29
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah Setiap daerah memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan dalam upaya memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Yang dimaksud dengan potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002). Tujuan dari pengembangan ekonomi di daerah pada umumnya adalah peningkatan pendapatan ril per kapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan strategi yang menyeluruh dalam proses pengembangan potensi ekonomi di daerah, sebagai pedoman dan pegangan dalam setiap pengambilan kebijakan. Dalam mempersiapkan strategi pengembangan potensi ekonomi di daerah, setidaknya terdapat lima langkah yang harus ditempuh, yaitu: 1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masingmasing sektor. 2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk dikembangkan dan mencari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya potensi sektor tersebut untuk dikembangkan. 3. Mengidentifikasi sumber daya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk sumber daya manusianya dan yang siap digunakan untuk mendukung perkembangan setiap setor yang bersangkutan. 4. Dengan model pembobotan terhadap variabel - variabel kekuatan dan kelemahan untuk setiap sektor dan sub-sektor, maka akan ditemukan sektorsektor andalan yang selanjutnya dianggap sebagai potensi ekonomi yang patut dikembangkan di daerah yang bersangkutan.
30
5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-sektor andalan yang diharapkan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh sehingga perekonomian akan dapat
berkembang dengan sendirinya (self
propelling) secara berkelanjutan (sustainable development). Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada sumberdaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan peningkatan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi potensipotensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah (Sjafrizal, 2008). Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990). Dari definisi tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang kemudian diikuti oleh
perkembangan sektor lain yang kurang
potensial. Dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor perekonomian yang potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang
31
tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan. Jadi disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara keseluruhan.
2. 2 Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Basis Potensi ekonomi di daerah pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua sektor : yaitu sektor ekonomi yang menjadi kegiatan basis dan sektor ekonomi yang bukan kegiatan basis. 1.
kegiatan-kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau kepada orang-orang yang datang dari luar wilayah perekonomian bersangkutan;
2.
kegiatan-kegiatan yang bukan basis (non basic activities) adalah kegiatankegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orangorang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat daerah yang bersangkutan, kegiatan ini tidak mengekspor barang dan jasa, produksi dan pemasaran terbatas pada wilayah daerah yang bersangkutan. Pada dasarnya teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu
utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan investasi industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, dan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job creation).
32
Inti dari teori ini adalah sektor unggulan menghasilkan barang-barang dan jasa untuk dipasarkan di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor unggulan tetapi juga menaikkan permintaan akan sektor non unggulan. Berdasarkan teori ini
sektor unggulan yang harus
dikembangkan dalam rangka memacu
pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Arsyad, 1999). Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini adalah di mana arah penekanannya terhadap arti pentingnya bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar baik secara nasional maupun internasional. Implementasi
kebijakannya
mencakup
pengurangan
hambatan
terhadap
perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada akan didirikan di daerah tersebut (Arsyad, 1999). Menurut Glasson (1990) kegiatan-kegiatan Basis (Basic activities) adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan bukan basis (Non basic activities )adalah kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi; luas lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama bersifat lokal. Implisit didalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa sehingga akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengurangi pendapatan suatu daerah dan turunnya permintaan terhadap barang dan jasa dan akan menurunkan volume kegiatan (Richardson, 1977).
33
Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (Prime mover role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional. Pendekatan secara tidak langsung mengenai pemisahan antara kegiatan basis dan kegiatan bukan basis dapat menggunakan salah satu ataupun gabungan dari tiga metode yaitu : a) Menggunakan asumsi-asumsi atau metode arbetrer sederhana Mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufakturing adalah Basis, dan semua industri Jasa adalah bukan basis, metode tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok industri bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau ke duanya. b) Metode Location Quotient ( LQ ). Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu teknik pengukuran yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor basis atau non basis (Prasetyo, 2001). Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja disetiap daerah sektor regional adalah sama dengan produktivitas tiap tenaga kerja dalam industri nasional, dan bahwa perekonomian nasional merupakan suatu perekonomian tertutup. Sehingga perlu disadari bahwa: [i] Selera atau pola konsumsi dan anggota masyarakat itu berbeda–beda baik antar daerah maupun dalam suatu daerah. [ii] Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang untuk setiap daerah berbeda. [iii] Bahan keperluan industri berbeda antar daerah. Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan dalam rangka usaha memisahkan sektor-sektor basis – bukan basis. Disamping mempunyai kelemahan, metode ini juga mempunyai
34
dua kebaikan penting, pertama ia memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung. Kedua metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data historik untuk mengetahui trend (Prasetyo, 2001) c) Metode ketiga, yakni kebutuhan minimum (minimum requirements) Metode kebutuhan minimum adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah yang pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentase itu diperbandingkan dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri di daerah bersangkutan untuk memperoleh employment basis total. Dibandingkan dengan metode LQ, metode minimum requirements lebih bersifat arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi yang terlalu terperinci sehingga dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi kegiatan basis atau ekspor. Teori basis ini mempunyai kebaikan mudah diterapkan, sederhana dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahan-perubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek.
2. 3 Otonomi Daerah dan Pembentukan Daerah Otonom Baru 2. 3. 1 Konsep Otonomi Daerah Konsep otonomi daerah dan desentralisasi sering kali digunakan sejajar bahkan dipakai secara bergantian untuk pengertian yang sama. Secara etimologis otonomi berasal dari dua suku kata dalam bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti sendiri, dan nomos yang bermakna undang-undang, dengan demikian otonomi berarti perundangan sendiri (Juanda, 2004). Menurut Sarundjang (2000)
35
pengertian otonomi selalu menyangkut dua hal pokok, yaitu : kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self government). Dengan demikian, otonomi dapat diartikan suatu kebebasan dan kemandirian suatu pemerintahan yang lebih rendah untuk megurus dan mengatur sebagian dari urusan pemerintahan. Sedangkan desentralisai berasal dari bahasa Latin yaitu de=lepas, dan centrum=pusat. Jadi menurut perkataannya, desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat. Hubungan antara konsep otonomi dan desentralisasi, yaitu otonomi daerah merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan teori demokrasi yang diaplikasikan melalui konsep desentralisasi, sedangkan desentralisasi itu sendiri merupakan salah satu ciri dan implementasi serta esensi demokrasi (Juanda, 2004). Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menuurt Osborne dan Geabler (2003) desentralisasi dalam rangka otonomi daerah memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi; lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah. 2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi. 3. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang tersentralisasi. 4. Lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktifitas. Pendapat
ini
menekankan
karakter
efektif
dan
efisien
dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang terdesentralisasi. Hal itu tentunya juga
36
menghendaki adanya keleluasaan daerah untuk menjalankan kewenangannya sesuai dengan kebutuhan rakyat daerahnya. Penyelenggaraan otonomi daerah seperti yang diatur dalam UU No. 22 tahun 2009 yang selanjutnya diubah dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memiliki dua tujuan penting, yaitu demokrasi dan kesejahteraan. Tujuan demokrasi, diarahkan pada upaya pendidikan politik yang secara agregat akan berpengaruh terhadap pendidikan politik secara nasional, sedangkan tujuan kesejahteraan pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis (Grand Strategi Implememntasi Otonomi daerah; 2005). Dalam upaya mewujudkan tujuan kesejahteraan masyarakat, otonomi daerah diarahkan kedalam penataan dan pengelolaan pembangunan sosial ekonomi masyarakat di daerah, dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki daerah. Dalam konteks ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas, untuk membangun daya saing ekonomi daerah, melalui seperangkat kebijakan yang dimilikinya. 2.3.2 Pembentukan Daerah Otonom Baru Pembangunan ekonomi dilaksanakan secara terpadu, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta diarahkan agar pembangunan
yang berlangsung
merupakan kesatuan pembangunan nasional. Sehingga dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional perlu adanya pembangunan ekonomi daerah yang pada akhirnya mampu mewujudkan kemakmuran yang adil dan merata antar daerah (Wijaya dan Atmati, 2011). Dengan sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki otoritas penuh untuk mengembangkan pembangunan ekonomi di daerah. Sehingga tujuan utama, penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud dengan baik. Hal itu dilakukan dengan mengembangkan daya saing ekonomi untuk menciptakan pertumbuhan yang tinggi, berkualitas, dan berkelanjutan (Dahuri, 2010) Selain mempercepat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah, otonomi daerah diselenggarakan dengan tujuan political equity, yaitu guna meningkatkan partisipasi politik masyarakat di daerah, dan local accountability,
37
yaitu meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat di daerah (Syarif, 2000). Pergeseran tata kelola pembangunan di daerah, dari sentralisasi ke desentralisasi ini, selain memunculkan harapan pengembangan ekonomi di daerah, dan mengurangi ketimpangan antar wilayah, juga memunculkan peluang bagi elit di daerah untuk berupaya membentuk daerah otonom baru, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota. Gerakan pembentukan daerah otonom baru ini muncul karena undang-undang tentang pemerintah daerah memberikan ruang untuk dilakukannya pembentukan atau penggabungan daerah otonom baru. Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, perihal pemekaran daerah diatur pada Pasal 46 ayat (3) dan (4), sebagai berikut: “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Pada ayat (4) disebutkan bahwa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas maksimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Sementara, pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan: “Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan”. Pemekaran wilayah administratif menjadi kecenderungan baru dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintahan provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 33 (26,9 %), sedangkan pemerintah kabupaten/kota meningkat 45,2%, dari 303 menjadi 440. Angka-angka tersebut nampaknya akan meningkat terus di tahun-tahun mendatang. Sampai awal 2007, usulan pembentukan 114 kabupaten/kota serta 21 propinsi baru telah berada di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (BAPENAS, 2007). Fenomena tersebut telah menimbulkan sikap pro dan kontra di berbagai kalangan politisi, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, dan di antara para pakar. Mereka memperdebatkan manfaat ataupun kerugian yang timbul dari banyaknya wilayah yang dimekarkan. Berbagai pandangan dan opini disampaikan untuk mendukung sikap masing-masing pihak. Fitrani et al. (2005) menyatakan bahwa pemekaran telah membuka peluang terjadinya bureaucratic and political rent-
38
seeking, yakni kesempatan untuk memperoleh keuntungan dana, baik dari pemerintah pusat maupun dari penerimaan daerah sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa, karena adanya tuntutan untuk menunjukkan kemampuan menggali potensi wilayah, maka banyak daerah menetapkan berbagai pungutan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini menyebabkan terjadinya suatu perekonomian daerah berbiaya tinggi. Lebih jauh lagi timbul pula tuduhan bahwa pemekaran wilayah merupakan bisnis kelompok elit di daerah yang sekedar menginginkan jabatan dan posisi. Euforia demokrasi dan partai-partai politik yang memang terus tumbuh, dimanfaatkan kelompok elit ini untuk menyuarakan ”aspirasinya” mendorong terjadinya pemekaran. Di sisi lain, banyak pula argumen yang diajukan untuk mendukung pemekaran, yaitu antara lain adanya kebutuhan untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan pembangunan. Alasan lainnya adalah diupayakannya pengembangan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil (Ida, 2005). Berdasarkan hasil kajian Depdagri (2010), terdapat alasan-alasan yang mendasari dilaksanakannya pemekaran daerah adalah: 1. Alasan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dijadikan alasan utama karena adanya kendala geografis, infrastruktur dan sarana perhubungan yang minim. 2. Alasan historis, pemekaran suatu daerah dilakukan karena alasan sejarah, yaitu bahwa daerah hasil pemekaran memiliki nilai historis tertentu. 3. Alasan kultural atau budaya (etnis), dimana pemekaran daerah terjadi karena menganggap adanya perbedaan budaya antara daerah yang bersangkutan dengan daerah induknya. 4. Alasan ekonomi, dimana pemekaran daerah diharapkan dapat mempercepat pembangunan di daerah dan mengatasi ketimpangan. 5. Alasan anggaran, pemekaran daerah dilakukan untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Sebagaimana diketahui daerah yang dimekarkan akan mendapatkan anggaran dari daerah induk selama 3 tahun dan mendapatkan dana dari pemerintah pusat (DAU dan DAK).
39
6. Alasan keadilan, bahwa pemekaran dijadikan alasan untuk mendapatkan keadilan. Artinya, pemekaran daerah diharapkan akan menciptakan keadilan dalam hal pengisian jabatan publik dan pemerataan pembangunan. Dari keenam alasan munculnya gagasan pemekaran, salah satu yang paling dominan adalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Baik ketimpangan dalam ketersediaan sumberdaya alam bernilai tinggi , seperti minyak bumi, gas alam dan batubara yang selanjutnya akan mendorong terjadinya ketimpangan kemakmuran antar daerah. Ketimpangan ini selanjutnya
akan
cenderung mendorong terjadinya kecemburuan sosial dan merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat yang akhirnya memicu keinginan untuk melakukan pemekaran daerah (Safrizal, 2008) .