TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Susu Susu yang biasa dikonsumsi adalah air susu yang dihasilkan induk hewan tanpa penambahan apapun. Induk hewan penghasil susu biasanya hewan mamalia, terutama sapi. Susu merupakan minuman bergizi tinggi, khususnya karena mengandung protein yang bernilai biologi tinggi serta mempunyai aroma yang spesifik susu. Aroma dan cita rasa susu sangat dipengaruhi oleh laktosa susu (Syarief dan Halid 1997). Komposisi susu umumnya terdiri dari 3,3% protein, 3,8% lemak, 4,7% karbohidrat, kalsium 0,12%, vitamin 0,58% serta kadar air yang tinggi sekitar 87,6% (Gaman dan Sherrington 1994). Komposisi rata-rata susu sapi mengandung laktosa 4,8%, lemak 3,7%, protein 3,4%, protein non nitrogen 0,19% dan abu 0,7% (Marshall 1993). Susu dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang mempunyai daya cerna tinggi dan kaya akan zat-zat gizi seperti protein, laktosa, mineral dan vitamin (Fardiaz 1989). Sifat fisik susu mempunyai pH 6,5 – 7,5, derajat keasaman 15 – 16 oD, berat jenis 1,027 – 1,035 dan titik beku -0,50 oC – -0,52 oC (Syarief dan Halid 1997). Susu merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bermacam-macam bakteri, baik patogen maupun non patogen. Jumlah mikroba pada susu segar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan alat pemerahan, udara kandang, kebersihan ambing dan suhu. Susu dapat tercemar mikroba pada saat melewati saluran kelenjar susu, kelenjar sisterna dan saluran puting (Rahman et al. 1992). Hasil pemerahan susu yang dilakukan dengan cara aseptis dan berasal dari ternak yang sehat, susu yang dihasilkan tidak steril, mengandung bakteri antara 100 – 1000 cfu/ml yang berasal dari ambing (Saleh 1988). Mikroorganisme yang terkandung pada susu segar akan mempengaruhi daya tahan dan keamanan susu olahan atau produk susu lainnya. Pada umumnya bila jumlah bakteri di dalam susu mencapai 107 cfu/ml, terjadi perubahan warna, rasa dan konsistensi (Thusita et al. 2000). Susu mentah yang tidak dipanaskan mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan kualitas susu yaitu susu menjadi asam dan kental. Kontaminasi dapat berasal dari hewan yang diambil susunya, selama proses pemerahan,
5
penanganan dalam pengolahan dan transportasi. Hal ini dapat menyebabkan foodborne disease pada manusia (FAO 1984). Status mikroorganisme dalam susu sangat erat kaitannya dengan penanganan susu. Susu mempunyai kadar air yang tinggi, pH netral dan kandungan nutriennya tinggi, sehingga susu menjadi medium yang sangat baik untuk pertumbuhan berbagai mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada susu terutama dari golongan bakteri (Rahman et al. 1992).
Susu Bubuk Susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Susu bubuk dibedakan ada tiga kelompok yaitu a) susu bubuk berlemak (full cream milk powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk, b) susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk, dan c) susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bubuk (SNI 1992). Gizi yang tersedia dalam susu berupa protein, glukosida, lipida, garam-garam mineral dan vitamin sangat cocok untuk pertumbuhan dan pertambahan jumlah sel anakanak dan mamalia muda lainnya. Sehubungan dengan itu mikroorganisme menggunakan susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk pertumbuhannya (Buckle et al. 1987). Komposisi kandungan gizi dari berbagai jenis susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk Jenis Susu Bubuk Susu Bubuk Full Cream Susu Bubuk Skim Susu Bubuk Krim Susu Bubuk Whey Susu bubuk Buttermilk
Air (%) 3,5 4,3 4,0 7,1 3,1
Sumber : Sudarwanto dan Lukman (1993)
Protein (%) 25,2 35,0 21,5 12,0 33,4
Lemak (%) 26,2 0,97 40,0 1,2 2,28
Laktosa (%) 38,1 51,9 29,5 71,5 54,7
Mineral (%) 7,0 7,8 5,0 8,2 6,5
6
Proses pembuatan susu bubuk umumnya dengan cara spray drying, yaitu susu cair dimasukkan ke dalam sebuah celah yang sangat sempit, dari celah tersebut memancarlah udara yang kering, dengan demikian hanya udara kering yang mengenai susu cair tersebut. Dari proses spray drying ini susu cair berubah wujud menjadi susu bubuk (Juergens et al. 2002). Pengeringan pada proses pembuatan susu bubuk dapat menggunakan spray dryer maupun drum dryer. Susu bubuk yang dikeringkan dengan drum dryer butirannya berbentuk pipih dengan ketebalan 8 – 10 mikron. Sifat kelarutan dalam air kurang sempurna, karena butiran-butiran lemak akan mengapung di atas. Susu bubuk yang dikeringkan dengan spray dryer terdiri atas partikel 10 – 15 mikron. Sifat kelarutan dalam air sempurna, hampir sama dengan susu segar. Adanya udara diantara butiranbutiran tersebut dapat menyebabkan timbulnya oksidasi selama penyimpanan (Syarief dan Halid 1997). Menurut Oliveira et al. (2000) proses pembuatan susu bubuk melalui beberapa tahap yaitu : 1. Perlakuan pasteurisasi dengan suhu 90 oC selama 8 detik atau 108 oC selama 2 detik. 2. Penguapan air dengan perlakuan pemanasan akan menghasilkan 48% padatan. 3. Proses penyemprotan kering (spray drying), susu disemprot dengan udara kering melalui lubang pada suhu 270 oC. Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah disusun kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan-bahan unsur produk lainnya. Secara luas susu bubuk dapat digunakan untuk produksi roti, biskuit, kue-kue, kopi krimer, sop, keju, susu coklat, es krim, susu formula, nutrisi tambahan, rekombinan produk susu seperti susu pasteurisasi, susu evaporasi, susu kental manis, keju lunak dan keju keras, krem, whipping cream, yoghurt dan produk fermentasi lainnya (Pearce 2006; Juergens et al. 2002). Di Indonesia proses pembuatan susu bubuk oleh produsen pada umumnya mencampur susu bubuk yang diimpor dengan perasa atau pun tambahan bahan lainnya (emulsifier, lemak, vitamin dan lain-lainnya).
7
Susu Bubuk Skim Susu bubuk skim umumnya dapat diproduksi dengan metode roller-dried dan spray-dried. Spray-dried menghasilkan susu bubuk non instant dan instant. Komposisi kimia susu bubuk skim adalah protein 34,0 – 37,0%, laktosa 49,5 – 52,0%, lemak 0,6 – 1,25%, abu 8,2 – 8,6% dan kelembutan 3,0 – 4,0% (non instant) serta 3,5 – 4,5% (instant). Menurut proses pemanasan yang digunakan dalam memproduksi susu bubuk skim diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu high-heat (least soluble), medium-heat, dan low-heat (most soluble) (USDEC 2006). Komposisi mikrobiologi, fisik dan kimia susu bubuk skim dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi mikrobiologi, fisik dan kimia susu bubuk skim Komposisi Mikrobiologi : Standart Plate Count Coliform E. coli Salmonella Listeria Staphylococcus koagulase positif Karakteristik lain : Partikel abu Kadar keasaman Daya larut Warna Rasa, bau
Jumlah Maksimal yang Diijinkan ≤ 50.000 cfu/g (non instant) ≤ 35.000 cfu/g (instant) ≤ 10 cfu/g (instant) ≤ 50.000 cfu/g (lainnya) negatif negatif negatif negatif 7,5 – 15.0 mg (spray dried) ≤ 22,5 mg (roller dried) 0,14 – 0,15% ≤ 1,0 ml (instant) ≤ 1,25 ml (spray dried) ≤ 15,0 ml (roller dried) putih jika terkena cahaya berwarna krem bersih, berbau susu
Sumber : USDEC 2006
Susu bubuk skim adalah susu bubuk yang mengandung lemak maksimum 1,5% (Sudarwanto dan Lukman 1993), sedangkan menurut Williams (1979) susu bubuk skim adalah susu bubuk rendah lemak (low fat dry milk) yang kandungan lemaknya antara 0,5% sampai dengan nilai maksimum 2,0%. Produksi susu bubuk skim melalui proses pasteurisasi, evaporasi, vakum dan spray drying
dan ditambahkan vitamin A dan
vitamin D untuk menambah nilai kandungan nutrisinya (Syarief dan Halid 1997).
8
Susu bubuk skim dapat digunakan untuk pembuatan coklat, es krim dan pembuatan permen. Susu bubuk skim dapat larut sempurna dalam air dingin (Syarief dan Halid 1997).
Penyimpanan dan Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Susu Bubuk Daya tahan susu bubuk sangat tergantung pada jenis bahan kemasan (pembungkus), jumlah oksigen, kelembaban, suhu penyimpanan dan juga kandungan kadar air dalam produk tersebut. Kerusakan susu bubuk akibat pertumbuhan mikroorganisme sangat jarang terjadi karena mempunyai aktivitas air (Aw) yang rendah (Sudarwanto dan Lukman 1993). Susu bubuk lebih tahan terhadap bentuk kerusakan biologi, tetapi masih memungkinkan terhadap adanya kerusakan kimia seperti oksidasi lemak dan reaksi browning nonenzimatik (Syarief dan Halid 1997). Kerusakan susu bubuk yang bersifat kimiawi biasanya disebabkan oleh O2, sisasisa atau cemaran logam, suhu penyimpanan dan kadar air tepung susu. Kerusakan ditunjukkan oleh adanya flavor seperti ketengikan yang terjadi karena hidrolisis gliserida dan pelepasan asam lemak butirat dan kaproat, adanya oksidasi asam lemak tidak jenuh, oksidasi fosfolipid, adanya bau amis karena oksidasi dan reaksi hidrolisis. Mikroorganisme juga dapat merusak susu bubuk, antara lain bakteri yang hidup pada susu seperti Bacillus subtilis, B. cereus, Pseudomonas putrefaciens, P. ichthyoma, Proteus vulgaris dan Streptococcus lactis (Buckle et al. 1987). Susu bubuk dapat dikemas dalam kantong plastik (plastic milk powder bag) atau kertas karton (multiwall paper) yang terdiri dari 3 lapis dengan ketebalan 5 milimeter. Lapisan luar terbuat dari bahan polypropylene (Farkye dan Obispo 2000). Susu bubuk dapat dikemas dalam plastik yang terbuat dari linen dan dilapisi dengan kertas semen dan dikemas dengan ukuran 25 kg atau 600 kg, disimpan dalam gas nitrogen untuk melindungi produk dari oksidasi sehingga aroma dan kualitasnya tetap terjaga (Pearce 2006). Susu bubuk mengandung laktosa sangat tinggi kira-kira 38% (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Selama pengemasan dan penyimpanan susu bubuk harus bebas dari pengembunan karena laktosa dapat dengan cepat menyerap air yang menyebabkan penggumpalan susu bubuk. Sebelum dikirim susu bubuk dikemas secara vakum untuk meningkatkan daya tahannya (Juergens et al. 2002).
9
Susu bubuk dapat disimpan pada suhu dingin dan kering, ada ventilasi udara dengan suhu tidak lebih dari 25 oC, kelembaban tidak kurang dari 65%, tidak terkena sinar matahari secara langsung atau bau yang menyengat. Susu bubuk yang disimpan pada suhu 4 oC – 20 oC memiliki daya tahan/keawetan selama satu tahun, sedangkan pada suhu 37 oC daya tahan susu bubuk hanya selama tiga bulan (Anonim 2005). Beberapa faktor perubahan fisik dan kimiawi dapat menurunkan daya simpan susu bubuk dan nilai komersialnya, seperti terjadinya penggumpalan, adanya oksidasi lemak, berbau karamel dan perubahan warna menjadi coklat (Syarief dan Halid 1997). Berdasarkan hasil penelitian mengenai kondisi higiene yang berbeda dari susu mentah yang diolah menjadi susu bubuk akan mempengaruhi kualitas/mutu susu bubuk yang dihasilkannya. Suhu penyimpanan dan transportasi mungkin juga dapat mempengaruhi kualitas dan sifat susu bubuk khususnya index kelarutan dan kadar asamnya (Oliviera et al. 2000).
Mikroorganisme dalam Susu Menurut Marshall (1993) bakteri yang ditemukan pada susu segar adalah Salmonella, Listeria monocytogenes, Campylobacter, Yersinia enterocolitica, entero pathogenic, Escherichia coli, Staphylococci, Streptococci, Brucella, Corynebacterium diphteriae, Coxiella burnetti, virus dan mikotoksin. Ada beberapa bakteri yang masih dapat bertahan hidup pada susu setelah pasteurisasi seperti Salmonella, Listeria monocytogenes, dan Yersinia enterocolitica. Untuk mengurangi dan menghilangkan kandungan bakteri ini diperlukan penanganan proses pasteurisasi secara ketat dan cara penanganan bahan baku yang baik dan benar. Susu yang berasal dari ambing sapi yang sehat seharusnya bebas dari mikroorganisme, akan tetapi umumnya tidak bebas dari mikroorganisme. Susu sapi yang baru diperah mengandung mikroorganisme antara 100 sampai 1000 cfu/ml (Jay 2003). Mikroorganisme patogen seperti Brucella
melitensis, Clostridium botulinum,
Salmonella, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Shiga toxin-producing Escherichia coli, Campylobacter dan lain-lainnya dapat ditemukan pada daging dan produk olahan susu. Di Perancis hal ini menyebabkan foodborne disease yang berdampak pada perekonomian dan gangguan kesehatan (peningkatan kasus penyakit),
10
kematian, peningkatan biaya perawatan, tidak masuknya pekerja yang sakit, kontaminasi produk peternakan dan hilangnya nilai jual produk peternakan (Brisabois et al. 2002). Menurut Saksono dan Saksono (1986) mikroorganisme yang terdapat dalam susu bubuk adalah : 1. Micrococci yang tahan panas yang terdapat dalam susu. 2. Streptococci yang tahan panas, terutama jenis Streptococcus thermophilus, S. faecalis, S. bovis, S. faecalis var, S. liquefaciens, dan S. durans. 3. Spesies yang tahan panas dari Corynebacteria yang terdapat dalam susu. 4. Spora bakteri, hampir semuanya jenis aerob seperti Bacillus subtilis. 5. Bermacam-macam pencemar, diantaranya Escherichia coli yang penting, karena rendahnya sanitasi, dan pencemaran dari manusia yang bekerja di pabrik pengolahan susu. Kelompok mikroorganisme yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu bakteri termodurik dan termofilik. Bakteri termodurik adalah bakteri yang tahan panas pada suhu relatif tinggi, tetapi tidak harus tumbuh pada suhu relatif tinggi (Fardiaz 1992). Bakteri yang tergolong termodurik dan tahan suhu pasteurisasi misalnya beberapa spesies Streptococcus dan Lactobacillus. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tidak hanya tahan pemanasan pada suhu relatif tinggi, tetapi juga membutuhkan suhu tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tergolong termofilik adalah Bacillus dan Clostridium (Fardiaz 1992). Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993) mikroorganisme yang biasa ditemukan pada
susu
bubuk
adalah
Micrococci
thermoduric,
Streptococci
thermoduric,
Corynebacteria dan mikroba pembentuk spora aerob. Bacillus spp. umumnya ditemukan pada makanan yang dikeringkan dan dapat diisolasi pada susu bubuk. Bakteri ini mempunyai ciri khas membentuk spora yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang dipanaskan, dikeringkan, pH yang ekstrim dan desinfektan. Oleh karena itu bakteri ini ada pada proses pembuatan susu bubuk. Adanya spora pada susu bubuk menggambarkan rendahnya kualitas susu mentah sebagai bahan baku, adanya kontaminasi pada peternakan serta proses pengolahannya, dan menunjukkan rendahnya kualitas produk susu bubuk (Flores dan Obispo 2000).
11
Salmonella dan Staphylococcus tahan terhadap perlakuan teknologi pembuatan susu bubuk sehingga kedua mikroorganisme ini dilaporkan sering dijumpai pada susu bubuk (Ronsivalli dan Viera 1992). Susu dapat mengandung Staphylococcus aureus jika ternak menderita penyakit radang ambing (mastitis) yang disebabkan oleh bakteri tersebut (Staphylococcal mastitis). Jika bakteri ini berkembang biak dan membentuk toksin pada susu segar, maka kemungkinan toksin tersebut masih dapat dijumpai pada produk susu olahan, walaupun sel bakterinya telah mati oleh proses pengolahan (Varnam dan Sutherland 1994). Menurut Makovec dan Ruegg (2003) S. aureus dan E. coli dapat diisolasi dari sampel susu sapi yang menunjukkan gejala mastitis dan mastitis subklinis yang diperiksa di Laboratorium Diagnostik Kedokteran Hewan Wisconsin antara tahun 1994 – 2001. S. aureus memproduksi enterotoksin yang tahan panas oleh suhu pasteurisasi, temperatur masak, dan tidak mudah rusak (Ronsivalli dan Viera 1992). Berdasarkan laporan dari Food Science and Technologi (FST) USA (2000) bahwa susu bubuk skim yang diproduksi oleh Taiki Plant di Hokaido pada tanggal 10 April 2000 mengandung bakteri S. aureus dan enterotoksin A. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan atau gangguan pada proses pemisahan krim dari susu dan gangguan penyaringan susu pada temperatur panas selama 3 jam, sehingga bakteri S.
aureus berkembangbiak dan
membentuk enterotoksin A. Streptococcus lactis dan Escherichia coli dapat tumbuh pada susu bubuk skim. E. coli merupakan bakteri yang umum pada feses untuk menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus manusia dan hewan. E. coli dapat mengkontaminasi susu karena sanitasi dan higiene yang kurang baik pada saat proses pengolahan susu. E. coli dapat menyebabkan diare dan keracunan yang fatal tergantung pada strainnya (Eddleman 1998). E. coli merupakan gambaran indikator adanya kontaminasi oleh feses, indikator status higiene dan sanitasi pada proses pengolahan susu. Bakteri Gram negatif (E. coli, Klebsiella spp.), Streptococcus uberis, S. dysgalactica
dapat mengkontaminasi susu (Makovec dan
Ruegg 2003). Susu yang mengandung Brucella melitensis, dan Mycobacterium tuberculosis dapat menjadi transmisi penularan penyakit. Susu dapat menjadi media tumbuhnya mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan penyakit tubercullosis, demam
12
undulan (brucellosis), demam typhoid, gastroenteritis, dipteri dan lainnya (Williams 1979). Mikroorganisme yang ada pada produk olahan susu adalah genus Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Enterococcus, Pediococcus, Streptococcus, Micrococcus dan Staphylococcus (Ogier et al. 2002). Bakteri Gram positif yang terdapat pada produk olahan susu adalah Listeria, Clostridium spp., Enterococcus, Staphylococcus dan Streptococcus (Morgan et al. 1999). Salmonella sp. dapat terdeteksi pada produk susu olahan (susu bubuk) dengan menggunakan sistim PCR ProbeliaTM dalam waktu 24 – 28 jam. Dengan teknik kultur memerlukan waktu 3 – 4 hari untuk menentukan isolat yang positif mengandung Salmonella. Salmonella dapat menyebabkan foodborne disease (Wan et al. 2000). Listeria monocytogenes dan Salmonella spp. merupakan bakteri patogen yang menyebabkan foodborne disease. L. monocytogenes dapat menimbulkan penekanan sistem kekebalan tubuh (immunosuppressed), dengan gejala klinis meningitis, septikemia, aborsi atau infeksi neonatal pada wanita hamil (Oliviera et al. 2000). Menurut Hassan et al. (2000) hasil penelitian susu mentah di New York pada periode bulan April 1998 – Maret 1999 menunjukkan prevalensi L. monocytogenes 12,6% dan prevalensi Salmonella spp. 1,5%. Satu sampel ditemukan positif Salmonella typhimurium DT 104.
Mutu dan Keamanan Susu Bubuk Susu sangat mudah rusak, mengandung mikroorganisme patogen penyebab penyakit dan mikroorganisme apatogen yang dalam waktu singkat dapat mengubah penampilan fisik dan aroma susu. Susu yang normal mempunyai warna putih kekuningan. Susu dapat terkontaminasi oleh debu dan bakteri setelah susu diperah. Susu dikatakan berkualitas tinggi, apabila jumlah mikroorganisme rendah, bebas dari kuman penyakit juga mempunyai rasa yang sedikit manis dan bau harum yang khas susu (Rahman et al. 1992). Kualitas susu bubuk tergantung dari kualitas susu segar yang digunakan, kondisi sanitasi dan higiene pada saat penanganan proses pengolahan susu bubuk tersebut (Oliveira et al. 2000).
13
Di Indonesia spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu bubuk didasarkan pada SNI No. 01-6366-2000 (Tabel 3), sedangkan spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk didasarkan pada SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 4). Tabel 3 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu bubuk No
Jenis Cemaran Mikroba
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (cfu/g atau cfu/ml)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Total (Total Plate Count) Coliform Escherichia coli (pathogen) (*) Enterococci Staphylococcus aureus Clostridium sp. Salmonella sp. (**) Camphylobacter sp. Listeria sp.
5 x 104 0 0 1 x 101 1 x 101 0 Negatif 0 0
Keterangan : * : dalam satuan MPN/gram atau ml ** : dalam satuan kualitatif Sumber : SNI No. 01-6366-2000
14
Tabel 4 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk Persyaratan No. 1.
Jenis Uji
Satuan
Keadaan - Bau - Rasa
Susu bubuk berlemak
Susu bubuk rendah lemak
Susu bubuk tanpa lemak
-
normal normal
normal normal
normal normal
2.
Air
b/b, %
maks 4,0
maks 4,0
maks 4,0
3.
Abu
b/b, %
maks 6,0
maks 9,0
maks 9,0
4.
Lemak
%
min 26,0
1,5 < 26,0
maks 1,5
5.
Protein
%
min 25,0
min 26,0
min 34,0
6.
Pati
%
tidak ternyata
tidak ternyata
tidak ternyata
7.
Cemaran logam - Tembaga (Cu) - Timbal (Pb) - Seng (Zn) - Timah (Sn) - Raksa (Hg)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks 20,0 maks 0,3 maks 4,0 maks 40,0/250* maks 0,03
maks 20,0 maks 0,3 maks 4,0 maks 40,0/250* maks 0,03
maks 20,0 maks 0,3 maks 4,0 maks 40,0/250* maks 0,03
8
Arsen
mg/kg
maks 0,1
maks 0,1
maks 0,1
9
Cemaran Mikroba - Angka Lempeng Total - Bakteri Coliform - E coli - Salmonella - S. Aureus
koloni/g APM koloni/g koloni/100g koloni/g
maks 5 x 105 maks 20 negatif negatif 1x 102
maks 5 x 105 maks 20 negatif negatif 1x 102
maks 5 x 105 maks 20 negatif negatif 1x 102
Keterangan * : untuk kemasan kaleng Sumber : SNI No. 01-2970-1999