HUBUNGAN PENGETAHUAN KEHUTANAN DENGAN PRAKTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA LEUWIBATU KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR
NADYA SUSETYA NINGTYAS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Nadya Susetya Ningtyas NIM E14090071
ABSTRAK NADYA SUSETYA NINGTYAS. Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YULIUS HERO. Pengetahuan petani dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting untuk menciptakan hutan rakyat yang lestari. Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan antara pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin serta memberikan solusi yang tepat untuk permasalahan yang ada di desa tersebut. Penentuan responden dilakukan dengan metode Purpossive sampling terhadap 30 orang. Pengelolaan hutan rakyat yang diamati mulai dari pengadaan benih, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengujian validasi, reliabilitas, dan dianalisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada dua kegiatan yang berkorelasi dengan tingkat pengetahuan, yaitu penentuan jarak tanam dan kegiatan penyulaman dengan nilai korelasi berturut-turut 0.616 dan 0.611 sedangkan kegiatan lainnya tidak berkorelasi dengan tingkat pengetahuan. Oleh sebab itu, kegiatan penyuluhan dan pendampingan perlu ditingkatkan sebagai salah satu solusi implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat. Kata kunci: pengelolaan hutan rakyat, pengetahuan, petani
ABSTRACT NADYA SUSETYA NINGTYAS. The Relationship between Forestry Knowledge and Practice of Community Forest Management in the Leuwibatu Village, Rumpin Subdistrict, Bogor District. Supervised by YULIUS HERO. Farmer’s knowledge in the management of community forests is very important to create a sustainability of community forest. This study aims to prove the relationship between knowledge and practice of community forest management in the Leuwibatu Village Rumpin Subdistrict and to provide the appropriate solution to the problems in that location. Determination of the respondents was conducted with purposive sampling method consisting 30 people. Community forests management observed was started from the seed procurement, land preparation, cultivation, and maintenance. Data processing was done by testing validation, reliability, and analysis by using the Spearman rank correlation test. The results showed that there are only two activities that correlate with the level of knowledge, those are the determination of plant spacing and replanting activities with correlation values of 0.616 and 0.611 respectively, while other activities are not correlated with the level of knowledge. Therefore, extension activities and assistance is needed to be increased as a solution to the implementation of forestry knowledge in community forest management. Keywords: community forest management, farmer, knowledge
HUBUNGAN PENGETAHUAN KEHUTANAN DENGAN PRAKTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI DESA LEUWIBATU KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR
NADYA SUSETYA NINGTYAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor : Nadya Susetya Ningtyas Nama : £14090071 NIM
Disetujui oleh
Dr Ir Yulius Hero, MSc
Pcmbimbing
Tanggal Lulus:
r~
6 DEC 2013
Judul Skripsi : Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Nama : Nadya Susetya Ningtyas NIM : E14090071
Disetujui oleh
Dr Ir Yulius Hero, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2013 di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Jawa Barat. Melalui skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Yulius Hero, MSc selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk Dr Erianto Indra Putra, MSi sebagai penguji ujian komprehensif dan Dra Sri Rahaju, MSi sebagai ketua sidang yang telah banyak memberikan saran selama ujian komprehensif. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Demus Silaen (BP3K Wilayah Leuwiliang), Bapak Odjim, Bapak Nurjen dan seluruh anggota Kelompok Tani Barokah Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, yang telah membantu dalam pengumpulan data. Penulis juga menyampaikan terima kasih untuk Mama, Papa serta seluruh Keluarga, seluruh Staf Departemen Manajemen Hutan dan Rekan-Rekan Mahasiswa Departemen Manajemen Hutan 46 Fakultas Kehutanan IPB serta pihak-pihak lain atas dukungan dan doa yang diberikan. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi praktisi, akademisi, dan masyarakat luas.
Bogor, Desember 2013 Nadya Susetya Ningtyas
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE PENELITIAN
3
Kerangka Pemikiran
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Metode Pengumpulan Data
4
Pengolahan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Wilyah Penelitian
8
Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu
9
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
11
Uji Validitas dan Reliabilitas
13
Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat
14
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach Interval koefisien dan hubungan korelasi Validasi pertanyaan Korelasi antara kegiatan penyiapan lahan dengan tingkat pengetahuan Korelasi antara kegiatan penanaman dengan tingkat pengetahuan Korelasi antara kegiatan pemeliharaan dengan tingkat pengetahuan Penerapan kegiatan pengelolaan hutan rakyat
6 7 14 16 18 19 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kerangka pikir penelitian Peta Desa Leuwibatu Sebaran responden berdasarkan umur Karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik berdasarkan pekerjaan Karakteristik petani berdasarkan pengalaman usaha tani Karakteristik petani berdasarkan luasan lahan Persemaian sengon Pengaturan jarak tanam Kegiatan penyiraman Sengon terserang hama
3 8 11 12 12 13 13 15 17 22 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Validitas kuesoner Reliabilitas kuesioner Korelasi pengelolaan hutan dengan tingkat pengetahuan Foto dokumentasi
26 28 28 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui dan diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir yang menjadi dasar manusia dalam bersikap dan bertindak. Pengetahuan juga mempunyai arti segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal dan merupakan kumpulan pengalaman dalam kurun waktu yang lama (Depdikbud 1999). Pada bidang kehutanan, pengetahuan tentang budidaya pohon juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan kehutanan. Pengetahuan budidaya pohon ini diperoleh dari keluarga (turun temurun) dan tetangga sekitar (Hardjanto et al. 2011). Pengetahuan petani dalam pengelolaan hutan rakyat sangatlah penting karena dengan adanya pengetahuan, petani dapat melakukan cara-cara terbaik dalam mengelola hutan rakyat. Selain itu petani juga dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, seperti terserangnya hama penyakit hutan yang kini sedang mewabah. Dengan diterapkannya pengetahuan dalam mengelola hutan rakyat diharapkan tercipta hutan rakyat yang lestari sehingga dapat menghasilkan produksi kayu yang meningkat dan menyejahterakan masyarakat sekitar hutan. Seperti pada tahun 2011, produktivitas kayu sengon di Kecamatan Rumpin dapat mencapai 20 m3/ha (Distanhut 2011). Sedangkan pada tahun 2012 berproduksi sebesar 587.92 m3 dari luasan 305.69 ha (Distanhut 2012). Pengelolaan hutan rakyat saat ini masih bersifat tabungan yang dapat dimanfaatkan pada saat ada kebutuhan atau biasa disebut “tebang butuh” (Suharjito 2000). Sesuai dengan sifat usaha hutan rakyat tersebut, maka belum dapat diketahui usaha tani hutan rakyat dilakukan dengan menggunakan budidaya tanaman kehutanan atau tidak. Sedangkan penerapan pengetahuan kehutanan sangatlah penting dalam praktik pengelolaan hutan rakyat karena jangka waktu usaha hutan rakyat yang relatif lama. Jangka waktu panen hutan rakyat yang sudah laku dijual paling cepat adalah tiga tahun. Selain itu, penerapan pengetahuan budidaya tanaman kehutanan dapat pula meningkatkan produksi hasil hutan. Oleh karena itu, perlu penelitian hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Saat ini telah banyak penelitian mengenai pengetahuan petani dalam pengelolaan hutan rakyat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Asiah (2009), Apriyanto (2011), dan Wiharja (2011). Namun penelitian-penelitian tersebut hanya menjelaskan tentang pengetahuan yang diterapkan pada pengelolaan hutan rakyat, belum ada penelitian yang menjelaskan mengenai hubungan antara pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Oleh karena itu, penelitian ini akan membuktikan ada tidaknya hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu serta memberikan solusi implementasi yang berguna untuk pembangunan kehutanan.
2 Perumusan Masalah Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hutan rakyat masih bersifat tabungan yang dapat dimanfaatkan pada saat ada kebutuhan. Seperti yang diungkapkan Suharjito (2000) kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruangruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah, lahan-lahan marjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur (Suharjito 2000). Oleh karena itu, perlu diketahui usahatani pengelolaan hutan rakyat dilakukan dengan menggunakan pengetahuan budidaya tanaman kehutanan atau tidak. Penerapan pengetahuan kehutanan sangat penting dalam praktik pengelolaan hutan rakyat karena jangka waktu usaha hutan rakyat relatif lama. Jangka waktu pengelolaan hutan rakyat mulai dari pengadaan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan membutuhkan pengelolaan yang intensif. Sehingga petani dituntut memiliki keterampilan dan pengetahuan didalam mengelola hutan. Oleh karena itu perlu penelitian tentang hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. 2. Memberikan solusi implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat. Manfaat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat yang bersifat membangun bagi: 1. Pemerintah (policy maker), diharapkan dapat menjadi salah satu solusi implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat. 2. Pembaca (reader), diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bisa menjadi referensi, pedoman, literatur, dan inspirasi untuk melakukan penelitian berikutnya yang lebih lengkap.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah hanya dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
3
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha karena pengetahuan merupakan dasar dari suatu ilmu yang dapat diterapkan secara langsung. Dalam suatu kegiatan kehutanan, penerapan pengetahuan sangat diperlukan dalam praktik pengelolaan hutan agar usaha tersebut dapat berhasil. Namun pengelolaan hutan rakyat saat ini masih bersifat tabungan yang dapat dimanfaatkan pada saat ada kebutuhan. Sesuai dengan sifat usaha hutan rakyat seperti ini, maka belum dapat diketahui usahatani pengelolaan hutan rakyat dilakukan dengan menggunakan pengetahuan budidaya tanaman kehutanan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian hubungan pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Alur kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1. Tingkat pengetahuan petani dalam melakukan pengelolaan hutan rakyat
Kognitif
Psikomotor
Afektif
Analisis hubungan pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat
Solusi implementasi pengetahuan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Barat Provinsi Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama satu bulan mulai bulan Mei sampai Juni 2013. Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan adalah kuesioner sebagai interview guide disertai alat tulis, kamera untuk dokumentasi, alat rekam untuk wawancara di lapangan, dan laptop. Bahan yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Pengolahan data menggunakan software Miscrosoft Office, Microsoft Excel, dan software SPSS (Statistical Program for Social Science) 17.0.
4 Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah petani hutan rakyat yang mengelola usahatani hutan rakyat di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah 30 petani hutan rakyat yang terdiri dari 15 responden dengan kemampuan pengetahuan tinggi dan 15 responden dengan kemampuan pengetahuan rendah. Metode Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Responden Penentuan sampel responden dilakukan secara Purpossive Sampling artinya pengambilan sampel responden ditetapkan secara sengaja sesuai kebutuhan penelitian dengan berdasarkan atas informasi atau keterangan yang mendahului yang telah diperoleh sebelumnya dengan melakukan survei kepada kepala Desa atau ketua Kelompok Tani untuk identifikasi tingkat kemampuan responden. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang berprofesi sebagai petani hutan rakyat. Responden yang dipilih berdasarkan kemampuan dalam pengetahuan, yaitu kemampuan pengetahuan tinggi dan kemampuan pengetahuan rendah. Jumlah Responden sebanyak 30 orang terdiri atas 15 responden kemampuan pengetahuan tinggi dan 15 responden kemampuan pengetahuan rendah. Jumlah responden telah mencukupi karena telah memenuhi syarat, terutama mengacu pada literatur yang menyatakan bahwa syarat minimal data menyebar normal adalah 30 responden (Singarimbun 1989). Kemampuan pengetahuan dilihat dari kemampuan terhadap ranah pendidikan kognitif, psikomotor, dan afektif. 1. Pengetahuan Kognitif yaitu tingkat pengetahuan petani dalam budidaya tanaman berkayu (pohon). Hal ini dinilai dari tingkat lulusan pendidikan, kedudukan dalam masyarakat, wawasan dalam budidaya pohon, dan lama pengalaman budidaya pohon. 2. Pengetahuan Psikomotor yaitu tingkat kecepatan bergerak atau keterampilan petani dalam budidaya pohon. Hal ini dinilai dari tingkat kecepatan dalam pekerjaan budidaya pohon, tingkat kerajinan dan keterampilan budidaya pohon, serta lama pengalaman budidaya pohon. 3. Pengetahuan Afektif yaitu tingkat keteladanan dan kemudahan dalam menerima inovasi budidaya pohon. Hal ini dinilai dari kedudukan dalam masyarakat, keteladanan masyarakat, dan kecepatan dalam menerima inovasi budidaya pohon. Pembagian ranah dalam kemampuan pengetahuan ini juga mengacu pada taksonomi Bloom yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya, yaitu Cognitive Domain (Ranah Kognitif), Affective Domain (Ranah Afektif), dan Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).
5 Pengumpulan data Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik yang disesuaikan dengan data yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu teknik wawancara dan teknik observasi. Sedangkan data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan alat bantu kuesioner terstruktur serta pengamatan langsung terhadap pengelolaan hutan rakyat sedangkan data sekunder merupakan data yang berkaitan dengan penelitian dari instansi terkait. Pilihan pertanyaan dalam kuisioner menggunakan opsi jawaban model Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi, seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial lainnya, dan bertujuan untuk mengetahui tanggapan dari responden (Sarwono 2009). Data primer terdiri dari karakteristik responden (nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan luas kepemilikan lahan) dan kegiatan pengelolaan hutan (pengadaan benih, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan). Sedangkan data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi penelitian (luas areal, letak dan keadaan fisik lingkungan) dan data umum masyarakat di lokasi penelitian (monografi desa, jumlah penduduk, struktur umur, tingkat pendidikan masyarakat dan mata pencaharian). Data sekunder dikumpulkan dari Pemerintah Daerah Kecamatan Rumpin, Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Leuwiliang, serta Kelompok Tani Barokah Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Pengolahan dan Analisis Data Kualitas data dalam penelitian yang menggunakan metode kuantitatif diukur dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Dalam penelitian kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliabel, dan obyektif. Instrumen dikatakan berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan pemakaiannya bila sudah diuji validitasnya dan reliabilitasnya. Uji Validitas Uji validitas kuesioner dilakukan setelah pengumpulan data dengan kuesioner selesai dilakukan. Pengujian validitas ini dimaksudkan untuk menentukan keabsahan dari pertanyaan yang digunakan dalam penelitian apakah sudah sesuai dengan yang akan diukur nantinya. Validasi menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Suliyanto 2005). Uji validitas dilakukan dengan cara mengukur korelasi antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor nilai total. Pengujian menggunakan bantuan alat pengolah data SPSS versi 17. Indeks validitas statistik yang diperoleh akan diuji dengan tingkat korelasinya. Apabila diperoleh hasil r hitung lebih besar dari r tabel product moment dengan α=0.05 maka butir pertanyaan yang telah dibuat yang mewakili kuesioner memiliki konsistensi antara variabel satu dengan variabel yang lain. Instrumen valid apabila nilai korelasi adalah positif dan nilai probabilitas korelasi < taraf signifikan (α) sebesar 0.05 (selang kepercayaan 95%).
6 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan setelah alat ukur dikatakan valid (sahih). Menurut Agusyana (2011), reliabilitas menunjukkan adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran. Sehingga reliabilitas merupakan analisis untuk mengetahui kekonsistensian alat ukur. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika kuesioner tersebut dapat digunakan berulang-ulang kepada kelompok yang sama dan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas menggunakan metode koefisien Alpha Cronbach pada software SPSS 17.0 (Sarwono 2006). Jika ri positif dan nilainya mendekati 1 (mempunyai alpha cronbach lebih dari 0.6) maka pengukuran yang dilakukan adalah reliabel (Tabel 1). Tabel 1 Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach Alpha Tingkat reliabilitas 0.00 – 0.20 Kurang reliabel 0.20 – 0.40 Agak reliabel 0.40 – 0.60 Cukup reliabel 0.60 – 0.80 Reliabel 0.80 – 1.00 Sangat reliabel Sumber: Sarwono (2006)
Uji Korelasi Hubungan pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat dapat diketahui dengan melakukan uji korelasi. Nilai tingkat pengetahuan petani hutan rakyat yang digunakan adalah nilai skor tingkat pengetahuan yang diperoleh dari kuesioner yang sudah ditabulasikan. Penelitian ini menggunakan korelasi Rank Spearman. Menurut Sugiyono (2009), korelasi Rank Spearman merupakan salah satu analisis yang mengasumsikan bahwa data objek penelitian terdiri dari pasangan-pasangan data, untuk pengolahan data menggunakan program SPSS versi 17. Uji Rank Spearman dilakukan untuk mengetahui nilai koefisien korelasi, sehingga dapat mengukur kekuatan (keeratan) suatu hubungan antar variabel. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal (non-parametrik) dengan rumus uji Spearman : Rs = Keterangan: Rs : koefisien Rank Spearman di : selisih peringkat X dan Y n : jumlah sampel Hasil uji korelasi dapat benilai positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif maka hubungan kedua variabel bersifat searah. Searah maksudnya mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel terikat juga besar. Jika korelasi bernilai negatif maka hubungan kedua variabel bersifat tidak searah. Tidak searah maksudnya jika variabel bebas besar maka variabel terikatnya menjadi kecil. Angka korelasi bernilai 0 s/d 1, dengan ketentuan jika
7 angka mendekati 1 maka hubungan kedua variabel semakin kuat dan jika angka korelasi mendekati 0 maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan apakah asumsi dapat diterima atau ditolak. Hal ini ditentukan dengan melihat P value. 1. Jika P value ≤ 0.05 maka tolak H0 dan terima H1 pada α = 5% 2. Jika P value > 0.05 mka terima H0 dan tolak H1 pada α = 5% Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel yang diuji. H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang diuji. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis asosiatif. Hipotesis asosiatif merupakan dugaan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih dengan terlebih dahulu menghitung koefisien kemudian dilakukan uji signifikan (Sugiyono 2009). Tingkat signifikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0.05) dan α (0.01) maka artinya hasil penelitian mempunyai tingkat kepercayaan sebesar 95% dan 99% dengan tingkat kesalahan sebesar 5% dan 1%. Hipotesisnya : H0 = Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat H1 = Terdapat hubungan antara pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat Hasil Uji : 1 = Jika angka signifikan hasil penelitan < 0.05 dan < 0.01 maka H0 ditolak, H1 diterima. Jadi terdapat hubungan antara pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. 2 = Jika angka signifikan hasil penelitan > 0.05 dan > 0.01 maka H0 diterima, H1 ditolak. Jadi tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasinya (Sugiyono 2009). Nilai koefisien berada pada selang -1 < rs ≤ 1. Besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua variabel (Tabel 2). Tabel 2 Interval koefisien dan hubungan korelasi Interval koefisien 0.00 – 0.25 0.25 – 0.50 0.50 – 0.75 0.75 – 1.00 Sumber: Sarwono (2009)
Tingkat hubungan Sangat lemah Agak lemah Kuat Sangat kuat
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilyah Penelitian Keadaan Wilayah dan Topografi Lokasi Penelitian Wilayah penelitian pada masyarakat Desa Leuwibatu secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Rumpin terletak di sebelah Barat Kota Bogor sekitar 20 km dari Ibu Kota Kabupaten Bogor (Cibinong) dengan jumlah 13 desa, 35 dusun, 392 RW, dan jumlah penduduk 125718 jiwa dengan luas wilayah 11747 ha. Keadaan topografi di wilayah Rumpin umumnya bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit dan pegunungan dengan ketinggian 100–350 mdpl dan kemiringan lahan berkisar antara 5–75% (Odjim 2013). Desa Leuwibatu (Gambar 2) merupakan salah satu Desa di Kecamatan Rumpin yang berbatasan dengan Desa Rabak dan Gobang Kecamatan Rumpin di sebelah Utara, Desa Karehkel Kecamatan Leuwiliang di sebelah Selatan, Desa Gobang dan Cidokom Kecamatan Rumpin di sebelah Timur, dan Desa Cibanteng dan Sirnaasih Kecamatan Leuwisadeng dan Cigudeg di sebelah Baratnya. Desa ini menjadi lokasi penelitian karena merupakan salah satu wilayah potensial penghasil tanaman pertanian dan kehutanan yang memiliki luasan hutan rakyat 545 ha (Odjim 2013). PETA DESA LEUWIBATU Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor
Desa Leuwibatu
2000 ft 1 Km
Legenda : = Desa Leuwibatu
Disusu oleh : Nadya Susetya Ningtyas (E14090071)
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Petanian Bogor 2013
Gambar 2 Peta Desa Leuwibatu Jenis tanah di Desa Leuwibatu adalah podsolik merah kuning 40% dan andosol 60% dengan ketinggian tempat antara 200 mdpl sampai 700 mdpl. Curah hujan rata-rata per tahun 1592.27 mm/tahun dengan rata-rata bulan basah 7 bulan dan bulan kering 5 bulan. Sedangkan pH tanah rata-rata 5.5–7 sehingga cocok sekali untuk pengembangan komoditas pertanian dan kehutanan (Silaen 2012).
9 Demografi Lokasi Penelitian Jumlah penduduk di Desa Leuwibatu pada tahun 2011 adalah 2 236 kepala keluarga, yang terdiri dari 4 599 orang laki-laki dan 4 296 orang perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikannya, terdapat 290 orang belum bersekolah, 340 tamatan SD, 421 tamatan SMP, 156 tamatan SMA, dan 80 orang yang berada di perguruan tinggi. Rata-rata penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani sebanyak 1891 orang diikuti dengan buruh (855 orang), pedagang (125 orang), jasa/guru (50 orang), dan PNS/TNI/POLRI (51 orang) (Odjim 2013). Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun 1999). Menurut Suharjito (2000), hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total hutan yang ada, karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber penghasil kayu maupun sumber pendapatan rumah tangga, disamping hasil-hasil lain seperti buah-buahan, daun, kulit kayu, biji dan sebagainya. Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Hutan rakyat di Desa Leuwibatu merupakan hutan rakyat yang telah dikelola secara turun temurun oleh masyarakat sekitar hutan, baik berupa tanah hak milik maupun tanah garapan. Masyarakat Desa Leuwibatu yang menanam tanaman kayu di tanah garapan lebih memilih jenis tanaman yang cepat tumbuh dengan daur yang cepat seperti tanaman sengon (Paraserianthes falcataria). Selain sengon, adapula tanaman kayu seperti jabon (Anthocephalus cadamba), gmelina (Gmelina arborea), mindi (Melia azedarach), duren (Durio Zibethinus), nangka (Artocarpus heterophyllus), cempedak (Artocarpus integer), duku (Lansium domesticum Corr), dan tanaman lainnya. Sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu adalah menggunakan sistem agroforestri karena masyarakat dapat lebih memaksimalkan produktivitas pada lahan yang sama. Agroforestri atau wanatani adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama. Sistem agroforestri adalah suatu teknis penanaman yang dilaksanakan dengan menggabungkan antara tanaman berkayu/tanaman hutan dengan tanaman pangan atau pakan ternak dengan menggunakan praktik-praktik pengelolaan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat (Mulyana dan Asmarahman 2010). Sebagian besar responden di Desa Leuwibatu menanam sengon (Paraserienthes falcataria) dengan tanaman sela seperti singkong, pisang, cabai, dan lainnya.
10 Sistem pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu dimulai dari pengadaan benih, pengolahan lahan, penanaman, sampai pemeliharaan. Kegiatan pengadaan benih dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dengan menyemaikan sendiri baik menggunakan benih unggul maupun lokal dan dapat juga dengan cara membeli bibit langsung ke pedagang keliling maupun kelompok tani. Namun adapula sebagian masyarakat yang mengambil benih lokal dari pohon yang sudah tua, trubusan, maupun cabutan. Setelah bibit diperoleh maka sebelum ditanam, dilakukan penyiapan lahan agar lahan siap tanam dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tindakan yang dilakukan dalam penyiapan lahan dimulai dari membersihkan lahan dari rumput ilalang, membuat lubang tanam, menetapkan jarak tanam, dan juga melakukan pemupukan pada lubang tanam sebelum dilakukan penanaman. Kebanyakan masyarakat melakukan pembersihan lahan dengan teknik land clearing. Pembuatan lubang tanam dan penetapan jarak tanam yang baik juga sudah mulai diterapkan oleh petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu, namun kegiatan pemupukan sebelum penanaman jarang dilakukan oleh petani Desa Leuwibatu karena tanah di wilayah ini tergolong subur. Pengolahan tanah atau penggarapan tanah di Desa Leuwibatu ini biasanya dilakukan oleh pemilik lahan dan adapula yang menggunakan jasa buruh tani. Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan penyiapan lahan selesai dan lahan siap tanam. Kegiatan penanaman ini dimulai dari pengangkutan bibit ke lokasi penanaman, pelepasan polibag ke lubang tanam dengan memperhatikan kedalaman tanaman dan posisi akar. Setelah bibit dimasukkan ke lubang tanam kemudian ditimbun kembali dengan tanah lalu dilakukan pemasangan ajir sebagai penanda. Kegiatan penanaman juga harus memperhatikan musim dan waktu penanaman yang baik agar tanaman dapat tumbuh baik. Kegiatan penanaman dilakukan pagi atau sore hari pada musim penghujan. Praktik kegiatan penanaman oleh petani Desa Leuwibatu tergolong baik. Kegiatan pemeliharaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu hanya dilakukan pada masa awal tanam sekitar umur 1-2 tahun pertama saja. Kegiatan pemeliharaan ini diantaranya berupa kegiatan penyiangan, pendangiran, pemangkasan cabang, dan penyulaman. Penyiangan atau pembersihan bibit dari gulma dan tanaman pengganggu dilakukan agar mengurangi persaingan dalam mengambil unsur hara dalam tanah. Bersamaan dengan penyiangan, petani biasanya juga melakukan pendangiran atau penggemburan tanah pada lokasi penanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kegiatan pemangkasan cabang dan penyulaman pada tanaman yang mati hampir selalu dilakukan oleh petani di Desa Leuwibatu karena merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang perlu dilakukan agar memperoleh hasil yang optimal. Akan tetapi ada juga kegiatan pemeliharaan yang tidak dilakukan oleh petani Desa Leuwibatu, yaitu kegiatan pemupukan setelah penanaman, penyiraman, pemberantasan hama, dan penjarangan. Petani Desa Leuwibatu tidak memberikan pupuk setelah penanaman karena bibit ditanam di daerah pegunungan yang tanahnya subur. Begitupula dengan penyiraman, petani tidak perlu melakukan penyiraman karena curah hujan di daerah ini tergolong tinggi sehingga petani mengandalkan hujan untuk menyiram tanaman mereka. Terkecuali untuk petani yang membuat persemaian sendiri, petani menyiram benih secara rutin agar benih dapat tumbuh dengan baik hingga siap tanam.
11 Kegiatan penjarangan juga tidak dilakukan karena petani Desa Leuwibatu beranggapan bahwa lebih banyak menanam akan lebih baik. Jika dilakukan penjarangan maka akan mengurangi hasil panen kecuali jika ada tanaman yang terserang hama penyakit maka perlu ditebang agar tidak menyebar ke tanaman yang lainnya. Pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan masyarakat Desa Leuwibatu bergantung pada karakteristik respondennya, yaitu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, luas kepemilikan lahan, serta lamanya pengalaman berusaha tani. Semakin tua umur petani maka akan semakin banyak pula pengalaman dalam berusaha tani. Semakin luas kepemilikan lahan maka petani juga akan memperhatikan sistem pengelolaan hutan rakyat agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Masyarakat yang pekerjaan utamanya sebagai petani tentu akan lebih fokus dalam mengelola dan memelihara hutannya. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik yang dipilih dari tiap petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani hutan rakyat, pekerjaan pokok, luas kepemilikan lahan. Total jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 responden, yang terdiri dari 15 responden kemampuan pengetahuan tinggi dan 15 responden kemampuan pengetahuan rendah. Berikut ini hasil rekapitulasi data karakteristik petani hutan rakyat. Umur Responden Sebaran umur tertinggi responden terdapat pada umur 41–50 tahun sebanyak 14 responden dengan persentase 46.67% (Gambar 3).
Persentase
60%
46.67%
40% 16.67%
20.00%
20%
13.33% 3.33%
0% 30-40
41-50
51-60
61-70
>71
Umur (tahun)
Gambar 3 Sebaran responden berdasarkan umur Pangihutan (2003) menyatakan bahwa kelompok usia digolongkan menjadi tiga kelas umur, yaitu usia muda (0–17 tahun), usia produktif (18–59 tahun) dan usia non produktif (≥60 tahun). Gambar 3 menunjukkan bahwa ratarata masyarakat di Desa Leuwibatu yang bertanggung jawab mengelola hutan rakyatnya ada pada umur produktif, yaitu sekitar 18–59 tahun. Berdasarkan hal tersebut, maka 80% responden termasuk ke dalam usia produktif dan 20% diantaranya termasuk dalam usia tua.
12 Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden di Desa Leuwibatu masih tergolong rendah karena sebanyak 53.33% responden adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) sedangkan yang dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan S1 hanya 16.67% dan sisanya tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan tidak bersekolah (Gambar 4). Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan oleh faktor biaya sekolah yang tinggi, kurangnya penyuluhan dan juga beberapa orang masih beranggapan bahwa pendidikan belum menjadi prioritas utama. Tinggi rendahnya pendidikan ini akan berpengaruh pada pengelolaan hutan rakyat. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka akan semakin baik teknik pengelolaannya. Tingkat pengetahuan ini dapat masuk kedalam ranah kognitif. 53.33%
Persentase
60% 40%
16.67%
20% 0%
10.00%
10.00% 10 .00%
Tidak Sekolah SD
SMP
SMA
PT
Tingkat Pendidikan
Gambar 4 Karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikan Pekerjaan Pokok Responden Mata pencaharian penduduk Desa Leuwibatu sebagian besar adalah petani. Dari 30 responden yang diwawancarai dapat diketahui bahwa 80% diantaranya mempunyai pekerjaan utama sebagai petani hutan rakyat. Sedangkan 20% lainnya memiliki pekerjaan utama sebagai guru dan wirausahawan sedangkan usaha tani hutan rakyatnya hanya sebagai usaha sampingan saja (Gambar 5).
Persentase
80.00% 100% 50%
20.00%
0% Petani Hutan Non Tani Rakyat Hutan Rakyat
Pekerjaan
Gambar 5 Karakteristik berdasarkan pekerjaan Pengalaman Lama Usaha Hutan Rakyat Lama usaha tani hutan rakyat berkaitan erat dengan pengalaman petani dalam mengelola hutan rakyatnya. Semakin lama usaha hutan rakyat itu berjalan maka semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan oleh petani. Gambar 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar petani Desa Leuwibatu telah menjalankan usaha hutan rakyatnya kurang dari 10 tahun dengan persentase 60%.
13 60.00%
Persentase
60% 50% 40% 30%
16.67%
20%
10.00%
10.00% 3.33%
10% 0% x≤10
10<x≤20 20<x≤30 30<x≤40
x>40
Lama usaha (tahun)
Gambar 6 Karakteristik petani berdasarkan pengalaman usaha tani Luas Kepemilikan Lahan Pengusahaan hutan rakyat oleh petani di Desa Leuwibatu rata-rata dengan luasan sekitar 0.25–1.25 Ha dengan persentase 56.67%. Luas kepemilikan lahan disajikan pada Gambar 7. Persentase
56.67% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
26.67% 6.67% 3.33%
6.67% Luas lahan (ha)
Gambar 7 Karakteristik petani berdasarkan luasan lahan Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS Statistics 17.0 dapat diketahui jumlah pertanyaan yang valid untuk seluruh kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pertanyaan yang valid dan tidak valid tertera pada Tabel 3. Uji validasi pertanyaan dinyatakan valid jika rhitung > rtabel (0.361) dan nilai probabilitas korelasi < taraf signifikan (α) sebesar 0.05 (selang kepercayaan 95%). Dari 15 pertanyaan yang diujikan, hanya ada satu pertanyaan yang tidak valid yaitu pada kegiatan penanaman karena seluruh petani Desa Leuwibatu telah menerapkan kegiatan penanaman dengan baik. Pertanyaan yang tidak valid ini tidak dapat digunakan untuk pengolahan analisis statistik selanjutnya dan harus dikeluarkan dari data analisis (Tabel 3). Sedangkan ke-14 pertanyaan lainnya dinyatakan valid karena nilai r hitung pada setiap butir pertanyaan memiliki nilai yang lebih besar daripada rtabel = 0.361, dengan nilai reliabilitas (Cronbach’s Alpha) sebesar 0.832 sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tersebut valid
14 dan sangat reliabel. Nilai validitas dan reliabilitas kuesioner tertera pada Lampiran 1 dan 2. Tabel 3 Validasi pertanyaan No Jenis kegiatan 1 Pengadaan benih 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Penyiapan lahan Jarak tanam Pemupukan sebelum tanam Musim dan waktu tanam Kegiatan penanaman Pemasangan ajir Pemupukan setelah tanam Penyiraman Penyiangan Pendangiran Pemberantasan hama Pemangkasan cabang Penyulaman Penjarangan
Nilai korelasi 0.486** 0.491** 0.383* 0.437* 0.482** 0.211 0.645** 0.767** 0.665** 0.404* 0.651** 0.746** 0.599** 0.708** 0.367*
Valid/tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 3 dapat dikatakan bahwa responden memahami sebagian besar pertanyaan yang diajukan dan dapat memberikan jawaban yang sesuai. Sedangkan nilai uji reliabilitas yang sebesar 0.832 menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan memiliki konsistensi yang baik pada setiap pengulangan pengujian untuk setiap responden yang berbeda dan dapat menunjukkan hasil yang sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat Hubungan pengetahuan kehutanan dengan praktik pengelolaan hutan rakyat dapat diketahui dengan melakukan uji korelasi data menggunakan program SPSS versi 17. Nilai tingkat pengetahuan petani hutan rakyat yang digunakan adalah nilai skor tingkat pengetahuan yang diperoleh dari kuesioner yang sudah ditabulasikan. Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan korelasi Rank Spearman yang merupakan salah satu analisis yang mengasumsikan bahwa data objek penelitian terdiri dari pasangan-pasangan data (Sugiyono 2009). Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal (nonparametrik). Variabel bebas (x) pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan. Sedangkan variabel terikat (y) adalah praktik pengelolaan hutan seperti pengadaan benih, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan.
15 Pengadaan Benih Pengadaan benih merupakan usaha yang dilakukan oleh petani hutan rakyat untuk memperoleh benih maupun bibit yang berkualitas bagus untuk memperoleh hasil yang menguntungkan baik secara ekonomis maupun ekologis. Kegiatan pengadaan benih dapat dilakukan dengan melakukan persemaian sendiri baik menggunakan benih lokal maupun benih unggul atau dapat pula membeli bibit langsung dari pedagang keliling. Namun sebagian kecil masyarakat yang tidak mampu membeli ada juga yang mendapatkan benih dengan cara cabutan dan trubusan. Kegiatan pengadaan benih ini dianalisis dengan menggunakan pengujian korelasi Rank Spearman, maka didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar 0.262 dengan nilai peluang 0.161 pada taraf nyata 95%. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, kegiatan pengadaan benih pada praktik pengelolaan hutan rakyat tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluang lebih besar dari 0.05 (terima H0 tolak H1) sehingga tidak terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Kegiatan pengadaan benih ini memiliki hubungan yang searah namun agak lemah dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.262 dan nilai peluang lebih besar daripada batas kritis α = 0.05 (0.161 > 0.05). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengadaan benih dengan tingkat pengetahuan tidak ada korelasi. Dari 30 responden yang diwawancarai, sebanyak 56.67% petani tidak menerapkan kegiatan pengadaan benih, artinya ilmu pengetahuan tidak diterapkan untuk kegiatan pengadaan benih. Hal ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan belum menjadi sesuatu yang penting dalam kegiatan pengadaan benih karena petani di Desa Leuwibatu mendapatkan bibit dengan mudah dan tanpa usaha yang keras seperti membeli di pedagang keliling, cabutan, dan trubusan. Sebagian kecil petani Desa Leuwibatu ada yang melakukan kegiatan persemaian sengon sendiri (Gambar 8). Benih yang digunakan berasal dari Pusat Litbang (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan). Benih sengon tersebut dimasukkan air panas selama satu menit kemudian direndam air dingin atau air kelapa agar lebih merangsang pertumbuhan akar. Penyemaian benih sengon ini dilakukan dengan menaburkan benih di atas loyang yang dibawahnya diberi kertas basah dan ditutup dengan kertas basah pula. Setelah menjadi kecambah keesokan harinya langsung dipindah ke polibag menggunakan pinset. Pembibitan juga dilakukan dengan cara trubusan yang berasal dari bekas tebangan. Cara ini dinilai cukup sederhana dan lebih ekonomis karena tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif. Umumnya bibit trubusan memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan bibit hasil pembibitan (Soemarsono 2009).
Gambar 8 Persemaian sengon
16 Penyiapan Lahan Penyiapan lahan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh petani hutan rakyat dalam rangka mempersiapkan lahan yang akan ditanami, agar lahan tersebut terhindar dari berbagai hama dan penyakit serta terjaminnya kesuburan tanah (Asiah 2009). Kegiatan penyiapan lahan meliputi pembersihan lahan, pembuatan lubang tanam, pengaturan jarak tanam, dan pemupukan pada lubang tanam sebelum dilakukan penanaman. Kegiatan-kegiatan tersebut dianalisis dengan menggunakan pengujian korelasi Rank Spearman, maka didapatkan hubungan antara kegiatan penyiapan lahan pada praktik pengelolaan hutan dengan tingkat pengetahuan, seperti yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Korelasi antara kegiatan penyiapan lahan dengan tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan Praktik pengelolaan Peluang (P value) hutan rakyat Koefisien korelasi Penyiapan lahan 0.350 0.058 Pengaturan jarak tanam 0.616** 0.000 Pemupukan sebelum tanam -0.166 0.382 Keterangan : ** Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.01 * Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.05
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan korelasi Rank Spearman, pada kegiatan penyiapan lahan yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengetahuan adalah pengaturan jarak tanam. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluang kurang dari 0.05 (terima H1), sehingga terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Pengaturan jarak tanam memiliki hubungan yang searah dan sangat kuat dengan tingkat korelasi sebesar 61.6% dan nilai peluang kurang dari nilai α (0.00 < 0.05) pada selang kepercayaan 99%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuannya, maka pengaturan jarak tanamnya semakin diimplementasikan dan diperhatikan oleh petani hutan rakyat. Petani yang mempunyai pengetahuan lebih tinggi akan lebih mengerti manfaat dalam menentukan jarak tanam untuk tanaman kayu sehingga hal ini dapat meningkatkan kualitas pengelolaan hutan rakyat. Pengaturan jarak tanam ini dapat berfungsi juga untuk merangsang pertumbuhan batang pohon. Selain mendapat kualitas kayu yang bagus, masyarakat juga dapat menanam tanaman tumpang sari pada sela-sela tanaman pokok. Jarak tanam yang digunakan oleh petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu yaitu berukuran (2 x 2) m; (2.5 x 3) m; (3 x 3) m; (4 x 4) m; dan (5 x 5) m. Penentuan lebar tidaknya jarak tanam tersebut tergantung kebutuhan di lapangan. Jika petani menerapkan sistem agroforestri maka penentuan jarak tanamnya semakin lebar. Namun jika petani hanya menanam tanaman kayu saja maka jarak tanamnya semakin kecil. Sementara itu, untuk penentuan jarak tanam di daerah datar dan miring sangat berbeda. Biasanya penanaman pada daerah pegunungan atau lahan miring lebih padat daripada daerah datar sehingga jarak tanamnya pun semakin kecil. Hal ini dilakukan untuk mencegah erosi. Sedangkan petani yang memiliki pengetahuan rendah tidak menerapkan jarak tanam karena petani tersebut beranggapan bahwa pengaturan jarak tanam hanya akan mengurangi jumlah bibit yang yang ditanam sehingga mereka meyakini jika lebih banyak bibit yang ditanam maka akan semakin baik. Hal ini membuktikan bahwa petani yang berpengetahuan rendah belum mementingkan kualitas kayu namun masih
17 mengutamakan kuantitatif (jumlahnya). Sedangkan petani yang memiliki pengetahuan tinggi cenderung menerapkan pengaturan jarak tanam (Gambar 9) karena telah mengetahui manfaatnya sehingga secara kognitif, psikomotor, dan afektif, pengetahuan sudah diterapkan dan berpengaruh secara signifikan di Desa Leuwibatu.
Gambar 9 Pengaturan jarak tanam Pada kegiatan penyiapan lahan (pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam) dan pemupukan sebelum tanam tidak ada yang berpengaruh dengan tingkat pengetahuan petani. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi kegiatan penyiapan lahan dengan pengetahuan petani yaitu sebesar 0.350 dengan nilai peluang lebih besar dari 0.05 (terima H0) sehingga korelasi yang terjadi bersifat searah namun agak lemah. Dilihat dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyiapan lahan dengan tingkat pengetahuan tidak ada korelasi karena masyarakat di Desa Leuwibatu selalu membersihkan lahan sebelum dilakukan penanaman, seperti membersihkan semak belukar dan rumput yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Metode pembersihan lahan yang dilakukan petani Desa Leuwibatu adalah pembersihan lahan yang dilakukan pada seluruh area (Land Clearing). Kegiatan pembersihan lahan membutuhkan waktu seminggu sampai sebulan tergantung luas lahan dan jumlah pekerjanya. Oleh karena itu, petani melakukan penyemprotan herbisida yang tujuannya untuk mempermudah dalam memberantas gulma. Kegiatan penyemprotan ini dirasa lebih mudah dan efektif bagi petani dalam kegiatan pembersihan lahan. Namun penyemprotan dengan bahan kimia ini cukup berbahaya bagi tumbuhan non-target. Meskipun sebagian besar herbisida tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Oleh sebab itu, perlu diberikannya pengarahan dan informasi mengenai teknik penyiapan lahan yang baik dan ramah lingkungan, misalnya dengan penggunaan herbisida yang dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air. Setelah kegiatan pembersihan lahan, petani membuat lubang tanam dengan ukuran (30 x 30) cm guna mempersiapkan bibit yang akan ditanam. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa 98.33% responden telah melakukan kegiatan penyiapan lahan. Hal ini membuktikan kegiatan penyiapan lahan sudah diimplementasikan oleh petani Desa Leuwibatu sehingga ilmu pengetahuan sudah diterapkan pada kegiatan penyiapan lahan. Tabel 4 diatas juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kegiatan pemupukan dengan tingkat pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai
18 korelasi sebesar -0.166 yang artinya hubungan yang terjadi antara variabel X dan Y adalah tidak searah dan sangat lemah karena koefisien korelasinya adalah 0.166 dan bernilai negatif (-). Sedangkan nilai peluang (P value) adalah 0.382, lebih besar daripada batas kritis α = 0.05 (0.382 > 0.05) pada taraf nyata 95%, yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Dari 30 responden yang diwawancara, terdapat 85% petani di Desa Leuwibatu yang tidak melakukan pemupukan sebelum penanaman, artinya ilmu pengetahuan belum diterapkan untuk kegiatan pemupukan sebelum penanaman. Hal ini disebabkan oleh biaya pemupukan yang besar sehingga petani tidak mampu membeli pupuk tersebut. Pengarahan tentang pentingnya pemupukan sebelum penanaman perlu diberikan untuk petani sebagaimana yang diungkapkan oleh Mulyana (2010) bahwa pemupukan pada lubang tanam sebelum penanaman berfungsi untuk menstabilkan struktur tanah dan memperbaiki unsur hara yang diperlukan bibit setelah ditanam. Penanaman Penanaman adalah kegiatan menanam tanaman ke lahan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan penanaman merupakan salah satu kegiatan penting dalam pengelolaan hutan rakyat sehingga diperlukan teknik yang baik dan benar dalam melakukannya. Praktik pengelolaan hutan bagian penanaman dapat dilihat dari waktu dan musim tanamnya, serta cara pemasangan ajir baik sebelum dan setelah tanam. Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan pada kegiatan penanaman maka dilakukan uji korelasi antara tingkat pengetahuan dengan penentuan musim dan waktu tanam serta pemasangan ajir, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Korelasi antara kegiatan penanaman dengan tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan Praktik pengelolaan hutan rakyat Koefisien korelasi Peluang (P value) Penentuan musim dan waktu tanam 0.358 0.520 Pemasangan ajir 0.316 0.089 Tabel 5 menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengujian, pada kegiatan penanaman pada praktik pengelolaan hutan rakyat tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluangnya lebih dari 0.05 (terima H0 tolak H1), sehingga tidak terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Penentuan musim dan waktu tanam pada kegiatan penanaman memiliki hubungan yang searah namun agak lemah dengan koefisien korelasi sebesar 0.358 dan nilai peluang lebih besar daripada batas kritis α = 0.05 (0.52 > 0.05). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel sehingga dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa penentuan musim dan waktu tanam dengan tingkat pengetahuan tidak ada korelasi. Dari 30 responden yang diwawancara, dapat diketahui sebanyak 78.33% petani sudah menerapkan waktu penanaman yang baik yaitu di pagi atau sore hari dan dilakukan pada musim penghujan. Hal ini berarti ilmu pengetahuan sudah diterapkan pada penentuan musim dan waktu tanam.
19 Kegiatan pemasangan ajir juga tidak memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluang lebih besar dari 0.05 (terima H0 tolak H1), sehingga tidak terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Koefisien korelasi yang ditunjukkan dari hasil analisis diatas adalah sebesar 0.316 yang artinya besar korelasi yang terjadi antara variabel X dan Y adalah searah namun agak lemah. Sedangkan nilai peluangnya adalah 0.089, lebih besar daripada batas kritis α = 0.05 (0.089 > 0.05), berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kegiatan pemasangan ajir dengan tingkat pengetahuan karena sebanyak 53.33% petani di Desa Leuwibatu yang telah diwawancarai tidak menerapkan pemasangan ajir pada lahannya, artinya ilmu pengetahuan belum diterapkan dalam kegiatan ini. Padahal pemasangan ajir sangat berguna untuk menandai lokasi penanaman dan juga membantu bibit agar tumbuh tegak. Namun kesadaran petani akan pemasangan ajir ini masih belum dianggap penting karena petani tersebut belum mengetahui manfaat dari pemasangan ajir. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan memelihara tanaman agar tidak mudah terserang hama dan penyakit sehingga pertumbuhannya baik (Asiah 2009). Hasil analisis korelasi antara kegiatan pemeliharaan pada praktik pengelolaan hutan dengan tingkat pengetahuan dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Korelasi antara kegiatan pemeliharaan dengan tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan Praktik pengelolaan hutan rakyat Koefisien korelasi Peluang (P value) Pemupukan setelah penanaman 0.331 0.074 Kegiatan penyiraman 0.203 0.282 Kegiatan penyiangan 0.180 0.314 Kegiatan pendangiran 0.104 0.583 Kegiatan pemberantasan hama 0.207 0.271 Kegiatan pemangkasan cabang 0.353 0.055 Kegiatan penyulaman 0.611** 0.000 Kegiatan penjarangan 0.350 0.058 Keterangan : ** Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.01 * Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.05
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan korelasi Rank Spearman, pada kegiatan pemeliharaan yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengetahuan adalah kegiatan penyulaman. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluang kurang dari 0.05 (terima H1), sehingga terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Kegiatan penyulaman memiliki hubungan yang searah dan sangat kuat dengan tingkat korelasi sebesar 61.1% dan nilai peluang kurang dari nilai α (0.00 < 0.05) pada selang kepercayaan 99%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuannya maka kegiatan penyulaman akan semakin penting dilakukan oleh petani hutan rakyat. Petani yang memiliki kemampuan pengetahuan tinggi akan melakukan kegiatan penyulaman dengan alasan pertumbuhan bibit yang baru ditanam masih rendah sehingga akan cepat mati. Baik secara kognitif, psikomotor,
20 dan afektif, petani yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi cenderung melakukan penyulaman karena mengetahui manfaat dari kegiatan penyulaman sehingga petani menyiapkan bibit dalam jumlah yang besar. Namun petani yang memiliki pengetahuan rendah cenderung menyiapkan bibit sesuai dengan jumlah lubang tanam. Hal ini disebabkan oleh faktor biaya dan tenaga yang kurang mendukung. Berbeda halnya dengan kegiatan pemupukan setelah penanaman, penyiraman, penyiangan, pendangiran, pemberantasan hama, pemangkasan cabang, dan penjarangan pada praktik pengelolaan hutan rakyat, yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluangnya lebih dari 0.05 (terima H0 tolak H1), sehingga tidak terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Hubungan korelasi yang ditunjukkan oleh kegiatan pemupukan setelah penanaman, penyiangan, pendangiran, pemangkasan cabang, dan penjarangan dengan tingkat pengetahuan adalah sebesar 0.331 untuk kegiatan pemupukan, 0.18 untuk penyiangan, 0.104 untuk pendangiran, 0.353 untuk pemangkasan cabang, dan 0.35 untuk penjarangan yang artinya besar korelasi yang terjadi antara variabel X dan Y adalah agak lemah dan bersifat searah. Sedangkan nilai peluangnya lebih besar daripada batas kritis α (0.05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeliharaan tersebut tidak memiliki korelasi dengan tingkat pengetahuan. Dari 30 responden yang diwawancara, sebanyak 50% petani tidak menerapkan pemupukan setelah tanam, artinya ilmu pengetahuan belum diterapkan dalam kegiatan pemupukan. Pada kegiatan penyiangan tidak terdapat hubungan dengan pengetahuan karena petani yang memiliki pengetahuan tinggi maupun rendah sudah mengetahui manfaat penyiangan yaitu untuk mencegah datangnya gulma dan tanaman pengganggu lainnya sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Hal ini dibuktikan dari 30 responden yang diwawancara, sebanyak 83.33% petani sudah menerapkan kegiatan penyiangan, artinya ilmu pengetahuan sudah diterapkan dalam kegiatan ini. Penyiangan atau pembersihan bibit dari gulma ini dilakukan oleh petani Desa leuwibatu setiap tiga bulan sekali. Hal ini sesuai dengan diungkapkan oleh Krisnawati (2011) bahwa penyiangan harus dilakukan secara rutin pada dua bulan pertama, setelah itu secara periodik 3 bulanan. Setelah penyiangan biasanya langsung dilakukan pendangiran yaitu usaha penggemburan tanah untuk memperbaiki struktur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Sebanyak 65% petani Desa Leuwibatu sudah melakukan pendangiran pada lahannya, artinya ilmu pengetahuan sudah diterapkan dalam kegiatan tersebut. Kegiatan pendangiran ini diperlukan agar tanah di sekitar pohon menjadi gembur sehingga air hujan dapat merembes masuk kedalam tanah. Pendangiran mulai dilakukan pada usia tegakan 1 tahun, berbarengan dengan kegiatan penyiangan (Apriyanto 2011). Pohon sengon memiliki kecenderungan untuk tumbuh menggarpu, sehingga pemangkasan sangat diperlukan pada tahap awal pengembangan pohon, terutama pohon-pohon yang ditanam untuk produksi kayu. Pemangkasan dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas kayu, merangsang perkembangan batang yang bulat dan panjang dan mempertahankan potensi pertumbuhan yang maksimal. Pemangkasan biasanya dilakukan selama dua tahun pertama mulai dari
21 enam bulan, setelah itu pada interval enam bulan sampai umur 2 tahun (Krisnawati 2011). Dari hasil penelitian, terdapat 81.67% petani Desa Leuwibatu, baik petani yang memiliki pengetahuan tinggi maupun rendah sudah melakukan pemangkasan cabang. Hal ini berarti ilmu pengetahuan sudah diterapkan pada kegiatan pemangkasan cabang. Berbeda halnya dengan kegiatan pemangkasan cabang, sebagian besar petani di Desa Leuwibatu belum melakukan kegiatan penjarangan sehingga ilmu pengetahuan belum menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat. Dari 30 responden yang diwawancara, terdapat 85% petani belum melakukan penjarangan, artinya ilmu pengetahuan belum diterapkan dalam kegiatan ini. Hal ini membuktikan bahwa hutan rakyat di Desa Leuwibatu masih berfungsi sebagai tabungan. Akan tetapi penjarangan perlu dilakukan guna meningkatkan pertumbuhan pohon-pohon tegakan sisa yang diprediksikan akan dipanen pada akhir daur. Pohon yang dipilih untuk dijarangi adalah pohon yang terkena hama penyakit, cacat, miskin riap dan tertekan oleh pohon lainnya (Krisnawati 2011). Oleh sebab itu, diperlukan informasi mengenai manfaat dan pentingnya penjarangan kepada petani agar menghasilkan kayu yang bagus dan berkualitas tinggi. Kegiatan penyiraman dan pemberantasan hama hampir tidak pernah dilakukan dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu. Hal ini dapat dibuktikan dari uji korelasi yang memiliki hubungan searah dan sangat lemah dengan koefisien korelasi sebesar 0.203 untuk penyiraman dan 0.207 untuk pemberantasan hama dan nilai peluang lebih besar daripada batas kritis α (0.05). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyiraman dan pemberantasan hama tidak ada korelasi dengan tingkat pengetahuan. Dari 30 responden yang diwawancara, terdapat 80% petani di Desa Leuwibatu tidak melakukan penyiraman karena lokasi penanaman berada di daerah pegunungan sehingga kesulitan dalam menyiram bibit yang baru ditanam. Hal ini berarti, ilmu pengetahuan belum diterapkan dalam kegiatan penyiraman. Namun sebagian kecil petani (20%) yang melakukan kegiatan penyiraman hanya dilakukan oleh petani yang membuat penyemaian saja, yaitu dilakukan sebanyak dua kali sehari atau pagi dan sore hari sampai bibit tersebut siap tanam (Gambar 10). Sedangkan pada saat bibit telah ditanam pada lokasi penanaman, petani tidak melakukan penyiraman karena meskipun hujan tidak turun setiap hari, tetapi curah hujan di Desa Leuwibatu cukup tinggi sehingga petani mengandalkan hujan untuk menyiram tanaman mereka. Pada kegiatan pemberantasan hama juga tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan. Hal ini terbukti dari 30 responden yang diwawancara, sebanyak 70% petani tidak menerapkan kegiatan ini, artinya ilmu pengetahuan tidak diterapkan pada kegiatan pemberantasan hama. Kerusakan yang sering terjadi pada tanaman sengon di Desa Leuwibatu ini disebabkan oleh hama ulat kantung (Pteroma plagiophleps). Gejala kerusakan pada serangan berat ulat kantung menyebabkan daun kering, menguning dan akhirnya rontok, sedangkan gejala awal daun yang terserang menjadi berlubang dan berwarna coklat (Gambar 11). Namun hal ini dapat dikendalikan secara manual dengan cara membuang bagian yang terserang dan membakarnya (Krisnawati 2011). Jika tanaman sengon sudah banyak terserang, maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan
22 pestisida. Akan tetapi, petani di Desa leuwibatu mengalami kesulitan dalam hal biaya karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli pestisida tidak sedikit sehingga tanaman yang telah terkena ulat dibiarkan begitu saja. Penanaman hutan rakyat campuran dapat menjadi solusi yang efektif dalam pengelolaan hutan rakyat agar terhindar dari hama penyakit.
Gambar 10 Kegiatan penyiraman
Gambar 11 Sengon terserang hama
Berdasarkan hasil analisis maka didapatkan dua kegiatan yang mempunyai hubungan dengan pengetahuan yaitu pengaturan jarak tanam dan kegiatan penyulaman sedangkan kegiatan lainnya tidak mempunyai korelasi dengan pengetahuan. Adapun lima kegiatan yang sudah diterapkan pada pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu yaitu kegiatan penyiapan lahan, penentuan musim dan waktu tanam, penyiangan, pendangiran, dan pemangkasan cabang (Tabel 7). Sedangkan tujuh kegiatan lainnya belum diterapkan pada pengelolaan hutan rakyat yaitu kegiatan pengadaan benih, pemupukan sebelum tanam, pemasangan ajir, pemupukan setelah tanam, penyiraman, pemberantasan hama, dan kegiatan penjarangan (Tabel 7). Hal ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan belum menjadi sesuatu yang penting sehingga memperkuat argumentasi Suharjito (2000) bahwa usaha hutan rakyat masih bersifat tabungan dan belum menjadi prioritas utama. Tabel 7 Penerapan kegiatan pengelolaan hutan rakyat No Jenis kegiatan Menerapkan/tidak 1 Pengadaan benih Tidak menerapkan 2 Penyiapan lahan Menerapkan 3 Jarak tanam Signifikan 4 Pemupukan sebelum tanam Tidak menerapkan 5 Musim dan waktu tanam Menerapkan 6 Pemasangan ajir Tidak menerapkan 7 Pemupukan setelah tanam Tidak menerapkan 8 Penyiraman Tidak menerapkan 9 Penyiangan Menerapkan 10 Pendangiran Menerapkan 11 Pemberantasan hama Tidak menerapkan 12 Pemangkasan cabang Menerapkan 13 Penyulaman Signifikan 14 Penjarangan Tidak menerapkan
Persentase (%) 56.67 98.33 85 78.33 53.33 50 80 83.33 65 70 81.67 85
23 Melihat fenomena tersebut, kesadaran petani untuk menerapkan pengetahuan sangat diperlukan demi keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Disinilah peran penyuluh kehutanan sangat dibutuhkan. Lahirnya Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (UU SP3K) juga merupakan titik awal yang cerah dalam pemberdayaan masyarakat khususnya oleh penyuluh kehutanan. Posisi para penyuluh dan masyarakat sasaran penyuluhan sudah kuat karena hak dan kewajibannya telah diatur dalam UU SP3K tersebut. Namun kegiatan penyuluhan di Desa Leuwibatu masih kurang intensif karena lokasi BP3K Wilayah Leuwiliang cukup jauh dari Desa Leuwibatu sehingga pertemuan antar petani dengan penyuluh menjadi jarang. Oleh sebab itu perlu pembangunan kemitraan antara penyuluh kehutanan dengan kelompok tani Desa Leuwibatu agar semakin memperkuat strategi penyuluhan kehutanan utamanya untuk menstimulus peningkatan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Terlebih lagi, saat ini sudah ada tim Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) yang dapat mempermudah komunikasi dengan para petani hutan rakyat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin, Bogor Barat dibagi menjadi beberapa tahapan, mulai dari pengadaan benih, penyiapan lahan, penanaman, hingga pemeliharaan. Hasil uji korelasi “Spearman Correlation” menunjukkan hanya ada dua kegiatan yang berkorelasi dengan tingkat pengetahuan, yaitu penentuan jarak tanam yang mempunyai nilai korelasi sebesar 61.6% dan kegiatan penyulaman sebesar 61.1%, sedangkan kegiatan lainnya tidak mempunyai korelasi yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan. Adapun lima kegiatan yang sudah diterapkan pada pengelolaan hutan rakyat di Desa Leuwibatu yaitu penyiapan lahan, penentuan musim dan waktu tanam, penyiangan, pendangiran, dan pemangkasan cabang. Sedangkan tujuh kegiatan lainnya belum diterapkan pada pengelolaan hutan rakyat, seperti pengadaan benih, pemupukan sebelum tanam, pemasangan ajir, pemupukan setelah tanam, penyiraman, pemberantasan hama, dan penjarangan. Hal ini membuktikan bahwa usaha hutan rakyat di Desa Leuwibatu masih berupa usaha sambilan dan pengelolaannya bersifat tebang butuh, sehingga pengetahuan kehutanan masih belum dipraktikkan pada pengelolaan hutan rakyat. Minimnya informasi dan pengetahuan tentang kehutanan inilah yang menyebabkan belum berjalannya pengelolaan hutan rakyat dengan baik. Disinilah peran penyuluh kehutanan sangat diperlukan dalam pembangunan hutan rakyat. Kegiatan penyuluhan dan pendampingan kepada petani hutan rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Barat perlu lebih ditingkatkan lagi sebagai salah satu solusi implementasi pengetahuan kehutanan dalam praktik pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat.
24 Saran Perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan hutan rakyat guna meningkatkan kualitas pengelolaan hutan sehingga petani memperoleh keuntungan baik dari segi ekologis maupun ekonomis. Salah satu upaya peningkatan pengetahuan tersebut dapat berupa penyuluhan dari tim penyuluh sekitar maupun pendampingan lebih lanjut dari kelompok tani dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
DAFTAR PUSTAKA Agusyana YI. 2011. Olah Data Skripsi dan Penelitian dengan SPSS 19. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Apriyanto Y. 2011. Pengetahuan Petani dalam Pengelolaan Hutan Rakyat di Kecamatan Tajur Halang Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asiah N. 2009. Pengetahuan Lokal dalam Pengelolaan Hutan Rakyat: Kasus desa Cijagang dan Desa Sukamulya Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): Balai Pustaka. [Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Dephutbun RI. [Distanhun] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2011. Monografi Pertanian dan Kehutanan. Bogor (ID): Deptanhun Kabupaten Bogor. _____________________________________. 2012. Monografi Pertanian dan Kehutanan. Bogor (ID): Deptanhun Kabupaten Bogor. Hardjanto, Hero Y, Trison S. 2011. Desain Kelembagaan Usaha Hutan Rakyat untuk mewujudkan Kelestarian Hutan dan Kelestarian Usaha dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat Pedesaan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2010. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Jakarta (ID): Satker Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserienthes falcataria (L.) Nielson: ekologi, silvikultur dan produktivitas. Bogor (ID): CIFOR Mulyana D, Asmarahman C. 2010. 7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Odjim. 2013. Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Wilayah Kecamatan Rumpin BP3K Wilayah Leuwiliang Tahun 2013. Bogor (ID): PKSM Wilayah Kecamatan Rumpin BP3K Wilayah Leuwiliang. Pangihutan JJ. 2003. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat di Desa Langkap, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
25 Sarwono J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Bandung (ID): Andi Media. ________. 2009. Statistik Itu Mudah. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Silaen D. 2012. Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) BP3K Wilayah Leuwiliang Wilayah Binaan Leuwiliang dan Rumpin Tahun 2012. Bogor (ID): Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan. Singarimbun M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES Indonesia. Soemarsono FMR. 2009. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di Desa Burat, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sugiyono. 2009.Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Bogor: Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suliyanto. 2005. Analisis data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Wiharja BY. 2011. Pengetahuan Lokal Tentang Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Pasir Jambu dan Desa Gunung Karung Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pemupukan setelah penanaman
Pemasangan Ajir
Kegiatan penanaman memperhatikan 5 aspek
Musim dan waktu tanam
Pemupukan sebelum Tanam
Jarak Tanam
Penyiapan Lahan
Pengadaan benih
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
1
30 .180 .340 30 .038 .841 30 .040 .836 30 -.067 .725 30 .000 1.000 30 .344 .063 30 .320 .085 30
Pengadaan benih
Lampiran 1 Validitas kuesioner
30 .412* .024 30 .111 .559 30 .212 .261 30 .372* .043 30 .500** .005 30 .220 .242 30
.180 .340 30 1
Penyiapan Lahan
30 -.126 .509 30 .126 .506 30 .237 .208 30 .177 .350 30 .306 .100 30
.038 .841 30 .412* .024 30 1
Jarak Tanam
30 .141 .457 30 .031 .872 30 .179 .344 30 .320 .085 30
.040 .836 30 .111 .559 30 -.126 .509 30 1
Pemupukan sebelum Tanam
30 .156 .412 30 .512** .004 30 .492** .006 30
-.067 .725 30 .212 .261 30 .126 .506 30 .141 .457 30 1
30 .303 .104 30 .064 .738 30
.000 1.000 30 .372* .043 30 .237 .208 30 .031 .872 30 .156 .412 30 1
30 .444* .014 30
.344 .063 30 .500** .005 30 .177 .350 30 .179 .344 30 .512** .004 30 .303 .104 30 1
Kegiatan Musim dan penanaman Pemasangan waktu tanam memperhatikan Ajir 5 aspek
30
.320 .085 30 .220 .242 30 .306 .100 30 .320 .085 30 .492** .006 30 .064 .738 30 .444* .014 30 1
Pemupukan setelah penanaman
.505** .004 30 .275 .141 30 .062 .744 30 .183 .334 30 .314 .091 30 .207 .273 30 .399* .029 30 .411* .024 30
.192 .309 30 .217 .250 30 -.042 .824 30 .242 .199 30 -.009 .961 30 -.110 .562 30 .228 .225 30 .159 .402 30
.234 .214 30 .022 .908 30 -.087 .649 30 .333 .072 30 .418* .022 30 -.084 .657 30 .302 .105 30 .537** .002 30
.315 .090 30 .402* .028 30 .125 .510 30 .439* .015 30 .158 .403 30 .258 .169 30 .335 .070 30 .474** .008 30
.263 .160 30 .022 .908 30 .305 .101 30 .320 .084 30 .033 .861 30 -.068 .721 30 .022 .908 30 .382* .037 30
.366* .047 30 .429* .018 30 .363* .049 30 .320 .085 30 .278 .136 30 .071 .710 30 .394* .031 30 .519** .003 30
Pemberantasan Penyiraman Penyiangan Pendangiran Hama Pemangkasan Penyulaman cabang
.131 .490 30 .316 .089 30 .498** .005 30 -.085 .656 30 -.039 .837 30 .160 .399 30 .311 .094 30 .201 .287 30
Penjarangan
.486** .006 30 .491** .006 30 .383* .037 30 .437* .016 30 .482** .007 30 .211 .264 30 .645** .000 30 .767** .000 30
Total
26
Total
Penjarangan
Penyulaman
Pemangkasan cabang
Pemberantasan Hama
Pendangiran
Penyiangan
Penyiraman
.141 30 .217 .250 30 .022 .908 30 .402* .028 30 .022 .908 30 .429* .018 30 .316 .089 30 .491** .006 30
.004 30 .192 .309 30 .234 .214 30 .315 .090 30 .263 .160 30 .366* .047 30 .131 .490 30 .486** .006 30
Sig. (2-tailed)
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
.275
.505**
Penyiapan Lahan
Pearson Correlation
Pengadaan benih
Lampiran 1 Validitas kuesioner (lanjutan)
.744 30 -.042 .824 30 -.087 .649 30 .125 .510 30 .305 .101 30 .363* .049 30 .498** .005 30 .383* .037 30
.062
Jarak Tanam
.334 30 .242 .199 30 .333 .072 30 .439* .015 30 .320 .084 30 .320 .085 30 -.085 .656 30 .437* .016 30
.183
Pemupukan sebelum Tanam
.091 30 -.009 .961 30 .418* .022 30 .158 .403 30 .033 .861 30 .278 .136 30 -.039 .837 30 .482** .007 30
.314 .273 30 -.110 .562 30 -.084 .657 30 .258 .169 30 -.068 .721 30 .071 .710 30 .160 .399 30 .211 .264 30
.207 .029 30 .228 .225 30 .302 .105 30 .335 .070 30 .022 .908 30 .394* .031 30 .311 .094 30 .645** .000 30
.399*
Kegiatan Musim dan penanaman Pemasangan waktu tanam memperhatikan Ajir 5 aspek
.024 30 .159 .402 30 .537** .002 30 .474** .008 30 .382* .037 30 .519** .003 30 .201 .287 30 .767** .000 30
.411*
Pemupukan setelah penanaman
30 .158 .404 30 .421* .021 30 .720** .000 30 .334 .071 30 .323 .082 30 .010 .957 30 .665** .000 30
1
30 .415* .022 30 .291 .118 30 .221 .241 30 .294 .114 30 .000 1.000 30 .404* .027 30
.404 30 1
.158
30 .505** .004 30 .535** .002 30 .207 .271 30 .021 .911 30 .651** .000 30
.021 30 .415* .022 30 1
.421*
30 .457* .011 30 .483** .007 30 .123 .518 30 .746** .000 30
.000 30 .291 .118 30 .505** .004 30 1
.720**
30 .433* .017 30 .300 .108 30 .599** .000 30
.071 30 .221 .241 30 .535** .002 30 .457* .011 30 1
.334
30 .249 .184 30 .706** .000 30
.082 30 .294 .114 30 .207 .271 30 .483** .007 30 .433* .017 30 1
.323
Pemberantasan Penyiraman Penyiangan Pendangiran Hama Pemangkasan Penyulaman cabang
30 .367* .046 30
.957 30 .000 1.000 30 .021 .911 30 .123 .518 30 .300 .108 30 .249 .184 30 1
.010
Penjarangan
30
.000 30 .404* .027 30 .651** .000 30 .746** .000 30 .599** .000 30 .706** .000 30 .367* .046 30 1
.665**
Total
27
Total
Excludeda
Valid
30 0 30
100.0 .0 100.0
%
.832
Cronbach's Alpha
14
N of Items
Reliability Statistics
Pemasangan Ajir
Musim dan waktu tanam
Pemupukan sebelum Tanam
Jarak Tanam
Penyiapan Lahan
Pengadaan benih
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
1.000 . 30 .232 .218 30 .047 .804 30 .163 .390 30 .048 .801 30 .340 .066 30
Pengadaan benih
.232 .218 30 1.000 . 30 .322 .083 30 .110 .562 30 .185 .328 30 .456* .011 30
Penyiapan Lahan
.047 .804 30 .322 .083 30 1.000 . 30 -.124 .513 30 .095 .619 30 .119 .530 30
Jarak Tanam
.163 .390 30 .110 .562 30 -.124 .513 30 1.000 . 30 .139 .465 30 .166 .381 30
Pemupukan sebelum Tanam
Lampiran 3 Korelasi pengelolaan hutan dengan tingkat pengetahuan
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Cases
N
Case Processing Summary
Lampiran 2 Reliabilitas kuesioner
.048 .801 30 .185 .328 30 .095 .619 30 .139 .465 30 1.000 . 30 .514** .004 30
Musim dan waktu tanam
.340 .066 30 .456* .011 30 .119 .530 30 .166 .381 30 .514** .004 30 1.000 . 30
Pemasangan Ajir
.322 .083 30 .179 .344 30 .261 .163 30 .354 .055 30 .440* .015 30 .425* .019 30
Pemupukan setelah penanaman
.540** .002 30 .307 .099 30 .080 .676 30 .155 .413 30 .352 .056 30 .401* .028 30
.123 .518 30 .142 .453 30 .039 .839 30 .257 .170 30 .025 .895 30 .246 .190 30
.241 .199 30 .068 .721 30 -.016 .932 30 .344 .062 30 .418* .021 30 .396* .030 30
.329 .076 30 .430* .018 30 .130 .495 30 .375* .041 30 .131 .492 30 .284 .128 30
.241 .199 30 .113 .553 30 .444* .014 30 .363* .049 30 .086 .651 30 .164 .386 30
.382* .037 30 .421* .020 30 .356 .053 30 .280 .134 30 .277 .139 30 .385* .036 30
.000 1.000 30 .285 .127 30 .615** .000 30 -.057 .765 30 .008 .968 30 .239 .203 30
Pemberantasan Pemangkasan Penyiraman Penyiangan Pendangiran Hama cabang Penyulaman Penjarangan
.262 .161 30 .350 .058 30 .616** .000 30 -.166 .382 30 .358 .052 30 .316 .089 30
Tingkat Pengetahuan
28
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
N
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
.322 .083 30 .540** .002 30 .123 .518 30 .241 .199 30 .329 .076 30 .241 .199 30 .382* .037 30 .000 1.000 30 .262 .161 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
N Keterangan: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Tingkat Pengetahuan
Penjarangan
Penyulaman
Pemangkasan cabang
Pemberantasan Hama
Pendangiran
Penyiangan
Penyiraman
Pemupukan setelah penanaman
Pengadaan benih
.179 .344 30 .307 .099 30 .142 .453 30 .068 .721 30 .430* .018 30 .113 .553 30 .421* .020 30 .285 .127 30 .350 .058 30
Penyiapan Lahan
.261 .163 30 .080 .676 30 .039 .839 30 -.016 .932 30 .130 .495 30 .444* .014 30 .356 .053 30 .615** .000 30 .616** .000 30
Jarak Tanam
.354 .055 30 .155 .413 30 .257 .170 30 .344 .062 30 .375* .041 30 .363* .049 30 .280 .134 30 -.057 .765 30 -.166 .382 30
Pemupukan sebelum Tanam
.440* .015 30 .352 .056 30 .025 .895 30 .418* .021 30 .131 .492 30 .086 .651 30 .277 .139 30 .008 .968 30 .358 .052 30
Musim dan waktu tanam
Lampiran 3 Korelasi pengelolaan hutan dengan tingkat pengetahuan (lanjutan)
.425* .019 30 .401* .028 30 .246 .190 30 .396* .030 30 .284 .128 30 .164 .386 30 .385* .036 30 .239 .203 30 .316 .089 30
Pemasangan Ajir
1.000 . 30 .446* .014 30 .220 .243 30 .597** .000 30 .479** .007 30 .450* .013 30 .515** .004 30 .109 .567 30 .331 .074 30
Pemupukan setelah penanaman
.446* .014 30 1.000 . 30 .167 .378 30 .454* .012 30 .687** .000 30 .394* .031 30 .361 .050 30 -.068 .720 30 .203 .282 30
.220 .243 30 .167 .378 30 1.000 . 30 .492** .006 30 .237 .207 30 .460* .011 30 .372* .043 30 -.031 .869 30 .180 .341 30
.597** .000 30 .454* .012 30 .492** .006 30 1.000 . 30 .520** .003 30 .553** .002 30 .310 .096 30 -.042 .826 30 .104 .583 30
.479** .007 30 .687** .000 30 .237 .207 30 .520** .003 30 1.000 . 30 .523** .003 30 .477** .008 30 .012 .950 30 .207 .271 30
.450* .013 30 .394* .031 30 .460* .011 30 .553** .002 30 .523** .003 30 1.000 . 30 .602** .000 30 .328 .076 30 .353 .055 30
.515** .004 30 .361 .050 30 .372* .043 30 .310 .096 30 .477** .008 30 .602** .000 30 1.000 . 30 .171 .365 30 .611** .000 30
.109 .567 30 -.068 .720 30 -.031 .869 30 -.042 .826 30 .012 .950 30 .328 .076 30 .171 .365 30 1.000 . 30 .350 .058 30
Pemberantasan Pemangkasan Penyiraman Penyiangan Pendangiran Hama cabang Penyulaman Penjarangan
.331 .074 30 .203 .282 30 .180 .341 30 .104 .583 30 .207 .271 30 .353 .055 30 .611** .000 30 .350 .058 30 1.000 . 30
Tingkat Pengetahuan
29
30 Lampiran 4 Foto dokumentasi
Persemaian sengon
Penanaman sengon di lahan miring
Wawancara responden
Wawancara responden
Observasi lapang
Pisang sebagai tanaman agroforestri
31
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Nadya Susetya Ningtyas, dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Februari 1991. Penulis merupakan putri sulung dari tiga bersaudara yang berasal dari pasangan Ayahanda Ir. Joko Susilo dan Ibunda R. Ida Sriyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sidomulyo 03 Ungaran pada tahun 2003, Pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Ungaran pada tahun 2006, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Ungaran pada tahun 2009. Ketiga sekolah tersebut berada di Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kemudian, pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2009 dengan Program Mayor Manajemen Hutan di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan sebagai sekretaris divisi Sosial dan Lingkungan BEM-E IPB tahun 2011–2012, anggota divisi PSDM PC Sylva Indonesia tahun 2011–2012, sekretaris divisi Keprovisian Sosial dan Ekonomi FMSC (Forest Management Student Club) tahun 2010–2011, dan anggota divisi public and relationship pada program Leadership and Entrepeneurship School BEM KM IPB. Selain aktif di organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam mencari pengalaman bekerja. Pada tahun 2010, penulis mengikuti magang di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah dan Pelatihan Budidaya Jamur di Sari Sehat Multifarm Bogor. Tahun 2010–2011 penulis bekerja sebagai asisten praktikum inventarisasi hutan, dan teknik inventarisasi hutan untuk mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Gunung Tangkuban Perahu–Cikeong, tahun 2012 melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Cianjur, dan tahun 2013 penulis melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) di KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 26 Februari s/d 26 April 2013. Penulis juga tercatat sebagai salah satu penerima beasiswa BBM dari tahun 2009-2013. Pada awal tahun 2013, penulis pernah mengikuti Program Karya Mahasiswa dalam bidang Pengabdian pada Masyarakat (PKM-M) dan didanai DIKTI dengan judul “Introduksi Sistem Agroforestry pada Hutan Rakyat Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor”. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan Kehutanan dengan Praktik Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor” dibimbing oleh Dr Ir Yulius Hero, MSc.