3
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Perah Devendra dan Marca (1994) menyatakan, kambing merupakan hewan pelihara tertua setelah anjing. Kambing pada awalnya dijinakkan untuk diperoleh dagingnya. Kambing sebagai hewan perah dianggap yang tertua bahkan lebih daripada sapi dipandang dari segi kemudahannya untuk diperah. French (1970) menyebutkan bahwa kambing tergolong ke dalam famili Bovidae, sub ordo Ruminantia, ordo Artiodactyla, genus Capra. Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya dan kambing perah yang biasa dipelihara adalah kambing lokal seperti kambing Peranakan Etawah (PE) dan Saanen yang dapat hidup di daerah tropis (Devendra dan Burn, 1994). Menurut Atabany (2002) menyatakan bahwa kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya. Kambing perah yang dipelihara biasanya adalah kambing lokal seperti Peranakan Etawah (PE). Bangsa kambing perah lain yang ditemukan adalah kambing Saanen yang dapat hidup di daerah tropis, kambing Jawarandu dan kambing SAPE. Parameter reproduksi ternak kambing dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter Reproduksi Ternak Kambing Parameter Jumlah Kromosom Umur Pubertas (bulan)
Kambing 60 5-7
Panjang Siklus Estrus (hari)
20 -21
Lama Estrus (jam)
24 - 48
Terjadinya Ovulasi (jam)
24 - 36
Jumlah Ovum per Siklus
2-3
Lama Hidup Ova (Ova)
-
Lama Kebuntingan (hari)
149
Periode Laktasi (bulan)
7 - 10
Periode Kering (bulan)
2
Sumber : Mulyono, 2003
4
Kambing PE Kambing PE adalah hasil persilangan kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Kambing Etawah adalah kambing keturunan dari kambing Jamnapari. Kambing Jamnapari sangat baik sebagai hewan perah, dan juga sering dipelihara sebagai penghasil daging. Kambing ini mempunyai banyak warna, termasuk warna putih, merah coklat, dan hitam. Telinganya menggantung dengan panjang kurang lebih 30 cm. Berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan susu dan potensi pertumbuhannya, kambing Etawah digunakan secara luas untuk meningkatkan mutu kambing asli yang lebih kecil diberbagai negara seperti Malaysia dan Indonesia. Produksi susunya sekitar 235 kg selama masa laktasi 261 hari (Devendra dan Burns, 1994). Kambing PE mempunyai ciri yaitu ukuran tubuh kecil, fertilitas tinggi (Tomaszewska et al. 1993), hidung melengkung ke atas, telinga menggantung ke bawah dan sedikit kaku, warna bulu bervariasi dari hitam sampai coklat. Kambing PE jantan mempunyai bulu agak tebal dan agak panjang pada bagian bawah leher dan pundak, sedangkan betina agak panjang di bawah ekor searah garis kaki. Bobot hidup jantan sekitar 40 kg dan betina 35 kg.
Gambar 1 Kambing PE Kambing Jawarandu Menurut Sudono et al. (2002), kambing Jawarandu merupakan kambing tipe dwiguna sebagai ternak potong dan juga sebagai ternak perah. Di daerah Tegal, kambing ini terkenal sebagai kambing perah terutama di kalangan
5
masyarakat keturunan Arab. Kambing ini memiliki profil muka agak cembung dan telinga lebar menggantung ke bawah. Bulunya di bagian paha belakang cukup lebat. Warna bulu badannya bervariasi dari belang coklat putih, ke abu-abuan dan hitam kecoklatan warna bulu kepalanya. Ada yang bertanduk, ada pula yang tidak bertanduk. Kambing ini cukup subur, banyak yang beranak kembar dua, kembar tiga bahkan kadang-kadang sampai kembar empat. Tinggi pundak antara 75-100 cm, bobot badan jantan dewasa sekitar 70 kg dan betina dewasa sekitar 60 kg. Ternak kambing Jawarandu atau kambing Bligon merupakan jenis kambing Peranakan Etawah (PE) tetapi genotip Etawahnya relatif rendah dan presentase kambing kacangnya lebih tinggi, yaitu lebih dari 50%. Kambing ini memiliki moncong yang lancip, telinga tebal dan lebih panjang dari kepalanya, leher tidak bersurai, sosok tubuh terlihat tebal dan bulu tubuhnya kasar (Mulyono, 2003). Rataan selang beranak kambing Jawarandu adalah 7.6 bulan dan laju reproduksi induk yang diperoleh dari hasil penelitian sebesar 2.36 ekor anak sapih per induk per tahun serta produktivitas induk sebesar 23.51 kg (Utomo et al. 2005).
Kambing SAPE
Gambar 2 Kambing Jawarandu
Kambing SAPE Kambing SAPE merupakan hasil persilangan antara kambing Saanen jantan dengan kambing PE betina sehingga memiliki sifat di antara kedua tetuanya (Joesoep, 1986). Kambing SAPE mempunyai produksi susu harian lebih baik
6
daripada kambing PE, tetapi produksinya lebih rendah dari kambing Saanen Impor dan kambing Saanen keturunan (F1) (Utomo et al. 2005).
Gambar 3 Kambing SAPE Susu Kambing Menurut Edelsten (1988), secara umum susu adalah sekresi kelenjar ambing dari hewan yang menyusui anaknya. Istilah susu lebih sering artikan sebagai susu sapi. Jika susu berasal dari spesies lain, nama spesies tersebut ditambahkan dibelakang kata susu, misalnya susu kambing, susu kuda dan lain – lain. Rahman et al. (1992) menambahkan, secara kimia susu didefinisikan sebagai emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam – garam, mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Menurut SNI 01-3141-1998, susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang disebutkan diatas dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Spreer (1998) menyebutkan pula bahwa susu mentah adalah susu asli yang belum mengalami pemanasan lebih dari 40oC (temperatur asli susu) dan belum mengalami jenis perlakuan apapun. Antara susu kambing yang satu dengan yang lainnya terdapat komposisi kimia yang berbeda. Perbedaan komposisi kimia tersebut disebabkan oleh beberapa faktor pengontrol produksi susu baik secara kualitas maupun kuantitas seperti: 1) variasi antarbangsa kambing, 2) variasi interbangsa kambing, 3) faktor
7
genetik, 4) musim, 5) umur, 6) lama masa laktasi, 7) faktor perawatan dan perlakuan, 8) pengaruh masa birahi dan kebuntingan, 9) frekuensi pemerahan, 10) jumlah anak dalam sekali melahirkan, 11) pergantian pemerah, 12) lama masa kering, 13) faktor hormonal, 14) faktor pakan, dan 15) pengaruh penyakit (Sodiq dan Abidin, 2002). Ditinjau dari sudut pandang kualitatif, kasein susu kambing lebih dapat larut (soluble) dan mengandung proporsi protein terlarut yang lebih tinggi, diantaranya β-lactoglobulin, α-lactoalbumin dan serum albumin (Barrionuevo et al. 2002). Protein susu kambing yang lebih larut tentunya akan lebih mudah diserap dan mengindikasikan kualitas protein susu kambing lebih baik dibandingkan susu sapi (Aliaga et al.2003). Ketersediaan magnesium di dalam susu kambing, menurut Aliaga et al. (2003) lebih besar dibandingkan susu sapi dan mengandung jumlah vitamin D yang lebih banyak. Magnesium memiliki arti penting, karena berhubungan dengan metabolisme. Mineral magnesium dikenali sebagai kofaktor di dalam lebih dari 300 reaksi enzimatik yang mempengaruhi kegiatan metabolisme dan sintesa protein dan asam nukleat. Titik beku susu kambing memiliki kisaran rata-rata antara – 0.537 sampai - 0.646 ºC. Nilai pH susu kambing bervariasi antara 6.3 – 6.7 dengan rata-rata 6.53, sedangkan total asam tertitrasi (TAT) berkisar antara 0.10% - 0.26% (French, 1970). Komponen kimia alami susu kambing terdiri atas: air, lemak, protein, laktosa dan komponen lain seperti garam, asam sitrat, enzim, vitamin gas dan fosfolipid (Spreer, 1998). Susu kambing dari daerah tropis cenderung tinggi total padatannya terutama lemak dan protein, namun total zat padat susu kambing daerah tropis berkorelasi negatif dengan produksi susu (Sofyan dan Sigit, 1993). Komposisi susu kambing secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2 Kandungan Nutrisi Susu Kambing per 100 gram Nama
Jumlah
Satuan
Air
87
g
Energi
68
kkal
Energi
288
kJ
Protein
3.4
g
Total lemak
3.8
g
Karbohidrat
4.4
g
0
g
0.8
g
Kalsium (Ca)
133
mg
Besi (Fe)
0.05
mg
Magnesium (Mg)
13.97
mg
Fosfor (P)
110
mg
Potassium (K)
204
mg
Sodium (Na)
49
mg
Seng (Zn)
0.3
mg
Tembaga (Cu)
0.04
mg
Mangan (Mn)
0.018
mg
Selenium (Se)
1.4
mcg
Vitamin C (Asam Askorbat)
1.29
mg
Thiamin
0.048
mg
Riboflavin
0.138
mg
Niacin
0.227
mg
Serat Ampas Mineral
Vitamin
Sumber: Moeljanto dan Wirjanta (2002)
Razafindrakoto et al. (1994) menyatakan, bahwa susu kambing memiliki nilai gizi yang serupa dengan susu sapi dan bisa digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi untuk merehabilitasi anak – anak yang menderita gizi buruk. Jumlah kandungan lebih banyak terdapat pada vitamin A susu kambing, demikian pula dengan vitamin B, terutama riboflavin dan niasin meski harus diakui kandungan vitamin B6 dan B12 susu sapi lebih banyak (Razafindrakoto et al. 1994).
9
Kolostrum Kolostrum kadang disebut juga “susu ibu” adalah larutan kuning muda yang diproduksi kelenjar ambing selama jam pertama setelah melahirkan, biasanya mulai diproduksi sebelum melahirkan dan terkumpul selama beberapa minggu terakhir kebuntingan (Brandano et al. 2004). Kolostrum disimpan oleh kelenjar ambing sekitar 2 – 3 hari terakhir masa kebuntingan dan disekresikan sekitar 1 – 3 hari setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi pada 4 – 5 hari setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya (Brandano et al. 2004). Kolostrum memiliki kandungan protein serum yang sangat tinggi dan seringkali masih terdapat darah (Walstra dan Jenness, 1984). Kolostrum tidak hanya mempunyai kandungan nutrien yang tinggi, tetapi juga mempunyai bahan biologis aktif yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan dan nutrisi anak. Kolostrum merupakan sumber mineral utama bagi anak yang baru lahir. Konsentrasi mineral seperti Ca, P, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn sangat tinggi setelah melahirkan dan menurun seiring waktu postpartum (Kume dan Tanabe, 1993; Morgante, 2004; Brandano et al. 2004). Komposisi kimia dan karakteristik fisik kolostrum segar bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya karakteristik individu, ras atau bangsa ternak, pakan yang dikonsumsi sebelum melahirkan, jarak periode kering kandang, dan waktu pengambilan kolostrum setelah melahirkan (Pritchett et al. 1991; Kume dan Tanabe, 1993; Brandano et al. 2004). Kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering dan kadar abu kolostrum paling tinggi pada kolostrum hasil pemerahan satu jam setelah melahirkan, tetapi kadar laktosa semakin meningkat seiring bertambahnya waktu pemerahan setelah melahirkan (Brandano et al. 2004). Kolostrum juga mengandung protein, asam amino essensial dan non essensial, asam lemak, laktosa, komponen bukan nutrien seperti immunoglobulin, peptida, hormon peptida, faktor pertumbuhan, citokin, hormon steroid, tiroksin dan enzim (Lona dan Romero, 2001). Komposisi susu pada berbagai ternak dan manusia, tersaji pada Tabel 3.
10
Tabel 3 Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia Komposisi
Domba
Kambing
Sapi
Kerbau
Manusia
Air (%)
82.5
87.0
87.5
807
87.5
Total padatan (%)
17.5
13.0
12.5
192
12.5
Lemak (%)
6.5
3.5
3.5
8.8
4.4
Diameter globula lemak (µm)
4.0
3.9
4.4
-
-
Total Nitrogen (%)
5.5
3.5
3.2
4.4
1.1
Kasein (%)
4,5
2.8
2.6
3.8
0.4
Serum protein (%)
1.0
0.7
0.6
1.1
0.7
Laktosa (%)
4.8
4.8
4.7
4.4
6.9
Mineral (%)
0.92
0.80
0.72
0.8
0.30
Ca (mg/ l)
193
134
119
190
32
Energi (kkal/ l)
1050
650
700
1100
690
Berat jenis
1.037
1.032
1.032
1.030
1.015
Derajat keasaman (0 SH)
8.5
8.0
7.1
10.0
-
pH
6.65
6.60
6.50
6.67
6.85
-0.580
-0.570
-0.524
-0.580
-
Titik beku Sumber: Pulina dan Nudda, 2004
Kandungan bahan kering kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu, hal ini berkaitan dengan total padatan yang lebih tinggi pada kolostrum (Brandano et al. 2004). Kolostrum juga memiliki konsentrasi protein yang tinggi, berkaitan dengan kandungan immunoglobulin G yang tinggi dan juga konsentrasi fraksi proteinnya lainnya seperti laktoglobulin dan laktoferin lebih tinggi pada kolostrum dibandingkan susu. Fraksi protein tersebut diantaranya laktoglobulin dan laktoferin (Ontsouka et al. 2003). Laktoferin Laktoferin merupakan anggota keluarga transferrin yang merupakan protein pengikat besi yang dominan pada susu atau sekresi kelenjar ambing dan tergolong dalam glikoprotein pengikat besi yang terdiri dari rantai polipeptida rantai tunggal (Schanbacher et al. 1993; Connely, 2001). Berdasarkan fungsi protein secara kimia, maka ada dua kemungkinan fungsi laktoferin secara fisiologis, yaitu: 1) sebagai sumber besi untuk bayi/anak dan 2) suatu faktor
11
antimikrobial potensial dalam saluran susu dan di saluran pencernaan bayi/anak (Arnold et al. 1977; Bullen et al. 1972; Elliots et al. 1984). Bentuk molekul laktoferin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Laktoferin dengan Ikatan Ion Besi
Laktoferin terdiri atas dua lobus, yaitu lobus N dan C. 3+
lobusnya dapat mengikat ion Fe
Pada setiap
dan terdiri dari satu rantai glikan per molekul
(Mitoma et al. 2001; Kanyshkova et al. 2003). Sanchez et al. (1992) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa laktoferin ditemukan pada kolostrum dan sitoplasma dengan pendistribusian yang lebih merata dibandingkan transferin. Laktoferin disintesis oleh kelenjar ambing dan kapasitas kelenjar ambing untuk mensintesis laktoferin menurun dengan nyata pada 24 jam pertama laktasi.
Laktoferin sebagai Antimikroba Laktoferin merupakan ikatan besi glikoprotein yang terdapat di dalam susu, air liur serta sekresi eksokrin lainnya dan memiliki fungsi biologis diantaranya adalah sebagai antimikroba (Conner, 1993; Naidu, 2003; Takakura et al. 2003). Connely (2001) menyatakan, bahwa laktoferin merupakan protein multi fungsi seperti membantu penyerapan zat besi di usus, pertumbuhan sel usus,
12
melindungi dari serangan mikroba penyebab infeksi dan sebagai sistem kekebalan tubuh. Laktoferin adalah protein susu yang memiliki kemampuan antimikroba berspektrum luas dan bila digunakan sebagai pelengkap maka dapat mereduksi keberadaan E. coli di dalam usus anak sapi dan mengurangi serangan diare (Robblee et al. 2003). Aktivitas bakteriostatik pada susu dihubungkan dengan keberadaan laktoferin pada susu (Wang dan Hurley, 1998). Sifat bakteriostatik laktoferin berhubungan dengan afinitas pengikat besi (zat nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) yang tinggi sehingga mampu mengikat besi dari lingkungan mikroorganisme (Connely, 2001; Kanyshkova et al. 2003). Sifat bakterisidal laktoferin diduga dihasilkan oleh daerah kation pada lobus N dari laktoferin yang menyebabkan kerusakan pada membran luar bakteri (Connely, 2001). Hasil penelitian Wang dan Hurley (1998) menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri laktoferin dipengaruhi oleh kompleksitas laktoferin dengan protein lainnya dan telah diperoleh bukti bahwa laktoferin komplek seperti laktoferin-immunoglobulin dapat meningkatkan aktivitas antibakteri pada sekresi kelenjar ambing.
Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu Hasil penelitian Yoshida et al. (2000) menunjukkan kandungan laktoferin pada kolostrum berbeda antar individu sapi dan juga selama periode laktasi. Menurut Tsuji et al. (1990), kandungan laktoferin pada kolostrum atau susu beragam antar spesies dan individu di dalam spesies. Schanbacher et al. (1993) menambahkan, susu manusia pada awal menyusui memiliki kandungan laktoferin yang tinggi. Hasil penelitian Ferrer et al. (2000) menunjukkan, kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu manusia bervariasi antara 459.46 ± 190.7 g/ dL sampai 575.06 ± 218.2 mg/ dL pada sampel preterm dan dari 292.06 ± 167.4 mg/ dL sampai 970.66 ± 288.6 mg/ dL pada sampel term. Kandungan laktoferin yang tinggi terdapat di dalam kolostrum, dan meningkat pada susu jika terjadi mastitis (Tsuji et al. 1990; Conner, 1993). Kandungan laktoferin pada susu normal meningkat nyata jika ada infeksi koliform. Hal ini bisa mencerminkan status infeksi pada ambing (Ferrer et al. 2000).
13
Pemurnian Protein Pemurnian protein merupakan tahap yang harus dilakukan untuk mempelajari sifat dan fungsi protein. Sejumlah besar protein, lebih dari seribu macam, telah berhasil diisolasi dalam bentuk yang murni. Protein dapat dipisahkan dari protein jenis lain atau dari molekul lain berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan dan afinitas ikatan. Protein-protein dapat dipisahkan dari molekul-molekul kecil dengan cara dialisi melalui selaput semipermeabel. Pemisahan protein berdasarkan ukurannya dapat pula dilakukan dengan cara kromatografi pertukaran ion berdasarkan muatannya. Bila sebuah protein mempunyai muatan positif pada pH 7, maka akan terikat pada kolom penukar ion yang berisi gugus yang bermuatan negatif, sedangkan protein yang bermuatan negatif tidak terikat (Winarno, 2002). Protein-protein bermuatan positif yang terikat dalam kolom tersebut dapat dikeluarkan atau dielusi dengan penambahan garam NaCl atau garam lain pada larutan buffer yang digunakan untuk elusi. Ion Na+ berkompetisi dengan protein untuk berikatan dengan gugus pada kolom dan secara bertahap ion Na mengganti kedudukan protein. Protein terelusi keluar bersama eluen (larutan elusi). Protein dengan muatan density nett positive akan keluar lebih dulu dan kemudian baru disusul oleh protein dengan muatan density nett negative.
Kromatografi Kromatografi adalah metode fisik untuk memisahkan senyawa yang berada dalam suatu fase bergerak melewati suatu fase stasioner (fase diam). Fase bergerak dapat berupa gas atau cairan, sedangkan fase stasioner dapat berupa cairan atau padatan (serbuk halus) (Ardrey, 2003). Kromatografi digunakan untuk memisahkan komponen organik berdasarkan berat, ukuran, bentuk, afinitas atau kelarutan. Kromatografi dengan filtrasi gel digunakan untuk memisahkan molekul seperti protein dan asam nukleat berdasarkan ukurannya. Di dalam kromatografi dengan filtrasi gel, butiran-butiran poliacrylamide yang mengandung pori-pori kecil dikemas di dalam kolom. Sampel dilewatkan melalui kolom tersebut. Molekul dengan ukuran yang kecil dapat lewat melalui pori-pori sedangkan molekul yang berukuran lebih besar tidak dapat melewatinya (Ardrey, 2003).
14
Kromatografi penukar-ion (ion exchange chromatography) digunakan untuk memisahkan anion dan kation organik dan anorganik. Kromatografi penukar-ion bergantung pada interaksi molekul dalam fase bergerak (buffer dan sampel) dengan fase stasioner yaitu column packing matrix (Selkrik, 2004). Likuid
kromatografi mengacu
pada prosedur
kromatografi
yang
memindahkan fase likuid (cair). Likuid kromatografi digunakan untuk separasi molekul makro dan jenis ion dari biomedical, produk alami yang labil, dan beberapa jenis molekul berat dan komponen yang tidak stabil seperti protein, asam nukleat, asam amino, polisakarida, pigmen tanaman, lemak polar, polimer sintesis, dan metabolit hewan dan tanaman (Snyder dan Kirkland, 1979). Likuid kromatografi terdiri atas dua macam, yakni likuid kromatografi klasik dan modern. Kromatografi yang dilakukan pada penelitian adalah likuid kromatografi klasik. Likuid kromatografi klasik menggunakan kolom yang biasanya hanya digunakan satu kali, setelah itu dibuang. Separasi yang dilakukan membutuhkan waktu beberapa jam sehingga penggunaannya tidak efisien waktu (Snyder dan Kirkland, 1979).
Elektroforesis Metode Sodium Dodecyl Sulfate Poliacrylamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE) Elektroforesis
adalah
cara
yang
digunakan
untuk
memisahkan
makromolekul seperti asam nukleat dam protein (Sigma, 1988). Elektroforesis Poliakrilamid dengan penambahan larutan anion SDS dapat memisahkan subunit protein dan mengukur berat molekulnya (Sigma, 1988). Secara teknis menurut Yoshida et al. (2004) elektroforesis SDS-PAGE digunakan dalam biokimia dan biologi untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran (kekuatan rantai polipeptida dan berat molekulnya). Umumnya sampel dijalankan dengan bantuan matriks seperti kertas, selulose-asetat, gel pati, agarosa atau gel poliakrilamid (Sigma, 1988). Pemisahan dibantu dengan poliakrilamid atau agarosa, sesuai dengan Sigma (1988) yang menyatakan bahwa agarosa dan poliakrilamid dapat digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan ukurannya. Identifikasi dengan elektroforesis SDS-PAGE biasanya dipergunakan untuk memisahkan subunit-subunit yang terkandung dalam protein serta memperkirakan
15
berat molekulnya dengan tingkat kesalahan 5% (Sigma, 1988). Pita protein yang muncul dalam proses ini memperlihatkan pita protein dengan bobot molekul yang berbeda (Sigma, 1988). Subunit protein dengan bobot molekul lebih besar akan muncul di bagian atas dari running gel sedangkan subunit dengan bobot molekul yang lebih rendah akan muncul di bagian bawah (Sigma, 1988). Elektroforesis dilakukan melalui proses (a) running, untuk menjalankan sampel melewati matriks (gel) sehingga dapat terpisah berdasarkan bobot molekulnya, kemudian (b) fiksasi dengan menggunakan TCA untuk memfiksasi zona hasil running, (c) pewarnaan untuk mewarnai zona tempat jalannya sampel sehingga dapat dilihat hasil pemisahan berdasarkan bobot molekulnya (Sigma, 1988). Konsentrasi gel akrilamid berbeda menurut bobot molekul yang akan diukur. Konsentrasi 15% di bawah untuk memisahkan protein dengan bobot molekul di bawah 50 000 Da, sedangkan konsentrasi di bawah 7% untuk memisahkan protein dengan bobot molekul di atas 500 000 Da (Sigma, 1988). Berat molekul protein standar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Bobot Molekul Protein Standar Jenis Protein
Bobot Molekul
Relative Mobility (Rf)
Lactoferrin, bovine milk
90 000
0.2587
Bovine Albumin
66 000
0.4285
Egg Albumin
45 000
0.4714
Glyceraldehydes-3-phosphate, rabbit muscle
36 000
0.4857
Carbonic anhydrase, Bovine erythrocytes
29 000
0.5
Trypsinogen, Bovine pancreas
24 000
0.5357
Trypsin inhibitor, soybean α-Lactalbumin, bovine milk Sumber: Sigma, 1988
20 100
0.5642
14 200
0.6214
Bobot molekul laktoferin menurut Hurley et al. (1993) berkisar antara 83 kDa-84 kDa. Laktoferin menurut Yoshida et al. (2000) dibagi menjadi dua tipe yaitu laktoferin-a dan laktoferin-b dengan bobot molekul masing-masing 84 kDa dan 80 kDa. Bobot molekul 73.441 kDa untuk susu kambing kacang dan susu kambing PE sedangkan untuk kolostrum PE bobot molekul yang didapatkan sebesar 79.991 kDa (Maheswari, 2006). Nibbering et al. (2001) menggunakan
16
laktoferin dari susu manusia dengan bobot molekul 77 000 Da hasil pemurnian dengan menggunakan kromatografi penukar kation. Nam et al. (1999) melaporkan dengan
bahwa
hasil
menggunakan
karakterisasi ion-exchange
650 M mempunyai berat molekul 82 kDa.
laktoferin
kambing
chromatography
asli
Korea
CM-Toyopearl