I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah gingivitis dan periodontitis (Chauhan et al, 2012). Prevalensi penderita gingivitis hampir di seluruh dunia dan jumlahnya mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Newman et al., 2012). Prevalensi insidensi gingivitis menduduki urutan kedua penyakit gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia (Wahyukundari, 2008). Gingivitis merupakan tahap awal dari penyakit yang dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih parah seperti pembentukan kantong periodontal, hilangnya tingkat perlekatan klinis gingiva dan degenerasi tulang alveolar (Lumentut, 2013). Penyebab utama gingivitis adalah akumulasi plak dan bakteri (Lumentut, 2013). Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan oleh penumpukan plak, kalkulus, hormon, konsumsi obat-obatan tertentu serta infeksi bakteri seperti bakteri Fussobacterium nucleatum, Prevotella intermedia dan Porphyromonas gingivalis (Moree et al., 1982). Porphyromonas gingivalis selalu dikaitkan dengan kerusakan pada jaringan periodontal terutama gingivitis (Samaranayake, 2012). Bakteri ini menghasilkan collagenase, endotoxin, fibrinolysin, phospholipase yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada imunoglobulin dan gingipain yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem imun pada gingiva (Samaranayake,2012). Produk fermentasi yang utama adalah n-butirat dan asam asetat. Asam propionat, iso-
1
butirat, fenilasetat, isovaleric serta Cysteine proteinases dan collagenase juga diproduksi, tetapi dengan jumlah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan nbutirat dan asam asetat. Dinding sel peptidoglycan mengandung lisin sebagai asam diamino (Kimura et al, 2010). Porphyromonas gingivalis termasuk bakteri coccobacillus gram negatif anaerob obligat yang terdapat di dalam rongga mulut manusia dan biasanya ditemukan di daerah subgingiva (Samaranayake, 2012). Porphyromonas gingivalis kadang ditemukan pada permukaan mukosa seperti pada lidah dan tonsila tetapi jarang ditemukan pada plak manusia yang sehat (Samaranayake, 2012). Gingivitis memiliki tanda klinis berupa perubahan warna pada gingiva menjadi lebih merah, pembengkakan pada gingiva, terjadi perdarahan pada tekanan ringan, perubahan tekstur dan kontur pada permukaan gingiva serta perubahan posisi gingiva (Santos, 2003). Perubahan posisi gingiva dapat mengalami atrofi ataupun resesi (Santos, 2003). Gingivitis yang tidak dirawat dapat berkembang menjadi periodontitis, akan terjadi kerusakan jaringan periodontal berupa kerusakan fiber, ligament periodontal dan tulang alveolar (Wahyukundari, 2008). Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan
plak, kontrol bakteri serta
menjaga OH (Mcdonal, 2004). Penderita gingivitis dapat dilakukan perawatan secara mekanik dan kimiawi. Perawatan pada gingivitis secara mekanik dilakukan scaling dengan cara menghilangkan tumpukan plak dan kalkulus dengan tujuan membersihkan gusi dan sela-sela gusi dari plak dan kalkulus yang menjadi media bakteri untuk tumbuh. Secara kimiawi diberikan obat kumur antiseptik dengan
2
tujuan membunuh bakteri-bakteri patogen subgingiva yang masih ada pasca perawatan secara mekanik (Forrest, 1989). Obat kumur yang sering di gunakan oleh masyarakat adalah chlorhexidine 0,2%, namun penggunaan obat kimia secara terus menerus dalam jangka panjang dinilai memiliki efek samping dan tingkat keamanan yang kurang sehingga diperlukan langkah untuk beralih menggunaan bahan alternatif lain yang lebih aman dan alami. WHO telah menggalakkan penggunaan obat tradisional termasuk pemanfaatan tanaman herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga menghimbau untuk mewujudkan upaya-upaya dalam peningkatan mutu, keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Menurut laporan WHO 2002 sekitar 85% populasi dunia menggunakan pengobatan herbal untuk menangani penyakitnya. Pemanfaatan bahan yang diperoleh dari alam telah biasa dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan (Rukaryadi et al, 2013). Salah satu tanaman herbal yang dikenal sejak zaman Rasulullah dan dimanfaatkan sebagai sarana pembersih mulut adalah kayu dari pohon siwak. Kayu siwak (Salvadora persica) mengandung senyawa kimia yang diduga berpotensi sebagai daya antibakteri. Analisis kandungan batang kayu siwak kering dengan ekstraksi menggunakan etanol 80% dilanjutkan dengan ether kemudian diteliti kandungannya melalui prosedur kimia ECP (Exhaustive Chemical Procedure) menunjukkan bahwa siwak mengandung zat-zat kimia seperti : trimetilamin, alkaloid yang diduga sebagai salvadorin, klorida, sejumlah besar fluorida dan silika, sulfur, vitamin C, tanin, saponin, flavonoid dan sterol
3
(Dorout et al, 2000). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zaenab (2004), kandungan tanin dan flavonoid pada batang kayu siwak memiliki sifat anti bakteri yang paling dominan. Al-Lafi dan Ababneh (1995) melakukan penelitian terhadap kayu siwak (Salvadora persica) dan membuktikan bahwa siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri, mengikis plak, mencegah gigi berlubang serta memelihara kesehatan gusi dan jaringan pendukung gigi. Menurut sebuah penelitian mendapati bahwa potensi kayu siwak (Salvadora persica) selain bersifat mekanik juga bisa bersifat sebagai antibakteri, antikulat dan antiplak yang akan membantu mencegah masalah gigi dan mulut seperti penumpukan plak, bau mulut, gigi berlubang dan penyakit periodontal termasuk diantaranya adalah gingivitis (Nordin et al, 2012). Dari uraian di atas dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai bahan antibakteri yang lebih aman, murah, dan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai daya antibakteri ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica) terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan menggunakan berbagai konsentrasi.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Apakah ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica) mempunyai daya antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis secara in vitro?
2.
Konsentrasi ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica) berapakah yang paling poten untuk menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis secara in vitro?
C. Keaslian penelitian Telah dilakukan beberapa penelitian sebelumnya mengenai sifat antibakteri serta antifungal ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica), diantaranya uji antibakteri kayu siwak (Salvadora persica) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987) dan Bacteroides melaninogenicus (Zaenab et al., 2004). Penelitian lainnya mengenai pengaruh ekstrak kulit siwak (Salvadora persica) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans (Santosaningsih et al., 2011). Uji kadar hambatan minimal ekstrak batang siwak (Salvadora persica) terhadap Staphylococcus aureus secara in Vitro (Suryani dan Astuti, 2010) dalam hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica) dengan berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis secara In vitro belum pernah dilakukan sebelumnya.
5
D. Tujuan penelitian 1.
Tujuan umum Untuk menguji kemampuan daya antibakteri ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica) terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis in vitro.
2.
Tujuan khusus Untuk mengetahui konsentrasi ektrak etanol kayu siwak yang mempunyai daya hambat terbesar terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis in vitro.
E. Manfaat penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Menambah wawasan ilmiah kepada masyarakat tentang manfaat kayu siwak (Salvadora persica).
2.
Menjadikan ekstrak kayu siwak (Salvadora persica) sebagai salah satu bahan pilihan antibakteri yang alami dan aman selain bahan kimia dalam tindakan preventif dan kuratif berbagai macam penyakit gigi dan mulut, terutama gingivitis.
3.
Menunjukkan potensi kandungan ekstrak etanol kayu siwak (Salvadora persica) sebagai salah satu alternatif zat antibakteri alami yang dapat dikembangkan sebagai komoditas sarana pembersih mulut atau bisa juga diproses menjadi pasta gigi atau obat kumur antimikroba alami yang digunakan untuk mencegah gingivitis dan infeksi periodontal.
6