I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak faktor yang lainnya. Salah satu cara untuk membantu memperbaiki kehilangan fungsi gigi tersebut adalah dengan pemakaian gigi tiruan. Menurut Glossary of prosthodontics (1999) gigi tiruan adalah bagian prostodonsia yang menggantikan satu, beberapa atau seluruh gigi asli yang hilang dengan gigi tiruan dan didukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi-mukosa ada yang dapat dan ada yang tidak dapat dipasang / dilepas oleh pasien. Didalam bidang kedokteran gigi istilah gigi tiruan atau dental prosthesis meliputi gigi tiruan lengkap atau full denture, gigi tiruan sebagian lepasan atau partial denture, gigi tiruan cekat atau fixed denture dan implant (Bortun dkk., 2011). Gigi tiruan sebagian lepasan adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengembalikan beberapa gigi asli yang hilang dengan dukungan utama adalah jaringan lunak di bawah plat dasar, dan dukungan tambahan dari gigi asli yang masih tertinggal dan terpilih sebagai gigi pilar dan dapat dipasang / dilepas sendiri oleh pasien. Restorasi prostetik ini sering disebut juga Removable Partial Denture (Applegate, 1960). Kehilangan gigi bagian posterior lebih awal terjadi dibandingkan anterior karena gigi posterior memiliki fungsi pengunyahan sehingga secara fungsional lebih banyak digunakan daripada gigi anterior (Carr dkk., 2005). Hilangnya gigi yang fungsional (salah satunya gigi molar pertama bawah) dalam susunan oklusal
1
2
memiliki kecenderungan untuk menyebabkan gangguan relasi oklusi pada gigi yang masih tertinggal, hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya dimensi vertikal oklusi yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sendi temporomandibula / temporomandibular disorders (TMD) (Mardjono,2001). Temporomandibular disorders merupakan suatu keadaan medis ataupun dental yang mempengaruhi sendi temporomandibula dan otot pengunyahan serta komponen jaringannya (Panula, 2003). Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan sendi temporomandibula, salah satu adalah faktor oklusi. Faktor oklusi ini terkait dengan jumlah gigi yang berkontak, pengurangan vertikal dimensi dan maloklusi (Cellic dkk., 2001; Yap dan Ho, 1999). Wang dkk (2009) menyebutkan bahwa jumlah dan sisi kuadran kehilangan
gigi
dapat
mempengaruhi
terjadinya
gangguan
sendi
temporomandibula. Pada kondisi kehilangan gigi posterior, kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman ketika gigi berkontak sehingga akan terjadi perubahan pada posisi dan gerakan kondilus (Jubhari, 2002). Gejala gangguan sendi dapat berupa nyeri, sakit pada wajah atau area sendi rahang, sakit kepala, sakit telinga, pusing, hipertropi otot pengunyahan, keterbatasan dalam membuka mulut, rahang terkunci, pengikisan oklusal yang abnormal, dan timbulnya bunyi sendi (Panula, 2003). Nyeri yang dirasakan pada persendian dapat dikarenakan oleh beberapa faktor seperti penggunaan yang berlebihan pada daerah sendi, Penggunaan yang berlebihan pada diskus dan ligamen yang berhubungan dengan sendi temporomandibula dapat menyebabkan fleksibilitas pada diskus dan ligamen tersebut menurun, dan bila tidak
3
ditanggulangi dan terus berlanjut akan menyebabkan inflamasi yang berakhir pada rupture diskus dan ligamen yang akan menimbulkan sensasi nyeri pada seseorang. Selain terjadinya inflamasi pada diskus, dapat pula terjadi inflamasi dari otot akibat hiperfungsi dari sistem musculoskeletal yang akan menimbulkan nyeri (Anonim, 2003). Mardjono (2001) menemukan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting dalam patologis ini, melainkan akibat yang timbul dari gigi yang masih tertingggal atau antagonisnya. Gigi yang masih tertinggal secara bertahap akan mengalami perubahan posisi, bergeser kearah diastema dan miring, sedangkan gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurve oklusal berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturan akan terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan secara tidak disadari merubah lintasan buka dan tutup mandibula atau menarik mandibula ke posisi akhir yang nyaman. Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot ada yang aktif dan ada yang kurang aktif. Sendi temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks pada tubuh dan merupakan area artikulasi mandibula dengan kranium Salah satu tanda kelainan sendi temporomandibula adalah timbulnya bunyi (Wright, 2010). Bunyi sendi merupakan gejala yang paling sering terdapat pada pasien dengan gangguan sendi temporomandibula (Marpaung dkk, 2003). Bunyi sendi merupakan bunyi yang berasal dari sendi selama berbagai gerakan pada mandibula (Tanzili dkk., 2001). Bunyi sendi terjadi pada satu atau kedua sendi temporomandibula dan pada semua tujuan dari pergerakan seperti membuka,
4
menutup, protusi, retrusi atau pergerakan ke lateral. Bunyi ini terjadi karena adanya
perubahan
letak,
bentuk
dan
fungsi
dari
komponen
sendi
temporomandibula (Yavelow dan Arnold, 1971). Bunyi yang dihasilkan dapat bervariasi mulai dari yang lemah dan hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam. Bunyi ini dapat terjadi pada awal, pertengahan dan akhir gerak buka dan akhir tutup mulut. Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada beberapa kasus bunyi tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat didengar oleh orang lain (Marpaung dkk., 2003). Perekaman bunyi sendi temporomandibula memiliki potensi untuk dijadikan
nilai
diagnostik
(Widmalm
dkk.,
2003).
Kemampuan
untuk
menggambarkan suara sendi temporomandibula dengan cara kuantitatif memungkinkan untuk membagi tahap keparahan dari disfungsi mekanik (Tanzilli dkk., 2001). Marpaung dkk. (2003), menemukan bahwa nilai rata-rata besaran amplitudo bunyi sendi temporomandibula meningkat dengan semakin tingginya keparahan gangguan sendi. Keparahan disfungsi tersebut secara positif berkorelasi dengan hilangnya dukungan oklusal dan jumlah gigi yang masih ada atau gigi yang masih memiliki kontak oklusi (Dao dkk, 2004). Jika dihubungkan dengan letak gigi, edentulous unilateral lebih sering menyebabkan kliking pada sisi edentulous tersebut sedangkan kehilangan gigi posterior bilateral umumnya mengalami kliking bilateral (Juhbari, 2002). Ogus dan Toller (1990) menyatakan bahwa keberhasilan perawatan sendi temporomandibula pada sebagian besar keadaan tergantung pada etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Perawatan dilakukan
5
untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama dengan mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Perawatan dari setiap keadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas perlu dipertimbangkan. Perawatan gangguan sendi temporomandibula dapat dibedakan sebagai perawatan konservatif dan perawatan operatif. Salah satu perawatan konservatif adalah dibuatkan prothesa. Penelitian Berg, (1993) menyebutkan bahwa hampir 60% pengguna prothesa akan mencapai fungsi otot maksimal setelah pemakaian tujuh hari.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan: Apakah terdapat pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan terhadap bunyi sendi pada kasus kehilangan lebih dari tiga gigi ?
C.
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai bunyi sendi sudah pernah dilakukan oleh Hanan febri (2005) dan Marcelo Coelho Goiato dkk., (2009), Perbedaan dengan penulis, Hanan febri menuliskan tentang pengaruh jumlah kehilangan gigi posterior terhadap meningkatnya bunyi sendi dengan menggunakan software cool edit pro 2.1, Marcelo Coelho Goiato dkk., (2009) menuliskan tentang perbandingan bunyi sendi pada pasien pengguna gigi tiruan lengkap sedangkan penulis meneliti pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan terhadap bunyi sendi pada kasus kehilangan lebih dari tiga gigi dengan menggunakan software matlab 2010.
6
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan terhadap bunyi sendi pada kasus kehilangan lebih dari tiga gigi.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan terhadap bunyi sendi pada kasus kehilangan lebih dari tiga gigi.