7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sangat bervariasi tergantung dari kompleksitas masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Secara sederhana konsep perencanaan menurut Tarigan (2004b) adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkahlangkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya secara lebih lengkap Tarigan (2004b) memberikan pengertian bahwa perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat di kontrol (noncontrolable ) namun relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, menurut Friedman dalam Tarigan (2004b) perencanaan pada asasnya berkisar pada dua hal, pertama adalah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan kongkret yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, kedua adalah pilihan-pilihan diantara caracara alternatif yang efisien serta rasional guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan daerah adalah aspek ekonomi. Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan pembangunan ekonomi pada suatu daerah perlu dilakukan perencanaan yang matang. Arsyad (1999) berpendapat terdapat tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah yaitu 1) perlunya pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungannya (horisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, 2) perlu memahami bahwa sesuatu yang tampaknya baik secara nasional (makro) belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional, dan 3) tersedianya perangkat kelembagaan untuk
8
8
pembangunan daerah seperti administrasi dan proses pengambilan keputusan. Perencanaan yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan. Mengutip pendapat dari Blakely, Arsyad (1999) menyatakan bahwa dalam perencanaan pembangunan ekonomi terdapat enam tahap yaitu : 1) pengumpulan dan analisis data, 2) pemilihan strategi pembangunan daerah, 3) pemilihan proyekproyek pembangunan, 4) pembuatan rencana tindakan, 5) penentuan rincian proyek, dan 6) persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi. Sementara itu, menurut Jhingan (2000) perkembangan ekonomi dapat digunakan untuk menggambarkan faktor -faktor penentu yang mendasari pertumbuhan ekonomi seperti perubahan dalam teknik produksi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga dimana perubahan tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
2.2 Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat, maka konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et.al (2006) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Menurut UndangUndang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan diantara para ahli. Sebagaimana
9
dikemukakan oleh Alkadri (2002) bahwa sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur -unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Dengan demikian pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan. Berdasarkan fungsinya wilayah dibedakan atas tiga bentuk yaitu wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara : 1. Wilayah yang telah maju. 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi. 3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik. 4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda -tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan. 5. Wilayah tidak berkembang. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Pada era otonomi daerah saat ini, salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, menurut Tukiyat (2002) konsep pengembangan ekonomi wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004b) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk
10
10
perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam pembangunan wilayah yaitu sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan sebagai pemacu pembangunan (stimulator ). Dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah. Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan (2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan kedalam sektor-sektor. Selanjutnya masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat dikembangkan atau di tingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah. Menurut Tacoli (1998) bahwa konsep pembangunan dalam beberapa dekade terakhir ditujukan pada perubahan hubungan antara sektor pertanian dengan industri. Kebijakan pertumbuhan ekonomi mengikuti satu atau dua pendekatan, yaitu pertama investasi di sektor pertanian berpengaruh pada penyediaan kebutuhan sektor industri dan perkotaan, sedangkan pendekatan kedua berpendapat bahwa pertumbuhan industri dan perkotaan memerlukan sektor pertanian yang lebih modern. Strategi pembangunan dengan pusat pertumbuhan didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan dimulai pada beberapa sektor yang dinamis dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiplier effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas (Stohr 1981 dalam Mercado 2002). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi
11
ketika kesejahteraan diperkotaan tercapai, dan akan turun ke kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarkhi perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar. Secara simplistik, konsep pengembangan wilayah sendiri terbagi dua dan saling
berseberangan.
Dominasi
pertama
menyatakan
bahwa
dalam
mengembangkan suatu wilayah harus berawal dari penentuan kebijakan yang berasal dari pusat (production centered development) dengan anggapan bahwa pengembangan wilayah tidak dapat dilakukan secara serentak melainkan harus melalui beberapa sektor unggulan yang kemudian akan menjalar kepada sektorsektor lainnya dan perekonomian secara keseluruhan. Dominasi kedua menekankan pembangunan desentralistik atau pembangunan yang berpusat kepada masyarakat (people centered development). Menurut Zen (1999) pengembangan wilayah adalah usaha mengawinkan secara
harmonis
sumberdaya
alam
manusia
dan
teknologi
dengan
memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri. Kesemuanya itu disebut memberdayakan masyarakat dapat ditampilkan seperti pada Gambar 1. Sumberdaya Manusia
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup Pengembangan Wilayah
Sumberdaya Alam
Lingkungan Hidup
Teknologi
Gambar 1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi Fungsi utama dari aktivitas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Saefulhakim dalam Suryawardana (2006), untuk mencapai
12
12
fungsi tersebut maka aktivitas-aktivitas dapat dilakukan pemerintah melalui: (1) regulasi, tata aturan, penegakan norma, dan pengawasan; (2) public facility provision, penyediaan fasilitas umum, artinya pemerintah sebagai koordinator pengadaan; dan (3) penentuan lokasi fasilitas umum yang tepat. Namun dalam pelaksanaannya, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemerintah adalah terbatasnya anggaran pemerintah dan arah dari alokasi pengeluaran pemerintah itu sendiri. Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluarannya kepada sektor-sektor unggulan karena mempunyai nilai keterkaitan dan multiplier yang besar. Selain pemerintah, peran yang sangat diharapkan adalah dari investasi. Investasi yang mengarah kepada sektor unggulan juga akan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri, antara lain kesejahteraan masyarakat,mengurangi kesenjangan wilayah, dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006).
2.3 Sektor Unggulan Pendekatan sektoral dilakukan dengan menentukan sektor unggulan yang memiliki keterkaitan antar sektor yang kuat dalam menopang perekonomian suatu wilayah. Suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci atau sektor unggulan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi; (2) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula; (3) mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi; dan (4) mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi (Arief, 1993). Menurut Mubyarto (1989), potensi-potensi unggulan ditentukan berdasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1. Jumlah tenaga kerja dan sumber-sumberdaya lainnya yang digunakan atau bisa dipakai secara langsung maupun tidak langsung. 2. Kontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pendapatan dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
13
3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan karakteristik sektor tersebut dan ketersediaannya harus mampu menampung laju pertumbuhan sektor tersebut. Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa syarat suatu sektor layak dijadikan sebagai unggulan di dalam perekonomian daerah ialah memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian tujuan pembangunan perekonomian daerah serta mempunyai keterkaitan dengan sektorsektor lainnya baik kedepan dan kebelakang yang besar. Menurut Saefulhakim (2004) skala prioritas di dalam pembangunan diperlukan atas pemahaman bahwa (1) setiap sektor mempunyai sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan, sosial yang ada. Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam konsep pengembangan wilayah diharapkan dapat mewujudkan keserasian antar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkan keterkaitan antar sektor baik kedepan maupun ke belakang, dan proses pembangunan yang berjalan secara bertahap kearah yang lebih maju serta menghindari kebocoran dan kemubaziran sumberdaya (Anwar dan Hadi 1996). Salah satu aspek yang penting dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Untuk menentukan suatu sektor merupakan unggulan bagi suatu daerah dapat dilihat dari berbagai sisi. Dalam penelitian ini, untuk menentukan sektor unggulan digunakan 5 (lima) kriteria yakni; (a) Sektor basis yang dianalisis dengan metode LQ >1, (b) Sektor yang mempunyai nilai SSA (differential shift ) positif, (c) Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi, (d) Sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang relatif tinggi, dan (e) Sektor yang memiliki efek multiplier yang besar. Jika salah satu sektor mempunyai 3 (tiga) dari 5 (lima)
14
14
kriteria yang diberikan, maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor unggulan.
2.4 Pengembangan Spasial dan Infrastruktur Pada dasarnya pengembangan spasial dalam kaitannya dengan pengembangan suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua antara lain adalah yang bersifat perluasan (expansion), yaitu pengembangan spasial dengan melakukan pergeseran ke arah luar dari pusat wilayah, dan yang bersifat penggabungan (consolidation), yaitu melakukan intensifikasi aktivitas sosial-ekonomi pengambilan keputusan spasial dari suatu pusat wilayah (Hilhorst 1985). Dalam kerangka pengembangan wilayah di dalam suatu kawasan, upaya pengembangan spasial perlu didukung dengan adanya pengembangan prasarana wilayah. Prasarana wilayah dalam pengembangan suatu wilayah seperti dikemukakan oleh Mukti (2002), harus dapat berfungsi secara sosial maupun ekonomi (internal dan eksternal) antara lain menyediakan pelayanan jasa kepada masyarakat, mendukung roda perekonomian wilayah, mempromosikan pertumbuhan ekonomi wilayah, menjaga kontinuitas produksi suatu wilayah, memperlancar distribusi barang dan jasa, meningkatkan aksesibilitas ke wilayah luar, mempromosikan perdagangan antarwilayah dan internasional, mempromosikan wilayah sebagai daerah tujuan investasi dan wisata, serta meningkatkan komunikasi dan informasi antarwilayah. Pengembangan prasarana wilayah (physical infrastructure) memegang peranan penting bagi tumbuhnya perekonomian suatu wilayah. Peran prasarana wilayah sangat mendukung dalam pengembangan komoditas ataupun sektor unggulan wilayah seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Strategi pengembangan prasarana dalam mendukung pengembangan wilayah pada umumnya diturunkan dari visi dan misinya. Visinya yaitu tersedianya prasarana wilayah yang andal, efisien, adaptif, dan antisipatif dalam mendukung perekonomian wilayah, sedangkan misinya adalah mempromosikan untuk wilayah yang mulai berkembang, untuk daerah yang sudah berkembang adalah sebagai pendukung, dan untuk daerah yang terbelakang adalah membuka akses ke wilayah yang lebih luas (Mukti 2002). Kapasitas pelayanan infrastruktur secara sederhana dapat dilihat dan diukur dari jumlah sarana pelayanan, jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta
15
kualitas sarana pelayanan (Rustiadi et al. 2006). Semakin banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan kapasitas wilayah yang tinggi, karena banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan berkorelasi kuat dengan jumah penduduk di suatu wilayah.
Keunggulan Bersaing Wilayah
Backward
Komoditas/Sektor Unggulan
Forward
Keunggulan Bersaing Wilayah
Gambar 2. Peranan Prasarana Wilayah Dalam Meningkatkan Daya Saing Wilayah
2.5 Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Syahidin (2006) tentang “Studi Kebijakan Berbasis
Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa
Tengah” menunjukkan bahwa untuk dilakukan dengan dalam
Pembangunan
menentukan
sektor - sektor unggulan
menilai peranan masing- masing sektor terhadap kontribusi
PDRB, pertumbuhan masing - masing
sektor
dalam
penyerapan tenaga kerja, dan sektor basis yang dilakukan
PDRB, tingkat dengan metode
Location Quotient (LQ). Untuk mengetahui isu sentral kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis menunjukkan perencanaan pada umumnya telah diarahkan pada
peningkatan
sepenuhnya
perkembangan sektor-sektor unggulan daerah, namun belum
diimbangi dengan implementasi
kebijakan
tersebut.
Hal ini
diindikasikan dengan masih terdapatnya korelasi yang lemah antara beberapa sektor
yang
berpotensi
sebagai
sektor unggulan
daerah. Bahkan, sektor
pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB mempunyai korelasi yang lemah dengan sektor unggulan yang lain. Strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan dan diimplementasikan adalah mengembangkan industri-industri yang
16
16
berbasis pertanian dan membangun keunggulan lokal melalui perkuatan usaha kecil dan mikro, mengingat sebagian besar kegiatan industri di Kebumen adalah industri kecil dan rumah tangga. Desmawati (2008) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sektor Unggulan dan Arahan Penerapannya untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat”. Pendekatan analisis yang digunakan adalah Location Quotient, Shift Share Analysis, model input-output (9 sektor dan 86 sektor), laju pertumbuhan PDRB, kontribusi pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, Indeks Williamson, Indeks Gini (pendapatan dan penguasaan lahan), beberapa analisis indikator pembangunan manusia (IKM, IPM, IPJ, IDJ), analisis komponen utama (PCA), bagan pohon industri dan analisis spasial (SIG). Hasil analisis 9 sektor ekonomi menunjukkan bahwa sektor industri unggul dalam beberapa kriteria, yaitu tertinggi dari kontribusinya terhadap PDRB provinsi, sebagai sektor basis, memiliki kontribusi terbesar terhadap total output provinsi, terkuat dalam keterkaitan sektoralnya dan tertinggi dari angka pengganda pendapatan dan pengganda PDRB (setelah sektor bangunan). Namun ditemukan indikasi negatif bahwa keterkaitan yang kuat pada sektor industri hanya terjadi di dalam kelompok sektornya sendiri dan sangat lemah keterkaitannya dengan pertanian primer. Selain itu, sektor ini memiliki ketergantungan yang tinggi pada faktor eksternal (input impor dan modal asing). Meskipun demikian, tidak semua industri menunjukkan indikasi negatif tersebut. Analisis I-O 86 sektor dan bagan pohon industri memperlihatkan bahwa industri pertanian unggulan memiliki keterkaitan yang dekat dengan pertanian primer, lebih kompleks keterkaitan sektoralnya dan sangat rendah ketergantungannya pada faktor eksternal, selain keunggulan lainnya (dampak pengganda pendapatan/PDRB dan keterkaitan sektoral). Pengembangan sektor unggulan diarahkan untuk mengoptimalkan keterkaitan sektoral dan keterkaitan antar wilayah dari sektor unggulan tersebut di masing-masing lokasi pemusatannya. Pembangunan fasilitas urban dan pemberdayaan masyarakatnya menjadi suatu kebutuhan, agar setiap wilayah dengan kekuatan yang berimbang dan keunggulan basis sumberdaya yang berbeda, dapat saling memperkuat dan menjalin kerja sama tersebut. Untuk percepatan pembangunan, upaya pengembangan sektor unggulan dapat diterapkan dengan menyesuaikan karakteristik keunggulan suatu
17
sektor dengan permasalahan wilayah. Industri yang memiliki dampak pengganda pendapatan yang tinggi, dapat dikembangkan di pusat-pusat budidaya padi yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah, seperti Cianjur, Garut, Cirebon dan Indramayu. Sementara sektor yang unggul dalam penganda serapan tenaga kerja dapat diterapkan di wilayah-wilayah dengan tingkat kesejahteraan rendah dan pengangguran tinggi (Karawang). Penelitian lain yang dilakukan Sukatendel (2007) dengan judul “Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan Dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor”. Metode yang digunakan adalah analisis input-output, analisis kewilayahan, analisis kelembagaan alokasi anggaran dan pembuatan tema tematik. Hasil penelitian menunjukkan sektor unggulan di Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan dan pertanian tanaman pangan. Sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan lokasinya memusat di wilayah utara Bogor Bagian Tengah dan Bogor Bagian Timur. Sektor unggulan tanaman bahan makanan (pertanian) sebagian besar berlokasi di Bogor Bagian Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan anggaran pembangunan Kabupaten Bogor untuk sektor unggulan masih sangat kurang (tidak ada keterkaitan) kecuali untuk sektor bangunan. Namun untuk sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan sebenarnya tidak perlu
didukung
oleh
anggaran
pembangunan
yang
besar
karena
akan
mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan masih perlu di dukung oleh anggaran pembangunan yang besar agar sektor tersebut bisa semakin berkembang sehingga diharapkan dapat mengatasi ketimpangan wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor. Dermoredjo (2001) penelitian yang dilakukan mengenai “Penentuan Prioritas Sektor untuk Menyumbang Kebijaksanaan Fiskal di Provinsi Jawa Barat”. Salah satu tujuan dari penelitian tersebut yang terkait dengan penelitian ini adalah ”pemanfaatan prioritas sektor terhadap perekonomian wilayah di Provinsi Jawa Barat”. Metoda analisis yang digunakan adalah Analisis Input-Output dan analisis kinerja pembangunan untuk melihat keragaan pembangunan di Jawa Barat. Analisis I-O dilakukan dengan mengunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun
18
18
1999 (publikasi pertama) dengan klasifikasi 76 x 76 sektor. Dalam analisis optimasinya, 76 sektor ini disederhanakan menjadi 31 sektor. Dari hasil penelitiannya, Dermoredjo menyatakan bahwa sektor yang dapat dijadikan penyangga struktur ekonomi Jawa Barat adalah sektor agroindustri dan sektor nonpertanian, khususnya industri nonpertanian bukan migas dan jasa. Hal tersebut karena sektor agroindustri merupakan sektor yang memiliki kaitan dan jasa memiliki kaitan ke depan murni terbesar. Penelitian Dermoredjo ini murni didasarkan pada koefisien keterkaitan sektor ekonomi hasil analisis input-output. Jika mengacu pada fakta akan tingginya ketergantungan industri nonpertanian terhadap faktor eksternal serta efek permasalahan yang ditimbulkannya di wilayah basis industri dan basis pertanian, maka keluarnya industri nonpertanian sebagai industri andalan menjadi hal yang perlu dipertanyakan dan perlu kajian lebih detil sebelum menjadikannya sebagai sektor penyangga ekonomi Jawa Barat. Dibutuhkan suatu kajian yang lebih detil untuk menentukan sektor unggulan Jawa Barat yang ditinjau dari berbagai aspek serta menelusuri sektor-sektor yang menerima dampak terbesar dari keterkaitan kuat sektor industri tersebut. Kajian input-output selama ini pada umumnya tidak menelusuri lebih dalam tentang hal ini. Tanpa penelurusan lebih detil, maka sektor-sektor yang paling besar mendapatkan dampak tersebut tidak akan pernah terungkap, sementara informasi ini sangat signifikan untuk ketepatan pemilihan sektor unggulan. Salah satu output lainnya yang dihasilkan dari penelitian Dermoredjo adalah sektor atau komoditas yang dapat diandalkan dalam pendapatan daerah, yaitu: (1) Bahan makanan lainnya, (2) Peternakan, (3) Perikanan laut, (4) Industri makanan, minuman dan tembakau, (5) Industri tekstil pakaian jadi dan kulit, (6) Industri logam dasar, (7) Industri barang dari logam mesin dan peralatannya, (8) Pertambangan dan penggalian dan (9) Pedagangan, hotel dan restoran. Kusumawati (2005) melakukan penelitian dengan judul “Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah”. Sektor dianalisis dengan menggunakan analisis input-output, analisis location quotient, dan analisis shift-share. Karakteristik tipologi wilayah dianalisis dengan analisis komponen utama, analisis kluster dan analisis diskriminan. Pola sebaran spasial
19
potensi sumber daya wilayah dengan menggunakan analisis spasial. Pola interaksi wilayah dilihat dengan mendeskripsikan pola berdasarkan data aliran barang antarzona wilayah di Kawasan Kedungsapur. Hasil analisis menunjukkan sektorsektor ekonomi yang mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur dan berpotensi untuk menjadi sektor unggulan wilayah adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau; sektor industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki; sektor industri barang dari kayu dan hasil hutan lain; sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; serta sektor restoran. Pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya wilayah yang ada di Kawasan Strategis Kedungsapur menunjukkan tiga kelompok tipologi. Pola sebaran spasial potensi sumber daya di Kawasan Kedungsapur, menunjukkan bahwa daerah-daerah yang termasuk dalam tipologi I sebagian besar adalah wilayah Kota Semarang dan Kota Salatiga, sedangkan daerah-daerah yang masuk dalam tipologi II sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal, sementara tipologi III sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan. Pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Kedungsapur belum menunjukkan adanya keseimbangan interaksi antarwilayah dalam kawasan