II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ekonomi Nenas Indonesia Nenas merupakan salah satu dari empat komoditi buah tropika yang paling banyak diperdagangkan secara internasional. Produksi nenas dunia lebih dari 13 juta ton, dengan volume perdagangan internasional mencapai 1 juta ton. Volume perdagangan internasional nenas adalah terbesar kedua setelah pisang. Pada tahun 2000 produksi nenas dunia adalah sekitar 13,5 juta ton, dimana sepertiganya diolah dalam industri dan sebagian lagi dikonsumsi langsung secara segar. Produsen utama nenas pada tahun 2005 adalah Thailand (2,28 juta ton), India (1,44 juta ton), Filipina (1,52 juta ton), Brazil (1,35 juta ton), dan Indonesia (925.000 ton). Perdagangan internasional nenas pada tahun 1999 mencapai 1,05 juta ton, dengan pengekspor utama adalah Kosta Rika (353.000 ton), Pantai Gading (183.000 ton) dan Filipina (127.000 ton). Ekspor nenas Indonesia baru mencapai seribu ton. Sedangkan negara pengimpor nenas terbesar adalah Uni Eropa (445.000 ton), Amerika Serikat (283.000 ton) dan Jepang (90.000 ton). Selama tahun 2000 – 2005 perkembangan produksi nenas Indonesia ratarata sebesar 6.145.382 ton dengan sedikit berfluktuasi, produksi tertinggi sebesar 925.000 ton terjadi pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 produksi nenas terus mengalami peningkatan yang cukup besar dimana produksi nenas nasional sebesar 2,24 juta ton, dengan potensi produksi di Lampung sebesar 1,24 juta ton dan Jawa Barat dengan potensi produksi sebesar 0,54 juta ton. Total ekspor nenas (yang terbagi dalam nenas segar dan nenas olahan), ekspor terbesar untuk nenas segar ditujukan ke negara Malaysia dengan share 74 persen, sementara ke Jepang 24,54 persen. Sementara untuk nenas olahan share terbesar berturut-turut adalah ke negara Amerika Serikat (22,62 persen), Belanda (15,19 persen), Singapura (13,94 persen), Jerman (13,86 persen), dan Spanyol (10,58 persen). Rata- rata volume ekspor ke Amerika sejak tahun 1999 – 2005 sebesar 52.054 ton dan relatif stabil setiap tahunnya, tetapi ekspor ke negara Belanda, Singapura dan Jerman serta Spanyol terus menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun 2007, Indonesia mengekspor buah dalam kaleng, terutama nenas dengan nilai US$ 144,3 juta dan sari buah sebesar US$ 22,12 juta. Namun
10
dalam tahun yang sama Indonesia juga mengimpor buah dalam kaleng dengan nilai U$ 0,43 juta dan sari buah sebesar US$ 7,6 juta. Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini, kini ditanam luas di Indonesia. Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi untuk komoditi nenas di Indonesia selama ini adalah Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Subang dan Bekasi), Jawa Timur (Surabaya) NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Adapun daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan produksi adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, NTB, Sulawesi Selatan dan Lampung. Propinsi Lampung merupakan daerah penanaman nenas utama, dengan beberapa pabrik pengolahan nenas juga terdapat di sana. Nenas (Anenas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl. Kabupaten Subang di Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi nenas di Indonesia. Berdasarkan informasi daerah setempat bahwa permintaan ekspor buah nenas asal Kabupaten Subang Jawa Barat, terus meningkat. Pada tahun 2007, jumlah ekspor nenas baru 95,663 ton. Pada Januari hingga Maret tahun 2011 adalah 124,160 ton. Beberapa bulan terakhir sudah meningkat sekitar 30 persen. Pangsa pasar tujuan negara ekspor adalah di Timur Tengah, Iran, Mesir dan Korea. Diharapkan dengan banyak permintaan pasar ekspor ini, para pelaku usaha agribisnis Indonesia untuk komoditas nenas dapat lebih baik lagi di dalam mutu dan standarisasi untuk pangsa ekspor. Saat ini ragam varietas nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan pakan ternak, dan bahan baku industri. Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan beberapa produk lain seperti makanan kering dalam bentuk keripik. Konsentrat nenas untuk skala besar telah diproduksi di Kalimantan Barat. Di daerah Kubu Raya Kalimantan Barat telah dibangun pabrik konsentrat nenas berkualitas tinggi yang di ekspor ke China, Eropa, dan USA. Kubu Raya mempunyai kapasitas produksi nenas 450 ton per hari atau 30 ton per
11
jam, sedangkan pabrik tersebut dapat mengolah konsentrat nenas berkualitas tinggi 3 ton per jam. Bahan baku diperoleh dari inti seluas 3.000 ha dan lahan plasma seluas 650 ha dari luas keseluruhan 10.000 ha. Pengolahan nenas dapat menjadi alternatif pada saat produksi buah melimpah, sehingga harga jual tetap menguntungkan. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nenas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana. Buah nenas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak. Indonesia memliki potensi besar dalam pengembangan produk buah olahan yang dapat dijadikan produk andalan ekspor. Indonesia memiliki iklim tropis yang memungkinkan berbagai jenis tanaman buah dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, seperti : mangga, nenas, markisa, jeruk, jambu biji, sirsak dan rambutan. Ketersediaan lahan yang cukup tidak didukung oleh kepemilikannya oleh masyarakat yang masih dalam skala kecil, belum dalam skala perkebunan. Jika dilihat dari berbagai sisi maka terdapat faktor pendukung dan penghambat pengembangan produk olahan buah. Dari sisi permodalan, suku bunga pinjaman investasi relatif tinggi serta rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan buah dan industri pengolahan buah menjadi faktor penghambat pengembangan industri produk olahan buah ini. Walaupun, peluang investasi untuk pengembangan industri pengolahan buah masih cukup besar.
12
2.2. Kecenderungan Global Industri Pengolahan Buah 2.2.1. Kecenderungan yang Telah Terjadi Kecenderungan Yang Telah Terjadi pada industri pengolahan buah yaitu dimana total ekspor buah olahan Indonesia pada tahun 2006 menurut International Trade Centre adalah sebesar US$. 175,7 juta dan pada tahun 2007 turun menjadi US$. 171,8 juta turun sebesar 2,2. Sementara nilai ekspor buah olahan dunia pada tahun 2006 adalah sebesar US$. 31.615 juta dan meningkat menjadi US$.35.766 juta atau mengalami peningkatan sebesar 10 persen pada tahun 2007. Sehubungan dengan data tersebut maka share ekspor buah olahan Indonesia terhadap nilai ekspor buah olahan dunia baru mencapai 0,6 tahun 2006 dan turun menjadi 0,5 tahun 2007. Walaupun share ekspor buah olahan Indonesia masih kecil terhadap ekspor dunia maka dalam jangka panjang Indonesia dapat lebih meningkatkan ekspor buah olahan melalui peningkatan produksi buah-buahan dan lahan usaha perkebunan yang terpadu dengan industri pengolahan buah.
2.2.2. Kecenderungan yang Akan Terjadi Sementara kecenderungan yang akan terjadi dimana permintaan buahbuahan tropis di masa depan cenderung meningkat baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah meningkatnya tingkat pendapatan per kapita penduduk dunia; meningkatnya jumlah penduduk dunia, dan meningkatnya penguasaan teknologi pengolahan buah. Dimasa yang akan datang juga akan terjadi perubahan permintaan berbagai produk buah, diantaranya seperti : •
Permintaan buah-buahan tropis organik (green product, Eco production), hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Hal ini merupakan peluang untuk Indonesia, karena sebagian besar masih diproduksi secara tradisional tanpa atau minimal penggunaan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya.
•
Permintaan buah-buahan yang diproses minimal (minimally processed) yang masih mempunyai cita rasa asli buah tropis. Permintaan produk baru dari buah-buahan sebagai obat, minuman/makanan kesehatan dan bahan kosmetik.
13
Kecenderungan masyarakat sampai saat ini masih lebih menyukai mengkonsumsi buah dalam keadaan segar dari pada mengkonsumsi buah olahan, karena harganya yang mahal sehingga ada persaingan pasar antara sari buah olahan yang asli dengan minuman buah essence dengan harga yang relatif terjangkau. Hal untuk mengkonsumsi buah dalam bentuk segar dan diproses minimal merupakan peluang bagi petani untuk memproduksi buah dengan konsistensi di bidang mutu dan ukuran. Adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai buah dalam kemasan praktis khususnya kemasan kecil dan mempunyai masa kadaluarsa lebih lama dari pada buah segar yang panjang. Hal ini dapat menjadi peluang bagi petani buah untuk meningkatkan produksi buah-buahan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar
2.2.3. Permasalahan yang Dihadapi Industri Pengolahan buah Industri pengolahan buah saat ini didominasi oleh industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Pengembangan industri pengolahan buah di wilayah pedesaan yang umumnya industri kecil tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun berasal dari luar. Beberapa permasalahan industry pengolahan buah yang terjadi adalah sebagai berikut : a.
Bahan Baku • Pasokan bahan baku tidak kontinyu karena produksi buah-buahan bersifat musiman, konsistensi mutu dan ukuran serta tingkat kematangan buah tidak merata disebabkan masih terbatasnya investasi budidaya perkebunan buah skala komersial. • Sebaran peta potensi buah secara komprehensif terbatas pada produk buahbuahan tertentu di Indonesia.
14
• Terbatasnya penanganan teknologi pasca panen produksi buah-buahan dan penguasaan teknologi proses produksi di tingkat usaha skala kecil dan menengah masih rendah. b.
Produksi • Rendahnya kemampuan inovasi produk di bidang pengolahan buah; • Belum optimalnya peran litbang untuk kegiatan R & D bidang pengolahan buah. • Buah olahan umumnya diproduksi oleh industri skala menegah kecil yang masih terkendala dalam kemasannya.
c. Pemasaran • Kurangnya promosi pemasaran produk buah olahan di dalam negeri dan luar negeri. d. Infrastruktur • Rendahnya kemampuan penyediaan modal khususnya bagi pelaku industri skala kecil. Rendahnya mutu buah-buahan Indonesia merupakan persoalan yang serius. Rendahnya mutu ini terkait sangat erat dengan sistem produksi buahbuahan, sistem panen, penanganan pasca panen dan terutama pasar yang dapat menyerap produk buah-buahan. Karena itu untuk bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan global, masalah mutu buah-buahan harus ditangani. Penerapan jaminan mutu terutama pasca panen buah-buahan harus dikembangkan agar dapat diterapkan oleh petani buah.
2.3. Buah Nenas Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Anenas comosus. Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15, (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik.
15
Nenas (Anenas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl. Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini, kini ditanam luas di Indonesia. Sentra produksinya terdapat di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nenas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas/cultivar nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang. Nenas yang dikembangkan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) LPPM IPB adalah varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang. PKBT didirikan sebagai peran serta IPB dalam mendukung pengembangan buah‐buahan Indonesia melalui kegiatan‐kegiatan riset
yang terpadu intensif dan terintegratif.
Peningkatan dayasaing buah nasional dilaksanakan melalui pengembangan varietas unggul dan teknologi untuk menghasilkan buah berkualitas serta membangun suatu sistem penelitian dan pengembangan jaringan kerjasama strategis yang mendukung agribisnis buah‐buahan unggulan Indonesia melalui koordinasi dan penyatuan sumberdaya. Karakteristik nenas varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang dapat dilihat pada Tabel 6.
16
Tabel 6. Karakteristik Nenas Varietas Mahkota Bogor dan Delika Subang Karakteristik Tinggi tanaman (cm) Lebar tajuk (cm) Umur panen (bst) Potensi hasil / Ha (ton) Berat buah (gram) PTT (˚Brix) TAT ( ) Rasio PTT/TAT Ca‐oksalat (ppm) Bromelain (unit/gram)
Varietas Mahkota Bogor 101 ± 10 86 ± 10 16 ± 4 50 ± 5 1000 ± 300 18 ± 2 11,7 1,54 640 1,78
Delika Subang 101 ± 10 86 ± 10 14 ± 2 80 ± 8 2000 ± 500 16 ± 2 6,93 2,67 704 1,31
Sumber : PKBT LPPM IPB, 2009
Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nenas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana. Buah nenas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak. Riset terkini menunjukkan nenas sarat dengan antioksidan dan fitokimia yang berkhasiat mengatasi penuaan dini, wasir, kanker, serangan jantung, dan penghalau stres. Sebagai salah satu famili Bromeliaceae, buah nenas mengandung vitamin C dan vitamin A (retinol) masing-masing sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram dalam setiap 100 gram bahan (Tabel 7). Kedua vitamin sudah lama dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari berbagai serangan penyakit, termasuk kanker, jantung koroner dan penuaan diri.
17
Tabel 7. Kandungan Gizi Buah Nenas Segar (100 gram bahan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kandungan Gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin B1
Jumlah 52,00 kal 0,40 g
0,20 g 16,00 g
11,00 mg 0,30 mg
130,00 SI 0,08 mg
Vitamin C
24,00 mg
Air
85,30 g
Sumber : Buletin Teknopro Hortikultura Edisi 71 Juli 2005. Manfaat Nenas
Tingkat kematangan buah nenas yang baik untuk dikonsumsi dapat dilihat dari warna buahnya yaitu bila warna kuning telah mencapai 25 (dari total permukaan buah). Pada tingkat ini buah mempunyai total padatan terlarut yang tinggi dan keasamannya rendah. Demikian pula tingkat kematangan buah dapat dilihat dari warna pada mata dan kulit buah yaitu tidak kurang dari 20 tetapi tidak lebih dari 40 mata mempunyai bercak kuning. Umur simpan buah-buahan segar antara 1 sampai 7 hari pada 21,11oC, sedangkan buah-buahan kering umur simpannya dapat mencapai 1 tahun atau lebih, sedangkan kadar air buah kering antara 18 sampai 25 persen. Nenas tidak tahan lama disimpan, nenas yang dipanen pada tingkat setengah matang dapat disimpan pada suhu 7-13oC selama 2 minggu. Buah yang telah matang sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 7oC, buah nenas dapat mengalami kerusakan dingin pada suhu lebih rendah dari 7 oC .
2.2. Penelitian Terdahulu Mengkaji penelitian terdahulu merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang penelitian yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu dapat dijadikan acuan dan bahan Informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti adalah sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh Emil Abdilla A (2009) dengan judul “Analisis Persepsi dan Kepuasan Anggota Terhadap Pelayanan KUD Giri Tani
18
Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat” dimana dalam penelitiannya Emil menggunakan metode peneltian Importance Performance Analysis (IPA) dan Costumer Satisfaction Index (CSI) dimana hasil yang didapat dari penelitian tersebut ialah dari pengukuran yang dilakukan terhadap persepsi anggota KUD Giri Tani bahwa tingkat kepentingan rata-rata terhadap atribut pelayanan KUD Giri Tani diperoleh nilai sebesar 4,27. Atribut yang memiliki skor tingkat kepentingan yang paling tinggi yaitu Jasa Inseminasi Buatan dengan skor terbesar ialah 4,27 dan tingkat kepentingan terendah ialah Penampilan (kerapian) pengurus dengan skor 3,81. Pengukuran untuk tingkat persepsi kinerja seluruh atribut diperoleh hasil skor rata-rata sebesar 3,33. Atribut pelayanan yang mendapatkan skor paling tinggi yaitu, Waktu Ketersediaan Pakan, dengan skor kinerja mencapai 4,81. Atribut dengan skor yang paling rendah yaitu, Bantuan Kredit dari Koperasi yang mendapat skor sebesar 1,28. Sedangkan hasil pengukuran dari metode IPA dan CSI menunjukkan hasil yang konsisten. Jika pada pengukuran CSI terdapat selisih kepuasan yang cukup besar (33,32 persen) maka pada IPA menunjukkan hasil kinerja atribut (10 atribut) berada dibawah nilaii rata-rata tersebut. Penelitian Hasanah (2007) dengan judul “Analisa Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Terhadap Restoran Ayam Bakar Ganthari (Studi Kasus Restoran Ayam Bakar Ganthari Cabang Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan)”. Penelitian dilakukan dengan membagi responden menjadi dua, yaitu pelanggan baru (responden B) dan pelanggan tetap (responden A), tujuanya untuk mengetahui konsumen dengan kategori apa yang lebih sering berkunjung di restoran tersebut, selanjutnya dilihat perbandingan penilaian kedua jenis pelanggan terhadap restoran Ayam Bakar Ganthri. Menurut penelitian Hasanah, sebagian besar responden A maupun responden B adalah wanita dan belum menikah. Jakarta selatan adalah domisili dengan jumlah responden terbesar, dimana suku Jawa dan Sunda merupakan proporsi terbesar pada masing-masing responden A dan responden B. Kelompok umur dengan persentase terbesar adalah 16-22 dan 23-29 pada responden A, dan 23-29 pada responden B. Sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir sarjana. Citarasa dan masakan yang enak dan kondisi sedang lapar merupakan motivasi masing-masing responden A dan
19
responden B. Secara keseluruhan berdasarkan nilai indeks kepuasan pelanggan (Costumer Satisfaction index) baik responen A dan responden B puas terhadap restoran Ayam Bakar Ganthari. Hal ini tercermin dari banyaknya atribut yang telah memenuhi harapan konsumen, yakni 12 dari 26 atribut yang diuji. Dari keduabelas atribut tersebut terdapat kesamaan antar kedua responden, meliputi citarasa masakan, aroma masakan, kebersihan makanan dan perlengkapan makanan, porsi hidangan, harga yang murah, jaminan keamanan, kecepatan dan kemudahan transaksi pembayaran, kenyamanan ruang dan lokasi yang strategis. Konsumen restoran Ayam Bakar Ganthari termasuk konsumen yang loyaly, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya responden A yang termasuk kriteria clients dan advocates dimana dalam penelitian ini Hasanah menggunakan alat analisis Costumer Satisfaction index, IPA dan validitas dan reabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Wicaksana (2009) dengan judul “Faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia ke China. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perkembangan ekspor beberapa buahbuahan Indonesia ke China selama dua belas tahun terakhir dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi apa saja yang mempengaruhi volume ekspor komoditi buah-buahan Indonesia ke China. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda, dengan kriteria pengujian statistik yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (Rsq adj), uji F dan uji t. Hasil analisis menunjukan bahwa peluang potensi ekspor china untuk buah manggis dan mangga serta rambutan sangat besar dimasa yang akan datang. Penurunan ekspor terjadi pada buah jeruk dan papaya. Secara keseluruhan variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor buah-buahan Indonesia ke China selama dua belas tahun terakhir adalah harga domestic, harga ekspor dan nilai tukar rupiah. Penelitian yang dilakuakan oleh Juita (2008) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam Supply Chain Management (SCM) Manggis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM berdasarkan karakteristiknya serta menganlisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani untuk
20
berpartisipasi dalam SCM dengan menggunakan alat analisis deskriptif dan analisis regresi logistic (logit). Berdasarkan karakteristik petani responden yang diteliti, diperoleh bahwa petani responden yang bersedia berpartisipasi dalam SCM berjumlah 25 orang dan yang tidak bersedia berjumlah 12 orang. Berdasarkan analisis regresi logistik diketahui bahwa ada lima variabel bebas yang mempengaruhi tingkat kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM yaitu jumlah tanaman manggis yang diusahakan (X1), harga yang diterima (X2), keanggotaan koperasi (X3), pendidikan terakhir (X4), dan jumlah tanggungan dalam keluarga (X5). Pada taraf nyata (α) sebesar lima persen, diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM adalah kenggotaan koperasi dan jumlah tanggungan keluarga. Hal tersebut didasarkan pada nilai p (p-value) lebih besar dari nilai taraf nyata (α) lima persen. Persentase kebenaran model sebesar 89 persen, artinya sebesar 89 persen kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM dapat dijelaskan oleh vaiabel harga yang diterima petani, keanggotaan koperasi, jumlah tanaman mangga yang di usahakan, jumlah tanggungan keluarga dan pendidikan terakhir. Sisanya sebesar 11 persen dijelaskan oleh faktor lain diliar model. Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah alat analisis yang digunakan yaitu, menggunakan alat analisis Index Performance Analysis (IPA), Costumer Satisfaction Index dan analisis regresi berganda. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik responden dilakukan dengan analisis deskriptif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada beberapa metode dan alat analisis yang digunakan, selain itu variabel yang digunakan juga berbeda dengan penelitian lainnya, karena variabel penelitian ditentukan berdasarkan obyek yang diteliti.
21