perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pertumbuhan Ekonomi a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Secara singkat, pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Tekanannya terdapat pada tiga aspek, yaitu: proses, output per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya terdapat pada perubahan atau perkembangan itu sendiri (Boediono, 1981). Menurut Djojohadikusumo (1994), pengertian pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan pembangunan
mengandung
arti
yang
lebih
luas.
Proses
pembangunan mencakup beberapa hal yaitu perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi di antara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan di antara commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Hakikat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang ditunjukkan dengan kebijakan pemerintah dan swasta dalam mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dan swasta untuk menciptakan suatu lapangan baru dan merangsang perkembangan
kegiatan
ekonomi.
Masalah
pokok
dalam
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi terletak pada penekanan terhadap berbagai kebijakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang mana didasarkan pada kekhasan wilayah masingmasing dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal. Orientasi ini akan mengarahkan pada inisiatif yang muncul dari daerah tersebut dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi daerahnya (Malizia dan Waluyo dalam Bachrudin, 2012). b. Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi Menurut Arsyad (2010), terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut: 1)
Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik,
commit to user dan modal atau sumber daya manusia, termasuk di dalamnya
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
investasi produktif dan investasi infrastruktur ekonomi dan sosial, 2)
Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja, dan
3)
Kemajuan teknologi, baik kemajuan teknologi yang netral (neutral technological progress), hemat modal (capitalsaving technological progress), maupun teknologi yang meningkatkan
pekerja
(labor-augmenting
technological
progress). c. Model Pertumbuhan Harrod-Domar Menurut Boediono (1981), teori Harrod-Domar merupakan perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Harrod-Domar mencetuskan konsep pertumbuhan berimbang atau eksponensial yang mencakup penjelasan mengenai tingkat pertumbuhan ekonomi alamiah jangka panjang. Analisis Harrod-Domar menjelaskan peranan akumulasi modal dalam proses pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus di mana satu pihak investasi menghasilkan pendapatan dan di lain pihak
investasi
akan
menambah
kapasitas
produksi
perekonomian. Model Pertumbuhan Harrod-Domar menjelaskan bahwa pertambahan pendapatan nasional dihubungkan dengan pembentukan modal, hasrat marginal untuk menabung dan ICOR ke
dalam
commit to user hubungan suatu kesatuan
ekonomi.
Tingkat
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembangunan
ekonomi
ditentukan
oleh
hubungan
antara
pembentukan modal, laju pertumbuhan penduduk, dan rasio modal-output (Arsyad, 2010; Adisasmita, 2008). Model pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk menganalisis pertumbuhan wilayah dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja antar wilayah. Pertumbuhan yang mantap (steady growth) harus memenuhi syarat-syarat keseimbangan,
yaitu
adanya
kesamaan
antara
tingkat
pertumbuhan modal, tingkat pertumbuhan output, dan tingkat pertumbuhan angkatan kerja (Adisasmita, 2008). d. Model Pertumbuhan Rostow Rostow membagi pertumbuhan ekonomi menjadi beberapa tahapan, di mana dasar dari pembagian tahapan tersebut adalah karakteristik perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik. Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sebagai berikut (Bachrudin, 2012): 1) Masyarakat Tradisional, dengan ciri masyarakat dengan fungsi produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif primitif dan cara hidup masyarakat yang masih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional dan turuntemurun, serta tingkat produktivitas pekerja masih rendah. Sistem pemerintahan terkadang masih sentralisasi dengan pusat kekuasaan politik di daerah berada di tangan tuan tanah
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ada di daerah tersebut. Kebijakannya pun dipengaruhi oleh pandangan tuan tanah di daerah tersbut. 2) Prasyarat
Tinggal
Landas,
dengan
ciri
masyarakat
mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri sehingga pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara sistematis. Menurut Rostow, sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam masa peralihan sebelum mencapai tahap tinggal
landas,
yaitu
kemajuan
pertanian
menjamin
penyediaan bahan makanan bagi penduduk baik di pedesaan maupun di perkotaan, kenaikan produktivitas di sektor pertanian akan memperluas pasar dari berbagai kegiatan industri serta menciptakan tabungan yang dapat digunakan sektor industri sehingga meningkatkan investasi di sektorsektor lainnya. 3) Tinggal Landas, dengan ciri terjadinya kenaikan investasi produktif dari 5 persen atau kurang menjadi 10 persen dari Produk Nasional Bersih, terjadinya perkembangan satu atu beberapa sektor industri dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi, terciptanya kerangka dasar politik, sosial, dan kelembagaan yang dapat menciptakan perkembangan sektor modern dan eksternalitas ekonomi yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi terus terjadi. Pada tahap ini, suatu negara memiliki kemampuan untuk mengerahkan sumbercommit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sumber modal dalam negeri karena kenaikan tabungan dalam negeri berperan besar dalam menciptakan tahap tinggal landas. 4) Menuju
Kedewasaan,
dengan
ciri
masyarakat
sudah
menggunakan teknologi modern secara efektif pada hampir semua kegiatan produksi dan muncul sektor-sektor unggulan baru. 5) Konsumsi Tinggi, dengan ciri perhatian masyarakat lebih menekankan bukan pada masalah-masalah produksi lagi melainkan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. e. Analisis Ekonomi Klasik Analisis ekonomi klasik yang diwakili oleh Adam Smith. Sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul Inquiry into the Nature Causes of the Wealth of Nation (1776). Dalam buku tersebut, Adam Smith menjelaskan mengenai proses pertumbuhan
ekonomi
jangka
panjang
secara
sistematis.
Menurutnya, ada dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Unsur pokok dalam pertumbuhan output total dalah sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya insani (jumlah penduduk), dan stok modal yang tersedia (Arsyad, 2010). Dalam menganalisis proses perkembangan ekonomi, Adam
commit to userpengaruh penghematan eksternal Smith menyebutkan adanya
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(external economies). Ciri fundamental dari perkembangan ekonomi menurut analisis klasik yang diwakili oleh Adam Smith ini adalah pembentukan modal. Menurut analisis klasik, teknologi dan sumber daya alam tetap konstan dan perubahan penduduk tergantung pada tingkat pendapatan per kapita. Dengan demikian mereka mampu menganalisis mekanisme akumulasi modal dan pertumbuhan penduduk. Di samping itu mereka juga mampu merumuskan
prinsip-prinsip
mengenai
gerak-gerik
tingkat
perkembangan dalam jangka panjang (Adisasmita, 2008). f. Analisis Ekonomi Neo-Klasik Analisis ekonomi neo-klasik yang diwakili Robert Solow. Menurut teori Solow-Swan, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal), dan tingkat kemajuan teknologi (Sukirno, 2006). Peran kemajuan teknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi. Anggapan tersebut didasarkan pada anggapan yang mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas modal tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu (full utilization). Dengan demikian, perkembangan perekonomian tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi modal kapital, dan kemajuan teknologi. Selanjutnya menurut teori Solow-Swan ini, rasio modal-
commit to user output dapat berubah-ubah (fleksibel) sehingga dengan adanya
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fleksibilitas
tersebut
maka
suatu
perekonomian
memiliki
kebebasan yang tak terbatas dalam menentukan kombinasi antara modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Teori Solow-Swan ini juga dapat disajikan ke dalam fungsi produksi Cobb-Douglass, di mana output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sedangkan tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen (Arsyad, 2010). 2.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) a. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain, arah dari pertumbuhan ekonomi lebih kepada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya dihitung dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB), atau pendapatan, atau nilai akhir pasar dari barang dan jasa akhir (final goods and service) yang dihasilkan dari suatu perekonomian, selama kurun waktu tertentu dan biasanya satu tahun (Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2013). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh penduduk dalam suatu daerah tertentu dalam jangka waktu satu tahun (Arsyad, 1999).
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja perekonomian secara keseluruhan. Jumlah ini akan sama dengan jumlah nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor netto (Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2013). b. Manfaat Perhitungan PDRB Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi (2008), manfaat dari perhitungan PDRB antara lain adalah sebagai berikut: 1) Sebagai bahan evaluasi pembangunan yang dilakukan di masa lalu secara keseluruhan. 2) Sebagai bahan umpan balik (feed back) terhadap perancangan pembangunan yang telah dilakukan. 3) Sebagai
dasar
pembuatan
proyeksi
perkembangan
perekonomian di masa mendatang. 4) Sebagai
bahan untuk
memantau perkembangan
inflasi
berdasarkan perubahan harga. 5) Sebagai bahan untuk membandingkan peranan sektor-sektor di wilayah. 6) Sebagai bahan perencanaan investasi di masa mendatang. 7) Sebagai bahan untuk melihat produktivitas tenaga kerja masing-masing sektor di wilayah. c. Metode Perhitungan PDRB i.
Perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku (at current commit to user nominal prices) 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Badan Pusat Statistik (2008), PDRB atas dasar harga berlaku merupakan penjumlahan nilai tambah bruto (gross value added) dari seluruh sektor perekonomian di dalam suatu daerah/ wilayah dalam periode tertentu biasanya satu tahun. PDRB atas dasar harga berlaku dapat dihitung melalui dua metode yakni metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung merupakan metode perhitungan dengan menggunakan data yang bersumber dari daerah yang bersangkutan. Perhitungan dengan metode langsung dapat dilakukan dengan tiga macam pendekatan yaitu sebagai berikut (Badan Pusat Statistik, 2008): a) Metode Langsung (1) Pendekatan Produksi Dengan menggunakan pendekatan produksi, produk nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan menjumlahkan nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. Dengan demikian, GNP atau GDP menurut pendekatan produksi ini adalah penjumlahan dari masing-masing barang dan jasa dengan jumlah atau kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan.
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Pendekatan Pendapatan Pendekatan
pendapatan
pendekatan di mana
merupakan
suatu
pendapatan nasional diperolah
dengan cara menjumlahkan pendapatan dari berbagi dari faktor produksi yang menyumbang terhadap proses produksi. Dalam hubungan ini pendapatan
nasional
adalah penjumlahan dari unsur-unsur atau jenis-jenis pendapatan,
yaitu:
kompensasi
untuk
pekerja
(compensation for employees), keuntungan perusahaan (corporate provit), pendapatan usaha perorangan (proprictors income), pendapatan sewa (rental income of person), dan bunga netto (net interest). (3) Pendekatan Pengeluaran Pendekatan pengeluaran merupakan pendekatan pendapatan nasional atau produk domestik regional bruto diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai pasar dari seluruh pemintaan akhir atas output yang dihasilkan dalam perekonomian, diukur pada harga pasar yang berlaku. Dengan kata lain, produk nasional atau
produk
domestik
regional
bruto
adalah
penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sektor bisnis barang-barang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jasa-jasa (G), dan pengeluaran sektor luar negeri untuk kegiatan ekspor dan impor (X-M). b) Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung merupakan perhitungan dengan cara menggunakan data dari luar daerah/ wilayah, misalnya dengan cara alokasi yaitu mengalokir PDB Nasional menjadi PDRB Provinsi dengan menggunakan beberapa indikator produksi dan atau indikator lainnya yang cocok digunakan sebagai alokator. Perkiraan dilakukan berdasarkan alokasi dengan mangalokasi data tersebut ke daerah/wilayah
yang
bersangkutan,
yaitu
dengan
menggunakan alokator yang cocok dengan sektor masingmasing. ii.
Perhitungan PDRB atas dasar harga konstan (at constant prices) Menurut Badan Pusat Statistik (2008), ada empat cara yang dapat digunakan untuk menghitung Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga konstan 2000, yaitu sebagai berikut: a) Revaluasi Metode ini dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya Nilai commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara. b) Ekstrapolasi Nilai tambah masing-masing tahun dasar diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi yang digunakan sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masingmasing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi. c) Deflasi Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks harga Perdagangan Bebas (IHPB), dan sebagainya. d) Deflasi Berganda Dalam deflasi berganda, komponen yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya. Sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks pergagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya. commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Desentralisasi Fiskal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mendefinisikan desentralisasi sebagai “penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi”. Oates dalam Haryanto dan Astuti (2009) menjelaskan definisi desentralisasi fiskal sebagai “derajat kebebasan dalam membuat keputusan mengenai pembagian pelayanan publik dalam berbagai tingkat pemerintahan”. Kaho dalam Mulyanto (2007) menjelaskan mengenai berbagai kebaikan bagi negara yang menggunakan asas desentralisasi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut: a.
Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
b.
Dalam menghadapi masalah yang mendesak dan membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
c.
Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan.
d.
Dalam
sistem
desentralisasi
dapat
diadakan
perbedaan
(differensiasi) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu, khususnya desentralisasi tutorial, dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan/ keperluan dan keadaan khusus daerah.
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Dengan adanya desentralisasi tutorial, daerah otonom dapat merupakan
semacam
laboratorium
dalam
hal-hal
yang
berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan di seluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik, dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh itu dapat mudah untuk ditiadakan. f.
Mengurangi
kemungkinan
kesewenang-wenangan
dari
pemerintah pusat. g.
Dari segi psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan kepuasan bagi daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung. Menurut hasil studi Bank Dunia (World Bank) yang dilakukan
oleh Rondinelli (1981), sebagaimana dikutip oleh Sidik (2002) secara umum desentralisasi dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu sebagai berikut: a.
Desentralisasi
Politik
(Political
Decentralization),
yaitu
pemberian hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik. Desentralisasi publik pada umumnya berkaitan dengan sifat pluralistik di bidang politik untuk proses ke arah lebih demokratis dengan memberikan kewenangan pada lembaga perwakilan rakyat untuk lebih berperan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik. commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Desentralisasi Administratif (Administrative Decentralization), yaitu
pelimpahan
wewenang
yang
dimaksudkan
untuk
mendistribusikan kewenagangan, tanggung jawab, dan sumbersumber
keuangan
untuk
menyediakan
pelayanan
publik.
Pelimpahan tanggung jawab tersebut terutama menyangkut perencanaan,
pendanaan,
dan
manajemen
fungsi-fungsi
pemerintahan dari pemerintah pusat kepada aparatnya di daerah, tingkat pemerintahan yang lebih rendah, badan otoritas tertentu, atau perusahaan tertentu. Desentralisasi administratif pada dasarnya
dikelompokkan
menjadi
tiga
bentuk,
yaitu
Dekonsentrasi (deconcentration), Devolusi (devolution), dan Pendelegasian (delegation or institutional pluralism). c.
Desentralisasi Fiskal (Fiscal Decentralization), merupakan komponen utama dari desentralisasi. Desentralisasi fiskal mencakup: 1) Self financing atau cost recovery dalam pelayanan publik terutama melalui pengenaan retribusi daerah. 2) Cofinancing atau coproduction, di mana
pengguna jasa
publik berpartisipasi dalam pembayaran jasa atau kontribusi tenaga kerja; 3) Peningkatan
PAD
melalui
penambahan
kewenangan
pengenaan pajak daerah terutama pajak properti (PBB), pajak penjualan (PPn), pajak penghasilan perseorangan (PPh Orang Pribadi) atau berbagai jenis retribusi daerah; commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Transfer dari pemeritah pusat terutama berasal dari sumbangan umum (DAU), sumbangan khusus (DAK), sumbagan darurat (Dana Darurat), dan bagi hasil pajak dan bukan pajak. 5) Kebebasan daerah melakukan pinjaman. d.
Desentralisasi Ekonomi (economic or market decentralization), merupakan elemen yang tidak kalah pentingnya dalam desain desenralisasi secara komprehensif dipandang dari perspektif pemerintah yaitu kebijakan tentang desentralisai ekonomi dalam keputusan di bidang ekonomi yang menitikberatkan pada upaya efisiensi ekonomi dalam penyediaan barang publik melalui liberalisasi,
privatisasi,
dan
deregulasi,
terutama
melalui
kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar. Menurut Saragih (2003), desentralisasi fiskal merupakan suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik, sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Sedangkan tujuan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagaimana yang dijelaskan oleh Sidik (2002) adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan efektivitas pengalokasian sumber daya nasional commit to user maupun kegiatan pemerintah daerah; 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Dapat memenuhi aspirasi dari daerah, memperbaiki struktur fiskal, dan memobilisasi pendapatan secara regional maupun nasional; c. Meningkatkan
akuntabilitas,
transparansi,
dan
partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah; d. Memperbaiki keseimbangan fiskal memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap daerah; e. Menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Menurut Mardiasmo (2002), terdapat tiga misi pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dalam rangka untuk meningkatkan
pelayanan
publik
(public
service)
dan
untuk
memajukan perekonomian daerah yaitu sebagai berikut: a.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat;
b.
Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah;
c.
Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Halim
(2007)
menerangkan
bahwa
desentralisasi
fiskal
dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik. Inti dari pelaksanaan desentralisasi adalah desentralisasi fiskal, karena pemberian kewenangan di bidang politik dan administrasi tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal merupakan
desentralisasi yang sia-sia. commit to user
Desentralisasi
fiskal
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan kewenangan keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi yang dimiliki daerahnya dan memperoleh transfer dari pemerintah pusat dalam rangka keseimbangan fiskal yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi fiskal di negara federal maupun negara kesatuan selalu memunculkan pola hubungan fiskal antarpemerintah. Hubungan fiskal antarpemerintahan yang berlaku saat ini ada dua yaitu federalisme fiskal dan keuangan federal. Model federalisme fiskal merupakan model hubungan fiskal antarpemerintahan dengan pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan dari pusat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mencerminkan model federalisme fiskal ini (Mulyana dalam Bachrudin, 2012). Implikasi dari hubungan fiskal model federalisme fiskal ini adalah adanya berbagai bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota dalam rangka menggalakkan otonomi daerah dan untuk memperbaiki infrastruktur lokal. Transfer dari pemerintah pusat tersebut akan dibelanjakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan pedoman dan sektor-sektor yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam teori federalisme fiskal dijelaskan bahwa desentralisasi fiskal diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan pentingnya revenue dan expenditure antarpemerintah dengan tujuan akhirnya yaitu peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, desentralisasi fiskal akan mendorong pertumbuhan commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sriningsih dan Yasin, 2009). 4.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kerangka kebijakan publik yang memuat hak dan kewajiban pemerintah daerah dan masyarakat yang tercermin dalam Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan (Mulyanto, 2007). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 17 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 9 mendefinisikan APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (PERDA). APBD mempunyai beberapa fungsi sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 3 Ayat 1 dalam Mulyanto (2007), yaitu sebagai berikut: a.
Fungsi Otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan,
b.
Fungsi Perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan,
c.
Fungsi Pengawasan, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman
untuk
menilai
apakah
kegiatan
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, d.
Fungsi Alokasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian,
e.
Fungsi Distribusi, mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan pepatutan, dan
f.
Fungsi Stabilisasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. APBD terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan dari masing-masing anggaran, dengan rincian sebagai berikut: a.
Pendapatan Daerah, yang terdiri atas: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), 2) Dana Perimbangan, dan 3) Lain-Lain Pendapatan yang Sah.
b.
Belanja Daerah, yang dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
c.
Pembiayaan, yang terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah, yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adanya kebijakan penarikan PAD bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah, sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD bersumber dari: (i) Pajak Daerah; (ii) Retribusi Daerah; (iii) Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan; dan (iv) Lain-lain PAD yang Sah [Undang-Undang No.33/2004, pasal 6, ayat (1)]. a.
Hasil Pajak Daerah Ketentuan mengenai Pajak Daerah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan penentuan tarif dan tata cara pemungutannya ditetapkan dengan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 merupakan undangundang yang mengatur tentang Pajak Daerah. Penjabaran atas undang-undang tersebut maka pemerintah telah penetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 menjelaskan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk
membiayai
pemerintahan
daerah
dan
pembangunan daerah. Jenis Pajak Daerah dibagi dalam dua macam, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/ Kota. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1), jenis Pajak Provinsi terdiri dari: 1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah an Air Permukaan. Sedangkan untuk jenis Pajak Kabupaten/ Kota terdiri dari: 1) Pajak Hotel, 2) Pajak Restoran, 3) Pajak Hiburan, 4) Pajak Reklame, 5) Pajak Penerangan Jalan, 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan 7) Pajak Parkir Penerapan di masing-masing daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota, penentuan tarif dan tata cara pemungutan Pajak Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah yang sesuai dengan commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peraturan perundan-undangan yang berlaku yaitu undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan. b.
Hasil Retribusi Daerah Ketentuan mengenai Retribusi Daerah ditetapkan dengan undang-undang, sementara penetuan tarif dan tata cara pemungutannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 merupakan undang-undang yang mengatur tentang Retribusi Daerah, sementara untuk penjabarannya telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 menjelaskan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Retribusi Daerah digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: (i) Retribusi Jasa Umum, di mana jenis-jenisnya diatur dalam pasal 2 ayat (2), (ii) Retribusi Jasa Usaha, di mana
jenis-jenisnya dalam pasal 3 ayat (2), dan
(iii) Retribusi Perizinan Tertentu, di mana
jenis-jenisnya
dalam pasal 4 ayat (2). Adapun rincian masing-masing retribusi tersebut adalah sebagai berikut:
commit to user 1) Retribusi Jasa Umum
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan, b) Retribusi Pelayanan Persampahan, c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil, d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, f) Retribusi Pelayanan Pasar, g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta, dan j) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 2) Retribusi Jasa Usaha a) RetribusiPemakaian Kekayaan Daerah, b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan, c) Retribusi Tempat Pelelangan, d) Retribusi Terminal, e) Retribusi Tempat Khusus Parkir, f) Retribusi tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa, g) Retribusi Penyedotan Kakus, h) Retribusi Rumah Potong Hewan, i) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal, j) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga, k) Retribusi Penyeberangan di Atas Air, commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
l) Retribusi Pengolahan Limbah Cair, dan m) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3) Retribusi Perizinan Tertentu a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, b) Retribusi Izin Mendirikan Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, c) Retribusi Izin Gangguan, dan d) Retribusi Izin Trayek. c.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pasal 26 Ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menguraikan
jenis-jenis
obyek
pendapatan
dari
Hasil
Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan antara lain sebagai berikut: 1) Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Daerah (BUMD), 2) Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Pemerintah (BUMN), 3) Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Swasta atau Kelompok Usaha Masyarakat. d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain PAD yang Sah merupakan penerimaan yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Bagian Laba Perusahaan Daerah atau Kekayaan Daerah Lain yang Dipisahkan. Dalam UU Nomor 33 tahun 2004 Pasal 6 Ayat commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) telah dijelaskan mengenai pos-pos yang dimuat dalam Lainlain PAD yang Sah, antara lain sebagai berikut: 1) Hasil
penjualan
aset/kekayaan
daerah
yang
tidak
dipisahkan, 2) Jasa Giro, 3) Pendapatan Bunga, 4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan 5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah. Sementara, Pasal 26 Ayat (4) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menjelaskan pos-pos Lain-lain PAD yang Sah, yaitu sebagai berikut: 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, 2) Jasa Giro, 3) Pendapatan Bunga, 4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, 5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah, 6) Penerimaan keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, 7) Pendapatan
denda
atas
keterlambatan
pelaksanaan
pekerjaan,
commit to user 8) Pendapatan denda pajak, 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9) Pendapatan denda retribusi, 10) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, 11) Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum, 12) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan 13) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. 6.
Dana Perimbangan Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan dijelaskan bahwa Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan antar-daerah. Ketiga komponen Dana perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. a. Dana Alokasi Umum Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) bertujuan untuk pemerataan keuangan antar-daerah, yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-daerah melalui penerapan formula
commit tokebutuhan user yang mempertimbangkan dan potensi daerah. DAU
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah yang merupakan selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Daerah yang berpotensi fiskal besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil maka akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang berpotensi fiskal kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Hal tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. b. Dana Alokasi Khusus Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) bertujuan untuk membantu pembiayaan kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu, atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan dijelaskan bahwa daerah yang akan menerima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah.
commit to berdasarkan user Kriteria khusus dirumuskan peraturan yang mengatur
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah. Sedangkan kriteria teknis disusun oleh menteri teknis terkait dalam bentuk indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK. Kegiatan yang didanai dari DAK adalah kegiatan yang bersifat kegiatan fisik maka daerah penerima DAK diwajibkan untuk menganggarkan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK yang diterima. c. Dana Bagi Hasil Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Dana Bagi Hasil (DBH) bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan Wajib Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Belanja Modal Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 16 telah dijelaskan mengenai pengertian dari Belanja Daerah, yaitu sebagai “kewajiban Pemerintah Daerah
yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah dirinci menurut Organisasi, Fungsi, dan Jenis Belanja, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 16 Ayat 4 dengan penjabaran sebagai berikut: a.
Belanja menurut Organisasi yang dimaksud, disesuaikan dengan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang ada di suatu Pemerintahan Daerah yang bersangkutan atau sesuai dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.
b.
Belanja menurut Fungsi, yang dimaksud antara lain terdiri dari: (i) Pelayanan Umum; (ii) Ketertiban dan Keamanan; (iii) Ekonomi; (iv) Lingkungan Hidup; (v) Perumahan dan Fasilitas Umum; (vi) Kesehatan; (vii) Pariwisata; (viii) Budaya; (ix) Agama; (x) Pendidikan, serta (xi) Perlindungan Sosial.
c.
Belanja menurut Jenis (sifat ekonomi), yang dimaksud antara lain terdiri dari: (i) Belanja Pegawai; (ii) Belanja Barang; (iii) Belanja Modal; (iv) Bunga; (v) Subsidi; (vi) Hibah; dan (vii) Bantuan Sosial. Mulyanto (2007), menjelaskan bahwa dalam pengelolaan
Belanja
Daerah akan menyangkut aspek-aspek yaitu sebagai berikut:
commit to user a. Pengelolaan Belanja Operasi
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Belanja Pegawai 2) Belanja Barang 3) Bunga 4) Subsidi 5) Hibah 6) Bantuan Sosial b. Pengelolaan Belanja Modal 1) Belanja Tanah 2) Belanja Peralatan dan Mesin 3) Belanja Gedung dan Bangunan 4) Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 5) Belanja Aset Tetap Lainnya 6) Belanja Aset Lainnya c. Pengelolaan Belanja Aset Tak Terduga d. Transfer/Bagi Hasil Pendapatan ke Kabupaten/ Kota 1) Bagi Hasil Pajak ke Kab./Kota 2) Bagi Hasil Retribusi ke Kab./Kota 3) Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kab./Kota Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan menjelaskan pengertian Belanja Modal sebagai “pengeluaran anggaran sebagai aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi”. Pengertian Belanja Modal juga dijelaskan dalam Permendagri
commit to userPedoman Pengelolaan Keuangan Nomor 59 Tahun 2007 tentang
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daerah adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah. 8.
Kemandirian Fiskal Wibowo (2008) menjelaskan bahwa kemandirian fiskal dapat diukur melalui indikator otonomi yang terdiri atas berbagai ukuran kemandirian fiskal. Argumen dasar dari penggunaan indikator tersebut adalah bahwa suatu daerah dapat memperoleh dana perimbangan yang kecil dari pemerintah pusat tetapi pendelegasian fiskal di daerah tersebut akan dipandang cukup tinggi jika pemerintah mampu mendanai pengeluaran dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimilikinya. Rasio total PAD terhadap pengeluaran menyajikan tingkat independensi suatu daerah dalam pembiayaan pengeluaran APBD. Semakin besar rasio PAD terhadap total pengeluaran maka semakin besar pula tingkat otonomi di daerah tersebut. Semakin besar PAD yang diterima pemerintah daerah maka ketergantungan terhadap pemerintah pusat seyogyanya semakin mengecil, sehingga derajat desentralisasi fiskal semakin baik. Kemandirian fiskal juga dapat diketahui melalui rasio kemandirian daerah yang dicerminkan oleh rasio PAD terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio ini memiliki sifat berlawanan, di mana semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah, dan sebaliknya untuk rasio
commitPerimbangan to user transfer (Direktoral Jenderal Keuangan, 2011).
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian Terdahulu 1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Produk Domestik Regional Bruto Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2013) pada 33 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dilihat dari laju Produk Domestik Regional Bruto. Penelitian yang dilakukan oleh Husna (2013) menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2008) terhadap 29 provinsi periode 1999-2004 menyebutkan bahwa secara umum desentralisasi fiskal di Indonesia memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan pembangunan daerah. Pendapatan daerah berpengaruh positif dan signifikan di mana pendapatan
yang
diterima
oleh
daerah
semakin besar dengan
atau
tanpa
memperhitungkan dana perimbangan dari pusat, akan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pengaruh
Dana
Perimbangan
terhadap
Produk
Domestik
Regional Bruto Penelitian yang dilakukan oleh Husna (2013) menunjukkan bahwa dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2013) pada 33 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju Produk Domestik Regional Bruto. Penelitian yang dilakukan oleh Taaha (2011) menunjukkan bahwa dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tengah. 3. Pengaruh Belanja Modal terhadap Produk Domestik Regional Bruto Hasil penelitian Anasmen (2009) pada kabupaten/ kota di Sumatera Barat menunjukkan bahwa belanja modal pemerintah tidak
user signifikan berpengaruhcommit positiftoterhadap pertumbuhan PDRB, namun
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
investasi swasta berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan PDRB rill pada kabupaten/ kota, sedangkan variabel bebasnya berupa belanja pemerintah riil pada kabupaten/ kota dan investasi swasta rill pada kabupaten/ kota. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail dan Hamzah (2006) menunjukkan hasil bahwa belanja pemerintah daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan pada 26 provinsi di Indonesia periode tahun 19922002.
Penelitian
ini
menggunakan
proksi
persentase
PDRB
dibandingkan dengan jumlah penduduk, rasio belanja pemerintah daerah dibandingkan dengan belanja pemerintah pusat, dan rasio total pendapatan daerah dikurangi dana transfer dan dibandingkan dengan total belanja pemerintah daerah.
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kerangka Penelitian Studi Untuk memudahkan dalam proses analisis permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka digunakan kerangka penelitian studi sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Produk Domestik Regional Bruto
Dana Perimbangan
Belanja Modal
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Studi
D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, serta teori dan penelitian terdahulu terkait dengan pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, belanja modal, dan kemandirian fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diduga berpengaruh terhadap Produk Domestik Regional Bruto kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun anggaran 2000-2013.
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Dana Perimbangan diduga berpengaruh terhadap Produk Domestik Regional Bruto kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun anggaran 2000-2013.
3.
Belanja Modal diduga berpengaruh terhdap Produk Domestik Regional Bruto kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun anggaran 2000-2013.
commit to user
50