1
PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS OLEH KELUARGA DI DESA RUMPIN KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR Asri Dwi Widiastuti1 Wiwin Wiarsih2 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424 e-mail :
[email protected]
Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran upaya keluarga dalam pencegahan penyakit filariasis. Desain penelitian adalah deskriptif, menggunakan sampel keluarga di wilayah Rumpin sebanyak102 responden, dipilih dengan teknik proportionate random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur upaya pencegahan penyakit filariasis pada aspek promosi kesehatan dan perlindungan khusus. Hasil penelitian univariat didapatkan bahwa upaya pencegahan penyakit filariasis pada aspek promosi kesehatan 54,9% baik dan 45,1% tidak baik. Pada aspek perlindungan khusus 54,9% baik dan 45,1% tidak baik. Hasil penelitian memberikan informasi upaya keluarga dalam pencegahan penyakit filariasis dan diharapkan menjadi data dasar dalam upaya mengembangkan program promosi kesehatan pencegahan penyakit menular. Kata kunci: filariasis, pencegahan penyakit, promosi kesehatan, perlindungan khusus Abstract This study aimed to have description on family effort in filariasis prevention at Rumpin Village. This is a descriptive study which took 102 people as the sample, selected by proportionate random sampling. The data was collected by using questionnaire to measure filariasis disease prevention on health promotion aspects and specific protection. The result of this study was almost half of the respondents (54,9%) did good and 45,1% of respondents are didn’t good in doing health promotion. On specific protection, almost half of the respondents (54,9%) did well and 45,1% of respondents didn’t well in doing on the specific protection. Keywords: filariasis, disease prevention, health promotion, specific protection
Pendahuluan
menimbulkan kecacatan yang permanen bila tidak dicegah (Soedarto, 2000).
Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini ditularkan kedalam tubuh manusia oleh berbagai jenis nyamuk, diantaranya yaitu nyamuk Culex, Aedes, dan Anopheles. Setelah masuk kedalam tubuh manusia, cacing ini akan hidup dalam saluran limfe serta kelenjar limfe
manusia
dan
merusaknya
Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit filariasis di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara (Kemenkes, 2010). Menurut WHO (2009) urutan negara dengan kasus filariasis terbanyak adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika, serta diikuti oleh Thailand dan Indonesia.
hingga
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
2
Hampir
seluruh
Indonesia
filariasis yang dinamakan The Global Goal of
mempunyai resiko untuk terjangkit filariasis,
Elimination of Lymphatic Filariasis as a
karena
nyamuk
Public Health by The Year 2020. Indonesia
penularnya tersebar luas. Di Indonesia,
termasuk salah satu negara yang sepakat
terdapat lebih dari 8000 orang menderita
untuk melakukan program eliminasi filariasis
filariasis kronis yang tersebar di seluruh
yang dilaksanakan secara bertahap mulai
propinsi.
tahun
cacing
wilayah
penyebab
Secara
dan
epidemiologi,
data
ini
2002.
Kegiatan
yang
harus
mengindikasikan lebih dari 60 juta penduduk
dilaksanakan dalam rangka mengeliminasi
Indonesia berada di daerah yang berisiko
penyakit filariasis yaitu memutus mata rantai
tinggi tertular filariasis, dengan 6 juta
penularan dengan melaksanakan pengobatan
penduduk diantaranya telah terinfeksi.
massal dan penatalaksanaan kasus klinis untuk
Berdasarkan ketentuan WHO (2009), jika ditemukan Mikrofilarial rate (Mf rate) > 1% pada suatu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan
endemis
filariasis.
Situasi
prevalensi mikrofilaria di Indonesia berkisar dari
1%
hingga
38,57%.
Prevalensi
mikrofilaria di pulau Jawa berkisar 1% hingga 9,2 %. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat penularan masih cukup tinggi dibandingkan dengan standar nasional dimana Mf rate yang diharapkan dibawah 1% (Kemenkes RI, 2010).
Kesehatan
Kabupaten
Bogor,
terdapat
penderita filariasis yang sudah tersebar di 18 Kecamatan dan dengan hasil Mikrofilarial rate (Mf rate) masih diatas 1%, salah satunya adalah
kecamatan
Rumpin.
Di
wilayah
Rumpin terdata ada tujuh kasus kronis filariasis dengan Mf rate 2,4%. Pada
tahun
kesepakatan
2000, global
WHO
Suherni
samping
obat
untuk
mengeliminasi
(2008), filariasis
Menurut
adanya
efek
menyebabkan
responden yang menerima obat filariasis tidak mau minum obat filariasis yang diberikan. Ketidakpatuhan pengobatan
individu
massal
dalam
dapat
program
menyebabkan
individu tersebut menjadi reservoir yang memungkinkan timbulnya infeksi berulang. Upaya lain yang harus dilakukan untuk menunjang keberhasilan eliminasi penyakit kaki gajah adalah meningkatkan pengetahuan, perilaku,
dan
kualitas
kesehatan
lingkungan. Pemerintah
dalam
Kesehatan
Republik
menetapkan
program
hal
ini
Kementrian
Indonesia eliminasi
telah filariasis
menjadi salah satu prioritas nasional program pemberantasan penyakit menular. Kegiatan pokok
eliminasi
meningkatkan menetapkan
kecacatan.
penelitian
sikap,
Menurut data yang diperoleh dari Dinas
mencegah
mencegah
filariasis
adalah
promosi
kesehatan
untuk
penyebaran
filariasis
antar
kabupaten, propinsi dan negara.
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
3
melaksanakan
Kuesioner penelitian yaitu data karakteristik
program pengobatan massal filariasis untuk
responden dan upaya pencegahan penyakit
mencegah penyakit filariasis, dan melakukan
filariasis yang terdiri dari upaya promosi
upaya pencegahan penyakit filariasis melalui
kesehatan dan tindakan perlindungan khusus.
promosi
masih
Uji validitas dan reliabilitas instrumen telah
filariasis
dilakukan pada 30 orang yang mempunyai
peneliti bertujuan untuk mengetahui upaya
karakteristik sama dengan responden dengan
apa yang telah dilakukan keluarga dalam
nilai >0,364 pada derajat kepercayaan 95%
pencegahan
(tingkat kemaknaan 5%) dan nilai cronbach
Puskesmas
Rumpin
telah
kesehatan,
ditemukannya
namun
penderita
penyakit
baru
filariasis
di
Desa
Rumpin Kecamatan Rumpin.
alpha
>0.6.
Teknik
analisa
data
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisa Metode
univariat.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan cross sectional design dengan
Hasil Penelitian
populasi
yang
Karakteristik responden yang diteliti terdiri
berdomisili di RW 03 Desa Rumpin, yaitu
dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan
berjumlah 395 keluarga, dengan alasan
pendidikan. (Tabel 1).
pemilihan
adalah
seluruh
tempat
keluarga
adalah
ditemukannya
penderita baru filariasis di RW tersebut. Dari jumlah tersebut diambil sampel sebanyak 102 responden
kemudian
ditentukan
jumlah
masing-masing sampel secara proportionate random sampling (Ridwan, 2007). Kriteria inklusi responden adalah suami atau istri yang ada di rumah, mampu membaca dan menulis, mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi responden yang dibuktikan dengan mengisi informed consent. Instrumen penelitian
ini
dikembangkan
berupa oleh
kuesioner
peneliti
yang
berdasarkan
literatur review, serta modifikasi dari hasil penelitian Yohannie Vicky Putri, Mamat
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian Karakteristik Usia 18 – 25 26 – 40 41 – 64 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Pendidikan SD SMP SMA Sarjana
Total n 32 44 26
% 31,4 43,1 25,5
17 85
16,7 83,3
25 77
24,5 75,5
63 30 8 1
61,8 29,4 7,8 1,0
Data pada tabel 2. menjelaskan upaya pencegahan penyakit filariasis Tabel 2. Upaya pencegahan penyakit filariasis Kategori
Lukman, dan Raini Diah Susanti, 2012).
Upaya Pencegahan
Baik
n 56
% 54,9
Tidak Baik
46
45,1
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
4 Baik
Sub variabel
Tidak Baik
Promosi kesehatan
n 56
% 54,9
n 46
% 45,1
Perlindungan Khusus
56
54,9
46
45,1
Data pada tabel 3. menjelaskan upaya pencegahan penyakit filariasis pada aspek promosi kesehatan dan perlindungan khusus. Tabel 3. Upaya Promosi Kesehatan dan Tindakan Perlindungan Khusus Berdasarkan Karakteristik Responden Upaya Pencegahan
Karakteristik
Baik f
Tidak Baik f %
%
Usia
18 – 25 26 – 40 41 – 64
Tabel 4. Upaya pencegahan pada aspek promosi kesehatan berdasarkan jenis kegiatan Sll (%)
Srg (%)
Jrg (%)
TP (%)
36,3
17,6
15,7
30,4
8,8
7,8
8,8
74,5
2 12,7
13,7 30,4
19,6 44,1
64,7 12,7
Membersihkan parit/selokan Kesadaran akan gizi keluarga Makan 3 kali sehari Makanan beraneka ragam
12,7
29,4
31,4
26,5
91,2 90,2
3,9 6,9
4,9 2,9
0 0
Menu nasi, lauk, sayur, buah
65,7
24,5
9,8
0
Membiaakan sarapan Menggunakan garam yodium
86,3 84,3
6,9 8,8
6,9 5,9
0 1
Minum air putih 8 gelas sehari Mencari informasi filariasis
62,7
23,5
11,8
2
Mengikuti penyuluhan filariasis
14,7
9,8
59,8
Bertanya ke petugas kesehatan
31,4
16,7
36,3
2,0 14,7
2,9 40,2
10,8 35,3
15,7 15,7 84,3 9,8
Kegiatan Promkes Menciptakan rumah sehat Tidak menggantungkan pakaian Membuka jendela di pagi hari Menciptakan lingkungan sehat Membersihkan semak Memangkas tanaman rimbun
15
46,9
17
53,1
24
54,5
20
45,5
17
65,4
9
34,6
Mencari informasi filariasis Membaca info filariasis
Data tabel 5. menjelaskan upaya pencegahan
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Pendidikan
9
52,9
8
47,1
47
55,3
38
44,7
7
41,2
10
58,8
49
57,6
36
42,4
SD
34
54
29
46
SMP
17
56,7
13
43,3
SMA
4
50
4
50
Sarjana
1
100
0
0
penyakit filriasis pada aspek perlindungan khusus yang meliputi memberantas sarang nyamuk,
menghindari gigitan nyamuk dan
pengobatan massal filariasis, didapatkan data sebagai berikut. Tabel 5. Upaya Pencegahan pada aspek perlindungan khusus berdasarkan jenis kegiatan
Data pada tabel 4.1 menjelaskan upaya pencegahan penyakit filariasis pada aspek promosi kesehatan yang meliputi upaya menciptakan lingkungan keluarga,
rumah sehat,
dan
sehat,
menciptakan
kesadaran
upaya
mencari
akan
gizi
informasi
mengenai filariasis, didapatkan hasil sebagai berikut.
Perlindungan Khusus Memberantas sarang nyamuk Menutup penampungan air Menguras penampungan air
Sll (%)
Srg (%)
Jrg (%)
TP (%)
5,9 1,0
3,9 10,8 5,9 68,6
90,2 38,2 24,5 3,9
0 50 65,7 3,9
Menyingkirkan barang bekas
3,9
Menaburkan bubuk abate Menghindari gigitan nyamuk
23,5
Menggunakan kelambu saat tidur
38,2
Menggunakan anti nyamuk Mematikan lampu saat tidur Pengobatan massal filariasis
76,5 41,2
2 2,9 25,5
7,8 11,8 1
52 8,8 32,4
Mengikuti sosialisasi program pengobatan massal filariasis
19,6
61,8
1
17,6
Menganjurkan anggota keluarga untuk menelan obat filariasis
39,2
8,8
35,3
16,7
Bersedia minum obat filariasis
16,7
23,5
6,9
52,9
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
5
Pembahasan
ini kemungkinan karena tidak dirasakan
Dari karakteristik usia responden, didapatkan
adanya hak dan kewajiban yang berbeda
bahwa upaya pencegahan penyakit filariasis
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang termasuk dalam kategori baik paling
berupa pengobatan massal filariasis sebagai
banyak pada responden dengan rentang usia
upaya pencegahan penyakit filarisis.
41 – 60 tahun yaitu sebanyak 69,2%. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada usia tersebut adalah
tahap
seseorang
individu
sudah
mencapai tahap usia dewasa tua, dimana berkaitan erat dengan tingkat kematangan seseorang. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Potter dan Perry (2005) bahwa karakteristik individu pada masa dewasa memiliki
peningkatan
kebiasaan
dalam
berfikir rasional, memiliki pengalaman hidup dan pendidikan yang memadai serta secara psikososial dianggap lebih mampu dalam mengatasi masalah pribadi dan sosial. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka akan meningkat pula kedewasaan atau kematangan jiwanya baik secara teknis maupun psikologis. Sehingga diharapkan
dapat
melakukan
upaya
pencegahan penyakit dengan lebih baik. Menurut penelitian Indah (2008) mengenai faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
perilaku pencegahan penyakit, bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan perilaku pencegahan penyakit. Sementara menurut penelitian Reni (2008) hubungan antara umur dengan praktik minum obat filariasis sebagai upaya pencegahan penyakit filariasis secara statistik tidak bermakna (p=0,575 dengan 95% CI=0,371-1,625). Hal
Berdasarkan
karakteristik
jenis
kelamin
responden didapatkan bahwa lebih dari separuh responden, baik jenis kelamin lakilaki maupun perempuan termasuk dalam kategori
baik
dalam
upaya
pencegahan
penyakit filariasis. Hal ini sejalan dengan penelitian Indah (2008), bahwa perbedaan jenis
kelamin
dan
pengalaman
tidak
berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit (p=0,432) Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan
bahwa upaya pencegahan penyakit filariasis yang termasuk dalam kategori baik yaitu pada responden dengan tingkat pendidikan sarjana yaitu sebanyak 100%. Sementara pada tingkat pendidikan
SMA,
menunjukkan melakukan filariasis
SMP,
lebih upaya
dalam
dan
dari
SD
separuhnya
pencegahan
kategori
juga
baik.
penyakit Menurut
Liliweri (2007), bahwa pengetahuan atas keluasan
wawasan
seseorang
sangat
ditentukan oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan pengertian mengenai suatu informasi. Selain itu tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
6
tinggi pendidikan seseorang semakin baik
responden (54,9%) melakukan upaya promosi
pula pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan
kesehatan dalam kategori baik dan sebanyak
penelitian Ketut, S. (2012) bahwa ada
46 responden (45,1%) melakukan promosi
hubungan yang bermakna antara faktor
kesehatan dalam kategori tidak baik.
pendidikan
dengan
perilaku
masyarakat Berdasarkan
terhadap tindakan pencegahan penyakit.
hasil
penelitian
upaya
pencegahan penyakit filariasis dalam aspek Status pekerjaan secara tidak langsung juga
promosi kesehatan dalam menciptakan rumah
mempengaruhi praktik kesehatan seseorang.
sehat menunjukkan bahwa masih banyak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya
responden (36,3%) mempunyai kebiasaan
pencegahan penyakit filariasis yang termasuk
selalu menggantungkan pakaian bekas pakai
dalam
pada
dibelakang pintu, dan 18 responden (17,6%)
responden yang tidak bekerja, yaitu sebanyak
sering menggantungkan pakaian bekas pakai
57,6%. Pada dasarnya ibu-ibu yang tidak
dibelakang pintu. Hal ini kemungkinan karena
bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak
pakaian biasanya digunakan lebih dari satu
untuk mengurus keluarga. Selain itu, ibu yang
kali sehingga kebiasaan menggantungkan
tidak
untuk
pakaian bekas sering dilakukan oleh keluarga
berperilaku lebih baik dalam hal pencegahan
padahal hal ini dapat dijadikan sebagai tempat
penyakit dengan cara menjaga kebersihan dan
hunian nyamuk.
kategori
baik
bekerja
dilakukan
memungkinkan
kesehatan lingkungan rumah, karena kegiatan bersih-bersih rumah dapat dilakukan setiap hari tanpa ada kendala karena harus bekerja keluar
rumah.
Hal
ini
sejalan
dengan
penelitian Ketut (2012), bahwa ada hubungan yang
bermakna
dengan
antara
perilaku
status
pekerjaan
pencegahan
penyakit
Selain itu hasil penelitian bahwa sebanyak 76 responden (74,5%) mempunyai kebiasaan tidak pernah membuka jendela di pagi hari, hanya 9 responden (8,8%) yang selalu membuka jendela pada pagi hari. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga belum mengetahui
(p=0,051)
manfaat
dari
pengaturan
pertukaran udara dalam rumah dan manfaat Berdasarkan hasil penelitian mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis dalam aspek promosi kesehatan yang meliputi upaya menciptakan
rumah
sehat,
menciptakan
lingkungan sehat, kesadaran gizi anggota keluarga, dan mencari informasi tentang filariasis didapatkan bahwa sebanyak 56
sinar matahari masuk kedalam rumah Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat menunjukkan bahwa 64,7% responden tidak pernah membersihkan semak disekitar rumah, 44,1% jarang memangkas tanaman yang terlalu rimbun, dan 31,4% responden jarang
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
7
membersihkan
parit/selokan.
Hal
ini
kemungkinan terjadi karena dilingkungan
kesehatan, sehingga tentunya akan berdampak baik bagi kesehatan.
tersebut jarang atau tidak pernah mengadakan kegiatan
kerja
bakti.
Padahal
dengan
melakukan modifikasi lingkungan berarti mengubah, memelihara, atau membersihkan sarana fisik yang sudah ada supaya tidak terbentuk tempat perindukan atau tempat
Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam mencari informasi tentang filariasis menunjukkan
sebagian
besar
responden sudah memiliki keinginan untuk mengetahui informasi kesehatan khususnya penyakit
istirahat nyamuk.
bahwa
setelah
filariasis. mengetahui
Sehingga
diharapkan
informasi
tentang
Menurut penelitian Nasrin (2008) mengenai
penyakit filariasis timbul kesadaran akan
faktor-faktor lingkungan dan perilaku yang
pentingnya perilaku dan tindakan pencegahan
berhubungan dengan kejadian filariasis di
penyakit filariasis. Hal ini kemungkinan
Kabupaten Bangka Barat disebutkan bahwa
terjadi karena keluarga sudah mendapatkan
orang yang tinggal dekat dengan keberadaan
informasi tentang filariasis baik penyuluhan
kolam/parit disekitar rumah akan beresiko
dari petugas kesehatan, informasi dari kader
terkena filariasis 1,871 kali dibandingkan
kesehatan, dan leaflet atau poster yang
dengan responden yang tinggal tidak ada
disediakan puskesmas.
kolam/parit. Selain itu didapatkan bahwa ada hubungan antara keberadaan tanaman air dengan kejadian filariasis (OR=3,222 Cci 95%=0,769-13,504)
dan
ada
hubungan
keberadaan ikan predator dengan kejadian filariasis (OR=1 CI 95%=0,323-3,101). Hal ini didukung oleh penelitian Welly (2011), yang menyatakan bahwa faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian filariasis adalah faktor lingkungan.
Pada upaya pencegahan penyakit filariasis dalam aspek tindakan perlindungan khusus yang meliputi upaya pemberantasan sarang nyamuk, menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, dan mengikuti program pengobatan massal filariasis, didapatkan hasil sebanyak 56 responden (54,9%) melakukan tindakan perlindungan khusus dalam kategori baik dan 46
responden
(45,1%)
termasuk
dalam
kategori tidak baik. Berdasarkan hasil penelitian kesadaran akan gizi anggota keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah memiliki kesadaran akan pentingnya gizi anggota keluarga dalam menjaga dan memelihara
Pada aspek perlindungan khusus dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden masih sarang
jarang
melakukan
nyamuk,
padahal
pemberantasan melakukan
pemberantasan sarang nyamuk merupakan Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
8
salah satu cara memutus rantai penularan
menganggap tidak menggunakan obat anti
penyakit filariasis. Seperti yang dikemukakan
nyamuk sudah biasa padahal penggunaan obat
oleh Maxwell dan Mohammed, Khalfan
anti nyamuk juga merupakan salah satu cara
(2002) di Tanzania, dalam penelitiannya
mencegah
bahwa
nyamuk
Seperti yang dinyatakan pada penelitian
merupakan tindakan yang efektif untuk
Nasrin (2008) bahwa ada hubungan antara
mencegah penyakit filariasis.
kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk
pengendalian
vektor
dengan Berdasarkan
hasil
penelitian
upaya
pencegahan filariasis dalam menghindarkan diri dari gigitan nyamuk menunjukkan bahwa sebagian
besar
responden
tidak
pernah
menggunakan kelambu. Padahal menurut
penularan
kejadian
penyakit
filariasis
filariasis.
(p=0,016,
OR=5,063, CI 95%=1,255-20,424). Orang yang tidak biasa menggunakan anti nyamuk akan beresiko terkena filariasis sebesar 5,063 kali dibandingkan dengan responden yang biasa menggunakan anti nyamuk.
penelitian Nasrin (2008) menyatakan ada hubungan antara kebiasaan menggunakan
Selain itu didapatkan bahwa sebanyak 42
kelambu
kejadian
responden (41,2%) selalu mematikan lampu
filariasis (OR=1,909, CI 95%=0,698-5,221).
kamar saat tidur. Menurut Centers for
Orang yang tidur tidak biasa menggunakan
Control
kelambu akan beresiko terkena filariasis
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk
sebesar 1,909 kali dibandingkan dengan
merupakan salah satu cara untuk memutus
responden yang biasa menggunakan kelambu
mata rantai penularan dari arthropodborne
pada waktu tidur. Hal ini kemungkinan terjadi
disease. Nyamuk sangat menyukai tempat
karena
tidak
yang gelap. Oleh karena itu menjaga ruangan
biasa
agar
waktu
tidur
keluarga
menggunakan
dengan
menganggap
kelambu
sudah
dilakukan, atau menganggap
penggunaan
and
tetap
Prevention,
terang
dapat
CDC
(2010),
meminimalkan
populasi nyamuk di dalam rumah.
kelambu sebagai hal yang sudah kuno atau
Dari hasil penelitian upaya pencegahan
tidak modern.
penyakit filariasis dalam mengikuti program pengobatan
Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan bahwa masih ada responden (11,8%) yang jarang menggunakan obat anti nyamuk seperti obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, obat nyamuk elektrik, atau lotion anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk. Hal ini mungkin
disebabkan
karena
keluarga
massal
didapatkan
bahwa
sebanyak 54 responden (52,9%) responden tidak pernah bersedia menelan obat filariasis. Hal
ini
kemungkinan
karena
keluarga
khususnya orang tua mendapatkan informasi yang keliru mengenai efek samping obat sehingga merasa takut untuk menelan obat yang dibagikan. Hal ini sejalan dengan
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
9
penelitian Suherni (2008), bahwa responden
tenaga kesehatan, karena dengan adanya
tidak menerima obat filariasis karena tidak
penyuluhan dan kontak sosial dengan para
tahu ada pengobatan massal, adanya efek
petugas
samping
menyebabkan
menstimulasi masyarakat untuk tetap terus
responden yang menerima obat filariasis tidak
melakukan upaya pencegahan penyakit, selain
mau minum obat filariasis yang diberikan.
itu diharapkan partisipasi lembaga terkait
obat
filariasis
untuk Kesimpulan
kesehatan,
dapat
diharapkan
menggerakkan
peran
dapat
serta
masyarakat dalam memelihara lingkungan,
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya pencegahan penyakit filariasis pada
seperti melakukan kerjabakti secara rutin seminggu sekali.
aspek promosi kesehatan sebagian responden (54,9%) sudah melakukan upaya promosi
Referensi
kesehatan dalam kategori baik, namun 45,1%
Athanasius, Amasiatu; Alawari, Mathias Bentina (2012). Knowledge and Prevention of Filariasis in Okigwe. Diperoleh dari http://connection.ebscohost.com/c/articles/ 80132670
responden belum melakukan upaya promosi kesehatan dengan baik. Begitu juga halnya pada aspek tindakan perlindungan khusus sebanyak 54,9 % responden sudah melakukan tindakan perlindungan khusus dalam kategori baik dan 45,1% dalam kategori tidak baik. Secara umum upaya pencegahan penyakit filariasis pada aspek promosi kesehatan dan tindakan perlindungan khusus dapat dikatakan masih
kurang
karena
hanya
sekitar
setengahnya saja yang sudah melakukan upaya
promosi
sementara Padahal
kesehatan
sebagian upaya
dengan
baik,
belum
baik.
kesehatan
dan
masih
promosi
tindakan perlindungan khusus sangat penting dilakukan
untuk
mencegah
terjadinya
penyakit. Dari
hasil
penelitian
ini
diharapkan
masyarakat tetap terus menerus diberikan informasi
mengenai
upaya
pencegahan
penyakit menular khususnya filariasis oleh
Centers for Disease Control and Prevention (2010). Prevention and Controlling of Lymphatic Filariasis. Diperoleh dari http://cdc.org Kemenkes RI (2010). Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia 2010-2014. Diperoleh dari http://www.pppl.depkes.go.id Ketut, S., (2012). Hubungan sosiodemografi masyarakat terhadap perilaku pencegahan DBD di Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Bandung. Thesis. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Udayana. Maxwell, C.A.; Mohammed, Khalfan (2002). Can vector control play a useful supplementary role against bancroftian filariasis. Diperoleh dari http://connection.ebscohost.com Nasrin (2008). Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis Di Kabupaten Bangka Barat. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013
10 Ogoma, Sheila B., et all (2010). Screening Mosquito House Entry Points as a Potential Method for Integrated Control of Endophagic Filariasis, Arbovirus and Malaria Vectors. Diperoleh dari http://connection.ebscohost.com/c/articles/ 60638947
Ridwan (2007). Belajar Mudah Penelitian untuk Peneliti Pemula. Bandung : CV Alfabeta Soedarto, (2000). Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta : Widya medika. Stanhope and Lancaster (2004). Community and Public Health Nursing. New York: Mosby Year Book Suherni (2008). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Minum Obat Filarasis Pada Kegiatan Pengobatan Massal Filariasis di Kabupaten Subang, Jawa Barat. FKM. UI WHO (2009), Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis, WHO weekly epidemiological record, Diperoleh dari http://www.who.org Welly (2011) Faktor Dominan yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Kota Padang Tahun 2011. Tesis. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang Yohannie, Vicky P., Mamat,L., dan Raini, D.S. (2012). Upaya Keluarga Dalam Pencegahan Primer Filariasis Di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. FIK. Universitas Padjajaran Bandung
Pemulihan rugi …, Augustinus Gerald Windoe, FE UI, 2013