2
TINJAUAN PUSTAKA Susu Menurut BSN (2011) tentang Susu Segar, definisi susu segar (raw milk) adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Syarat mutu susu segar menurut BSN (2011) tentang Susu Segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
Syarat mutu susu segar menurut BSN (2011) tentang Susu Segar Karakteristik
Berat jenis (pada suhu 27.5 ⁰C) minimum Kadar lemak minimum Kadar bahan kering tanpa lemak minimum Kadar protein minimum Warna, bau, rasa, kekentalan Derajat asam Ph Uji alkohol (70%) v/v Cemaran mikroba, maksimum a. Total plate count b. Staphyloccous aureus c. Enterobacteriaceae Jumlah sel somatis maksimum Residu antibiotika (Penisilin, Tetrasiklin, Aminoglikosida, Makrolida) Uji pemalsuan Titik beku Uji peroxidase Cemaran logam berat, maksimum a. Timbal (Pb) b. Merkuri (Hg) c. Arsen (As)
Syarat 1.0270 g/ml 3.0% 7.8% 2.8% tidak ada perubahan 6.0-7.5 ºSH 6.3-6.8 negatif 1 × 106 cfu/ml 1 × 102 cfu/ml 1 × 103 cfu/ml 4 × 105 sel/ml negatif negatif -0.520 s.d -0.560 ºC positif 0.02 µg/ml 0.03 µg/ml 0.1 µg/ml
Pasteurisasi Susu Menurut BSN (1995) tentang Susu Pasteurisasi, susu pasteurisasi adalah susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 63-66 ºC selama minimum 30 menit atau pada pemanasan 72 ºC selama minimum 15 detik, kemudian segera didinginkan sampai 10 ºC, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4.4 ºC. Menurut Buckle et al. (2007), pasteurisasi pada susu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap susu segar yang kemungkinan
3 membawa bibit penyakit dengan mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu segar. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2 hari, sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat bertahan selama 1 minggu (Sarinengsih 2009). Persyaratan mutu susu pasteurisasi berdasarkan BSN (1995) tentang Susu Pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
Syarat mutu susu pasteurisasi menurut BSN (1995) tentang Susu Pasteurisasi Karakteristik Syarat A B Bau khas khas Rasa khas khas Warna khas khas Kadar lemak minimum 2.80 1.50 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7.7 7.5 Uji reduktase dengan methylen blue 0 0 Kadar protein minimum 2.5 2.5 Uji fosfatase 0 0 4 Total plate count maksimum 3 × 10 3 × 104 Koliform maksimum 10 10 A = susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa B = susu pasteurisasi yang diberi penyedap cita rasa
Pada susu terdapat tiga metode pasteurisasi, yaitu metode low temperature long time (LTLT) dengan menggunakan suhu 150 ºF (66 ºC) selama 30 menit, metode high temperature short time (HTST) dengan menggunakan suhu 161 ºF (72 ºC) selama 15 detik, dan metode higher heat shorter time (HHST) dengan menggunakan suhu 191 ºF (89 ºC) selama 1 detik (Smith 1981). Cemaran Mikroorganisme pada Susu Susu merupakan produk pangan bernutrisi tinggi. Susu mengandung lemak, protein (kasein, whey), karbohidrat (laktosa), asam amino, vitamin dan mineral (kalsium) yang dibutuhkan oleh sapi yang sedang tumbuh dan berkembang. Susu sering dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme patogen karena kandungan nutrisinya (Hill et al. 2012). Susu merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Populasi bakteri dapat berkembang dua kali lipat setiap 30 menit pada suhu 25 ºC, dimana pH berkisar antara 6.0-6.5 (Marandi et al. 2005). Menurut Jorgensen et al. (2005), mikroorganisme pada susu secara alami akan ditemukan, namun jumlah mikroorganisme tersebut akan bertambah dengan adanya pencemaran dari tangan dan baju pemerah, alat perah, kandang, peralatan penampung susu (ember, lap, saringan) dan penyakit tertentu pada hewan. Selain itu jumlah mikroorganisme dapat meningkat mencapai 100 kali lipat atau lebih saat disimpan pada suhu 25 ºC dalam waktu yang lama (Chye et al. 2004).
4 Total plate count (TPC) Metode total plate count (TPC) adalah metode yang paling sering digunakan dalam menghitung jumlah bakteri pada susu segar. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah bakteri yang ada pada susu segar dimulai dari saat pemerahan. TPC memberikan gambaran kualitas dan higiene susu secara keseluruhan, akan tetapi metode ini memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengidentifikasi sumber kontaminasi bakteri (Elmoslemanya et al. 2010). Jumlah mikroorganisme pada contoh pangan yang diperoleh dengan metode ini merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh tersebut. Tidak semua mikroorganisme dapat tumbuh dalam media agar dan kondisi inkubasi yang diterapkan. Jumlah mikroorganisme yang tumbuh (membentuk koloni) hanya berasal dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi yang ditetapkan (misalnya jenis media, ketersediaan oksigen, suhu dan lama inkubasi) karena mikroorganisme lain yang terdapat pada contoh tidak dapat tumbuh atau bahkan menjadi mati (Lukman 2009). Biakan mikroorganisme pada media total plate count (TPC) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Biakan mikroorganisme pada media total plate count (TPC) Koloni yang nampak pada biakan tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme, tetapi dapat berasal dari sekelompok mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini hanya merupakan jumlah prakiraan (estimasi) dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme yang diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan mikroorganisme sesungguhnya. Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu dari contoh (cm2) (Lukman 2009). Menurut BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, nilai maksimal TPC yang diperbolehkan pada susu segar yaitu sebesar 1x106 cfu/ml. Menurut BSN (2000), Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) adalah jumlah jasad renik/mikroba maksimum (cfu/gram atau cfu/ml) yang diizinkan atau direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan asal hewan. Klasifikasi BMCM dalam bahan makanan asal hewan digolongkan dalam satu tingkatan mutu. Spesifikasi persyaratan mutu BMCM pada susu menurut BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan dapat dilihat pada Tabel 3.
5 Tabel 3
Spesifikasi persyaratan mutu BMCM pada susu menurut BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (dalam satuan cfu/gram atau cfu/ml) Susu Susu Susu Segar Susu Bubuk Pasteurisasi Steril/UHT Total plate count 1 × 106 <3 × 104 5 × 104 <10/0.1 Coliform 2 × 101 <0.1 × 101 0 0 Escherichia coli (*) 0 0 0 0 Enterococci 1 × 102 1 × 102 1 × 101 0 2 1 1 Staphylococcus aureus 1 × 10 1 × 10 1 × 10 0 Clostridium sp. 0 0 0 0 Salmonella sp. (**) negatif negatif negatif negatif Camphylobacter sp. 0 0 0 0 Listeria sp. 0 0 0 0 Jenis Cemaran Mikroba
(*) (**)
: dalam satuan MPN/gram atau MPN/ml : dalam satuan kualitatif
Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berdiameter 1 µm, dan memiliki penampakan di mikroskop seperti anggur. Bakteri ini bersifat nonmotil dan memiliki koloni berwarna kuning keemasan. Dinding sel Staphylococcus aureus terdiri dari tiga komponen yaitu peptidoglikan, asam teikhoat dan protein A (Bhunia 2008). Biakan Staphylococcus aureus dalam media Vogel Johnson agar dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Biakan Staphylococcus aureus dalam media Vogel Johnson agar Staphylococcus aureus bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta memiliki metabolisme melalui respirasi atau fermentasi. Staphlococcus aureus memiliki sifat katalase positif dan mampu memproses sebagian besar karbohidrat. Staphylococcus aureus digolongkan sebagai mikroorganisme mesofilik. Mikroorganisme yang tergolong mesofilik adalah mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada temperatur 37-40 ºC. Selain itu, Staphylococcus aureus mampu tumbuh pada aw 0.83, pH 4.5-9.3, dengan pH optimum 7.0-7.5 (Bennett 2005).
6 Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin yang tahan panas yang memiliki ketahanan panas melebihi sel vegetatifnya. Enterotoksin dilepaskan ke dalam makanan selama bakteri tumbuh dan memperbanyak diri dalam makanan (Jay et al. 2005). Walaupun bakteri ini mudah mati dengan pemanasan suhu 66 ºC selama 10 menit, enteroktoksin tersebut masih dapat bertahan pada suhu 100 ºC selama 30 menit (Civer dan Rieman 2003). Aktivitas enterotoksin Staphylococcus aureus pada sel epitel usus bersifat cytotonic, yaitu tidak menyebabkan kerusakan pada membran sel tetapi menyebabkan peningkatan pembentukan messenger intraseluler yang dapat meningkatkan sekresi dan menyebabkan diare (Yuswari 2006). Berdasarkan BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, nilai maksimal Staphylococcus aureus yang diperbolehkan pada susu segar adalah 1x102 cfu/ml. Koliform Koliform merupakan suatu grup bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan termasuk famili Enterobacteriaceae. Bakteri koliform dapat tumbuh pada media aerobik dan anaerobik fakultatif, serta dapat memfermentasi laktosa pada suhu 37 ºC dalam waktu 48 jam. Koliform memiliki enzim galaktosidase dan bersifat oksidase negatif (Paruch dan Mæhlum 2012). Koliform termasuk kelompok bakteri psikotrofik yang mengalami pertumbuhan minimum pada suhu -10 ºC, optimum pada suhu 20-30 ºC, dan maksimum pada suhu 42 ºC (Garbut 1997). Biakan koliform pada media violet red bile agar dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Biakan koliform pada media violet red bile agar (VRB) Menurut Sperling (2007), koliform dapat ditemukan di dalam air bersih dan air yang telah terkontaminasi, tanah dan tumbuhan, maupun di dalam feses manusia dan hewan berdarah panas (mamalia dan burung). Oleh karena itu, bakteri koliform tidak hanya ditemukan pada saluran pencernaan (koliform fekal), tetapi dapat juga ditemukan pada tanah dan tumbuhan (koliform non fekal). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), koliform termasuk bakteri yang dapat mengubah karbohidrat melalui proses glikolisis. Proses yang tidak mengharuskan adanya oksigen ini merupakan proses perombakan karbohidrat menjadi asam piruvat yang akan diubah lagi menjadi asam laktat melalui
7 fermentasi. Terbentuknya asam laktat tersebut menyebabkan turunnya pH sehingga susu menjadi asam dan menurunkan kualitas susu. Termasuk bakteri koliform antara lain: Escherichia coli, Edwardsiella, Citrobacter, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia, Proteus, Arizona, Providentia, dan Pseudomonas. Jumlah koliform dalam susu segar yang diperbolehkan menurut BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan Segar adalah 20 cfu/ml.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan sejak Maret sampai dengan Agustus 2012. Pengambilan sampel dilakukan pada salah satu industri pengolahan susu (IPS) di Kabupaten Sukabumi. Pengujian mikroorganisme dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veterinar (Kesmavet), Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan dan Jumlah Sampel Sampel terdiri dari susu segar, susu separasi, susu mix fat dan susu pasteurisasi. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu minggu sekali selama lima minggu berturut-turut. Sampel susu ditampung pada plastik 1 liter dan disimpan pada cool box yang telah diisi es. Sampel tersebut digunakan untuk pemeriksaan total plate count (TPC), Staphylococcus aureus dan koliform. Bahan Bahan yang digunakan adalah sampel susu segar, sampel susu separasi, sampel susu mix fat, sampel susu pasteurisasi, plate count agar (Acumedia Cat. 7157 A), Vogel Johnson Agar (Criterion®) yang telah ditambahkan potassium tellurite 3%, violet red bile agar (Neogen®), buffered pepton water (BPW) 0.1% (Pronadisa Cat. 1402.00), lauryl sodium sulfate dan alkohol 70%. Alat Alat yang digunakan adalah pipet volumetrik ukuran 1 ml; 2 ml; 5 ml; dan 10 ml, tabung reaksi (Iwaki Pyrex volume 15 ml), cawan petri (Normax, diameter 10 cm), kertas label, spidol marker, tissue, kain lap, pembakar bunsen, pengocok tabung (Vortex mixer VM-1000), inkubator (Memmert INB 500), penangas air, autoklaf, cool box, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), freezer dan counter. Metode Penelitian Pengujian jumlah TPC, Staphylococcus aureus dan koliform menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang. Pengujian TPC menggunakan media plate count agar (PCA). Pengujian jumlah Staphylococcus aureus menggunakan media Vogel Johnson agar (VJA). Pengujian jumlah koliform menggunakan