TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik E. coli E. coli bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan.
Seorang bakteriolog yaitu Theodor Escherich, pertama kali
mengidentifikasi E. coli tahun 1885 dari babi yang menderita enteritis. Enteritis merupakan peradangan usus yang bisa menyebabkan sakit perut, mual, muntah, dan diare baik manusia maupun hewan. E. coli merupakan bakteri yang bisa hidup pada lingkungan yang berbeda. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia (Berg 2004; Bhunia 2008; Manning 2010). Genus Eschericia merupakan bakteri berbentuk batang (1x4 µm), motil, dan mesofilik. Bakteri ini sering ditemukan di dalam pencernaan manusia, hewan berdarah panas, dan burung (Ray 2004; Duffy 2006; Bhunia 2008).
Spesies
terpenting dari genus Eschericia ialah E. coli (Ray 2004; Adams dan Moss 2008). E. Coli merupakan famili Enterobacteriaceae yang termasuk bakteri enterik. Bakteri enterik ialah bakteri yang bisa bertahan di dalam saluran pencernaan termasuk sruktur saluran pencernaan rongga mulut, esofagus, lambung, usus, rektum, dan anus. anaerob.
E. coli bisa hidup sebagai bakteri aerob maupun bakteri
Oleh karena itu, E. coli dikategorikan sebagai anaerob fakultatif
(Manning 2010). E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan tidak berbentuk spora. E. coli bersifat katalase positif, oksidasi negatif, dan fermentatif. E. coli termasuk bakteri mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7 ºC sampai 50 ºC dan suhu optimum sekitar 37 ºC (Adams dan Moss 2008). E. coli dapat tumbuh pada pH 4-9 dengan aktivitas air 0.935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada suhu 8 ºC (Forsythe 2000). E. coli dapat dibedakan dengan Enterobacteriaceae lainnya berdasarkan uji gula-gula dan uji biokimia.
Secara sederhana uji-uji untuk grup penting ini
disebut dengan indole, methyl red, Voges-Proskeur, citrate atau disingkat IMViC (Adams dan Moss 2008). diperlihatkan dalam Tabel 1.
Hasil uji gula-gula famili Enterobacteriaceae
5 Tabel 1 Hasil uji IMViC famili Enterobacteriaceae (Adams dan Moss 2008) Bakteri
Indole
Methyl Red
Voges Proskeur
Citrate
E. coli
+
+
-
-
Salmonella Typhimurium
-
+
-
+
Citrobacter freundii
-
+
-
+
Klebsiella pneumonia
-
-
+
+
Enterobacter aerogens
-
-
+
+
Meskipun E. coli termasuk flora normal, namun terdapat banyak galur patogen yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Ada enam grup E. coli patogen yang telah diidentifikasi. Masing-masing grup memiliki virulensi dan mekanisme patogenik yang berbeda serta inang yang spesifik (Duffy 2006). Galur E. coli yang menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuseadhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC) (Duffy 2006; Meng dan Schroeder 2007; Bhunia 2008; Laury et al. 2009; Manning 2010). Pembagian grup utama dari E. coli berdasarkan mekanisme infeksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbedaan mekanisme infeksi grup E. coli (Beauchamp dan Sofos 2010) Pathotypes
Tempat perlekatan
Potensi invasi
Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Usus halus
Sedang
Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
Usus halus
Tidak ada
Enteroinvasive E. coli (EIEC)
Usus besar (kolon)
Tinggi
Enteroaggregative E. coli (EAggEC)
Usus halus dan usus besar
Tidak ada
Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC)
Usus besar (kolon)
Sedang
EPEC merupakan grup E. coli yang pertama kali dikenal sebagai agen penyebab penyakit diare pada manusia. ETEC dikenal sebagai agen penyebab diare pada tahun 1960. Pada manusia, ETEC bisa berkoloni di usus halus dan memproduksi panas stabil (heat stable) dan panas labil (heat labile) toksin. ETEC dapat tumbuh pada suhu di bawah 4 ºC. EHEC merupakan grup E. coli penyebab
6 penyakit yang dikarakteristik dengan adanya diare berdarah (Manning 2010). Karakteristik foodborne illness dari E. coli diperlihatkan dalam Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik foodborne illness (Marriot 1997) Agen
Simptom
Enterohemmorhagic E. coli O 157 :H 7
HC, HUS 5-10% laju mortalitas akut, nyeri abdominal, muntah, anemia, trombositopenia, kerusakan ginjal akut, urin berdarah, dan pankreatitis.
Makanan terkait Daging sapi giling, produk susu, daging sapi mentah air, jus apel, dan mayonnaise.
Tindakan preventif Pemelihaaraan sanitasi, iradiasi, memasak pada 65 ºC (149 ºF).
Menurut Beutin et al. (1993) yang dikutip oleh Suardana et al. (2007), salah satu galur EHEC yang bersifat zoonotik adalah serotipe O 157 :H 7 . Rentang pertumbuhan E. coli O 157 :H 7 antara 7-45 ºC, dengan suhu optimum kira-kira 37 ºC (Fernandes 2009).
EHEC termasuk Shigatoxin E. coli, dikenal sebagai
verocytotoxin E. coli (VTEC). Hewan seperti sapi, kambing, domba, ayam, babi, anjing, dan kucing bisa membawa jenis STEC/VTEC di dalam intestinal dan bersifat patogenik pada manusia (WHO 2011; ECDC 2011). EHEC dilaporkan sebagai penyebab penyakit yang serius pada manusia dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada anak-anak di Amerika Serikat. Gejala klinis yang dapat diamati adalah diare biasa sampai berdarah, hemorrhagic colitis (HC), dan hemolytic uremic syndrome (HUS). HUS menyebabkan 5-10% kematian dan menimbulkan kerusakan yang nyata pada saluran ginjal pasien (WHO 2011; ECDC 2011).
Cemaran E. coli pada Daging Menurut SNI 2897 (2008) definisi daging adalah bagian otot skeletal dari karkas ternak atau hewan yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku.
Definisi
cemaran mikroba ialah kontaminan jasad renik atau mikroba pada daging, telur, dan susu, serta hasil olahannya yang dapat merusak produk atau membahayakan kesehatan manusia.
7 Pangan asal hewan (daging, susu, telur) dan olahannya merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya sebagai bahan pangan yang mudah rusak. Foodborne illness adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang mencemari makanan, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, E. coli, Clostridium botulinum, dan Campylobacter sp. (Adiningsih 2009). E. coli termasuk ke dalam agen patogen dari foodborne illness karena beberapa galur E. coli bersifat patogenik pada manusia dan hewan (Ray 2004). Sumber pencemaran E. coli pada daging unggas ialah proses selama pemotongan yang kontak dengan feses (Bhunia 2008). E. coli telah digunakan dalam produk unggas untuk menilai keamanan mikrobiologis, kondisi sanitasi selama pengolahan, dan menjaga kualitas produk kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Álvarez-Astorga et al. 2002). E. coli O 157 :H 7 adalah foodborne illness yang berhubungan dengan berbagai produk makanan seperti daging, sayur-sayuran, buah-buahan, dan makanan lain (Niemira 2007).
Adapun cara pencemarannya adalah melalui tangan, proses
eviserasi, pencemaran tidak langsung melalui polusi air, dan pengemasan produk (Forsythe 2000). Berdasarkan hasil penelitian Setiowati dan Mardiastuty (2009) memperlihatkan cemaran E. coli pada daging ayam di DKI Jakarta.
Hasil
penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Hasil uji E. coli untuk daging ayam di DKI Jakarta tahun 2006-2009 (Setiowati dan Mardiastuty 2009)
Tahun
Jumlah sampel
2006
E. coli < SNI
> SNI
172
149
23
2007
343
340
3
2008
385
221
164
2009
274
130
144
Total sampel
1174
840 (72%)
334 (28%)
8 Prevalensi E. coli pada Beberapa Negara EHEC dengan serotipe utamanya E. coli O 157 :H 7, dilaporkan sebagai wabah foodborne illness pada tahun 1982-1983. Bakteri ini umumnya tinggal di usus hewan khususnya sapi, tanpa menimbulkan gejala penyakit. Bakteri ini juga dapat diisolasi dari feses ayam, kambing, domba, babi, anjing, dan kucing. EHEC biasanya berkaitan dengan konsumsi daging, buah, sayuran yang tercemar khususnya di negara berkembang. Pangan asal hewan yang sering terkait dengan wabah EHEC di Amerika Serikat, Eropa, dan Kanada adalah daging sapi giling (ground beef), daging ayam, daging domba, dan susu segar maupun mentah (Duffy et al. 2006). Menurut Ogden (2007), patogenik alami E. coli O 157 :H 7 dilaporkan pertama kali oleh Riley et al. (1983). seperti nyeri abdominal. berdarah dan demam.
E. coli menyebabkan penyakit gastrointestinal
Pada awalnya diare kemudian diikuti dengan diare
Pada dasawarsa berikutnya, gejala ini menjadi umum
dalam dunia kesehatan masyarakat, sehingga E. coli O 157 :H 7 menjadi foodborne illness. Kunci patogenitas dari E. coli O 157 :H 7 dan EHEC lainnya adalah bisa menempel pada dinding saluran pencernaan dan menghasilkan verotoksin. Salah satu faktor penting yang berkontribusi dalam foodborne illness yang baru muncul (emerging) adalah peningkatan perjalanan (travel), khususnya perjalanan internasional. Setiap orang yang datang atau kembali dari suatu negara bisa membawa foodborne illness baru ke negara lain yang tidak mengenal sebelumnya. Salah satu contohnya yang berhubungan dengan diare perjalanan adalah E. coli. Faktor penting lainnya ialah perubahan dalam kebiasaan makan. Pilihan makanan seperti konsumsi susu mentah dan hamburger yang kurang masak memicu pertumbuhan yang baik bagi E. coli O 157 :H 7, sehingga menyebabkan penyebaran foodborne illness (Ray 2004). Penelitian menunjukkan infeksi E. coli telah ditemukan sejak tahun 1990. Berikut laporan dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) diperlihatkan dalam Tabel 5.
9 Tabel 5
Infeksi E. coli O 157 :H 7 dilaporkan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) (Manning 2010)
Tahun
Lokasi
Jumlah orang yang diinfeksi Diare
HUS
Meninggal 0
1990 1994
Dakota Bagian Utara Montana
70 20
2 1
1995
Ilinois
12
3
0
1997
93 157
10
1998
Michigan dan Virginia Alpine
4
0 0
1998
Georgia
26
7
7
1998
Wisconsin
55
0
1
1999
921 5
11 1
2
2000
Washington Washington
2002
Oregon
˃ 75
12
0
2002
Washington
˃ 29
1
0
2004 2006
Carolina Bagian Utara Tidak diketahui
108 204
15 31
0 4
2006
Tidak diketahui
71
8
0
2007 2009
Tidak diketahui
21 69
4
0 0
Tidak diketahui
9
0
0
HUS= hemolytic uremic syndrome
Infeksi E. coli O 157 :H 7 patogen pada manusia telah menyebabkan 16000 kasus penyakit melalui makanan (foodborne illness) dan 900 orang meninggal per tahun di Amerika Serikat (AS). Kejadian wabah tunggal pada tahun 1993 di AS telah menyebabkan 700 orang menderita sakit dan empat orang meninggal (Sartika et al. 2005). EHEC dikenal sebagai agen penyebab diare dan menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Infeksi EHEC sering terjadi pada anak-anak berkaitan dengan
penyakit HUS.
Gambaran dari HUS dicirikan dengan gagal ginjal akut,
trombositopenia, dan anemia hemolisis (Olsson dan Kaijser 2005). E. coli juga memproduksi toksin yang disebut Shiga toxin Eschericia coli (STEC). STEC merupakan foodborne zoonosis karena dapat menyebabkan penyakit dan berpotensi fatal HUS (Coombes et al. 2011).
10 Beberapa negara di Eropa dihebohkan dengan wabah foodborne illness yang disebabkan oleh bakteri E. coli. Wabah E. coli yang melanda Benua Eropa telah menyebabkan 22 orang tewas dan 2300 orang sakit di Benua Eropa. Bakteri E. coli diduga berasal dari perkebunan organik tanaman tauge di Jerman. Tanaman tauge organik ini dikembangkan di wilayah Jerman Utara dan diduga penyebab berkembangnya wabah E. coli di Eropa (Anonim 2011). Jumlah kasus HUS di Jerman ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6
Kasus HUS dan penderita HUS dengan onset diare sejak 2 Mei 2011 di Jerman (Frank et al. 2011)
Negara bagian
Jumlah kasus HUS dan penderita HUS
Jumlah kejadian (per 100000 populasi)
Hamburg
59
3.33
Bremen
11
1.66
Schleswig-Holstein
21
0.74
Mecklenburg-Vorpommern
10
0.61
Hesse
31
0.51
Saarland
5
0.49
Lower Saxony
28
0.35
North Rhine-Westphalia
31
0.17
Berlin
3
0.09
Baden-Wurttemberg
8
0.07
Bavaria
5
0.04
Thuringia
1
0.04
Rhineland-Palatinate
1
0.02
Brandenburg
0
0.00
Saxony
0
0.00
Saxony-Anhalt
0
0.00
214
0.26
Total
Pada tahun 2011 Eropa menghadapi wabah bakteri E. coli yang telah menyebabkan lebih dari 1600 orang sakit dan 18 orang meninggal di Jerman. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, patogen penyebab wabah ini adalah galur baru E. coli yang belum pernah dikenal oleh ilmuwan. Penelitian awal
11 terhadap analisis genetik menunjukkan, galur bakteri ini merupakan bentuk mutan dari dua bakteri (EAEC) dan EHEC. Menurut WHO kasus-kasus yang terjadi akibat E. coli telah dilaporkan pada beberapa negara di Eropa meliputi Austria, Denmark, Jerman, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris. Total yang terinfeksi HUS dan EHEC pada beberapa negara dilaporkan pada Tabel 7.
Tabel 7
Total kasus dan kematian infeksi EHEC dan HUS pada tahun 2011 di beberapa negara (WHO 2011)
Negara
HUS
EHEC
Kasus
Meninggal
Kasus
Meninggal
Austria
1
0
3
0
Kanada
0
0
1
0
Republik Ceko
0
0
1
0
Denmark
8
0
12
0
Perancis
0
0
2
0
Jerman
759
21
2229
9
Yunani
0
0
1
0
Luksemburg
0
0
1
0
Belanda
4
0
4
0
Norwegia
0
0
1
0
Polandia
2
0
0
0
Spanyol
1
0
1
0
Swedia
17
1
30
0
Swiss
0
0
5
0
Inggris
3
0
2
0
Amerika Serikat
3
0
1
0
798
22
2294
9
Total
Wabah E. coli yang terjadi di Eropa merupakan kejadian ketiga terbesar dan paling banyak menyebabkan korban jiwa. Mayoritas kasus mengenai orang di Jerman dan orang-orang yang berpergian ke Jerman Utara.
Sebelumnya
dilaporkan dua orang meninggal dan 9000 orang sakit pada wabah di Jepang tahun 1996.
Sementara itu, pada tahun 2000 di Kanada dilaporkan 7 orang
meninggal karena wabah E. coli (Anna dan Chandra 2011).
12 Salah satu dampak infeksi E. coli terhadap kesehatan masyarakat yaitu adanya kejadian wabah hemorrhagic colitis (HC) dan hemolytic uremic syndrome (HUS) di Washington, Idaho, Kalifornia, dan Nevada antara 15 November 1992 dan 28 Februari 1993. Serotipe E. coli dari Washington sendiri adalah O 157 :H 7 yang berhasil diisolasi dari 447 kasus dan diketahui tiga anak meninggal. Terdapat 14 orang positif terinfeksi E. coli O 157 :H 7 , empat orang dirawat di rumah sakit, dan satu anak meninggal di Idaho, sedangkan di Nevada terdapat 58 kasus yang dapat didiagnosa, sembilan orang dirawat di rumah sakit, dan tiga orang berkembang menjadi HUS. Penyelidikan terhadap wabah regional ini diduga erat kaitannya dengan konsumsi hamburger di restoran siap santap, kemungkinan dagingnya dipasok dari RPH yang tercemar oleh E. coli O 157 :H 7 (Sartika et al. 2005). Masalah utama kesehatan di Thailand yaitu diare. Di negara tersebut kirakira lebih dari 120000 kasus keracunan makanan dilaporkan setiap tahun. Salmonella, Listeria monocytogenes, Shigella, Vibrio parahaemolyticus dan E. coli biasanya sebagai agen bakteri yang terlibat dalam foodborne illness (Minami et al. 2010). Prevalensi foodborne illness di Thailand diperlihatkan dalam Tabel 8.
Tabel 8
Prevalensi foodborne illness di supermarket dan pasar terbuka di Thailand (Minami et al. 2010) Supermarket
Prevalensi (%)
Pasar terbuka (%)
Prevalensi (%)
Listeria monocytogenes
2/68
3
0/40
0
E. coli
0/46
0
0/33
0
Salmonella
6/25
24
0/4
0
Listeria monocytogenes
1/28
4
5/81
6
E. coli
0/17
0
0/44
0
Salmonella
4/7
57
13/27
48
Listeria monocytogenes
14/44
32
1/36
3
E. coli
0/24
0
0/22
0
Salmonella
2/17
12
0/13
0
Sampel Sapi
Ayam
Babi
Isolat
13 Pencegahan dan Pengendalian E. coli pada Daging Daging, ikan, dan makanan mentah lainnya mudah mengalami pencemaran silang dari bahan makanan lain.
Cuci tangan setelah memegang makanan,
peralatan, dan permukaan secara menyeluruh sebelum kontak dengan makanan lain khususnya yang telah dimasak dan siap untuk disajikan dapat mengurangi terjadinya pencemaran silang, serta cuci semua peralatan yang digunakan dengan air panas dan air biasa (Marwaha 2007). Pencemaran merupakan keberadaan sesuatu organisme atau zat yang berbahaya atau tidak diharapkan dalam makanan atau minuman yang akan berisiko menimbulkan penyakit atau perasaan tidak nyaman atau kerusakan makanan.
Pencemaran silang adalah perpindahan bakteri berbahaya atau
pembusuk dari suatu makanan atau tempat ke makanan lainnya. Pencemaran silang ini bisa dari karkas ayam ke sayur-sayuran atau buah-buahan maupun sebaliknya (Meggitt 2003). Pencemaran mikroba terhadap makanan dapat terjadi melalui tangan, talenan, pisau, alat masak lainnya, dan lingkungan. Tercemarnya makanan juga dapat disebabkan oleh kontak antara makanan dengan permukaan, pakaian, dan handuk. Pencemaran silang sering terjadi ketika makanan mentah bersentuhan dengan makanan yang mempunyai risiko tinggi (pencemaran langsung), cairan dari makanan mentah yang kontak dengan makanan yang mempunyai risiko tinggi atau pencemaran tidak langsung, bakteri yang terbawa oleh tangan atau peralatan dari makanan mentah ke makanan yang mempunyai risiko tinggi atau kontaminasi tidak langsung (Meggitt 2003). Menurut Marwaha (2007) keamanan pangan tidak hanya menyangkut kebersihan tetapi juga termasuk semua praktik yang terlibat dalam: a.
Menjaga makanan dari risiko pencemaran, termasuk bahaya bakteri, racun, dan benda asing;
b.
Mencegah beberapa bakteri hadir berlipatganda di dalam makanan sampai tingkat menyebabkan keracunan makanan dan kecacatan makanan; dan
c.
Menghancurkan bahaya bakteri di dalam makanan dengan cara memasak. Tindakan pencegahan dan pengendalian E. coli pada bahan pangan yang
dianjurkan antara lain penerapan praktik yang baik dalam pengolahan pangan
14 seperti good hygienic practice (GHP); jaminan keamanan pangan berbasis hazard analysis control point (HACCP); mencegah pencemaran silang dengan makanan lain; mengendalikan rodensia, insekta, dan burung; mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah bahan pangan (Buncic 2006). Menurut Center for Food Security and Public Health (CFSPH), E. coli bisa diinaktifkan dengan beberapa jenis desinfektan termasuk 1% sodium hipoklorit, etanol 70%, fenol atau iodin, glutaraldehid, dan formaldehid (CFSPH 2009). Organisme ini dapat diinaktifkan dengan pemanasan basah 121 ºC selama 15 menit atau pemanasan kering 170 ºC selama 1 jam. Makanan dapat diselamatkan dengan memasak pada suhu minimal 71 ºC. Selain itu, radiasi ionisasi atau pengobatan kimia dengan sodium hipoklorit bisa mengurangi atau mengeliminasi bakteri pada produk makanan. E. coli termasuk bakteri gram negatif yang hidup pada usus besar manusia, sehingga bakteri ini disebut sebagai flora normal. Jika bakteri ini memasuki saluran pencernaan dari bahan makanan seperti bahan asal hewan dan produk olahannya dapat menyebabkan diare akut atau gastroenteritis. Namun dengan proses pemasakan yang sempurna E. coli dapat musnah karena mikroba ini bersifat sensitif terhadap panas pada suhu 60 ºC selama 30 menit (Setiowati dan Mardiastuty 2009). E. coli adalah agen patogen yang menyebabkan perjangkitan penyakit HC dan HUS. Patogen ini ditemukan di dalam produk susu, air, jus apel, mayonaise, dan daging sapi mentah. Feses sapi bisa berisi bakteri ini dan bisa mencemari daging selama pengolaham. Pentingnya pemantauan dan pengendalian prosedur penyembelihan dan proses pengolahan daging untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini. Daging sapi seharusnya dimasak pada suhu internal 70 ºC (178 ºF) untuk menghancurkan patogen ini.
Sebuah program sanitasi penting untuk
mengurangi foodborne illness dari bakteri ini (Marriott 1997). Langkah sederhana yang direkomendasikan ketika menyiapkan daging agar sehat dan bersih ialah pertama kali cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah menyiapkan daging. Setelah memotong dan menyiapkan daging, mencuci papan pemotongan, permukaan timbangan, piring, alat perkakas di dalam air sabun sebelum digunakan kembali untuk mencegah terjadinya pencemaran silang.
15 Daging mentah seharusnya tidak pernah dicampur dengan makanan lain serta daging seharusnya dimasak secara keseluruhan sampai matang (Manning 2010). Menurut Raharjo (2003) yang dikutip dalam Wijanarko (2008) konsep hazard analysis critical control point (HACCP) mempunyai peranan sangat strategis untuk menjamin keamanan produk pangan yang dihasilkan industri pangan sebagai acuan dalam pengelolaan keamanan pangan di seluruh dunia. Berdasarkan hasil penelitian, bakteri E. coli dan Staphylococcus aureus banyak ditemukannya pada sampel makanan, sehingga perlu pengecekan kebersihan dan sanitasi pada usaha jasa boga (catering). Mikroba-mikroba yang ada dalam daging, susu, dan telur tidak bisa dihindari keberadaannya lewat pencemaran sekunder pada saat penanganan sejak panen sampai meja makan. Dengan adanya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pasteurisasi, sterilisasi, iradiasi, dan perlakuan antimikroba dapat mengurangi risiko adanya bakteri patogen dalam bahan pangan. Pemanfaatan tekanan tinggi dengan suhu tinggi (high pressure) dengan kombinasi suhu yang lebih rendah (dari 10 ºC) telah mampu mengeliminasi mikroba-mikroba berbahaya disamping dapat menghindari kerusakan gizi karena perlakuan panas tinggi. Bakteri patogen yang harus diwaspadai dalam bahan pangan adalah E. coli O 157 :H 7 , Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterolitica, Salmonella spp, dan Campylobacter jejuni (Bintoro 2009). WHO (2010) menyatakan lima kunci untuk keamanan pangan adalah: 1.
Menjaga kebersihan a.
Mencuci tangan sebelum mengolah pangan dan sesering mungkin selama pengolahan pangan;
b.
Mencuci tangan sesudah dari toilet;
c.
Mencuci dan melakukan sanitasi seluruh permukaan yang kontak dengan pangan dan alat untuk pengolahan pangan; dan
d.
Menjaga area dapur dan pangan dari serangga hama dan hewan lainnya.
2.
Memisahkan pangan mentah dari pangan matang a.
Memisahkan daging sapi, daging unggas, dan pangan hasil laut dari pangan lain;
16 b.
Menggunakan peralatan yag terpisah seperti pisau dan talenan untuk mengolah pangan mentah; dan
c.
Menyimpan pangan dalam wadah untuk menghindari kontak antara pangan mentah dan pangan matang.
3.
Menjaga pangan pada suhu aman a.
Jangan membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam;
b.
Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya disimpan di bawah 5 ºC);
4.
5.
c.
Mempertahankan suhu pangan lebih dari 60 ºC sebelum disajikan;
d.
Jangan menyimpan pangan terlalu lama dalam lemari pendingin; dan
e.
Jangan membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
Menggunakan air dan bahan baku yang aman a.
Menggunakan air yang aman atau beri perlakuan agar air aman;
b.
Memilih pangan segar dan bermutu;
c.
Memilih cara pengolahan yang menghasilkan pangan aman; dan
d.
Jangan mengkonsumsi pangan yang sudah kadaluwarsa.
Memasak dengan benar a.
Memasak pangan dengan benar terutama daging sapi, daging unggas;
b.
Merebus pangan sampai mendidih; dan
c.
Memanaskan kembali pangan secara benar.
Pengujian Jumlah E. coli dengan Metode Chromogenic Media chromocult coliform agar (CCA) digunakan sebagai media selektif diferensial untuk pengujian E. coli dan koliform.
Media CCA terdiri dari
cromogenic Salmon-GAL. Gram positif dan beberapa Gram negatif dihambat oleh Tergitol 7.
Pada CCA, koloni bukan E. coli fecal koliform (Klebsiella,
Enterobacter, dan Citrobacter) diidentifikasi dengan produksi warna merah muda sampai merah dari pembelahan substrat Salmon GAL oleh β-D-glucuronidase. Sementara itu, koloni E. coli dapat dideteksi dengan warna biru atau ungu yang diproduksi dari pembelahan X-glucuronide oleh β-D-glucuronidase (Manafi 2000).
17 Chromocult agar merupakan media efektif pengganti Mac Conkey agar dalam mempelajari feses manusia dan bermanfaat untuk membedakan E. coli dari koliform lain. Pengujian yang telah dilakukan menggunakan Chromocult agar medium adalah untuk mengisolasi dan menghitung Enterobacteriaceae dari sampel feses manusia. Media ini menunjukkan efektivitas dalam identifikasi E. coli dan koliform di dalam feses tanpa dibutuhkan uji biokimia pendamping untuk konfirmasi (Finney et al. 2003). Prinsip uji dengan menggunakan media Chromocult yaitu mendeteksi aktivitas β-glucuronidase biasanya digunakan untuk membedakan bakteri E. coli dengan bakteri koliform lainnya. Bakteri E. coli mempunyai uidA gene yang akan melakukan encoded pada enzim β-glucuronidase sedangkan pada bakteri koliform memiliki lacZ gen sehingga melakukan encoded pada enzim β-galactosidase (Bridson 2006). Akibatnya E. coli akan menghasilkan warna ungu karena dapat mengikat semua chromogen, sedangkan koliform menghasilkan warna merah muda karena hanya mengikat chromogen galactosida.
Karakteristik Pasar Sehat Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008, kesehatan suatu populasi masyarakat ditentukan oleh ketersediaan layanan masyarakat, salah satu contohnya ialah pasar tradisional.
Pasar tradisional
merupakan sarana penting untuk pemenuhan kebutuhan hidup, bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung serta proses tawar-menawar. Bangunan pada pasar tradisional biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los, dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Pasar memiliki arti penting bagi masyarakat sebagai penyedia pangan yang aman. Pasar juga dapat berpotensi sebagai penularan/penyebaran penyakit antar tempat, hewan, dan manusia. Definisi pasar sehat menurut Keputusan Menteri
18 Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 ialah kondisi pasar bersih, nyaman, aman, dan sehat melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Persyaratan kesehatan lingkungan pasar dari aspek bangunan (tempat penjualan bahan pangan basah) telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Persyaratan
tempat
penjualan
bahan
pangan
basah
menurut
Pedoman
Penyelenggaraan Pasar Sehat yaitu: a.
Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata dengan kemiringan cukup sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tersedia lubang pembuangan air. Setiap sisi memiliki sekat pembatas dan mudah dibersihkan dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai dan terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu;
b.
Penyajian karkas harus digantung;
c.
Alas pemotong (talenan) tidak terbuat dari bahan kayu, tidak mengandung bahan beracun, kedap air, dan mudah dibersihkan;
d.
Pisau untuk memotong bahan mentah harus berbeda dan tidak berkarat
e.
Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan seperti seperti: ikan dan daging menggunakan rantai dingin (chold chain) atau suhu rendah (4-10 ºC);
f.
Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan;
g.
Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir;
h.
Saluran pembuangan limbah tertutup dengan kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan aliran limbah serta tidak melewati area penjualan;
i.
Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup dan mudah diangkat; dan
j.
Tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya, seperti lalat, kecoa, tikus, dan nyamuk. Aspek pencahayaan pasar sehat menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 ialah intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengelolaan bahan makanan secara
19 efektif, kegiatan pembersihan makanan, dan pencahayaan cukup terang agar dapat melihat barang dengan jelas minimal 100 luks. Sanitasi air bersih harus tersedia dengan jumlah yang cukup setiap hari secara berkesinambungan, minimal 40 liter per pedagang. Kualitas air bersih yang tersedia harus memenuhi persyaratan, tersedia tendon air yang menjamin kesinambungan ketersedian air, dan dilengkapi dengan kran yang tidak bocor, jarak sumber air bersih dengan pembuangan limbah minimal 10 m serta kualitas air bersih diperiksa 6 bulan sekali. Setiap kios harus tersedia tempat sampah basah dan kering. Tempat sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah dibersihkan. Terdapat juga tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang mudah dijangkau oleh petugas pengangkut sampah dan tidak menjadi tempat perindukan vektor penular penyakit.