2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Asam Fitat Asam fitata dalah bentuk penyimpanan utama fosfor yang banyak terdapat dalam sereal, kacang-kacangan, minyak sayur, dan serbuk sari bunga. Nama kimia untuk asam fitat adalah myo-inositol 1,2,3,4,5,6-hexakis phosphate. Formula dari asam fitat yaitu C6H18O24P6 Garam dari asam fitat disebut sebagai .
phytates (Grafs et al., 1987; Kerovuo, 2000). Phosphate yang berikatan pada asam fitat terdiri dari dua posisi yaitu axial dan equatorial, terdapat lima gugus phosphate berada dalam posisi equator dan satu gugus dengan posisi axial(Bohn et al., 2008).
Gambar 2.1Myo-inositol (1,2,3,4,5,6) hexakisphosphate Sumber: Bohn et al., 2008
Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa terdapat lima gugus fosfat dalam posisi ekuator dan satu gugus fosfat dalam posisi aksial yang berikatan dengan myo-inositol (1,2,3,4,5,6) hexakisphosphate. Warna merah pada gabar 8
9
menunjukkan oksigen, ungu adalah fosfat, dan abu-abu merupakan atom hydrogen dari kelompok fosfat pada setiap ikatan atom karbon yang diberi nomor berdasarkan IUPAC-IUB (Bohn et al., 2008). Derajat keasaman dari kelompok pembentuk asam fitat berbeda-beda yang dikategorikan dari asam kuat hingga asam sangat lemah. Asam fitat memiliki 12 gugus reaktif atau atom hydrogen yang terikat pada gugus fosfat dengan enam gugus tergolong asam kuat (pKa 1,1 sampai 2,1), satu gugus tergolong asam lemah (pKa 5,70), dua gugus dengan pKa 6,80 sampai 7,60 dan tiga gugus tergolong asam sangat lemah dengan rentangan pKa yaitu 10,0 hingga 12,0(Angel et al., 2002; Kerovuo, 2000). Asam fitat juga memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan fosfor, menyimpan energi, sumberkation, sumbermyo-inositol (prekursor dinding sel)daninisiasidormansi. Asam fitat juga berperan sebagai antioksidan alam dalam biji selama dormansi. Antioksidan yang terdapat dalam asam fitat diasumsikan bahwa asam fitat efektif mengikat zat besi dan mendorong pembentukan
radikal
efekantineoplastikpada
hidroksil. binatangdengan
Asam
fitatjuga
karsinoma
pada
menunjukkan usus
besar
danpayudara. Kehadiran asam fitat pada usus besar dapat melindunginya dari perkembangan karsinoma usus besar (Kerovuo, 2000). Pada mamalia asam fitat terlibat dalam daya cerna pati dan respon glukosa darah, berperan dalam pencegahan pengapuran distropik pada jaringan lunak, mencegah pembentukan batu ginjal serta berperan dalam menurunkan kolesterol dan trigliserida (Lee et al., 2006, Grases et al., 2004, Selvam, 2002, Jariwalla, 1999, Onomi et al., 2004 dalam Bohn et al., 2008).
10
Pada sereal, kandungan asam fitat kurang lebih 1-2% dari berat biji dan bahkan dapat mencapai 3-6% dan secara umum pada beberapa spesies tanaman, 90% asam fitat terdapat dialeuron dan hanya 10% pada lembaga(Nadeem et al. 2010). Asam fitat sebagai tempat penyimpanan fosfor pada hewan dengan saluran pencernaan monogastrik tidak dapat memanfaatkan fosfor yang tersedia sebagai faktor nutrisi, hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan saluran pencernaan dalam mendegradasi asam fitat dan kemudian diekskresikan melalui feses (Bohn et al., 2008). Peningkatan kualitas nutrisi sereal dan kacang-kacangan dapat dilakukan salah satunya dengan fermentasi untuk mengurangi faktor antrinutrisi. Fermentasi merupakan pengolahan sereal dan kacang-kacangan secara tradisional. Fermentasi dapat mengakibatkan degradasi pada senyawa biji-bijian, terutama pada pati dan gula terlarut, hal inikarena difermentasi dengan baik oleh enzim yang terdapat dalam biji-bijian maupun media fermentasi (Nadeem et al., 2010).Proses fermentasi ini berhasil dalam menurunkan kadar asam fitat pada pembuatan tef-injera (pancakemakanan orang Ethiopia) yang terbuat dari tepung tef (Eragrostis tef) dengankandungan asam fitat yang tinggi, tetapi diproses dengan fermentasi menggunakan bakteri asam laktat khususnya L. buchneri 68% asam fitat terdegradasi sehingga dapat meningkatkan penyerapan Zn(Fischer et al., 2014). Penelitian lain juga dilakukan dengan membandingkan konsentrasi asam fitat pada tepung gandum dan tepung gandum kasar (raw material ) yang telah di fermentasi, diperoleh bahwa konsentrasi asam fitat pada raw material sangat tinggi yaitu rata-rata 762,8 mg/100 g tepung gandum dan 4491 mg/100 g tepung gandum kasar, sementara pada raw material yang telah melewati proses
11
fermentasi, konsentrasi asam fitat berkurang secara signifikan yaitu lebih dari 90% (Frontela et al., 2011).
2.1.1
Efek Antinutrisi dari Asam Fitat Asam fitat terbukti memiliki efek antinutrisi yang kuat, hal ini didasarkan pada struktur molekul asam fitat yang tidak biasa. Pada proses disosiasi yang kompleks, enam kelompok fosfat, membawa total muatan negatif sebanyak 12. Oleh karena itu, asam fitat efektif mengikat kation yang bermuatan dengan muatan yang berbeda seperti monovalen, divalent, trivalent dan campuran serta akan membentuk kompleks yang tidak larut (Pallauf danRimbach, 1996,Reddy etal., 1989dalam Kerovou, 2000). Fosfat dengan muatan negatif yang terdapat pada asam fitat dapat dengan kuat mengikat logam kation seperti Ca, Fe, K, Mg, Mn, dan Zn sehingga menjadi tidak larut dan menyebabkan logam kation tersebut tidak tersedia sebagai faktor nutrisi(Bohn et al., 2008). Pembentukan kompleks mineral fitat yang tidak larut dapat menghambat penyerapan mineral pada saluran usus, hal ini akan mengurangi ketersediaan mineral penting bagi tubuh(Davies,1982dalam Kerovou,2000). Seng (Zn) merupakan unsur yang ketersediaannya dipengaruhi oleh keberadaan asam fitat. Hal tersebut ditunjukkan oleh Rimbach dan Pallauf (1992) dalam Kerovou (2000) bahwa suplementasi asam fitat memiliki pengaruh negatif terhadap penyerapan Zn2+ dan pertambahan bobot pada pertumbuhan tikus percobaan. Lonnerdal et al. (1989) juga menemukan bahwa asam fitat dapat menghambat penyerapan Zn dan Ca, hal ini terlihat dari jumlah Zn yang dimasukkan (diintubasi) terdapat 77% Zn yang ditemukan pada kolon,
12
hal inidikarenakan Zn diberi perlakuan penambahan asam fitat (IP-6), dan hanya 8% Zn dengan asam fitat (IP-6) yang dapat diserap dalam saluran usus (duodenum, jejunum dan ileum) serta terdapat 17,5% Ca yang ditemukan di kolon. Pada penelitian tersebut memperlihatkan bahwa asam fitat mengikat Zn dan Ca sehingga hanya sebagian kecil Zn dan Ca yang dapat diserap oleh tubuh dan sebagian besar menjadi unsur kompleks yang tidak dapat larut. Molaritas Zn dan kondisi pH yang berbeda-beda seperti pada saluran pencernaan menentukan jumlah Zn yang terikat dengan asam fitat(Hernaman et al., 2009). Dalam penelitian Hernaman et al. (2009) diperoleh bahwa semakin tinggi molaritas Zn yang digunakan maka semakin banyak Zn yang diendapkan, karena memberikan kesempatan lebih luas dari mineral Zn untuk terikat dengan asam fitat. Perbandingan molaritas asam fitat dengan Zn yang menghasilkan endapan tertinggi adalah 1:2 yaitu sebesar 0,209 mg. Hernaman et al.(2009) juga mengemukakan bahwa pengikatan Zn akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya nilai pH, pada pH 6-7 menghasilkan jumlah dan presentase Zn yang mengendap sebesar 0,132 mg atau 52,84% lebih tinggi dibandingkan dengan pH 4-5 sebesar 50,34 dan pH 5-6 yaitu 50,00, karena pada pH 6-7 ikatam Zn-fitat menjadi lebih stabil. Asam fitat juga merupakan penghambat penyerapan zat besi (Fe) yang kuat karena dalam jumlah asam fitat yang sedikit dapat menurunkan penyerapan zat besi hingga setengahnya(Blake, 2008). Asam fitat yang mengikat Fe3+ dapat membentuk suatu ikatan kovalen yang kuat antara P – O – Fe. Presipitasi terjadi jika setidaknya terdapat empat kelompok fosfat dari enam kelompok yang tersedia dapat berikatan dengan Fe3+yang akan membentuk besi fitat, dan dipelukan 2 – 4 Fe3+ per molekul asam fitat(Bohn et
13
al., 2008). Kacang polong merupakan salah satu makanan sumber Fe yang juga terdapat asam fitat didalamnya sehingga ketika mengkonsumsi kacang polong yang kaya akan Fe, maka ketersediaan Fe dapat menurun(Blake, 2008). Pada produk makanan yang mengandung asam fitat seperti tepung gandum, roti putih, tepung gandum kasar, dan roti gandum memiliki kelarutan Fe yang berbeda-beda yaitu 12,36% pada tepung, 20,4% pada roti putih, 7,97% pada tepung gandum kasar, dan 18,63% pada roti gandum, hal ini menandakan produk yang berbeda memiliki kandungan asam fitat yang berbeda pula sehingga mempengaruhi ketersediaan mineral(Frontela et al., 2011). Selain itu dalam Frontela et al. 2011 juga disebutkan bahwa asam fitat mempengaruhi kelarutan dari mineral Zn dan Ca pada tepung gandum, roti putih, tepung gandum kasar, dan roti gandum secara berturut untuk mineral Znyaitu 19,6%, 26,6%, 23,7% dan 15,7% dan pada mineral Ca yaitu 14,9%, 23%, 13,6% dan 10,6%.
2.2
Fitase Phytase (myo-inositol hexakisphosphate phosphohydrolase) yang berperan sebagai katalis dalam proses hidrolisis dari asam fitat (myo-inositol hexakisphosphate) menjadi monofosfat inorganikserta myo-inositol rendah dan beberapa menjadi myo-inositol bebas(Kerovuo, 2000). Fitase didefinisikan sebagai golongan fosfatase yang memiliki kemampuan secara in vitro untuk membebaskan minimal satu fosfat dari asam fitat sehingga melepaskan fosfat dan menurunkan fosfatinositol yang berpotensi mengikat mineral (Bohn et al., 2008).IUPAC-IUBMB (the International Union of Pure and Applied Chemistry and the International Union of Biochemistry and Molecular Biology) mengakui
14
bahwa terdapat tiga kelompok enzim fitase yaitu 3-phytase, 5-phytase, dan 4/6phytase, setiap kelompok fitase memiliki perbedaan struktur dan mekanisme dalam menghidrolisis asam fitat(Bohn et al., 2008). Phytasetersebar luas di alam, kelompok 3-phytase biasanya ditemukan pada mikroorganisme seperti jamur dan bakteri, kelompok 5-phytasemerupakan alkali fitase yang ditemukan pada serbuk sari bunga lily dan4/6-phytaseditemukan pada tumbuhan(Bohn et al., 2008; Kerovuo, 2000). Sumber-sumber
dari
fitase
dapat
ditemukan
pada
beberapa
mikroorganisme, tumbuhan dan binatang. Fitase dapat ditemukan pada bakteri, yeast dan jamur. Kebanyakan hewan monogastrik termasuk manusia kekurangan enzim dalam saluran cernanya untuk menghidrolisis asam fitat sehingga hidrolisis asam fitat dalam saluran cerna tergantung pada mukosa atau enzim bakteri atau hidrolisis non enzimatik oleh keasaman dalam saluran cerna (Bohn et al., 2008). Mikroorganisme penghasil fitase terdapat pada beberapa fungi khususnya spesies Aspergillus, beberapa jenis bakteri seperti Aerobacter aerogenes, Pseudomonas sp., Bacillus subtilis, Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan juga fitase ditemukan pada beberapa yeast yaitu Saccharomyces, Candida tropicalis,
Torulopsis
candida,
Ebaryomyces
castelii,
Debaryomyces
occidentalis, Kluyveromyces fragilis, dan Schwanniomyces castelii (Greaves et al., 1967; Irving and Cosgrove, 1971; Powar & Jagannathan, 1982: Shah & Parekh, 1990; Yoon et al., 1996; Nayini &Markakis, 1984; Lambrechts et al., 1992; Mochizuki & Takahashi, 1999 dalam Kerovou 2000).Fitase juga terdapat pada tumbuhan dan berhasil diisolasi dari sereal seperti gandum, dedak gandum, jagung, barley, dan beras, kacang-kacangan, sawi putih, kentang, lobak, selada, bayam, serbuk sari Typha latifolia (cattail) dan serbuk sari bunga lily (Bohn et
15
al. 2008; Kerovou 2000). Pada binatang, fitase ditemukan pada hewan ruminansia, hal ini disebabkan karena terdapat mikroorganisme pada rumen yang dapat memproduksi fitase(Pujaningsih, 2004).
2.2.1
Aktivitas Fitase Enzim memiliki sifat sangat unik karena enzim sangat selektif untuk substrat (molekul yang akan mereka berikan tindakan) tertentu saja dan enzim juga akan menghasilkan produk akhir yang spesifik pula. Fungsi enzim dianalogikan sebagai kunci yang dapat membuka molekul untuk menghasilkan produk akhir yang spesifik, hal ini digambarkan pada gambar 2.2. yaitu enzim phytase yang menempel pada substrat (asam fitat) mengakibatkan pelepasan fosfor dan fosfat inositol yang sederhana(Applegate & Angel, 2004).
Gambar 2.2Aktivitas enzim dalam mempercepat pelepasan produk.
Sumber: Applegate & Angel, 2004
The International Union of Biochemistry mengakui terdapat dua kelompok umum fitase yaitu 3-phytase dan6-phytaseberdasarkan lokasi dari kelompok fosfat yang terdapat pada molekul phytin yang dihidrolisis terlebih dahulu. Fitase yang berasal dari mikroba atau jamur biasanya menghidrolisis
16
pada posisi ke tiga dan fitase yang dihasilkan oleh tanaman menghidrolisis posisi fosfat ke enam pada molekul phytin. Setelah melepaskan kelompok fosfat pertama, lima kelompok fosfat yang tersisa dilepaskan secara berurutan dari phytin oleh fitase dan asam fosfatase yang terdapat dalam jumlah besar pada saluran pencernaan (Maenz & Classen, 1998 dalam Applegate & Angel, 2004). Fitase dari kelompok 3-phytase diisolasi dari sebuah ragi yang digunakan untuk membuat roti, enzim tersebut berasal dari Saccharomyces cerevisiae. Fitase ini merupakan ekstraseluler dan dapat bekerja ketika diinduksi dan dapat tumbuh pada media yang mengandung asam fitat atau inositol enam fosfat sebagai satu-satunya sumber fosfor (Andlid et al., 2004 dalam Bohn et al., 2008).Penelitian telah banyak memfokuskan penggunaan ragi roti sebagai sumber penghasil fitase sebagai salah satu enzim yang dihasilkan
oleh
mikroorganisme
penghasil
fitase
karena
memiliki
termostabilitas yang lebih tinggi (Kaur et al., 2007 dalam Bohn et al., 2008). Jalur utama defosforilasi dari asam fitat oleh fitase yang dihasilkan oleh S. cerevisiae adalah dari asam fitat atau inositol enam fosfat menjadi Ins (1,2,4,5,6) P5, menjadi Ins (1,2,5,6) P4, dan Ins (1,2,6) P3, kemudian kemungkinan menjadi Ins (1,2) P2, dan menghasilkan produk akhir yaitu Ins (2) P atau myo-inositol monophosphate(Andlid et al., 2004, Greiner and Alminger, 2001 dalam Bohn et al., 2008). Defosforilasi asam fitat oleh fitase yang dihasilkan oleh S. cerevisiaedimulai dari karbon nomor tiga pada cincin inositol dan fosfat yang berdekatan dihapus secara berurutan. Panah dengan garis tebal menunjukkan jalur utama defosforilasi, dan panah lainnya menunjukkan kemungkinan jalur lainnya (dimodifikasi dari Grenier et al.,
17
2001 dalam bohn et al., 2008). Produk akhir dari proses defosforilasi dari fitase yang dihasilkan oleh S. cerevisiae adalah Ins (2) P. P pada gambar menunjukkan fosfat inorganik. Proses defosforilasi tersebut digambarkan pada gambar 2.3 sebagai berikut.
Gambar 2.3Defosforilasi asam fitat oleh 3-phytase dari Saccharomyces cerevisiae. Sumber: Bohn et al., 2008
Fitase yang dihasilkan dari tanaman termasuk kelompok 6-phytase yang bertindak menghidrolisis fosfatpada ikatan karbon yang ke-6 (C6). Secara umum 6-phytase bertindak optimal pada lingkungan dengan tingkat keasaman yang lemah yaitu pH 4–6 dan pada kisaran suhu optimal yaitu 40-600C (Applegate & Angel, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Bohn et al., 2007 diperoleh bahwa fitase pada gandum mampu menghidrolisis dua ikatan fosfat pada cincin inositolhexakisphosphate yaitu ikatan 3 fosfat dan 6 fosfat, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4.
18
Gambar 2.4Degradasi asam fitat pada globoid oleh phytase yang terdapat pada gandum. Sumber: Bohn et al., 2007
Fitase pada gandum mampu menghidrolisis asam fitat yang terkandung dalam globoid dan semua inositol fosfat terdegrdasi dalam waktu 20 jam. Selain itu pada gambar 2.5 ditunjukkan bahwa kecepatan degradasi fitase akan melambat terutama pada langkah defosforilasi terakhir dari inositol dikisphosphate menjadi inositol. Hal ini dapat terjadi karena adanya produk penghambat, oleh karena konsentrasi fosfat meningkat secara perlahan selama reaksi berlangsung. Defosforilasi asam fitat dalam sampel diteliti dari waktu ke waktu seperti gambar 2.5 dan proses defosforilasi asam fitat diilustrasikan seperti pada gambar 2.4(Bohn et al., 2007).
19
Gambar 2.5Degradasi asam fitat globoid dari gandum oleh phytase gandum. Ketinggian maksimum memperlihatkan urutan produk yang dihasilkan. Sumber: Bohn et al., 2007
Penghitungan pada gambar 2.5didasarkan pada nilai absorbansi inositol fosfat yang berbeda beda. Dalam penelitian tersebut didokumentasikan mengenai hidrolisis asam fitat dalam waktu 50 menit dan digantikan oleh inositol fosfat yang lebih rendah selama proses degradasi oleh enzim fitase. Setelah 10 menit, dua Inositol 5 fosfat (InsP5) memuncak, dan pada waktu tertentu semua kelompok fosfat dilepaskan dari inositol dengan pola yang berbeda sesuai dengan nomor kelompok fosfat yang dilepaskan terlebih dahulu, dan akhirnya menjadi inositol dan fosfat, seperti pada gambar 2.4(Bohn et al., 2007). 2.2.2
Spesies dan Tempat Tumbuh Mikroorganisme Penghasil Fitase Fitase tersebar luas di alam yaitu dapat bersumber dari tumbuhan, binatang dan mikroorganisme. Pada mikroorganisme, fitase dapat bersumber dari bakteri, yeast dan jamur. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Eltoukhy et al. (2013) yang mengisolasi bakteri penghasil fitase dari tanah di kota
20
New Borg El-Arab, Alexandri, Egypt, ditemukan isolat yang membentuk clear zone dan isolat tersebut memiliki hubungan kekerabatan dengan Bacillus subtilis MJA. Bakteri penghasil fitase yaitu Klebsiella sp. ASR 1 juga berhasil diisolasi dari tanah yang terdapat di sawah dan sampel diambil dekat dengan akar tanaman (Sajidan et al., 2004). Tiga bakteri dengan aktivitas fitase tertinggi juga berhasil diisolasi dari air dan lumpur kawah Sikidang Dieng yaitu Bacillus cereus EN 10, Bacillus cereus EN 16 dan Bacillus sp EN 6 (Sari et al., 2013). Psedumonus sp ditemukan mampu menghasilkan fitase, Psedumonus sp ini diisolasi dari tanah dan feses unggas (Hosseinkhani et al., 2009), Pseudomonasflourescens juga ditemukan memiliki aktivitas fitase tinggi yang diisolasi dari tanah pada peternakan unggas (Tungala et al., 2013). Klebsiella pneumonia 9-3B dapat memproduksi fitase yang berhasil diisolasi dari tanah perkebunan bayam di Takaoka, Toyama, dan lapangan rumput di Sapporo, Hokkaido, Jepang (Escobin-mopera et al., 2012). Mikroorganisme penghasil fitase tidak hanya diisolasi dari tanah saja tetapi juga berhasil diisolasi dari makanan. Fischer et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa bakteri Lactobacillus buchneri (MF44, MF58, MF61), Lactobacillus casei (MF42,MF50, MF54), Lactobacillus brevis (MF67), Lactobacillus plantarum(MF79), Lactobacillus fermentum (MF25), Lactobacillus crustorum (MF29), Pediococcus pentosaceus (MF32, MF33, MF35) yang berhasil diisolasi dari makanan yaitu tef-injera (pancake lembut yang adonannya diolah dengan proses fermentasi). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Khodaii et al. (2013) diperoleh beberapa Bakteri Asam Laktat (BAL) yang diisolasi dari produk susu dan produk farmasi yang mengandung probiotik diperoleh beberapa BAL yang menghasilkan enzim fitase yaitu
21
Lactobacillus
achidophilus,
Lactobacillus
plantarum,
Lactobacillus
rhamnosus, Lactobacillus casei, dan Bifidobacterium sp. Bakteri asam laktat telah banyak digunakan secara tradisional untuk proses fermentasi makanan, dan makanan hasil fermentasi tersebut sangat berguna sebagai sumber mikroorganisme penghasil fitase (Khodaii et al., 2013).
2.3
Fosfor dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Fosfor merupakan salah satu mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak(Lean, 2013). Dalam system biologi, mineral fosfor tersedia dalam bentuk fosfat. Fosfat merupakan anion yang paling banyak dalam tubuh manusia dan mencapai sekitar 1% dari total berat tubuh. Sebagian besar fosfat sebagai anion intraseluler, dan sebagian besar fosfat dalam skeleton berikatan dengan kalsium (Ca) secara hydroxypatite. Pada jaringan lunak dan membrane sel, fosfor tersedia dalam bentuk fosfat ester serta pada tingkatan yang lebih sederhana tersedia dalam bentuk fosfoprotein dan ion fosfat bebas. Pada cairan ekstraseluler, sekitar satu per sepuluh fosfor berikatan dengan protein, satu per tiga membentuk senyawa kompleks dengan sodium (Na), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg), serta fosfor dalam cairan ekstraseluler tersedia dalam bentuk fosfat inorganic (Pi). Ketersediaan fosfat dapat diketahui melalui konsentrasi fosfat dalam serum. Konsentrasi normal fosfat pada dewasa berada pada rentang 0,8 - 1,5 mmol/L (Nordic Council of Minister, 2014). Sebagian besar mineral fosfor ditemukan dan menjadi komponen utama dalam tulang dan gigi. Mineral fosforberfungsi untuk mempertahankan pH normal atau nilai pH pada titik 7,4 dengan buffering kelebihan asam atau basa, dan juga berperan dalam penyimanan dan transfer energi dari proses
22
metabolisme, serta mengaktifkan protein katalis melalui fosforilasi (Otten et al., 2008; Lean, 2013). Selain itu fosfor juga berfungsi dalam pembentukan senyawa tinggi energy yaitu Adenosin Trifosfat (ATP) dan terlibat dalam sintesis fosfolipid dan fosfoprotein(Soetan et al., 2010). Makanan-makanan yang dapat menjadi sumber fosfor adalah 1) produk olahan susu dan telur seperti keju, susu, telur rebus dan mentega, 2) daging dan ikan meliputi sarden, ikan, hati dan daging sapi, 3) sereal yaitu roti tawar, tepung, roti gandum, dan nasi, serta 4) sayuran dan buat meliputi bayam, jeruk, kol, kentang dan apel(Lean, 2013). Makanan seperti buncis, kacang polong, sereal dan kacang-kacangan yang mengandung asam fitat yang menjadi tempat penyimpanan fosfor tetapi tidak secara langsung dapat diserap oleh manusia. Sebagian besar (60-80%) dari total fosfor yang terdapat dalam biji-bijian dan sereal, secara organik terikat dalam asam fitat(Soetan et al., 2010). Pada bayi, fosfor tertinggi yaitu 85-90% tersedia pada air susu ibu, 72% dari susu sapi, dan terendah yaitu 59% pada olahan kedelai yang mengandung asam fitat(Otten et al., 2006). Fosfor hampir ditemukan pada semua makanan dan sebagian besar fosfor yang diserap, tersedia dalam bentuk fosfat anorganik. Pada orang dewasa, fosfor diserap sebanyak 55-70% dari makanan dan sekitar 65-90% pada bayi dan anakanak. Jumlah konsumsi fosfor yang sesuai anjuran dibedakan berdasarkan kelompok umur yaitu untuk umur 1 sampai 3 tahun dianjurkan mengkonsumsi 460 mg/hari, untuk umur 4 sampai 8 tahun sebesar 500 mg/hari, umur 9 sampai 18 tahun sebesar 1250 mg/hari dan kelompok umur 19 tahun sampai lebih dari 70 tahun dianjurkan mengkonsumsi fosfor sebanyak 700 mg/hari(Otten et al., 2006).
23
Kekurangan fosfor bukan menjadi suatu permasalahan, hal ini dikarenakan fosfor tersedia dimana-mana dalam diet. Kekurangan fosfor akan menjadi suatu masalah apabila terjadi kelaparan terutama pada saat konsumsi makanan setelah terjadinya kelaparan yang umumnya makan makanan yang kaya sumber kalori secara berulang tanpa memperhatikan kebutuhan fosfor, hal ini dapat mengakibatkan hypophosphatemia(Otten et al. 2006; Lean 2013). Efek darirendahnya fosfor dalam serum atau hypophosphatemia adalah anoreksia, anemia, kelemahan otot, nyeri tulang, rakhitis (pada anak-anak) dan osteomalacia (pada orang dewasa), meningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan
kebingungan.
Kelebihan
asupan
fosfor
dapat
mengakibatkan
hyperphosphatemia , hal ini karena tingginya konsentrasi dari anorganik fosfat dalam cairan ekstraseluler. Hyperphosphatemia yang disebabkan karena diet akan menjadi masalah terutama pada individu dengan penyakit ginjal stadium akhir, karena salah satu dampak dari hyperphosphatemia adalah terjadinya pengapuran jaringan nonskeletal terutama pada ginjal(Otten et al., 2006).
2.4
Pangan Tradisional Bali Pangan tradisional adalah produk makanan, minuman dan jajanan yang terbuat dari berbagai bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan berkembang di daerah atau masyarakat (Anonim, 1996 dalam Yusa & Suter, 2014). Menurut Panji (1985) dalam Yusa & Suter (2014) makanan dalam budaya masyarakat Bali dibedakan menjadi dua kategori yaitu makanan pokok yang terdiri dari nasi, sayur-mayur, lauk-pauk,sambal dan minuman, yang kedua adalah makanan sampingan. Kekhasan makanan masyarakat Bali lebih banyak dijumpai pada unsur lauk-pauk dan sambal, sehingga antara daerah satu dengan
24
daerah lainnya dapat dibedakan(Yusa & Suter, 2014). Makanan khas daerah bali merupakan makanan yang diolah serta dibuat oleh masyarakat lokal bali secara turun temurun serta menggunakan padu-padan bumbu lokal sehingga memiliki rasa dan aroma spesifik yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya(Putri et al., 2013). Survei yang dilakukan oleh Suter, et al (1999) dalam Yusa & Suter (2014) melaporkan bahwa di Bali terdapat 281 jenis makanan, 174 jenis jajanan dan 73 jenis minuman, salah satunya tersebar di Kabupaten Gianyar sebanyak 21 jenis makanan, 20 jenis jajanan dan sembilan jenis minuman. Inventarisasi jenis pangan tradisional di Kabupaten Gianyar kembali dilakukan dan diperoleh terdapat 108 pangan tradisional dengan rincian sebanyak 44 jenis lauk-pauk, 47 jenis jajanan, dan 17 jenis minuman. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan pengan tradisional di Kabupaten Gianyar bersumber dari daerah setempat (lokal) serta tidak menggunakan bahan pengawet dan pewarna sintetis. Cara pengolahan bahan pangan tradisional sangan bervariasi sesuai dengan pangan trasional yang akan dibuat (Yusa & Suter, 2014). Produk pangan tradisional Bali sangat khas karena proses poduksinya masih tradisional yang diwariskan secara turun temurun dan menggunakan berbagai bumbu serta bahan yang mudah didapatkan di daerah setempat, sehingga rasa yang dihasilkan sesuai dengan budaya dan adat di mana pangan tradisional tersebut diproduksi.