TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Predator Entomofaga merupakan istilah dari bahasa Yunani (Entomon= insect: phagein= to eat) yaitu kelompok organisme yang menjadikan serangga sebagai makanannya untuk tumbuh dan berkembang. Yang termasuk salah satu serangga entomofaga yang berperan sebagai pengendali serangga hama adalah serangga predator (Bosch et al. 1982). Predator memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) secara ekologi, predator memiliki fungsi penting karena dapat menyebabkan mortalitas tinggi terhadap mangsanya, 2) membinasakan atau melumpuhkan mangsa sebelum mengkonsumsi, 3) mengejar dan membunuh mangsa, 4) membunuh mangsa hanya untuk dirinya sendiri dengan cara mengunyah dan menghisap cairan tubuh mangsanya secara cepat, 5) membutuhkan mangsa dalam jumlah banyak selama hidupnya, 6) secara relatif memiliki ukuran tubuh lebih besar dari mangsanya, 7) memiliki kemampuan daya jelajah yang luas, 8) mampu mengatasi dan mengelabui mangsanya yang akif, 9) organ tubuh berkembang baik sehingga dapat bergerak cepat atau terbang jauh serta memiliki embelan yang memungkinkan melakukan fungsi yang lebih dari yang dimiliki serangga pada golongan lainnya, 10) beberapa memproduksi racun, 11) ada heteroeisme, 12) umumnya generalis, 13) beberapa mampu beradaptasi pada lingkungan yang ekstrim (Bosch et al. 1982: Taylor 1984; New 1991). Secara umum serangga yang berperan sebagai predator dapat ditemukan baik pada fase nimfa atau larva maupun fase imago, tetapi ada juga beberapa serangga predator yang hanya fase larva saja yang beperan sebagai predator, sebagai contoh adalah lalat Syrphidae yang memangsa kutu daun (Bosch et al. 1982). Beberapa ordo dan famili serangga yang dikenal sebagai predator penting yaitu: dari Ordo Diptera: Famili Syrphidae, Ordo Coleoptera: Famili Coccinellidae, Ordo Heteroptera: Famili Reduviidae, Ordo Neuroptera: Famili Chrysopidae, Ordo Odonata: Famili Libellulidae, dan Ordo Mantodea: Famili Mantidae (Hagen 1987; New 1991).
4 Perilaku Pemangsaan Predator Secara umum tahapan kejadian predator dalam menemukan mangsanya meliputi 1) pencarian dan pengarahan terhadap suatu mangsa, 2) pengejaran, 3) penangkapan
dan
4) makan (New 1991). Predator memiliki metode yang
bervariasi dalam menemukan mangsanya, mengejar mangsa dan atau diam (menunggu) tetapi menjerat mangsa dengan umpan ( New 1991 ). Beberapa strategi predator saat menangkap mangsa mencakup: 1. Diam-Menunggu, serangga predator laba-laba menangkap mangsa dengan cara menjerat menggunakan jaringnya. Serangga tersebut memiliki perilaku diam, menunggu dan memakan mangsa yang hanya terjerat dalam jaringnya. Serangga tipe ini memiliki tungkai yang panjang untuk menjaga jarak dari mangsa yang berbahaya, dan membuat jaring ditempat yang terdapat banyak mangsa. Perilaku diam dan menunggu akan menghasilkan periode puasa yang panjang, dan predator tersebut biasanya memiliki kapasistas yang luar biasa dalam menahan lapar. 2. Menyergap, predator diam pada suatu bunga, dan menunggu kehadiran serangga mangsa yang sedang mencari pollen/ nektar. Selama diam di dalam bunga predator tersebut melakukan kripsis, apabila serangga mangsa tersebut sudah mendekat, maka secara tiba-tiba predator tersebut menyergap, menangkap dan memangsanya. 3. Insinuasi, serangga predator secara perlahan berusaha menenangkan mangsanya (mangsa yang aktif) dengan menggunakan tungkai, setelah mangsa cukup tenang, maka predator menghisap cairan mangsanya. 4. Teknik umpan dan menangkap. Kepik pembunuh, predator menghisap rayap, kemudian dengan membawa tubuh rayap yang sudah keriput mendekati koloni rayap. Beberapa anggota rayap keluar dari koloni untuk mengambil (menguraikan) tubuh rayap yang sudah mati, tetapi predator semakin menjauhi koloni dan beberapa anggota rayap terus mengikuti. Setelah menjauh dari koloni maka predator tersebut memangsa anggota rayap yang mengikutinya.
5 5. Predator terbang (Ordo Odonata dan Ordo Diptera), memiliki daya penglihatan yang baik untuk memburu, predator tersebut memiliki perilaku diam di tempat yang agak tinggi, mengintai mangsanya dan bergerak hanya pada saat menangkap mangsa dengan demikian dapat mengefisienkan energi. 6. Kleptoparasitisme, predator yang mendapat mangsa dengan cara mencuri dari serangga lain.
Tahapan Penemuan Mangsa oleh Predator Predator memiliki beberapa tahapan dalam menemukan mangsanya. Faktor kimia dan faktor fisik merupakan hal utama yang menuntun predator dalam menemukan mangsanya. Hagen (1987) dan New (1991), menjelaskan tahapan penemuan mangsa oleh predator yang terdiri dari penemuan habitat mangsa, penemuan mangsa, penerimaan mangsa dan kesesuaian mangsa. a. Penemuan Habitat Mangsa Kemoreseptor (olfaksi) adalah indera utama yang mengarahkan predator menuju habitat yang sesuai yang terdapat banyak mangsa, kairomon yang volatil biasanya berfungsi sebagai atraktan jarak jauh bagi predator dari semua ordo. Selain kimia,
tuntunan fisik seperti warna, bentuk, tekstur habitat dapat
membantu predator dalam menemukan habitat mangsa. b. Penemuan Mangsa Serangga predator dapat menemukan mangsanya melalui dua hal yaitu secara fisik dan stimuli kimia. Indera penglihatan (vision) merupakan salah satu faktor fisik yang penting dalam penemuan mangsa, khususnya untuk serangga predator Mantidae, Odonata, Heteroptera, Diptera dan Coleoptera. Selain daya lihat, serangga predator juga dapat menggunakan antena yang berfungsi sebagai penerima rangsangan, contohnya Geocoris punctipes Say. (Hemiptera: Lygaeidae) mampu mendeteksi keberadaan telur Trichoplusiani sp. (Lepidoptera: Noctuidae) melalui antenanya. Kairomon merupakan stimuli kimia yang membantu serangga
6 predator menemukan mangsanya. Sebagai contoh, larva Aphidoletes aphidiomyza (Homoptera: Aphididae) dapat menemukan kutu daun melalui aroma embun madu yang merupakan ekskresi dari kutu daun tersebut, kemudian imago Syrphidae meletakkan telur pada tempat yang banyak mengandung embun madu. c. Penerimaan Mangsa Ukuran, bentuk, pergerakan, suara, dan faktor kimia internal-eksternal dari mangsa merupakan stimulan bagi serangga predator untuk menerima mangsanya. Beberapa serangga predator melalui antenanya dapat menemukan mangsa kemudian mencicipi mangsa untuk memeriksa kesesuaian mangsa tersebut. Apabila mangsa tersebut sesuai maka predator akan melanjutkan pemangsaan tetapi apabila tidak sesuai maka predator akan menolak mangsa tersebut. d. Kesesuaian Mangsa Apabila suatu mangsa telah diterima oleh predator, maka predator akan meneruskan memakan mangsa tersebut sebagai sarana untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi predator, namun apabila mangsa tersebut tidak sesuai maka reaksi yang terjadi akan berbeda untuk setiap predator, 1) predator langsung memuntahkan mangsa tersebut, 2) predator seketika mengalami kematian disebabkan kandungan racun pada mangsa, 3) predator tetap hidup namun dengan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat lambat, dan apabila berhasil mencapai imago maka lama hidupnya akan singkat dan memiliki fekunditas dan fertilitas yang sangat rendah.
Predator Famili Reduviidae Famili Reduviidae merupakan famili yang cukup besar. Sebagian besar anggota dari famili ini bersifat sebagai predator, oleh karena itu serangga ini dikenal sebagai “kepik pembunuh” atau “pengisap darah” karena cara hidupnya adalah dengan menghisap cairan darah dari mangsanya (Clausen 1940; Richards & Davies 1977). Terdapat kurang lebih 3000 spesies Reduviidae yang terdiri dari 29 subfamili. Subfamili Harpactorinae merupakan subfamili yang terbesar dengan
7 anggota lebih dari 1000 spesies. Serangga tersebut mempunyai kelimpahan yang tinggi sehingga dapat ditemukan di setiap daerah (Matheson 1951; Richards & Davies 1977). Kepik Reduviidae biasa hidup disekitar semak-semak, tanaman herba, dan daun-daunan (Richards & Davies 1977). Mangsa utama dari serangga ini adalah larva Lepidoptera, lundi, kutu tanaman, dan hama-hama lainnya (Matheson 1951). Beberapa dari serangga ini juga dapat menjadi vektor penyakit, sebagai contoh yaitu penyakit chagas yang ditularkan oleh Rhodnius prolixus Stal. (Hemiptera: Reduviidae) di Amerika (Richards & Davies 1977). Famili Reduviidae dapat dikenali dengan bentuk yang khas, yaitu antena seringkali memiliki segmen dengan total 40 ruas. Rostrum meruncing terdiri dari 3 segmen, tibia tungkai depan memiliki fosula hal ini berkaitan dengan daya adhesi, sedangkan bagian tarsus terdiri dari tiga segmen (Richards & Davies 1977). Kepik predator melumpuhkan mangsanya dengan mengeluarkan saliva yang beracun yang dapat menyebabkan paralisis pada mangsanya (Matheson 1951; Gillott 1995).
Predator Sycanus annulicornis Sebagai salah satu contoh dari Famili Reduviidae adalah Sycanus annulicornis yang digolongkan dalam Ordo Hemiptera: Famili Reduviidae (Kalshoven 1981). S. annulicornis merupakan kepik predator yang sangat potensial. Kepik ini dapat hidup pada berbagai agroekosistem, baik pada agroekosistem tanaman pangan, sayuran maupun perkebunan dengan kisaran mangsa yang luas, terutama dari Ordo Lepidoptera (Manley 1982). Predator S. annulicornis meletakkan telur secara berkelompok membentuk paket telur yang memanjang. Telur berbentuk jorong, berwarna coklat, dan diletakkan pada paket yang tersusun dalam beberapa baris. Telur dilapisi cairan yang berfungsi untuk merekatkan telur membentuk paket telur, selain itu cairan ini juga berfungsi untuk merekatkan paket telur tersebut pada permukaan. Cairan tersebut juga berfungsi untuk melindungi telur dari serangan musuh alami
8 predator dan parasitoid telur (Gillot 1995). Lama stadia telur yaitu antara 14-16 hari (Cahyadi 2004). Nimfa instar I berwarna jingga dengan ukuran panjang tubuh ±1,73 mm. Nimfa yang baru menetas biasanya berkumpul disekitar paket telur dengan memakan sisa-sisa telur. Lama stadia nimfa instar I yaitu 11 hari. Nimfa instar II berwarna jingga dengan ukuran ± 4,26 mm. Lama stadia nimfa instar II yaitu 8 hari. Nimfa instar III berwarna jingga dan pada seluruh tungkai terdapat bercak yang berwarna hitam. Ukuran panjang tubuh ± 8,5 mm. Lama stadia nimfa instar III yaitu 8 hari. Nimfa instar IV berwarna jingga kecoklatan dengan warna hitam pada tungkai dan toraks. Ukuran panjang tubuh ± 12-15 mm. Lama stadia nimfa instar IV yaitu 12 hari. Nimfa instar V berwarna jingga tua kecoklatan dengan warna hitam pada bagian toraks, abdomen dan keseluruhan tungkai. Ukuran panjang tubuh ± 14-15 mm. Lama stadium yaitu 19 hari (Cahyadi 2004). Imago S. annulicornis berwarna hitam dengan corak berwarna jingga pada sayap bagian depan. Imago berukuran antara 19-25 mm, dengan lama hidup yaitu 24 hari (Cahyadi 2004). Proses ganti kulit pada predator S. annulicornis ditandai dengan nimfa yang akan berganti kulit tidak beraktivitas, berwarna jingga pucat, kemudian memulai proses ganti kulit dengan menyobek eksuvia toraks bagian dorsal lalu ke bagian kepala dan instar baru akan keluar dengan cara kepala keluar terlebih dahulu diikuti tungkai bagian depan. Nimfa yang baru berganti kulit berwarna jingga pucat kemudian berubah warnanya menjadi lebih tua, sedangkan imago yang baru terbentuk berwarna coklat kehitaman (Cahyadi 2004).
Nutrisi Predator Secara umum predator memiliki mangsa yang berbeda dari segi taksa, ukuran dan kelas. Masing-masing predator memerlukan mangsa dengan nutrisi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangbiakannya. Perbedaan kualitas dan kuantitas mangsa mempengaruhi kebugaran predator.
Mangsa-
mangsa yang berkualitas bagi predator adalah yang memiliki komposisi nutrisi dan unsur penting (energi, nutrisi, dan toksin) yang mirip satu sama lain sehingga
9 dapat dijadikan sebagai kisaran mangsanya. Kesesuaian mangsa dapat dievaluasi dengan cara mempelajari pertumbuhan, perkembangan, daya tahan, dan fekunditas predator (Hagen 1987; Toft & Wise 1999). Sebagai contoh yaitu kepik Podisus maculiventris Say (Heteroptera: Pentatomidae) memerlukan mangsa yang berukuran kecil untuk perkembangan selama fase nimfa, tetapi serangga tersebut memerlukan mangsa dengan ukuran yang lebih besar untuk reproduksi dari fase imago. Contoh lainnya yaitu predator kumbang kubah merupakan predator utama dari kutu daun, namun tidak semua spesies kutu daun sesuai untuk perkembangan kumbang kubah tersebut. Beberapa kutu daun bersifat toksik, langsung mematikan predator tersebut atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan predator (New 1991; Dixon 2000). Dipandang dari segi kualitas, makanan untuk predator dikategorikan menjadi nutrisi essensial dan nutrisi alternatif. Nutrisi essensial adalah sumber makanan yang mengandung nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan organisme pradewasa dan reproduksi imago sedangkan nutrisi alternatif adalah sumber makanan yang mengandung nutrisi yang hanya dapat menyokong atau bertahan suatu organisme (Hagen 1987). Nutrisi yang dibutuhkan serangga menurut (Hagen 1987; Chapman 1998) yaitu : 1). Asam amino : tersedia dalam bentuk protein dan secara struktur membentuk enzim, setiap serangga membutuhkan kadar protein yang berbeda. Enzim berfungsi sebagai media transport dan penyimpanan dan sebagai molekul reseptor. Sebagai contoh, Tyrosine penting untuk serangga dalam proses sklerotisasi. 2). Karbohidrat : tidak termasuk ke dalam kategori essensial untuk serangga pada umumnya, lebih umum diperlukan sebagai sumber energi. Karbohidrat dapat disintesis dari asam amino. 3). Lipid : Penting untuk sumber energi dan pembentukan membran serta hormon sintesis, pada serangga umumnya lemak disintesis dari protein dan karbohidrat. Sebagai contoh hormon ganti kulit, Ecdysone disintesis dari sterol. Kolesterol penting untuk perkembangan dan menghasilkan fekunditas yang tinggi.
10 4). Vitamin : dibutuhkan untuk mendukung berjalannya fungsi tubuh, vitamin juga dibutuhkan untuk membentuk jaringan tubuh. Sebagai contoh β–carotene (provitamin A) berguna sebagai komponen pigmen penglihatan, α-tocopherol (Vitamin E) penting untuk reproduksi, fertilitas dan perkembangan embrio. 5). Mineral: dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tetapi dibutuhkan dalam jumlah sedikit. 6). Purines dan pyrimidines : DNA dan RNA adalah molekul yang membawa dan memediasi kode genetik. 7). Air: penting untuk serangga secara umum. Terdapat perbedaan kebutuhan komposisi jenis nutrisi pada setiap fase predator, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Niijima (1993 dalam Thompson & Hagen 1999) melaporkan bahwa larva Chrysopa pallens Wesm. (Neuroptera: Chrysopidae) membutuhkan asam amino yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan fase imagonya. Contoh lainnya yaitu Chrysopa nigricornis Burro. (Neuroptera: Chrysopidae) hanya membutuhkan kutu daun untuk keberhasilan kopulasi, sedangkan Chrysopa quadripunctata Burm. (Neuroptera: Chrysopidae) selain membutuhkan aphid juga membutuhkan gula dan air yang berlebih Roussett (1984 dalam Thompson & Hagen 1999). Serangga gudang seperti Corcyra cephalonica (Lepidoptera: Pyralidae) dan Tenebrio molitor (Coleoptera: Tenebrionidae) merupakan serangga gudang yang diindikasikan memiliki kadar protein yang cukup tinggi, sedangkan Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan serangga pemakan tanaman yang diindikasikan memiliki kadar protein yang rendah. Perbedaan bioekologi serangga tersebut dapat menyebabkan perbedaan komposisi nutrisi dalam tubuhnya. Serangga C. cephalonica (ngengat beras) digolongkan dalam Ordo Lepidoptera: Famili Pyralidae (Matheson 1951: Kalshoven 1981). Ngengat beras (Rice moth) dikenal sebagai serangga yang bersifat kosmopolit. Selain beras, komoditi lain yang diserang adalah kelapa sawit, wijen, kacang hijau, biji kapas, coklat dan pala (Harahap & Atjung 1969; Kalshoven 1981). C. cephalonica
11 mempunyai metamorfosis sempurna (holometabola), sehingga mengalami stadia telur, larva, pupa dan imago. Kerusakan komoditas pertanian akibat serangan C. cephalonica pada stadium larva berupa penyusutan kuantitas maupun kualitas. Penyusutan kuantitas terjadi akibat aktivitas makan sehingga bobot bahan makanan menjadi berkurang. Penyusutan kualitas terjadi karena kontaminasi bahan makanan dengan kotoran larva, serangan ngengat beras ini pada stadium larva dapat menyebabkan penggumpalan benang sutera pada komoditas serta komoditas menjadi berlubang (Rosadi 2001). Serangga S. litura digolongkan dalam Ordo Lepidoptera: Famili Noctuidae (Matheson 1951; Kalshoven 1981).
Serangga ini lebih dikenal sebagai ulat
grayak dan merupakan hama kosmopolit yang menyerang banyak tanaman budidaya seperti tembakau, kedelai, kangkung dan talas. S. litura tersebar di Asia, kepulauan Pasifik dan Australia (Kalshoven 1981). Di benua Asia hama ini tersebar di India, Pakistan, Srilangka, Birma, Filipina, dan Taiwan (Grist dan Lever 1969). S. litura mempunyai metamorfosis sempurna (holometabola), sehingga mengalami stadia telur, larva, pupa dan imago. Serangga T. molitor merupakan salah satu contoh dari Ordo Coleoptera: Famili Tenebrionidae, serangga ini dikenal sebagai ”Ulat Hongkong”, dan merupakan hama gudang yang bersifat kosmopolit. Terdapat kurang lebih 100 spesies yang berasosiasi dengan produk pasca panen seperti tepung, terigu dan produk pasca panen lainnya (Munro 1966). Spesies dari genus ini hidup di kotoran binatang, sisa binatang yang telah mati, cendawan, kulit kayu, akar tanaman muda, humus, dan daun yang telah gugur (Clausen 1940; Toerngadi et al. 1974; Richards & Davies 1977; Kalshoven 1981).
Tingkat Konsumsi Rata-Rata dan Efisiensi Penampilan fisik yang berkualitas dari suatu organisme ditentukan oleh tingkat konsumsi rata-rata suatu makanan dan tingkat efisiensi. Konsumsi ratarata predator Famili Reduviidae diperoleh dari besarnya cairan tubuh mangsa yang diisap. Besarnya cairan tubuh mangsa yang diserap dan kemudian diubah
12 menjadi komponen tubuh disebut dengan Efisiensi Penyerapan Makanan atau Efficiency of Conversion of Ingested food (ECI). Nilai ECI merupakan suatu parameter efisiensi penyerapan makanan oleh predator yang mampu diubah menjadi komponen tubuh. Semakin tinggi nilai ECI maka semakin efisien penyerapan kandungan nutrisi mangsa oleh predator (Slansky & Rodriguez 1987). Serangga Heteroptera merupakan kelompok yang dikenal efisien dalam pemanfaatan mangsanya dan memiliki kisaran nilai ECI 21,5%-53%. Nilai ECI umumnya bervariasi dari setiap spesies dan tahapan instar serangga, sebagai contoh, nilai ECI predator Podisus maculiventris instar 2-5 yang memangsa larva lepidoptera berturut-turut adalah 37,4%; 50,9%; 54,7% dan 45,2%. Predator Blepharidopterus angulatus Fallen. (Hemiptera: Miridae) yang memangsa kutu daun, memiliki nilai ECI dengan kisaran 39%-47% untuk instar 1-4, dan 28% untuk imago (Hagen 1987).