II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nenas (Anannas comocus) Sihombing (2009) Tanaman nenas merupakan tanaman rumput yang batangnya pendek sekali. Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun (bertunas anakan). Tumbuhan ini memiliki 30 atau lebih daun yang panjang, berserat dan berduri tajam yang mengelilingi batangnya yang tebal. Kulit buahnya bersisik dan “bermata” banyak. Nenas biasanya berwarna hijau sebelum masak dan berwarna kekuning-kuningan apabila masak. Buah nenas terdapat di Indonesia sepanjang tahun. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dikonsumsi juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Nenas juga mengandung berbagai senyawa yang berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan disamping sebagai sumber vitamin C buah nenas mengandung enzim bromelain (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease, atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini juga sangat baik dikonsumsi sebagai alat kontrasepsi dalam keluarga berencana. Buah nenas sangat baik dikonsumsi oleh penderita darah tinggi karena dapat mengurangi tekanan darah tinggi dan mengurangi kadar kolesterol dalam darah sehingga dapat mencegah stroke. Manfaat lain dari buah nenas bagi kesehatan tubuh adalah sebagai obat penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir, dan kurang darah. Sedangkan untuk penyakit kulit (gatal-gatal, eksim, dan kudis) dapat diobati dengan mengolseskan sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak. Produksi nenas di dunia berpusat di negara-negara Brazil, Hawai, Afrika Selatan, Pantai Gading, Mexico dan Perute Rico. Di Asia tanaman nenas ditanam di negara-negara Thailand, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Sentra produksi 17
nenas di Indonesia terdapat di daerah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Pada masa mendatang amat memungkinkan propinsi lain
18
memprioritaskan pengembangan nenas dalam skala yang lebih luas dari tahun sebelumnya. Luas panen di Indonesia adalah 165.690 hektar artau 25,24 persen dari sasaran panenn buah-buahan nasional (657.000 hektar). (Kementrian riset dan Teknologi, 2005) Nenas banyak dihasilkan di Kabupaten Subang adalah nenas jenis/varietas Smooth Cayanne. Nenas ini memiliki ciri-ciri berukuran besar, berat buah antara 1,5-5 kg (rata-rata 2,3 kg), bentuk buahnya lonjong silindris, warna kulit buah hijau kekuniangan dengan mata yang datar, daging buahnya berwarna kuning pucat sampai kuning, inti buahnya berukuran sedang, rasa buahnya manis asam, rendah serat dan berair serta memiliki aroma yang khas. Karena rasanya yang agak masam, nenas Smooth Cayenne sangat baik digunakan untuk olahan seperti selai, juice, nenas kaleng, puree, dan lainnya. Luas areal tanaman nenas di kabupaten subang pada tahun 2003 adalah 3.253 hektar dengan produksi mencapai 123.067,5 ton. Sebagai tanaman rakyat, budidaya nenas di kabupaten subang dilakukan secara sederhana di pekarangan rumah dan tegalan. Dengan input teknologi yang terbatas. Bentuk kebun rata-rata belum sehamparan dan letaknya terpencar. Oleh karena itu, produktivitas nenas yang dihasilkan pada umumnya masaih sekitar 20-35 ton/ha. Rendahnya produktivitas nenas juga disebabkan karena tanaman yang diusahakan sebagian besar berumur diatas 10 tahun. Agar tanaman tinggi kualitasnya perlu dilakukan peremajaan tanaman dengan menggantikan tanaman yang lama dengan bibit yang baru. Masa panen nenas di Kabupaten Subang berlangsung sepanjang tahun, panen raya terjadi pada bulan Oktober sampai Januari dengan rata-rata produksi 20-35 ton/ha. Panen sepanjang tahun dapat dilakukan karena petani melakukan pengaturan pola tanam dan pengaturan pembungaan dengan sistem ethrel. Kabupaten Subang sebagai sentra produksi nenas terbesar di Jawa Barat memiliki potensi akses pasar yang baik untuk pengembangan komoditas nenas, mengingat posisinya yang sangat strategis berjarak 161 km dari Jakarta dan 58 km dari Bandung. Nenas subang merupakan tanaman rakyat yang ditanam secara turun menurun. Nenas tersebut tumbuh baik di lahan kering, karena tuntutan agroklimat yang relatif mudah dipenuhi dan gangguan hama penyakit yang sedikit
18
oleh karena itu tanaman nenas mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Kabupaten Subang. Sentra pengembangan nenas di Kabupaten Subang tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Sagalaherang, Jalancagak, Cisalak, Tanjungsiang, dan Cijambe. Pemasaran buah nenas umumnya dipasarkan dalam bentuk segar, dan sebagian diolah menjadi dodol. Rantai pemasaran nenas yang ada di Kabupaten Subang adalah : (4) Petani-konsumen : petani menjual hasil produksinya ke konsumen dengan cara membuat kios buah di depan rumahnya. (5) Petani-tengkulak-kios buah dan pasar-konsumen : petani menjual nenas ke tengkulak atau pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual ke konsumen melalui pasar , maupun kios-kios buah. (6) Petani-tengkulak-perusahaan mitra-konsumen : petani menjual nenas kepada tengkulak atau pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual ke perusahaan mitra (pabrik pengolahan nenas), dan perushaaan mitra menjual nenas olahan ke konsumen. Buah nenas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut, dan cepat busuk. Oleh karena itu, setelah panen memerlukan penanganan pascapanen yang memadai. Nenas merupakan salah satu jenis buah tropis yang banyak digemari masyarakat dunia, disamping dikonsumsi dalam keadaan segar, buah nenas dapat dipakai sebagai bahan baku industri olahan seperti selai, minuman dan coctail. Tujuan utama dari pengolahan buah-buahan adalah memperpanjang umur simpan, meningkatkan daya awet produk, memberikan nilai tambah produk, dan meningkatkan harga jual, pada proses pengolahan pangan pelaku usaha harus memperhatikan cara pengolahan pangan yang baik (Good Manufacture Procedure/GMP). Sehingga keamanan pangan tetap terjamin. Selama proses pengolahan pelaku usaha menjaga higienitas proses produksi mulai dari penanganan bahan baku, proses pengolahan, proses pengemasan, sampai pada proses distribusi dan pemasaran. Prospek komoditas buah nenas sangat besar, terutama bila nenas diolah menjadi makanan kaleng seperti selai nenas, sirup buah nenas, dan sirup kulit buah nenas. Pabrik pengalengan biuah nenas sudah banyak di bangun diantranya 19
yaitu PT Great Giant Pineapple di Lampung. Negara tujuan ekspor adalah Perancis, Jerman dan Amerika Serikat. Walaupun daerah penghasil buah nenas sudah menyebar rata, Indonesia hingga saat ini hanya mampu mengekspor sebagian kecil saja dari kebutuhan dunia, yaitu hanya sekitar 5 persen. Padahal menurut proyeksi kebutuhan nenas dunia akan naik sebesar lima persen dari kebutuhan dunia saat ini. Usaha agroindustri nenas skala kecil mengolah buah nenas menjadi berbagai produk olahan seperti dodol, manisan, keripik dan jus. Produk-produk tersebut dipasarkan untuk masyarakat menengah ke bawah di beberapa kota tertentu. Namun, karena keterbataasan teknologi dan modal, industri rumah tangga ini belum mampu berkembang dengan cepat. Oleh karena itu, industri skala rumah tangga ini masih banyak memerlukan bimbingan dan pembinaan dari pemerintah baik dalam pengembangan teknolgi, kesiapan sumber daya manusia, manajemen usaha, modal usaha dan pemasaran.
2.2 Pineapple Soft Candy Penelitian yang dilakukan oleh Atika Dwifajarsari (2010) yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Soft Candy dan Jus Jambu Merah (Kasus : ‘Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy’ LPPPKBT, Tajur dan Jus Jambu Merah ‘JJM’ KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor) bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi LPPM PKBT dan KWT Turi serta merumuskan alternatif strategi yang harus dilakukan keduanya. Berdasarkan hasil analsis lingkungan internal dan eksternal LPPM PKBT menunjukkan bahwa memiliki kekuatan mutu produk yang baik, dan kelemahan utamanya adalah promosi yang dilakukan masih terbatas, peluang LPPM PKBT adalah perkembangan teknologi yang cepat serta ancamannya adalah perkembangan produk substitusi. Dari hasil analisis matriks IFE LPPM PKBT didapat total skor sebesar 3,058 dan hasil analisis matriks EFE di dapat total skor sebesar 2,702. Hasil analisis dari IFE dan EFE pada matriks IE menunjukkan bahwa posisi LPPM PKBT saat ini berada pada sel IV yaitu strategi tumbuh dan kembang (growth and build). Strategi yang dapat diterapkan pada posisi ini adalah penetrasi pasar, 20
pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Hasil analisis SWOT menghasilkan empat alternatif strategi yang dapat dijalankan LPPM PKBT yaitu melakukan pengembangan produk, melakukan strategi perluasan pasar dengan melakukan
kerjasama
dengan
usaha
minimarket,
mempertahankan
dan
meningkatkan kualitas produk agar dapat bersaing di pasaran, melakukan strategi penentrasi pasar melalui promosi penjualan. Maghribi (2010), penelitiannya yang berjudul “ Kajian Produksi dan Penurunan Mutu Permen Jelly Nenas (Ananas cosmosus (L) Merr.) selama Penyimpanan”. Penelitian ini memiliki tujuan yiatu : (1) mengetahui karakteristik nenas subang dan nenas bogor, (2) mengetahui kemasan terbaik untuk mengemas permen jelly nenas (3) mengetahui umur simpan produk dan (4) mengetahui biaya produksi per kilogram permen jelly nenas. Hasil analisis penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nenas bogor dan nenas subang, dimana nenas subang memiliki bentuk buah yang bulat dan pendek, daun yang lebar dan pendek, duri yang terletak hanya di ujung daun, bobot buah 840,40 gram, kandungan air 87,11 persen serta kandungan vitamin C 161,92 mg/100g. Nenas Bogor memiliki bentuk buah yang lebih lonjong dan panjang, bentuk daun yang sempit dan panjang, letak duri di sepanjang pinggiran daun dan kulit, bobot buah 502,31 gram, kandungan air 80,38 persen serta kandungan vitamin C 128,48 mg/100 g. Dari parameter uji, yaitu kadar air, vitamin C, total asam, dan hasil uji organoleptik secara keseluruhan menyatakan bahwa permen jelly nenas bogor yang dikemas dengan alumunium foil mampu mempertahankan kandungan gizi yang terdapat pada permen jelly, yaitu kadar air yang meningkat dari 6,12 persen menjadi 7,18 persen - 9,24 persen. Sedangkan pada kemasan PP dan gelas peningkatan nilai kadar air cukup tinggi yang mencapai 9,98 persen. Selain itu, umur simpan terbaik diperoleh produk permen jelly nenas Bogor dalam kemasan alumunium foil, yaitu sekitar 158,83 hari pada suhu 5o C, 138,39 hari suhu 15o C, dan 107,91 hari pada suhu 35oC. jika dilihat dari penampilan fisik, permen tersebut tidak mengalami perubahan warna, namun terjadi penurunan niali gizi. Dalam menentukan biaya produksi, bahan baku yang dipilih berdasarkan produk yang memiliki kadar air relatif rendah , kandungan vitamin C dan total asam yang cukup tinggi serta penilaian konsumen pada uji orgaboleptik hasil uji 21
menunjukkan bahwa permen jelly nenas Bogor secara keseluruhan lebih disukai, baik dari segi warna, tekstur, aroma, dan rasa. Perhitungan biaya produksi meliputi biaya bahan baku, biaya bahan penunjang, biaya mesin dan peralatan, biaya tenaga kerja dan lain-lain. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya produksi untuk membuat permen jelly nenas Bogor dengan kapasitas 36 kg nenas utuh (18 kg bubur nenas) adalah Rp 57.271,37 per kilogram.
2.3 Usaha Kecil Menengah (UKM) Unit usaha adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga suatu badan dan mempunyai kewenangan yang ditentukan berdasarkan kebenaran lokasi bangunan
fisik dan wilayah operasinya.
Berdasarkan penggolongan omset yang dimiliki maka unit usaha terbagi menjadi usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupaun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan dan mempunyai omset penjualan sebesar satu milyar atau kurang selama satu tahun (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004) Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupaun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omset penjualan lebih dari satu milyar rupiah sampai 50 milyar rupiah selama satu tahun (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004) Usaha besar adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupaun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omset penjualan lebih dari 50 milyar rupiah selama satu tahun (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004) Pengertian dari omset penjualan adalah jumlah transaksi yang terjadi antara pihak penjual dengan pihak pembeli selam periode tertentu. Bagi pihak penghasil barang dan jasa (produsen), omset diartikan sebagai besaran nilai atas 22
produk barang dan jasa yang dihasilkan secara keseluruhan. Tetapi bagi kegiatan yang bersifat perantara (penghubung antara pihak produksen dan pihak konumen ) omset diartikan sebagai nilai transakasi persetujuan atau kesepakatan atas pembelian atau penguasaan barang dan jasa. Dengan demikian nilai omset belum tentu merupakan pendapatan yang sebenarnya yang diterima oleh penjual. Perbedaan perlakuan omset dan keluaran anatar kegiatan ekonomi tergantung pada jenis transaksi yang dilakukan (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004) Industri pengolahan dibedakan menjadi empat golongan, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Industri besar adalah industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih. Industri sedang adalah industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 20 orang sampai 99 orang. Industri kecil aadalah industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja lima sampai 19 orang. Sedangkan industri pengolahan rumah tangga mempunyai tenaga kerja kurang dari lima orang. (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004) 2.4 Analisis Kelayakan Proyek Penelitian yang dilakukan oleh Rima Kumalasari (2006) yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Dodol Nenas di Kabupaten Subang, Jawa Barat” bertujuan untuk mengetahui kondisi usaha kecil dodol nenas di Subang, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha kecil dodol nenas dan mengetahui status kelayakan usaha dodol nenas subang dilihat dari aspek finansial, teknis dan manajemen. Hasil analisis yang dilakukan adalah usaha dodol nenas dipengaruhi oleh sumberdaya
usaha,
produksi,
distribusi,
ketersediaan bahan baku, produk dan harga, kebijakan pemerintah daerah, sosial dan budaya, ekonomi dan lingkungan serta teknologi. Adapun hasil analisis kelayakan usaha dodol nenas di Subang bahwa usaha ini layak untuk dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun dengan menunjukkan nilai NPV yang positif dan nilai IRR yang melebihi suku bunga yang berlaku yaitu 12,5 persen. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha dodol nenas lebih dipengaruhi oleh perubahan harga jual jika dibandingkan dengan perubahan biaya produksi. 23
Penelitian yang dilakukan oleh Sukirno dan Srihati (2005) yang berjudul “Pengembangan sistem produksi makanan dari bahan baku nenas di Kabupaten Subang Jawa Barat”. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah home industry teknolgi penglahan buah nenas di Jalancagak Kabupaten Subang sejumlah 12 unit produksi. Dengan produk yang dihasilkan yaitu dodol nenas, keripik nenas dan wajit nenas dengan total produksi rata-rata 5.922 kg per bulannya yang menghabiskan 16.920 kg bahan baku nenas segar per bulan yang dipenuhi dari pasokan buah nenas di Jalancagak. Pemasarannya meliputi Subang, Bandung, Purwakarta, Jakarta dan Bekasi. Usaha tersebut telah menyerap tenaga kerja sebanyak 32 orang dengan keuntungan Rp 25.000/satu kali proses produksi atau Rp 5.215.000 per unit usaha dengan kapasitas 1.848 kg per bulan. Selain itu, hasil analisis finansial yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai NPV dari usaha pengolahan buah nenas ini bernilai positif dan menghasilkan Net B/C sebesar 2,3. Jadi usaha ini dapat dikatakan layak dan menguntungkan untuk dilakukan. Tiara (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Srikaya Organik pada Perusahaan Wahana Cory Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis kelayakan non finansial perusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, (2) menganalisis kelayakan pengusahaan buah srikaya organik di Wahaan Cory dilihat dari aspek finansial, (3) menganalisis tingkat kepekaan kondisi kelayakan pengusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory terhadap perubahan jumlah produksi srikaya organik serta peningkatan biaya operasional. Hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan srikaya organik yang dijalankan oleh Wahana Cory layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena permintaan yang tinggi dan penawaran yang masih terbatas serta harga jual yang tinggi menjanjikan bahwa usaha srikaya organik dapat mendatangkan keuntungan. Berdasarkan aspek teknis, pengusahaan srikaya organik menggunakan peralatan yang relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen perusahaan telah menjalankan fungsi-fungsi manajemen dan 24
mempunyai struktur organisasi dengan pembagian kerja yang jelas. Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan srikaya organik dapat memberikan kontribusi kepada Negara berupa pajak, ikut serta dalam melestarikan lingkungan karena usaha yang dijalankan tidak menimbulkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan sekiitar proyek, dan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar lokasi usaha. Hasil analisis terhadap aspek finanasial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR dan payback period, pengusahaan srikaya organik oleh Wahana Cory layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV>0 yaitu sebesar Rp 1.034.057.46,24, Net B/C >1 yaitu sebesar 2,75 dan IRR sebesar 26,86 persen, dimana ini lebih besar dari tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 9 persen. Serta Payback Period yang diperoleh dalam pengusahaan srikaya organik adalah 5 tahun 8 bulan. Jika dilihat dari analisis switching value, penurunan jumlah produksi pengusahaan srikaya organik adalah hal yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha dibandingkan dengan penurunan biaya operasional. Listiawati (2010) melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor” adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah (1) menganalisis kelayakan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan) dan aspek finansial, dan (2) menganalisis tingkat kepekaan usaha budidaya jambu biji terhadap penurunan jumlah produksi dan harga jual buah jambu biji. Hasil analisis non finansial yang dilakukan menunjukkan bahwa usaha budidaya jambu biji studi kasus pada Desa Babakan Sadeng menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Analisis aspek pasar menunjukkan peluang pasar jambu biji masih terbuka besar di Indonesia, dimana peluang pasar menunjukkan peluang pasar yang selalu meningkat setiap tahunnya dan semakin mengindikasikan bahwa usaha budidaya jambu biji potensial untuk diusahakan dan dikembangkan di Indonesia. Anlaisis terhadap aspek teknis menunjukkan bahwa aspek teknis dalam kegiatan budidaya jambu biji telah dilaksanakan dengan baik oleh para petani. Analisis aspek manajemen 25
yang ditinjau pada faktor manajemen para petani dalam kegiatan budidaya manajemen pemasaran, dan manajemen petani dalam kaitannya dengan kelembagaan gapoktan, menunjukkan bahwa manajemen para petani telah dilakukan dengan baik dan sesuai. Segi aspek sosial ekonomi dan lingkungan menunjukkan bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng telah memberikan manfaat yang cukup banyak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Berdasarkan analisis aspek finansial yang dilakukan pada luas lahan jambu biji 2.300 m2, usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng layak untuk dilaksanakan pada kondisi normal. Hal ini dapat dilihat dari kriteria investasi NPV sebesar Rp 54.549.700,53, IRR sebesar 29 persen, net B/C sebesar 2,18 persen, dan PP 2 tahun 5 bulan 17 hari. Analisis sensitivitas, jika terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 42,86 persen masih tetap layak. Jika penuunan harga jambu biji 60 persen, yaitu rata-rata Rp 2.000 menjadi Rp 8.000 per kg, maka usaha budidaya jambu biji ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga jual jambu biji merupakan variabel yang paling sensitif dan mempengaruhi. Penelitian mengenai kelayakan investasi yang dilakukan ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Beberapa persamaannya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari, Srihati dan Sukirno, Atika dan Maghribi yaitu buah nenas dan produk turunannya berupa soft candy, dodol nenas dan jelly nenas. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari, Srihati dan Sukirno dilakukan di Jalancagak Subang, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Atika dan Maghribi yakni di LPPM PKBT Tajur. Persamaan dengan penelitian terdahulu yakni metode yang digunakan yaitu melakukan studi kasus pada suatu perusahaan atau daerah produksi dengan aspek non finansial dan aspek finansial yang digunakan menggunakan kriteria kelayakan seperti NPV, Net B/C, IRR dan PP. Sedangkan perbedaan lainnya yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Listiawati dan Tiara yang melakukan penelitian mengenai buah srikaya organik dan jambu biji.
26