 setelah pemberian pakan mengandung protein dan karbohidrat
26
yang berbeda.
Pada hari ke-20, aktivitas enzim protease masih tinggi tetapi
perubahan peningkatan aktivitas enzim ini tidak sebesar perubahan aktivitas enzim pada hari ke -10. Penurunan aktivitas enzim protease mulai terlihat pada hari ke-30 sampai dengan hari ke -60 setelah pembe rian pakan. Perubahan relatif aktivitas enzim protease (%)
P28;K21
150
P29;K37 P29;K52
100
P33;K21 P33;K36
50
P33;K47
0 0
10
20
30
40
50
60
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 2. Perubahan relatif aktivitas enzim protease (%) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda 4.1.2 Aktivitas Enzim α -Amilase Pola perubahan aktivitas enzim α-amilase pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda pada pengamatan hari ke -10, 20, 30, 40, 50 dan 60
disajikan pa da Gambar 3 dan Lampiran 9. Dari Gambar 3
terlihat bahwa pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 28%, adanya peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 20.9 menjadi 36.4 dan 51.7% tidak mempengaruhi aktivitas enzim α-amilase (P>0,05). Bahkan, ikan yang mengkonsumsi pakan P29;K52 mempunyai aktivitas amilase yang paling rendah pada setiap pengamatan. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32%, peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 21% menjadi 36 dan 47% meningkatkan aktivitas enzim α-amilase. Hal ini menunjukkan ada nya keterkaitan antara kadar protein dan karbohidrat pakan dengan aktivitas enzim α -amilase. Aktivitas enzim α-amilase semakin meningkat
dengan meningkatnya
umur ikan. Hal ini terlihat pada peningkatan aktivitas enzim pada setiap waktu pengamatan (hari ke -20, 30, 40, 50, dan 60). Perubahan relatif aktivitas enzim amilase dapat dilihat pada Gambar 4.
27
Aktivitas enzim amilase (U/ml enzim)
P28;K21
100 80 60 40 20 0
P29;K36 P29;K52 P33;K21 P33;K36 P32;K47
0
10
20
30
40
50
60
Waktu pengamatan (hari)
Perubahan relatif aktivitas enzim amilase (%)
Gambar 3. Aktivitas enzim a-amilase (U/ml enzim) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda P28;K21
200
P29;K37
150
P29;K52 P33;K21
100
P33;K36
50
P33;K47
0 0
10
20
30
40
50
60
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 4. Perubahan relatif aktivitas enzim a-amilase (%) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda Perubahan relatif aktivitas enzim a-amilase terbesar terjadi pada hari ke 20 setelah pemberian pakan. Ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan perubahan relatif terbesar yang diikuti oleh ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K36 dan P33;K36. Pada hari ke-30 dan 40 terjadi penurunan perubahan relatif enzim a-amilase pada hampir semua perlakuan. Akan tetapi, pada hari ke50 terjadi peningkatan kembali perubahan relatif aktivitas enzim a -amilase.
4.1.3 Aktivitas Enzim Lipase Pola perubahan aktivitas enzim lipase pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat yang berbeda pada pengamatan hari ke-10, 20, 30, 40, 50 dan 60
disajikan pada Gambar 5 dan Lampiran 10.
Aktivitas enzim lipase (U/ml enzim)
28
P28;K21
0,15
P29;K36 P29;K52
0,1
P33;K21 P33;K36 P32;K47
0,05 0 0
10
20
30
40
50
60
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 5. Perubahan aktivitas enzim lipase (U/ml enzim) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda Sebagaimana halnya enzim a -amilase, aktivitas enzim lipase meningkat dengan meningkatnya umur/ukuran ikan. Pada penelitian ini, pakan yang diberikan adalah isoenergi, sehingga dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan menyebabkan penurunan kadar lemak pakan. Penurunan kadar lemak pakan cenderung menurunkan aktivitas enzim lipase pada ikan gurame. Dibandingkan dengan aktivitas amilase dan protease, peningkatan aktivitas enzim lipase dengan bertambahnya umur/ukuran ikan dan penurunan aktivitas enzim lipase dengan penurunan kadar lemak pakan tidak begitu jauh berbeda. Perubahan relatif aktivitas enzim lipase dapat dilihat pada Gambar 6. Perubahan relatif aktivitas enzim lipase terbesar terjadi pada hari ke -10 pada ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21, P29;K36 serta ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K21.
Pada ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K52 dan ikan yang
mengkonsumsi pakan P33;K36 dan P32;K47, perubahan relatif terbesar baru terjadi pada hari ke-20 setelah pemberian pakan. Pada hari ke-30 sampai hari ke60, perubahan relatif aktivitas enzim lipase pada semua perlakuan menghasilkan perubahan yang sangat kecil.
Perubahan relatif aktivitas enzim lipase (%)
29
P28;K21
100 80 60 40 20 0
P29;K37 P29;K52 P33;K21 P33;K36 P33;K47
0
10
20
30
40
50
60
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 6. Perubahan relatif aktivitas enzim lipase (%) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda 4. 1.4 Laju Pertumbuhan Harian dan Efisiensi Pakan Berdasarkan pengukuran terhadap bobot tubuh dan jumlah pakan yang dikonsumsi ikan, perbedaan kadar protein dan karbohidrat pakan mempengaruhi laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan ikan gurame (P<0,05). Tabel 3.
Laju pertumbuhan harian individu (Lph) dan ef isiensi pakan pada ikan gurame selama 60 hari penelitian Perlakuan Lph (%) Efisiensi pakan(%) P28;K21 2,79 ± 0,04b 70,03 ± 1,80b b P29;K36 2,82 ± 0,06 71,74 ± 0,60b P29;K52 2,55 ± 0,05a 64,24 ± 1,74a c P33;K21 2,97 ± 0,08 81,29 ± 2,28c P33;K36 3,06 ± 0,03cd 86,81 ± 0,84d d P32;K47 3,18 ± 0,04 89,63 ± 0,71d
Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa ikan yang diberi pakan yang mengandung protein tinggi 32% menghasilkan laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung protein 28%. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32%, meningkatnya kadar karbohidrat pakan dari 21% menjadi 36 dan 47% menghasilkan peningkatan laju pertumbuhan harian. Ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47 individu dan efisiensi pakan yang
menghasilkan laju pertumbuhan harian lebih tinggi, sama seperti
ikan yang
mengkonsumsi pakan P 33;K36. Ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K21 menghasilkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih rendah. Ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 28% menghasilkan laju
30
pertumbuhan dan
efisiensi pakan yang lebih rendah dibandingkan ikan yang
mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32%. Ikan yang mengkonsumsi pakan P 29;K52 menghasilkan laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan yang paling rendah.
4.1.5 Pembahasan Berdasarkan perubahan enzim pencernaan (protease, a -amilase, lipase) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung protein dan karbohidrat berbeda terlihat adanya pengaruh perbedaan kandungan nutrien pakan (protein, karbohidrat, dan lemak) pada perubahan aktivitas enzim pencernaan. Aktivitas enzim protease pada ikan yang mengkonsumsi
pakan
mengandung protein 32 % menghasilkan nilai aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung protein 28%. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh kadar protein pakan pada aktivitas enzim protease. Ketersediaan substrat merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan aktivitas enzim pada ikan dan mamalia. Peningkatan aktivitas enzim protease ini diduga disebabkan oleh adanya protein dalam usus yang merangsang sekresi enteropeptidase pada mukosa usus. Enteropeptidase ini mengkatalisis konversi tripsinogen menjadi tripsin (Ku’zmina 1996; Stipanuk 2000). Kandungan protein pakan yang tinggi dikaitkan dengan kandungan selulosa yang rendah umumnya meningkatkan aktivitas protease pada ikan trout pelangi
(Hepher 1990).
Peningkatan aktivitas enzim protease yang sejalan
dengan peningkatan kadar protein pakan ini juga telah dilaporkan Eusebio dan Coloso (2002) yang mengamati perubahan enzim protease pada ikan kakap yang mengkons umsi pakan formulasi dengan kadar protein 49,98% dan pakan ikan rucah dengan kadar protein 22,77%.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas enzim protease pada pilorik kaeka dan usus kakap yang mengkonsumsi pakan formulasi. Beberapa peneliti juga menyatakan adanya peran hormon cholecystokin in (CCK)
dalam sekresi enzim-enzim pankreatik bersama-sama stimuli neural.
Cholecystokinin dihasilkan oleh sel-sel spesifik yang menyebar pada mukosa usus proksimal dan disekresikan ke dala m darah sebagai respons terhadap adanya
31
nutrien dalam lumen usus. Hasil pencernaan sebagian protein dalam lambung, polipeptida dan asam-asam amino, masuk ke dalam lumen usus halus bagian depan (proximal small intestine). Nutrien ini merangsang sel-sel mukosa usus untuk mensekresikan hormon cholecystokinin ke dalam sirkulasi darah. Cholecystokinin selanjutnya menuju pankr eas, berikatan dengan sel-sel asinar dan menstimulasi berbagai prekursor enzim -enzim pencernaan inaktif yang disebut dengan zimogen. pankr eatik.
Zimogen ini dibawa ke lumen usus halus melalui saluran
Zimogen utama adalah tripsinogen, proelastase, kimotripsinogen,
prokarboksipeptidase A, dan prokarboksipeptidase B. bertingkat
(cascade
activation )
adalah
Tahap awal dari aktivasi
dikata lisis
oleh
enterokinase
(endopeptidase) yang berikatan dengan membran brus border dari sel-sel epitelial mukosa. Enterokinase memecah tripsinogen menjadi tripsin aktif dalam lumen usus. Tripsin kemudian mengaktivasi zimogen-zimogen lainnya.
Hasil dari
aktivasi bertingkat ini adalah suatu kumpulan protease yang telah aktif di dalam lumen usus (Liddle 1997; Stipanuk 2000). Kandungan karbohidrat pakan nampaknya berpengaruh pada aktivitas enzim a -amilase pada ikan gurame. Peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 21% menjadi 36 dan 47% pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32% menghasilkan nilai aktivitas enzim a -amilase yang semakin meningkat. Sedangkan pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 28%, peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 21% menjadi 36 dan 52% tidak mempengaruhi aktivitas enzim a -amilase. Hal ini menunjukkan ada keterkaitan antara kadar protein dan karbohidrat pakan dengan perubahan aktivitas enzim a -amilase. Pengaruh peningkatan kadar karbohidrat pakan pada aktivitas enzim a -amilase telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Kawai dan Ikeda (1972) melaporkan peningkatan proporsi pati kentang dalam pakan dari 10% menjadi 90% yang diikuti dengan penurunan proporsi tepung ikan (90 menjadi 10%) menyebabkan peningkatan aktivitas enzim maltase dan amilase pada ikan mas. Adaptasi enzim karbohidrase ini terhadap komposisi pakan sudah terlihat kurang dari satu minggu. Hal yang sama juga dilaporkan Cahu et al. (2004) bahwa aktivitas dan ekspresi enzim a -amilase lebih tinggi pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung pati dibandingkan ikan yang pakannya
32
tidak mengandung pati. Peningkatan aktivitas enzim a -amilase
terjadi akibat
modulasi substratnya, yaitu pati. Beberapa penelitian juga menegaskan adanya regulasi ekspresi a-amilase pada tingkat transkripsi pada juvenil ikan. Adanya karbohidrat di dalam lumen usus dan aksi langsung hormon CCK pada pankreas eksokrin memperbanyak transkripsi mRNA amilase, menyebabkan peningkatan sintesis amilase (Peres et al. 1998; Stipanuk 2000; Cahu et al. 2004). Johnson et al. (1970) mengajukan suatu postulat bahwa terdapat keterkaitan antara peningkatan kadar glukosa darah yang diikuti dengan sekresi insulin dan peningkatan sintesis a -amilase. Akan tetapi, kerja insulin tidak secara langsung terlibat dalam mengontrol sintesis amilase karena insulin tidak meningkatkan sekresi amilase jika diinjeksi ke tikus normal. Tikus yang dibuat diabetik dengan cara menginjeksikan alloxan, mengalami peningkatan kadar glukosa darah dan penurunan sintesis amilase, tetapi jika insulin diberikan pada tikus tersebut akan menyebabkan peningkatan sintesis amilase. Pada penelitian ini, pakan yang diberikan adalah isoenergi sehingga peningkatan kadar karbohidrat pakan menyebabkan penurunan kadar lemak pakan.
Penurunan kadar lemak pakan cenderung menyebabkan penurunan
aktivitas enzim lipase pada ikan gurame.
Hal ini sesuai dengan laporan
Zambonino dan Cahu (1999) yang mengamati peruba han aktivitas enzim-enzim lipolitik yaitu lipase dan fosfolipase A2 (PLA2) pada larva sea bass yang diberi pakan isonitrogen
dengan kadar lemak 10, 15, 20, 25, dan 30%. Peningkatan
kadar lemak pakan 10 sampai 20% diikuti dengan peningkatan aktivitas enzim lipase dan PLA2, sedangkan ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar lemak di atas 20% (25 dan 30%) menghasilkan nilai aktivitas enzim lipase dan PLA2 yang tidak berbeda dari ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar lemak 20%.
Tingginya aktivitas enzim lipase dan PLA2, ini terjadi akibat modulasi
substratnya , yaitu masing-masing trigliserida dan fosfolipid. Selain perubahan aktivitas enzim-enzim pencernaan, pada penelitian ini juga terlihat bahwa pemberian pakan dengan kadar protein dan karbohidrat berbeda (28 dan 32%) memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan gurame. Sebenarnya kebutuhan nutrien pada ikan gurame telah secara intesif diteliti oleh Mokoginta et al. (1994), dan mendapatkan bahwa kadar protein
33
optimal untuk pertumbuhan ikan gurame berukuran antara 27 dan 35 g adalah 32,14% dengan rasio energi-protein 8 kkal DE/g pakan. penelitian ini
Namun demikian
ingin melihat apakah kebutuhan protein ikan gurame dapat
diturunkan dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan. Ternyata , hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mokoginta et al. (1994), yaitu ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32% menghasilkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 28%.
P ada ikan yang
mengkonsumsi pakan berkadar protein 28%, peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 21% menjadi 36 dan 52% tidak mampu menghemat pemanfaatan protein karena laju pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan karbohidrat, lebih rendah dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32%. Ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32%, peningkatan kadar karbohidrat dari 21% menjadi 36 dan 47% diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan dan efisiens i pakan. Hal ini menegaskan bahwa ikan gurame mampu memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 47% sehingga dapat menunjang penyediaan energi non-protein guna memperoleh pertumbuhan dan efisiensi pakan yang optimal. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara pertumbuhan dan aktivitas enzim-enzim pencernaan. Ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32% mempunyai aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 28%. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 32%, peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 21% menjadi 36 dan 47% meningkatkan aktivitas enzim a-amilase. Peningkatan aktivitas enzim protease, aamilase, dan lipase ini berkorelasi positif dengan peningkatan pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan gurame.
Enzim -enzim pencernaan ini memainkan peranan
yang sangat penting dalam proses pencernaan nutrie n pakan. Ketersediaan enzim pencernaan akan mempengaruhi efektivitas enzim dalam mencerna pakan yang diberikan, dan selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan.
34
Sehubungan dengan pertumbuhan dan efisiensi pakan tertinggi dihasilkan oleh ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47, pada penelitian penentuan pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda (penelitian tahap III) akan menggunakan pakan yang mengandung protein 32%. P erubahan relatif terbesar aktivitas enzim pencernaan (protease, a -amilase dan lipase) dijadikan dasar untuk menentukan waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda mulai dapat dilakukan.
Pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang
mengandung protein 32%, khususnya perlakuan P32;K47 tampak perubahan relatif aktivitas enzim protease terbesar terjadi pada hari ke -10 dan 20 setelah pemberian pakan yaitu berturut-turut 60,9 dan 43,4%. Penurunan aktivitas enzim mulai terlihat pada hari ke -30 setelah pemberian pakan.
Aktivitas enzim
a-
amilase tampaknya terus meningkat setiap waktu pengamatan. Perubahan relatif terbesar aktivitas a-amilase selama pengamatan terjadi pada hari ke 20 dan ke 50 setelah pemberian pakan yaitu berturut-turut 44,8 dan 37,4%. Aktivitas enzim lipase tampaknya juga terus meningkat setiap waktu pengamatan. Perubahan relatif terbesar aktivitas terjadi pada hari ke -20 yaitu sebesar 51,5%. Berdasarkan perubahan relatif terbesar aktivitas enzim pencernaan maka ditentukan waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda dimulai pada hari ke -20 dan 50 setelah pemberian pakan.
35
4.2. Uji Toleransi Glukosa dan Uji Toleransi Insulin Glukosa pada Ikan Gurame yang Diberi Pakan Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda 4.2.1 Kadar Glukosa Darah Pola perubahan kadar glukosa darah ikan gurame sesaat sebelum injeksi glukosa (jam ke-0) dan jam ke- 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 setelah injeksi glukosa dan setelah injeksi insulin-glukosa disajikan pada Gambar 7 dan 8, Lampiran 12
Kadar glukosa darah (mg/100 ml)
dan 13. P28;K21
350 300 250 200 150 100 50 0
P29;K37 P29;K52 P33;K21 P33;K36 P32;K47
0
1
2
3
4
5
7
Jam setelah injeksi glukosa
Gambar 7. Kadar glukosa darah ikan gurame selama uji toleransi glukosa Dari uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin-glukosa pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan berbeda menghasilkan suatu pola perubahan yang sama, meskipun kadar glukosa pada setiap titik pengamatan berbeda. Pada keadaan puasa (jam ke -0), kadar glukosa darah ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21, P29;K36, P29;K52 masing-masing adalah 49,3, 51,0, 48,3 mg/100ml darah dan tidak berbeda dari kadar glukosa darah ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K21 yaitu 50,9 mg/100ml (p>0,05). Ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K 36 dan P32;K 47 menghasilkan kadar glukosa darah yang paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu masing-masing 40,7 dan 38,1 mg/100 ml (p<0,05). Puncak kadar glukosa setelah injeksi glukosa dan injeksi insulin glukosa terjadi pada periode waktu yang sama yaitu 1 jam setelah injeksi dan kembali mendekati kadar glukosa basal pada jam ke -7 setelah injeksi. Puncak kadar glukosa pada uji toleransi glukosa menunjukkan ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21 mempunyai kadar glukosa tertinggi yaitu 300,1 mg/100 ml (p<0,05),
36
sedangkan ikan yang mengkonsumsi pakan P29;K52 dan P32;K47 menghasilkan kadar glukosa darah yang lebih rendah. Puncak kadar glukosa pada uji toleransi insulin-glukosa menghasilkan pola yang sama seperti pada uji toleransi glukosa, yaitu ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21 menghasilkan nilai kadar glukosa tertinggi yaitu 266,0 mg/100 ml, sedangkan ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan kadar glukosa darah yang paling rendah yaitu 133,4 mg/100 ml (p<0,05). Keberadaan insulin mampu menurunkan kadar glukosa yang terlihat dari lebih rendahnya kadar glukosa pada titik pengamatan yang sama. Laju penurunan kadar glukosa darah ikan yang diinjeksi insulin-glukosa lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang hanya diinjeksi glukosa saja. Penurunan kadar glukosa tercepat terjadi pada ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47 baik pada uji toleransi glukosa maupun pada uji toleransi insulinglukosa. Sedangkan ikan mengkonsumsi pakan P28;K21 menghasilkan laju
Kadar glukosa darah (mg/100 ml)
penurunan yang lebih lambat dibandingkan perlakuan lainnya. 350 300 250 200 150 100 50 0
P28;K21 P29;K37 P29;K52 P33;K21 P33;K36 P32;K47
0
1
2
3
4
5
7
Jam setelah injeksi insulin-glukosa
Gambar 8 . Kadar glukosa darah ikan gurame selama uji toleransi insulin glukosa Pada kadar protein yang sama, ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi menunjukkan laju penurunan kadar glukosa darah yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang rendah.
37
4.2.2 Kadar Trigliserida Darah Pola perubahan kadar trigliserida darah ikan gurame sesaat sebelum injeksi (jam ke-0) dan jam ke -2 dan 3 setelah injeksi glukosa dan setelah injeksi insulin-
Kadar trigliserida darah (mg/100ml)
glukosa disajikan masing-masing pada Gambar 9 dan 10 dan Lampiran 14.
350 300 250 200
P28;K21
150 100 50 0
P33;K36
P29;K37 P29;K52 P33;K21 P32;K47
0 2 3 Jam setelah injeksi glukosa
Kadar trigliserida darah (mg/100 ml)
Gambar 9. Kadar trigliserida darah ikan gurame setelah injeksi glukosa
350
P28;K21 P29;K37
300 250
P29;K52 P33;K21 P33;K36
200 150
P32;K47
100 50 0 0 2 3 Jam setelah injeksi insulin glukosa
Gambar 10. Kadar trigliserida darah ikan gurame setelah injeksi insulin glukosa Kadar trigliserida darah awal (setelah pemuasaan selama 48 jam) berbeda antar perlakuan (p<0,05). Ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P32;K47 mempunyai kadar trigliserida darah tertinggi yaitu 314,7 mg/100 ml, sedangkan
38
kadar trigliserida terendah ditemukan pada ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K52 yaitu 197,7 mg/100 ml. Kadar trigliserida darah ikan gurame pada jam ke-2 setelah injeksi pada kedua uji ini menghasilkan pola yang sama, yaitu terjadi penurunan dibandingkan kadar trigliserida awal (jam ke-0). Pada uji toleransi glukosa, kadar trigliserida darah pada jam ke -2 dan ke-3 setelah injeksi glukosa lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal (setelah pemuasaan 48 jam). Pada uji toleransi insulin glukosa, kadar trigliserida darah pada jam ke -2 setelah injeksi insulin glukosa lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida darah awal (setelah pemuasaan 48 jam).
Namun, pada jam ke-3, terdapat perbedaan pola perubahan kadar
trigliserida darah antar kedua uji, yaitu pada uji toleransi insulin-glukosa terjadi peningkatan kembali kadar trigliserida darah, sementara pada uji toleransi glukosa, kadar trigliserida darah turun terus sampai 3 jam setelh injeksi glukosa. Pada kadar protein yang sama, peningkatan kadar karbohidrat pakan cenderung meningkatkan kadar trigliserida darah, kecuali pada pada ika n yang mengkonsumsi pakan P29;K52 menghasilkan kadar trigliserida darah yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya.
4.2.3 Kadar Glikogen Otot dan Hati Kadar glikogen otot dan hati ikan yang dipelihara dengan pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda, yang kemudian dilakukan uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin -glukosa disajikan pada Tabel 4, Lampiran 15 dan 16. Tabel 4. Rata-rata kadar glikogen otot dan hati ikan gurame pada uji toleransi glukosa dan uji tolerans i insulin glukosa Perlakuan
Sebelum uji Jam – 0
P28;K 21 P29;K 36 P29;K 52 P33;K 21 P33;K 36 P32;K 47
6,56 ± 0,12a 7,02 ± 0,10ab 7,91 ± 0,10c 7,73 ± 0,20bc 8,88 ± 0,45d 8,88 ± 0,45d
Setelah uji (jam ke – 3) Injeksi glukosa Injeksi insulin glukosa Glikogen otot (mg/g) 6,52 ± 0,09a 6,96 ± 0,03a 7,23 ± 0,10ab 7,55 ± 0,03a ab 7,54 ± 0,42 8,94 ± 0,31b ab 7,75 ± 0,17 8,49 ± 0,37b b 8,42 ± 1,12 9,02 ± 0,16b c 10,12 ± 0,73 10,00 ± 0,37 c Glikogen hati (mg/g)
39
P28;K 21 11,63 ± 0,35a 12,31 ± 0,98a a P29;K 36 12,76 ± 0,42 13,57 ± 0,12 b b P29;K 52 14,77 ± 0,88 14,65 ± 0,40c bc P33;K 21 15,82 ± 0,53 16,15 ± 0,19 d cd P33;K 36 17,54 ± 1,15 17,68 ± 0,31e P32;K 47 18,07 ± 0,31d 18,07 ± 0,35e Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak taraf 5%
11,86 ± 0,17 a 13,03 ± 0,20a 15,58 ± 0,57 b 14,42 ± 0,73 b 17,17 ± 0,27 c 18,49 ± 0,56 d berbeda nyata pada
Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame sebelum uji (jam ke-0) pada ikan gurame yang mengkonsums i pakan dengan kadar protein 32% menghasilkan kadar glikogen hati dan otot yang cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar protein 28%. P ada kadar protein yang sama, ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi menunjukan kadar glikogen hati dan otot yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi karbohidrat rendah. Ikan gurame yang mengkonsums i pakan P32;K 47 menghasilkan kadar glikogen otot dan hati tertinggi, sedangkan kadar glikogen otot dan hati terendah pada ikan yang mengkonsumsi pakan P28;K21 (p<0,05). Uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin -glukosa menunjukkan kadar glikogen hati dan otot dengan pola yang hampir sama, yaitu terjadi sedikit peningkatan kadar glikogen pada jam k-3 setelah injeksi glukosa dan insulin dibandingkan kadar glikogen awal (jam ke-0)
4.2.4 Kadar Insulin Darah Data kadar insulin darah
pada penelitian ini hanya pada uji toleransi
glukosa saja, sedangkan pada uji toleransi insulin glukosa, data kadar insulin darah tidak terdeteksi.
Kadar insulin darah pada ikan gurame yang
mengkonsumsi pakan P32 ;K47 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pada kadar protein yang sama, ikan yang mengkonsumsi pakan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi menunjukan kadar insulin darah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi karbohidrat rendah (Tabel 5, Lampiran 17) Tabel 5. Kadar insulin darah pada uji toleransi glukosa
40
Perlakuan
Sebelum injeksi Glukosa Jam ke – 0
Setelah Injeksi Glukosa
Jam ke - 1 Jam ke - 2 Insulin darah (µIU/ml) P28;K 21 7,59 ± 0,03a 8,37 ± 0,27 a 8,59 ± 0,40a a ab P29;K 36 7,60 ± 0,03 9,49 ± 0,21 9,62 ± 0,22ab bc b P29;K 52 7,76 ± 0,04 9,70 ± 0,24 9,91 ± 0,86ab ab ab P33;K 21 7,65 ± 0,03 9,34 ± 0,43 9,96 ± 0,42ab c b P33;K 36 7,77 ± 0,05 10,17 ± 0,78 10,27 ± 1,02b d b P32;K 47 7,19 ± 0,07 10,31 ± 0,20 10,30 ± 0,09b Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
4.2.5 Pembahasan Karbohidrat
merupakan
salah
satu
sumber
energi
yang
Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat pakan sangat
murah.
bergantung
pada kompleksitas karbohidrat, sifat fisik, dan kadar karbohidrat dalam pakan. Kemampuan ini dapat dilihat dari sistem pencernaan dan sistem metaboliknya. Kemampuan sistem metabolik menggambarkan kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat terabsorbsi (terutama dalam bentuk glukosa). Karbohidrat yang terabsorbsi ini
segera digunakan sebagai energi, disimpan
sebagai glikogen pada hati dan otot sebagai cadangan energi, disintesis menjadi senyawa-senyawa lain seperti trigliserida dan asam-asam amino non esensial. Karena asam amino tidak disimpan dengan cara demikian, maka kelebihan asam amino akan dideaminasi dan residu karbon akan dioksidasi dan dirubah menjadi lemak, karbohidrat, atau senyawa-senyawa lainnya.
Ikan mengoksidasi asam-
asam amino terdeaminasi untuk energi secara lebih efisien dibandingkan glukosa. Dengan demikian hanya jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan anabolik yang harus disuplai dalam pakan, sehingga protein sparing -effect oleh karbohidrat dapat ditingkatkan (Lovell 1989). Uji toleransi glukosa dan toleransi insulin glukosa pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ikan memanfaatkan karbohidrat dilihat dari sistem metaboliknya, yaitu dengan melihat respons glukosa dan insulin plasma terhadap suatu muatan glukosa. Sebelum uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa dilakukan, ikan dipelihara selama 30 hari dengan pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda, diharapkan selama masa pemeliharaan ini terjadi adaptasi metabolik ikan terhadap perubahan nutrien pakan. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah ikan gurame
41
sebelum uji (dipuasakan selama 48 jam), berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05). Ikan yang mengkonsumsi pakan P33;K36 dan P32;K47 menghasilkan kadar glukosa darah terendah. Puncak kadar glukosa darah semua perlakuan pada penelitian ini terjadi 1 jam setelah injeksi glukosa. Puncak glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan.
Kemampuan suatu organisme untuk mengasimilasi dan
memanfaatkan glukosa dari aliran darah terutama bergantung pada mekanisme transport aktif.
Jalur asimilasi glukosa ke dalam aliran darah setelah injeksi
intraperitonal berbeda setelah pemberian glukosa secara oral. Pemberian glukosa dengan cara injeksi secara intraperitonial, asimilasi glukosa melalui sistem pencernaan mungkin dipotong, dan karena glukosa masuk ke dalam sel tidak dapat melalui difusi pasif, maka transpor aktif harus terjadi melalui sel-sel epitelial rongga peritoneum atau organ-organ yang mengelilinginya (Stone et al. 2003a). Ikan gurame yang diberi muatan glukosa secara intraperitonial dengan dosis 1 g/kg bobot tubuh menghas ilkan mekanisme transpor glukosa dari rongga peritoneum ke aliran darah yang cukup efisien. Hal ini dapat dilihat dari cepatnya waktu mencapai puncak glukosa yaitu 1 jam setelah injeksi glukosa dan kembali ke kadar glukosa basal antara jam ke 5 dan 7 se telah injeksi glukosa. Hal yang sama dilaporkan Stone et al. 2003a, yang melakukan uji toleransi glukosa pada ikan silver perch, yang merupakan ikan omnivora. Kadar glukosa maksimum dicapai pada jam ke-1 setelah injeksi glukosa secara intraperitonial dengan dosis 1 g/kg bobot tubuh dan kembali ke kadar glukosa basal antara jam ke- 6 dan 12 setelah injeksi glukosa. Jika dibandingkan dengan uji toleransi glukosa pada ikan seabream dan seabass, yang merupakan ikan karnivora, kadar glukosa maksimum masing-masing dicapai pada jam ke - 3 dan jam ke-6 setelah injeksi glukosa. Baru pada jam ke-12 setelah injeksi glukosa mulai terjadi penurunan kadar glukosa darah (Peres et al. 1999). Hal ini menegaskan bahwa ikan-ikan herbivora dan omnivora lebih efisien dalam memanfaatkan karbohidrat (glukosa) dibandingkan ikan-ikan karnivora.
42
Ikan gurame nampaknya juga melakukan adaptasi metabolik terhadap pemberian pakan yang mengandung protein dan karbohidrat berbeda selama 30 hari. Adaptasi ini dapat dilihat dari respons glukosa darah setelah injeksi glukosa. Peningkatan kadar protein pakan dari 28 menjadi 32% nampaknya tidak berpengaruh pada perubahan kadar glukosa darah. Pada kadar protein pakan 28% dan 32%, peningkatan kadar karbohidrat menghasilkan nilai glukosa darah yang makin rendah. Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat tinggi menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat. Pada ikan yang mengkonsumsi pakan dengan karbohidrat rendah, metabolisme karbohidat berlangsung dengan lambat sehingga menambah pool glukosa darah (Nagai dan Ikeda 1971). Shimeno et al. (1993) juga melaporkan adanya adaptasi metabolik ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap karbohidrat pakan.
Aktivitas enzim-enzim glikolisis dan pentosafospa t
pada hati yaitu
fosfoglukosa isomerase, glukosa -6-fosfat dehidrogenase dan fosfoglukonat dehidrogenase meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan, sebaliknya aktivitas enzim -enzim yang mendegradasi asam amino (aspartat aminotransferase dan a lanin aminotransferase) dan glukoneogenesis (glukosa-6fosfatase) lebih rendah pada ikan yang mengkonsumsi karbohidrat tinggi. Hal ini menegaskan peningkatan kadar karbohidrat pakan pada ikan herbivora mempercepat proses glikolisis dan lipogenesis dan menekan degradasi asam amino
dan
glukoneogenesis
pada
hati.
Pada
ikan
karnivora,
proses
glukoneogenesis merupakan proses utama untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh dan proses ini tetap aktif pada saat glukosa tinggi (Fu dan Xie 2004). Penurunan kadar glukosa darah sampai mendekati kadar glukosa basal baik pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkarbohidrat tinggi maupun rendah terjadi pada jam ke-7. Akan tetapi, kecepatan tingkat penurunan kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung ka rbohidrat tinggi lebih cepat dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi, pemasukan glukosa ke dalam sel berlangsung lebih cepat dan menyebabkan kadar glukosa dalam darah segera
43
turun.
Penurunan ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara
peningkatan absorbsi glukosa ke dalam darah dan adanya kerja insulin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan komposisi pakan (protein dan karbohidrat) mempengaruhi sekresi dan kerja insulin pada ikan gurame. Ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32% mempunyai kadar insulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 28%. Selanjutnya ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi juga menghasilkan kadar insulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein dan karbohidrat pakan berpengaruh pada kadar insulin darah pada ikan gurame.
Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa perubahan komponen nutrien pakan dapat mempengaruhi fungsi endokrin pada ikan. Peningkatan asam-asam amino setelah pemberian pakan merupakan stimulus utama sekresi insulin dan meningkatkan kemampuan pengikatan insulin pada hati (Hepher 1990; MacKenzie et al. 1998). Peningkatan kadar glukosa darah setelah injeksi glukosa menstimulasi sel-sel ßpankreas mensekresikan insulin. Kadar insulin ikan gurame meningkat antara jam ke- 1 dan 2 setelah injeksi glukosa. Pengaruh peningkatan kadar insulin dapat dilihat dari kecepatan tingkat penurunan kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi lebih cepat dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat rendah. Mekanisme melalui mana nutrien (glukosa, asam amino, dan asam lemak) mempengaruhi fungsi endokrin pada ikan antara lain dapat melalui stimulasi langsung sintesis dan sekresi hormon, modulasi ketersediaan reseptor hormon, perubahan post-receptor signalling pada sel-sel target, perubahan transpor hormon (MacKenzie et al. 1998). Pada uji toleransi insulin glukosa, ikan gurame diinjeksi insulin dan glukosa setelah pemuasaan 48 jam. Pola perubahan kadar glukosa darah sama seperti pada uji toleransi glukosa, namun nilai kadar glukosa darah pada puncak glukosa (jam ke -1 setelah injeksi insulin-glukosa) lebih rendah jika dibandingkan dengan uji toleransi glukosa.
Uji toleransi insulin-glukosa ini menunjukkan
keberadaan insulin bersamaan dengan muatan glukosa pada ikan gurame mampu
44
meregulasi kadar glukosa darah ikan gurame.
Hal ini terlihat dari kecepatan
penurunan pada setiap jam pengamatan, yaitu ikan gurame yang dinjeksi insulin menghasilkan kadar glukosa darah yang lebih rendah dibandingkan ikan yang tidak diinjeksi insulin.
Secara umum waktu untuk mencapai kadar insulin
maksimum pada ikan sedikit lebih lambat jika dibandingkan pencapaian puncak kadar glukosa darah (Furuichi dan Yone 1981). Fenomena yang sama terlihat pada penelitian ini, yaitu ikan gurame yang tidak diinjeksi insulin menghasilkan nilai puncak kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan laju penurunan kadar glukosa darah yang cukup cepat baru terjadi setelah puncak kadar insulin (jam ke2 setelah injeksi glukosa). Glukosa yang terasimilasi ini selanjutnya akan digunakan sebagai sumber energi, disimpan sebagi glikogen dalam hati dan otot, disintesis menjadi senyawasenyawa lain seperti trigliserida dan asam-asam amino non esensial.
Pada
penelitian ini terlihat bahwa ikan yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan kadar trigliserida darah tertinggi yaitu 314,7%. Tingginya kadar trigliserida darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein dan karbohidrat tinggi ini menunjukkan adanya proses lipogenesis selama masa pemeliharaan 30 hari.
Kelebihan glukosa darah, setelah kebutuhan energi
metabolisme terpenuhi, segera dikonversi menjadi trigliserida, dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adiposa. Pada pemuasaan selama 48 jam terjadi proses lipolisis, dimana trigliserida yang disimpan dalam jaringan adiposa dimobilisasi untuk mensuplai energi selama pemuasaan. Tingginya kadar trigliserida pada saat pemuasaan ini disebabkan sintesis endogenous trigliserida yang berasal dari glukosa hasil mobilisasi glikogen hati dan asam-asam lemak bebas yang ditranspor dari jaringan adiposa ke hati (Groff dan Gropper 2000). Pada jam ke-2 dan 3 setelah injeksi glukosa, kadar trigliserida darah ikan gurame lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal (pada saat pemuasaan). Penurunan kadar trigliserida darah setelah injeksi glukosa merupakan respon yang berkaitan dengan peningkatan kadar insulin setelah injeksi glukosa. Penurunan kadar trigliserida setelah injeksi glukosa juga terjadi pada ikan Atlantic salmon dan ikan turbot setelah injeksi glukosa (Garcia dan Hemre 1996; Hemre dan Hansen 1998). Sedangkan pada uji toleransi insulin glukosa, kadar trigliserida
45
darah pada jam ke -2 setelah injeksi insulin glukosa, kadar trigliserida darah lebih rendah dibandingkan kadar trigliserida awal (setelah pemuasaan 48 jam). Namun pada jam ke-3 setelah injeksi insulin glukosa terjadi peningkatan kembali kadar trigliserida darah. Diduga pemberian hormon insulin dan glukosa menyebabkan proses lipogenesis antara jam 2 dan 3 setelah injeksi. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan glukosa darah, setelah kebutuhan untuk metabolisme terpenuhi, segera dikonversi menjadi menjadi trigliserida. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot. Peningkatan kadar karbohidrat pakan nampaknya berpengaruh nyata pada peningkatan kadar glikogen pada hati dan otot ikan gurame. Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame sebelum uji (setelah pemuasaan selama 48 jam) pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P32;K47 menghasilkan kadar glikogen otot dan hati tertinggi, sedangkan kadar glikogen otot dan hati terendah pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan P28;K21 (p<0,05).
Peningkatan kadar
glikogen pada hati dan otot dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Nakai dan Ikeda 1971; Peres et al. 1999; Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004). Kadar glikogen otot dan hati ikan gurame pada jam ke-3 setelah injeksi pada kedua uji menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu terjadi peningkatan kadar glikogen dibandingkan kadar glikogen awal (jam ke-0). Peningkatan kadar glikogen menunjukkan adanya kelebihan glukosa darah setelah kebutuhan energi metabolisme terpenuhi, yang segera dikonversi menjadi glikogen, dan selanjutnya disimpan dalam otot dan hati.
Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya
peningkatan kadar insulin darah setelah injeksi glukosa yang menyebabkan peningkatan pemanfaatan glukosa dalam sel dan juga peningkatan sintesis glikogen pada otot dan hati. Hasil penelitian tahap II ini menunjukkan bahwa ikan gurame mempunyai toleransi yang cukup tinggi untuk meregulasi kadar glukosa darah dan mampu memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 47% pada kadar protein 32%. Berdasarkan hasil penelitian tahap I (perubahan enzim pencernaan pada ikan gurame yang diberi pakan berkadar protein dan karbohidrat berbeda ) dan penelitian tahap II (uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa pada
46
ikan gurame) menunjukkan bahwa ikan gurame melakukan adaptasi digestif dan metabolik terhadap kadar protein dan karbohidrat pakan yang diberikan. Informasi ini sangat penting untuk menentukan waktu pergantian pakan yang tepat sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan dan pengaruh nutrien pada fungsi endokrin sangat penting untuk merancang strategi pemberian pakan (komposisi nutrien pakan) yang dapat memacu produksi hormon-hormon anabolik (insulin) sehingga dapat dijadikan dasar manajemen pemberian pakan (komposisi nutrien pakan dan waktu pergantian pakan yang tepat) sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan. Kedua tahap penelitian di atas dijadikan dasar penentuan waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda.
Berdasarkan perubahan relatif
terbesar aktivitas enzim pe ncernaan khususnya a-amilase , dan sesuai dengan kemampuan ikan gurame dalam meregulasi dan memanfaatkan karbohidrat pakan maka waktu pergantian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda (20, 35, dan 47%) dengan kadar protein pakan 32% dilakukan pada hari ke 20 dan 50 setelah pemberian pakan.
47
4.3
Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi Pertumbuhan Ikan Gurame Sejalan dengan Perubahan Enzim Pencernaan dan Konsekuensi Perubahan Pakan Terhadap Insulin
4.3.1 Koefisien Kecernaan Nutrien Pakan Nilai koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat berbeda disajikan pada Tabel 6, Lampiran 18. Tabel 6. Koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan gurame yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat berbeda Periode pengambilan feces
K(20;35;48)
K(35;35;48)
Perlakuan K(35;48;48)
K(48;48;48)
Koefisien kecernaan karbohidrat (%) 39,86 ± 1,13ax 72,67 ± 1,15bx 74,37 ± 2,01 bx 83,99 ± 1,51 c x ay ay by 81,96 ± 0,33 81,14 ± 0,73 86,92 ± 0,61 88,96 ± 0,33 cy az az az 95,51 ± 0,15 95,25 ± 0,09 95,37 ± 0,08 96,14 ± 0,13 bz Koefisien kecernaan protein (%) 10 - 20 94,73 ± 0,18cz 92,92 ± 0,43by 92,02 ± 0,76 bx 89,62 ± 0,23 a x 30 - 50 93,14 ± 0,13by 93,00 ± 0,32by 93,97 ± 0,45 bx 91,48 ± 0,24 ay ax ax ax 60 - 80 91,72 ± 0,55 91,56 ± 0,10 91,80 ± 0,01 91,70 ± 0,29 ay Koefisien kecernaan lemak (%) 10 - 20 92,58 ± 0,28cx 90,11 ± 0,76bx 89,74 ± 0,47 bxy 83,77 ± 1,30 a x bx by ax 30 - 50 92,29 ± 0,88 94,17 ± 0,32 85,51 ± 3,02 86,73 ± 1,43 a x ax ax ay 60 - 80 90,85 ± 1,46 91,29 ± 0,56 91,31 ± 0,98 90,29 ± 1,17 ay Huruf yang sama (a,b,c) pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% antar perlakuan pada setiap waktu pengukuran ; huruf yang sama (w,x,y) pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan 10 - 20 30 - 50 60 - 80
Keterangan : K(20;35;48): 1 - 20 hari K(35;35;48): 1 - 20 hari K(35;48;48) :1 - 20 hari K(48;48;48) :1 - 20 hari
karbohidrat 20%; 21 karbohidrat 35%; 21 karbohidrat 35%; 21 karbohidrat 48%; 21
– 50 hari karbohidrat 35%; 51 – 50 hari karbohidrat 35%; 51 – 50 hari karbohidrat 48%; 51 – 50 hari karbohidrat 48%; 51
– 80 hari karbohidrat – 80 hari karbohidrat – 80 hari karbohidrat – 80 hari karbohidrat
48% 48% 48% 48%
Pada periode awal pemeliharaan (1 sampai 20 hari), ikan yang mengkonsumsi
pakan
yang
mengandung
karbohidrat
20%
(K20;35;48)
menghasilkan nilai koefisien kecernaan karbohidrat yang paling rendah dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 35 dan 48%. Pada periode pemeliharaan kedua (21 sampai 50 hari), pergantian pakan menyebabkan perubahan nilai koefisien kecernaan karbohidrat. Koefisien kecernaan karbohidrat
pada ikan yang pada periode sebelumnya
mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 20% kemudian diganti dengan pakan mengandung karbohidrat 35% (K20;35;48) menghasilkan peningkatan kecernaan karbohidrat terbesar dan sama dengan ikan yang sejak periode awal mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 35% (K35;35;48).
Ikan yang
48
sejak periode awal mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48% (K48;48;48) menghasilkan nilai kecernaan karbohidrat yang
tertinggi.
Pada
periode pemeliharaan ketiga (hari ke 51 sampai 80), semua ikan diberi pakan yang mengandung karbohidrat 48%.
Nilai koefisien kecernaan karbohidrat pakan
tertinggi dihasilkan ikan yang sejak awal pemeliharaan mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48% (K48;48;48) (P<0,05). Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan, nilai koefisien kecernaan karbohidrat juga menunjukkan peningkatan pada setiap waktu pengamatan (P<0,05). Koefisien kecernaan protein pada periode awal pemeliharaan (hari ke 1 sampai 20) menunjukkan bahwa ikan yang mengkons umsi pakan yang mengandung karbohidrat 20% (K20;35;48) mempunyai nilai kecernaan protein yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Demikian pula halnya pada periode pemeliharaan kedua (hari ke 21 sampai 50), ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 menghasilkan nilai kecernaan protein tertinggi, tidak berbeda dengan perlakuan K35;35;48 dan K35;48;48. Sebaliknya, ikan dengan urutan pemberian pakan K48;48;48 menghasilkan nilai kecernaan protein yang paling rendah (P <0,05). Pada periode pemeliharaan ketiga (hari ke 51 sampai 80), ketika semua ikan diberi pakan yang mengandung karbohidrat 48% menghasilkan nilai koefisien kecernaan protein yang tidak berbeda antar semua perlakuan (P>0,05).
Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap
perlakuan, nilai koefisien kecernaan protein juga menunjukkan peningkatan pada setiap waktu pengamatan (P<0,05). Kecernaan lemak pakan pada periode awal pemeliharaan (hari ke 1 sampai 20), menunjukkan bahwa ikan yang
mengkonsumsi pakan yang mengandung
karbohidrat 20% (K20;35;48) mempunyai nilai kecernaan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada periode pemeliharan kedua (hari ke 21 sampai 50), ikan dengan urutan pemberian pakan K35;35; 48 menghasilkan nilai kecernaan lemak tertinggi dan tidak berbeda K20;35;48. Ikan yang pada periode kedua ini mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48% (K35;48;48) dan ikan yang sejak periode awal mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48% (K48;48;48) menghasilkan kecernaan lemak yang
49
lebih rendah. Pada periode pemeliharaan ketiga (hari ke-51sampai 80), ketika semua ikan diberi pakan yang mengandung karbohidrat 48%, kecernaan lemaknya tidak berbeda antar semua perlakuan (P>0,05).
4.3.2 Kadar Glukosa Darah, Insulin Darah, serta Glik ogen Otot dan Hati Kadar glukosa darah, insulin darah, glikogen otot dan hati pada setiap akhir periode pemeliharaan ikan gurame yang diberi pakan yang mengandung karbohidrat berbeda disajikan pada Tabel 7, Lampiran 19 dan 20. Kadar glukosa darah pada hari ke-20 setelah pemberian menunjukkan bahwa ikan mengkonsumsi
pakan yang
mengandung
karbohidrat
20%
yang
(K20;35;48)
menghasilkan kadar glukosa yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (P<0, 05).
Pada pengamatan hari ke-50 dan 80, pergantian pakan yang
mengandung karbohidrat berbeda nampaknya tidak berpengaruh pada kadar glukosa darah (P>0,05). Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan, nilai kadar glukosa darah menunjukkan peningkatan pada setiap waktu pengamatan (P<0,05).
Tabel 7. Kadar glukosa darah, insulin darah serta kadar glikogen otot dan hati Hari Pengamatan
Perlakuan K(35;35;48) K(35;48;48) K(48;48;48) Glukosa darah (mg/100ml) 20 50,14 ± 1,58cx 48,48 ± 1,14bcx 47,56 ± 1,09 bx 44,12 ± 0,94 ax ay ay ay 50 54,86± 2,68 54,57 ± 2,30 55,30 ± 2,45 53,67 ± 3,47 ay ay ay ay 80 55,57 ± 1,48 57,91 ± 2,46 58,20 ± 1,75 58,87 ± 1,42az Insulin darah (µIU/ml) 20 7,64 ± 0,39ax 7,93 ± 0,20abx 8,03 ± 0,28 abx 8,32 ± 0,23 bx ay ay ay 50 8,65 ± 0,18 8,69 ± 0,36 8,85 ± 0,07 8,78 ± 0,54 axy by bz az 80 9,83 ± 0,08 9,57 ± 0,28 9,22 ± 0,18 9,15 ± 0,14 ay Glikogen otot (mg/g) 20 7,70 ± 0,23ax 7,83 ± 0,51ax 7,92 ± 0,24 ax 8,87 ± 0,16 bx 50 9,28 ± 0,30ay 9,24 ± 0,17ay 9,67 ± 0,16 ay 9,39 ± 0,24 ax 80 9,39 ± 0,23ay 9,32 ± 0,17ay 10,57 ± 0,59by 10,65 ± 0,28 by Glikogen hati (mg/g) 20 16,33 ± 0,61ax 17,95 ± 0,77bx 18,00 ± 0,31 bx 18,51 ± 0,58 bx ay ax axy 50 18,84 ± 0,59 18,66 ± 0,40 18,97 ± 0,33 19,25 ± 0,12 axy ay ax ay 80 19,39 ± 0,65 18,96 ± 0,58 19,51 ± 0,77 19,83 ± 0,16 ay Huruf yang sama (a,b,c) pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% antar perlakuan pada setiap waktu pengukuran ; huruf yang sama (w,x,y) pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan K(20;35;48)
50
Kadar insulin darah pada hari ke-20 setelah pemberian pakan pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 20% (K20;35;48) menghasilkan nilai yang lebih rendah dan tidak berbeda dari ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 35% (K35;35;48 dan K35;48;48). Ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat 48% (K48;48;48) mempunyai kadar insulin yang paling tinggi (P<0,05).
Pada
pengamatan hari ke-50, pergantian pakan yang berkadar karbohidrat berbeda tidak menunjukkan perbedaan kadar insulin darah antar semua perlakuan (P>0,05). Namun demikian, pada pengamatan hari ke-80, kadar insulin darah tertinggi dicapai oleh ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48. dan tidak berbeda dengan perlakuan K35;35;48. Ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48 mempunyai kadar insulin darah yang lebih rendah. Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap perlakua n, nilai kadar insulin darah menunjukkan peningkatan pada setiap waktu pengamatan (P<0,05). Pada pengamatan hari ke-20, ikan gurame dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 menghasilkan kadar gikogen otot yang lebih rendah dan tidak berbeda dari ikan dengan urutan pemberian pakan K35;35;48 dan K35;48;48. Kadar glikogen otot tertinggi terdapat pada
ikan dengan urutan pemberian pakan
K48;48;48. Pada pengamatan hari ke -50, kadar glikogen otot tidak berbeda nyata antar semua perlakuan (P>0,05). Akan tetapi, pada pengamatan hari ke-80, kadar glikogen otot pada ikan dengan urutan pemberian pakan
K20;35;48
tidak
berbeda dari ikan dengan urutan pemberian pakan K35;35;48. Ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48 menghasilkan kadar glikogen otot yang lebih tinggi.
Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap
perlakuan, nilai kadar glikogen otot menunjukkan peningkatan pada setiap waktu pengamatan (P<0,05). Pada pengamatan hari ke-20, ikan gurame dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 menghasilkan kadar glikogen hati yang lebih rendah dan berbeda dari perlakuan lainnya. Pada pengamatan hari ke-50 dan 80, kadar glikogen hati tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0,05). Jika dibandingkan antar waktu pengamatan pada setiap perlakuan, nilai kadar glikogen hati menunjukkan peningkatan (P<0,05).
51
4.3.3 Parameter Pemanfaatan Pakan Berbagai parameter pemanfaatan pakan meliputi retensi protein, retensi lemak, retensi energi, laju pertumbuhan harian, dan efisiensi pakan pada ikan gurame setelah dipelihara selama 80 hari dengan pakan yang mengandung karbohidrat berbeda disajikan pada Tabel 8, Lampiran 21, 22, 23 dan 24. Tabel 8. Berbagai parameter pemanfaatan pakan pada ikan gurame sejalan dengan perubahan pakan yang disesuaikan dengan keberadaan enzim pencernaan Parameter K(20;35;48) 47,71 ± 0,08c 175,28 ± 0,01a 57,27 ± 0,04d 2,02 ± 0,02b
Perlakuan K(35;35;48) K(35;48;48) 45,56 ± 0,56b 42,23 ± 0,65a 180,44 ± 1,55a 220,75 ± 3,86b 51,02 ± 0,55c 47,48 ± 0,74b ab 2,00 ± 0,03 1,96 ± 0,01a
Retensi Protein (%) Retensi Lemak (%) Retensi Energi (%) Laju Pertumbuhan Harian (%) Efisiensi Pakan (%) 84,72 ± 0,20c 83,45 ± 1,11c 79,89 ± 1,13b Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
K(48;48;48) 41,46± 0,54a 267,36 ± 3,32c 44,16 ± 0,56a 1,96 ± 0,02a 77,11 ± 1,02a
Retensi protein tertinggi dicapai pada ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 yang diikuti oleh perlakuan K35;35;48. Sedangkan ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48 menghasilkan nilai retensi protein yang lebih rendah. Sebaliknya, retensi lemak pada ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35; 48 tidak berbeda dari ikan dengan urutan pemberia n pakan K35;35;48. Ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48 menghasilkan nilai retensi lemak yang lebih tinggi. Seperti halnya retensi protein, retensi energi tertinggi juga dicapai pada ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48, yang diikuti oleh ikan dengan urutan pemberian pakan K35;35;48.
Ikan dengan urutan pemberian pakan
K35;48;48 dan K48;48;48 menghasilkan nilai retensi energi yang lebih rendah. Laju pertumbuhan harian tertinggi dicapai oleh ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan tidak berbeda dari dengan urutan pemberian pakan K35;35;48.
Ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan
K48;48; 48 menghasilkan laju pertumbuhan harian yang lebih rendah.
52
Efisiensi pakan tertinggi juga dicapai oleh ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan tidak berbeda dari ikan dengan urutan pemberian pakan K35;35;48.
Ikan dengan urutan pemberian pakan K48;48;48 menghasilkan
efisiensi pakan yang lebih rendah.
4.3.4 Pembahasan Hasil penelitian tahap I (perubahan enzim pencernaan pada ikan gurame yang diberi pakan berkadar protein dan karbohidrat berbeda ) dan penelitian tahap II (uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa pada ikan gurame) menunjukkan bahwa ikan gurame melakukan adaptasi digestif dan metabolik terhadap kadar protein dan karbohidrat pakan yang diberikan.
Informasi dari
kedua penelitian ini sangat penting untuk menentukan waktu pergantian pakan yang tepat sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan dan pengaruh nutrien terhadap fungsi endokrin khus usnya insulin dalam meregulasi glukosa darah dan pemanfaatan karbohidrat pada ikan gurame. Jika ikan gurame diberi pakan yang sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan, kecernaan pakan dapat meningkat dan memicu sekresi insulin sehingga meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame. Kecernaan merupakan suatu ukuran efisiensi pencernaan dari berbagai nutrien yang ada dalam pakan.
Nilai koefisien kecernaan pakan dapat
menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna pakan dan juga dapat menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi ikan (Affandi et al.
1992).
Penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien kecernaan karbohidrat pada pengamatan hari ke-20 pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 20% (K20;35;48) ternyata lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 35 dan 48% (K35;35;48, K35;48;48, dan K48;48;48). Hal ini disebabkan tingginya kadar serat kasar (10,6%) pada pakan yang mengandung karbohidrat 20% dibandingkan dengan pakan yang mengandung karbohidrat 35 dan 48% yaitu masing-masing 5,8 dan 1,0%.
Tingginya kadar serat kasar pakan ini berkaitan dengan penambahan
selulosa untuk pengaturan jumlah energi pakan. Peningkatan kadar serat kasar dalam pakan nampaknya mempunyai pengaruh negatif terhadap kecernaan
53
karbohidrat pakan. Hal serupa dilaporkan oleh Schwarz dan Kirchgessner (1982), penambahan selulosa 0, 8, dan 18% pada pakan ikan mas menyebabkan penurunan kecernaan karbohidrat yaitu masing-masing 89, 70, dan 48%. Pada periode pemeliharaan kedua (21 sampai 50 hari), ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 menunjukkan suatu peningkatan kecernaan karbohidrat pakan, dan ikan dengan urutan pemberian pakan K48;48;48 menghasilkan nilai koefisien kecernaan karbohidrat yang lebih tinggi. Bahkan pada pergantian pakan periode ke-3 (51 sampai 80 hari), koefisien kecernaan karbohidrat pakan meningkat pada semua perlakuan. Peningkatan koefisien kecernaan karbohidrat pakan pada setiap periode pengukuran ini berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim amilase yang meningkat dengan meningkatnya umur ikan gurame. Selain itu juga pada setiap periode pemeliharaan dilakukan peningkatan kadar karbohidrat pakan, yang dapat menyebabkan peningkatan aktivitas enzim amilase. Adanya peningkatan aktivitas enzim amilase ini tentu saja berpengaruh pada proses pencernaan karbohidrat pada ikan gurame. Kecernaan protein pakan pada hari ke-20 menunjukkan respon yang berbeda dengan kecernaan karbohidrat pakan.
Ikan dengan urutan pemberian
pakan K20;35;48 yang kadar serat kasarnya lebih tinggi ternyata tidak berpengaruh negatif pada kecernaan protein pakan.
Hal yang sama juga
dilaporkan oleh McGoogan dan Reigh (1996) pada ikan red drum (Sciaenops ocellatus) bahwa kecernaan protein pakan tidak ada ka itannya dengan kandungan serat kasar pakan.
Namun beberapa penelitian juga melaporkan adanya
penurunan koefisien kecernaan protein pakan dengan meningkatnya kadar serat kasar pakan (Jobling 1981; Steffens 1989).
Koefisien kecernaan protein tetap
tinggi dan sama dengan perlakuan lainnya juga disebabkan kandungan protein pakan yang relatif sama pada semua perlakuan yang akan menstimulasi produksi enzim protease yang sama. Berbeda halnya dengan kadar serat kasar, peningkatan kadar karbohidrat pakan hingga 48% menghasilkan koefisien kecernaan protein yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Pada periode pemeliharaan kedua (21sampai 50 hari), ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 tidak menunjukkan suatu
54
peningkatan kecernaan protein pakan, tetapi tetap tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (P<0,05).
Pada pergantian pakan periode ke-3 (51 sampai 80 hari),
dimana semua ikan pada semua perlakuan diberi pakan mengandung karbohidrat 48% menghasilkan koefisien kecernaan protein yang tidak berbe da nyata, dan sedikit lebih rendah dibandingkan nilai koefisien kecernaan protein pada pengukuran periode sebelumnya (P>0,05). Kecernaan lemak pakan pada hari ke-20 menunjukkan respon yang hampir sama dengan kecernaan protein pakan.
Peningkatan kadar serat kasar dalam
pakan nampaknya tidak berpengaruh negatif pada kecernaan lemak pakan. Pada periode pemeliharaan kedua (21 sampai 50 hari), ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan K35;35;48 menghasilkan kecernaan lemak yang lebih tinggi dibandingkan ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48. Pada periode pemeliharaan ke-3 (51 sampai 80 hari), dimana semua ikan pada semua perlakuan diberi pakan mengandung karbohidrat 48% menghasilkan koefisien kecernaan lemak yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Koefisien kecernan lemak pada penelitian ini nampaknya dipengaruhi oleh kadar lemak pakan. Hal ini dapat dilihat pada pakan yang mengandung karbohidrat rendah yang diikuti tingginya kadar lemak pakan menghasilkan nilai koefisien kecernaan lemak yang lebih tinggi.
Peningkatan koefisien kecernaan lemak ini berkaitan dengan
peningkatan aktivitas enzim lipase.
Sebagaimana pada penelitian tahap I,
peningkatan kadar lemak pa kan diikuti dengan peningkatan aktivitas enzim lipase pada ikan gurame.
Tingginya aktivitas enzim lipase pada ikan gurame
berpengaruh pada nilai kecernaan lemak. Secara keseluruhan koefisien kecernaan nutrien (protein, karbohidrat, dan lemak) pakan pada penelitian ini sangat bergantung pada komposisi pakan yang diberikan. Kadar karbohidrat pakan tidak hanya berpengaruh pada nilai koefisien karbohidrat sendiri, tetapi juga berpengaruh pada nilai kecernaan protein dan lemak. Peningkatan kadar karbohidrat pakan cenderung meningkatkan nilai koefisien kecernaan karbohidrat. Peningkatan koefisien kecernaan karbohidrat ini dapat dikaitkan dengan peningkatan aktivitas enzim amilase yang cenderung meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan.
Penjelasan ini
berhubungan dengan hasil penelitian I, kandungan karbohidrat pakan nampaknya
55
berpengaruh pada peningkatan aktivitas enzim amilase pada ikan gurame. Tetapi, peningkatan kadar karbohidrat pakan menghasilkan nilai kecernaan protein dan lemak pakan yang lebih rendah. Tingginya koefisien kecernaan protein dan lemak pada ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 pada periode pemberian pakan 1 sampai 20 hari menunjukkan bahwa kadar serat kasar sampai 10,8% tidak berpengaruh negatif pada nilai koefisien kecernaan protein dan lemak pada ikan gurame. Kadar serat kasar pada tingkat tertentu mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi pemanfaatan protein, karena adanya serat kasar pada tingkat tertentu memperlambat laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan ikan dan selanjutnya menyebabkan pemanfaatan nutrien lain menjadi lebih baik (Steffens 1989). Adanya perbedaan nilai koefisien kecernaan nutrien pakan pada setiap waktu pengukuran, selain disebabkan oleh perbedaan komposisi pakan juga disebabkan perbedaan aktivitas enzim-enzim pencernaan. Dari penelitian ini jelas terlihat bahwa adanya peningkatan koefisien kecernaan karbohidrat pakan pada setiap waktu pengamatan, dapat dikaitkan dengan adanya perubahan kadar karbohidrat pakan yang diberikan dan juga peningkatan aktivitas enzim amilase dengan meningkatnya ukuran ika n.
Demikian pula halnya dengan koefisien
kecernaan protein, ada sedikit penurunan nilai koefisien kecernaan protein pakan pada setiap waktu pengukuran, disebabkan adanya penurunan aktivitas enzim protease dengan meningkatnya ukuran ikan gurame. Sebagaimana pada penelitian tahap II, ikan gurame nampaknya juga melakukan adaptasi metabolik terhadap pemberian pakan yang mengandung karbohidrat berbeda pada setiap periode pemeliharaan. Adaptasi metabolik ini dapat dilihat dari perbedaan kadar glukosa darah, kadar insulin darah, kadar glikogen dan hati ikan gurame. Pada pengamatan hari ke -20, kadar glukosa darah ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 menghasilkan kadar glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi (K35;35;48, K35;48;48, dan K48;48;48). Rendahnya kadar glukosa darah pada ikan yang mengkonsumsi pakan yang mengandung karbohidrat tinggi menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat.
56
Pada ikan yang mengkonsumsi karbohidrat rendah, metabolisme karbohidrat berlangsung dengan lambat sehingga menambah pool glukosa darah (Nagai dan Ikeda 1971). Sebagaimana fenomena pemanfaatan glukosa darah pada penelitian II, ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar karbohidrat tinggi, kecepatan tingkat penurunan
kadar
glukosa
darah
lebih
cepat
dibandingkan
ikan
yang
mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat rendah. Ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat tinggi, pemasukan glukosa ke dalam sel berlangsung lebih cepat dan menyebabkan kadar glukosa dalam darah segera turun.
Hal ini diduga sebagai konsekuensi dari interaksi antara peningkatan
absorbsi glukosa ke dalam darah dan adanya kerja insulin. Pada periode awal pemeliharaan menunjukkan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar karbohidrat tinggi (K48;48;48), kadar insulinnya lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi karbohidrat rendah (K30;35;48).
Pada periode pemeliharaan
kedua (21 sampai 50 hari), peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 35 menjadi 48% tidak mempengaruhi kadar glukosa darah ikan gurame. Akan tetapi, pada pengamatan hari ke-80, kadar insulin darah ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan K35;35;48 lebih tinggi dan berbeda dari ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48 (P<0,05). Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot. Pada periode awal pemeliharan, peningkatan kadar karbohidrat pakan dari 20% menjadi 35 dan 48% nampaknya meningkatkan kadar glikogen pada hati dan otot ikan gurame.
Ikan dengan urutan pemberian pakan K48;48;48 menghasilkan
kadar glikogen otot dan hati tertinggi. Peningkatan kadar glikogen pada hati dan otot dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Nakai dan Ikeda, 1971; Peres et al., 1999; Suarez et al, 2002; Krogdahl et al., 2004). Tetapi karena kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen terbatas, maka kelebihan karbohidrat disimpan dalam bentuk lemak (lipogenesis). Tingginya proses lipogenesis pada ikan gur ame dapat dilihat dari tingginya nilai retensi lemak.
Secara keseluruhan retensi lemak pada semua
perlakuan dalam penelitian ini tinggi (>100%). Ikan dengan urutan pemberian pakan K35;48;48 dan K48;48;48 menghasilkan nilai retensi lemak yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Hal ini menunjukkan adanya proses
57
lipogenesis yang tinggi pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat tinggi sejak awal pemeliharaan. Perbedaan tingkat kecernaan nutrien dan pemanfaatan nutrien tersebut berkaitan dengan perubahan pemberian pakan berkadar karbohidrat pada setiap periode pemeliharaan menyebabkan perbedaan ketersediaan energi non-protein dan selanjutnya mempengaruhi pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan. Kecernaan protein dan energi yang relatif lebih tinggi dihasilkan pada ikan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan K35;35;48 diikuti dengan tingginya retensi protein dan energi. Perbedaan nilai retensi protein, lemak, dan energi pada ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat berbeda pada setiap periode pemeliharaan, diduga disebabkan perbedaan kemampuan ikan dalam mencerna nutrien pakan yang sangat bergantung pada aktivitas enzim-enzim pencernaan, dan perbedaan ikan gurame memanfaatkan nutrien yang tercerna sebagai respon metabolik ikan gurame terhadap karbohidrat pakan yang berbeda. Tingginya retensi protein dan retensi energi pada ikan yang mengkonsumsi pakan dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan K35;35;48, diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan harian. Fenome na ini mengindikasikan bahwa ikan gurame dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan K35;35;48 mampu memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi dan menggunakan protein pakan untuk pertumbuhan. Hal ini jelas menunjukkan adanya protein sparing effect dari karbohidrat, sehingga protein dapat dipergunakan untuk pertumbuhan. Efisiensi pemanfaatan pakan berkaitan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi dan pertumbuhan ikan.
Efisiensi pakan tertinggi dihasilkan ikan
dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 dan K35;35;48. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik, dimana materi dan energi yang tersedia menunjang untuk pertumbuhan yang maksimal. Selain itu tingginya tingkat efisiensi pakan pada ikan dengan urutan pemberia n pakan K20;35;48 dan K35;35;48 juga
dapat dikaitkan dengan
tingginya kecernaan
nutrien pakan (protein, karbohidrat, lemak) pada perlakuan ini jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
58
Dari penelitian ini jelas terlihat bahwa pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan ketersediaan enzim-enzim pencernaan khususnya amilase, mampu meningkatkan nilai koefisien kecernaan nutrien pakan.
Selain itu
perubahan kadar karbohidrat pakan juga mempengaruhi sistem endokrin pada ikan salah satunya adalah hormon insulin, yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme ikan. Tingginya nilai koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan gurame yang diberi pakan sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaannya, diikuti oleh tingginya pemanfaatan pakan yang diberikan. Hal ini tercermin dari tingginya nilai retensi protein, retensi lemak, retensi energi, laju pertumbuhan serta efisiensi pemanfaatan pakan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian tahap I, II dan III maka dapat disimpulkan : 1.
Ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar
protein 32% menghasilkan
aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pa kan berkadar protein 28%. Peningkatan kadar karbohidrat pakan tidak berpengaruh nyata pada aktivitas enzim protease. Ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32%, peningkatan kadar karbohidrat pakan menghasilkan peningkatan aktivitas enzim amilase. 2.
Perubahan relatif terbesar aktivitas enzim protease terjadi pada hari ke 10 dan 20, aktivitas enzim amilase terjadi pada hari ke 20 dan 50, sedangkan aktivtas lipase pada ke 10 dan 20.
3.
Ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 32% menghasilkan laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 28%
4.
Ikan gurame mempunyai toleransi yang cukup tinggi untuk meregulasi kadar glukosa darah dan mampu memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 47 % pada kadar protein 32%.
5.
Pemberian
karbohidrat
pakan secara
bertahap disesuaikan
dengan
ketersediaan enzim-enzim pencernaan khususnya α-amilase dan insulin, akan mempengaruhi kecernaan nutrien pakan dan kemampuan ikan gurame dalam memanfaatkan nutrien yang tercerna sebagai respon metabolik terhadap pemberian karbohidrat pakan yang berbeda. 6.
Ikan gurame dengan urutan pemberian pakan K20;35;48 yaitu ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung karbohidrat 20% (1 sampai 20 hari); 35% (21 sampai 50 hari); 48% (51 sampai 80 hari) mampu memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi dan menggunakan protein pakan (32%) dengan efisien sehingga menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan tertinggi.
60
5.2 Saran 1. Perlu manajemen pemberian pakan yang disesuaikan dengan pola perubahan enzim pencernaan pada ikan gurame untuk menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan maksimal 2. Perlu adanya pengkajian yang lebih mendalam tentang perubahan aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam ja lur metabolisme karbohidrat, sehingga dapat diketahui dengan pasti pengaruh perubahan nutrien pakan terhadap metabolisme karbohidrat pada ikan gurame.
DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Fisiologi Pencernaan. Bogor : Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Affandi R. 1993. Studi kebiasaan makanan ikan gurame (Osphronrmus gouramy Lac.). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 1: 56 –57. Affandi R., Mokoginta I, Suprayudi A. 1994. Perkembangan enzim pencernaan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 2 : 63 – 71. Bender. 2003. Introduction to Nutrition and Metabolism. London: Taylor and Francis. Bernfeld P. 1955. Amylases : colorimetric assay method. Di dalam: Colowich SP, Kaplan NO, editor. Methods in Enzymology I. New York: Academic Press. hlm 149 – 158. Borlongan TG. 1990. Studies on the lipases of milkfish, Chanos chanos. Aquaculture 89:315-325. Cahu C, Ronnested I, Grangier, Zambonino JL. 2004. Expresion and activities of pancreatic enzyme in developing sea bass larvae (Dicentrarchus labrax) in relation to intact and hydrolyzed dietary protein; involvement of cholecystokinin. Aquaculture 238:295-308 Cowey CB, Walton MJ. 1989. Intermediary metabolism. Di dalam:Halver JE, editor. Fish Nutrition. Ed ke-2. New York: Academic Press. hlm 259 – 329. Eusobio PS, Coloso RM. 2002. Proteolityc enzyme activity of juvenile Asia sea bass, Lates calcarifer (Bloch), is increased with protein intake. Aquaculture Res 33:569-574 Furuichi M, Yone Y. 1981. Change of blood sugar and plasma insulin levels of fishes in glucose tolerance test. Bull Jpn Soc Fish 47:761 – 764. Furuichi M, Yone Y. 1982. Effects of insulin on blood sugar levels on fishes. Bull Jpn Soc Fish 48:1289 – 1291. Furuichi, M. 1988. Dietary Requirement. Di dalam: Watanabe T, editor . Fish Nutrition and Mariculture. JICA Text Book. Japan: The General Aquaculture Course. hlm . 44 – 77. Fu SJ, Xie XJ. 2004. Nutritional homeostasis in carnivorous southern catfish (Silurus meridionalis): is there a mechanism for increased energy expenditure during carbohydrate overfeeding ? C omp Biochem Physiol Part A 130:359-363. Garcia-Riera, MP, Hemre GI. 1996. Glucose tolerance in turbot, Scophtalmus maximus L. Aquaculture Nutr 2: 117 – 120.
62
Garcia-Carreno FL, Navarrete del Toro MA, Serviere-Zaragova E. 2003. Digestive enzyme in juvenile green abalone, Haliotis fulgens, fed natural food. Comp Biochem Physiol Part B 134:143-150. Gisbert E, Sainz RD, Hung SSO. 2003. Glycemic respone in white sturgeon after oral administration of graded doses of D-glucose. Aquaculture 224:301312. Groff JL, Gropper SS. 1999. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Stamford:Wadsword. Hadadi A. 2000. Pengaruh kadar karbohidrat pakan berbeda terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) ukuran 70-80g. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hans-Elmar W. 1988. Method with haemoglobin, casein and azocoll as substrate. Di dalam Bergmeyer HU, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. London:Academic Press. hlm 270-277. Harmon, JS, Eilortson, CD, Plisetskaya, EM. 1991. Insulin suppresssion in associated with hypersomatostatinemia and hyperglocogonemia in glucose-injected rainbow trout. Am J Phys iol 261:R609-R613. Hemre GI, Hansen T. 1998. Utilization of different dietary starch sources and tolerance to glucose loading in Atlantic salmon (Salmo salar), during parrsmolt transformation. Aquaculture 161:145-157. Hepher B. 1990. Nutrition of Pond Fishes. New York: Cambridge University Press. Hidalgo, MC, Urea E, Sanz, A. 1999. Comparative study of digestive enzyme in fish with different nutritional habits. Proteolityc and amylase activities. Aquaculture 170: 267-283. Huisman EA. 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production levels for carp, Cyprinus carpio L. and rainbow trout, Salmo gairdneri R. Aquaculture 9: 259-273. Jobling M. 1994. Fish Bioenergetics. London: Chapman and Hall. Johnson A, Hurwitz R, Kretchmer N. 1977. Adaptation of rat pancreatic amylase and chymotrypsinogen to change in diets. J Nutr 107:87-96. Kawai S, Ikeda S. 1972. Studies on digestive enzyme of fishes-II. Effect of dietary change on activities of digestive enzymes in carp intestine. Bull Jpn Soc Fish 38:265-270. Kawai S, Ikeda S. 1973. Studies on digestive enzyme of fishes-III. Development of digestive enzyme on rainbow trout after hatching and the effect of dietary change on activities of digestive enzymes in the juvenile stage. Bull Jpn Soc Fish 39:817-873.
63
Kim JD., Kaushik SJ. 1994. Contribution of digestible energy from carbohydrate and estimation of protein/energy requirements for growth of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture 106: 161 – 169. Krogdahl A, Sundby A, Olli JJ. 2004. Atlantic salmon (Salmo salar) and ranbow trout (Oncorhyncus mykiss) digest dan metabolize nutrient differently. Effect of water salinity and dietary starch level. Aquaculture 229:335-360. Ku’zmina. 1996. Influenze of age on digestive enzyme activity in some freshwater teleost. Aquaculture 148:25-37. Liddle RA. 1997. Cholesystokinin cells. Annu Rev Physiol 59:221 – 242. Lee SM, Lee JH. 2004. Effect of dietary glucose, dextrin and starch on growth and body composition of juvenile starry flounder (Platichthys stellatus). Fish Sci 70:53-58. Lovel T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. New York: Van Nostrand Reinhold. MacKenzie DS, VanPutte CM, Leiner KA. 1998. Nutrient regulation of endocrine function in fish. Aquaculture 161: 3 – 25. Marini S. 1997. Test toleransi glukosa untuk ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. McGoogan CR, Reigh RC. 1996. Apperent digestibility of selected ingredients in red drum (Sciaenops ocellatus) diets. Aquaculture 141: 233-244. Mokoginta I., Suprayudi MA dan Setiawati M. 1995. Kebutuhan optimum protein dan energi makanan benih ikan gurame (Oshpronemus gouramy Lac.). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mokoginta I, Takeuchi T, Hadadi A, Jusadi D. 2004. Different capabilities in utilizing dietary carbohydrate by fingerling and subadult giant gouramy Osphronemus gouramy. Fish Sci 70:996-1002. Mommsen, TP, Plisetskaya EM. 1991. Insulin in fish and agnathans: History, structure and metabolic regulation. Rev Aquatic Sci 4:225 – 259. Nagai
M, Ikeda S. 1971. Carbohydrate metabolism in fish-I. Effect of starvation and dietary composition on the blood glucose level and the hepatopancreastic glycogen and lipid content in carp. Bull Jpn Soc Fish 37:404-409.
National Research Council (NRC). 1977. Nutrient Requirment of Warmwater Fish and Shellfish. Washington DC: National Academy Press Peres A, Zambonino JL, Cahu C. 1998. Dietary regulation of activities and mRNA levels of trypsin and amylase in sea bass (Dicentrarchu s labrax) larvae. Fish Physiol Biochem.19:145-152.
64
Peres H, Goncalves P, Olivia -Teles A. 1999. Glucose tolerance in gilthead seabream (Sparus aurata) and European seabass (Dicentrarchus labrax). Aquaculture 179:415-423. Shimeno S, Ming DC, Takeda M. 1993. Metabolic response to dietary carbohydrate to lipid ratios in Oreochromis niloticus. Nippon Suisan Gakkasishi 59:827-833. Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. London: CABI Pub. Steffens W. 1989. Principles of Fish Nutrition. New York : John Wiley & Son. Stipanuk, MH. 2000. Biochemical and physiological aspects of human nutrition. United States of America: W.B. Saunders Comp. Stone DAJ, Allan GL, Anderson AJ. 2003a. Carbohydrate utilization by juvenile silver perch, Bidyanus bidyanus (Mitchell).I. Uptake and clearence of monosacharides following intraperitoneal injection. Aquaculture Res 34:97 107. Stone DAJ, Allan GL, Anderson AJ. 2003b. Carbohydrate utilization by juvenile silver perch, Bidyanus bidyanus (Mitchell).III. The protein -sparing effect of wheat starch-based carbohydrate s. Aquaculture Res 34:123-134. Suarez MD, Sanz A, Bazoco J, Garcia -Gallaego M. 2002. Metabolic effect of change in the dietary protein: carbohydrate ratio in ell (Anguilla anguilla) and trout (Oncorhyncus mykiss). Aquaculture Int 00:1-14. Suprayudi M.A., Setiawati M, dan Mokoginta I. 1994. Pengaruh rasio protein energi yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan gurame (Oshpronemus gouramy Lac.). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Takeuchi T. 1988. Laboratory work, chemichal evaluation of dietary nutrients. Di dalam: Watanabe T, editor. Fish Nutrition and Mariculture. Japan : JICA Text Book. The General Aquaculture Course. hlm 179-233. Tengjaroenkul B., Smith BJ, Caceci T, Smith SA. 2000. Distribution of intestinal enzyme activities along the intestinal tract of cultured Nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture 182: 317-327. Tillman,A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tung PH, Shiau SY. 1991. Effects of neal frequency on growth performance of hybride tilapia, Oreochromis niloticus X O. aurets, fed different carbohydrate diets. Aquaculture 92: 343-350. Ugolev AM, Kuz’mina VV. 1994. Fish enterocyte hydrolases. Nutrition adapta tions. Comp Biochem Physiol Part A 107: 187-193. Weatherley AH, Gill HS. 1987. The Biology of Fish Growth. Toronto: Academic Press.
65
Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical method for the assessment of the effect of environmental stress on fish health. Tech. Pap. of the U.S. fish and wildlife serv. Washington DC. Wilson, R.P. 1994. Utilization of dietary carbohydrate by fish. Aquaculture 124: 67 – 80. Zambonino JL dan Cahu C. 1999. High dietary lipid levels enhance digestive tract maturation and improve Dicentrarchus labrax larval development. J N utr 129:1195-1200.
67
Lampiran 1. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease Pengukuran aktivitas enzim protease (Metode Hans Elmar Walter, 1988) dilakukan berdasar-kan tahapan-tahapan berikut : Reaksi enzim: Ke dalam tabung reaksi 10 ml
Blanko (ml)
Standar (ml)
Sampel (ml)
Larutan subtrat kasein
2,50
2,50
2,50
HCl
2,50
-
-
-
2,50
-
Tirosin standar
Campur, diamkan sebentar pada temperatur 37 oC, kemudian tambahkan Sampel enzim
-
-
0,20
Campur, inkubasi pada temperatur 37 oC selama 10 menit, kemudian tambahkan Tricloroacetic acid (TCA)
5,00
5,00
5,00
0,20
0,20
-
-
-
2,50
Campur, kemudian tambahkan Sampel enzim HCl
Campur, diamkan selama 10 menit pada temperatur ruang, ambil presipitat melalui sentrifugasi pada 4000 g selama 20 menit
Reaksi warna : Kedalam tabung reaksi 10 ml
Blanko (ml)
Standar (ml)
Sampel (ml)
Filtrat (supernatan)
2,50
2,50
2,50
NaOH
5,00
5,00
5,00
Phenol reagent
1,50
1,50
1,50
Campur, diamkan selama 15 menit , dan baca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm.
68
Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim α-amilase Pengukuran aktivitas enzim α-amilase (Metode Bernfeld, 1955) dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut : Kedalam tabung reaksi
Sampel (ml)
Blanko (ml)
1,00
1,00
Pati
Campur dan diamkan sampai temp eratur 20 oC. Kemudian tambahkan Larutan enzim
1,00
-
Campur dan inkubasi tepat 3 menit pada temperatur 20 oC. Kemudian tambahkan Larutan warna 1,00 1,00 Larutan enzim
-
1,00
Tutup dan letakkan pada water bath mendidih tepat 15 menit, k emudian dinginkan dalam es sampai temperatur ruang dan tambahkan Akuades 9,00 9,00 Campur dan kemudian ukur absorbansinya dengan panjang gelombang 540nm
KURVA STANDAR Standar 1
Standar 2
Standar 3
Standar 4
Standar 5
Standar blanko
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
-
Akuades
1,80
1,60
1,40
1,20
1,00
2,00
Reagent E
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Reagent F (Larutan standard)
(Larutan warna ) Tutup dan letakkan pada water bath mendidih tepat 15 menit, kemudian dinginkan dalam es sampai temperatur ruang dan tambahkan Akuades 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00
9,00
Campur dan kemudian ukur absorbansinya dengan panjang gelombang 540 nm
69
Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase Pengukuran aktivitas enzim lipase (Metode Borlongan, 1990) dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut: Kedalam tabung reaksi
Sampel (ml)
Blanko (ml)
Substrat lipase
1,50
1,50
Tris-HCl buffer pH 8,00
1,50
1,50
Larutan enzim
1,00
-
Campur dan inkubasi selama 6 jam pada temperatur 37oC Kemudian tambahkan Ethyl alcohol 95%
3.00
3.00
-
1,00
Camp ur, kemudian tambahkan Larutan enzim
Campuran dititrasi dengan 0,01 N NaOH dengan menggunakan 0,9 0% Thymolphthlein sebagai indikator
70
Lampiran 4. Prosedur pengukuran glukosa darah Pengukuran kadar glukosa darah (Metode Wedemeyer dan Yasutake, 1977) dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut : 1. Masukkan 0,05 ml sampel, standar glukosa (konsentrasi 50, 100, 200, 400 mg/100ml), dan aquades (blanko) ke dalam tabung uji yang terpisah yang telah berisi 3,50 ml color reagent 2. Panaskan semua tabung dalam waterbath mendidih selama 10 menit, angkat, dan dinginkan sampai temperatur ruang. Warna ini stabil selama 1 jam 3. Baca absorbansi sampel dan standar glukosa pada panjang gelombang 635 nm. Nolkan colorimeter dengan menggunakan reagent blanko
PERHITUNGAN : Plotkan konsentrasi sampel terhadap kurva standar glukosa
71
Lampiran 5. Prosedur pengukuran glikogen hati dan otot Pengukuran kadar glikogen hati dan otot (Metode Wedemeyer dan Yasutake, 1977) dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut : 1. Didihkan 100 mg jaringan otot atau hati dalam 3 ml 30 % KOH sampai melarut (20 -30 menit) 2. Tambahkan 0,50 ml Na2SO4 jenuh dan 3,50 ml 95% ethanol, panaskan 3. Dinginkan, sentrifuse dan buang supernatan 4. Larutkan glikogen dalam 2 ml air dan endapkan kembali dengan 2,5 ml 95% ethanol 5. Buang supernatan dan hidrolisa glikogen yang mengendap selama 30 menit dalam 2 ml 5 M HCl dalam waterbath mendidih 6.
Dinginkan, dan netralkan dengan 0,50 M NaOH ( Gunakan 1 tetes phenolred sebagai indikator). Kemudian encerkan sampai suatu volume yang diketahui
7. Tentukan kandungan glukosanya sebagaimana prosedur pengukuran glukosa pada Lampiran 3.
PERHITUNGAN : Plotkan konsentrasi sampel terhadap kurva standar glukosa (1 gram glikogen = 1,11 g glukosa)
72
Lampiran 6. Prosedur pengukuran trigliserida darah Pengukuran kadar trigliserida darah (Kit GPO-Enzimatik, ST Reagensia) dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut : 1. Membuat larutan kerja yang telah disediakan dalam kit trigliserida dari ST Raegensia. 2. Pengukuran kadar trigliserida dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut :
Ke dalam tabung reaksi
Blanko
Standar
Sampel
Plasma darah
-
-
10 µl
Standar
-
10 µl
10 µl
Larutan kerja
1 ml
1 ml
1 ml
Campur sampai merata dan biarkan pada suhu kamar selama 20 menit
3. Baca absorbansi sampel dan standar terhadap blanko pada panjang gelombang 500 nm.
73
Lampiran 7. Prosedur pengukuran kadar insulin darah Pengukuran kadar insulin darah ini berdasarkan pada prinsip kompetitif antara insulin dalam plasma dengan insulin yang telah dilabel dengan
125
I
terhadap spesifik antibodi yang dilapiskan pada tabung polietilen. Selanjutnya pemisahan insulin bebas dan pengukuran antibody-bound (125I) insulin dengan alat pencacah gamma. Pengukuran
kadar insulin darah ini menggunakan KIT RIA dari
Diagnostic Product Corporation dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut : 1. Pada tabung reaksi (12 X 75 mm) yang tanpa lapis spesifik antibodi diberi tanda T (total) dan NSB (blanko), masing-masing secara duplikat. 2. Pada tabung-tabung polietilen yang telah dilapis dengan antibodi, diberi tanda A (maximum binding) atau kalibrator 0 µIU/ml, dan kalibrator lain yaitu B sampai G masing- masing secara duplikat. Kadar insulin pada setiap kalibrator adalah sebagai berikut :
Kalibrator A B C D E F G
µIU/ml 0 5 15 50 100 200 350
3. Tabung reaksi untuk sampel diberi tanda sesuai dengan nomor sampel. 4. Untuk tabung A dan NSB masukkan 200 µl kalibrator A. Demikian pula untuk tabung B sampai G masing-masing diisi sesuai dengan kalibratornya. Untuk plasma sampel masukkan 200 µl ke dalam tabung yang telah disediakan. 5. Kemudian ke dalam setiap tabung tambahkan 1,0 ml (125I) Insulin dan kocok dengan vortex. 6. Tabung T dipisahkan untuk pencacahan dan tidak membutuhkan proses lebih lanjut. Tabung-tabung yang lain diinkubasi pada temperatur ruang selam 3 jam. 7. Setelah inkubasi, buang larutan yang ada dalam tabung sampai bersih.
74
8. Kemudian lakukan pencacahan dengan pencacah gamma selama 1 menit untuk setiap tabung. 9. Kadar insulin dihitung dengan memplotkan hasil kalibrasi standar yang telah dibuat.
Lampiran 8. Aktivitas protease pada berbagai waktu pengamatan (U/ml) Waktu Pengamatan (hari ke -) Perlakuan Ulangan 0 10 20 30 40 1 4,41 5,28 6,55 6,44 5,82 2 4,20 6,91 7,06 6,60 5,92 P28;K21 3 4,74 6,10 6,85 6,99 5,62 Rataan 4,45 ± 0,27 6,10 ± 0,81 6,82 ± 0,25 6,68 ± 0,29 5,79 ± 0,15 1 4,41 6,18 6,96 6,88 5,53 2 4,20 6,43 7,23 6,70 6,04 P29;K36 3 4,74 5,67 7,38 6,71 5,98 Rataan 4,45 ± 0,27 6,09 ± 0,39 7,19 ± 0,21 6,76 ± 0,10 5,85 ± 0,28 1 4,41 6,94 7,68 6,99 4,99 2 4,20 6,38 6,09 6,59 5,17 P29;K52 3 4,74 5,90 7,10 6,52 5,57 Rataan 4,45 ± 0,27 6,41 ± 0,52 6,95 ± 0,81 6,70 ± 0,25 5,24 ± 0,29 1 4,41 7,29 8,19 8,49 7,12 2 4,20 7,56 8,58 8,69 7,45 P33;K21 3 4,74 7,47 9,45 8,56 7,00 Rataan 4,45 ± 0,27 6,41 ± 0,14 6,95 ± 0,65 6,70 ± 0,10 5,24 ± 0,23 1 4,41 7,36 9,34 8,44 7,32 2 4,20 7,55 9,52 8,91 7,24 P33;K36 3 4,74 7,73 8,82 8,24 7,44 Rataan 4,45 ± 0,27 7,55 ± 0,18 9,23 ± 0,37 8,53 ± 0,35 7,34 ± 0,10 1 4,41 7,32 9,35 8,35 6,99 2 4,20 7,02 8,89 8,56 7,88 P32;47 3 4,74 7,11 9,00 8,20 7,64 Rataan 4,45 ± 0,27 7,15 ± 0,15 9,08 ± 0,24 8,37 ± 0,18 7,51 ± 0,46
50 4,98 4,97 4,69 4,88 ± 0,17 5,02 5,61 4,98 5,20 ± 0,35 4,88 4,59 4,87 4,78 ± 0,17 6,74 6,87 6,24 4,78 ± 0,33 7,15 7,24 7,00 7,13 ± 0,12 7,24 7,09 7,46 7,27 ± 0,18
60 4,92 4,28 4,19 4,46 ± 0,40 4,94 4,54 4,97 4,82 ± 0,24 4,46 4,08 3,91 4,15 ± 0,28 5,62 5,82 5,88 4,15 ± 0,14 6,88 6,80 6,84 6,84 ± 0,04 7,08 7,09 7,46 7,21 ± 0,22
Lampiran 9. Aktivitas amilase pada berbagai waktu pengamatan (U/ml) Waktu Pengamatan (hari ke -) Perlakuan Ulangan 0 10 20 30 40 1 31,99 34,97 50,47 54,21 55,19 2 29,99 35,04 50,40 53,02 54,29 P28;K21 3 30,10 36,99 50,08 55,55 55,55 Rataan 30,69±1,13 35,67± 1,15 50,32± 0,21 54,26± 1,26 55,01± 0,65 1 31,99 36,60 51,77 53,94 55,29 2 29,99 36,27 52,45 54,61 56,28 P29;K36 3 30,10 37,99 52,38 53,86 55,86 Rataan 30,69±1,13 36,96± 0,92 52,20± 0,38 54,14± 0,41 55,81± 0,50 1 31,99 35,30 45,22 50,15 53,28 2 29,99 35,22 45,22 51,26 53,89 P29;K52 3 30,10 36,29 41,41 52,30 54,01 Rataan 30,69±1,13 35,60± 0,60 43,95± 2,20 51,24± 1,08 53,71± 0,39 1 31,99 39,39 53,10 55,47 57,38 2 29,99 39,22 33,39 55,58 56,37 P33;K21 3 30,10 39,22 52,09 53,68 57,96 Rataan 30,69±1,13 39,28± 0,10 52,86± 0,68 54,91± 1,07 57,24± 0,80 1 31,990 41,409 55,725 58,063 59,393 2 29,986 39,899 54,862 56,545 58,830 P33;K36 3 30,098 39,179 56,804 58,048 60,242 Rataan 30,69±1,13 40,34± 1,14 55,80± 0,97 57,55± 0,87 59,49± 0,71 1 31,99 42,96 57,31 58,95 66,84 2 29,99 42,42 54,29 60,80 65,08 P32;47 3 30,10 41,16 56,19 60,44 66,40 Rataan 30,69±1,13 42,18±0,09 55,93± 1,53 60,06± 0,98 66,11± 0,92
50 62,03 63,17 63,21 62,81± 0,67 63,35 64,54 64,89 64,26± 0,81 57,05 57,31 57,52 57,29± 0,24 65,07 65,44 65,62 65,38± 0,28 66,659 66,444 67,703 66,94± 0,67 73,39 72,74 72,88 73,00± 0,34
60 66,80 67,49 67,27 67,19± 0,35 67,13 68,03 66,05 67,07± 0,99 64,14 64,65 64,25 64,35± 0,27 71,41 70,30 72,59 71,43± 1,15 74,176 76,464 76,607 75,75± 1,36 76,82 77,69 77,54 77,35± 0,47
Lampiran 10. Aktivitas lipase pada berbagai waktu pengamatan (U/ml) Waktu Pengamatan (hari ke -) Perlakuan Ulangan 0 10 20 30 40 P28;K21 1 0,07 0,10 0,12 0,12 0,12 2 0,06 0,11 0,11 0,12 0,12 3 0,08 0,10 0,11 0,12 0,12 Rataan 0,07±0,01 0,11± 0,00 0,11± 0,00 0,12± 0,00 0,12± 0,00 P29;K36 1 0,07 0,11 0,11 0,11 0,11 2 0,06 0,11 0,11 0,12 0,12 3 0,08 0,10 0,11 0,11 0,12 Rataan 0,07±0,01 0,11± 0,00 0,11± 0,00 0,11± 0,00 0,12± 0,00 P29;K52 1 0,07 0,07 0,10 0,10 0,11 2 0,06 0,07 0,10 0,11 0,11 3 0,08 0,08 0,10 0,11 0,11 Rataan 0,07±0,01 0,07± 0,00 0,10± 0,00 0,11± 0,00 0,11± 0,00 P33;K21 1 0,07 0,11 0,11 0,12 0,12 2 0,06 0,11 0,12 0,12 0,12 3 0,08 0,11 0,12 0,12 0,12 Rataan 0,07±0,01 0,11± 0,00 0,12± 0,00 0,12± 0,00 0,12± 0,00 P33;K36 1 0,07 0,09 0,10 0,11 0,12 2 0,06 0,09 0,10 0,11 0,12 3 0,08 0,08 0,11 0,11 0,12 Rataan 0,07±0,01 0,08± 0,08 0,11± 0,00 0,11± 0,00 0,12± 0,00 P32;47 1 0,07 0,07 0,10 0,11 0,11 2 0,06 0,07 0,11 0,11 0,12 3 0,08 0,08 0,11 0,11 0,11 Rataan 0,07±0,01 0,07± 0,07 0,11± 0,01 0,11± 0,00 0,12± 0,00
50
60 0,12 0,12 0,12 0,13 0,12 0,12 0,12± 0,00 0,12± 0,00 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12± 0,00 0,12± 0,00 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11± 0,00 0,11± 0,00 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12± 0,00 0,12± 0,00 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12± 0,00 0,12± 0,00 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12± 0,00 0,12± 0,00
78
Lampiran 11. Laju pertumbuhan harian (Lph) dan efisiensi pakan yang dipelihara dengan pemberian pakan berbeda Bobot awal Bobot akhir Lph Perlakuan Ulangan (g/10 ekor) (g/10 ekor) (%) 1 244,70 1260,00 2,77 2 241,10 1291,90 2,84 P28;K21 3 242,30 1240,20 2,76 Rataan 242,70±1,83 1264,03±26,09 2,79± 0,04 1 240,40 1321,30 2,88 2 241,90 1272,50 2,81 P29;K36 3 250,20 1283,90 2,76 244,17±5,28 1292,57±25,53 2,82± 0,06 Rataan 1 243,50 1161,50 2,64 2 241,00 1154,70 2,65 P29;K52 3 253,00 1131,70 2,55 Rataan 244,83±4,65 1149,30±15,62 2,61± 0,05 1 250,50 1392,30 2,90 2 233,40 1342,70 2,96 P33;K21 3 232,30 1413,80 3,06 238,73±10,21 1382,93±36,46 2,97± 0,08 Rataan 1 241,70 1442,80 3,02 2 242,00 1491,50 3,08 P33;K36 3 241,90 1482,80 3,07 Rataan 241,87±8,67 1472,37±25,97 3,06± 0,03 1 223,10 1503,50 3,23 2 230,70 1495,10 3,16 P32;K47 3 231,20 1492,10 3,16 228,33±4,54 1496,90±5,91 3,18± 0,04 Rataan
ikan gurame Efisiensi pakan (%) 69,98 71,86 68,26 70,03± 1,80 72,43 71,33 71,46 71,74±0,60 65,95 62,48 64,27 64,24 ± 1,74 81,09 79,12 83,67 81,29± 2,28 87,70 86,02 86,72 86,81± 0,84 88,86 90,25 89,80 89,63± 0,71
Lampiran 12. Kadar glukosa darah ikan gurame pada uji toleransi glukosa Waktu pengukuran setelah injeksi glukosa Perlakuan Ulangan 0 1 2 3 4 1 51,22 313,11 260,34 273,05 189,98 2 48,29 291,12 263,27 257,61 193,89 3 50,24 286,95 268,65 248,62 180,70 P29;K21 4 49,76 308,71 251,78 260,83 191,94 5 46,82 300,41 266,21 255,46 208,06 Rataan 49,27±1,73 300,06±11,15 262,05±6,54 259,11±8,98 192,92±9,86 1 47,71 231,84 231,84 137,56 118,09 2 48,33 251,31 251,31 126,94 107,02 3 53,91 236,26 236,26 128,71 111,45 P29;K36 4 54,35 256,80 236,80 136,23 112,33 5 50,46 245,44 246,44 133,58 109,23 Rataan 50,95±3,08 244,33±10,33 240,53±8,05 132,60±4,64 111,62±4,16 1 53,19 235,45 188,64 80,92 65,47 2 45,01 240,90 189,55 88,19 70,01 3 45,01 216,81 189,10 92,74 61,38 P28;K52 4 48,20 225,90 194,55 79,10 68,65 5 50,01 234,08 197,73 86,37 65,01 Rataan 48,29±3,48 230,63±9,41 191,9141±4,03 85,46±5,53 66,10±3,38
5 82,00 98,66 100,57 83,47 105,95 94,13±10,75 84,01 74,27 84,45 74,27 90,20 81,44±6,99 59,56 60,47 54,10 55,92 58,19 57,65±2,62
7 50,99 46,82 58,06 49,27 55,62 52,15±4,41 56,12 53,46 48,60 53,91 56,56 53,73±3,17 50,92 51,38 45,01 46,83 49,56 48,74±2,74
Lanjutan lampiran 12. Perlakuan
P33;K21
P33;K36
P32;K47
Ulangan 1 2 3 4 5 Rataan 1 2 3 4 5 Rataan 1 2 3 4 5 Rataan
0 48,49 52,73 47,96 53,26 52,20 50,93± 2,52 38,17 41,04 44,39 42,96 37,09 40,73± 3,09 32,74 44,40 35,43 39,92 38,12 38,12± 4,44
1 289,38 300,06 288,59 300,56 290,03 293,73± 6,035 295,56 288,38 283,45 291,97 276,72 287,22± 7,38 262,53 270,48 286,98 283,73 272,07 275,16± 10,05
Waktu pengukuran setelah injeksi glukosa 2 3 4 227,55 144,35 94,53 238,15 144,88 106,19 225,89 132,09 103,54 232,85 152,37 98,70 239,28 147,53 110,96 232,75± 6,04 144,24± 7,50 102,79± 6,40 234,96 147,87 82,22 229,70 144,95 85,09 232,09 130,10 70,73 215,33 134,41 68,33 228,07 142,07 76,47 228,03± 7,56 139,88± 7,41 76,57± 7,19 189,27 85,66 53,37 189,27 89,25 58,30 193,75 85,21 65,48 191,51 90,60 53,82 192,85 78,04 57,86 191,33± 2,05 85,75± 4,89 57,77± 4,87
5
7
73,33 66,97 68,03 71,21 70,15 69,94± 2,53 57,80 60,67 57,31 54,45 57,80 57,61± 2,21 53,50 49,92 50,37 51,71 51,26 51,35± 1,40
46,31 46,84 55,85 55,32 44,72 49,80± 5,33 42,00 40,56 40,08 47,74 43,91 42,86± 3,11 35,29 40,81 38,12 35,43 36,78 37,29± 2,28
Lampiran 13.
Kadar glukosa darah ikan gurame pada uji toleransi insulin glukosa Waktu pengukuran setelah injeksi glukosa Perlakuan Ulangan 0 1 2 3 4 1 51,22 261,81 212,72 167,51 92,26 2 48,29 278,91 196,34 178,26 86,14 3 50,24 262,23 192,92 180,70 109,37 P29;K21 4 49,76 265,72 203,18 176,79 96,66 5 46,82 261,55 210,51 173,37 102,04 Rataan 49,27±1,73 266,04±7,39 203,13±8,+62 175,33±5,11 97,29±8,92 1 47,71 227,41 193,77 110,56 79,58 2 48,33 230,07 189,79 118,09 73,83 3 53,91 231,84 185,36 105,69 87,28 P29;K36 4 54,35 234,49 200,59 117,64 74,71 5 50,46 230,07 185,36 107,02 71,61 Rataan 50,953±3,08 230,78±2,61 190,98±6,42 111,80±5,82 77,40±6,24 1 53,19 190,45 107,73 83,19 66,83 2 45,01 213,18 110,92 79,10 64,10 3 45,01 200,45 105,92 80,46 62,28 P28;K52 4 48,20 201,36 112,73 79,56 60,47 5 50,01 195,90 114,55 76,83 69,10 Rataan 48,29±3,48 200,27±8,42 110,37±3,54 79,83±2,31 64,56±3,46
5
7
51,22 56,11 51,22 52,69 54,53 53,15±2,14 63,64 71,61 68,96 68,07 68,51 68,16±2,88 60,98 58,19 59,10 49,10 53,65 56,21±4,80
49,27 44,87 49,27 46,82 47,80 47,61±1,85 48,15 37,53 48,60 38,86 45,94 43,82±5,25 44,11 43,20 40,01 44,56 40,47 42,47±2,10
Lanjutan Lampiran 13. Perlakuan Ulangan
P33;K21
P33;K36
P32;K47
1 2 3 4 5 Rataan 1 2 3 4 5 Rataan 1 2 3 4 5 Rataan
0 48,49 52,73 47,96 53,26 52,20 50,93±2,50 38,17 41,04 44,39 42,96 37,09 40,73±3,09 32,74 44,40 35,43 39,92 38,12 38,12±4,44
1 233,91 213,77 216,42 225,43 221,19 222,15±7,95 189,00 196,18 202,88 186,49 188,52 192,61±6,81 124,82 142,04 125,58 138,90 135,45 133,36±7,81
Waktu pengukuran setelah injeksi glukosa 2 3 4 183,04 142,23 74,39 182,51 147,53 84,53 198,93 134,81 93,47 200,30 141,70 78,63 190,45 141,35 77,04 191,05±8,45 141,52±4,52 81,62±7,60 127,23 94,19 65,94 136,86 97,06 67,85 118,61 84,13 66,47 132,97 90,84 71,68 131,54 91,32 67,85 129,44±6,97 91,51±4,82 67,96±2,25 89,25 60,10 56,51 94,18 59,20 53,37 74,14 64,14 52,47 74,90 69,97 55,17 80,73 63,24 54,27 82,64±8,88 63,33±4,25 54,358±1,57
5 62,20 66,97 73,33 63,79 69,62 67,19±4,48 62,59 59,24 55,40 62,11 59,71 59,81±2,86 50,23 48,44 53,37 51,13 50,68 50,77±1,78
7 43,26 44,85 43,79 49,24 46,44 45,52±2,41 39,60 44,87 49,66 44,39 42,00 44,10±3,75 40,37 38,57 37,23 35,43 38,12 37,94±1,81
83
Lampiran 14. Kadar trigliserida darah ikan gurame pada uji toleransi glukosa dan uji toleransi insulin glukosa Waktu pengukuran setelah uji (jam) Uji toleransi insulin Perlakuan Ulangan glukosa Sebelum uji Uji toleransi glukosa 0 3 3 1 254,09 174,37 146,48 2 258,73 161,13 154,23 P29;K21 3 244,79 153,38 152,68 Rataan 252,54±7,10 162,96±10,61 151,13±4,10 1 269,58 165,21 168,17 2 286,62 185,35 174,37 P29;K36 3 295,92 182,25 169,72 Rataan 284,04±13,36 177,61±10,85 170,75±3,23 1 207,61 158,17 182,82 2 190,28 150,28 189,01 P28;K52 3 195,21 148,73 186,62 Rataan 197,70±8,93 152,39±5,06 186,15±3,13 1 223,10 114,65 143,38 2 229,16 115,35 130,99 P33;K21 3 240,14 120,85 137,18 Rataan 230,80±8,64 116,95±3,39 137,18±6,20 1 261,31 158,03 205,96 2 252,54 150,28 198,66 P33;K36 3 268,03 147,89 189,91 Rataan 260,62±7,77 152,07±5,30 198,18±8,03 1 242,25 185,92 229,30 2 228,87 181,27 246,34 P32;K47 3 232,96 178,52 232,39 Rataan 234,70±6,86 181,90±3,74 236,01±9,08
84
Lampiran 15. Kadar glikogen hati dan otot ikan gurame pada uji toleransi glukosa Jenis sampel dan waktu pengukuran setelah injeksi glukosa (jam) Perlakuan Ulangan Hati Otot 0 3 0 3 1 11,52 12,37 6,72 6,52 2 11,35 12,37 6,59 6,44 P29;K21 3 12,03 12,20 6,35 6,61 11,63±0,35 12,31±0,98 6,56±0,12 6,52±0,09 1 12,62 13,64 7,13 7,23 2 12,42 13,64 6,92 7,13 P29;K36 3 13,23 13,44 7,02 7,33 Rataan 12,76±0,42 13,57±0,12 7,02±0,10 7,23±0,10 1 14,89 14,19 7,97 7,92 2 13,84 14,89 7,79 7,62 P28;K52 3 15,58 14,89 7,97 7,09 Rataan 14,77±0,88 14,65±0,40 7,91±0,10 7,54±0,42 1 15,93 15,93 7,97 7,75 2 16,28 16,28 7,62 7,92 P33;21 3 15,24 16,24 7,62 7,57 Rataan 15,82±0,53 16,15±0,19 7,73±0,20 7,75±0,17 1 16,52 17,32 8,62 7,20 2 17,32 17,86 9,39 8,66 P33;36 3 18,79 17,86 8,62 9,39 Rataan 17,54±1,15 17,68±0,31 8,88±0,45 8,42±1,12 1 17,71 17,86 9,39 10,85 2 18,25 18,47 8,62 10,12 P32;K47 3 18,25 17,86 8,62 9,39 Rataan 18,07±0,31 18,07±0,35 8,88±0,45 10,12±0,73
85
Lampiran 16. Kadar glikogen hati dan otot ikan gurame pada uji toleransi insulin Jenis sample dan waktu pengukuran setelah injeksi insulin glukosa (jam) Perlakuan Ulangan Hati Otot 0 3 0 3 1 11,52 11,69 6,72 6,98 2 11,35 12,03 6,59 6,93 P29;K21 3 12,03 11,86 6,35 6,98 Rataan 11,63±0,35 11,86±0,17 6,56±0,12 6,96±0,03 1 12,62 12,82 7,13 7,57 2 12,42 13,23 6,92 7,52 P29;K36 3 13,23 13,03 7,02 7,57 Rataan 12,76±0,42 13,03±0,20 7,02±0,10 7,55±0,03 1 14,89 16,24 7,97 8,62 2 13,84 15,24 7,79 9,24 P28;K52 3 15,58 15,26 7,97 8,97 Rataan 14,77±0,88 15,58±0,57 7,91±0,10 8,94±0,31 1 15,93 14,19 7,97 8,92 2 16,28 13,84 7,62 8,27 P33;21 3 15,24 15,23 7,62 8,29 Rataan 15,82±0,53 14,42±0,73 7,73±0,20 8,49±0,37 1 16,52 17,32 8,62 9,20 2 17,32 17,32 9,39 8,93 P33;36 3 18,79 16,86 8,62 8,93 Rataan 17,54±1,15 17,17±0,27 8,88± 0,45 9,02±0,16 1 17,71 18,83 9,39 9,93 2 18,25 18,78 8,62 10,39 P32;K47 3 18,25 17,84 8,62 9,66 Rataan 18,07±0,31 18,49±0,56 8,88± 0,45 9,99±0,37
86
Lampiran 17. Kadar insulin darah ikan gurame pada uji toleransi glukosa Waktu pengukuran setelah uji toleransi glukosa (jam) Perlakuan Ulangan 0 1 2 1 7,57 8,58 8,76 2 7,58 8,07 8,87 P29;K21 3 7,63 8,47 8,13 Rataan 7,59± 0,03 8,37± 0,27 8,59± 0,40 1 7,59 9,27 9,57 2 7,64 9,69 9,43 P29;K36 3 7,58 9,50 9,85 Rataan 7,60± 0,03 9,49± 0,21 9,62± 0,22 1 7,77 9,75 9,72 2 7,72 9,45 9,17 P28;K52 3 7,79 9,91 10,85 Rataan 7,76± 0,04 9,70± 0,24 9,91± 0,86 1 7,62 9,82 10,42 2 7,65 9,00 9,83 P33;21 3 7,68 9,20 9,62 Rataan 7,65± 0,03 9,34± 0,43 9,96±0,42 1 7,71 10,24 10,82 2 7,80 9,36 10,89 P33;36 3 7,81 10,90 9,10 Rataan 7,77± 0,05 10,17± 0,78 10,27±1,02 1 7,98 10,08 10,27 2 7,91 10,48 10,40 P32;K47 3 7,84 10,37 10,22 Rataan 7,91± 0,07 10,31± 0,20 10,30± 0,09
Lampiran 18. Koefisien kecernaan nutrien pakan (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari Perlakuan
K20;35;48
K35;35;48
K35;48;48
K48;48;48
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3
Protein 94,55 94,90 94,73 94,73±0,18 93,34 92,49 92,93 92,92±0,43 91,24 92,76 92,06 92,02±0,76 89,85 89,39 89,62 89,62±0,23
pakan yang
Waktu pengukuran (hari setelah pemberian pakan uji) dan koefisien kecernaan nutrien pakan (%) 20 50 80 Karbohidrat Lemak Protein Karbohidrat Lemak Protein Karbohidrat 38,72 92,86 93,28 81,63 91,40 91,17 95,37 40,97 92,30 93,01 82,28 93,16 92,26 95,66 39,90 92,57 93,14 81,97 92,31 91,74 95,52 39,86±1,13 92,58±0,28 93,15±0,13 81,96±0,33 92,29±0,88 91,72±0,55 95,51±0,15 73,80 89,37 93,31 81,86 93,85 91,66 95,34 71,51 90,88 92,68 80,40 94,49 91,46 95,16 72,71 90,09 93,01 81,16 94,16 91,57 95,25 72,67±1,15 90,11±0,76 93,00±0,32 81,14±0,73 94,17±0,32 91,56±0,10 95,25±0,09 72,31 89,25 93,51 86,31 82,42 91,79 95,45 76,33 90,20 94,41 87,52 88,47 91,81 95,29 74,48 89,76 93,99 86,95 85,63 91,80 95,37 74,37±2,01 89,74±0,47 93,97±0,45 86,92±0,61 85,51±3,02 91,80±0,01 95,37±0,08 82,48 85,06 91,24 88,65 88,17 91,41 96,01 85,50 82,46 91,71 89,31 85,32 91,99 96,27 83,98 83,77 91,49 89,00 86,68 91,71 96,14 83,99±1,51 83,77±1,30 91,48±0,24 88,99±0,33 86,73±1,43 91,70±0,29 96,14± 0,13
Lemak 89,36 92,28 90,89 90,85±1,46 90,73 91,85 91,28 91,29±0,56 92,29 90,33 91,31 91,31±0,98 91,47 89,13 90,26 90,29±1,17
Lampiran 19. Kadar glukosa dan insulin darah ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari Waktu pengukuran (jam setelah pemberian pakan uji) dan parameter uji Perlakuan Ulangan 20 50 80 Glukosa darah Insulin darah Glukosa darah Insulin darah Glukosa darah Insulin darah 1 48,65 7,55 54,08 8,88 56,34 9,84 2 50,43 8,09 59,47 8,68 56,88 9,77 3 48,57 7,92 52,43 8,41 54,64 9,97 K20;35;48 4 50,70 7,27 54,13 8,74 53,41 9,77 5 52,35 7,34 54,18 8,55 56,56 9,81 50,14±1,58 7,64±0,39 54,86±2,68 8,65±0,18 55,57±1,48 9,83±0,08 1 47,99 7,63 52,28 8,97 55,15 9,46 2 49,75 7,98 54,71 8,73 59,73 9,82 3 49,10 7,98 55,44 8,79 55,44 9,15 K35;35;48 4 46,85 7,86 57,89 8,88 58,77 9,61 5 48,72 8,19 52,55 8,07 60,47 9,80 48,48±1,14 7,93±0,20 54,57±2,30 8,69±0,36 57,91±2,46 9,57± 0,28 1 46,37 7,90 55,51 8,90 60,28 9,53 2 46,94 8,54 52,41 8,81 57,66 9,19 3 49,08 7,91 58,66 8,93 55,56 9,16 K35;48;48 4 47,15 7,87 56,37 8,74 58,92 9,03 5 48,27 7,96 53,53 8,85 58,58 9,21 47,56±1,09 8,03±0,28 55,30±2,45 8,85±0,07 58,20±1,75 9,22±0,18 1 42,76 8,34 50,20 8,74 58,57 9,03 2 45,35 8,19 58,29 9,19 58,20 9,27 3 43,93 8,01 50,95 9,45 61,33 9,26 K48;48;48 4 44,42 8,41 56,23 8,33 58,57 8,96 5 44,15 8,63 52,71 8,19 57,69 9,21 44,12±0,94 8,32±0,23 53,67±3,47 8,78±0,54 58,87±1,42 9,15±0,14
Lampiran 20. Kadar glikogen hati dan otot ikan yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuailan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari Waktu pengukuran (jam setelah pemberian pakan uji) dan parameter uji Perlakuan Ulangan 20 50 80 Glikogen hati Glikogen otot Glikogen hati Glikogen otot Glikogen hati Glikogen otot 1 16,70 7,89 18,90 9,02 18,71 9,53 2 16,67 7,44 18,22 9,61 19,44 9,51 K20;35;48 3 15,63 7,78 19,40 9,20 20,01 9,12 16,33±0,61 7,70±0,23 18,84±0,59 9,28±0,30 19,39±0,65 9,39±0,23 1 17,81 8,29 18,24 9,24 18,35 9,29 K35;35;48 2 17,27 7,91 18,73 9,07 19,51 9,17 3 18,78 7,28 19,03 9,41 19,01 9,51 17,95±0,77 7,83±0,51 18,66±0,40 9,24±0,17 18,96±0,58 9,32±0,17 1 18,34 7,78 18,89 9,85 20,38 10,57 2 17,92 7,80 19,34 9,60 18,90 9,97 K35;48;48 3 17,74 8,20 18,70 9,55 19,27 11,16 18 ,00±0,31 7,92±0,24 18,97±0,33 9,67±0,16 19,51±0,77 10,57±0,59 1 19,17 8,68 19,34 9,12 20,01 10,48 2 18,11 8,95 19,11 9,51 19,72 10,50 K48;48;48 3 18,24 8,97 19,30 9,55 19,75 10,97 18,51±0,58 8,87±0,16 19,25±0,12 9,39±0,24 19,83±0,16 10,65±0,28
90
Lampiran 21. Retensi protein (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencerna an selama 80 hari Perlakuan Ulangan Jumlah protein tubuh ikan (g) Awal Akhir 1 45,60 246,27 K20;35;48 2 46,25 245,79 3 44,95 247,20 Rataan 45,60± 0,65 246,42± 0,72 1 46,09 235,64 2 K35;35;48 45,60 235,75 3 47,38 233,86 Rataan 46,36± 0,92 235,08± 1,06 1 45,93 224,99 2 46,09 224,49 K35;48;48 3 45,44 222,62 Rataan 45,82± 0,34 224,03± 1,25 1 47,38 225,28 2 45,76 224,32 K48;48;48 3 45,76 225,10 Rataan 46,30± 0,93 224,90± 0,51
Masukan protein dari pakan (g) 420,85 418,87 423,10 420,94± 2,2 415,12 412,85 414,89 414,29± 1,25 425,10 415,63 425,59 422,11± 5,61 431,36 434,96 426,26 430,86± 4,37
Retensi protein (%) 47,68 47,64 47,80 47,71± 0,08 45,66 46,06 44,95 45,56± 0,56 42,12 42,92 41,63 42,23± 0,65 41,24 41,05 42,07 41,46± 0,54
91
Lampiran 22. Retensi lemak (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari Perlakuan Ulangan Jumlah lemak tubuh ikan (g) Masukan lemak Retensi lemak Awal Akhir dari pakan (g) (%) 1 16,60 166,82 85,70 175,29 K20;35;48 2 16,83 166,50 85,44 175,18 3 16,36 167,45 86,16 175,36 Rataan 16,50±0,24 166,93±0,49 85,77±0,37 175,28±0,01 1 16,77 142,45 69,53 180,75 K35;35;48 2 16,60 142,52 69,26 181,81 3 17,24 141,37 69,44 178,76 Rataan 16,87±0,34 142,11±0,64 69,41±0,14 180,44±1,55 1 16,71 135,59 53,90 220,55 K35;48;48 2 16,77 135,29 52,74 224,71 3 16,54 134,16 54,20 217,00 Rataan 16,68±0,12 135,01±0,75 53,62±0,77 220,75± 3,86 1 17,24 124,44 40,21 266,58 2 16,66 123,91 40,55 264,51 K48;48;48 3 16,66 124,35 39,74 271,01 Rataan 16,85±0,34 124,23±0,28 40,17±0,41 267,36±3,32
92
Lampiran 23. Retensi energi (%) ikan gurame yang dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari Perlakuan Ulangan Jumlah energi Awal 1 295,81 K20;35;48 2 300,00 3 291,61 Rataan 295,81±4,20 1 298,95 2 K35;35;48 295,81 3 307,34 Rataan 300,70±5,97 1 297,90 2 298,95 K35;48;48 3 294,76 Rataan 297,20±2,18 1 307,34 2 296,85 K48;48;48 3 296,85 Rataan 300,35±6,06
tubuh ikan (g) Akhir 2225,20 2220,90 2233,63 2226,58±6,47 1998,82 1999,79 1983,75 1994,12±8,99 1909,70 1905,46 1889,58 1901,58±10,61 1826,20 1818,39 1824,79 1823,12±4,16
Masukan energi dari pakan (g) 3370,35 3354,47 3388,35 3371,06±16,95 3325,75 3307,62 3323,95 3319,11±9,99 3403,75 3328,00 3407,76 3379,84±44,94 3452,25 3481,10 3411,43 3448,26±35,00
Retensi energi (%) 57,25 57,26 57,32 57,28±0,04 51,11 51,52 50,43 51,02±0,55 47,35 48,27 46,80 47,48±0,74 44,00 43,71 44,79 44,16±0,56
Lampiran 24. Laju pertumbuhan harian (Lph), konsumsi pakan, dan efisiensi pakan ikan gurame dipelihara dengan pemberian karbohidrat pakan yang disesuaikan dengan perubahan enzim pencernaan selama 80 hari Perlakuan Ulangan Bobot awal (g/10 ekor) Bobot akhir (g/10 ekor) Lph (%) Konsumsi pakan (g) Efisiensi pakan (%) 1 282,20 1395,04 2,02 1314,28 84,67 2 286,10 1392,15 2,00 1308,08 84,56 K20;35;48 3 278,40 1400,70 2,04 1321,30 84,94 Rataan 282,23± 3,85 1395,96± 4,35 2,02± 0,02 1314,55± 6,62 84,72± 0,20 1 285,20 1369,98 2,02 1296,30 83,68 2 282,30 1370,70 1,98 1289,23 84,42 K35;35;48 3 293,30 1358,90 2,00 1295,60 82,25 Rataan 286,93± 5,70 1366,53± 6,61 2,00± 0,03 1293,71± 3,90 83,45± 1,11 1 284,20 1342,90 1,94 1327,65 79,74 2 285,50 1339,70 1,97 1298,10 81,21 K35;48;48 3 281,30 1327,70 1,96 1329,20 78,72 Rataan 283,67± 2,15 1336,77± 8,01 1,96± 0,01 1318,32± 17,53 79,89± 1,13 1 293,10 1326,60 1,95 1347,36 76,71 2 283,20 1320,50 1,96 1358,62 76,35 K48;48;48 3 283,50 1325,50 1,96 1331,43 78,26 Rataan 286,60±5,63 1324,20± 3,25 1,96± 0,02 1345,80± 13,66 77,11± 1,02