I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Depok (RPJMD
2006-2011) yaitu: ”Menuju Kota Depok yang melayani dan mensejahterakan”. Visi yang tertuang dalam RPJMD Kota Depok, mengandung pengertian “Melayani” yang berarti meningkatkan kualitas pelayanan aparatur dan penyediaan sarana dan prasarana bagi warga Depok dengan meningkatkan kemampuan lembaga dan aparatur pemerintahan dalam memberikan dan menyediakan barang-barang publik dengan cara-cara yang paling efisien dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan daerah. “Mensejahterakan” yang berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan potensi ekonomi yang dapat memberikan lapangan pekerjaan dan kehidupan bagi masyarakat banyak dan juga keuangan daerah. Tuntutan terhadap kinerja pemerintahan di Kota Depok di masa depan khususnya seperti terjadi di kota-kota lain di DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK) terhadap pelayanan publik akan semakin tinggi. Dalam hal ini warga Depok merasakan kebutuhan akan ketertiban, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemungutan biaya administrasi oleh pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan seperti kependudukan (KTP, Kartu Keluarga) dan biaya perizinan (IMB), serta kebutuhan akan sosialisasi PERDA yang terkait dengan kepentingan masyarakat, termasuk pula pelayanan di bidang pertanahan seperti pelayanan sertipikat hak atas tanah, dan pelayanan pertanahan lain termasuk pelayanan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kota Depok.
Kantor Pertanahan Kota Depok adalah salah satu instansi vertikal dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 juncto Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, dimana sebagian tugasnya adalah seperti tertuang dalam Pasal 37 Peraturan Kepala BPN yaitu melakukan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi tanah, serta penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah. Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, bahwa pelayanan bidang survey, pengukuran dan pemetaan kepada masyarakat meliputi: 1. Pelayanan survey, pengukuran batas kawasan atau batas wilayah, dan pemetaan; 2. Pelayanan pengukuran dan pemetaan bidang tanah dalam rangka penetapan batas, yang meliputi: a. Pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah; b. Pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah secara massal; c. Pelayanan pengembalian batas, dan; d. Pelayanan legalisasi gambar ukur surveyor berlisensi. 3. Pelayanan pengukuran dan pemetaan batas ruang atas tanah, ruang bawah tanah, atau ruang perairan. Berkaitan
dengan
pelayanan
publik
oleh
BPN/Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota, menurut hasil survei Litbang Surabaya Post menunjuk BPN sebagai
institusi layanan umum yang dirasakan paling tidak memuaskan dan paling banyak dikeluhkan warga Surabaya. Proses pengurusan sertifikat yang penuh pungutan liar, berbelit-belit, dan lamban. Tingginya ketidakpuasan terhadap layanan BPN ini selaras dengan hasil survei Transparancy International Indonesia (TII) terhadap persepsi kalangan pengusaha Indonesia dan asing di 32 kota/kabupaten di Indonesia pada tahun 2004 dan 2006. BPN berada di peringkat keempat sebagai institusi yang dinilai paling koruptif setelah kepolisian, militer, dan peradilan. Survei bertajuk Integritas Sektor Publik yang dihelat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2007 di Jakarta, Tangerang, Depok, dan Bogor, juga memperlihatkan hasil serupa. Hasilnya, selaras dengan hasil survei Litbang Surabaya Post, BPN sebagai pemegang otoritas pertanahan dinilai KPK sangat buruk dalam melakukan pelayanan, terutama ketika masyarakat ingin melakukan pengukuran dan pemetaan kadastral (pendaftaran pertama kali). Begitu pula Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM, yang di antaranya membawahi layanan keimigrasian) menempati urutan teratas sebagai instansi dengan tingkat pelayanan paling buruk. Selanjutnya dalam rapat dengar pendapat antara Badan Pertanahan Nasional dengan Komisi II DPR-RI, pada hari Rabu tanggal 19 Mei 2010, juga disinggung mengenai himbauan dan harapan DPR kepada BPN melalui Kepala BPN Joyo Winoto, Ph.D untuk segera membenahi pelayanannya kepada masyarakat. Himbauan tersebut diantaranya mendorong agar BPN meningkatkan upaya penyelesaian sengketa tanah tersebut secara cepat, tepat, obyektif dan berkeadilan termasuk penyelesaian kasus-kasus sengketa tanah yang disampaikan masyarakat melalui Komisi II DPR, meminta kepada
BPN untuk meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan publik sehingga keluhan dan pengaduan terkait dengan pelayanan pertanahan dapat diminimalisir termasuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI terkait pelaksanaan pelayanan publik di BPN, dan mendukung upaya BPN untuk menginisiasi rancangan Undang-Undang tentang pertanahan yang merupakan turunan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang diharapkan mampu mensinkronisasi peraturan perundang-undangan bidang pertanahan yang selama ini tumpang tindih dan saling bertentangan dan sekaligus sebagai payung hukum untuk penyelesaian permasalahan pertanahan. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor: PER/20/M.PAN/04/2006 tanggal 20 April 2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik, bahwa setiap instansi Pemerintah termasuk BUMN/BUMD dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat perlu menjadikan peraturan MENPAN tersebut sebagai pedoman dalam penyusunan standar pelayanannya, yang disesuaikan dengan kegiatan dan kewenangan masing-masing. Adapun standar pelayanan yang harus diterapkan tersebut meliputi prinsip-prinsip konsensus, sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau, dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai batas waktu pencapaian, dan berkesinambungan. Kemudian komponen standar pelayanan publik yang harus diterapkan sekurang-kurangnya meliputi: jenis pelayanan, dasar hukum pelayanan, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian pelayanan, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana pelayanan, dan mekanisme penanganan pengaduan. Selain itu dalam penyusunan standar pelayanan perlu memperhatikan faktor pendukung seperti kompetensi petugas pemberi pelayanan, dan mekanisme pengawasan.
Sehubungan dengan standar pelayanan publik tersebut, BPN dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Depok telah memiliki standar pelayanan publik sesuai Surat Keputusan (SK) Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di Lingkungan BPN dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan SPOPP untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu, khusus berkaitan dengan pelayanan bidang survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, yaitu kegiatan pemecahan sertifikat perorangan, pemisahan sertipikat perorangan, dan penggabungan sertipikat perorangan untuk permohonan satu sampai lima bidang maksimal waktu penyelesaiannya adalah 15 hari kerja saja. Berkaitan dengan pencapaian kinerja Kantor Pertanahan Kota Depok dalam memberikan pelayanan publik khususnya bidang survey, pengukuran dan pemetaan kepada masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 1. tentang keadaan jumlah petugas ukur/Surveyor yang bertugas di Kantor Pertanahan Kota Depok dibandingkan dengan jumlah permohonan/pekerjaan dalam satuan bidang yang harus diselesaikan mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 (sampai dengan tanggal 30 Juni 2010), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Keadaan Jumlah Pegawai dan Jumlah Permohonan Masyarakat di Kantor Pertanahan Kota Depok Tahun 2004 s/d Tahun 2010. No
Tahun
Jumlah Surveyor (Orang)
Jumlah Permohonan (Bidang)
Keterangan (Kinerja = Bidang /Orang)
1 2
2004 2005
25 25
9121 9503
364,8 380,1
3 4 5 6 7
2006 2007 2008 2009 2010 (s/d 30 Juni)
21 21 20 19 17
9158 14716 15947 12707 8786
436,1 700,8 797.4 668,7 516,8
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Depok, data diolah 2010
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, telah terjadi peningkatan yang cukup tajam mengenai jumlah permohonan masyarakat terhadap pelayanan survey, pengukuran dan pemetaan di Kantor Pertanahan Kota Depok mulai dari tahun 2004 sampai tahun 2009 yakni sekitar 54.6%, dari jumlah rata-rata beban pekerjaan per-orang hanya 364,8 bidang menjadi 668,7 bidang per-orang, per-tahun. Namun sebaliknya, dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 telah terjadi pengurangan jumlah petugas ukur/surveyor yang menangani pekerjaan tersebut sebesar 68%, yakni dari 25 orang surveyor di tahun 2004, sekarang di tahun 2009/2010 menjadi tinggal 17 orang. Pengurangan ini disebabkan beberapa dari mereka telah berpindah tempat tugas karena promosi/naik jabatan, dan juga ada beberapa yang pensiun karena telah mencapai batas usia maksimum 56 tahun. Kondisi demikian membuat beban pekerjaan yang harus ditanggung dan diselesaikan oleh para pegawai pelaksana di Kantor Pertanahan Kota Depok dalam melayani masyarakat menjadi semakin bertambah. Apabila ditinjau dari kemampuan seorang petugas ukur/surveyor pengukuran dan pemetaan kantor pertanahan kabupaten/kota, sebagaimana target dan estimasi yang telah ditetapkan oleh BPN Pusat, bahwa untuk mencapai target nasional sesuai sesuai arahan kegiatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 diperlukan upaya percepatan pendaftaran bidang tanah di seluruh Indonesia yang meliputi 85 juta bidang tanah (UNDP, 2002). Sementara kemampuan yang dimiliki oleh Pemerintah
(BPN) guna melaksanakan kegiatan tersebut sangat terbatas dari segi fisik, manajerial maupun finansial bila dibandingkan dengan target cakupan luas, jumlah bidang dan waktu yang harus dicapai secara maksimal paling lambat selesai pada tahun 2025, dimana seluruh bidang tanah di Indonesia telah terdaftar/terpetakan. Adapun kondisi pengukuran/pemetaan dalam kaitannya dengan sertipikat secara nasional dapat dilihat seperti pada Tabel 2 tentang Jumlah Target/Estimasi Tanah Bersertipikat berdasarkan kondisi Tahun 1961 s/d 2025, sebagaimana dapat dilihat berikut ini.
Tabel 2.
Tahun
Jumlah Target/Estimasi Tanah Bersertipikat Berdasarkan Kondisi Tahun 1961 s/d 2025
Tanah Bersertipikat
Jumlah Bidang (Rata²/tahun)
(Jumlah Bidang)
Kendala Kegiatan
Upaya/Solusi Pemerintah (BPN)
1961-1996
16.300.000
452.778
Intern: Dana, Prona,Proda,P3 Alat, SDM HT,PP 10/1961 dan Per-UU.
1997-2002
7.700.000
1.283.333
Intern: Dana, Ajudikasi,Prona Alat, SDM Proda,SMS.
dan Per-UU 2003-2009
8.980.000
1.282.857
Intern: Dana, Ajudikasi,Prona Alat, SDM Proda, dan Per-UU SMS,IP4T
2010-2025
52.020.000
3.251.250
Intern: Dana, Prona, Proda, Alat, SDM SMS,IP4T dan Per-UU
Sumber : BPN Pusat, data diolah 2010.
Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2010 sampai dengan 2025 jumlah bidang tanah yang akan bersertipikat selama kurun waktu 15 tahun, adalah sebesar 52.020.000 bidang, dan BPN harus mampu mensertipikatkan bidang tanah tersebut sebesar rata-rata 3.251.250 bidang per-tahun, dengan kendala kegiatan yang utama secara intern adalah masalah pendanaan, peralatan, sumber daya manusia dan regulasi peraturan perundang-undangan yang belum mendukung. Sementara kendala ekstern adalah meliputi banyaknya jumlah bidang tanah yang luas dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia dan bukti-bukti kepemilikan tanah yang masih lemah oleh masyarakat pada umumnya. Apabila
diasumsikan
bahwa
jumlah
Propinsi
33
wilayah
propinsi,
Kabupaten/Kota 483 wilayah, dengan beban pekerjaan 3.251.250 bidang tanah selama 2010 s/d 2025, maka jumlah beban pekerjaan pendaftaran tanah khususnya pengukuran dan pemetaan bidang tanah sebesar 6731 bidang per-tahun, per-Kabupaten/kota. Dengan asumsi hari kerja selama setahun adalah 200 hari kerja (setelah dikurangi hari libur dan cuti bersama) maka beban pekerjaan pengukuran yang harus ditanggung oleh setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia adalah sebesar 34 bidang tanah per-harinya. Hal ini berarti untuk kondisi ideal khususnya Kantor Pertanahan Kota Depok, dengan jumlah surveyor/petugas ukur 19 orang (Tahun 2009), adalah 34 bidang : 19 orang = 1.79 bidang
per-hari atau 1.79 x 200 hari kerja = 358 bidang per-orang per-tahun. Sementara dari Tabel 1 mengenai keadaan jumlah pegawai dan jumlah permohonan masyarakat di Kantor Pertanahan Kota Depok, untuk tahun 2009 tercatat sebesar 12707 bidang : 19 orang adalah 668,7 bidang , berarti ada kelebihan beban pekerjaan dari target ideal sebesar 86,8%, atau 668,7 bidang : 200 hari kerja = 3.34 bidang per-orang, per-hari. Apabila ditinjau dari jumlah tunggakan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh para pelaksana kegiatan di seksi survey, pengukuran dan pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3 tentang monitoring kinerja seksi survey pengukuran dan pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok, bahwa sisa tunggakan pekerjaan untuk tahun 2007-2008 sebesar 2541 bidang, tahun 2008-2009 sebesar 1301 bidang, dan pada tahun 2009-2010 sisa tunggakan pekerjaan sebesar 899 bidang. Sehingga apabila dikaitkan dengan jumlah permohonan sampai dengan bulan juni 2010 sebesar 8786 bidang, maka berarti pekerjaan yang harus diselesaikan oleh para petugas pelaksana sebesar 9685 bidang, dan keadaan ini terus bertambah seiring berjalannya waktu dari hari ke hari dan seterusnya. Untuk lebih jelasnya seperti pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Monitoring Kinerja Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok Tahun 2007, 2008 dan 2009.
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Depok, 2010
Dari data monitoring kinerja Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok di atas, apabila dikaitkan dengan penerapan SPOPP Nomor 1 Tahun 2005 jo Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan SPOPP, maka untuk pelayanan survey pengukuran dan pemetaan yang memenuhi syarat maksimal waktu penyelesaian pekerjaannya adalah 25 hari kerja. Selanjutnya hasil kinerja seksi survey, pengukuran dan pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok seperti pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4.
Persentase Jumlah Pekerjaan Dalam Satuan Bidang Yang Dapat Diselesaikan Sesuai SPOPP Tahun 2009 s/d Tanggal 30 Juni 2010
No.
Tahun
Waktu Penyelesaian (Hari Kerja)
Jumlah Bidang
Persentase (%)
1.
2009
≤ 25
1367
10,8
2009
> 25
11340
89,2
Total
12707
100
2010 (s/d 30 Juni)
≤ 25
2092
23,8
2010 (s/d 30 Juni)
> 25
6694
76,2
Total
8786
100
2.
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Depok, data diolah 2010.
Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa jumlah bidang yang dapat diselesaikan sesuai dengan SPOPP untuk tahun 2009 adalah hanya sebesar
10,8%, sementara
sampai dengan 30 Juni Tahun 2010 jumlah bidang yang dapat diselesaikan sesuai dengan SPOPP adalah hanya sebesar 23,8% saja. Dari data tersebut memang terlihat adanya kemajuan peningkatan penyelesaian pekerjaan tetapi masih sangat jauh dari kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu melihat fenomena sebagaimana diuraikan sebelumnya berkaitan dengan kinerja dan sisa tunggakan pekerjaan yang harus diselesaikan dengan cepat, tepat dan bertanggung jawab oleh para pegawai di Kantor Pertanahan Kota Depok, maka diperlukan kajian dan analisis lebih lanjut dalam rangka memahami pelaksanaan pelayanan pertanahan kepada masyarakat khususnya pelayanan
pengukuran dan
pemetaan batas bidang tanah dengan mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan bidang survey pengukuran dan pemetaan Kantor Pertanahan Kota Depok serta menentukan kebijakan alternatif sebagai implikasi manajerial dalam meningkatkan kualitas pelayanan dimaksud kepada masyarakat pada umumnya. 1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan visi Kota Depok yang ingin melayani dan mensejahterakan rakyatnya, dan visi BPN Depok yaitu “ Menjadi Lembaga Instansi Vertikal Yang Konsisten dan Berkelanjutan Memberikan Pelayanan Prima Kepada Masyarakat Kota Depok di Bidang Pertanahan Yang Berkepastian Hukum Yang Tetap”, maka sesuai salah satu misinya yaitu: “Meningkatkan mutu pelayanan yang lebih berkualitas, cepat, akurat, tepat, transparan, dan akuntabel dengan tetap menjamin kepastian hukum sesuai ketentuan yang berlaku” dan dengan kondisi kinerja dan beban pekerjaan yang semakin hari semakin meningkat baik kuantitas mapun kualitasnya, maka diperlukan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pelayanan pertanahan kepada masyarakat khususnya pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah Kantor Pertanahan Kota Depok. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan yang tepat, pemahaman yang baik dan benar mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan dengan menganalisanya dari sudut pandang konsumen yang didasarkan pada lima dimensi kualitas pelayanan parasuraman et.al (1990) yakni tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy menjadi satu hal yang menarik dan penting untuk dikaji lebih dalam. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian dalam kajian ini adalah: a. Bagaimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kota Depok? b. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kota Depok?
c. Alternatif kebijakan apa yang harus ditempuh sebagai implikasi manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kota Depok? 1.3. Tujuan Penelitian Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini perlu dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. Menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kota Depok. b. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kota Depok. c. Merumuskan alternatif kebijakan yang dapat ditempuh sebagai implikasi manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah di Kantor Pertanahan Kota Depok.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB