II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Konsep 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektorsektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan yang secara total dikenal dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Todaro dan Smith (2006), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Aktivitas perekonomian merupakan suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan menghasilkan balas jasa terhadap masyarakat sebagai pemilik faktor-faktor produksi yang digunakan. Potensi pertumbuhan suatu negara sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas sumber daya yang dimilikinya baik itu sumber daya fisik, sumber daya manusia maupun sumber daya alam (Todaro dan Smith, 2006). Menurut Jhingan (2008), proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi terdiri atas faktor-faktor produksi diantaranya adalah: 1. Sumber alam, merupakan faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi jika dikelola secara tepat dengan teknologi yang baik. 2. Akumulasi modal, yang berarti menambah persediaan faktor produksi yang reproduktif. 3. Organisasi, berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi modal dan buruh sehingga membantu meningkatkan produktivitas buruh sebagai faktor produksi. 4. Kemajuan teknologi. Perubahan teknologi akan meningkatkan produktivitas buruh, modal dan faktor produksi lain. 5. Pembagian kerja dan skala produksi. Spesialisasi dan pembagian kerja akan meningkatkan produktivitas.
13
14
Faktor non ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah: 1. Faktor sosial dan budaya, perubahan pada pandangan budaya yang merugikan perekonomian dapat dilakukan melalui penyebaran pendidikan dan ilmu pengetahuan. 2. Faktor manusia. Pertumbuhan ekonomi tergantung pada jumlah sumber daya manusia dan terutama pada efisiensi tenaga kerja. Efisiensi dapat diperoleh jika kualitas sumber daya manusia ditingkatkan melalui proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan. 3. Faktor politik dan administratif. Struktur politik dan administratif dapat menjadi
pendukung atau
justru
penghambat
pertumbuhan
ekonomi.
Administrasi yang kuat, efisien dan tidak korup amat penting bagi pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan ekonomi dikembangkan menggunakan model Keynes dan fungsi produksi Cobb-Douglas. Keduanya berusaha menghubungkan antara input dan output yang dihasilkan dalam perekonomian secara agregat. Beberapa teori ekonomi yang digunakan diantaranya: 1. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar Harrod dan Domar menggunakan model Keynesian untuk menganalisis pertumbuhan
ekonomi
dalam
perekonomian
tertutup.
Harrod-Domar
memberikan peranan kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi pada investasi (Jhingan, 2008). Investasi memiliki dua peranan penting yaitu pertama, investasi menciptakan pendapatan dan kedua ia memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok kapital. Model pertumbuhan Harrod-Domar didasarkan pada tiga asumsi (Todaro dan Smith, 2006), yaitu: pertama, bahwa perekonomian menyebabkan terjadi peningkatan tabungan (S) dalam proporsi yang konstan (s) terhadap pendapatan nasional (Y). π = π π
(2.1)
Kedua, perekonomian berada pada keseimbangan, dimana investasi yang direncanakan sama dengan tabungan yang direncanakan. πΌ=π
(2.2)
15
Ketiga, investasi dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan pendapatan nasional (ΞY) dan koefisien teknis tetap v yang dikenal sebagai Incremental Capital Output Ratio (ICOR). πΌ = π£βπ
(2.3)
Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan pendapatan tiap satuan pendapatan atau dirumuskan sebagai: ππ¦ =
βπ π
(2.4)
dengan mensubstitusikan persamaan maka: π
ππ¦ = π£
(2.5)
Jika ketiga asumsi dipenuhi maka perekonomian akan tumbuh pada suatu level yang dipengaruhi s dan v. Penerapan model Harrod-Domar bagi negara berkembang sulit untuk dilakukan karena ada asumsi yang tidak dapat dipenuhi yaitu rasio tabungan (s) dan rasio modal output (v) yang tetap. Menurut Jhingan (2008) model Harrod-Domar memiliki beberapa keterbatasan untuk dapat diterapkan di negara berkembang yaitu: a. Perbedaan kondisi antara negara berkembang dengan negara maju, padahal analisis Harrod-Domar berkembang dengan seperangkat kondisi yang terjadi di negara maju. b. Sebagian besar penduduk hidup dalam keadaan perekonomian yang terbatas sehingga sangat sedikit yang menabung. c. Sulit untuk memperkirakan berapakah rasio modal dan output yang optimal karena terhambat adanya kelangkaan dan bottle neck pertumbuhan. d. Laju pertumbuhan investasi Harrod-Domar tidak dapat menyelesaikan masalah pengangguran struktural dan adanya pengangguran terselubung menyebabkan asumsi full employment tidak dapat terpenuhi. e. Model Harrod-Domar mengasumsikan bahwa dalam perekonomian tidak terdapat campur tangan pemerintah sedangkan bagi negara berkembang pemerintah diperlukan turut campur dalam perekonomian. f. Perdagangan luar negeri dan bantuan luar negeri memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi negara berkembang. g. Terdapat perubahan harga. h. Perubahan institusional.
16
2. Teori Pertumbuhan Neoklasik Dikemukakan oleh Solow, yang merupakan modifikasi dari model pertumbuhan
Harrod-Domar,
menyatakan
bahwa
secara
kondisional
perekonomian berbagai negara akan bertemu (converge) pada tingkat pendapatan yang sama. Syarat yang harus dipenuhi adalah negara-negara tersebut mempunyai tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Dalam konteks perekonomian terbuka, konvergensi peningkatan pendapatan akan terjadi bila terdapat hubungan perdagangan, investasi dan sebagainya dengan negara lain atau pihak luar. Berdasarkan teori
neoklasik,
pertumbuhan
ekonomi
tidak hanya
disebabkan oleh penambahan modal (melalui tabungan dan investasi), tetapi juga dipengaruhi oleh kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan penduduk dan perbaikan pendidikan) dan penyempurnaan teknologi. Asumsi yang digunakan dalam teori neoklasik adalah diminishing return to scale, jika input kapital dan tenaga kerja digunakan secara parsial, namun jika digunakan secara bersama-sama bersifat constant return to scale. Pertumbuhan ekonomi terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor eksogen atau proses yang independen dari kemajuan teknologi. 3. Teori Pertumbuhan Endogen Berbeda dengan neoklasik yang menganggap teknologi sebagai faktor eksogen, teori endogen memasukkan pengaruh teknologi sebagai variabel endogen dan berupaya menjelaskan adanya increasing return to scale. Dalam jangka panjang teknologi memegang peran penting untuk menciptakan pertumbuhan, perubahan eksogen tidak diperlukan lagi untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Pola pertumbuhan jangka panjang antar negara berbedabeda, perbedaan tersebut tergantung pada tingkat tabungan nasional dan teknologinya, namun tetap konstan. Tingkat pendapatan per kapita di negara-negara yang miskin modal tidak dapat menyamai tingkat pendapatan di negara yang kaya modal, meskipun tingkat pertumbuhan tabungan dan pertumbuhan penduduknya serupa. Increasing return to scale kemungkinan dapat diciptakan dengan adanya asumsi bahwa cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian dan eksternalitas positif dari ilmu
17
pengetahuan sebagai barang publik secara positif memengaruhi output pada tingkat industri. Pertumbuhan
ekonomi
di
Indonesia
diukur
menggunakan
indikator
pertumbuhan PDB/PDRB. Tiga pendekatan dalam penghitungan PDRB, yaitu: 1. Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yakni; pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. 2. Pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewirausahaan). 3. Pendekatan penggunaan/pengeluaran, PDRB merupakan final demand dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan berbagai sektor ekonomi. Penggunaan dibedakan untuk konsumsi (rumah tangga, lembaga swasta nirlaba, pemerintah), investasi/pembentukan modal dan ekspor-impor. Pertumbuhan PDRB atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi dirumuskan sebagai persentase dari perubahan output, yaitu: βπ¦ = βππ·π
π΅ =
ππ·π
π΅ π‘ βππ·π
π΅ π‘β1 ππ·π
π΅ π‘β1
(2.6)
βπ¦ = βππ·π
π΅ = pertumbuhan ekonomi ππ·π
π΅π‘
= PDRB tahun ke-t
ππ·π
π΅π‘β1
= PDRB tahun sebelumnya (t-1)
PDRB per kapita dirumuskan sebagai: π¦ππππππππ‘π =
ππ·π
π΅ ππ’πππ π πππππ’ππ’π
(2.7)
Pertumbuhan PDRB per kapita dirumuskan sebagai: βπ¦ππππππππ‘π =
π¦ π‘ βπ¦ π‘β1 π¦ π‘β1
(2.8)
18
2.1.2. Investasi Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional, sehingga pertumbuhan investasi secara langsung akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Peningkatan investasi akan menggerakkan kegiatankegiatan produksi, meningkatkan output dan pada akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Besarnya persentase pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan menjadi lebih besar akibat pertumbuhan investasi dengan adanya multiplier effect (BKPM, 2004). Investasi adalah arus pengeluaran yang menambah stok modal (Dornbusch, et al., 2008). Menurut Mankiw (2006) investasi menciptakan modal baru. Investasi dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap rumah tangga dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan, investasi tetap rumah tangga adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan persediaan barang perusahaan. Di dalam teori makroekonomi neoklasik dengan model ekonomi kecil terbuka, hubungan antara pendapatan nasional dengan investasi dituliskan sebagai berikut (Mankiw, 2006): π = πΆ + πΌ + πΊ + ππ
(2.9)
dimana: Y
= pendapatan nasional
C
= tingkat konsumsi
I
= investasi
G
= pengeluaran pemerintah
NX
= Ekspor bersih (Ekspor-Impor).
Pendapatan nasional berhubungan positif dengan investasi. Semakin tinggi investasi maka semakin tinggi pendapatan dan sebaliknya ketika pendapatan semakin tinggi maka yang dialokasikan bagi investasi akan semakin besar. Keputusan untuk berinvestasi terutama ditentukan oleh tingkat suku bunga riil. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin berkurang jumlah investasi. Suku bunga merupakan biaya pinjaman. Suku bunga yang tinggi menyebabkan biaya untuk meminjam uang melalui bank (untuk investasi) akan semakin tinggi,
19
pada sisi lain masyarakat lebih memilih menyimpan uang di bank karena bunga yang tinggi akan memberikan penghasilan tanpa harus menanggung risiko akibat investasi. Sebaliknya, suku bunga yang rendah akan menyebabkan investasi meningkat. Hubungan antara suku bunga riil dan investasi dapat digambarkan sebagai garis dengan slope negatif seperti dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber: Mankiw, 2006 Gambar 4 Hubungan antara investasi dan tingkat suku bunga Berdasarkan asal modal investor, investasi dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri sedangkan berdasarkan bentuk investasinya, dapat berupa investasi riil dan investasi portofolio. Investasi riil adalah investasi yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan produksi. Investasi riil dapat berupa pendirian pabrik baru, pengadaan teknologi baru, perekrutan tenaga kerja baru, pembukaan lahan baru dan sebagainya, yang secara langsung akan menciptakan atau menambah produksi (Basri dan Munandar, 2009). Sedangkan investasi portofolio adalah investasi yang berupa arus modal dalam pasar modal dengan berbagai bentuk surat berharga. Selain pihak swasta, pemerintah juga melakukan pengeluaran investasi. Investasi pemerintah dapat ditanamkan pada pembangunan berbagai barang publik
seperti
infrastruktur.
Infrastruktur
merupakan
instrumen
yang
menggerakkan perekonomian nasional yang menjadi penentu kelancaran dan akselerasi pembangunan nasional. Ketersediaan infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah atau negara. Semakin cepat dan besar pembangunan ekonomi yang hendak digerakkan semakin banyak fasilitas infrastruktur yang harus disediakan pada wilayah tersebut.
20
Menurut Basri dan Munandar (2009), infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni infrastruktur keras fisik, infrastruktur keras non fisik dan infrastruktur lunak. Infrastruktur keras fisik meliputi jalan raya, rel kereta api, bandara, pelabuhan dan sebagainya. Infrastruktur keras non fisik yang berkaitan dengan fungsi utilitas umum seperti ketersediaan air bersih berikut instalasi pengolahan air dan jaringan pipa penyaluran, pasokan listrik, jaringan telekomunikasi dan pasokan energi. Infrastruktur lunak atau kelembagaan meliputi etos kerja, norma serta kualitas pelayanan umum pemerintah. 2.1.3. Kemiskinan Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Seseorang tergolong miskin secara absolut apabila pendapatannya dibawah garis kemiskinan, tidak mampu memenuhi standar kebutuhan hidup minimum. Sedangkan kemiskinan relatif adalah ketika seseorang telah hidup di atas garis kemiskinan, dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar, namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan secara relatif dapat terjadi karena terdapat distribusi pendapatan yang tidak merata atau akibat persepsi masyarakat dan budaya setempat terhadap kemiskinan. Pengertian kemiskinan yang ketiga adalah kemiskinan kultural, suatu keadaan miskin yang berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain untuk membantunya keluar dari kemiskinan. Tipe kemiskinan menurut Jalan dan Ravallion (1998) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) dan kemiskinan sementara (transient poverty). Kemiskinan kronis adalah suatu kondisi dimana individu yang tergolong miskin pada suatu waktu, kemiskinannya terus meningkat dan berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah dalam jangka panjang. Kemiskinan sementara adalah kondisi dimana kemiskinan yang terjadi pada suatu waktu hanya bersifat sementara dan tidak bersifat permanen. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penurunan standar hidup individu dalam jangka pendek. Kebijakan yang berbeda diperlukan dalam menangani kedua tipe kemiskinan. Investasi jangka panjang untuk masyarakat miskin seperti peningkatan modal fisik dan modal
21
manusia merupakan kebijakan yang sesuai untuk menangani kemiskinan kronis, sedangkan asuransi dan skema stabilitas pendapatan yang memproteksi pendapatan rumah tangga dari guncangan ekonomi adalah kebijakan yang diperlukan untuk menangani kemiskinan sementara. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan yang bersifat mendasar. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transpotasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan disebut garis kemiskinan. Indikator kemiskinan yang dihitung oleh BPS selain jumlah dan persentase penduduk miskin, juga digunakan Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (Distributionally Sensitive Index-P2) yang dirumuskan oleh Foster-Greer-Thorbecke (1984) sebagai berikut: 1
ππΌ = π
π§βπ¦ π πΌ π π=1 π§
(2.10)
Dimana: Ξ±
= 0,1,2
z
= garis kemiskinan
yi = rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i= 1,2,3,β¦β¦,q), yi< q q
= banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
n
= jumlah penduduk
Jika Ξ± = 0 maka diperoleh Head Count Index (P0); Ξ± = 1 adalah Poverty Gap (P1) dan Ξ± = 2 merupakan ukuran Distributionally Sensitive Index (P2). Poverty Gap (P1) merupakan ukuran rata-rata ketimpangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini semakin besar rata-rata ketimpangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Distributionally Sensitive Index (P2) sampai batas tertentu dapat
22
memberikan gambaran mengenai penyebaran pendapatan di antara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung dengan cara menjumlahkan biaya untuk memperoleh makanan dengan kandungan 2100 kalori per kapita per hari dan biaya untuk memperoleh bahan bukan makanan yang dianggap sebagai kebutuhan dasar seperti pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan. Ukuran kemiskinan lain yang sering digunakan adalah batas garis kemiskinan US$ 1 dan US$ 2 per kapita per hari.
Nilai tukar yang digunakan nilai tukar PPP
(Purchasing Power Parity). Nilai tukar PPP menunjukkan daya beli mata uang di suatu negara, untuk membeli barang dan jasa yang sama di negara lain. Garis kemiskinan nasional dengan menggunakan US$ PPP pada saat ini adalah sekitar US$ 1,25 per kapita per hari. Garis kemiskinan tersebut lebih tinggi dari batas kemiskinan US$ 1 per kapita per hari yang kerap digunakan lembaga-lembaga internasional (Kemeninfo, 2011). 2.1.4. Pembangunan Manusia Menurut Human Development Report (HDR) pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan yang dimiliki manusia. Pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, memiliki ilmu pengetahuan dan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang bisa dilakukan manusia dengan kemampuan yang dimilikinya seperti untuk bersenang-senang, melakukan kegiatan kreatif dan produktif atau untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan budaya, sosial dan politik. Namun jika pilihan-pilihan dasar tidak tersedia, maka akses bagi peluang lainnya akan selalu tertutup. Pengukuran secara statistik dari pembangunan manusia kerap mengalami penyempurnaan karena konsep pembangunan manusia lebih mendalam dan kaya dari ukurannya (Ali, 2006). Saat ini sebagai ukuran kualitas hidup, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disusun dari tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan indikator Angka Harapan Hidup. Selanjutnya dimensi pengetahuan diukur dengan indikator angka melek
23
huruf dan Rata-rata Lama bersekolah. Adapun dimensi hidup layak diukur dengan indikator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity). Tabel 4
Komponen Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia
Dimensi Indikator
Indeks
Umur Panjang dan Sehat Angka harapan hidup pada saat Lahir Indeks Harapan Hidup
Pengetahuan Angka Melek Huruf (Lit)
Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Indeks Pendidikan
Kehidupan yang Layak Pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan (PPP Rupiah) Indeks Pendapatan
Sumber: BPS, 2008 UNDP membagi tingkatan status pembangunan manusia suatu wilayah ke dalam empat golongan yaitu rendah bila IPM kurang dari 50, sedang atau menengah dibedakan menjadi dua yaitu menengah bawah bila 50 β€ IPM β€ 66 dan menengah atas bila 66β€ IPM β€ 80, serta tinggi bila IPM lebih dari 80. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode disebut reduksi short fall per tahun. Reduksi short fall dihitung dengan formula: πΌππ1 βπΌππ0 πΌππ πππ βπΌππ0
1
Γ 100
π‘
(2.11)
dimana: IPM0 = IPM tahun dasar IPM1 = IPM tahun terakhir IPMref = IPM acuan atau ideal (100) t
= jumlah tahun dalam periode penghitungan
Terdapat empat tingkatan reduksi short fall yaitu sangat lambat (reduksi short fall< 1,3), lambat (1,3β€ reduksi short fall β€ 1,5), menengah (1,5 < reduksi short fall β€ 1,7) dan cepat (reduksi shortfall > 1,7). Semakin besar reduksi short fall per tahun maka semakin besar kemajuan pembangunan manusia yang dicapai wilayah tersebut dalam periode itu.
24
2.2. Tinjauan Empiris 2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Investasi merupakan salah satu komponen pendapatan yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu bentuk investasi yang memiliki dampak multiplier besar adalah infrastruktur. Nuraliyah (2011) meneliti pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Hasil yang diperoleh adalah pertumbuhan ekonomi mengurangi kemiskinan di pulau Jawa, namun sebaliknya di luar Jawa pertumbuhan ekonomi justru meningkatkan kemiskinan. Investasi infrastruktur yang memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi adalah listrik, air bersih dan kesehatan di pulau Jawa dan luar Jawa hanya infrastruktur listrik dan air bersih. Fakta yang di luar dugaan adalah bahwa infrastruktur jalan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa maupun luar Jawa. Sarana pengangkutan dan perhubungan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Perkembangan sarana tersebut menurunkan biaya angkut dan meningkatkan perdagangan, baik di dalam maupun luar negeri (Jhingan, 2008). Fan dan Hazell (2001) menyatakan pentingnya investasi infrastruktur dan pembentukan/akumulasi modal manusia bagi pengentasan kemiskinan. Penelitian dilakukan di negara India dan Cina dengan membandingkan dampak investasi publik pada wilayah yang potensial maupun yang kurang potensial bagi pertanian. Hasil yang diperoleh adalah investasi pada infrastruktur di perdesaan, teknologi pertanian dan modal manusia pada wilayah yang kurang potensial memiliki dampak yang lebih besar pada pengentasan kemiskinan jika dibandingkan pada wilayah yang potensial. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat ditingkatkan tidak hanya melalui sumber sektor produksinya. Selain sumber daya alam, pendidikan dan kesehatan sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi (Brata, 2002). Pendidikan pada dasarnya merupakan tabungan yang akan menyebabkan akumulasi modal manusia dan modal manusia adalah input bagi proses produksi. Untuk membangun modal manusia dibutuhkan investasi, terutama pada sektor pendidikan dan kesehatan. Investasi pada pendidikan dan kesehatan akan mendukung pertumbuhan ekonomi.
25
2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia Manusia adalah agen aktif bagi semua proses produksi. Namun manusia bukan hanya berfungsi sebagai barang modal yang digunakan untuk memproduksi komoditas. Terlebih dari itu, manusia adalah tujuan akhir dan penerima manfaat dari seluruh proses produksi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang penting bagi pembangunan manusia. Pembangunan manusia membutuhkan investasi di pendidikan, kesehatan dan nutrisi. Hasilnya adalah masyarakat yang lebih sehat dan terdidik secara ekonomis mampu lebih produktif (UNDP, 1996). Menurut Ramirez et al. (2000) keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia tidak terjadi secara langsung. Rantai yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia terbagi menjadi dua rantai yaitu dari pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia dan sebaliknya dari pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memengaruhi pembangunan manusia terutama melalui rumah tangga dan pemerintah. Rumah tangga memengaruhi pembangunan manusia melalui aktivitas dan pengeluarannya pada pembangunan manusia sedangkan pemerintah melalui berbagai kebijakan dan pengeluarannya. Pelaku ekonomi lainnya yang dianggap cukup berperan adalah civil society seperti organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Peran rumah tangga dalam pembangunan manusia adalah melalui bagaimana rumah tangga tersebut menggunakan pendapatannya. Pendapatan rumah tangga digunakan untuk membeli makanan, obat-obatan, buku sekolah dan hal lain yang berguna untuk meningkatkan kemampuan. Jika dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki pendapatan lebih tinggi, rumah tangga miskin membelanjakan proporsi pendapatan yang lebih besar untuk komoditas pembangunan manusia. Hal serupa juga terjadi jika perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam mengelola keuangan rumah tangga tersebut. Jika pengeluaran dalam rumah tangga dikendalikan perempuan maka pola pengeluaran akan lebih besar dialokasikan pada input yang berhubungan dengan pembangunan manusia seperti makanan dan pendidikan (Ramirez, et al., 2000). Rae (1999) meneliti bahwa pendidikan perempuan berpengaruh kuat terhadap pola konsumsi makanan dalam rumah tangga. Rumah tangga dengan perempuan
26
(spouse) berpendidikan lebih tinggi, mengkonsumsi makanan dengan pola gizi yang lebih seimbang. Sedangkan untuk konsumsi pendidikan, jika pengeluaran dalam rumah tangga dikendalikan oleh perempuan maka tambahan pendapatan yang diperoleh rumah tangga akan dialokasikan untuk pendidikan anak-anak. Penelitian serupa yang meneliti hubungan timbal balik antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia juga dilakukan oleh Ali (2006). Pembangunan manusia dalam penelitian ini hanya diindikasikan oleh variabel pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan simultan antara pendidikan dengan kinerja ekonomi. Variabel penjelas pada persamaan pembangunan manusia yaitu kinerja perekonomian, belanja sektor pendidikan dan distribusi pendapatan berpengaruh positif terhadap tingkat pendidikan penduduk. Sedangkan pada persamaan kinerja perekonomian, variabel tingkat pendidikan, pengeluaran
pemerintah,
keterbukaan
perekonomian
dan
investasi
fisik
berpengaruh positif terhadap kinerja perekonomian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja perekonomian berpengaruh secara positif terhadap tingkat pendidikan dan sebaliknya tingkat pendidikan berpengaruh secara positif terhadap kinerja perekonomian. Menurut penelitian Priyanto (2011) pada perekonomian provinsi Banten, faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah pendapatan (PDRB per kapita), pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, pendidikan kepala rumah tangga dan jumlah penduduk yang sakit. Dimana pendidikan kepala rumah tangga merupakan faktor yang paling dominan dalam meningkatkan pembangunan manusia di Banten. Stok modal manusia yang lebih tinggi, ditunjukkan dengan rasio antara modal manusia dan modal fisik, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan modal manusia memungkinkan terjadinya penyerapan teknologi dari negara yang lebih maju. Li dan Liang (2010) meneliti dampak investasi pada pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi negaranegara di Asia Timur10. Hasil yang diperoleh adalah investasi pada kesehatan memiliki dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan investasi pada pendidikan. Variabel yang digunakan adalah 10
Cina, Hongkong, Indonesia, Korea, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan dan Thailand.
27
investasi pada pendidikan dasar dengan proksi rasio murid terhadap guru pada pendidikan dasar, stok pendidikan dengan proksi rata-rata lama sekolah, modal kesehatan dengan proksi angka harapan hidup dan tingkat mortalitas dan variabel rasio investasi dengan proksi pangsa investasi terhadap PDB. Pemerintah berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, selain itu aktivitas pemerintah juga dapat menambah sumber daya bagi pembangunan manusia. Kebijakan-kebijakan pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berpola pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan upah riil dan peningkatan permintaan pasar pada modal manusia. Alokasi sumber daya untuk meningkatkan kualitas manusia merupakan fungsi dari pengeluaran pemerintah untuk sektor publik dan bagaimana pengeluaran ini disalurkan. Indikator yang dapat digunakan adalah: rasio pengeluaran sektor publik (proporsi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB), rasio alokasi pembangunan manusia (proporsi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan manusia terhadap pengeluaran pemerintah) dan rasio prioritas pembangunan manusia (proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pembangunan manusia yang prioritas terhadap pengeluaran untuk pembangunan manusia). Sektor yang dianggap prioritas bervariasi antar negara tergantung pada tahap pembangunannya. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, sektor yang dianggap prioritas adalah pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar. 2.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Pengangguran umumnya terjadi karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya (BPS Provinsi Lampung,
2011e).
Pengangguran
seringkali
menjadi
masalah
dalam
perekonomian karena menyebabkan produktivitas dan pendapatan masyarakat berkurang dan dapat menimbulkan masalah kemiskinan. Penduduk yang menganggur
tidak
memperoleh
pendapatan
sehingga
harus
mengurangi
konsumsinya yang pada akhirnya menurunnya kualitas hidup. Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang memengaruhi manusia secara langsung (Mankiw, 2006). Pengangguran yang berkepanjangan secara
28
pribadi akan menimbulkan efek psikologis dan secara nasional jika terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap kestabilan politik, keamanan dan sosial. Secara jangka panjang, tingkat pengangguran yang terlalu tinggi pada akhirnya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Masyarakat secara keseluruhan akan menderita kerugian akibat pengangguran karena output riil di bawah tingkat potensialnya. Secara umum pertumbuhan ekonomi akan melambat seiring dengan meningkatnya tingkat pengangguran. Hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran dikenal dengan nama Hukum Okun berdasarkan nama Artur Okun, ekonom yang pertama kali memperkenalkan relasi ini (Knotek, 2007). Hubungan antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi didasari fakta bahwa dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak dalam perekonomian. Tenaga kerja yang lebih banyak dapat berupa menggunakan tenaga kerja yang lebih banyak atau menambah jam kerja dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Okun mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran dapat menggambarkan berapa banyak tenaga kerja yang terpakai dalam suatu perekonomian. Masalah pengangguran juga menjadi beban pemerintah yang menjamin kesejahteraan rakyatnya berdasarkan UUD 1945. Pemerintah wajib mengatasi pengangguran dengan mengadakan berbagai program untuk menguranginya. Fan dan Hazell (2001) menyatakan bahwa peran pemerintah dapat berupa pemberdayaan masyarakat (di Indonesia dalam bentuk Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat)
yang
dapat
secara
langsung
mengurangi
pengangguran dan secara tidak langsung mengentaskan kemiskinan. 2.2.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Pada era 1950-1960an pembangunan ekonomi dikuasai oleh konsep trickle down effect. Konsep ini menyatakan bahwa akan terjadi aliran pertumbuhan ekonomi tidak langsung dari kelompok masyarakat kaya ke kelompok masyarakat miskin. Awalnya pertumbuhan ekonomi akan menyentuh kelompok kaya, dan kemudian kelompok miskin akan memperoleh manfaat dari kelompok kaya ketika mereka membelanjakan uangnya. Hal ini berarti masyarakat miskin akan selalu mendapatkan lebih sedikit dari masyarakat kaya. Asumsi yang digunakan dalam
29
konsep ini adalah meskipun masyarakat miskin hanya mendapatkan sedikit manfaat dari pertumbuhan ekonomi namun pengurangan kemiskinan tetap ada. Salah satu ukuran ketimpangan pendapatan adalah indeks gini. Indeks gini memiliki nilai antara nol dan satu. Nilai indeks Gini nol berarti tidak terdapat ketimpangan (pemerataan sempurna) sedangkan nilai satu artinya ketimpangan sempurna. Indeks Gini dapat dihitung dengan kurva Lorenz, sebagai rasio antara luas bidang yang terletak antara kurva Lorenz dan garis diagonal dengan luas separuh segi empat dimana kurva Lorenz berada (lihat Gambar 5). πΏπ’ππ π΅πππππ π΄
πΌπππππ πΊπππ = πΏπ’ππ π΅πππππ
π΅πΆπ·
(2.12)
Sumber: Todaro dan Smith, 2006 Gambar 5 Kurva Lorenz Menurut Todaro dan Smith (2006) nilai indeks Gini pada negara-negara dengan ketimpangan yang tinggi berkisar antara 0,5-0,7 sedangkan untuk negara yang distribusinya pendapatannya relatif merata nilainya antara 0,2 hingga 0,35. Interpretasi melalui kurva Lorenz relatif lebih mudah. Jika kurva Lorenz terletak menjauhi garis diagonal berarti ketimpangan besar dan sebaliknya jika mendekati garis diagonal maka distribusi pendapatannya relatif merata (ketimpangan semakin kecil). Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa distribusi pendapatan yang timpang terutama yang ekstrim akan menyebabkan inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas dan umumnya dianggap tidak adil. Kuznets (1955) seperti dikutip dalam Suhartini (2011) meneliti hubungan antara
30
pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan membentuk kurva U terbalik (inverted U curve). Asumsi yang digunakan adalah hanya terdapat dua sektor ekonomi dalam suatu negara, yaitu sektor pertanian tradisional di perdesaan dengan pendapatan per kapita dan ketidakmerataan pendapatan yang rendah, dan sektor moderen (sektor industri dan jasa) di perkotaan dengan pendapatan per kapita dan ketidakmerataan pendapatan yang tinggi. Berdasarkan hipotesis Kuznets ketimpangan pendapatan dalam suatu negara akan meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonominya, kemudian pada tahap menengah cenderung tidak berubah dan akhirnya ketimpangan pendapatan menurun ketika negara tersebut sejahtera. Ketimpangan pendapatan yang besar pada tahap awal pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh perubahan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi masyarakat industri.
Sumber : Todaro dan Smith (2006) Gambar 6 Kurva U terbalik Kuznets 2.2.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Berdasarkan berbagai studi literatur terdapat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan. Beberapa yang diteliti dalam studi ini adalah pembangunan manusia, pengangguran, distribusi pendapatan dan tingkat harga. 2.2.5.1. Pembangunan Manusia Manfaat secara ekonomis dari pembangunan manusia adalah menciptakan tenaga kerja, terutama yang miskin, menjadi lebih produktif terutama dengan
31
meningkatkan nutrisi, kesehatan dan pendidikannya. Pendidikan dan kesehatan menentukan kemampuan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja dengan kualitas manusia yang baik akan lebih produktif dan mampu memperoleh pendapatan bagi keluarganya, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan. Lanjouw et al. (2001) meneliti peran pembangunan manusia bagi pengentasan kemiskinan. Pembangunan manusia yang diindikasikan oleh pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan memberikan manfaat terbesar bagi penduduk miskin jika dibandingkan dengan manfaatnya bagi penduduk yang tidak miskin. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar bersifat pro poor sementara pengeluaran pemerintah bagi pendidikan tinggi dan rumah sakit (pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif) tidak terlalu memberi manfaat bagi penduduk miskin. 2.2.5.2. Pengangguran Pengangguran merupakan hal yang buruk. Buruk bagi yang mengalaminya juga bagi keluarga dan komunitas tempat tinggalnya. Penelitian Saunders (2002) menyatakan bahwa pengangguran dapat ditelaah dalam dua arah, pertama sebagai sebab dari berbagai faktor dan kedua sebagai penyebab dari masalah kesejahteraan lainnya yakni kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat bukti yang kuat bahwa pengangguran meningkatkan risiko terjadinya kemiskinan. Selain itu pengangguran juga meningkatkan berbagai efek sosial yang melemahkan pribadi penganggur itu sendiri, keluarganya dan komunitas dimana ia tinggal. 2.2.5.3. Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan merupakan hal yang penting karena menggambarkan bagaimana masyarakat miskin terhubung dengan proses pertumbuhan (Timmer, 2002). Pertumbuhan ekonomi disebut sebagai pro poor jika tingkat kemiskinan berkurang (Kraay, 2006). Berdasarkan definisi ini maka terdapat tiga sumber potensial dari pro poor growth, yaitu: ο· Pertumbuhan rata-rata pendapatan yang tinggi. ο· Tingkat kemiskinan memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap rata-rata pendapatan.
32 ο· Terdapatnya pola pengurangan kemiskinan akibat pertumbuhan dalam pendapatan relatif. Perubahan dalam distribusi pendapatan dapat disebabkan oleh efek pertumbuhan (growth
effect) dan efek distribusi
(distributional effect)
(Bourguignon, 2004). Efek pertumbuhan adalah efek dari peningkatan pendapatan secara proposional dengan distribusi relatif pendapatan tidak berubah sedangkan efek distribusi adalah efek dari perubahan dalam distribusi pendapatan relatif. Perubahan distribusi pendapatan akan memiliki pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin. Distribusi penduduk digambarkan menurut pendapatannya dalam kurva distribusi pendapatan. Penduduk dengan pendapatan dibawah garis kemiskinan disebut sebagai penduduk miskin, sedangkan yang berada di atas garis kemiskinan disebut penduduk tidak miskin. Jika terjadi peningkatan pendapatan seluruh lapisan masyarakat dengan distribusi tetap maka bentuk kurva akan tetap namun kurva bergeser ke kanan. Jumlah penduduk miskin berkurang dan besarnya penurunan jumlah penduduk miskin ditandai dengan area berwarna hijau. Jika distribusi pendapatan berubah menjadi lebih merata dengan tingkat pendapatan tetap, berarti distribusi pendapatan menjadi menyempit, sehingga penduduk yang termasuk kategori miskin berkurang. Jumlah penduduk miskin yang berkurang seluas area berwarna biru. Jika peningkatan pendapatan dan perbaikan distribusi pendapatan secara bersama-sama terjadi maka akan menggeser kurva distribusi pendapatan ke kanan sekaligus menyempit. Hal ini akan mengurangi kemiskinan sebesar daerah hijau dan biru, sehingga penduduk miskin yang tersisa adalah area yang berwarna merah (lihat Gambar 7)
33
Sumber: Bourguignon (2004) Gambar 7 Perubahan kemiskinan karena efek distribusi dan efek pendapatan. Bourguignon
(2004)
menyatakan
bahwa
perubahan
kemiskinan
merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan perubahan dalam distribusi pendapatan. Pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan pada distribusi pendapatan atau dapat juga dengan meningkatkan
level
pendapatan
(mendorong
pertumbuhan).
Strategi
pembangunan sepenuhnya ditentukan oleh tingkat pertumbuhan dan perubahan distribusi pendapatan dalam populasi. Dengan melakukan redistribusi pendapatan maka kelompok masyarakat dengan pendapatan yang lebih rendah akan mendapatkan tambahan pendapatan sehingga bisa memenuhi kebutuhan dasarnya dan terbebas dari kemiskinan. Sedangkan dengan meningkatkan tingkat pendapatan, secara rata-rata pendapatan masyarakat naik. Kenaikan pendapatan akan meningkatkan taraf hidup dan mengentaskan kemiskinan. Hubungan diantara pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan pengentasan kemiskinan digambarkan Bourguignon seperti pada Gambar 8.
34
Sumber: Bourguignon (2004) Gambar 8 Segitiga kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan Pendapatan 2.2.5.4. Tingkat Harga Tingkat harga dan perubahannya memengaruhi tingkat kemiskinan. Tingkat harga yang meningkat akan meningkatkan biaya hidup yang ditanggung masyarakat miskin. Kenaikan harga menjadi guncangan yang dapat menyebabkan masyarakat yang berada disekitar garis kemiskinan jatuh menjadi masyarakat miskin. Easterly dan Fischer (2000) meneliti lebih dari 30 ribu penduduk miskin dari 38 negara menemukan fakta bahwa penduduk miskin mengalami penderitaan lebih dalam akibat kenaikan harga jika dibandingkan dengan penduduk yang tidak miskin. Penduduk miskin yang terdiri atas berbagai dimensi yaitu pekerja kasar dan pekerja yang tidak terdidik merasakan bahwa peningkatan harga akan memperburuk kesejahteraan mereka. Peningkatan harga (inflasi) yang tinggi terbukti secara signifikan menyebabkan peningkatan kemiskinan. Proses kenaikan dalam keseluruhan tingkat harga disebut sebagai inflasi (Mankiw, 2006). Inflasi adalah indikator yang mampu menggambarkan gejolak ekonomi yang terjadi terutama pada tingkat harga. Tingkat harga merupakan ukuran yang didefinisikan oleh berbagai macam indikator. Dalam makroekonomi terdapat dua macam indikator yang menggambarkan tingkat harga yaitu deflator PDB dan indeks harga konsumen. PDB (output) secara nominal dapat mengalami peningkatan akibat peningkatan output rill atau kenaikan harga. Jika output nominal meningkat lebih cepat dari output riil, maka perbedaan yang terjadi berasal dari perubahan (kenaikan) tingkat harga (Blanchard, 2006). Tingkat (indeks) harga tersebut adalah deflator PDB, merupakan rasio antara output nominal dengan output riil pada tahun yang sama.
35
π·πππππ‘ππ ππ·π΅ = ππ‘ =
ππ·π΅ πππππππ π‘ ππ·π΅ π
πππ π‘
(2.13)
Deflator PDB diinterpretasikan sebagai indeks harga sedangkan tingkat perubahan indeks harga antar waktu digunakan sebagai salah satu pendekatan tingkat inflasi. ππππππ π = ππ‘ =
ππ‘ βππ‘β1 ππ‘β1
(2.14)
Penelitian ini menggunakan deflator PDB sebagai pendekatan tingkat harga. Inflasi di Provinsi Lampung hanya dihitung pada satu kota yakni Bandar Lampung. Keterbatasan data tersebut diatasi dengan menggunakan deflator PDB sebagai pendekatan tingkat harga dan perubahannya sebagai pendekatan inflasi. 2.3. Kerangka Pemikiran Produksi barang dan jasa menggunakan input kapital dan tenaga kerja. Kapital dan akumulasi kapital (investasi) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi (kapital) tersebut diharapkan berperan dalam mengurangi kemiskinan melalui channel pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat mengentaskan kemiskinan secara tidak langsung yaitu melalui pembangunan manusia, pengurangan pengangguran dan pemerataan pendapatan. Pembangunan manusia dapat terjadi jika pelaku ekonomi mengalokasikan pengeluarannya untuk berbagai investasi pembangunan manusia yaitu pendidikan dan kesehatan. Rumah tangga melalui konsumsinya sedangkan pemerintah melalui alokasi anggarannya. Pembangunan manusia tersebut pada akhirnya akan menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif dan diharapkan meningkatkan kesejahteraannya dan pada akhirnya mengurangi kemiskinan. Pengangguran menjadi sebab terjadinya kemiskinan. Penganggur tidak memiliki pendapatan sehingga terpaksa mengurangi pengeluaran dan kualitas hidupnya sehingga tercipta kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi diharapkan mengurangi pengangguran, karena pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi membutuhkan lebih banyak tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa sehingga mengurangi pengangguran. Pengurangan pengangguran diduga dapat mengentaskan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila terdistribusi secara merata. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pertanian diduga akan membuat pendapatan semakin terdistribusi
36
merata sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya mengentaskan kemiskinan. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka kerangka pikir dalam penelitian ini seperti ditampilkan dalam Gambar 9.
Gambar 9 Kerangka pemikiran. Keterangan:
= dianalisis dalam penelitian ini = Tidak dianalisis dalam penelitian ini
2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia. 3. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pemerataan distribusi pendapatan. 4. Pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
positif
terhadap
pengurangan
pengangguran. 5. Pembangunan manusia, pemerataan distribusi pendapatan dan pengurangan pengangguran berpengaruh positif terhadap pengentasan kemiskinan