3
TINJAUAN PUSTAKA Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak dilahirkan (Lukman et al. 2009). Menurut SNI 01-3141-2011 definisi susu dibagi menjadi dua, yaitu susu murni dan susu segar. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih diperoleh dari cara pemerahan yang benar, yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu disebut sebagai bahan makanan yang sempurna, memiliki nilai gizi yang tinggi dan lengkap. Kandungan gizi dalam susu sangat ideal, mudah dicerna serta diserap oleh darah dengan sempurna. Di dalam susu terkandung karbohidrat (laktosa) yang berfungsi sebagai bahan pembakar pada proses metabolisme dan digunakan dalam perkembangan sel otak. Lemak susu yang terdiri dari asam lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Keistimewaan lemak susu adalah tidak membentuk lemak cadangan, melainkan berfungsi sebaai lemak fisiologis. Protein dalam susu mengandung 11 asam amino esensial yang jarang ditemukan dalam makanan asal padi-padian (cereal grains). Kalsium dan vitamin D pada susu sangat penting untuk diet makanan manusia terutama wanita setelah masa menopause. Kasus osteoporosis lebih banyak diderita oleh wanita yang sudah lanjut usia. Susu diperkirakan dapat mensuplai sekitar 725 mg kebutuhan kalsium untuk manusia. Kandungan vitamin dan mineral yang terkandung pada susu berfungsi sebagai bahan pembantu pada proses katabiose dan anabiose metabolisme (Lukman et al. 2009). Salah satu produk susu yang beredar di pasaran adalah susu bubuk. Pembuatan susu bubuk merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan susu sehingga dapat tahan lebih lama. Susu jenis ini dapat langsung dibedakan dari bentuk dan tampilannya. Produk susu bubuk merupakan hasil proses penguapan dan pengeringan dengan cara penyemprotan dalam suhu dan tekanan tinggi.
4
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan susu bubuk adalah susu segar. Sumber utama susu segar pada umumnya diperoleh dari peternak sapi perah melalui perkumpulan koperasi. Persyaratan susu segar yang baik yang dapat diterima oleh industri pengolahan susu yang memiliki kandungan air 87.25% dan total solid 12.75% dari kandungan total solid pada susu segar yang terdiri dari lemak, protein, laktosa, dan abu (Insani et al. 2006). Bahan baku pendukung atau tambahan yang digunakan susu skim adalah gula, lemak susu, air, minyak nabati, dan vitamin. Susu skim adalah susu sapi yang tidak larut dalam lemak. Penambahan gula berfungsi sebagai pemanis dan pengawet karena mikroorganisme tidak akan tumbuh pada larutan gula yang memiliki tekanan osmosis tinggi. Air yang digunakan memiliki persyaratan tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung bakteri (jumlah dan jenis) yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Minyak nabati berfungsi untuk menggantikan lemak dalam susu yang dapat menurunkan kolesterol (Insani et al. 2006). Minyak nabati banyak mengandung vitamin E (tocopherol dan tocotrienol) yang berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan gizi yang terdapat dalam susu bubuk berupa protein, glukosida, lipid, garam-garam mineral, dan vitamin. Kandungan gizi ini dibutuhkan dalam pertumbuhan dan pertambahan jumlah sel anak-anak dan mamalia muda lainnya. Dikarenakan kandungan gizi yang lengkap, mikroorganisme juga menggunakan susu sebagai bahan yang ideal untuk pertumbuhannya (Buckle et al. 1987). Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993), komposisi kandungan gizi dari berbagai jenis susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk Jenis Susu Bubuk Susu Bubuk Full Cream Susu Bubuk Skim Susu Bubuk Krim Susu Bubuk Whey Susu Bubuk Buttermilk
Air (%) 3.5 4.3 4.0 7.1 3.1
Protein (%) 25.2 35.0 21.5 12.0 33.4
Lemak (%) 26.2 0.97 40.0 1.2 2.28
Laktosa (%) 38.1 51.9 29.5 71.5 54.7
Mineral (%) 7.0 7.8 5 8.2 6.5
5
Proses pembuatan susu bubuk melalui tahap pemanasan pendahuluan dan pengeringan. Pemanasan pendahuluan bertujuan untuk menguapkan air sehingga tinggal sekitar 45–50%. Pemanasan pendahuluan menggunakan temperatur antara 65–170°C, tergantung jenis susu bubuk yang akan dibuat. Susu bubuk penuh menggunakan suhu yang rendah dibanding susu bubuk skim. Setelah pemanasan dengan hasil susu kental, susu kemudian dikeringan. Tipe pengeringan ada dua macam, yaitu pengeringan tipe silindris (drum dryer) dan tipe semprotan (spray dryer) (Suharyanto 2009).
Gambar 1. Diagram pembuatan susu bubuk dengan metode Spray Drying Sumber : www.malvern.com
Pada pengeringan dengan tipe silindris, alat yang digunakan adalah dua silindris yang tertutup dan di dalamnya dialiri uap panas 90–150oC. Kedua silindris ini dalam posisi sejajar dan berdekatan yang saling berputar. Susu yang sudah melalui proses pemanasan pendahuluan (susu kental) dialirkan pada permukaan silindris dan kemudian susu akan mengering di permukaan silindris. Susu yang kering kemudian dibersihkan/dikelupas dengan pisau. Lamanya pengeringan ini adalah 6–30 detik. Bubuk yang diperoleh pada cara ini bersifat kasar tetapi tidak banyak kehilangan daya larutnya (Suharyanto 2009). Pengeringan tipe semprotan, bekerja dengan menyemprotkan susu yang sudah diperlakukan pemanasan pendahuluan ke dalam suatu ruang yang panas dengan menggunakan alat yang disebut nozzel. Di dalam ruang panas ini susu akan mengering. Suhu pengeringan yang digunakan adalah 538–650oC dan tekanan untuk menyemprotkan sebesar 25psi. Hasil bubuk yang diperoleh lebih halus tetapi lebih banyak kehilangan daya larutnya (Suharyanto 2009).
6
Menurut Oliveira et al. (2000) proses pembuatan susu bubuk melalui beberapa tahap yaitu : o
o
a. Perlakuan pasteurisasi dengan suhu 90 C selama 8 detik atau 108 C selama 2 detik. b. Penguapan air dengan perlakuan pemanasan akan menghasilkan 48% padatan. c. Proses penyemprotan kering (spray drying), susu disemprot dengan udara kering o
melalui lubang pada suhu 270 C.
Menurut SNI nomor 1-2970-2006 susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Susu bubuk meliputi susu bubuk berlemak, rendah lemak, dan tanpa lemak. Susu bubuk berlemak merupakan susu bubuk yang pada saat proses pembuatannya tidak mengambil atau mengurangi kadar lemak susu tersebut. Susu bubuk kurang lemak merupakan susu bubuk yang telah dikurangi sebagian lemaknya pada saat proses produksi, sedangkan susu bubuk bebas lemak adalah susu bubuk yang telah diambil lemaknya pada saat proses produksi (SNI No. 12970-2006). Komposisi susu bubuk terdiri dari bahan baku utama dan bahan tambahan pangan. Bahan baku utama susu bubuk adalah susu segar atau susu rekombinasi, yaitu susu yang diperoleh dengan cara melarutkan kembali susu bubuk dengan air dan atau dicampur susu segar. Bahan tambahan pangan adalah bahan tambahan pangan yang boleh digunakan untuk produksi susu yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Syarat mutu susu bubuk dapat dilihat pada tabel 2.
7
Tabel 2. Syarat mutu susu bubuk No.
1.
2. 3. 4. 5.
6. 7.
Kriteria Uji
Keadaan Bau Rasa Kadar air Lemak Protein (N x 63,8) Cemaran logam** Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Timah (Sn) Raksa (Hg) Cemaran arsen (as)** Cemaran mikroba Total plate count Bakteri coliform Escherichia coli Staphylococcus aureus Salmonella
Satuan
Persyaratan Susu bubuk Susu bubuk Susu bubuk berlemak kurang lemak bebas lemak
% b/b % b/b % b/b
Normal Normal Maks. 5 Min. 26 Min. 23
Normal Normal Maks. 5 1,5< x < 26,0 Min. 23
Normal Normal Maks. 5 Maks. 1,5 Min. 30
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 20,0 Maks. 0,3 Maks. 40,0/250,0 Maks. 0,03 Maks. 0,1
Maks. 20.0 Maks. 0,3 Maks. 40,0/250,0 Maks. 0,03 Maks. 0,1
Maks. 20.0 Maks. 0,3 Maks. 40,0/250,0 Maks. 0,03 Maks. 0,1
koloni/g APM/g APM/g koloni/g
Maks.5 X104 Maks.10 <3 Maks.1X102
Maks.5 X104 Maks.10 <3 Maks.1X102
Maks.5 X104 Maks.10 <3 Maks.1X102
koloni/100g
Negatif
Negatif
Negatif
*untuk kemasan kaleng **dihitung terhadap makanan yang siap dikonsumsi Sumber:SNI No. 1-2970-2006
Pencemaran pada Susu Bubuk Untuk menghadapi tantangan pasar global maka Indonesia harus mampu menghasilkan produk pangan hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Keamanan pangan (food safety) merupakan tuntutan utama konsumen. Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu makin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyarakat (Djafar dan Rahayu 2007). Kasus keracunan makanan selama tahun 2003-2005 yang diberitakan oleh berbagai media massa, memberikan gambaran tentang kondisi keamanan pangan di Indonesia. Sebanyak 18 kasus keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2003, di antaranya 83.30% disebabkan oleh bakteri patogen. Pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan 72.20% dari 53 kasus keracunan yang disebabkan bakteri patogen (Djafar dan Rahayu 2007).
8
Seperti dijelaskan sebelumnya, susu merupakan bahan makanan yang sempurna dan memiliki nilai gizi yang tinggi dan lengkap. Kondisi tersebut juga sangat cocok dan disukai mikroorganisme patogen maupun apatogen untuk berkembang.
Akibatnya
apabila
yang
mengontaminasi
susu
adalah
mikroorganisme patogen, maka susu dan hasil olahnnya dapat menjadi sumber penularan
peyakit
(food
borne
zoonosis).
Sebaliknya
apabila
yang
mengontaminasi susu adalah mikroorganisme yang tidak patogen, maka susu dan hasil olahannya menjadi cepat rusak, bau, tengik, dan kualitas susu menurun. Kualitatif
dan
kuantitatif
mikrobiologi
susu
dipengaruhi
oleh
mikroorganisme awal, kondisi pengolahan, dan pencemaran setelah pengolahan. Jumlah dan jenis mikroorganisme dipengaruhi faktor–faktor seperti : a. Lingkungan umum tempat bahan pangan tersebut diperoleh. b. Kualitas mikrobiologik bahan baku/segar. c. Kondisi sanitasi tempat penanganan dan pengolahan. d. Kondisi pengemasan, penanganan, dan penyimpanan bahan pangan serta produk olahannya. Susu dikatakan berkualitas tinggi apabila jumlah mikroorganisme rendah, bebas dari kuman penyakit juga mempunyai rasa yang sedikit manis dan bau harum yang khas susu (Rahman et al. 1992). Kualitas susu bubuk bergantung dari kualitas susu segar yang digunakan, kondisi sanitasi, dan higiene pada saat penanganan dan proses pengolahan susu bubuk tersebut (Oliveira et al. 2000). Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu bubuk Jenis Cemaran Mikroba Jumlah Total (Total Plate Count) Coliform Escherichia coli (patogen) (*) Enterococci Staphylococcus aureus Clostridium sp Salmonella sp (**) Campylobacter sp Listeria sp Keterangan : * : dalam satuan MPN/gram atau ml ** : dalam satuan kualitatif Sumber : SNI No. 01-6366-2000
Jumlah Maksimum Cemaran Mikroba (cfu/g atau cfu/ml) 4
5 x 10 0 0 1
1 x 10 1
1 x 10 0 Negatif 0 0
9
Menurut Sherrington dan Gaman (1981), beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah : a. Suplai Nutrisi Unsur-unsur dasar nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber nutrisi dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. b. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan, yaitu apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan cepat. Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan lambat. Selain itu, apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, komponen sel mikroba menjadi tidak aktif dan rusak sehingga mikroba menjadi mati.
c. Keasaman atau Kebasaan (pH) Setiap organisme memiliki kisaran pH dan pH optimum yang berbedabeda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6.6 dan 7.5 (netral). Tidak ada bakteri yang dapat tumbuh pada pH di bawah 3.5. d. Ketersediaan Oksigen Mikroorganisme
memiliki
karakteristik
sendiri-sendiri
di
dalam
kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi aerobik, anaerob, anaerob fakultatif, dan mikroaerofilik. Menurut Suwito 2010, beberapa mikroba yang diketahui banyak mencemari susu di antaranya adalah :
Staphylococcus aureus Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu adalah S.
aureus. Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwegia, S. aureus merupakan salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu (Jorgensen et al. 2005). Sumber-sumber penularan S. aureus terdapat di sekitar kita, yaitu bagian permukaan kulit, mukosa mulut, hidung, dan kulit kepala.
10
Escherichia coli E. coli termasuk bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan diare. Salah
satu syarat susu dalam SNI No. 01-6366-2000 adalah harus negatif cemaran mikrobaE. coli
Salmonella sp. Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dikeluarkan dari
saluran pencernaan hewan dan manusia bersama dengan feses. Salmonella enteritidis merupakan salah satu serotipe yang sering mengontaminasi susu di samping Salmonella typhimurium (Sarati 1999). Berdasarkan SNI 01-6366-2000, pemeriksaan Salmonella sp. dilakukan secara kualitatif dan harus negatif. Escherichia coli Theodor Escherich merupakan orang pertama yang menemukan koloni bakteri coli, yang diisolasi dari feses bayi yang baru lahir. Bakteri tersebut kemudian berganti nama menjadi Escherichia coli, dan selama bertahun-tahun bakteri tersebut hanya dianggap sebagai bakteri komensal usus besar. Pada tahun 1953, ditemukan strain E. coli yang patogen dan menyebabkan wabah diare pada bayi (Todar 2008).
Gambar 2. Struktur bakteri E. coli Sumber : http://healthdefine.com
E. coli merupakan anggota dari famili besar Enterobacteriaceae, merupakan satu di antara bakteri anaerobik fakultatif, berbentuk batang dan normal berada di usus hewan sehat atau sakit. Enterobacteriaceae merupakan bakteri yang penting secara medis. Sejumlah genus dari famili ini merupakan bakteri yang patogen pada usus manusia, misalnya Salmonella, Shigella, dan
11
Yersinia. Beberapa koloni organisme lain normal berada pada sistem pencernaan manusia, misalnya Escherichia, Enterobacter, dan Klebsiella, namun kadangkadang bakteri tersebut dikaitkan juga dengan kejadian penyakit pada manusia (Todar 2008). E. coli mampu berespons terhadap perubahan lingkungan hidupnya, seperti bahan kimia, pH, temperatur, osmolaritas dengan sejumlah cara yang luar biasa mengingat bakteri tersebut adalah organisme uniseluler. Meskipun secara normal berada di saluran pencernaan manusia, E. coli dalam saluran pencernaan manusia ada dalam jumlah yang sangat kecil dari jumlah seluruh bakteri. Namun, kehadiran E. coli di usus manusia dan feses dapat digunakan sebagai indikasi terjadinya kontaminasi pada air, produk peternakan, dan produk pertanian (Todar 2008). E. coli merupakan penyebab utama pada kasus infeksi bakteri secara umum, termasuk cholecystitis, bakterimia, cholangitis, infeksi saluran kemih, diare, dan infeksi klinis, seperti neonatal meningitis dan radang paru paru (Madappa et al. 2011). Berdasarkan Center of Food Security and Public Health tahun 2009, serotipe E. coli dibagi berdasarkan lipopolisakarida somatik (O), flagelar (H), dan kapsulas (antigen K).Sebagai bakteri penyebab infeksi enterik, E. coli memiliki enam varietas yang berbeda dengan mekanisme infeksi yang berbeda. Enam varietas E. coli tersebut adalah Enterotoxigenic E. coli (ETEC), banyak menyebabkan diare pada turis yang melakukan perjalanan ke negara lain (Travel’s diare). Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan Shigella-like disentri.Enteropathogenic E. coli (EPEC), banyak menyebabkan diare pada anakanak.Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), menyebabkan gastroenteritis dan hemolytic-uremic syndrome (HUS).Enteroaggregative E. coli (EAggEC), dikaitkan dengan diare persisten pada anak-anak di negara berkembang, dan Enteroadherent E. coli (EAEC) merupakan penyebab diare masa anak-anak dan travel’s diare di Meksiko dan Amerika Utara. Semua strain E. coli ini secara khusus menginvasi usus besar dan menyebabkan diare (Madappa et al. 2011). Terdapat lebih dari 700 serotipe E. coli telah ditemukan. Pengklasifikasian serotipe pada E. coli berdasarkan antigen O, H, dan K. Strain diarrheagenic (mikroorganisme yang menyebabkan diare) patogenik E. coli diklasifikasikan
12
berdasarkan faktor-faktor virulensi khas yang hanya dimiliki bakteri tersebut. Oleh karena itu, analisis pertama untuk patogenik E. coli biasanya dibutuhkan sebelum pengujian untuk penanda virulensi (Todar 2008).
Gambar 3.E. coli yang dikultur pada media selektif Mc Conkey Agar Sumber : http://www.solabia.fr
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) adalah koloni patogenik E. coli yang dapat menyebabkan diare atau kolitis berdarah pada manusia. Kolitis berdarah kadang-kadang berkembang ke Hemolytic Uremic Sindrome (HUS), penyebab penting dari gagal ginjal akut di anak-anak dan kematian pada orang dewasa. Pada orang dewasa, kasus tingkat kematian HUS dapat setinggi 50%. E. coli O157 (EHEC O157: H7) telah diakui sebagai penyebab sindrom ini sejak 1980-an. Serogroup lain termasuk anggota O26, O91, O103, O104, O111, O113, O117, O118, O121, O128, dan O145 juga dapat menjadi penyebab diare berdarah dan HUS. Beberapa strain mikroorganisme ini biasanya dikelirukan dengan EHEC O157:H7 pada manusia. Meskipun banyak EHEC, tetapi kebanyakan bakteri tersebut menunjukkan gejala yang asimptomatis pada hewan. Beberapa anggota dari serogroup E. coli selain O157 dapat menyebabkan penyakit enterik pada hewan muda. Pada kelinci, EHEC O153 telah dikaitkan dengan penyakit yang menyerupai HUS (Center for Food Security & Public Health 2009). Manusia dapat terinfeksi EHEC O157: H7 dari kontak langsung dengan mikroba patogen, kotoran, dan tanah yang terkontaminasi atau air, juga melalui konsumsi dari daging sapi dan produk-produk hewani lain yang tidak diolah, infeksi juga dapat berasal dari sayuran dan buah yang terkontaminasi. Dosis menular yang dapat menimbulkan risiko penyakit sangat rendah (Center for Food Security & Public Health 2009). EHEC ditransmisikan melalui rute fecal-oral.
13
Mikroorganisme ini dapat menyebar diantara hewan dengan kontak langsung atau melalui air minum, dalam pakan, padang rumput yang terkontaminasi atau sumber lain di lingkungan. Burung dan lalat merupakan vektor yang potensial dalam penyebaran bakteri tersebut (Center for Food Security & Public Health 2009). Eosine Methylene Blue Agar (EMBA) Eosin methylene blueagar merupakan media agar yang selektif dan diferensial. Media ini mengandung pewarna eosin dan methylene blue yang menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Oleh karena itu, media ini banyak dipilih untuk menumbuhkan bakteri Gram negatif. Media ini juga mengandung karbohidrat laktosa yang dapat digunakan sebagai media diferensiasi bakteri Gram negatif berdasarkan kemampuannya memfermentasikan laktosa (Leininger et al. 2001).
Gambar 4. Media Eosine Methylene Blue Agar Sumber : http://learn.chm.msu.edu
Gambar 5. Escherichia coli pada media EMBA sumber : http://microbiology2420.blogspot.com