1
HUKUM ABORSI (STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syaria’ah Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
OLEH: NAMA : ELA ROFIANA NIM: 131410000086
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
1
2
2
3
3
4
4
V
MOTTO
َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ۡ ُ ُ ُ ۡ َ ُ ۡ َ َٰ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ُ َ َٰ َ ۡ َ ْ ٓ ُ ُ ۡ َ َ َ ٗ ان خ ِْطأ َكب ١٣ يرا ولا تقتلوا أولدكم خشية إِملقٖۖ نحن نرزقهم ِإَوياك ۚۡم إِن قتلهم ك ِ Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra’ : 31)”1
Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya : Dana Karya, 2008, hal. 501.
1
V
VI
PERSEMBAHAN Ayahanda tercinta Zainal Abidin dan ibunda tercinta Sa’idatun yang selalu memberikan semangat moril dan materil, ketulusan cinta dan do’a-do’a dalam setiap langkah perjuanganku. Terkasih Zainuddin yang selalu memberikan senyum kebahagiaan dalam setiap hembusan nafasku dan selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam hidupku. Dosen pembimbing Mayadina Rohmi Musfiroh, S.HI., MA. Yang telah berkorban dan bersabar meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran-saran demi kebaikan skripsi ini. Sahabat-sahabatku yang selalu siap membantu dalam berbagai keadaan. Teman-teman senasip seperjungan.
VI
VII
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dan dapat menyelesaikan studi pada fakultas Syari’ah UNISNU Jepara. Sholawat serta salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, serta semoga semua umatnya senantiasa dapat menjalankan syari’at-syari’atnya, amin. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan skripsi ini bayak kekurangan mengingat terbatasnya kemampuan penulis, namun berkat rahmat Allah SWT, serta pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk epentingan bersama. Sehubungan dengan itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. KH. Muhtarom, HM. Selaku rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara. 2. Drs. H. Ahmad Bahrowi TM., M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syari’ah. 3. Mayadina Rahmi Musfiroh, S.HI.,MA. Selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkandan memberi saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.
VII
VIII
4. Dosen Fakultas Syari’ah UNISNU Jepara yang telah mendidik, membina dan mengantarkan penulis untuk menempuh kematangan dalam berfikir dan berperilaku. 5. Ayahanda dan ibunda tercinta serta seluruh keluarga yang dengan penuh keihlasan dan kesungguhan hati memberikan bantuan moral dan spiritual yang tak ternilai harganya. 6. Orang terkasihku yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi. 7. Teman–teman seperjuangan dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Setelah melalui proses yang panjang dan penuh tantangan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skipsi ini yang tentunya masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan penulis khususnya. Semoga Allah senatiasa melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Jepara, 08 September 2015 Penulis
Ela Rofiana
VIII
IX
ABSTRAK Dalam sejarah kehidupan umat Islam, praktik aborsi merupakan fenoma yang abadi karena hingga saat ini meskipun telah tersusun sejumlah peraturan yang panjang, praktik aborsi masih saja marak dilakukan, tanpa terkecuali di Indonesia. Nilai-nilai dan aturan keagamaan kerap menjadi pertimbangan dalam memandang sesuatu, termasuk permasalahan praktik aborsi. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa pada saat memandang aborsi, masyarakat masih bertanya-tanya bagaimana hukum aborsi yang sesungguhnya dalam Islam. Bagi sebagian besar masyarakat muslim indonesia, hukum islam menjadi kekuatan hukum. Artinya, tetap menjadi pertimbangan bagi mereka untuk melakukan sesuatu. Pada saat yang bersamaan, keberadaan undangundang juga mengikat karena Indonesia adalah negara hukum. Sementara itu, hukum aborsi yang telah ditetapkan oleh hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 memiliki kesamaan dan perbedaan, sementara hukum masyarakat tersebut menjadi pijakan hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif-normatif, karena menggambarkan dan menjelaskan tentang ketentuan hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Pandangan Hukum Islam tentang Aborsi. Teknik analisis yang digunakan adalah komparatif, yaitu data yang disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif, kemudian dibandingkan untuk mencari titik persamaan dan perbedaannya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum aborsi menurut Hukum Islam dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tetang Kesehatan Reproduksi memiliki persamaan ketentuan mengenai aborsi yaitu sama-sama melarang tindakan aborsi. Pada aspek kesehatan dalam pandangan hukum Islam lebih mengutamakan nyawa ibu karena seorang ibu lebih dulu dan pasti kehidupannya dibandingkan dengan janin yang berasal dari ibu, sedangkan dalam peraturan pemerintah lebih mengkhawatirkan keadaan psikologis wanita korban perkosaan yang akan merasa tertekan, merasa bersalah, malu bahkan ingin bunuh diri. Perbedaan selanjutnya terletak pada waktu pengguguran dan hukum aborsi yang masih banyak perselisihan terkait dengan proses kehidupan yang satu dengan proses kehidupan yang lain. Menurut peraturan pemerintah nomor 61 tahun 2014 diperbolehkan melakukan aborsi sebelum 40 hari sedangkan dalam islam hanya diperbolehkan bagi seorang dalam keadaan darurat medis sebelum 4 bulan dan adapun sebagian ulama’ yang memperbolehkan, aborsi dilakukan sebelum 40 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir.
IX
X
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................i NOTA HALAMAN PEMBIMBING .............................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................iv HALAMAN MOTO ....................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii ABSTRAK ......................................................................................................ix DAFTAR ISI .................................................................................................. x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Penegasan Istilah .................................................................... 8 C. Rumusan Masalah .................................................................. 9 D. Tujuan Penelitian ................................................................... 10 E. Metode Penelitian .................................................................. 12 F. Sistematika Penulisan ............................................................ 14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ABORSI A. Definisi Aborsi ....................................................................... 17 B. Aborsi Ditinjau dari Perspektif Kesehatan ............................ 18 C. Metode Penghentian Kehamilan ............................................ 25 D. Bahaya dan Pengaruh Psikologis dari Aborsi ....................... 28
BAB III TINJAUAN ABORSI DALAM HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.61 TAHUN 2014 A. Aborsi dalam Hukum Islam ................................................... 31
X
XI
1. Pandangan Ulama’ Fiqh tentang Aborsi ........................... 31 2. Hukum Aborsi dalam Islam .............................................. 36 B. Aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 44 1. Aborsi dari Perspektif Hukum .......................................... 44 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 .... 46 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 34 .... 47 BAB IV ANALISIS HUKUM ABORSI A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Aborsi antara Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 ....... 50 B. Implementasi Hukum Aborsi antara Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 ....................... 54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 59 B. Saran-saran ............................................................................ 62 C. Penutup .................................................................................. 63 Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran
XI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kontroversi mengenai aborsi sudah berlangsung sejak lama, baik dikalangan agamawan, para medis, ahli hukum maupun masyarakat. Proses kejadian manusia yang amat unik merupakan kehendak Allah SWT yang tiada terbantahkan. Kejadian yang berawal dan berakhir di dunia ini, kemudian akan memasuki kehidupan baru di alam barzakh dan selanjutnya di akhirat kelak. Kejadian manusia, berjalan melalui proses biologis yang amat sempurna. Dimulai dari semburan sperma, kemudian menjadi nuthfah yang melekat di rahim. Setelah melalui beberapa fase, jadilah manusia sempurna, yaitu manusia yang akan dilahirkan ke dunia sebagai makhluk Tuhan yang akan menjadi khalifah-Nya. Namun, ada kalanya manusia yang sudah jadi itu kelahirannya terputus di tengah jalan, baik karena penyakit, seperti keguguran maupun sengaja untuk tidak dilahirkan secara wajar karena digugurkan (aborsi) yang disebabkan oleh alasan-alasan tertentu. Alasannya, ada yang bersifat ekonomis, ada pula yang merasa malu atau dipermalukan karena belum nikah. Pengguguran ini secara normatif tidak bisa dibenarkan, baik dilihat dari tuntutan normatif al-Qur’an dan sunnah Rasul SAW maupun hukum positif yang ada di negara kita.
1
2
Fenomena
yang
terjadi
dewasa
ini
menunjukkan
bahwa
menggugurkan janin-janin dari kandungan makin marak ditengah masyarakat, baik secara terang-terangan dengan mengatasnamakan kesehatan dan dilakukan di kota-kota, maupun secara tersembunyi di kampung-kampung. Disamping itu, terjadi pula pencegahan pembuahdan yang menghambat terjadinya kehamilan dengan cara menggunakan berbagai alat kontrasepsi dan jamu-jamu sehingga proses kejadian manusia dirahim tidak terjadi.2 Dalam ensiklopedi ijma’ dicantumkan bahwa apabila orang hamil meminum obat yang mengakibatkan keguguran, ia wajib membayar diat, serta tidak dapat mewarisi apapun dari janinnya dan wajib membayar denda demikian tanpa ada perselisihan pendapat diantara ahlul ilmi. Hanya saja Abu Hanifah berpendapat tidak wajib membayar denda.3 Di dalam an-Nawazir, dari kitab madzhab Hanafi disebutkan, “seseorang wanita yang menelan obat untuk menggugurkan kandungannya tidaklah berdosa asalkan belum jelas bentuknya.”4 Secara praktis aborsi sebenarnya mempunyai implikasi etis dan hukumdi setiap kalangan masyarakat apapun tradisi dan budaya atau religius yang berlaku di sana. Dalam pandangan Islam tentang aborsi ini tidak sama dengan pandangan barat. Bagi Islam, prokreasi (berketurunan) anak manusia dianggap sebagai salah satu aspek terpenting dari sebuah pernikahan. Seorang
2
Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006, hal. 193. 3 Ahmad Sahal Machfudz dan Mustofa Bisri, Persepakatan Ulama’ dalam Hukum Islam Ensiklopedi Ijma’, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2003, hal. 2. 4 Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta : Gema Insani Perss, 1995, hal. 777.
3
muslim dilarang menggugurkan kehamilannya hanya disebabkan karena kehamilan tersebut tidak direncanakan atau tidak diinginkan sebagaimana kecenderungan yang telah berkembang dibarat. Agama mempunyai peran yang luar biasa dalam memberikan solusi. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa manusia lahir dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan seorang Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi. Dalam psikologi Islam, pendidikan awal sangat menentukan. Anak di usia dini mudah mengimitasi, tanpa memandang perilaku yang ditirunya baik ataupun buruk.5 Ulama’ fiqh dalam upaya menentukan implikasi hukum dari aborsi ini, melakukan ijtihad (pertimbangan intelektual) untuk menyimpulkan hukum dari ajaran yang universal dalam kitab suci Al-Qur’an sebagai sumber utama Agama Islam. Kitab suci Al-Qur’an sangat menghargai kehidupan dan pemeliharaannya. Ketegasan Al-Qur’an terlihat dalam surat al-Nisa’ 4:93 yang menyatakan bahwa pembunuhan tidak sah atas seorang muslim akan mendapatkan imbalan bukan saja di dunia, akan tetapi juga di akhirat nanti.
َ َ َ ٗ َٰ َ ُ َ َ َ ُ ُ ٓ َ َ َ ٗ َ َ ُ ٗ ۡ ُ ۡ ُ ۡ َ َ َ ِۡٱلل َعلَيه َ ض َُ ب ِ ومن يقتل مؤمِنا متع ِمدا فجزاؤهۥ جهنم خلِدا فِيها وغ َ َ َُ َ َ ََ ََََُ َ ٗ ٣١ ولعنهۥ وأعد لهۥ عذابا ع ِظيما Artinya : “Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya dan menyediakan azab yang besar baginya”.6
5
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2010, hal.
6
Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Dana Karya, 2008, hal. 158.
82.
4
Dalam hadist, Rasulullah SAW yang dapat disimpulkan bahwa sekurang kurangnya ada dua ungkapan yang signifikan di dalam permasalahan janin ini. Pertama, proses organ terjadi pada 40 hari setelah pembuahan. Kedua, ditiupkannya ruh kedalam janin terjadi pada 120 hari setelah pembuahan (H.R. Muslim). Karena itulah, para ulama’ fiqh kontemporer berbeda pendapat ketika mendefinisikan janin. Pendapat pertama, mengatakan bahwa janin artinya sesuatu yang berada di dalam rahim. Pendapat kedua, berpendapat bahwa janin dimulai setelah tahap al-mudghah (bungkahan) dan tahap al’alaqah (segumpal darah) terlampaui. Setelah melewati tahap-tahap tersebut baru teridentifikasi dengan jelas bahwa seorang anak manusia memiliki anggota tubuh seperti jari, mata telah disebut sebagai manusia. Pendapat Ketiga, berpendapat bahwa janin adalah sebagai sesuatu yang terkandung di dalam rahim setelah ditiupkan ruh.7 Para ulama’ bersepakat bahwa janin yang dimaksud dalam kategori kesepakatan di atas, mempunyai hak tertentu yang disebut sebagai hak hukum janin. Artinya, janin patut mendapatkan hak hidup, artinya hak untuk dapat dilahirkan dan hak hidup sepanjang Tuhan menghendakinya. Karena itu, hukuman bagi perempuan yang hamil diluar nikah, harus menunggu sampai perempuan tersebut melahirkan dan dengan ketentuan bayi dapat disusukan oleh perempuan lain. Bahkan Imam Syafi’i berpandangan, ketika perempuan hamil meninggal, maka perut perempuan tersebut dibedah untuk memberi 7
Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, Aborsi dalam Perspektif Fiqh Kontemporer, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002, hal. XXIII.
5
kesempatan hidup bagi janin yang ada dalam kandungannya. Hal ini juga tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 31:
َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ۡ ُ ُ ُ ۡ َ ُ ۡ َ َٰ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ُ َ َٰ َ ۡ َ ْ ٓ ُ ُ ۡ َ َ َ ولا تقتلوا أولدكم خشية إِملقٖۖ نحن نرزقهم ِإَوياك ۚۡم إِن قتلهم كان ٗ خ ۡطأ َكب ١٣ يرا ِ ِ Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra’ : 31)”8 Sementara itu, salah satu isu utama yang seringkali dikesampingkan
orang pada saat membahas aborsi dari perspektif hukum adalah tidak sekaligus membahas dan memperhatikan dari aspek kesehatan khususnya hak perempuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya padahal kedua aspek ini sering berhubungan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi dicantumkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujukan sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Salah satu bagian terpenting dari kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Pengertian kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang dalam 8
Depag RI., op. cit., hal. 501.
6
Pasal 71 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan keturunan, termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil, hak untuk tidak hamil, dan hak untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan.9 Menanggulangi akibat dari aborsi yang tidak aman sebagai masalah yang serius sudah cukup lama menjadi komitmen yang disepakati negara indonesia
dalam
komitmen
ICPD
(Konperensi
Sedunia
tentang
Kependudukan dan Pembangunan) tahun 1994 di kairo. Data di indonesia menunjukkan bahwa kompilasi aborsi mencapai 11,1% sebagai penyebab kematian ibu (SKRT 1995) dikutip oleh Wibisono (April, 2000). Data Departemen Kesehatan RI yang lain memperkirakan besaran abortus mencapai 15% (Azrul Azwar).10 Seringkali isu aborsi menjadi mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu tanpa melihat kaitannya dengan upaya pemerintah dalam konteks menurunkan resiko kematian ibu karena komplikasi kehamilan dan persalinan, atau dalam contoh lain yakni kehamilan akibat perkosaan. Pengguguran yang dilakukan oleh bukan ahlinya dan tidak memenuhi persyaratan medis lebih banyak menimbulkan akibat negatif yang dapat 9 Muna, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Kesehatan Reproduksi, Yogyakarta : Pustaka Mahardika, hal. 37. 10 Arjatmo, op. cit., hal. 52.
7
menimbulkan kematian.11Permasalahan kesehatan ibu menjadi penting karena angka kematian ibu di indonesia masih tinggi dan memerlukan perhatian serta upaya khusus untuk menurunkannya. Sedangkan infertilitas dan aborsi menjadi isu penting karena terkait dengan aspek etikolegal. Negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Tetapi kenyataanya, tindakan aborsi pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang mengalami permasalahan kesehatan atau implikasi yang serius pada saat kehamilan. Pada kondisi berbeda akibat pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan akan menderita secara fisik, mental, dan sosial. Dan kehamilan akibat perkosaan akan memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat akibat peristiwa perkosaan tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar korban perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan menginginkan untuk melakukan aborsi.12 Memperhatikan persoalan-persoalan di atas, diperlukan telaah khusus untuk menetapkan hukumnya, sehingga umat Islam tidak ragu lagi dan mempunyai “kepastian hukum”. Maka penulis bermaksud meneliti lebih jauh tentang hukum aborsi dengan judul penelitian “HUKUM ABORSI
11
Ahsin W. Al-Hafidz, Fiqh Kesehatan, Jakarta : Sinar Graffika Offset, 2010, hal.
12
Muna, op. cit., hal. 40.
157.
8
(STUDIKOMPARATIF ANTARA HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014)”. B. Penegasan Istilah Berikut penulis uraikan beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar menghilangkan kesalah-pahaman : 1.
Hukum Hukum adalah undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.13
2.
Aborsi Istilah aborsi adalah tindakan mengakhiri sesuatu proses secara mendadak, pengguguran janin.14 Dalam bahasa arab yang semakna dengan isqath (isqath al-hamli) artinya adalah gugur atau pengguguran. Sementara itu menurut istilah, ijhad ialah tindak pidana yang dilakukan seseorang terhadap wanita hamil, sehingga janin yang dikandungnya gugur.15
3.
Studi Komparatif Istilah “studi” dalam sekup ta’rifiyah berarti telaah, kajian terhadap suatu pokok bahasan yang lebih menekankan pada kerangka analisis untuk menghasilkan simpulan tentang apa yang sedang dikaji. 16
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, hal. 410. 14 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya : Gita Media Press, 2006, hal. 10. 15 Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqh, Jakarta : Amzah, 2013, hal. 87. 16 Tim Prima Pena, op. cit., hal. 730.
9
Sedangkan “komparatif” membandingkan suatu konsep, ide atau gagasan, pemikiran, literatur.17 4.
Peraturan Pemerintah Pengartian “peraturan” adalah tataan (petunjuk, Kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur. Sedangkan ”peraturan pemerintah” adalah bentuk perundang-undangan yang dibuat atau ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan undang-undang.18
C. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas, penulis dapat mengemukakan beberapa pokok masalah yang hendak dijadikan sentral pembahasan yakni sebagai berikut : 1. Bagaimana hukum aborsi dalam pandangan Islam ? 2. Bagaimana hukum aborsi menurut peraturan pemerintah Nomor 61 tahun 2014? 3. Apakah persamaan dan perbedaan hukum aborsi antara Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014? D. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai penulis selain untuk memenuhi tugas dan persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) dalam bidang Hukum Islam, maka dalam penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hukum aborsi dalam pandangan Islam
17
Ibid., hal. 760 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., hal. 76.
18
10
2. Untuk mengetahui hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan hukum aborsi antara Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014. E. Telaah Pustaka Sepengetahuan penulis, belum ada literatur yang membahas tentang hukum aborsi (studi komparatif antara hukum islam dan peraturan pemerintah nomor 61 tahun 2014) dalam bentuk skripsi. Oleh karena itu, penulis merasa termotifasi untuk membahas permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan harapan hasilnya dapat mmemperkaya khasanah hukum islam pada umumnya dan menambah wawasan bagi penulis khususnya. Namun penulis menemukan beberapa pendapat yang menuangkan tulisannya tentang aborsi dalam bentuk jurnal, majalah maupun dari mediamedia lain yang mempublikasikan akan tetapi hanya condong pada pembahasan dari faktor ataupun hukum yang melarang dilakukannya tindakan aborsi, diantaranya: Widya Hary Cahyati dan Muhammad Azinar dalam jurnal ABDIMAS tentang ”peningkatan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja di desa margosari kecamatan limbangan kabupaten kendal” berpendapat bahwa anak-anak remaja baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah reproduksi seperti kehamilan yang tidak di inginkan (KDT), penyakit menular seksual (PMS) termasuk infeksi HIV. Menurut World Health Organization (WHO) setengah dari infeksi HIV
11
diseluruh dunia terjadi pada orang muda yang berusia di bawah 25 tahun. kurang dari 111 juta kasus infeksi menular seksual diderita oleh kelompok usia dibawah usia 25 tahun. Remaja memang sangat berisiko tinggi terhadap PMS termasuk HIV dan AIDS, karena terbatasnya pengetahuan mereka tentang HIV, AIDS dan pencegahannya. Setiap 5 menit remaja atau kaum muda di bawah usia 25 tahun terinfeksi HIV dan setiap menitnya 10 wanita usia 15-19 tahun melakukan aborsi tidak aman. Hasil sebuah studi mengatakan bahwa labih dari 500 juta usia 10-14 tahun hidup dinegara berkembang, dan rata-rata pernah melakukan hubungan suami istri pertama kali dibawah usia 15 tahun. Kurang lebih 60% kehamilan yang terjadi pada remaja dinegara berkembang adalah tidak dikehendaki dan 15 juta remaja pernah melahirkan. Santi Andriyani dalam majalah FOKUS tentang “Dangerous, Perlu Tindakan Riil” mengatakan bahwa para remaja tidak pernah berpikir panjang tentang perilakunya, padahal akibat seks pra nikah sangat berbahaya yaitu kehamilan tidak di inginkan (KTD), infeksi menular seksual dan HIV AIDS. Karena itu, ada beberapa solusi yang sudah dilakukan pemerintah ataupun LSM untuk mengurangi perilaku tidak sehat para remaja antara lain melakukan sosialisasi tentang kesehatan reproduksi remaja di seluruh lapisan masyarakat, baik sekolah, pesantren pada umumnya. Menurut Sari Ratih Pembayun dan Rini Lestari dalam tulisannya yang berjudul “Perilaku Aborsi Pranikah” lebih condong menjelaskan tindakan
12
aborsi yang terjadi pada remaja masa kini akibat pergaulan yang semakin bebas, dan resiko bahayanya aborsi yang dilakukan. Dalam hal ini dicantumkan bahwa beberapa pelaku aborsi paham bahwa sebenarnya aborsi memiliki resiko berbahaya dari segi medis, terutama jika dilakukan dengan cara yang tidak aman. Penulis menggunakan jurnal, kitab terjemahan, dan literatur lainnya sebagai acuan dalam mencari jawaban atas masalah yang ada dalam pembuatan proposal tersebut. F. Metode Penelitian 1.
Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka, oleh karena itudalam pengumpulan datanya dengan library reseach. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bersumber dari bahan pustaka yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. Pendakatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang menekankan pada literatureliterature sebagai bahan kajian utama. Jadi, fokus dari jenis penelitian ini kajian kepustakaan.19
2.
Sumber Data Setiap penelitian pada dasarnya selalu memerlukan data-data atau bahan-bahan yang hendak dikaji. Dan pada dasarnya, penelitian tidak bisa diwujudkan tanpa mengacu pada data-data. Oleh karena itu, data
19
136.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM, 1987, hal.
13
merupakan suatu hal data yang pokok dalam suatu penelitian. Dengan demikian, seorang peneliti di dalam memulai penelitiannya harus melihat terlebih dahulu jenis dan pendekatan penelitian yang sedang digunakan, kemudian mensinkronkan jenis dan pendekatan tersebut dengan data-data yang akan dijadikan acuan dan yang akan dikumpulkan untuk analisis guna merumuskan simpulan. Adapun secara garis besar, sumber data yang digunakan rujukan meliputi sumber data primer, dan data sekunder. Kedua sumber data ini akan diuraikan sebagai berikut : a.
Sumber Data Primer Data primeradalah data pokok yang merupakan data autentik atau data langsung dari buku-buku yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi ini, yang secara sederhana dapat disebut dengan data asli.20
b.
Sumber Data Sekunder Data sekunder merupakan data-data pendukung yang diambil dari berbagai sumber yang dipandang relevan dan representatif untuk dijadikan sebagai rujukan kedua setelah data primer, yaitu buku-buku yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi ini.
3.
Metode Pemgumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan pokok bahasan skripsi ini, tekhnik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau
20
Hadani Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1995, hal. 80.
14
studi dokumenter, yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan (library reseach). 4.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang akan digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi menganalisis terhadap data-data atau hasil pemikiran yang telah terkumpul. Dalam hal ini penulis menggunakan metode komparatif. Metode
komparatif
yaitu
suatu
penelitian
yang
bersifat
membandingkan. Variabelnya masih sama dengan variabel, tetapi untuk sampel yang lebih dari satu.21 Penulis menggunakan metode ini untuk membandingkan Hukum Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan kerangka (rumusan pokok pembahasan) suatu karya ilmiah. Sistematika penulisan dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya vital dan penting didalam kajian karya ilmiah, semisal skripsi ini. Sebelum memasuki uraian bab-bab pembahasan skripsi, terlebih dahulu dicantumkan bagiaSn muka yang didalamnya dicantumkan seperti cover, nota persetujuan pembimbing, pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. 21
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2014, hal. 15.
15
Selanjutnya, pada uraian bab-bab akan dirumuskan secara runtut dari mulai bab pertama hingga bab kelima secara naratif, yaitu dimulai dari: BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
B.
Penegasan Istilah
C.
Rumusan Masalah
D.
Tujuan Penelitian
E.
Metode Penelitian
F.
Sistematika Penulisan
TINJAUAN UMUM TENTANG ABORSI A.
Definisi Aborsi
B.
Aborsi Ditinjau dari Perspektif Kesehatan
C.
Metode Penghentian Kehamilan
D.
Bahaya dan Pengaruh Psikologis dari Aborsi
BAB III TINJAUAN ABORSI DALAM HUKUM
ISLAM DAN
PERATURAN PEMERINTAH NO.61 TAHUN 2014 A. Aborsi dalam Hukum Islam 1. Pandangan Ulama’ Fiqh tentang Aborsi 2. Hukum Aborsi dalam Islam B.
Aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 1.
Aborsi dari Perspektif Hukum
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 34
16
BAB IV ANALISIS HUKUM ABORSI A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Aborsi antara Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 B. Implementasi Hukum Aborsi antara Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran C. Penutup
Setelah memaparkan rumusan pembahasan pada masing-masing bab di atas, selanjutnya sebagai pelengkap dari skripsi ini akan dicantumkan daftar pustaka dan daftar riwayat pendidikan akhir penulis serta data-data penulis yang dibutuhkan atau lampiran-lampiran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ABORSI A. Definisi Aborsi Aborsi (Inggris : abortion, latin : abortus) berarti keguguran kandungan. Dalam bahasa arab, aborsi disebut isqat al-haml atau ijhad, yaitu pengguguran janin dalam rahim. Menurut istilah kedokteran, aborsi berarti pengakhiran kehamilan sebelum gestasi (28 minggu) atau sebelum bayi mencapai berat 1000 gram.22 Dalam glorier family enciclopedia menyebutkan bahwa pengertian aboesi adalah penghentian kehamilan dengan cara menghilangkan atau merusak janin sebelum masa kelahiran yang bisa jadi dilakukan dengan cara spontan atau dikeluarkannya janin dengan cara paksa.23 Menurut Fact About Abortion, Info Kit On Women’s Healt oleh institut for social, studies and action, maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi di definisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (ovum), sebelum usia janin mencapai 20 minggu.24 Sedangkan Al-Ghazali mengartikan aborsi sebagai penghilang jiwa yang sudah ada di dalam janin. Ia membagi dua fase keadaan janin, yaitu fase kehidupan yang belum teramati yang ditandai dengan adanya proses
22
Abdurrahman, op. cit., hal. 194. Maria Ulfah Anshar, Fiqih Aborsi, Jakarta : Kompas, 2006, hal. 32. 24 Ibid., hal. 196. 23
17
18
kehidupan secara diam-diam dan fase kehidupan yang sudah teramati ketika ibu, atau orang lain dapat mendeteksi tanda-tanda kehidupan bayi dalam kandungan. Menurutnya, kedua fase tersebut harus dihormati dan dihargai sebagai suatu kehidupan bayi dalam kandungan. Hal yang sama juga di ungkapkan Mahmud yaltut bahwa kehidupan terjadi semenjak masa konsepsi tidak boleh dilakukan.25 Aborsi dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :26 1. Abortus spontan (spontaneous abortus), ialah aborsi yang tidak sengaja. Abortus spontan bisa terjadi karena penyakit sifilis, kecelakaan dan sebagainya. 2. Aborsi yang disengaja (abortus provocatus / induced pro abortion). Aborsi ini terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut : a. Abortus artificialis therapicus, ialah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena misalnya terkena penyakit-penyakit yang berat, antara lain TBC yang berat atau penyakit ginjal yang berat.27 b. Abortus provocatus criminalis, ialah aborsi yang yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya, aborsi yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks diluar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki. B. Aborsi ditinjau dari perspektif Kesehatan 25
Arjatmo, op. cit., hal. 74. Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan, Jakarta : Amzah, 2010, hal. 154. 27 Ibid., 155. 26
19
Hubungan seksual yang berlainan jenis bagi makhluk hidup tidak dapat dihindarkan, karena hal ini merupakan tuntunan biologis untuk mengembangkan keturunannya dan juga merupakan rahmat Tuhan yang tak ternilai. Hubungan seks sangat erat kaitannya dengan aborsi, karena dengan hubungan inilah awal terjadinya pembuahan antara sel-sel dari kedua jenis makhluk itu, baik yang dikehendaki ataupun tidak. Bagi yang menghendaki terjadinya pembuahan tersebut menilainya sebagai anugerah yang telah diberikan Allah, tetapi bagi yang tidak menghendakinya ada yang menganggapnya sebagai malapetaka yang harus dihindarkan walaupun bertentangan dengan hukum dan moral.28 Perkosaan dan kehamilan akibat pergaulan bebas merupakan pengalaman yang traumatis terhadap jiwa sang pelaku maupun yang diperkosa. Jika akibat perkosaan dan pergaulan bebas itu terjadi kehamilan maka untuk selamanya kehamilan dan selanjutnya kelahiran anaknya akan mengingatkan pada peristiwa yang traumatis tersebut. Maka jika terjadi kehamilan akibat kejadian tersebut, mereka tentu mempunyai alasan kuat untuk memilih agar kandungannya digugurkan dari pada harus meneruskan memeliharanya.29 Kehamilan yang tidak di inginkan, apapun penyebabnya, akan dapat berujung pada dilahirkannya anak yang tidak di inginkan. Akan menjadi 28
Arjatmo, op. cit., hal. 95. Koes Irianto, Biologi Reproduksi, Jakarta : CV. Alfabeta, 2014, hal. 304.
29
20
masalah moral dan sosial yang besar, jika anak-anak yang tidak di inginkan kehadirannya sejak ia masih dalam kandungan itu kemudian dibesarkan oleh orang tua yang tidak menginginkannya. Akan hadir kemudian di masyarakat remeja-remaja yang dibesarkan dengan perasaan terpaksa, ketidak pedulian atau bahkan kebencian (misalnya pada akibat perkosaan) dari orang tuanya. Ketika seorang perempuan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan aborsi bukanlah keputusan yang sangat mudah dan dilematis. Karena tindakan tersebut bertentangan dengan norma hukum, agama, kesusilaan dan norma kesopanan. Sering kali perempuan yang melakukan aborsi merasa malu, takut, sedih, stress, merasa berdosa, ingin bunuh diri dan lain sebagainya. Dan biasanya keputusan tersebut diambil setelah perempuan merasa tidak ada pilihan lain yang lebih baik, jika terjadi demikian maka faktor kesehatan sering kali terabaikan.30 Bila memang aborsi menjadi jalan terakhir yang diambil, maka yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental serta informasi yang cukup agar aborsi bisa berlangsung secara aman. Aborsi aman apabila : dilakukan oleh pekerja kesehatan (dokter umum dan dokter spesialis obstetri) yang
benar-benar
terlatih
dan
berpengalaman
melakukan
aborsi,
pelaksanaannya menggunakan alat-alat kedokteran yang standar, dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk vagina atau rahim harus steril dan
30
Ibid., hal. IX.
21
tidak tercemar kuman atau bakteri, dilakukan kurang dari tiga bulan (12 minggu) sesudah terakhir kali mendapat haid.31 Abortus itu sendiri dapat terjadi melalui dua cara yaitu abortus spontan yang merupakan reaksi alami dari rahim wanita terhadap janin yang perkembangannya sedemikian rupa sehingga tidak mungkin dipertahankan lagi, dan abortus provokatus yang terjadi karena secara sengaja dipacu dari luar. Abortus spontan yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “keguguran”, tentu tidak menimbulkan kontroversi dari segi etika maupun hukum. Sebaliknya, abortus provokatus atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan
sebagai
“pengguguran”,
merupakan
masalah
yang
kontroversial.32 Keguguran adalah gagalnya kehamilan yang terjadi sebelum usia kehamilan 10 minggu. Sebelumnya, kira-kira 10 hingga 15 persen kehamilan berakhir dengan keguguran. Namun, dengan tekhnologi modern dan diagnosis awal kehamilan kita sekarang tahu bahwa lebih dari 40% kehamilan berakhir dengan keguguran, dan 80% kasus terjadi pada trimester ketiga. Resiko keguguran meningkat seiring dengan usia sang ibu. Lebih dari setengah keguguran merupakan akibat dari ketidak normalan kromosom, seperti trimosom atau monosomi, kondisi dimana
31
Ruth K. Westheiner, Mengkreasi Kehamilan dan Menjaga Kasih Sayang bersama Dr. Ruth, Jakarta : PT. Raja Graffindo, 2002, hal. 158. 32 Ibid., hal. 160.
22
kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak. Penyebab lain keguguran adalah infeksi, faktor-faktor eksternal atau lingkungan.33 Tanda-tanda keguguran tidak selalu diawali dengan pendarahan. Sebagian wanita pada awalnya merasakan hilangnya gejala-gejala kehamilan, payudara tidak lagi sakit dan rasa mual perlahan lenyap. Jika pemeriksaan biasanya tidak menunjukkan gejala kehidupan janin, dan tanpa pendarahan, kondisi ini disebut “missed abortion”. Pada sebagian wanita lainnya, gejala pertama keguguran bisa saja berupa
pendarahan,
biasanya
disertai
dengan
kram,
mereka
juga
mengeluarkan gumpalan darah.34 Keguguran memang kejadian yang traumatis bagi mereka yang pernah mengalaminya, tetapi jangan sampai hal ini membuat seorang wanita takut hamil lagi. Hal ini karena wanita yang memiliki kandungan lemahpun bisa melahirkan bayi sehat dan normal. Bagi mereka yang kandungannya agak bermasalah, perlu perawatan ekstra dibandingkan kehamilan pada kehamilan wanita tanpa masalah kesehatan. Pencegahan keguguran dilakukan pada saat merasakan gejala atau keluhan dini kandungan lemah atau sebelumnya sudah mengalami keguguran, sebelum gejala-gejala menghebat. Oleh karena itu, disarankan suami-istri yang menginginkan kehamilan sehat tapi meragukan kesehatannya, perlu berkonsultasi ke ahli kandungan atau bidan dahulu. Saat masa konsultasi, 33 34
Ibid., hal. 161. Ibid., hal. 162.
23
dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui apakah ada gangguan jika hamil nanti.35 Beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan, yaitu dibagian rahim dan sekitarnya terhadap kemungkinan infeksi oleh kuman, virus, keadaan hormon, atau kondisi tubuh secara keseluruhan, termasuk status asupan gizi, obat-obatan yang mungkin menghambat kehamilan, dan pemeriksaan lain yang dipandang perlu. Sebaiknya pemeriksaan tersebut dilakukan 3 bulan hingga 6 bulan sebelum masa kehamilan terjadi sehingga jika ada masalah, misalnya ada tumor atau infeksi di rahim, segera dapat diatasi. Jika ada tumor yang masih kecil, dokter bisa menyuntik atau memberikan obat untuk mematikan tumor itu. Bila besar tumor lebih dari 5 cm, maka harus di operasi.36 Pencegahan
setelah
terjadi
kehamilan
pada
mereka
yang
kandungannya lemah akan tampak pada usia kehamilan antara 7 hingga 11 minggu. Tanda-tandanya berupa flek atau keluar darah sedikit pada vagina. Bila terjadi kelainan pada rahim, misalnya leher rahim membuka terlalu lebar, rahim itu harus mendapatkan perawatan secara khusus. Lazimnya, dokter akan menjahit leher rahim tersebut. Dengan penjahitan tersebut, leher rahim akan lebih kuat menopang janin yang terus berkembang. Proses ini harus dilakukan sebelum usia kandungan mencapai 16 minggu. Namun jahitan ini sebelum menjelang kelahiran dan saat kehamilan sudah 35 36
Ibid., hal. 164. Ibid., hal. 165.
24
cukup bulan atau memasuki kehamilan 9 bulan, jahitannya harus dilepas agar proses kelahiran bisa berlangsung dengan baik.37 Sedangkan aborsi (pengguguran) sendiri dalam pengertian kedokteran berarti terhentinya kehamilan yang terjadi diantara saat tertanamnya sel telur yang sudah dibuahi di rahim sampai kehamilan berusaha 28 minggu. Batas 28 minggu di hitung sejak haid terakhir, itu di ambil karena sebelum usia 28 minggu janin belum dapat hidup diluar rahim.38 Pada usia 28 minggu, mata mulai dapat membuka, kulit masih keriput dan rambut kepala mulai banyak. Pada saat ini berat janin 1000 gram. Yang penting adalah
produksi
surfaktan
yaitu
zat
yang penting untuk
perkembangan paru dan ventilasi baru terbentuk sempurna setelah 34 minggu. Pada saat ini berat janin 2000 gram. Setelah 35 minggu perawatan bayi akan lebih mudah karena organorgan vital matur. Persalinan sebelum 37 minggu lengkap disebut sebagai prematur karena alasan kematangan organ. Pada usia 38-42 minggu, yaitu ater, dimana berat rata-rata ialah 3300 gram, maka kehidupan lebih dijamin dan mudah. Namun patut di ingat bahwa sebagian bayi mengalami cacat, dan 1-2% mengalami kelainan kromosom.39 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa janin yang pantas dapat di anggap hidup adalah setelah melewati 100 hari pertimbangan untuk 37 Iskandar Junaidi, Kehamilan Sehat dan Mengatur Jenis Kelamin Anak, Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2011, hal. 94. 38 Koes Irianto, op. cit., hal. 299. 39 Arjatmo, op. cit., hal. 10.
25
menghentikan kehamilan sebaiknya dilakukan jauh sebelumnya, kira-kira pada haid terlambat atau maksimum 3 bulan dan dari sudut keyakinan dimungkinkan. Hal ini dalam bidang kedokteran disebut sebagai aborsi yang aman. Di masyarakat manapun juga, dari zaman dulu hingga sekarang nampaknya selalu ada kehamilan yang tidak diinginkan oleh wanita yang bersangkutan. Karena mereka tidak mengenal atau menggunakan alat kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, maka berbagai cara telah dilakukan untuk membatalkan kehamilan yang telah terlanjur terjadi itu. Setiap tahun ada 585.000 ibu meninggal akibat proses kehamilan diseluruh dunia, 20.000 diantaranya di indonesia. Angka kematian ibu yang 334.000 itu sangat tinggi, menunjukkan bahwa proses reproduksi membawa korban yang sia-sia, diantara 11-13% disebabkan oleh aborsi. Hal ini seringkali tidak dapat diungkapkan, namun sebagian besar disebabkan oleh aborsi yang tidak aman, sehingga hak hidup perempuan dipertentangkan dengan hak hidup janin.40 C. Metode Penghentian Kehamilan Dari penelitian ini ditemukan ternyata diketahui sebelum seorang wanita memutuskan untuk mendatangi pihak-pihak pemberi layanan aborsi,
40
Ibid., hal. 2.
26
kebanyakan mencoba cara-cara sendiri untuk menggugurkan kandungan. Diantarnya sebagai berikut :41 1. Tindakan Sendiri Hampir seluruh informan klien melakukan usaha sendiri terlebih dahulu untuk menggugurkan kandungannya sebelum kemudian mereka pergi ke provider yang memberikan pelayanan aborsi, karena kandungannya tidak berhasil gugur juga. Tindakan sendiri ini menjadi salah satu penyebab usia kandungan menjadi semakin besar ketika datang kesalah satu provider untuk tindakan aborsi. Biasanya mereka mencoba menggugurkan kandungannya dengan cara minum obat-obatan atau jamu-jamuan tertentu yang diketahuinya justru tidak diperbolehkan bagi orang hamil, biasanya banyak dari klien yang sebelumnya telah mencoba cara sendiri seperti minuman jamu, pil atau kapsul, makan nanas muda, minum minuman yang mengandung alkohol atau soda, dan sebagainya. 2. Tindakan oleh dukun Pertolongan aborsi dapat dilakukan dengan cara yang bervariasi. Cara yang paling banyak diterapkan adalah dengan mengurut perut dengan tangan (ada yang sekali) atau secara berulang-ulang (sering tidak cukup sekali, beberapa perlu di ulang hingga 2 sampai 3 kali), dengan rasa sakit yang luar biasa. Memasukkan
41
Ibid., hal. 194.
27
daun batang pepaya yang diolesi dengan getah tumbuhan tertentu kedalam rahim, memberikan ramuan tertentu kepada klien untuk diminum sebelum di akhiri dengan pijatan. Umumnya penanganan pasca aborsi dilakukan dengan meminum jamu dan anti biotik. Banyak pasien yang mengalami komplikasi setelah aborsi dan datang ke dokter atau rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan.42 3. Akupuntur Suatu profesi lain yang ditemui tim peneliti di Jakarta dan Jepara, yang ‘katanya’ dapat melakukan praktek aborsi adalah ahli akupuntur.43 Secara panjang lebar, dokter puskesmas yang mempunyai keahlian akupuntur ini menjelaskan bahwa sebenarnya akupuntur dapat juga melunturkan menstruasi. Cara kerja akupuntur adalah menggerakkan seluruh syaraf yang ada diseluruh tubuh seorang manusia, sehingga mampu meluruhkan bagianbagian yang di anggap sebagai gumpalan-gumpalan sumber penyakit, termasuk gumpalan darah yang akan menjadi calon janin. 4. Tindakan oleh Bidan
42 43
Ibid., hal. 194. Ibid., hal. 199.
28
Pada umumnya, bidan melakukan proses pengguguran kandungan dengan cara suntik. Jika kemudian kandungan tidak juga gugur maka dilakukan kuretase atau penyedotan (suction).44 5. Tindakan yang dilakukan oleh Dokter Umum Cukup banyak dokter umum yang ditemui tim peneliti melakukan praktek aborsi. Di kota-kota besar pelayanan aborsi dilakukan kebanyakan oleh dokter obgyn, tetapi di kota-kota kecil ada juga dokter umum yang melakukannya, walaupun di kota besarpun kita juga dapat menemukan dokter umum yang memberikan pelayanan aborsi.45 6. Dokter Ahli Kandungan Secara umum tindakan aborsi yang dilakukan oleh dokter ahli kandungan serupa dengan yang dilakukan para dokter umum, sesuai dengan kurikulum yang mereka dapatkan di fakultas kedokteran dulu.46 D. Bahaya dan Pengaruh Psikologis dari Aborsi Kebanyakan orang mengira bahwa semakin tua usia kehamilan ketika terjadi keguguran, semakin besar pengaruh psikologisnya. Tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa keguguran pada awal kehamilan bisa menjadi
44
Ibid., hal. 201. Ibid., hal. 204. 46 Ibid., hal. 205. 45
29
pengalaman yang sangat menyakitkan.47 Sementara itu, aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Perempuan yang mengakhiri kehamilannya atas berbagai alasan, pada umumnya karena kehamilan yang terjadi pada saat yang tidak tepat waktu. Keadaan seperti itu menimbulkan kecemasan luar biasa bagi perempuan yang bersangkutan. Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang dihadapi, diantaranya sebagai berikut :48 1. Pendarahan : resiko ini adalah resiko yang paling sering terjadi. Pendarahan karena keguguran yang tidak segera diatasi akan mengakibatkan anemia atau ibu akan pingsan bahkan akan meyebabkan kematian jika terjadi pendarahan yang hebat. 2. Infeksi : infeksi paling disebabkan oleh karena tindakan keguguran atau penanganannya. Pengguguran kandungan oleh tenaga non medis yang paling sering mengakibatkan infeksi dan pendarahan, hingga berakibat kematian ibu.49 3. Kanker yang ganas : sisa-sisa tubuh janin dan buah kehamilan lainnya yang tertinggal dalam rahim, dan tidak dikeluarkan akan menjadi jaringan yang ganas (kanker).
47
Iskandar, op. cit., hal. 162. Istri Bartini, Buku Pintar : Panduan dan Tips Hamil Sehat, Yogyakarta : Nuha Medika, 2012, hal. 104. 49 Ibid., hal. 105. 48
30
4. Infertilitas : mandul biasanya terjadi pada keguguran yang berulang dan dilakukan kuretase sehingga terjadi jaringan parut (bekas luka) di rahim, dan ini akan menyebabkan rahim tidak dapat menerima pertumbuhan janin. 5. Efek psikologis : ketakutan, murung, cemas bahkan depresi. Beberapa
perempuan
merasa
tertolong
ketika
membicarakan
perasaannya dengan seorang anggota keluarganya, atau konselor. Perasaan kecewa atau kehilangan sebagai akibat misalnya, dari kurangnya dukungan dari pasangannya jangan dicampur adukkan dengan penyesalan akibat dilakukannya pengakhiran kehamilan.50 Perempuan yang merasa berdosa atau sedih setelah dilakukan pengakhiran kehamilan biasanya dapat dibatasi oleh seorang konselor. Respon yang sering dilakukan oleh perempuan yang setelah mengakhiri kehamilannya adalah perasaan lega, dan kebanyakan ia telah merasa puas telah mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya.51
50
Ibid., hal. 106. Arjatmo, op. cit., hal. 21.
51
BAB III TINJAUAN ABORSI DALAM HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 A. Aborsi dalam Hukum Islam 1.
Pandangan Ulama’ Fiqh tentang Aborsi Dalam al-Qur’an maupun hadist memang tidak ada dalil yang secara khusus menyebutkan tentang hukum aborsi. Akan tetapi terdapat banyak ayat yang menyebutkan tentang larangan membunuh jiwa seseorang tanpa hak. Salah satunya adalah firman Allah swt, berikut ;
َ َ َُ َ َ َ َ ٗ َ َ َ ُٓ َ َ ٗ َ َُ ٗ ۡ ُ ُۡ ۡ َ ضب ِٱلل عل ۡيه ِ َومن َيقتل مؤمِنا متع ِمدا فج َزاؤهُۥ ج َهن ُم خَٰل ِدا فِيها وغ َ َ َ َُ َ َ ََ ََََُ ٗ ٣١ ولعنهۥ وأعد لهۥ عذابا ع ِظيما Artinya; “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’ : 93)52 Dalam hadist juga dijelaskan “seorang kamu ditempatkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian menjadi ‘alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari) kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: tulislah
52
Depag RI., op. cit., hal. 150.
31
32
amal, rezeki dan ajalnya, serta celaka atau bahagianya, kemudian ditiupkanmu ruh padanya. (HR. Imam Al-Bukhori dari Abdullah)”.53 Ulama’ fiqh telah sepakat bahwa aborsi yang sudah ditiupkan ruh atau sesudah kehamilan berusia 120 hari adalah haram, kecuali dalam keadaan tertentu yang dibenarkan menurut syara’. Akan tetapi aborsi yang dilakukan sebelum 120 hari, menurut Syekh Jadil Haq dalam “Fatwa tentang Aborsi” terdapat beberapa pendapat ulama’ : a. Madzhab Hanafi Aborsi umumnya diizinkan sebelum kandungan berusia 120 hari sekalipun itu dilakukan tanpa seijin suami.54 Tetapi ada sebagian yang memandangnya tidak disukai (makruh) tanpa alasan yang sah, karena begitu dikandung janin memiliki potensi untuk hidup. Menurut Ibnu Abidin, salah satu pelopor madzhab ini mengatakan bahwa izin untuk menggugurkan kandungan bergantung pada keabsahan alasan. Selanjutnya dia mengatakan bahwa alasan yang sah untuk melakukan aborsi sebelum bulan ke empat kehamilan adalah kasus adanya bayi yang sedang disusui. Kehamilan baru menyebabkan berakhirnya masa menyusui bayi ini.55 Aborsi dibolehkan menurut madzhab ini jika ada indikasi yang dibenarkan menurut syara’. Indikasi yang banyak dikutip dalam
53
MUI, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, Jakarta : Erlangga, 2011, hal. 458. Syaikh Mushtofa Masyhur, Fiqh Dakwah, Jilid 2, Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2000, hal. 105. 55 Arjatmo, op. cit., hal. 159. 54
33
madzhab ini ialah bilamana perempuan hamil dalam keadaan menyusui anaknya dikhawatirkan air susunya berhenti sementara sementara si ayah tidak mempunyai sumber pendapatan untuk menyediakan susu pengganti. Dalam kasus ini aborsi dibenarkan untuk memelihara kehidupan si anak yang masih membutuhkan ASI.56 Indikasi lain ialah kesehatan yang buruk dari si ibu, atau apabila ada suatu
resiko melahirkan yang sulit sehingga membutuhkan
pembedahan caesar, terutama apibila kondisi tersebut terjadi pada kehamilan sebelumnya. Kaidah yang mendasari pendapat ini adalah “menghindari bahaya dengan memilih resiko yang paling ringan”. Dalam hal ini nyawa si ibu didahulukan atas nyawa si janin, karena si ibu adalah sumber asalnya.57 b. Madzhab Maliki Jika
rahim
telah
dibuahi
sperma
maka
tidak
boleh
mengganggunya, lebih-lebih jika sperma tersebut telah berbentuk janin, dan lebih-lebih jika janin tersebut telah ditiupkan ruh, maka para ulama’ sepakat bahwa itu merupakan pembunuhan.58 Sebagian besar pengikut madzhab ini tidak memperbolehkan aborsi walaupun kehamilan belum berusia 40 hari. Alasannya, bila air mani telah tersimpan dalam rahim berarti sudah ada proses kehidupan.
56
Ibid., hal. 61. Abd. Rahman Imran, Islam dan KB, Jakarta : Lentera, 1997, hal. 232. 58 Syaikh Mushtofa Masyhur, Fiqh Dakwah, Jilid 2, Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2000, hal. 105. 57
34
Pendapat tersebut sejalan dengan Dewan Fatwa Fiqh pada “Mujamma’ al-Buhust al-Islamiyah”, sebuah lembaga penelitian di Universitas al-Azhar, Kairo, dalam keputusannya yang ditetapkan pada 13 Januari 1994, menyebutkan :59 “pengguguran kandungan adalah mutlak dilarang, kecuali karena alasan medis guna menyelamatkan hidup ibu. Ibu adalah asal dan ia telah eksis secara pasti. Karena itu ia memiliki hak dan kewajiban dalam hidupnya. Maka ia tidak boleh dikorbankan demi janin yang belum tentu eksis. Janin dipandang sebagai bagian dari anggota tubuhnya. Dalam literature lain disebutkan bahwa sel telur wanita setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas atau kiasan dalam ungkapan karena pada kenyataanya ia adalah bakal manusia. Memang benar wujud ini mengandung kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap. Sel sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan manusia yang telah diterapkan hukum padanya.60 c. Madzhab Syafi’i Pengikut madzhab Syafi’i terpecah menjadi beberapa pendapat, sebagian seperti Ibnu Al’Imaddan Al-Gazali, melarang aborsi karena 59 60
1995, hal. 880.
Arjatmo, op. cit., hal. 160. Dr. Yusuf Qardlawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 2, Jakarta : Gema Insani,
35
termasuk kejahatan terhadap makhluk hidup. Menurutnya konsepsi atau bertemunya sperma dengan ovum merupakan tahap awal kehidupan manusia. Karena itu menggugurkannya merupakan suatu pelanggaran tindak pidana (jinayat), makin lama perkembangan kandungan, makin meningkat pula jinayatnya dan yang paling besar jinayatnya adalah bila anak dibunuh sesudah lahir dalam keadaan hidup.61 Lainnya seperti Muhammad Ibn Abi Said mengizinkan dalam batas 80 hari karena janin masih dalam bentuk nutfah dan ‘alaqah. Sementara Ibn Hajar menyatakan aborsi dibolehkan sebelum kandungan berusia 42 hari. Lebih dari itu dilarang. Penentuan 42 hari ini didasarkan pada hadist Nabi : “Jika nutfah melewati 42 malam, maka Tuhan mengutus malaikat untuk membentuk rupa, pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulangnya...” (H.R Muslim).62 Dan yang lainnya lagi membolehkan aborsi secara mutlak sebelum kehamilan berusia 120 hari. d. Madzhab Hanbali Aborsi sebelum kandungan berusia 40 hari diperbolehkan, setelah usia tersebut dilarang. e. Madzhab Zhahiri Aborsi diperkenankan sebelum kehamilan berusia 120 hari tetapi tidak sama dengan pembunuhan. Dan aborsi yang dilakukan setelah kandungan berusia 120 hari, hukumnya sama dengan 61
Abdul Syukur al-Azizi, Buku Lengkap Fiqh Wanita, Yogyakarta : Diva Perss,
2015, hal. 404. 62
Ibid., hal. 405.
36
pembunuhan. Pelakunya diwajibkan membayar diyat jika janin keluar dalam keadaan hidup, dan wajib membayar gurrah jika janin keluar dalam keadaan mati.63 f. Madzhab Ibadhi64 Aborsi tidak diizinkan di saat manapun, dan si ibu tidak boleh melakukan apapun atau menelan sesuatu yang memungkinkan merugikan janin. Sementara MUNAS MUI tahun 1983 manyatakan bahwa kehidupan dalam konsep Islam adalah suatu proses yang sudah dimulai sejak terjadinya pembuahan. Oleh karena itu, pengguguran sejak adanya pembuahan adalah haram hukumnya. Ketentuan ini berlaku pada kehamilan yang diakibatkan oleh yang sah maupun untuk kehamilan di luar nikah.65 2.
Hukum Aborsi dalam Islam Adanya
perbedaan
pendapat
dikalangan
ulama’
maupun
masyarakat pada umumnya disebabkan inti atau substansi perbedaan pendapat tersebut adalah karena berbeda sudut pandang dalam melihat sejak kapan dimulainya suatu kehidupan manusia.66
63
Arjatmo, op. cit., hal. 164. Madzhab ini dipercayai sebagai madzhab paling awal. Dikatakan madzab terawal dari islam karena di dirikan sejak kurang dari 50 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah. Penganut ini dominan di Oman (mencapai 75%) dan Zanzibar, Tanzania. 65 Arjatmo, loc. cit. 66 Abdul Syukur, op. cit., hal. 405. 64
37
Selama ini, mayoritas ulama’ fiqh meyakini bahwa dalam perkembangan janin ada tiga yang terjadi sebagai mana yang digambarkan dalam firman Allah swt sebagai berikut ;
َ َ َ َ َٗ ُ ۡ َُ َٰ َ ِ َولَ َق ۡد َخلَ ۡق َنا ۡٱلإ ثم َج َعل َنَٰ ُه ن ۡطفة ف ِي ق َرار مكِين٣١ نس َن مِن ُسلَٰلة مِن طِين َۡ َ َ ُ َ ََ ۡ ۡ َۡ َ َ َٗ ۡ َ ََ ۡ َۡ َ َ ٗ ََ َ َ َ ُ ثم خلق َنا ٱلن ۡطفة علقة فخلق َنا ٱل َعلقة ُمضغة فخلق َنا ٱل ُمضغة عِظَٰ ٗما٣١ َ ۡ ُ َ ۡ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ َٰ َ ۡ َ َ َ ُ ٗ ۡ َ َ َٰ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ِخَٰلِق ين فكسونا ٱلعِظم لحما ثم أنشأنه خلقا ءاخر ۚۡ فتبارك ٱلل أحسن ٱل
٣١
Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kali jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kani bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, pencipta yang paling baik.” ( Q.S Al-Mukminun : 12 – 14).67 Kata nuthfah, ‘alaqah dan mudghah, dalam ayat tersebut menunjukkkan bahwa janin ketika itu belum memiliki jiwa manusia, tetapi hanya menunjukkan kehidupan. Sesudah itu janin berulah dinyatakan memiliki gerakan yang berkemauan atau berkehendak sebagai indikasi bahwa janin tersebut telah memiliki ruh.68 Bagi para ulama’ yang menolak aborsi, meyakini bahwa proses kehidupan itu dimulai sejak konsepsi dan saling berkaitan antara proses kehidupan satu dengan proses kehidupan berikutnya. Begitu juga dengan
67
Depag RI., op. cit., hal. 611. Abdul Syukur, op. cit., hal. 406.
68
38
proses pemberian ruh, tidak akan terjadi tanpa melalui proses kehidupan lainnya. Selain itu juga, kelompok penentang pengguguran berpendapat bahwa kehamilan adalah resiko yang harus dihadapi jika seseorang melakukan hubungan seks. Oleh karena itu, wanita yang hamil diberikan tanggung jawab yang tidak dapat dipungkiri lagi, karena kehamilan merupakan resiko yang sudah menyatu dengan perbuatannya.69 Sementara itu, terkait dengan aborsi yang dilakukan karena pertimbangan-pertimbangan sosial ekonomi, politik, maupun dampak psikologi lainnya, hingga ini belum ada pendapat ulama’ fiqh yang secara khusus membahasnya. Akan tetapi pada kasus-kasus tertentu yang dapat menimbulkan hilangnya nyawa manusia, aborsi dapat dilakukan tanpa harus melihat usia kehamilan.70 Dari keterangan beberapa dalil yang telah disebutkan, maka pada hakikatnya, membunuh nyawa sesesorang haram hukumnya. Menurut Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam, aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ditiupkan ruh. Apabila aborsi ini dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 bulan masa kehamilan, maka semua ulama’ fiqih sepakat akan keharamannya. Akan tetapi, para ulama’ berbeda pendapat jika aborsi itu
69
Koes Irianto, op. cit., hal. 299. Arjatmo, op. cit., hal. 407.
70
39
dilakukan
sebelum
ditiupkannya
ruh.Sebagian
memperbolehkan,
sebagian mengharamkannya.71 Maka, untuk mempermudah pemahaman tentang hukum aborsi dalam pandangan Islam, berikut akan dijelaskan beberapa pendapat ulama’ terkait masalah ini :72 1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Ruh Para ulama’ berbeda pendapat terkait hukum aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh, sebagaimana berikut ; a. Mubah Menggugurkan janin sebelum ruh ditiupkan hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama’ membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. Dalam kitab madzhab Hanafi juga dijelaskan bahwa seorang wanita yang menelan obat untuk menggugurkan kandungannya tidaklah berdosa asalkan belum jelas bentuknya.73 Pendapat ini di anut oleh para ulama’ dari madzhab Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali. Akan tetapi, para ulama’ memperbolehkan dengan syarat harus memperoleh izin dari kedua orang tua. Adapun dasar yang dijadikan sandarkan oleh para ulama’ tersebut adalah hadist dari Ibnu Mas’ud di atas, yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, ruh belum ditiup ke dalam janin dan penciptaan belum sempurna, serta di anggap benda mati. Karena 71 Abdurrahman Al-Baghdadi, Emansipasi, Adakah dalam Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1998, hal. 127. 72 Ibid., hal. 404. 73 Yusuf Qardlawi, op. cit., hal. 777.
40
menggugurkan janin dalam kondisi ini tidak di anggap membunuh makhluk yang bernyawa.74 b. Makhruh Menggugurkan janin sebelum ditiupkan ke dalam janin, hukumnya adalah makruh. Akan tetapi jika sudah sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.75 Dalilnya bahwa pada waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, sehingga tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh, hal ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama’ dari madzhab hanafi dan Imam Romli (salah seorang ulama’ dari imam syafi’i). Pendapat lain juga mengatakan bahwa aborsi sebelum ditiupkannya
ruh
hukumnya
makruh
mutlak.
Pendapat
ini
dikemukakan oleh sebagian ulama’ madzhab maliki.76 c. Haram Sebagian ulama’ mengatakan bahwa menggugurkan janin sebelum ruh ditiupkan, hukumnya tetap haram. Menurut mereka karena air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka
74
Abdul Syukur, op. cit., hal. 408. Ibid., hal. 405. 76 Muhammad Abdurrahman, op. cit., hal. 200. 75
41
merusak wujud ini merupakan tindakan kejahatan.77 Mereka juga mengatakan karena sesungguhnya janin pada saat itu sudah ada kehidupan yang harus dihormati, yaitu dalam hidup pertumbuhan dan persiapannya. Pendapat ini di anut oleh Ahmad Dardir, Ibnu Hajar dalam At-Tuhfah, Al-Gazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Syekh Syaltut dalam kitabnya al-Fatawa, Ibnu Jauzi dalam kitab Syareh Kabir, dan sebagian ulama’ Malikiyah.78 Ketiga pendapat ulama’ tersebut, tentunya dalam batas-batas tertentu pula, yaitu jika didalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Provokstus
Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis, terapi dan pengobatan. Akan tetapi, apabila pengguguran kandungan tersebut termasuk dalam kategori Aborsi Provocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, maka hukumnya tetap tidak diperbolehkan.79 2. Menggugurkan Janin Sesudah Peniupan Ruh a. Haram Mayoritas ulama’ sepakat bahwa menggugurkan kandungan setelah ruh dutiupkan kedalam janin, hukumnya tetap haram walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan
Imam Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid II, Dar al-Hadist, 2004, hal. 67. Muhammad Abdurrahman, op. cit., hal. 409. 79 Abdul Syukur, op. cit., hal. 412. 77 27
42
ibu yang mengandungnya. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah swt berikut ;80
َ َۡ ْ ُ َۡ َ ََ ٗ ُ ۡ َ َ ُ ََ َ ۡ َ َُ ََ َ وما فق ۡد َولا تق ُتلوا ٱلنف َس ٱلتِي حرم ٱلل إِلا ب ِٱلح ِق ومن قتِل مظل ۡ ۡ ََ َ َ َُ َۡۡ ُ ان َم ٗ نص ١١ ورا َج َعل َنا ل َِول ِيِهِۦ ُسل َطَٰ ٗنا فلا ي ُ ۡس ِرف ف ِي ٱلقت ِلٖۖ إِنهۥ ك
Artinya; “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan sesuatu (alasan) yang benar.... (QS. Al-Isra’ ; 33).”81 Para ulama’ kelompok ini mengatakan bahwa kematian ibu
masih diragukan, sedangkan keberadaan janin merupakan suatu yang pasti dan yakin. Karena itu, sesuai dengan kaidah ilmu fiqh, “sesuatu yang yakin tidak boleh dihilangkan dengan sesuatu yang masih ragu”. Itu artinya tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiupkan ruh, yang merupakan sesuatu yang pasti, hanya karena khawatir dengan kematian ibunya yang merupkan suatu yang masih diragukan. Selain itu, mereka juga memberikan contoh bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan. Jadi, pengguguran kandungan setelah ditiupkan ruh (selama 4 bulan kehamilan), hukumnya adalah haram, karena perbuatan tersebut merupakan kejahatan terhadap nyawa. Menurut Yusuf Qardhawi yang menukil dari Ibnu Hazm dalam kitab al-Muhalla-nya tindakan ini dianggap sebagai tindakan 80 81
Ibid., hal. 410. Depag RI., op. cit., hal. 158.
43
kejahatan pembunuhan dengan sengaja yang mewajibkan pelakunya menanggung segala resiko, seperti hukum qishas, dan lain sebagainya.82 b. Mubah Sebagian
ulama’
memperbolehkan
menggugurkan
janin
walaupun sudah ditiupkan ruh kepadanya, jika hal itu merupakan satusatunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Dalam pandangan mereka, menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir. Prediksi tentang keselamatan ibu dan janin ini bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak keberadaanya.83 Dari seluruh uraian tersebut, maka bisa diambil kesimpulan, para ulama’ sepakat bahwa abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan dengan setelah ditiupkan ruh kedalam janin tanpa suatu alasan syar’i, maka hukumnya adalah haram dan termasuk kategori membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah swt. Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama’ adalah abortus provocatus therapeuticum, yaitu
82 83
Abdul Syukur, op. cit., hal. 411. Ibid., hal. 412.
44
aborsi yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan ruh didalamnya.84 B. Aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 1.
Aborsi Ditinjau dari Hukum Bila ditinjau dari kesepakatan dan komitmen internasional dan hukum nasional, Indonesia termasuk diantara negara-negara yang memperbolehkan aborsi hanya untuk menyelamatkan ibu. Ada tiga undang-undang yang berkaitan dengan masalah aborsi yang masih berlaku hingga sekarang, yaitu undang-undang no. 1 tahun 1946 tentang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), undang-undang no. 7 tahun 1984 tentang retifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.85 Perkembangan hukum di Indonesia yang semula berangkat dari pelanggaran aborsi dengan alasan apapun dalam KUHP, telah menimbulkan masalah karena terjadinya banyak praktek aborsi yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih yang berakibat kematian ibu dan kesakitan ibu. Di dalam KUHP terdapat empat pasal tentang aborsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana atau kejahatan diatur dalam pasal 299, 346, 347 dan 348 dengan uraian sebagai berikut;
84
Ahsin W. Al-Hafidz, Fiqh Kesehatan, Jakarta : Sinar Graffika Offset, 2010, hal.
85
Arjatmo, op. cit., hal. 59.
155.
45
a. Pasal 299 KUHP diatur untuk menjaring orang-orang yang ‘mengobati’
perempuan
atau
melakukan
sesuatu
terhadap
perempuan dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa oleh karena perbuatan itu dapat terjadi pengguguran kandungan. Jika seseorang melakukan pengguguran kandungan dengan mengharapkan keuntungan, dan bila dilakukan kejahatan dalam jabatannya, maka ia bisa dipecat.86 b. Pasal 346 KUHP mengatur pidana 4 tahun dapat dikenakan kepada perempuan yang mencari pertolongan aborsi.87 c. Pasal 347 KUHP mengatur pidana dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja menyebabkan gugur kandungan tanpa seijin perempuan tersebut. Dan bila perempuan tersebut meninggal dunia, maka hukumannya akan lebih berat lagi (maksimal 12 tahun). d. Pasal 348 KUHP mengatur pihak-pihak yang dapat terkena sanksi pidana maksimal 5-6 tahun, bila melakukan pengguguran kandungan dengan seijin perempuan tersebut. Tambahan hukuman dikenakan bila pengguguran kandungan tersebut menyebabkan kematian perempuan tersebut.88 Sebagai upaya untuk mengatasi masalah aborsi yang tidak aman, kemudian terjadi perubahan hukum sejak diberlakukannya undang86 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP & KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta : PT. Raja Graffindo Persada, 2011, hal. 181. 87 Ibid., hal. 212. 88 R. Soenarto, loc. cit.
46
undang kesehatan no. 23 tahun 1992 yang memperluas pengertian kesehatan (pasal 1). Undang-undang ini yang diantaranya mengatur (pasal 15) bahwa dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi). Yaitu dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.89 Tindakan medis tertentu itupun juga disertai dengan prosedur khususnya yang di atur dalam ayat 2 pasal ini, seperti indikasi medis, oleh tenaga kesehatan, dengan persetujuan ibu hamil dan sarana kesehatan tertentu. Namun pelayanan aborsi yang aman sering disalah artikan karena ketidak jelasan yang ada pada pasal ini. Misalnya, ‘keadaan darurat’ tidak harus diartikan bahwa tindakan harus segera dilakukan tanpa menunggu waktu konseling. Undang-undang ini juga tidak menggunakan istilah ‘aborsi’ tapi ‘tindakan medis tertentu’ dan didalam penjelasannya menggunakan istilah ‘pengguguran kandungan’. Undang-undang ini memberikan sanksi hukuman pidana yang lebih berat terhadap pelaku aborsi (maksimal 15 tahun penjara dan denda sebesar 500 juta rupiah).90 2.
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Pasal 31 Dalam PP. Nomor 61 tahun 2014 bab IV tentang Indikasi Kedaruratan Medis dan Perkosaan sebagai Pengecualian atas Larangan Aborsi, pasal 31 mengatur tentang;
89
Arjatmo, op. cit., hal. 61. Ibid., hal. 62.
90
47
1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:91 a. Indikasi kedaruratan medis; atau b. Kehamilan akibat perkosaan. 2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.92 Dengan demikian, aborsi dapat dilakukan ketika terjadi indikasi medis yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan atau kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan, dan semua itu dilakukan sesuai dengan standar yang dilakukan oleh tim kelayakan medis yakni tenaga kesehatan, dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan aborsi sesuai standar dan disertai dengan surat keterangan kelayakan aborsi. 3.
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Pasal 34 Pada pasal 34 tentang Indikasi Perkosaan, mengatur;93 1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa
91
Muna, op. cit., hal. 21. Ibid., hal. 22. 93 Ibid., hal, 23. 92
48
adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksut pada ayat (1) dibuktikan dengan: a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan b. Keterangan penyidik, psikolog, dan atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.94 Dalam penyelenggaraan aborsi sesuai dengan pasal 31 dan 34, tindakan aborsi berdasarkan kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling, yaitu pra konseling dan pasca konseling guna menjajaki kebutuhan yang ingin melakukan aborsi, menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasi, dan membantu mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi aborsi.95 Pelaksanaan aborsi dilakukan oleh dokter yang memenuhi standar dan fasilitas yang memenuhi syarat yang sudah ditetapakan oleh menteri. Pelaksanaan aborsi harus sesuai atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan.96
94
Muna, loc. cit. Ibid., hal. 25 96 Ibid., hal. 26. 95
BAB IV ANALISIS HUKUM ABORSI A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Aborsi antara Hukum Islam dan PP. No. 61 Tahun 2014 1. Persamaan Hukum Aborsi Pada dasarnya hukum aborsi baik dalam undang-undang maupun dalam pandangan agama islam sama-sama diharamkan secara mutlak sebagaimana yang tercantum dalam KUHP pasal 299, 346, 347, dan 348 dan alqur’an surat An-Nisa’ ayat 93. Akan tetapi dengan adanya permasalahan yang selalu berkembang dimasyarakat, aborsi yang semula secara mutlak dilarang, kini diperbolehkan oleh undang-undang maupun agama islam bagi seorang perempuan hamil dalam keadaan darurat medis dan korban pemerkosaan asalkan tujuannya baik yaitu menyelamatkan jiwa dan menjaga kesehatan si ibu. Maka batasan akan indikasi medis atau kesehatanpun diberikan. Seperti dalam kaidah fiqih :
ْ اَلض َُّر ْورةَُت ُ ِب ْي ُح َت َِ ض ْورا ُ َالم ْح “keadaan
darurat
membolehkan
hal-hal
yang
dilarang
(diharamkan)”.97 Para ulama’ sepakat bahwa abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan dengan setelah ditiupkan ruh 97
A. Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta : Kencana, 2011, hal. 9.
49
50
kedalam janin tanpa suatu alasan syar’i, maka hukumnya adalah haram dan termasuk kategori membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT. Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama’ adalah abortus provocatus therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan ruh didalamnya. 2. Perbedaan Hukum Aborsi No 1
Aspek Kesehatan
PP. No 61 Tahun 2014
Hukum Islam
Melindungi masa depan Melindungi
kehidupan
korban perkosaan, karena manusia yang mempunyai dapat
mengakibatkan hak untuk hidup, karena
trauma psikologis seperti : berkaitan
dengan
proses
kejiwaan, rasa malu, takut, kehidupan
satu
dengan
merasa
bersalah,
ingin proses kehidupan yang lain.
bunuh diri. Dengan adanya Manusia peraturan aborsi
mendapatkan
dibolehkan kehidupannya sesaat setelah
perkosaan
mengurangi
dapat sel telur bertemu dengan angka sperma (proses ini disebut
kematian akibat tindakan konsepsi atau pembuahan). yang
dilakukan
cara tidak aman.
dengan Hasil
pembuahan
(disebut
sel)
memiliki
ini
langsung karakteristik
tersendiri yang merupakan hasil dari perpaduan genetik orang tuanya, seperti warna bola
mata
janin,
warna
rambut dan kulit, roman muka dan bentuk tubuh janin,
bahkan
penyakit-
51
penyakit
turunan
seperti
diabetes menurun padanya di tahap lanjut kehidupan. Setelah
pembuahan,
perkembangan janin terjadi sangat cepat. Dalam waktu 4
minggu,
punggung syaraf
otak, dan
telah
tulang susunan
terbentuk.
Jantung janin pun telah berdetak. 2
Hukum
Aborsi dilarang, yang
dasarnya Semua ulama’ fiqih sepakat
pada
sebagaimana bahwa pengguguran janin
tercantum
dalam mutlak diharamkan setelah
KUHP pasal 299, 346, 347 janin ditiupkan ruh. Karena dan 348 yang dikategrikan perbuatan
ini
sebagai
yang
meng-
nyawa
secara
tindak
pidana tindakan
ataupun kejahatan. Namun hilangkan
termasuk
aborsi akibat perkosaan sengaja. Akan tetapi ada dan
medis beberapa
kedaruratan
menjadi
pengecualian membolehkan
larangan aborsi. 3
Waktu
Dilakukan
Pengguguran
janin
yang sebelum
janin yang ditiupkan ruh.
paling
berusia
dihitung
ulama’
40
sejak
lama Sebagian
yang
hari memperbolehkan hari melakukan
pertama haid terakhir.
ulama’
pengguguran
janin adalah sebelum janin berusia 4 bulan, karena selama itu masih berbentuk nuthfah.
4
Dampak
Dikhawatirkan
tindakan Melakukan
perbuatan
52
aborsi semakin menjamur penganiayaan terhadap jiwa terutama remaja
dikalangan manusia yang
banyak
yang
dapat
semakin membunuh dan melanggar melakukan norma agama.
hubungan seks bebas. Bisa juga dimanfaatkan untuk sengaja janin
menggugurkan dalam
kandungan
karena tidak dikehendaki. 5
Sanksi
Hukuman pidana 4 tahun Diyat (tebusan) sebesar satu bagi
yang
pertolongan
mencari ghurrah aborsi,
5 laki-lak
(seorang
budak
atau
budak
sampai 6 tahun bagi pihak- perempuan) yang nilainya pihak
yang
pengguguran
melakukan seperti 100 ekor unta. kandungan
dengan seijin perempuan tersebut. 6
Alasan
Memberikan
hak Islam sangat menjunjung
kesehatan bagi perempuan, tinggi
dan
terlebih perempuan korban kehidupan perkosaan kerap menerima manusia. beban
ganda,
menghargai setiap
Pada
ruh
dasarnya
yakni hukum melakukan aborsi
sebagai korban pelecehan adalah haram sekalipun itu seksual
dan
menghidupi
anak
harus korban perkosaan kecuali yang dalam keadaan darurat yang
dilahirkan dengan berbagai dapat mengancam ibu dan cercaan dari masyarakat. atau Ia
harus
beban
janin,
aborsi
menanggung diperbolehkan berdasarkan
ekonomi
dan pertimbangan medis
dari
psikologis. Selain itu, ibu tim dokter ahli. Hal ini
53
yang
hamil
karena dikarenakan
nyawa
ibu
perkosaan itu membenci lebih di utamakan karena anak yang dikandungnya ibu adalah sumber asal janin karena
kehamilan
yang dan ibu telah lebih dulu
tidak diinginkan. Padahal hidup secara pasti. Dengan anak
yang
dikandung demikian, ibu memiliki hak
harus dijaga dan dirawat dan dengan
penuh
kewajiban
dalam
kasih hidupnya maka ia tidak
sayang.
boleh
dikorbankan
demi
janin yang belum tentu pasti.
B. Implementasi Hukum Aborsi antara Hukum Islam dan PP. No. 61 Tahun 2014 Salah satu wacana aktual yang berkaitan dengan reproduksi perempuan
adalah
masalah
aborsi.
Persoalan
ini
sudah
sangat
memprihatinkan, tidak hanya sebatas persoalan individu tapi sudah menjadi persoalan sosial, bahkan sudah meresahkan masyarakat. Betapa tidak, hampir setiap hari berbagai media
menyuguhkan berita-berita yang sangat
menyedihkan, mulai dari adanya dukun-dukun praktek atau dokter yang membuka jasa aborsi secara ilegal, penemuan serpihan-serpihan tubuh janin di tempat sampah yang dibungkus dengan kantong-kantong plastik, sampai pada penemuan bayi dipinggir jalan ataupun di sungai-sungai tanpa diketahui siapa yang melahirkannya.
54
Kenyataan bahwa kasus aborsi telah banyak terjadi bukanlah sekedar isu atau wacana belaka. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendartini di beberapa wilayah indonesia menunjukkan bahwa telah terjadi tindak aborsi dengan berbagai cara, seperti tindakan sendiri, bantuan dukun, akupuntur, melalui orang pintar, tindakan bidan, dilakukan oleh dokter umum, dan dengan bantuan dokter ahli kandungan. Fakta-fakta aborsi tersebut telah membuka mata kita bahwa yang banyak terjadi adalah tindak aborsi tidak aman dengan berbagai alasan. Memang tidaklah mudah melakukan penelitian mengenai karena hal tersebut mengenai harga diri, kehormatan keluarga, pelanggaran norma susila, dan sebagainya.98 Pengguguran kandungan yang masih menjadi kontoversi dari zaman dahulu sampai sekarang baik dalam kalangan umum, medis, ahli hukum maupun agamawan tentang kejelasan hukumnya dalam Islam, tindakan aborsi juga berkaitan dengan kode etik seorang dokter. Sebagaimana yang tercantum dalam pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia, pasal 7d dituliskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.”99 Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa segala perbuatan seorang dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaannya.
98
Muna, op. cit., hal. XIV. As’ad Sungguh, Kode Etik Profesi Tentang Kesehatan Kedokteran, Psikologi, Kebidanan, Keperawatan, Apoteker, dan Rumah Sakit, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, hal. 27. 99
55
Dengan sendirinya ia harus mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan apa yang menimpa sekarang ini, terkadang dokter terpaksa harus melakukan operasi atau cara pengobatan tertentu yang membahayakan. Allah menciptakan seseorang yang pada suatu waktu akan menemui ajalnya. Tidak seorang dokterpun, sebetapa pintarnya tidak akan bisa mencegahnya. Naluri terkuat pada setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan hidupnya. Untuk itu, manusia diberi akal, kemapuan berpikir dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua usaha tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa baik menurut agama, undang-undang negara, maupun kode etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan; a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus) b. Mengakhiri hidup seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi.100 Ulama’ fiqh dalam menentukan upaya implikasi hukum dari aborsi ini, melakukan ijtihad untuk menyimpulkan hukum dari ajaran yang universal dalam kitab suci al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran agama Islam. AlQur’an sangat menghargai kehidupan dan pemeliharaannya. Ketegasan ini
100
Ibid., hal. 27.
56
dilihat dalam surat an-Nisa’ ayat 93 yang menyatakan bahwa pembunuhan tidak sah atas seorang muslim akan mendapatkan imbalan bukan saja di dunia, akan tetapi juga di akhirat nanti.101 Para ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan hukum yang sesuai, perbedaan pendapat ini terkonsentrasi pada janin yang ada dalam kandungan. Meski terjadi beberapa pandangan, akan tetapi dikalangan para ulama’ telah menciptakan suatu kesepakatan, bahwa setelah ditiupkan ruh ke dalam janin, dan kemudian digugurkan inilah yang disebut dengan aborsi, dan aborsi adalah suatu perbuatan yang terkutuk karena pembunuhan yang disengaja. Dengan mengacu berbagai literatur-literatur buku, jurnal maupun media cetak yang lainnya dan mengacu pada kesepakatan ulama’ serta undang-undang yang semakin berkembang sesuai dengan persoalan-persoalan yang terjadi yaitu berupa Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 penulis mengambil kesimpulan bahwa aborsi yang hukum asalnya diharamkan dalam Islam, hal ini diperbolehkan berdasarkan indikasi medis seperti penyakit yang mematikan ataupun cacat bawaan yang tidak memungkinkan janin dapat hidup diluar janin dan diperbolehkan bagi kehamilan akibat perkosaan dengan ketentuan dan pertimbangan jika memang tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan jiwa selain melakukan aborsi dan harus disertai dengan fasilitas, tenaga pelayanan kesehatan yang benar-benar berpengalaman dalam bidangnya dan disertai persetujuan dari yang bersangkutan setelah mendapatkan informasi yang jelas tentang 101
Arjatmo, op. cit., hal. XX.
57
bagaimana aborsi baik dari pelaksanaannya sampai dengan efek samping ataupun resiko setelah menjalani aborsi.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Dalam pandangan islam secara khusus hukum aborsi tidak disebutkan dalam al-Qur’an maupun hadist, tetapi ada ayat yang berkaitan tentang aborsi yaitu dalam surat QS. An-Nisa’ ayat 93 menyebutkan tentang larangan membunuh jiwa seseorang tanpa hak. Ulama’ fiqh berbeda pendapat tentang hukum aborsi, namun sudah ada kesepakatan jika aborsi dilakukan setelah ditiupnya ruh sesudah kehamilan berusia 120 hari adalah haram, kecuali dalam keadaan tertentu yang dibenarkan menurut syara’ diantaranya karena alasan medis guna menyelamatkan hidup ibu. Adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama’ maupun masyarakat pada umumnya disebabkan inti atau substansi perbedaan pendapat tentang aborsi karena berbeda sudut pandang dalam melihat sejak kapan dimulainya suatu kehidupan manusia tentang pemberian ruh pada janin, meyakini bahwa proses kehidupan dimulai dengan proses pemberian ruh yang menunjukkan janin memiliki jiwa manusia dan dinyatakan memiliki gerakan yang berkemauan atau berkehendak sebagai indikasi bahwa janin tersebut telah memiliki ruh. Sebagian pengikut madzhab syafi’i menentukan tentang pemberian ruh pada janin usia 42 malam di dasarkan pada hadist nabi “ jika nutfah melewati 42 malam, maka Allah mengutus malaikat untuk membentuk
58
59
rupa, pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulangnya. (HR. Muslim). Menurut imam maliki dan sebagian besar ulama’ lainnya memperbolehkan aborsi secara mutlak sebelum kehamilan usia 120 hari. 2.
Pada awalnya KUHP tidak memperbolehkan aborsi, karena terjadinya praktik aborsi yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih yang berakibat kematian ibu. Aborsi menururt KUHP dikategorikan sebagai tindak pidana yang di atur dalam pasal 299, 346, 347, dan 348. Dalam upaya menangani aborsi tidak aman akhirnya terjadi perubahan hukum sejak diberlakukannya undang-undang kesehatan nomr 23 tahun 1992 yang memperluas pengertian kesehatan pada pasal 1 dan pasal 15 bahwa dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis dalam keadaan darurat sebagai upaya tindakan penyelamatan jiwa. Tindakan medis tertentu dalam pasal tersebut juga disertai dengan prosedur khusus yang di atur dalam ayat 2 pasal 15, seperti indikasi medis oleh tenaga kesehatan dengan persetujuan ibu hamil dan sarana kesehatan tertentu. Dalam PP. No. 61 tahun 2014 pada pasal 31 di atur tentang indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi. Tindakan aborsi yang dimaksud dalam PP. No. 61 tahun 2014 pasal 31 ayat 1 huruf b aborsi hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir dengan ketentuan yang terdapat dalam PP. No. 61 tahun 2014 pasal 34 ayat 2 dijelaskan akibat pemerkosaan harus dibuktikan dengan ;
60
a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter. b. keterangan penyidik, psikolog, dan atau ahli lain mengenai adanya dengan perkosaan. Dengan demikian aborsi dapat dilakukan ketika terjadi indikasi medis yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan atau kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi hidup diluar kandungan. Juga dalam aborsi yang dilakukan kehamilan akibat perkosaan dengan persyaratan yang terdapat dalam PP. No. 61 tahun 2014 pasal 31 ayat 2 dan pasal 34 ayat 2. Dan semua itu dilakukan sesuai dengan standar yang dilakukan oleh tim kelayakan medis yaitu tenaga kesehatan, dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan aborsi sesuai standar dan disertai dengan surat keterangan kelayakan dokter. 3.
Pada dasarnya hukum aborsi baik dalam undang-undang maupun dalam pandangan agama islam sama-sama diharamkan secara mutlak. Akan tetapi
dengan
adanya
permasalahan
yang
selalu
berkembang
dimasyarakat, aborsi yang semula secara mutlak dilarang, kini diperbolehkan oleh undang-undang maupun agama islam bagi seorang perempuan hamil dalam keadaan darurat medis dan korban pemerkosaan
61
asalkan tujuannya baik yaitu menyelamatkan jiwa dan menjaga kesehatan si ibu. Maka batasan akan indikasi medis atau kesehatanpun diberikan. Secara umum aborsi menurut Hukum Islam dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tetang Kesehatan Reproduksi memiliki persamaan ketentuan mengenai aborsi yaitu sama-sama melarang tindakan aborsi. Sedangkan perbedaan terletak pada aspek kesehatan lebih mengutamakan nyawa ibu karena seorang ibu lebih dulu dan pasti kehidupannya dibandingkan dengan janin yang berasal dari ibu, sedangkan dalam peraturan pemerintah lebih mengkhawatirkan keadaan psikologis wanita korban perkosaan yang akan merasa tertekan, mersa bersalah, malu bahkan ingin bunuh diri. Perbedaan selanjutnya terletak pada waktu pengguguran dan hukum aborsi yang masih banyak perselisihan terkait dengan proses kehidupan yang satu dengan proses kehidupan yang lain, menurut peraturan pemerintah nomor 61 tahun 2014 diperbolehkan melakukan aborsi sebelum 40 hari sedangkan dalam islam hanya diperbolehkan bagi seorang dalam keadaan darurat medis sebelum 4 bulan, namun sebagian ulama’ yang memperbolehkan, aborsi dilakukan sebelum 40 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. B. Saran-saran 1. Dengan demikian, setelah diketahui hukum resiko maupun pertimbahanpertimbangan dan ketentuan aborsi dalam islam maupun undang-undang kiranya masyarakat mampu memahami aborsi dengan sesungguhnya. Jangan menyalah gunakan hukum aborsi yang sudah dilegalkan di
62
Indonesia untuk menutupi ataupun menjadikan solusi dari pergaulan bebas maupun kehamilan yang tidak dipertanggung jawabkan. 2. Dari pengetahuan yang telah kita ketahui tentang bahaya, resiko aborsi dan hukuman bagi pelakunya, kita dapat mengambil pelajaran agar lebih bisa menjaga diri dalam berteman dengan orang-orang maupun lingkungan sekitar dan lebih bisa mengatur lagi perencaan pemeliharaan anak demi kebaikan diri kita sendiri baik sekarang maupun dimasa yang mendatang. 3. Dokter harus mentaati sumpah jabatan dan kode etik profesi dokter, aborsi tidak diperbolehkan kecuali dengan dua alasan yang tercantum dalam undang-undang pasal 31 ayat 1. Pemerintah juga harus benar-benar memberikan ketegasan berupa sanksi ataupun ketentuan- ketentuan dssalam melakukan proses aborsi. Oleh karena itu, Indonesia yang diperlukan sebenarnya bukan undangundang yang membolehkan pengguguran kandungan, tetapi peraturan perundang-undangan yang mengatur tata laksana pengguguran yang berindikasi kesehatan itu. sebab pengguguran kandungan yang dilakukan atas indikasi kesehatan dan demi menyelamatkan jiwa si ibu sudah disepakati boleh dilakukan. C. Penutup Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swtyang telah melimpahkan
rahmat-Nya
kepada
penulis
sehingga
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.
penulis
dapat
63
Penulis menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki sangatlah terbatas, maka dalam penyajian masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan. Semoga skripsi ini nantinya bermanfaat, baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman pada umumnya. Akhirnya penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan harapan mudah-mudahan akan mendapatkan hidayah dan taufiq-Nya. Semoga ampunan-Nya selalu terlimpah kepada hamba-hambaNya yang mau minta pengampunan. Karena penulis yakin, hidayah dan maghfiroh Allah tidak akan berkurang untuk menebus seluruh dosa manusia.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam Dalam Wawasan Fikih, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006. Al-Baghdadi, Abdurrahman, Emansipasi, Adakah dalam Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1998. Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, Aborsi dalam Perspektif Fiqih Kontemporer, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002,
Bartini, Istri, Buku Pintar : Panduan dan Tips Hamil Sehat, Yogyakarta : Nuha Medika, 2012. Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Dana Karya : Surabaya, 2008. Dzajuli, H. A., Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta : Kencana, 2011. Imam, Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din Jilid II, Dar al-Hadist, 2004. Imran, Abd. Rahman, Islam dan KB, Jakarta : Lentera, 1997. Irianto, Koes, Biologi Reproduksi, Jakarta : Cv. Alfabeta, 2014 Junaidi, Iskandar, Kehamilan Sehat dan Mengatur Jenis Kelamin Anak, Yogyakarta : Cv. Andi Offset, 2011. K. Westheiner, Ruth, Amos Grunebaum, Mengkreasi Kehamilan dan Menjaga Kasih sayang bersama Dr. Ruth, Jakarta : PT. Raja Graffindo, 2002. Majelis Ulama’ Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta : Erlangga, 2011. Mushtofa Masyhur, Syaih, Fiqh Dakwah Jilid 2, Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2000.
Nawawi, Hadani, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1995. Tim Penyusun Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Yokyakarta : Pustaka Mahardika, 2014. Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II, Jakarta : Gema Insani Perss, 1995. Rajab, Khairunnas, Psikologi Agama, Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2010. Sahal Mahfud, Ahmad, Mustofa Bisri, Persepakatan Ulama’ dalam Hukum Islam Eksiklopedi Ijma’, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2003. Siregar, Syofian, M.M., Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2014. Soerodibroto, R. Soenarto, KUHP & KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta : PT. Raja Graffindo Persada, 2011. Sutrisno, Hadi, Metodologi Resech I, Yogyakarta : Fak Psikologi UGM, 1987. Syukur al-Azizi, Abdul, Buku Lengkap Fiqh Wanita, Yogyakarta : Diva Perss, 2015. Tim Penyusun Kamus Pusat Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2007. Ulfah Anshar, Maria, Fiqih Aborsi, Jakarta : Kompas, 2006. W. Al-Hafidz Ahsin, Fiqh Kesehatan, Jakarta : Amzah, 2010. W. Al-Hafidz Ahsin, M.A., Kamus Fiqh, Jakarta : Amzah, 2013.