I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota negara dan sebagai pusat pemerintahan
Indonesia. Menurut Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 8.525.109 jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi yaitu mencapai 19.537 jiwa/km2. Peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi
masyarakat
yang
semakin
tinggi
menyebabkan
pembangunan fisik kota terus melaju dengan pesat. Peningkatan jumlah penduduk juga menyebabkan semakin bertambahnya pengguna kendaraan bermotor yang melebihi kapasitas jalan. Hal ini didorong oleh keinginan untuk kemudahan beraktivitas. Badan Pusat Statistik (2010) memaparkan bahwa produksi kendaraan bermotor untuk kuartal II-2010 mengalami kenaikan hingga 26,15% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara untuk produksi alat transportasi selain roda empat atau lebih mengalami kenaikan 19,23%. Berikut ini merupakan data perkembangan jumlah kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta tahun 2005-2010. Tabel 1. Jumlah Kendaraan Bermotor di Wilayah DKI Jakarta Menurut Jenis Tahun 2005-2010 No Tahun 1 2 3 4 5 6
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Penumpang
Beban
Bus
Sepeda Motor
Jumlah
1.454.286 1.499.610 1.547.336 1.610.915 1.661.795 1.789.458
405.105 405.836 414.278 427.359 435.654 441.886
255.886 256.207 256.766 257.370 257.905 273.789
2.908.670 3.242.090 3.579.622 3.968.749 4.333.559 4.835.650
5.023.947 5.403.743 5.798.002 6.264.393 6.688.913 7.340.783
Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia (2011)
1
Tabel 1 menunjukkan data jumlah kendaraan bermotor menurut jenisnya, yaitu kendaraan bermotor berjenis penumpang meliputi mobil pribadi dan angkutan umum, kendaraan bermotor berjenis beban meliputi truk dan angkutanangkutan berat, kendaraan bermotor berjenis bus dan sepeda motor. Sejak tahun 2005-2010 jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Perkembangan Kota Jakarta yang semakin pesat ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan industri, perdagangan, bisnis, pertokoan, dan pemukiman sehingga aktivitas perjalanan menjadi tinggi dan menimbulkan beban pada ruas-ruas jalan. Hal ini mengakibatkan kemacetan hampir di semua ruas-ruas jalan utamanya. Kemacetan lalu lintas di Kota Jakarta semakin hari semakin sulit diatasi. Setiap hari, kemacetan selalu terjadi di berbagai belahan wilayah ibu kota, mulai dari jalan protokol. Kemacetan dapat menimbulkan berbagai masalah yang erat kaitannya dengan sektor lingkungan, sosial, dan ekonomi. Kerugian utama dari kemacetan adalah menurunnya efisiensi dan efektivitas perekonomian kota yang sekaligus dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional karena produktivitas pekerja yang menurun. Selain itu, kemacetan juga meningkatkan biaya operasi dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) serta meningkatkan polusi udara di Kota Jakarta karena jumlah emisi yang dikeluarkan ke udara lebih tinggi akibat mesin yang menyala lebih lama. Polusi udara yang terus meningkat akan menjadikan lingkungan kota yang tidak sehat dan dapat menurunkan kesehatan manusia. Kebijakan dalam hal sistem transportasi telah banyak dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi tingkat kemacetan di ibu kota
2
sehingga inefisiensi bahan bakar dapat ditekan dan polusi udara dapat dikurangi. Tingkat polusi yang semakin meningkat tidak dapat dipisahkan dengan masalah perencanaan dan manajemen transportasi. Manajemen transportasi yang baik harus diterapkan untuk melancarkan arus lalu lintas dan meningkatkan tingkat mobilitas serta mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Dalam membatasi kendaraan bermotor, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjalankan aturan three in one, yaitu kebijakan mobil berpenumpang minimal tiga orang pada jam-jam tertentu di jalan-jalan protokol Jakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan dan tingkat polusi udara yang semakin tinggi. Penerapan jalur three in one telah diberlakukan sejak 23 Desember 2003. Jalur three in one ini meliputi Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH. Thamrin, Jalan Sisimangaraja, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara, dan Jalan Jenderal Gatot Subroto. Sistem ini sedikit banyak telah mampu menekan penggunaan kendaraan pribadi pada jalan-jalan utama tersebut, akan tetapi hal ini tidak berpengaruh banyak terhadap keseluruhan sistem transportasi perkotaan di Jakarta. Kebijakan three in one ini dinilai tidak efektif dalam mengurangi kemacetan dan menekan penggunaan kendaraan pribadi di kota Jakarta. Hal ini dikarenakan sistem tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain: (1) tidak adanya manajemen atau aturan yang melarang penggunaan jalan-jalan lokal, sehingga pengguna jalan akan mencari jalan-jalan lokal atau biasa disebut ”jalan tikus” yang ada untuk menghindari daerah three in one, ini memindahkan kemacetan ke daerah lain, (2) beroperasinya penyedia jasa illegal yang berperan sebagai penumpang (jockey) dengan imbalan sejumlah uang untuk melengkapi
3
jumlah penumpang menjadi tiga, dan (3) daerah cakupan aturan ini terbatas pada satu koridor dan tidak didukung dengan skema manajamen permintaan yang lain (seperti manajemen parkir) serta alternatif sistem angkutan umum yang baik.1 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan salah satu kebijkan baru di bidang transportasi yaitu Electronic Road Pricing (ERP). Mekanismenya adalah setiap kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan diminta untuk membayar dengan harga tertentu. Kebijakan ini bertujuan untuk menggantikan kebijakan three in one yang dinilai tidak efektif dalam mengendalikan laju penggunaan mobil pribadi sebagai penyebab kemacetan lalu lintas, inefisiensi BBM, dan polusi udara di Kota Jakarta. Upaya ini sangat baik dilakukan karena dapat menurunkan tingkat polusi dan konsumsi bahan bakar minyak. Kebijakan ERP akan diterapkan di beberapa jalan protokol dan rawan macet yang menjadi pusat bisnis Jakarta, seperti Jalan Thamrin-Sudirman, Jalan Gajahmada-Hayamwuruk, dan lain-lain. Electronic Road Pricing (ERP) merupakan teknologi retribusi yang paling efektif dan efisien untuk segera mengatasi kemacetan di Jakarta karena alat pendeteksi kendaraan bermotor yang menggunakan on board unit tersebut bisa mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke Trans Jakarta (busway). Efisien, karena sistem ERP bisa sinkron dengan konsep zona (pembagian daerah) parkir, yaitu zona tengah, zona pinggir dan zona antara. Di Singapura, ERP terbukti berhasil meningkatkan kesadaran masyarakatnya menggunakan kendaraan umum. Sistem ERP juga akhirnya memaksa pengguna kendaraan pribadi mengeluarkan
1
ELECTRONIC ROAD PRICING (ERP) Salah Satu Solusi Masalah Kemacetan di Kota Jakarta. http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/ELECTRONIC%20ROAD%20PRICING%2 0UNTUK%20JAKARTA%20REV.pdf. Diakses tanggal 21 November 2010.
4
biaya yang tidak sedikit. Ketika masuk zona-zona parkir tertentu, kendaraannya tidak akan bisa masuk tanpa dilengkapi alat pendeteksi (Business News, 2010)2. Sistem ERP yang dikelola dengan mekanisme yang baik dapat menekan penggunaan kendaraan pribadi hingga titik minimal dan mengarahkan para pengguna kendaraan pribadi untuk beralih dan memanfaatkan angkutan umum yang ada sehingga kemacetan lalu lintas dapat diatasi dan tercapainya efisiensi bahan bakar dan pengurangan polusi di udara secara signifikan. Dana yang diperoleh dari penerapan sistem ERP tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan transportasi publik yang lebih aman dan nyaman. 1.2.
Perumusan Masalah Jumlah penduduk di Jakarta setiap tahunnya selalu mengalami
peningkatan. Hal ini diakibatkan selain tingginya tingkat kelahiran, arus urbanisasi di Jakarta juga cenderung tinggi karena daya tarik kota Jakarta untuk mencari pekerjaan. Peningkatan jumlah penduduk ini mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan karena kebutuhan masyarakat terhadap alat transportasi semakin meningkat. Hal tersebut didorong oleh keinginan untuk kemudahan beraktivitas karena aktivitas perjalanan atau tingkat mobilitas di Kota Jakarta cenderung tinggi. Permasalahan transportasi yang dihadapi kota Jakarta sangat besar. Permasalahan utama yang dapat dilihat adalah kemacetan yang terjadi hampir di seluruh ruas jalan kota Jakarta dan sekitarnya. Masalah kemacetan ini merupakan masalah yang selalu timbul di kota-kota besar, khususnya Jakarta.
2
Business News. 2010. Investasi ERP Sebesar Rp 500 Miliar Mengatasi Kemacetan di Jakarta. http://bataviase.co.id/node/417889. Diakses tanggal 21 November 2010.
5
Tingkat kemacetan di Kota Jakarta sudah termasuk dalam kategori yang cukup parah dan merugikan baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Sistem transportasi di Kota Jakarta yang belum efisien dapat menghambat aktivitas ekonomi. Hal ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi karena produktivitas yang menurun akibat kemacetan. Dari total waktu perjalanan pada beberapa ruas jalan, 40% merupakan waktu bergerak dan 60% merupakan waktu hambatan. Kecepatan rata-rata lalu lintas adalah 20.21 km/jam (Kedeputian V Menko Perekonomian, 2007)3. Selain itu, kemacetan juga berdampak besar bagi lingkungan, yaitu meningkatnya polusi akibat emisi kendaraan bermotor karena mesin yang menyala lebih lama sehingga menimbulkan juga inefisiensi dalam hal bahan bakar minyak (BBM). Tingkat polusi yang semakin tinggi dapat berdampak negatif bagi kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Berbagai solusi dan kebijakan telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi permasalahan transportasi di kota Jakarta. Namun, upayaupaya tersebut belum mampu untuk memberikan hasil yang diharapkan. Penerapan aturan three in one yang mewajibkan setiap kendaraan berpenumpang minimal tiga orang pada saat melewati jalan-jalan protokol tertentu dinilai belum efektif dalam mengurangi tingkat kemacetan. Salah satu rencana kebijakan pemerintah dibidang transpotasi adalah diterapkannya Electronic Road Pricing (ERP). Electronic Road Pricing (ERP) merupakan skema tol elektronik untuk mengatur lalu lintas melalui road pricing
3
ELECTRONIC ROAD PRICING (ERP) Salah Satu Solusi Masalah Kemacetan di Kota Jakarta.http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/ELECTRONIC%20ROAD%20PRICI NG%20UNTUK%20JAKARTA%20REV.pdf. Diakses tanggal 21 November 2010.
6
sebagai mekanisme penggunaan berbasis perpajakan. ERP adalah bentuk program pembatasan kendaraan pengganti sistem three in one yang efektif untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara, khususnya di wilayah yang terbilang sempit dengan persentase pertumbuhan penduduk dan mobilitas yang tinggi. Biaya yang dikenakan dalam mekanisme ERP bertujuan membatasi volume kendaraan dan memberikan kesadaran kepada para pengguna kendaraan pribadi bahwa perjalanan mereka berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian kepada masyarakat yang tidak menggunakan kendaran pribadi. Pemberlakuan ERP diharapkan mampu mengurangi dampak lingkungan dan kemacetan, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar dan mendorong penggunaan angkutan massal, seperti busway, kereta api, dan lain-lain. Dengan menggunakan angkutan massal, diharapkan adanya efisiensi ruang jalan. Dana yang dihasilkan dari pemberlakuan ERP dapat menjadi sumber dana pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan di bidang transportasi dan sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk mendukung beroperasinya transportasi yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1)
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai ERP dilihat dari kemampuan pengguna jalan untuk membayar?
2)
Berapa besarnya nilai ERP yang sesuai untuk diberlakukan dilihat dari kemampuan pengguna jalan untuk membayar (WTP)?
3)
Berapa besar jumlah kendaraan dan emisi yang dapat berkurang akibat pemberlakuan ERP?
7
4)
Bagaimana dampak lingkungan dari pemberlakuan ERP?
5)
Bagaimana kebijakan yang tepat dalam mengelola sistem pemanfaatan keuangan yang dihasilkan dari pemberlakuan ERP?
1.3.
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk : 1)
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ERP dilihat dari kemampuan pengguna jalan untuk membayar.
2)
Mengestimasi besarnya nilai ERP yang sesuai untuk diberlakukan dilihat dari kemampuan pengguna jalan untuk membayar (WTP).
3)
Mengestimasi besarnya jumlah kendaraan dan emisi yang dapat berkurang akibat pemberlakuan ERP.
4)
Menganalisis dampak lingkungan dari pemberlakuan ERP.
5)
Kebijakan yang tepat dalam mengelola sistem pemanfaatan keuangan yang dihasilkan dari pemberlakuan ERP.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian mengenai Analisis Lingkungan Pemberlakuan Electronic Road
Pricing untuk Mengurangi Polusi diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1)
Akademisi dan peneliti, khususnya dalam menilai kebijakan pemerintah di bidang transportasi.
2)
Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam penerapan kebijakan ERP dan membangun sistem transportasi publik berkelanjutan.
8
3)
Masyarakat, khususnya untuk mendorong penggunaan transportasi massal, efisiensi bahan bakar dan memperbaiki kualitas lingkungan.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1)
Penelitian ini hanya dilakukan terhadap pengguna Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
2)
Responden pengguna jalan yang dianalisis merupakan pengendara mobil pribadi.
9