II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUSU KAMBING Susu kambing adalah cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ruminansia dari jenis kambing-kambingan (Capriane). Bangsa hewan ini mulai menghasilkan susu sejak masa laktasi pertama, yakni setelah melahirkan untuk pertama kalinya. Dewasa ini penggunaan susu kambing untuk pengobatan, pemeliharaan kesehatan, dan membantu penyembuhan berbagai jenis penyakit, mulai banyak dilakukan masyarakat. Bahkan tidak sedikit kalangan medis yang melakukan terapi kepada pasiennya dengan menggunakan susu kambing (Moeljanto dan Wiryanta, 2002). Susu kambing layaknya susu yang berasal dari sumber hewan lainnya merupakan campuran yang kompleks, yaitu emulsi lemak dalam air. Jika dibandingkan dengan susu sapi, empat komponen utama penyusun susu kambing yaitu laktosa, lemak, senyawa nitrogen, dan mineralnya memiliki kemiripan dengan susu sapi. Hanya komponen lemak pada susu kambing berukuran lebih kecil dibandingkan lemak pada susu sapi (Ohiokpehai, 2003). Protein yang terdapat dalam susu kambing lebih mudah dicerna dan lebih rendah dalam memicu alergi (Restani, 2004; Ceballos, 2008). Begitu pula dengan karakter lemaknya lebih mudah dicerna (Ceballos, 2008). Lemak pada susu kambing berupa emulsi yang lebih kecil dan tidak membentuk kluster seperti pada globula lemak susu sapi. Ukuran yang lebih kecil membuat luas permukaan totalnya lebih besar dari susu sapi sehingga meningkatkan aktivitas lipase pankreatik dan membuatnya lebih mudah dicerna (Chandan et al., 1992). Susu kambing merupakan sumber energi yang sempurna untuk proses metabolisme, bahkan untuk melawan penyakit metabolisme. Kandungan mineral yang dimiliki susu kambing lebih tinggi dan lebih dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Ceballos, 2008). Kandungan gizi susu kambing terlihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Kandungan gizi susu kambing, nilai per 100 gram porsi makanan No
Nama
Jumlah
Satuan
1
Air
87
g
2
Energi
68
kkal
3
Protein
3,4
g
4
Total Lemak
3,8
g
5
Karbohidrat
4,4
g
6
Serat
0
g
7
Abu
0,8
g
Sumber : Moeljanto dan Wiryanta, 2002
B. SUSU BUBUK Susu merupakan cairan biologis yang kompleks. Terdiri dari lemak, protein, mineral, vitamin, enzim, laktosa, dan air. Susu tidak hanya sebagai makanan bernutrisi tinggi, namun merupakan bahan dasar yang fungsional. Namun demikian, terkadang sulit untuk ditransportasikan, disimpan atau bahkan diformulasikan dalam bentuk cairnya. Oleh karena itu diperlukan penerapan teknologi pemisahan sebagian besar air dari susu cairnya sehingga menjadi bubuk (Lagrange, 2006). Produk susu bubuk merupakan bentuk proses pengawetan susu yang menekankan pada pengurangan kadar air sehingga mempunyai kuantitas yang jauh lebih sedikit. Produk susu olahan tersebut dapat disimpan secara efisien, efektif, serta mempunyai daya simpan dalam jangka waktu lebih lama tanpa terjadi adanya penurunan kualitas dengan adanya penurunan kuantitas (Widodo, 2003). Menurut BSN (1999) susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak, dan tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Susu bubuk berlemak (full cream milk powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk. Susu bubuk rendah lemak (party skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) adalah
5
susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk (BSN, 1999). Menurut Syarief dan Halid (1991), pengeringan susu bubuk dapat menggunakan pengering semprot atau pengering drum. Proses pengeringan ini dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia susu bubuk. Susu bubuk yang dikeringkan dengan menggunakan pengering drum memiliki butiran berbentuk pipih dengan ketebalan 8-10 mikron. Susu yang dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot akan menghasilkan partikel dengan ketebalan 10-15 mikron, dan kelarutannya dalam air sempurna, hampir sama dengan susu segar. Susu bubuk yang dibuat secara “spray dryer” dengan kadar air rendah sebaiknya dikemas dalam waktu kurang dari 24 jam kemudian divakum. Susu bubuk selanjutnya disimpan pada kondisi kering dan tidak lembab. Indikasi adanya kerusakan susu bubuk, apabila ditemukan pembentukan gumpalan atau pemadatan. Penyimpanan susu bubuk dalam kantung plastik, disarankan menggunakan plastik polietilen dan kantung ditempatkan pada lokasi gelap. Sebaiknya dikemas ulang dalam kantung polietilen hitam sebelum didistribusikan (Syarief dan Halid, 1991). Standar untuk menjamin kualitas susu bubuk telah banyak dikembangkan. Salah satunya yang dikembangkan oleh industri-industri susu bubuk di Amerika Serikat. Standar-standar ini dipublikasikan oleh American Dairy Products Institute (ADPI). Karakteristik umumnya terdiri atas analisis kimia, fisik, dan mikrobiologis. Analisis kimia diantaranya meliputi lemak, protein total, laktosa, kadar air, dan total asam tertitrasi. Keasaman yang dianalisis merupakan bagian dari keasaman titrasi yang terbentuk dari hasil produksi asam laktat dari bakteri yang tidak diharapkan. Analisis fisik diantaranya higroskopisitas, indeks solubilitas, kemampuan dispersi, kemampuan basah, kemampuan mengalir, stabilitas panas. Analisis mikrobiologis diantaranya berupa estimasi bakteri/angka lempeng total. Perhitungan bakteri ini mengestimasi jumlah koloni yang mungkin berkembang per gram dari sampel di bawah kondisi khusus jika seluruh sampel diperiksa (Lagrange, 2006).
6
Standar mutu susu bubuk di Indonesia telah dikembangkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Persyaratan mutu susu bubuk berdasarkan BSN (1999) terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Mutu Susu Bubuk No
Jenis
Satuan
Susu Bubuk Berlemak
Persyaratan Susu Bubuk
Susu Bubuk Tanpa
rendah Lemak
Lemak
1
Keadaan
1.1
Bau
-
Normal
Normal
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
Normal
Normal
2
Air
b/b, %
Maks. 4,0
Maks 4,0
Maks. 4,0
3
Abu
b/b, %
Maks. 6,0
Maks. 9,0
Maks 9,0
4
Lemak
%
Min. 25,0
1,5 - < 26,0
Maks. 1,5
5
Protein
%
Min. 25,0
Min. 26,0
Min. 34,0
6
Pati
%
Tidak Ternyata
Tidak Ternyata
Tidak Ternyata
7
Cemaran Logam
7.1
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 20,0
Maks. 20,0
Maks. 20,0
7.2
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0,3
Maks. 0,3
Maks. 0,3
7.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 40
Maks. 40
Maks. 40
7.4
Timah (Sn)
mg/kg
Maks 40,0/250,0*
Maks 40,0/250,0*
Maks 40,0/250,0*
7.4
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,03
Maks. 0,03
Maks. 0,03
7.5
Arsen
mg/kg
Maks. 0,1
Maks. 0,1
Maks. 0,1
8
Cemaran Mikroba
8.1
ALT
koloni/g
Maks. 5 x 105
Maks. 5 x 105
Maks. 5 x 105
8.2
Bakteri Koliform
APM
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
8.3
E.Coli
Koloni/g
Negatif
Negatif
Negatif
8.4
Salmonella
Koloni/100g
Negatif
Negatif
Negatif
2
2
1 x 102
8.5
S. Aureus
Koloni/g
1 x 10
1 x 10
Sumber : BSN, 1999
C. PROSES PEMBUATAN SUSU BUBUK Proses pembuatan susu bubuk merupakan salah satu contoh pengolahan dan pengawetan susu dengan tujuan menurunkan kadar air susu dari 87 % ke 3 % dengan cara pengeringan semprot (spray drying). Proses pengeringan melibatkan adanya evaporasi kadar air dari 87 % menjadi 50 %, diikuti dengan spray drying pada suhu tinggi sehingga dihasilkan susu bubuk dengan kadar air rendah (sekitar 3%). Rendahnya kadar air ini berakibat pada rendahnya
7
aktivitas air (aw) sehingga menekan pertumbuhan mikroba. Kebanyakan bakteri dan khamir (yeast) dihambat pertumbuhannya pada aw 0,85. Secara khusus, pertumbuhan bakteri berhenti pada aw 0,75, sedangkan khamir dan jamur berhenti pada aw 0,65 (Widodo, 2003) Metode spray drying telah banyak diaplikasikan untuk skala industri dibandingkan metode lainnya. Spray drying merupakan proses pembuatan susu bubuk dengan pengeringan semprot terhadap susu yang sebagian airnya sudah dievaporasikan. Spray drying melibatkan penyemprotan susu dalam bentuk butiran halus ke dalam aliran udara panas. Proses pengeringan terjadi dengan cepat sehingga menghindarkan adanya kerusakan berbagai zat gizi yang relatif sensitif terhadap panas (Widodo, 2003). Proses evaporasi akan menguapkan air yang terdapat dalam bentuk air bebas yang terdapat di antara partikel padatan susu. Air yang diuapkan pada tahapan pengeringan semprot dan pemanasan pasca pengeringan semprot adalah air yang terdapat di pori atau partikel padatan. Hasil dari proses ini adalah susu bubuk dengan kadar air rendah tetapi kandungan nutrisinya tetap tinggi (Widodo, 2003). Secara garis besar, proses pengolahan susu bubuk melibatkan beberapa tahapan yaitu :1) standardisasi; 2) pasteurisasi; 3) evaporasi; 4) homogenisasi; 5) spray drying (pengeringan semprot); 6) pengeringan pasca spraying (after dryer) (Widodo, 2003). Standardisasi adalah tahapan awal pada proses pengolahan susu bubuk dengan tujuan mendapatkan total padatan (total solid) dari susu yang akan masuk ke evaporator. Standardisasi juga dilakukan untuk menentukan kualitas akhir dari susu bubuk yaitu dengan atau tanpa penambahan butter oil, jumlah susu skim serta potasium kaseinat atau bahan tambahan pangan lain yang ditambahkan (Widodo, 2003). Pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh mikroba patogen dan berbagai mikroba perusak lainnya yang mungkin ada pada susu segar. Proses ini sangat berguna dalam menekan resiko mikrobiologi (Widodo, 2003). Pasteurisasi dapat dilakukan minimum pada suhu 62,8 0C selama 30 menit (LTLT = Low
8
Temperature Long Time) atau 71,7 0C selama 15 detik (HTST = High Temperature Short Time) (Varnam dan Sutherland, 1994). Evaporasi merupakan kunci pada proses produksi susu bubuk. Tahapan ini berfungsi menguapkan air susu untuk meningkatkan total padatan susu. Proses evaporasi dilakukan secara bertingkat mulai dari suhu sekitar 54 hingga 75 0C pada kondisi vakum. Kondisi vakum sangat memungkinkan penguapan air pada suhu di bawah 100 0C. Semakin vakum, semakin tinggi pula kemampuan penguapan air (Widodo, 2003). Evaporasi diharapkan mencapai konsentrasi antara 30 – 50% (Juliawati, 1999). Homogenisasi adalah proses penyeragaman globula lemak dalam rangka mencegah terjadinya creaming atau pemisahan lemak (fat separation). Alat yang digunakan dinamakan homogeniser. Homogenisasi biasanya dilakukan pada susu yang sudah keluar dari evaporator sebelum masuk spray drying. Hal ini disebabkan susu yang sudah dihomogenisasi relatif rentan terhadap adanya oksidasi dan kerusakan selama proses. Susu yang sudah dihomogenisasi harus segera diproses lanjut menjadi susu bubuk dengan spray drying (Widodo, 2003). Spray drying adalah proses pembentukan bubuk susu setelah sebelumnya diuapkan airnya dan dihomogenisasi. Spray drying dilakukan dengan alat spray dryer menggunakan suhu tinggi. Hasil dari spray drying biasanya mengandung padatan total sekitar 95 % dan kadar air 5 %. Hasil dari proses ini umumnya ditampung pada alat yang disebut egron (Widodo, 2003). Pengeringan pasca spray drying merupakan tahapan pengeringan lanjut untuk mendapatkan kadar air maksimal sekitar 2,5 – 3 % pada susu bubuk yang sudah dihasilkan. Pengeringan lanjut ini mampu menguapkan air dari partikel susu yang dihasilkan. Tingkat keawetan susu akan lebih tinggi akibat penurunan aktivitas air sampai pada level yang tidak menguntungkan pertumbuhan mikroba pada aw 0,85 (Widodo, 2003).
9
D. PENGERING SEMPROT Pengering semprot adalah satuan operasi dimana di dalamnya produk cair diatomisasi dalam aliran gas panas untuk secara instan mendapatkan bubuk. Gas yang digunakan umumnya adalah udara atau terkadang gas inert seperti nitrogen. Cairan yang dimasukkan ke dalam pengering semprot dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi. Pengeringan semprot menghasilkan bubuk yang sangat halus (10-50 µm) atau partikel berukuran besar (2-3 mm) (Gharsallaoui et al., 2007). Teknik pengeringan semprot didasarkan pada prinsip dimana produk disemprotkan ke dalam suatu kamar (ruangan) yang diisi dengan udara panas tersirkulasi dalam bentuk butiran kecil sehingga suhu permukaannya meningkat dan memungkinkan tranfer panas yang cepat. Butiran–butiran ini kemudian dibawa udara panas dan disirkulasi sehingga menyerap panas yang dibutuhkan untuk terjadinya evaporasi. Uap air hasil evaporasi diserap oleh udara dan dikeluarkan dari alat pengering semprot. Serbuk kering kemudian jatuh ke bawah dan ditampung dalam wadah tertentu (Speer, 1998). Pengeluaran air dengan menggunakan pengeringan semprot sudah umum dilakukan. Pengeringan semprot umumnya digunakan pada industri pangan untuk memastikan stabilitas mikrobiologi produk, penurunan kadar air dan aktivitas air, menghindari resiko degradasi kimia dan/atau biologi, mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan, dan mendapatkan produk dengan sifat spesifik misalnya kelarutan instan. Proses pengeringan semprot telah banyak dikembangkan pada pengolahan susu bubuk. Proses pengeringan susu dengan pengeringan semprot dapat dikategorikan sebagai mikroenkapsulasi, dimana lemak susu menjadi material inti yang dilindungi oleh material dinding yang terbentuk dari campuran laktosa dan protein susu (Gharsallaoui et al., 2007). Menurut Brenan et al. (1981) yang termasuk komponen-komponen penting dari pengering semprot antara lain : 1) pemanasan udara dan sistem sirkulasi; 2) alat pembentukan semprotan; 3) ruang pengering; 4) sistem pemulihan produk. Penggunaan bahan bakar minyak dan pemanas elektrik tidak umum pada pengering semprot. Pemanas uap pada umumnya digunakan sebagai sumber
10
utamanya. Kipas sentrifugal atau blower biasanya digunakan untuk menggerakkan udara sepanjang sistem. Beberapa tipe pengering semprot memiliki kipas pemompa tunggal, namun tipe lain menggunakan kipas inlet dan outlet (Brenan et al., 1981) Pembentukan hasil semprotan yang seragam dan pendistribusiannya melalui udara panas adalah hal penting dalam kesuksesan proses pengeringan semprot. Istilah untuk mendeskripsikan pembentukan hasil semprot ini adalah atomisasi. Terdapat tiga tipe utama alat pengatomisasi yang digunakan dalam pengering semprot yaitu : pressure nozzle, centrifugal atomizer, dan two fluid noozle (Brenan et al., 1981). Prinsip utama dari pressure noozle yaitu material pemasukan dipompa melalui lubang kecil pada tekanan yang relatif tinggi ( 500 – 7000 psig ). Energi dari cairan bertekanan tinggi digunakan untuk membentuk semprotan. Sebuah celah masukan kecil yang terletak sebelum lubang memberi gerakan berputar pada cairan sehingga terbentuk semprotan kerucut. Semprotan kerucut hampa biasanya digunakan pada pengering semprot makanan (Brenan et al., 1981). Sebuah centrifugal atomiser biasanya terdiri dari sebuah lempeng atau mangkuk berputar yang terletak pada akhir sebuah batang. Cairan yang masuk dialirkan ke bagian tengah dari putaran pengatom, kemudian diakselerasi pada kecepatan linier dari garis keliling bagian kepala, selanjutnya diputar dalam bentuk semprotan ke dalam ruang pengering (Brenan et al., 1981). Prinsip kerja two-fluid nozzle tergantung pada energi aliran gas berkecepatan tinggi. Energi ini digunakan untuk mengatomisasi material yang dimasukkan ke dalam alat. Tekanan pemasukan yang digunakan pada twofluid noozle lebih rendah dari tekanan yang dibutuhkan pada pressure nozzle (Brenan et al., 1981). Ruang pengeringan merupakan bagian pengering semprot dimana udara panas dan material pemasukan bertemu, sehingga terjadilah pengeringan. Penelitian pada skala pilot plant atau skala industri merupakan satu-satunya metode yang paling tepat untuk menentukan tipe pengering untuk keperluan tertentu (Brenan et al., 1981).
11
Pada beberapa pengering semprot, bagian utama produk kering jatuh ke bagian bawah ruangan dan dikeluarkan dengan bantuan penggaruk, konveyor obeng, dan katup berputar. Ketika produk yang dikeringkan bersifat termoplastis dan/atau higroskopis dibutuhkan desain ruangan khusus yang didalamnya terdapat dinding pendingin, penyapu udara, dan beberapa fasilitas sejenis untuk pengeluaran produk. Sedangkan pada pengering lainnya, seluruh produk yang dikeringkan meninggalkan ruang pengeringan bersama udara yang keluar. Semua pengering membutuhkan pembersihan udara yang keluar dan pemulihan produk yang ada. Tiga metode yang umumnya digunakan untuk tujuan ini adalah dry cyclone separator, wet scrubber, dan bag filters (Brenan et al., 1981). Brenan et al. (1981) menyebutkan ada beberapa jenis sistem pengering semprot yaitu : 1) horizontal co-current; 2) simple vertical downward cocurrent with straight line flow; 3) simple vertical downward co-current with rotary flow; 4) complex vertical downward co-current; 5) vertical upward cocurrent; 6) vertical counter current. Ilustrasi sistem keenam sistem ini seperti terlihat pada Gambar 1.
12
Gambar 1. Jenis-jenis sistem pengering pengering semprot
13
Pengering semprot bekerja mengeringkan produk dengan pemanfaatan udara tersirkulasi seperti dijelaskan sebelumnya. Suhu inlet berkisar antara 180 – 230 0C dan suhu outlet 70-95 0C dan produk akhirnya memiliki kadar air 2-5 % (total padatan 95-98%). Selama operasi, kontrol dari sejumlah parameter
dibutuhkan
untuk
memastikan
konsistensi
kualitas
dan
menghasilkan susu bubuk dengan karakteristik yang diinginkan (Varnam dan Sutherland, 1994). Tabel 3 menunjukkan hubungan antara parameter operasi pengering semprot dengan sifat susu bubuk.
Tabel 3. Contoh hubungan antara parameter operasi pengering semprot dengan sifat susu bubuk. Parameter Operasi Suhu outlet tinggi
Sifat Bubuk Mengurangi kadar air Mengurangi kelarutan Meningkatkan lemak bebas
Suhu inlet tinggi
Mengurangi densitas kamba Mengurangi lemak bebas
Derajat atomisasi tinggi
Meningkatkan kelarutan Mengurangi kadar air Sedikit mengurangi lemak bebas
Total padatan masukan tinggi
Meningkatkan densitas kamba
.
14