I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan antibiotik, anti fungal, maupun anti kanker baru masih sangat diperlukan, terutama yang efektif melawan bakteri, virus, protozoa, fungi atau kanker. Untuk mendapatkan antibiotik baru, para peneliti telah banyak melakukan berbagai cara seperti eksplorasi senyawa dari bahan alam seperti mikroba, tumbuhan, dan hewan laut. Disamping itu para peneliti juga melakukan biotransformasi senyawa-senyawa tertentu dengan bantuan mikroba atau membuat derivat antibiotik semisintetik secara kimiawi. Pada saat ini sebagian besar antibiotik yang diperkenalkan dan beredar di pasaran merupakan antibiotik semisintetik yaitu senyawa induknya adalah produk alami (natural product), misalnya derivat penisilin (ampisilin, amoksisilin), sefalosporin (sefotaksim), kanamisin (amikasin, dibekasin) dan sebagainya. Keberhasilan ini telah mendorong para peneliti untuk membuat derivat kelompok antibiotik yang lain seperti makrolid, poliena antifungi atau antrasiklin anti-tumor. Menurut Pelaez (2006), 70 dari 90 antibiotik yang berada di pasaran dari tahun 1982-2002 adalah turunan dari antibiotik alami (natural product). Walaupun derivatisasi atau biokonversi menjanjikan antibiotik baru yang berguna, namun senyawa antibiotik baru yang alami masih terus dicari dan sangat diharapkan. Keberhasilan mendapatkan antibiotik baru dari sumber alami seperti metabolit sekunder dari mikroba telah menimbulkan asumsi bahwa mikroba merupakan sumber senyawa baru yang tidak pernah habis. Bahkan selain aktivitas antibiotik, metabolit mikroba juga menjadi sumber senyawa aktif farmakologis atau fisiologis yang berguna dibidang medis atau digunakan dalam pertanian (Omura 1986). Pada saat ini antibiotik masih memiliki nilai yang tinggi dan masih sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut Strohl (1999) ada beberapa alasan pentingnya eksplorasi antibiotik baru. Pertama: seiring dengan perkembangan metode pengobatan yang menggunakan berbagai macam antibiotik, telah menimbulkan kasus munculnya mikroba patogen yang resisten terhadap beberapa antibiotik
2
yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik tersebut. Sebagai contoh timbulnya mikroba patogen yang tahan terhadap penisilin, kasus Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE) khususnya
Enterococcus faecium dan Enterococcus faecalis, dan β-lactam-
resistant Streptococcus pneumoniae. Kedua: munculnya mikroba atau virus baru yang belum diketahui penyebabnya seperti HIV AIDS, ebola, SARS, flu burung, flu babi dan lain-lain. Ketiga: dalam beberapa kasus antibiotik yang memiliki aktivitas biologi yang sangat tinggi tetap mampu dilawan dan dikalahkan oleh bakteri patogen. Sebagai contoh kasus infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa pada seseorang yang menderita cystic fibrosis pernah menjadi permasalahan serius pada dunia kedokteran. Keempat: antibiotik memiliki keterbatasan pada sistem organ tubuh, yaitu pada kasus tertentu beberapa antibiotik memiliki sifat toksik terhadap salah satu organ yang peka terhadap antibiotik tersebut. Sebagai contoh pada kasus penggunaan gentamisin dan aminoglikosida akan dibatasi efektivitasnya karena mereka berhubungan dengan nephrotoxicity dan ototoxicity.
Indonesia mempunyai keragaman hayati khususnya perairan yang sangat besar, termasuk didalamnya mikroba, tumbuhan maupun hewan. Kondisi wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan, maritim, dan iklim tropis yang mendukung, menjadikannya Indonesia kaya akan sumber daya hayati yang beragam. Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan daerah perairan. Menurut Kelecom (2002) biodiversitas mikroba laut sangat besar dan menjanjikan, hal yang sama disampaikan oleh Das et al.(2006), bahwa populasi mikroba laut sangat bervariasi, karakteristik mikroba yang hidup dipermukaan air laut, di dasar laut dalam, batu karang dasar laut, dan sedimen atau batu karang juga sangat bervariasi. Namun demikian sampai saat ini pemanfaatan keragaman hayati khususnya mikroba belum secara optimal dilakukan (Desriani 2003). Meskipun
penelitian
mengenai
eksplorasi
senyawa
aktif
dari
aktinomisetes laut belum intensif dilakukan sepertihalnya aktinomisetes tanah, namun demikian ada sejumlah senyawa aktif baru yang dihasilkan oleh aktinomisetes laut seperti Caprolactones, Chandrananimycins, Chinikomycins, Chloro-dihydroquinones, Frigocyclinone, Gutingimycin, Marinomycins (Lam
3
2006). Abyssomycin C yang merupakan antibiotik polisiklik poliketida dihasilkan aktinomisetes laut strain Verrucosispora (Riegdlinger et al. 2004). Abyssomycin C memiliki aktivitas mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif. Diazepinomicin yang dihasilkan oleh strain Micromonospora laut yang memiliki aktivitas antibakteri, antiperadangan, dan antitumor (Charan et al. 2004). Salinosporamide A merupakan senyawa
lakton-γ-laktam yang diisolasi dari
aktinomistes laut Salinispora tropical (Feling et al. 2003). Industri farmasi di Indonesia adalah terbesar dibandingkan dengan negaranegara di Asia Tenggara. Namun demikian sampai saat ini Indonesia belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan bahan-baku obat untuk industri farmasinya. Kurang lebih 90% bahan baku antibiotik yang dibutuhkan oleh industri farmasi di Indonesia masih diimpor dari Cina, India, Jepang, dan Amerika. Ketergantungan bahan baku antibiotik dari luar negeri berpengaruh terhadap kestabilan harga obat. Ketergantungan bahan baku obat dapat dikurangi dengan mendorong kemandirian ketersediaan bahan baku obat lokal khususnya antibiotik. Berdasarkan data Pharma Materials Management Clubs (PMMC) dalam PT.Data Consult (2004) nilai impor bahan baku obat pada tahun 2001 mencapai Rp.2,4 triliun dan naik 8,9% pada tahun 2003 menjadi Rp. 2,69 triliun. Menurut Demain (2000) pasar antibiotik di seluruh dunia mencapai US$ 30 milyar. Kebutuhan antibiotik di dunia merupakan urutan tertinggi dibandingkan bahan baku obat lainnya. Aktinomisetes merupakan kelompok mikroba penghasil antibiotik terbanyak. Sekitar 70% antibiotik yang telah ditemukan dihasilkan oleh aktinomisetes terutama Streptomyces, sehingga sasaran penapisan mikroba penghasil antibiotik ditujukan pada kelompok aktinomisetes (Alcamo 1996). Selain Streptomyces, penapisan juga diarahkan untuk mendapatkan anggota aktinomisetes yang lain, terutama aktinomisetes langka
seperti actinoplanes,
micromonospora, saccharopolyspora, actinomodura, dactylosporangium, dan sebagainya. Mikroba tersebut telah menghasilkan metabolit yang berpotensi termasuk antibiotik dan antitumor (Bardy 2005). Proses isolasi dan penapisan mikroba penghasil senyawa aktif merupakan proses yang menjadi kunci keberhasilan ditemukannya senyawa aktif baru. Pada
4
prinsipnya penapisan mikroba penghasil antibiotik terbagi dalam beberapa tahap, dan masing-masing tahap bertujuan mengeliminasi mikroba yang tak dikehendaki dan
meningkatkan
pertumbuhan
organisme
yang
diinginkan,
misalnya
aktinomisetes. Menurut Cross (1982), ada 5 kriteria utama yang harus diperhatikan dalam proses isolasi dan penapisan mikroba, antara lain: (1) pemilihan target sampel, (2) komposisi medium isolasi, (3) perlakuan pendahuluan sampel, (4) kondisi inkubasi, (5) pemilihan koloni. Pada penelitian ini, telah dilakukan isolasi aktinomisetes laut dari beberapa lokasi di Pantai Anyer Provinsi Banten, Pantai Selatan Gunung Kidul, dan Pantai Utara Cirebon. Pemilihan ketiga lokasi ini didasarkan pada karakteristik pantai yang berbeda-beda. Diharapkan dari karakteristik pantai yang berbeda akan diperoleh mikroba dengan karakteristik yang berbeda pula. Aktinomisetes yang diperoleh selanjutnya pilih dengan cara penapisan (screening) aktivitas antibakteri dan antifungi. Proses optimasi fermentasi diperlukan untuk mendapatkan produktivitas senyawa aktif yang tinggi. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi medium fermentasi dalam labu kocok menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Optimasi medium dilakukan tiga variabel bebas yaitu sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral.
I.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan senyawa aktif dari aktinomisetes laut yang berpotensi sebagai antibiotik. Tujuan ini secara spesifik dijabarkan sebagai berikut; •
Mendapatkan beberapa isolat aktinomisetes yang berasal dari sedimen laut.
•
Mendapatkan isolat aktinomisetes yang berpotensi sebagai penghasil antibiotik.
•
Mendapatkan informasi struktur kimia antibiotik yang dihasilkan oleh aktinomisetes terpilih.
5
•
Mendapatkan komposisi medium fermentasi yang paling optimum dan profil fermentasi untuk produksi antibiotik.
I.3. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Aktinomisetes laut dapat diisolasi dengan menggunakan medium starchcasein
agar yang dikombinasikan dengan antibiotik dan perlakuan
sampel. Aktinomisetes memiliki kemampuan untuk tumbuh pada medium dengan kandungan gula reduksi rendah. Hal ini dikarenakan aktinomisetes memiliki kemampuan menghidrolisis beberapa sumber karbon seperti pati menjadi glukosa yang dapat digunakan untuk metabolisme. Disamping itu aktinomisetes mampu bertahan terhadap beberapa antibiotik dengan konsentrasi tertentu dan kondisi pemanasan pada rentang suhu 60 °C sampai dengan 70 °C, serta tahan terhadap kondisi medium dengan pH rendah. Pada kondisi seperti ini bakteri kontaminan maupun kapang dapat ditekan pertumbuhannya dengan baik. 2. Pada
proses
fermentasi
antibiotik
dengan
menggunakan
isolat
Streptomyces sp. A11, sumber nitrogen kompleks pepton dan kasein diduga mampu menghasilkan antibiotik golongan peptida lebih tinggi dibandingkan dengan sumber nitrogen lainnya. Pepton dan kasein memiliki kandungan asam amino yang dapat berfungsi sebagai sumber nitrogen
dalam medium fermentasi sekaligus sebagai prekursor pada
proses pembentukan antibiotik golongan peptida. Beberapa antibiotik peptida disintesis melalui lintasan penggabungan beberapa asam amino secara langsung yang sebelumnya terjadi proses aktivasi asam amino menggunakan peptida sintetase.
6
I.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Penentuan pra-perlakuan sampel dari sedimen laut untuk isolasi aktinomisetes. 2. Isolasi aktinomisetes dengan menggunakan medium starch agar yang dikombinasikan dengan antibiotik dan pra-perlakuan sampel. 3. Identifikasi aktinomisetes terpilih yang memiliki potensi penghasil antibiotik menggunakan 16S rRNA. 4. Pemisahan dan pemurnian senyawa aktif dari kaldu fermentasi yang meliputi ekstraksi menggunakan pelarut organik, pemurnian dengan kromatografi kolom dan HPLC preparatif. 5. Identifikasi struktur molekul senyawa aktif dengan menggunakan H1 NMR, C13 NMR, DEPT, Infra Red Spectrofotometry, dan LCMS. 6. Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan profil fermentasi isolat terpilih. 7. Penentuan kombinasi konsentrasi sumber karbon, sumber nitrogen, dan mineral terbaik untuk optimasi medium fermentasi.