ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PISANG LAMPUNG (Kasus Di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor)
INTAN PERMATASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Intan Permatasari NRP H34104064
ABSTRAK INTAN PERMATASARI. Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh RATNA WINANDI. Pisang merupakan komoditi dengan produksi tertinggi di Indonesia, Jawa Barat, dan Kabupaten Bogor dimana salah satunya adalah Desa Rabak di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor yang memiliki potensi produksi pisang khususnya pisang lampung. Namun desa tersebut tidak melakukan pembudidayaan tanaman pisang lampung dengan baik yang dapat meminimalisir risiko untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga dalam pemasarannya dihadapkan pada daya tawar yang rendah kepada petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis cabang usahatani dan saluran pemasaran pisang lampung dimana cabang usahatani dianalisis dengan menggunakan rasio R/C sehingga dapat dilihat pendapatan dan keuntungan yang diterima oleh petani pisang lampung, sedangkan saluran pemasaran dianalisis dengan rasio Li/Ci sehingga dapat dilihat keuntungan dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pisang lampung. Hasil rasio R/C pada penelitian ini menunjukkan nilai 1,36 yang berarti bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan maka akan mendapat pendapatan 1,36, sedangkan rasio Li/Ci pada penelitian ini belum merata terhadap setiap lembaga pemasaran yang terlibat sehingga dinyatakan saluran pemasaran belum efisien. Kata Kunci : pisang, cabang usahatani, saluran pemasaran ABSTRACT INTAN PERMATASARI. Lampung banana farming and marketing analysis (Case of Rabak Village, Rumpin District Bogor Regency). Supervised by RATNA WINANDI. Bananas are a commodity with the highest production in West Java and Bogor Regency of Indonesia. Rabak Village in the Rumpin District of the Bogor Regency has the potential to produce bananas of especially the lampung variety. But the village not doing cultivation well that can minimize the risk to get the maximum results, and thus the farmers marketing their bananas are faced with low bargaining power. This research analyzes current banana farming and lampung banana marketing using the R/C ratio so it can determine income and profit earned by lampung banana farmers, while the marketing channel is analyzed with the Li/Ci ratio so it can determine the benefit of marketing undertaken by the marketing institution involved in lampung banana marketing. The result of the ratio R/C in this research shows a value of 1.36, meaning that each rupiah spent will receive income of 1.36, while the Li/Ci ratio in this research have not been equal to each marketing institution involved, so the avowed the marketing channel is yet efficient. Keywords : banana, branch of farming, marketing channel
ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN PISANG LAMPUNG (Kasus Di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor)
INTAN PERMATASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis C 1:- . -:~ _- ~ -. - {ani dan Saluran Pemasaran Pisang esa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Lampung ( K c. Bogor) Nama : Intan Penn atasar. NIM : H341 0406.+
Disetujui oIeh
Dr If Ratna Winandi, MS
Pembimbing
Diketahui oIeh
Tanggal Lulus:
18 OCT 2013
Judul Skripsi : Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor) Nama : Intan Permatasari NIM : H34104064
Disetujui oleh
Dr Ir Ratna Winandi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah cabang usahatani dan pemasaran, dengan judul Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS dan Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, staf Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K), staf Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Leuwiliang, serta staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013 Intan Permatasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pisang Lampung (Musa parasidiaca var Sapientum) Budidaya Pisang Lampung Penelitian Terdahulu Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangkan Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Metode Penentuan Responden Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data GAMBARAN UMUM DESA RABAK Karakteristik Wilayah Karakteristik Responden Petani Teknik Budidaya Pisang Lampung di Desa Rabak HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak Analisis Saluran Pemasaran Pisang Lampung di Desa Rabak SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vii vii 1 1 4 6 7 7 7 7 9 16 18 18 18 24 26 26 27 27 27 27 32 32 34 37 39 39 45 53 53 53 54 57 72
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Buah Pisang (Ton), 2007 – 2011 2 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Indonesia (Ton), 2009 – 2011 3 Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton), 2009 – 2011 4 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Kabupaten Bogor (Ton), 2009 – 2011 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 8 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Status Usaha Bertani Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 9 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Usia Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 10 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 11 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 12 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Luas dan Status Pengusahaan Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 13 Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Untuk Luasan Rata-Rata 6.600 m2 Dengan 78 Rumpun pada Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 14 Total Biaya (Rp) Cabang Usahatani Pisang Lampung Responden Petani di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 15 Analisis Cabang Usahatani Responden Petani Pisang Lampung Untuk Rata-Rata Luasan Lahan 6.600 m2 Dengan 78 Rumpun pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 16 Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Responden Pedagang di Daerah Penelitian 17 Farmer’s Share pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Pisang Lampung di pada Bulan Mei – Juni 2013 18 Rincian Marjin Pemasaran (Rp/Sisir) Responden Pedagang Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 19 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Lembaga Pemasaran Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni 2013
2 3 4 4 33 34 34
35 35
36
37
37
41 44
45 48 49 50 52
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Pisang Lampung Marjin Pemasaran Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Saluran Pemasaran Pisang Lampung Responden Petani di Desa Rabak Pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013
9 23 26 46
DAFTAR LAMPIRAN 1 Karakteristik Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 2 Karakteristik Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak (lanjutan) 3 Penerimaan Cabang Usahatani Pisang Lampung Respoden Petani di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 4 Penggunaan Peralatan Pertanian Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 5 Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 6 Kebutuhan Tenaga Kerja Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 7 Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Keluarga Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 8 Kebutuhan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 9 Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 10 Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 (lanjutan) 11 Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 12 Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 (lanjutan) 13 Total Biaya (Rp) Cabang Usahatani Pisang Lampung Responden Petani pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 14 Penerimaan (Rp), Biaya (Rp), Pendapatan (Rp), rasio R/C Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 15 Karakteristik Responden Pedagang Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013
57 58 59 60 61
62
63
64 65 66 67 68 69
70 71
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam menggerakkan perekonomian nasional, yaitu sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia bahan baku, sebagai sumber devisa, berkontribusi terhadap pendapatan, serta penyediaan pangan 1. Sektor pertanian juga berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2012 dengan laju pertumbuhan rata-rata 3,23 persen per tahun 2. Sektor pertanian Indonesia mencakup subsektor-subsektor yang masingmasing memberikan kontribusi terhadap PDB. Subsektor-subsektor tersebut terdiri atas subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor tanaman hortikultura, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Salah satu subsektor dari sektor pertanian tersebut yang memegang peranan cukup penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, industri, penyerapan tenaga kerja serta dapat memberikan sumbangan PDB Indonesia, yaitu subsektor tanaman hortikultura. Subsektor tanaman hortikultura menjadi salah satu sumber perekonomian pertanian Indonesia yang peranannya cukup penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Kontribusi subsektor tanaman hortikultura terhadap PDB terus mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,36 persen per tahun 3. Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman pertanian yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi karena Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang cocok untuk tanaman hortikultura. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura 4, tanaman hortikultura terdiri atas beberapa komoditas, yaitu komoditas buah-buahan, komoditas sayuran, komoditas biofarmaka dan komoditas tanaman hias. Salah satu komoditas dari tanaman hortikultura yang cukup potensial untuk dikembangkan, yaitu komoditas buah-buahan. Komoditas buah-buahan merupakan komoditas yang cukup potensial untuk dikembangkan yang berarti bahwa dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan dalam perekonomian nasional. Komoditas buah-buahan menjadi salah satu sumber pertumbuhan pertanian yang mempunyai peranan cukup penting dalam kontribusinya terhadap PDB. Kontribusi komoditas buah-buahan terhadap PDB terus mengalami perkembangan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,05 persen per tahun 5.
1
http://www.deptan.go.id/renbangtan/konsep_pembangunan_pertanian.pdf [17 Juli 2013] www.bps.go.id [30 Juni 2013] 3 www.go.id dan www.deptan.go.id [24 Juni 2012] 4 www.deptan.go.id [30 Juni 2013] 5 Loc.cit 2
2
Salah satu dari komoditas buah-buahan yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah pisang (Musa parasidiaca). Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang merupakan tumbuhan berbatang lunak, tidak berkayu, atau hanya mengandung jaringan kayu yang sedikit. Pisang merupakan tanaman buah yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) yang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang 6. Pisang merupakan salah satu komoditi tanaman buah Indonesia yang prospektif untuk dikembangkan karena dapat tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1.300 meter dari permukaan laut 7, serta mampu bersaing di pasar internasional sebagai produk ekspor bersama dengan beberapa negara pengekspor pisang lainnya, seperti Ekuador, Columbia, Costa Rica, serta Filipina. Volume ekspor komoditas buah-buahan Indonesia menunjukkan bahwa volume ekspor komoditi pisang terus mengalami perkembangan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 3.124 persen per tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan perkembangan volume ekspor buah pisang tahun 2007 hingga tahun 2011. Pasar eskpor pisang yang telah di tembus oleh Indonesia, yaitu Arab Saudi, Singapura, Korea, Hongkong, Amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, Selandia Baru, Denmark, serta Jepang. Tabel 1 Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Buah Pisang (Ton), 2007 2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Volume Ekspor (ton) 2.378 1.970 701 14 1.735
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012
Selain menjadi komoditi ekspor, buah pisang di dalam negeri sendiripun merupakan buah yang cukup potensial untuk dikembangkan. Terbukti dari data tahun 2010 menunjukkan bahwa konsumsi buah masyarakat Indonesia hanya 32 kg per kapita per tahun, sementara Food and Agriculture Organization (FAO) memberi batas minimal 65,75 kg per kapita per tahun 8. Sedangkan untuk pisang sendiri, berdasarkan data Susenas tahun 2010 menunjukkan bahwa konsumsi pisang masyarakat Indonesia hanya 7,4 kg per kapita per tahun atau 11,26 persen dari total konsumsi buah yang dianjurkan oleh FAO. Selain itu, produksi pisang Indonesia pada tahun 2010 sebesar 5.755.073 ton menunjukkan bahwa konsumsi 6
http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf [10 April 2013] http://balitbu.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/hasil-penelitian-mainmenu-46/teknologimainmenu-78/64-teknologi-pisang/62-prospek-pengembangan-pisang-di-lahan-pasang-surut [ 17 Juli 2013] 8 Fitri Rahmadianti. Buah Nusantara Tak Kalah Dengan Buah Impor. http://food.detik.com/read/2012/02/16/154910/1844369/294/buah-nusantara-tak-kalah-denganbuah-impor [23 Maret 2012] 7
3
pisang masyarakat Indonesia dapat meningkat seiring dengan ketersediaan produksi pisang yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap kebutuhan konsumsi buah-buahan, khususnya pisang dapat berkembang dengan cukup baik seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan nilai gizi dari buah-buahan. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Buah pisang memiliki mineral yang kaya akan kalium, magnesium, besi, fosfor, dan kalsium, juga mengandung vitamin B, B6, dan C, serta serotonin yang aktif sebagai neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energi buah pisang rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 gram. Kandungan karbohidrat pada buah pisang memberikan energi lebih cepat daripada nasi dan biskuit. Karbohidrat pada buah pisang merupakan karbohidrat komplek tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu yang tidak terlalu cepat 9. Pisang merupakan komoditas tanaman hortikultura yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan yang mencakup keanekaragaman varietas dan kondisi tanah-agroklimat yang kondusif untuk kegiatan produksi tanaman pisang sehingga komoditi pisang menghasilkan tingkat produksi yang paling tinggi diantara buah-buahan lainnya di Indonesia 10. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang menunjukkan Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Indonesia (Ton), 2009 – 2011. Produksi komoditi pisang di Indonesia terus mengalami perkembangan dari tahun 2006 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan ratarata 2,89 persen per tahun 11. Tabel 2 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Indonesia (Ton), 2009 – 2011 Komoditi Pisang Nanas Mangga Jeruk Jumlah Keterangan Sumber
2009 6.373.533 1.558.196 2.243.440 2.131.768 12.306.937
Tahun 2010 5.755.073 1.406.445 1.287.287 2.028.904 10.477.709
2011* 5.899.640 2.169.431 2.129.608 1.807.808 12.006.487
: * Angka sementara : Badan Pusat Statistik, 2012
Jawa Barat merupakan provinsi penghasil pisang dengan produksi terbesar di Indonesia diantara beberapa daerah lainnya. Produksi pisang di Jawa Barat terus mengalami perkembangan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,58 persen per tahun 12. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 9
Sulusi Prabawati, dan kawan-kawan. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. http://www.scribd.com/doc/51687928/11/NILAI-GIzI-BUAH-PISANG [24 Juni 2012] 10 Nurlaili Irmawati. Pengaruh Globalisasi dan Upaya Pemerintah dalam Melindungi Petani Jeruk Siam. http://mbem25.blogspot.com/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html [1 Maret 2013] 11 www.bps.go.id [24 Juni 2012] 12 Loc.cit
4
yang menunjukkan Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton), 2009 – 2011. Tabel 3 Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton), 2009 – 2011 Provinsi Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sumatera Utara Lampung Banten Keterangan Sumber
2009 1.415.694 1.020.773 965.389 335.790 681.875 194.835
Tahun 2010 1.090.777 921.964 854.383 403.391 677.781 243.887
2011* 1.360.126 1.188.724 750.775 429.629 427.727 248.272
: * Angka sementara : Badan Pusat Statistik, 2011
Perumusan Masalah Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa daerah sentra produksi pisang, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Ciamis 13. Sebagai salah satu sentra produksi pisang di Kabupaten Bogor, produksi pisang di Kabupaten Bogor sendiri merupakan tingkat produksi paling tinggi diantara buahbuahan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menunjukkan Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Kabupaten Bogor, 2009 – 2011. Produksi Pisang di Kabupaten Bogor terus mengalami perkembangan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,36 persen per tahun (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2012). Tabel 4 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Kabupaten Bogor (Ton), 2009 – 2011 Komoditi Pisang Rambutan Pepaya Durian
2009 18.912,9 16.107,1 8.813,0 6.178,8
Tahun 2010 23.744,0 8.558,4 5.764,5 5.512,1
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2012
13
www.deptan.go.id [24 Juni 2012]
2011 22.924,0 18.727,0 8.566,0 12.108,0
5
Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah di Kabupaten Bogor 14, salah satunya adalah Kecamatan Rumpin. Kecamatan Rumpin merupakan kecamatan yang mengunggulkan sektor pertaniannya 15. Terbukti bahwa salah satu desa di kecamatan rumpin menjadi salah satu dari enam finalis lomba desa tingkat kabupaten Bogor 16. Desa tersebut adalah Desa Rabak. Desa Rabak merupakan desa yang memiliki potensi produksi pisang yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1,7 persen dari total produksi di Kabupaten Bogor namun menurut petugas penyuluh lapang di Desa Rabak, Desa Rabak belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang teknologi peningkatan nilai tambah produksi pisang itu sendiri sehingga akan dilakukan Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian) oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) pada bulan September 2013 mendatang untuk memberikan nilai tambah terhadap produk pisang tersebut. Desa Rabak memiliki satu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), yaitu Barokah Tani yang terdiri dari lima Poktan (Kelompok Tani), yaitu Kelompok Tani Bina Harapan I, Kelompok Tani Bina Harapan II, Kelompok Tani Sari Makmur, Kelompok Tani Kuntum Mekar, dan Kelompok Tani Sugih Tani. Kelompok Tani Sari Makmur merupakan kelompok tani yang memiliki usia termuda dalam pembentukannya terhadap kelompok tani lain sehingga penelitian di kelompok tani ini perlu dilakukan untuk melihat bagaimana potensi usahatani yang ada pada Kelompok Tani Sari Makmur ini. Oleh karena itu, penelitian dilakukan di Kelompok Tani Sari Makmur. Berdasarkan data dari Kelompok Tani Sari Makmur, jenis pisang yang paling banyak di produksi adalah pisang lampung dimana pisang lampung sendiri merupakan salah satu jenis pisang buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena pisang lampung merupakan pisang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Buah pisang lampung mengandung energi sebesar 99 kilokalori, protein 1,3 gram, karbohidrat 25,6 gram, lemak 0,2 gram, kalsium 10 miligram, fosfor 19 miligram, zat besi 1 miligram, vitamin A 618 IU, vitamin C 4 miligram 17. Pisang lampung ini mirip pisang mas. Perbedaannya terletak pada ujung buahnya. Pisang lampung ujung buahnya lancip sedangkan pisang mas ujung buahnya tumpul. Setiap tandan terdiri dari 6 – 8 sisir dan setiap sisir terdiri dari 18 – 20 buah. Berat setiap sisir 940 gram, berat setiap buah 50 gram. Panjang buah 9 cm dan lingkar buah 10,5 cm Warna kulit buah kuning penuh dan warna daging buah putih kemerahan. Rasa buahnya manis dan aromanya harum. Pisang lampung disajikan sebagai hidangan segar. Sayangnya jenis pisang ini mudah sekali rontok dari sisirnya 18.
14
http://www.bogorkab.go.id/potensi-daerah/pertanian/ [20 Juni 2013] Aan dan Iwan. Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Salah Satu Finalis Lomba Desa Tingkat Kabupaten Bogor. http://mediakota.com/?p=695 [20 Juni 2013] 16 Loc.cit 17 Emma. Komposisi Gizi dan Bahan Makanan Manusia. http://emma65152.tripod.com/gizi/id3.html [20 Juni 2013] 18 Ajeng Syafitri. Pisang. http://www.ajengsyafitri.byethost14.com/pisang.html [20 Juni 2013] 15
6
Berdasarkan data dari Kelompok Tani Sari Makmur, status kepemilikan lahan pisang lampung didaerah penelitian adalah petani penggarap dengan menggarap lahan milik Perum Perhutani yang berada di sekitar pemukiman petani. Lahan yang digarap oleh petani di daerah penelitian berkisar antara 0,4 hektar hingga 1 hektar. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2 yang menunjukkan karakteristik responden petani di Desa Rabak. Pada umumnya pengusahaan pisang lampung didaerah penelitian merupakan usaha sampingan dari para petani. Penanaman pisang lampung sendiri di daerah penelitian pada umumnya hanya memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sehingga pola tanaman yang ditanam adalah pola tumpang sari dengan tanaman buah-buahan lain seperti pepaya, durian, jambu biji, dan lain-lain. Selain itu, petani di Desa Rabak tidak melakukan pembudidayaan tanaman pisang lampung dengan baik yang dapat meminimalisir risiko untuk mendapatkan hasil yang maksimal, seperti kurangnya melakukan pemupukan pada tanaman pisang lampung tersebut. Tidak dijadikannya pisang sebagai tanaman utama dikarenakan harga jual pisang ditingkat petani masih cukup rendah jika dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada umumnya petani menjual pisang lampung yang diproduksi kepada pedagang pengumpul (tengkulak). Lampiran 2 menunjukkan adanya gap pemasaran dimana rendahnya harga yang diterima petani dikarenakan lemahnya posisi tawar petani terhadap harga jual pisang lampung yang diproduksi sehingga harga ditentukan oleh pedagang pengumpul dan petani hanya sebagai penerima harga. Berdasarkan hal tersebut, analisis cabang usahatani dan saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor perlu dilakukan untuk dapat mengetahui usahatani yang dilakukan tersebut masih dapat menguntungkan atau tidak dan untuk dapat mengetahui keefisienan kegiatan pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana keuntungan cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor? 2) Bagaimana saluran pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. 2) Menganalisis saluran pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
7
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1) Penulis Meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis dan menemukan solusi sebagai perwujudan dari aplikasi ilmu yang diperoleh. 2) Petani dan lembaga pemasaran pisang Sebagai bahan informasi tentang cabang usahatani dan pemasaran yang dilakukan. 3) Akademisi Menjadi referensi terhadap penelitian cabang usahatani dan pemasaran pisang, serta sebagai bahan penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada petani yang berusahatani pisang yang dijadikan responden di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Pisang Lampung (Musa parasidiaca var sapientum) Pisang merupakan tanaman hortikultura yang berasal dari Kawasan Asia Tenggara yang kemudian menyebar ke Afrika, Amerika Selatan, dan Tengah. Berdasarkan fungsinya, pisang terbagi menjadi empat jenis, yaitu pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, pisang berbiji, serta pisang yang diambil seratnya. Bagian tanaman pisang yang dapat dimakan adalah bunga pisang yang dapat digunakan sebagai bahan sayuran dan buah pisang yang dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam olahan pangan. Klasifikasi botani dari tanaman pisang tersebut, yaitu 19: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa spp.
19
Kantor Deputi Menegristek Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http://www.ristek.go.id [23 Juni 2012]
8
Pisang dapat tumbuh di dataran rendah hangat bersuhu 21 – 32oC dan beriklim lembab. Topografi yang dikehendaki tanaman pisang berupa lahan datar dengan kemiringan 8o. Pertumbuhan optimal pisang dicapai di daerah bercurah hujan lebih dari 2.000 mm yang merata sepanjang tahun. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah 5,5 – 7,5 (Trubus, 2011). Tanaman pisang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk berbagai macam keperluan hidup. Selain buahnya, bagian tanaman lain, mulai dari akar hingga daunnya, banyak dimanfaatkan orang untuk berbagai macam keperluan, yaitu (Cahyono, 2009): 1. Umbi batang atau yang lebih dikenal sebagai bonggol dapat dimanfaatkan sebagai soda dalam pembuatan sabun serta sebagai pupuk tanaman. Bonggol pisang yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai rebung yang dapat dimasak dan dimakan sebagai sayur. 2. Air yang terdapat pada batang tanaman dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing yang panas dan sebagai obat penawar racun warangan. Batang tanaman ini (pelepahnya) banyak digunakan sebagai pembungkus bibit tanaman, serta sebagai tali pembungkus tembakau. Dalam bidang pertanian, batang tanaman pisang dapat digunakan dalam pembuatan kompos, sedangkan dalam bidang perikanan, dapat digunakan sebagai campuran media dalam budidaya belut. 3. Daun pisang banyak dimanfaatkan sebagai pembungkus aneka makanan. Daun tanaman yang telah tua dapat dimanfaatkan sebagai pakan hijauan ternak, misalnya sapi, kambing, kerbau, kelinci, serta marmut. Daun pisang juga dapat dijadikan sebagai kompos. 4. Bunga pisang atau yang lebih dikenal sebagai jantung pisang, memiliki kandungan lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan sayuran. Bunga pisang dapat diolah menjadi berbagai macam makanan dan masakan, misalnya acar, manisan, lalapan, serta sayur lodeh. 5. Selain sebagai buah segar, buah pisang dapat diolah menjadi tepung pisang untuk makanan bayi, sari buah, sale pisang, roti pisang, keripik pisang, pisang rebus, pisang goreng, kolak pisang, serta pisang bakar. Buah pisang berkhasiat sebagai obat luka lambung, menurunkan kolesterol darah, mencegah kanker usus, menjaga kesehatan jantung, membantu melancarkan pengiriman oksigen ke otak, menyuburkan rambut, serta menghaluskan kulit. Banyak jenis tanaman pisang di Indonesia yang telah dibudidayakan oleh masyarakat. Jenis tanaman pisang yang ditanam sebagai tanaman penghias taman, yaitu pisang kipas yang daunnya tumbuh menyerupai kipas serta pisang-pisangan yang tumbuh kerdil dan berumpun serta memiliki bunga yang sangat menarik dengan bentuk dan warna yang sangat beragam. Jenis pisang yang lain, yaitu pisang serat atau yang lebih dikenal dengan pisang manila yang dimanfaatkan untuk keperluan bahan tekstil dan buahnya tidak dapat dimakan. Jenis pisang yang merupakan jenis pisang buah dan memiliki nilai ekonomi tinggi, yaitu pisang ambon kuning, pisang ambon lumut, pisang ambon putih, pisang barangan, pisang raja, pisang kepok, pisang tanduk, pisang badak, pisang nangka, pisang mas, serta pisang susu. Berikut adalah gambar pisang lampung.
9
Gambar 1
Pisang Lampung
Budidaya Pisang Lampung Budidaya yang diterapkan pada suatu usaha budidaya, sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya tersebut. Pembibitan, pengolahan tanah, penanaman, pemberian pupuk, pengairan, penyiangan, pengendalian hama penyakit, dan lainlain merupakan unsur-unsur dalam budidaya yang harus sangat diperhatikan. 1. Pembibitan tanaman pisang Bibit tanaman pisang pada umumnya diperbanyak secara vegetatif, yaitu dengan menggunakan anakan yang tumbuh dari bonggol induknya. Selain itu, bibit tanaman pisang juga dapat diperoleh dari bonggol tanaman pisang yang dibelah-belah menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah mata tunas yang terdapat pada bonggol tersebut. Bibit yang diperoleh dari bonggol pisang yang
10
dibelah-belah itu dikenal dengan nama bibit bit, sedangkan bibit yang berupa anakan disebut sucker. Dari pembibitan dengan menggunakan bonggol dapat diperoleh bibit yang seragam dan dalam waktu yang tidak lama dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak. Selain itu, bibit yang berasal dari bonggol memiliki daya tahan produksi yang lebih tinggi dengan masa berbuah yang lebih pendek dibandingkan dengan bibit yang berasal dari anakan. Bibit dengan menggunakan bonggol dapat dipanen pada umur 529 hari, sedangkan bibit dengan menggunakan anakan dipanen antara 523 – 552 hari tergantung pada anakan yang digunakan. Penggunaan bibit pada anakan pisang yang sudah dewasa, akan memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan bibit dari anakan muda ataupun anakan sedang. Keuntungan lain adalah bibit dari bonggol lebih produktif daripada bibit anakan. Di samping dari anakan dan bonggol, pembibitan pisang juga dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan. 2. Pengolahan tanah Pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah, dari struktur tanah yang padat/pejal menjadi struktur tanah yang remah/gembur sehingga akan terdapat imbangan yang baik antara udara dan air yang diperlukan bagi pernapasan akar tanaman serta unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, struktur tanah yang remah akan memudahkan akar tanaman untuk tumbuh dan berkembang, tata air menjadi baik karena air mudah merembes, udara dapat lebih mudah masuk dan keluar hingga peredaran udara dalam tanah menjadi lebih baik. Kondisi seperti ini akan mendukung jasad hidup tanah lebih aktif dalam proses nitrifikasi dan penguraian bahan organis tanah. Di samping itu, proses pelepasan unsur hara di dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman dapat lebih cepat. Ketersediaan oksigen yang cukup dalam tanah dapat menghindarkan tanaman dari keracunan, karena terjadi proses oksidasi gas-gas beracun dalam tanah seperti asam sulfida yang sangat membahayakan kehidupan tanaman. Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah sehingga bibit tanaman dengan mudah dapat menyerap unsur hara, air, udara, dan panas sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dan berproduksi tercukupi. Di samping itu, pengolahan tanah yang sempurna dapat memberantas dan menekan pertumbuhan gulma, menghancurkan sisa-sisa tanaman menjadi humus, mengatur permukaan tanah, dan mengatur kelembaban udara dalam tanah. Pengolahan tanah untuk tanaman pisang dilakukan melalui beberapa tahap, yakni penggemburan, pembuatan bedeng, pembuatan parit-parit untuk saluran irigasi, dan pembuatan lubang tanam. Penggemburan tanah dilakukan melalui tahap pembajakan atau pencangkulan dan dibiarkan selama satu minggu. Kemudian, dibajak lagi dan dibiarkan satu minggu lagi agar bongkahan-bongkahan tanah dapat terkena sinar matahari sehingga bibit-bibit penyakit yang terdapat di dalam tanah akan mati. Di samping itu, proses oksidasi gas-gas beracun di dalam tanah dapat berjalan dengan baik. Pemerataan tanah dilakukan dengan mencangkul tipis-tipis tanah tersebut sekaligus menghaluskan struktur tanahnya hingga dihasilkan struktur tanah yang remah. Bersamaan dengan perataan tanah, dilakukan pembuatan bedengan. Arah bedengan membujur Timur-Barat agar sinar matahari dapat diterima secara merata
11
oleh semua tanaman. Bedengan dapat dibuat dengan lebar 2,80 m untuk jenis pisang yang bertajuk lebar; 2,30 m untuk jenis pisang yang bertajuk sedang; dan 1,8 m untuk jenis pisang bertajuk sempit. Sementara, tinggi bedeng dapat dibuat ± 50 cm, dengan panjang disesuaikan keadaan lahan. Tahap berikutnya adalah pembuatan parit-parit atau selokan. Parit harus dibuat dengan tujuan agar pengairan dapat berjalan dengan lancar. Parit dibuat dengan ukuran lebar ± 40 cm, kedalaman 50 cm dari permukaan bedeng, dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan. Di samping itu, dibuat pula saluran pembuangan air pada sekeliling petak-petak bedengan dengan ukuran lebar ± 60 cm dan kedalaman antara 60 – 70 cm. Pembuatan saluran pembuangan ini bertujuan agar kelebihan air dapat dibuang dengan cepat dan lancar, terutama pada musim hujan, sehingga air tidak menggenang areal tanaman pisang. Bedengan dibuat sebagai tempat atau media pertumbuhan tanaman pisang. Dengan tanah yang ditinggikan berbentuk bedeng-bedeng tersebut, diharapkan sifat fisik tanah pada bagian atas (permukaan bedengan) tetap terpelihara, tidak kehilangan air dan oksigen, sehingga imbangan antara oksigen dan air dalam tanah tetap dapat dipertahankan. Setelah bedeng dan parit-parit terbentuk, dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan cara dicangkul. Setengah dari tanah galian bawah atas harus dipisahkan dari setengah bagian tanah galian bawah. Tujuannya adalah agar lapisan tanah atas (top-soil) yang banyak mengandung bahan-bahan organis tidak tercampur dengan lapisan tanah bawah (sub-soil) yang tidak begitu banyak mengandung bahan organis. Pada saat penanaman, tanah galian lapisan atas dan lapisan bawah dikembalikan seperti keadaan/urutan semula. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 50 cm atau 80 cm x 80 cm x 50 cm tergantung pada tingkat kesuburan tanahnya. Pada tanah yang subur, dapat dibuat lubang tanam dengan ukuran yang pertama, sedangkan untuk tanah yang kurang subur dibuat lubang tanam dengan ukuran yang kedua. Lubang tanam yang telah jadi dibiarkan terbuka selama 1 – 2 bulan agar gas-gas beracun dapat menguap keluar dan bibit-bibit penyakit mati terkena sinar matahari. Penutupan lubang tanam dilakukan bersamaan dengan saat penanaman. Proses pengolahan tanah sampai siap tanam berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 2 – 3 bulan. Waktu penanaman yang baik adalah saat awal musim hujan, kecuali pada lahan yang beririgasi teknis, dimana kebutuhan air dapat tercukupi sepanjang tahun. 3. Penanaman Waktu tanam yang baik bagi tanaman pisang adalah 2 – 3 bulan setelah persiapan dan pengolahan tanah selesai dilakukan. Pada awal pertumbuhan tanaman memerlukan air dalam jumlah yang cukup. Jarak tanam harus diatur dengan baik, jangan terlalu rapat karena dapat mnegurangi penerimaan sinar matahari oleh tanaman, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis. Di samping itu, bila penanaman terlalu rapat, maka tingkat kelembaban menjadi tinggi dan akan terjadi pula persaingan antar-tanaman dalam mendapatkan air dan unsur hara. Penanaman yang terlalu rapat akan menyebabkan akar-akar dari satu pohon masuk ke dalam sistem perakaran pohon yang lain. Akibatnya, hasil buah pisang per satuan luas akan menurun. Jarak tanam yang
12
tepat sangat ditentukan oleh jenis atau kultivar tanaman pisang yang akan ditanam, yaitu 5 m x 5 m. Selesai penanaman, langkah berikutnya adalah pemberian mulsa di sekeliling tanaman. Pemberian mulsa bertujuan untuk mengurangi penguapan air tanah, mengatur dan mempertahankan temperatur serta kelembaban tanah, menjaga tanah dari pemadatan akibat curah hujan yang tinggi, meningkatkan kadar humus, mempertahankan dan memperbaiki sifat fisik tanah, dan mencegah tumbuhnya gulma di sekitar tanaman. Sebagai bahan mulsa dapat digunakan jerami padi, ataupun sisa-sisa tanaman lain yang telah mati. Kebutuhan bibit pisang untuk areal seluas 1 hektar adalah 305 – 687 bibit, dengan kerapatan tanam 5 m x 5 m. 4. Pemberian pupuk Setiap tanaman, termasuk tanaman pisang, sangat memerlukan pupuk untuk proses fisiologis dan morfologisnya. Selain itu, pemberian pupuk juga berfungsi untuk: (1) konservasi atau pengaawetan tanah; (2) meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah; (3) mencegah terjadinya erosi; (4) menambah kandungan zat-zat mineral dalam tanah; (5) meningkatkan populasi jasad renik dalam tanah; (6) meningkatkan dan mempertahankan sifat fisik tanah agar tetap gembur dan lembap, hingga sifat keasaman tanah tetap optimal; (7) mengembalikan keseimbangan unsur hara dalam tanah terutama unsur N, P, K; (8) mengganti dan menambah unsur-unsur hara tanah yang telah hilang. Cara pemberian pupuk sangat tergantung pada kondisi lahan setempat. Di samping itu, pemberian pupuk dilakukan dengan memperhatikan cara penggunaannya serta dosisnya. Pemberian pupuk yang tidak tepat justru dapat menyebabkan penurunan produksi. Pemberian pupuk, khususnya pupuk anorganik (kimia) yang dilakukan secara tidak tepat akan berdampak negatif terhadap tanah dan mikroorganisme dalam tanah. Pemupukan dapat dikatakan berhasil apabila tanaman menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tunas-tunas baru. Sebaliknya, pemupukan dikatakan tidak berhasil apabila tanaman tidak menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan atau bahkan tanaman tumbuh merana. Pupuk yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi terdiri atas tiga unsur utama, yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Ketiga unsur ini sangat sedikit tersedia dalam tanah. Oleh karena itu, pemberian pupuk, khususnya N, P, K, sangat diajurkan guna mencukupi kebutuhan tanaman. Sementara, pupuk kandang diberikan sebagai pupuk dasar pada saat penanaman, dengan dosis 8 – 15 kg per lubang tanam, tergantung ukuran lubang tanamnya. Pemupukan dengan pupuk anorganik dilakukan dengan cara ditaburkan pada parit-parit yang dibuat melingkar di sekeliling tanaman yang berjarak 60 – 75 cm dari batang tanaman. Kemudian, parit ditimbun dengan tanah kembali. Parit tersebut dibuat dengan kedalaman ± 30 cm. Pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar dapat dilakukan dengan cara dicampurkan dengan galian tanah lapisan atas. Sementara, pemberian pupuk kandang sebagai pupuk susulan dilakukan dengan cara yang sama seperti pemberian pupuk anorganik.
13
5. Pengairan Sistem pengairan yang baik sangat berpengaruh terhadap peredaran udara (aerasi) dalam tanah, jasad renik yang bermanfaat dalam tanah, pertumbuhan akar tanaman, dan daya tahan tanaman itu sendiri. Pertumbuhan akar yang baik memungkinkan tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan lebih baik sehingga tanaman dapat berproduksi dengan optimal. Oleh karena itu, sistem pengairan haruslah baik. Air yang menggenang dapat menyebabkan pembusukan akar pada tanaman pisang sekaligus mengundang berbagai macam bibit penyakit seperti cendawan Fusarium oxysporum yang dapat menyebabkan penyakit Panama. Tanaman pisang yang kekurangan air akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Kekurangan air pada masa pertumbuhan vegetatif dapat mempengaruhi kecepatan perkembangan daun dan jumlah bunga menjadi sedikit, sehingga produksi buah dalam satu tandan menjadi sedikit. Kekurangan air pada masa pembungaan juga dapat menurunkan jumlah buah yang dihasilkan. Sementara, kekurangan air yang terjadi selama periode pembentukan buah dapat mempengaruhi ukuran dan kualitas buah, yakni tandan menjadi pendek dengan buah yang kecil-kecil. Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pisang sangat ditentukan oleh umur tanaman. Pada periode perkecambahan, awal periode pertumbuhan vegetatif, pada saat pembungaan, dan pada periode pembentukan buah, tanaman memerlukan suplai air yang memadai. Pemberian air yang teratur dan memadai selama periode pertumbuhan, akan menghasilkan tanaman yang tumbuh subur, batang tinggi, daun lebar tangkai bunga cepat muncul, dengan buah yang banyak. Interval pemberian air juga mempunyai pengaruh besar terhadap buah yang dihasilkan. Hasil yang besar dapat diperoleh dengan interval (selang waktu) pemberian air (irigasi) yang pendek. Penyerapan air oleh tanaman pisang pada umumnya 100% dapat diperoleh dari lapisan tanah atas (top soil) dengan kedalaman 50 – 80 cm. Hal ini disebabkan karena tanaman pisang memiliki perakaran yang dangkal dengan akar yang jarang. Kedalaman perakaran pada umumnya kurang dari 75 cm. Apabila kondisi evapotranspirasi maksimal mencapai 5 – 6 mm/hari, maka penguapan air tanah yang tersedia diusahakan jangan melebihi 35%. Penguapan air tanah yang melebihi 35% selama masa pertumbuhan sangat membahayakan kehidupan tanaman. Dengan kondisi demikian, maka sangat dibutuhkan pengairan dengan frekuensi yang tinggi. Interval pemberian air pada tanaman pisang sangat tergantung pada laju evapotranspirasi dan kemampuan tanah dalam menahan air yang tersedia di sekitar perakaran tanaman. Pada kondisi penguapan air yang tinggi dan kemampuan tanah dalam menahan air rendah, interval pemberian air dapat dilakukan sekitar 3 hari. Sementara, pada kondisi penguapan air rendah dan kemampuan tanah menahan air tinggi, maka interval pemberian air pengairan dapat sekitar 15 hari. 6. Penyiangan dan pendangiran Penyiangan bertujuan untuk membersihkan rumput liar, gulma, ataupun tanaman lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman utama, dalam hal ini tanaman pisang. Sementara, pendangiran bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah yang telah memadat, sehingga diperoleh kembali struktur tanah yang remah.
14
Penyiangan dan pendangiran dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan harus dilakukan secara hati-hati. Sebab, tanaman pisang memiliki sistem perakaran yang dangkal. Perakaran yang rusak pada saat penyiangan dan pendangiran dapat memacu terjadinya infeksi yang akhirnya dapat menyebabkan pembusukan akar. Kerusakan akar dapat menyebabkan proses penyerapan unsur hara terganggu yang akhirnya mempengaruhi proses fisiologis tanaman sehingga produksinya menurun. Penyiangan dan pendangiran tanaman pisang dapat dilakukan seperlunya saja, tergantung pada kondisi kebun. Dalam satu tahun, dapat dilakukan 3 – 4 kali penyiangan dan pendangiran. 7. Pengendalian hama dan penyakit Pada umumnya, hama dan penyakit yang menyerang tanaman pisang berasal dari golongan insekta, nematoda, moluska, mamalia, bakteri, dan cendawan. Untuk mencegah dan mengatasi terjadinya serangan hama dan penyakit tersebut, kebun pisang perlu dikontrol secara berkala, cermat, dan teliti, agar bila ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman pisang tersebut, dapat diketahui sejak dini. Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman pisang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu preventif dan kuratif. Pemberantasan secara preventif merupakan usaha pencegahan tumbuhnya hama dan penyakit sebelum tanaman terinfeksi. Tindakan preventif ini dapat dilakukan dengan pengolahan tanah secara intensif, pengaturan jarak tanam secara tepat, penanaman tepat waktu, pengaturan sistem pengairan teknis yang baik, penanaman jenis yang resisten, serta penyiangan secara teratur. Sementara, pemberantasan secara kuratif adalah pemberantasan atau pengobatan tanaman yang telah terinfeksi hama dan penyakit. Metode pemberantasan hama dan penyakit yang paling efektif pada saat ini adalah menggunakan pestisida, misalnya insektisida, fungisida, bakterisida, nematida, dan lain-lain. Sementara, metode pemberantasan lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara biologis, yakni dengan menggunakan hewan lain yang merupakan musuh alamiahnya. Di samping itu, dapat pula dilakukan secara mekanis, yakni dengan langsung membunuh hewan yang menjadi hama atau dengan memangkas bagian tanaman yang telah terinfeksi oleh cendawan dan bakteri. Dapat pula dilakukan sanitasi, yaitu membersihkan sisa-sisa tanaman setelah panen sehingga tidak menjadi inang atau tempat persembunyian hama dan penyakit. Berbagai macam obat-obatan yang dapat digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman pisang adalah Diazenon, Thiodan, Dieldrin, Bayrusil, Furadan, Hostathion, Cymbush, Dithane, Benlate, Brestan, dan lain-lain. Penyemprotan tanaman dengan obat-obatan tersebut di atas dilakukan bila pemberantasan secara mekanis sudah tidak mungkin lagi dilakukan. 8. Panen dan penanganan pascapanen Panen dan penanganan pascapanen merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas buah selama dalam penyimpanan hingga sampai ke tangan konsumen. Pisang sudah mulai berproduksi dan bisa dipungut hasilnya pada umur 12 – 15 bulan setelah tanam atau 4 – 6 bulan setelah tanaman berbunga, tergantung pada varietasnya. Beberapa jenis pisang ada yang memiliki umur panen pendek, namun ada pula yang memiliki umur panen yang lebih panjang. Berbeda dengan
15
tanaman buah tahunan yang lain, tanaman pisang hanya berbuah satu kali dan setelah berbuah, akan mati. Oleh karena, tanaman pisang yang sudah diambil buahnya harus segera dibongkar dan diganti dengan tanaman pisang yang baru atau dengan memelihara anakannya yang tumbuh. Cara panen dan waktu panen (petik) buah pisang sangat menentukan kualitas buah yang dihasilkan. Oleh karena itu, cara panen dan waktu panen harus dilakukan dengan baik dan benar serta tepat waktu. Buah pisang yang dipetik sebelum mencapai derajat kematangan yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas buah pisang, yakni: rasa kurang manis, aroma kurang kuat, tekstur lembek, daging buah kurang padat berisi, dan penampilan buah secara keseluruhan kurang menarik. Buah pisang dengan kondisi demikian, tergolong dalam buah pisang berkualitas rendah sehingga harganya pun rendah pula. Sebaliknya, buah pisang yang dipetik saat telah mencapai derajat kematangan yang tepat, akan menghasilkan buah pisang yang berkualitas tinggi, yakni: rasanya manis, aromanya kuat, penampilannya menarik, daging buah padat berisi, dan berukuran besar. Kondisi buah pisang yang demikian, akan mempunyai harga yang tinggi. Pemetikan buah pisang yang terlambat juga berpengaruh terhadap kualitas buah. Daya simpannya menjadi pendek, cepat mengalami kerusakan atau pembusukan sebelum sampai di pasaran atau di tangan konsumen. Untuk pemasaran jarak jauh seperti pemasaran antar-daerah, antar-pulau, ataupun antar-negara (ekspor), hendaklah buah pisang dipetik pada stadium ketuaan ¾ penuh, yakni dalam keadaan sudah tua namun masih mentah, umur petik sekitar 80 hari sejak tanaman berbunga (mengeluarkan jantung). Pada stadium ini, buah pisang memiliki daya simpan lebih lama, dan buah akan matang 7 – 10 hari setelah penyimpanan. Sementara, apabila pemasaran dilakukan untuk pasar lokal, maka akan lebih baik apabila pemetikan dilakukan pada stadium matang penuh, yakni apabila sudah terdapat beberapa buah yang matang dalam satu tandan atau kira-kira berumur 110 hari setelah tanaman berbunga. Pada stadium ini, daya simpan buah pisang akan lebih pendek, dan umumnya buah akan mencapai matang secara keseluruhan dalam 3 – 4 hari kemudian. Untuk menjaga kualitas buah tetap baik, pemetikan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar buah tidak mengalami kerusakan mekanis. Cara panen yang benar adalah dengan menggores atau menusuk-nusuk batang pisang yang akan dipetik buahnya pada ketinggian ¾ dari permukaan tanah, kemudian merobohkannya secara pelan-pelan sambil menyangganya dengan bambu agar buah tidak membentur batang pisang ataupun tanah. Setelah batang pisang roboh, kemudian tandan pisang dipotong dengan hati-hati agar tidak merusak buah. Di samping itu, pemanenan hendaknya jangan dilakukan pada saat hujan atau segera setelah sesudah hujan. Pemanenan hendaknya dilakukan pada saat cuaca cerah tapi tidak terlalu panas, misalnya pada pagi atau sore hari. Setelah dipanen, diusahakan agar buah pisang tersebut tidak terlalu lama bersentuhan dengan tanah, tidak kehujanan, dan tidak terkena sinar matahari langsung. Karena buah yang terlalu lama bersentuhan dengan tanah, terkena air hujan, ataupun terkena panas sinar matahari langsung akan cepat mengalami kerusakan atau pembusukan. Oleh karena itu, pisang yang telah dipanen harus diberi pelindung atau ditempatkan di bawah tanaman/bangunan peneduh.
16
Penanganan pasca panen adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen sampai pada tahapan siap untuk dipasarkan. Kegiatan penanganan pasca panen yang perlu mendapat perhatian adalah grading dan sortasi, pemeraman, pengepakan, dan pengangkutan. Perlakuan pasca panen tersebut di atas harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena sangat menentukan kualitas akhir buah. Penanganan yang dilakukan secara kasar akan meningkatkan jumlah kerusakan buah sehingga memperpendek daya simpannya, kualitas buah juga menurun, dan harga jualnya pun menjadi rendah.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan cabang usahatani dan pemasaran pisang. Beberapa penelitian terdahulu tersebut adalah Musaddad (1985), Nasution (2000), Fitria (2004), Maharani (2008), Utami (2009). Musaddad (1985) melakukan penelitian mengenai struktur, tingkah laku, dan keragaan pasar pada tataniaga pisang di Desa Simpang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis struktur pasar, tingkah laku pasar, dan keragaan pasar. Proses tataniaga yang terjadi pada penelitian ini melibatkan satu pola saluran pemasaran, yaitu Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Distributor – Pedagang Pengecer – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi tataniaga yang terjadi kurang efisien, dimana farmer’s share sangat rendah yakni 24,13% dengan marjin tataniaga sebesar 75,87% dari harga konsumen. Efisiensi pemasaran di lokasi penelitian ini dapat dikembangkan dengan membuang kelebihan bonggol dan ujung tandan di tingkat petani, memperbaiki prasarana transportasi, serta mengaktifkan Koperasi dan KUD yang ada dan mendirikan fasilitas pengolahan pisang yang dapat menyerap produksi pisang yang ada. Nasution (2000) melakukan penelitian mengenai optimalisasi pola tanam dan efisiensi pemasaran pada usahatani pisang barangan di Desa Namo Tualang, Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan alat analisis program linear, saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, dan margin pemasaran. Proses tataniaga yang terjadi pada penelitian ini melibatkan dua pola saluran pemasaran, yaitu saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Pengecer – Konsumen, dan saluran II : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar – Pedagang Antar Pulau – Grosir di Jakarta – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa total margin pola I relatif kecil, yaitu 64,29% dari harga jual pedagang pengecer dibandingkan pola II sebesar 70,00% dari harga jual pedagang antar pulau, nilai farmer’s share pola I lebih besar, yaitu 35,71% dari harga jual pedagang pengecer dibandingkan pola II sebesar 30% dari harga jual pedagang antar pulau. Efisiensi pemasaran di lokasi penelitian ini dapat terjadi pada saluran pemasaran I karena biaya pemasaran yang terjadi lebih merata antar lembaga pemasaran yang terlibat.
17
Fitria (2004) melakukan penelitian mengenai sistem pemasaran pisang di Desa Mekargalih, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Proses tataniaga yang terjadi pada penelitian ini melibatkan empat pola saluran pemasaran, yaitu saluran I : Petani – STA – Pedagang Grosir Luar Kota – Pedagang Pengecer Luar Kota – Konsumen Luar Kota, salura II : Petani – PPD – Bandar – Pedagang Grosir Luar Kota – Pedagang Pengecer Luar Kota – Konsumen Luar Kota, saluran III : Petani – PPD – Bandar – Pedagang Pengecer Dalam Kota – Konsumen Dalam Kota, dan saluran IV : Petani – Pedagang Pengecer Desa – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran empat karena memiliki marjin pemasaran yang terendah, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi, tetapi karena saluran pemasaran empat memiliki volume penjualan terkecil yaitu sebesar 10 persen atau sebesar 18.000 kg dari total 180.000 kg total hasil panen petani responden dan tidak semua petani bisa menggunakan saluran pemasaran empat. Efisiensi pemasaran dapat dikembangkan dengan memilih saluran pemasaran dimana terdapat lembaga-lembaga yang bisa memberikan keuntungan kepada petani dan petani dapat pula melakukan standarisasi dan sortasi untuk meningkatkan harga jual. Maharani (2008) melakukan penelitian mengenai cabang usahatani dan sistem tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan metode analisis cabang usahatani, R/C rasio, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, perilaku pasar, dan margin tataniaga. Proses pemasaran yang terjadi pada penelitian ini melibatkan dua pola saluran pemasaran, yaitu saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen, dan saluran II : Petani – Pedagang Pengecer – Pedagang Pengecer – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan hanya menghasilkan produksi yang rendah karena R/C rasio yang dihasilkan sebesar 1,05 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,05. Efisiensi pemasaran di lokasi penelitian ini dapat ditingkatkan dengan memperpendek saluran pemasaran yang terjadi sehingga dapat memperbesar farmer’s share dan memperkecil marjin pemasaran. Utami (2009) melakukan penelitian mengenai cabang usahatani dan tataniaga pisang raja bulu di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Proses tataniaga yang terjadi pada penelitian ini melibatkan lima lembaga tataniaga mulai dari tingkat petani hingga konsumen akhir, yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pasar swalayan, dan pedagang pengecer. Penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan rasio R per C atas biaya tunai dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis strata yaitu petani pemilik dan penggarap sudah menguntungkan. Efisiensi pemasaran di lokasi penelitian ini dapat terjadi jika saluran yang terjadi memiliki total marjin yang terkecil dengan nilai farmer’s share terbesar.
18
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu dalam hal jenis komoditi yang diteliti, topik penelitian yakni mengenai cabang usahatani dan saluran pemasaran suatu produk pertanian, metode analisis data yang digunakan yakni analisis cabang usahatani dan analisis pemasaran, serta metode pengambilan responden terhadap petani dan lembaga tataniaga secara sengaja (purposive) dan snowball sampling. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu lokasi penelitian yang dilakukan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, serta waktu penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2013.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasanbatasan mengenai teori-teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Usahatani Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995). Usahatani menurut definisi yang diusulkan oleh Prof. Bachtiar Rivai (1960) dalam Hernanto (1980) merupakan organisasi dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengorganisasikan faktor produksi alam/tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan/manajemen pada lahan pertanian secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan cabang usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengorganisasikan faktor produksi alam/tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan/manajemen pada lahan pertanian secara efektif dan efisien pada satu jenis komoditi tertentu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
19
Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi pendapatan usahatani merupakan total penerimaan yang dikurang dengan total biaya. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan biaya usahatani merupakan semua biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani (Soekartawi, 2002). Biaya Usahatani Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit). Selain itu, biaya juga terdiri dari dua, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang langsung dikeluarkan, misalnya upah tenaga kerja. Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak dibayarkan secara tidak langsung, misalnya biaya tenaga kerja keluarga dalam usahatani. Faktor Produksi Faktor produksi dalam usahatani memiliki kemampuan terbatas untuk berproduksi secara berkelanjutan, tetapi dapat ditingkatkan nilai produktivitasnya melalui pengelolaan yang tepat. Berikut uraian dari masing-masing faktor produksi dalam usahatani (Shinta, 2011): a. Tanah Sumber pemilikan tanah dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara lain beli, sewa, sakap, pemberian oleh negara, warisan, wakaf, serta membuka lahan sendiri. Status tanah akan memberikan kontribusi bagi pengelolanya, antara lain tanah hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai, serta tanah pinjaman. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia (laki-laki, perempuan, dan anak-anak) bisa berasal dari dalam maupun luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan dan sambatan. c. Modal Terdapat beberapa contoh modal dalam usahatani, misalnya tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, saprodi, piutang dari bank, dan uang tunai. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman (kredit dari bank, tetangga, atau saudara), warisan, usaha lain, dan kontrak sewa. d. Pengelolaan/Manajemen Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengawasi faktor produksi yang dikuasai/dimilikinya sehingga mampu memberikan produksi seperti yang diharapkan. Peningkatan kemampuan manajemen usahatani, antara
20
lain peningkatan produktivitas yang dilakukan dengan penerapan teknologi maju, serta dengan perluasan areal tanam untuk meningkatkan usahatani, peningkatan nilai tambah yang mampu memberikan nilai tambah bagi petani sehingga petani dapat memasarkan produknya bukan hanya dalam bentuk mentah akan tetapi dalam bentuk olahan, serta pengembangan kelembagaan yang merupakan upaya pemberdayaan petani baik kelembagaan petani maupun pemerintah.
Pemasaran Pertanian Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran (Sudiyono, 2002). Sedangkan Kohls dan Downey (1972) atau Kohls dan Uhls (1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009) mendefinisikan pemasaran sebagai keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran dari produk-produk dan jasa-jasa dimulai dari tingkat produksi pertanian sampai di tingkat konsumen akhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi pertanian mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen akhir yang disertai dengan perpindahan guna waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan, serta adanya peningkatan nilai tambah produk yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dengan melaksanakan fungsi pemasaran. Saluran Pemasaran Kotler (2002) dalam Amir (2005) merumuskan bahwa saluran pemasaran (marketing channel) adalah sekumpulan organisasi independen yang terlibat dalam proses membuat sebuah produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Sedangkan Alma (2011) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah lembaga yang saling terkait untuk menjadikan produk atau jasa siap digunakan/dikonsumsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran adalah lembaga yang terlibat dalam alur yang diikuti produk atau jasa yang diproduksi untuk dapat digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen akhir. Untuk menyalurkan barang-barang dari produsen ke konsumen ada beberapa cara, yaitu penyaluran langsung dari produsen ke konsumen, penyaluran semi langsung melalui satu perantara, serta penyaluran tak langsung melalui lebih dari satu perantara (Alma, 2011). Lembaga Pemasaran Menurut Sudiyono (2002), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran juga merupakan pihak yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lembaga pemasaran adalah pihak yang menyalurkan produk dari produsen kepada konsumen akhir yang disertai dengan melakukan fungsi pemasaran.
21
Berdasarkan penguasaannya terhadap komoditi yang diperjualbelikan, lembaga pemasaran dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Lembaga Pemasaran yang bukan pemilik namun mempunyai kuasa atas produk (agent middleman), diantaranya: a. Perantara, makelar, atau broker baik selling broker maupun buying broker. Broker merupakan pedagang perantara yang tidak secara aktif berpartisipasi dalam melakukan fungsi pemasaran, mereka hanya berperan menghubungkan pihak-pihak yang bertransaksi. Bila transaksi berhasil dilaksanakan, broker akan memperoleh komisi atas jasa mereka. b. Commission agent, yaitu pedagang perantara yang secara aktif turut serta dalam pelaksanaan fungsi pemasaran terutama yang berkaitan dengan proses seleksi produk, penimbangan dan grading. Umumnya mereka memperoleh komisi dari perbedaan harga produk. 2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai produk pertanian yang diperjualbelikan, antara lain: a. Pedagang pengepul atau pengumpul, penebas, tengkulak atau contract buyer, whole seller: mereka umumnya menaksir total nilai produk pertanian dengan cara menaksir jumlah hasil panen dikalikan dengan harga yang diharapkan pada saat panen (expectation price). Dalam praktek on farm bila contract buyer adalah penebas atau ijon maka setelah ada kesepakatan harga, mereka akan bertanggung jawab memelihara tanaman sampai panen selesai dilakukan. Biaya panen dibayar oleh penebas. b. Grain millers: pedagang atau lembaga pemasaran yang memiliki gudang penyimpan produk pertanian. Mereka membeli aneka produk pertanian utamanya padi dan palawija dan sekaligus menangani pasca panen. c. Eksportir dan importir. 3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai produk pertanian yang ditransaksikan: a. Processors dan manufaktur: lembaga-lembaga ini sangat berperan dalam proses tataniaga produk pertanian, sebab keberadaannya menjadi jaminan pasar bagi produk pertanian. Sebagai contoh dapat diamati industriindustri pangan olahan, seperti produsen sari apel, buah kaleng, susu pasteurisasi, pakan ternak, penggilingan padi, baik dalam skala mikro, kecil, menengah hingga industri besar, seperti Pabrik Gula (PG), Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dan sebagainya. b. Facilitative organizations: salah satu bentuk organisasi fasilitatif yang sudah dikenal di Indonesia adalah pasar lelang ikan. Sub Terminal Agribisnis, walaupun belum sepenuhnya berjalan dengan baik sudah menawarkan alternatif transaksi berbagai produk pertanian melalui lelang. c. Trade associations: asosiasi perdagangan produk pertanian yang terutama bertujuan untuk mengumpulkan, mengevaluasi, dan mendistribusikan pada anggotanya. Contoh asosiasi dagang semacam ini adalah AEKI (Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia) dan ICO (International Coffee Agreement).
22
Fungsi Pemasaran Fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dilakukan dalam bisnis yang terlibat dalam menggerakkan barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen. Aliran produk pertanian dari produsen sampai kepada konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian tersebut. Peningkatan nilai guna ini terwujud hanya apabila terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran atas komoditi pertanian tersebut. Fungsifungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran tersebut bermacam-macam, pada prinsipnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu (Sudiyono, 2002): a. Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran dalam pemasaran produk-produk pertanian meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan hal kepemilikan dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran ini terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Dalam melaksanakan fungsi penjualan, maka produsen atau lembaga pemasaran yang berada pada rantai pemasaran sebelumnya harus memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk, dan waktu, serta harga yang diinginkan konsumen ataupun lembaga pemasaran yang ada pada rantai pemasaran berikutnya. Sedangkan fungsi pembelian ini diperlukan untuk memiliki komoditi-komoditi pertanian yang akan dikonsumsi ataupun digunakan dalam proses produksi berikutnya. b. Fungsi fisik Fungsi fisik meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlakukan terhadap komoditi pertanian, sehingga komoditi-komoditi pertanian tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Berdasarkan definisi fungsi fisik di atas, maka fungsi fisik ini meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan ini, meliputi perencanaan, pemilihan, dan pergerakan alatalat transportasi dalam pemasaran produk-produk pertanian yang pada prinsipnya adalah memindahkan produk-produk pertanian dari daerah surplus, dimana kegunaan produk pertanian rendah, ke daerah minus atau dari daerah produsen ke daerah konsumen. Fungsi penyimpanan ini diperlukan karena produksi komoditi pertanian bersifat musiman, sedangkan pola konsumsi bersifat relatif tetap dari waktu ke waktu yang bertujuan untuk mengurangi fluktuasi harga yang berlebihan dan menghindari serangan hama dan penyakit selama proses pemasaran berlangsung. c. Fungsi penyediaan fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas pada hakekatnya adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang merupakan usaha-usaha perbaikan sistem pemasaran untuk meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Fungsi penyediaan fasilitas ini meliputi standarisasi, penggunaan risiko, informasi harga, dan penyediaan dana. Standarisasi yaitu menetapkan grade (tingkatan) kriteria kualitas komoditi tertentu yang dapat meningkatkan keuntungan produsen, meningkatkan kepuasan konsumen, serta meningkatkan efisiensi pemasaran. Penggunaan risiko dalam fungsi penyediaan fasilitas ini pada prinsipnya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu risiko fisik, seperti penyusutan berat dan volume komoditi pertanian, serta kehilangan dan kebakaran, dan risiko ekonomi, seperti fluktuasi harga dan kebijakan moneter. Informasi pasar dalam fungsi penyediaan fasilitas ini selain mencantumkan harga komoditi per satuan,
23
sebaiknya juga menginformasikan mengenai persediaan, kualitas komoditi di tingkat pasar pada tempat dan waktu tertentu untuk mempertemukan potensial penawaran dan permintaan. Penyediaan dana dalam fungsi penyediaan fasilitas ini digunakan untuk memperlancar lembaga-lembaga pemasaran yang kekurangan dana dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran sehingga dibutuhkan fungsi pelancar penyediaan dana yang bisa berupa bank atau lembaga perkreditan. Farmer’s Share Menurut Kohls dan Uhl (2002) dalam Sumardi (2009), farmer’s share adalah presentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan produk. Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk, dan jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem pemasaran, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk yang dilakukan oleh lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Marjin Pemasaran Menurut Sudiyono (2002), marjin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, serta merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasajasa pemasaran. Sedangkan Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa pengertian marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat eceran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang juga merupakan biaya dari jasa lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran. Berikut adalah gambar dari konsep marjin pemasaran. P
Pr Pf
Gambar 2
Marjin Pemasaran
Sumber : Tomek dan Robinson (1990); Hammond dan Dahl (1977) dalam Asmarantaka (2009)
24
Keterangan: Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Dr : Primary Demand (permintaan di tingkat konsumen akhir) Df : Derived Demand (permintaan ditingkat petani) Sf : Primary Supply (penawaran di tingkat petani) Sr : Derived Supply (penawaran di tingkat konsumen akhir) Qrf : Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir Rasio Keuntungan Terhadap Biaya (Li/Ci) Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran. Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemasaran. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien.
Kerangka Pemikiran Operasional Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi pisang yang juga merupakan komoditi dengan tingkat produksi tertinggi di Kabupaten bogor. Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah di Kabupaten Bogor 20, salah satunya adalah Kecamatan Rumpin. Kecamatan Rumpin merupakan kecamatan yang mengunggulkan sektor pertaniannya 21. Terbukti bahwa salah satu desa di kecamatan rumpin menjadi salah satu dari enam finalis lomba desa tingkat kabupaten Bogor 22. Desa tersebut adalah Desa Rabak. Desa Rabak merupakan desa yang memiliki potensi produksi pisang yang cukup tinggi namun menurut petugas penyuluh lapang di Desa Rabak, Desa Rabak belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang teknologi peningkatan nilai tambah produksi pisang itu sendiri sehingga akan dilakukan Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian) oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) pada bulan September 2013 mendatang untuk memberikan nilai tambah terhadap produk pisang tersebut.
20
http://www.bogorkab.go.id/potensi-daerah/pertanian/ [20 Juni 2013] Aan dan Iwan. Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Salah Satu Finalis Lomba Desa Tingkat Kabupaten Bogor. http://mediakota.com/?p=695 [20 Juni 2013] 22 Loc.cit 21
25
Desa Rabak memiliki satu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), yaitu Barokah Tani yang terdiri dari lima Poktan (Kelompok Tani), yaitu Kelompok Tani Bina Harapan I, Kelompok Tani Bina Harapan II, Kelompok Tani Sari Makmur, Kelompok Tani Kuntum Mekar, dan Kelompok Tani Sugih Tani. Kelompok Tani Sari Makmur merupakan kelompok tani yang memiliki usia termuda dalam pembentukannya terhadap kelompok tani lain sehingga penelitian di kelompok tani ini perlu dilakukan untuk melihat bagaimana potensi usahatani yang ada pada Kelompok Tani Sari Makmur ini. Oleh karena itu, penelitian dilakukan di Kelompok Tani Sari Makmur. Berdasarkan data dari Kelompok Tani Sari Makmur, jenis pisang yang paling banyak di produksi adalah pisang lampung dimana pisang lampung sendiri merupakan salah satu jenis pisang buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena pisang lampung merupakan pisang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pada umumnya pengusahaan pisang lampung didaerah penelitian merupakan usaha sampingan dari para petani. Penanaman pisang lampung sendiri di daerah penelitian pada umumnya hanya memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sehingga pola tanaman yang ditanam adalah pola tumpang sari dengan tanaman buah-buahan lain seperti pepaya, rambutan, dan lain-lain. Tidak dijadikannya pisang sebagai tanaman utama dikarenakan harga jual pisang ditingkat petani masih cukup rendah jika dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada umumnya petani menjual pisang lampung yang diproduksi kepada pedagang pengumpul (tengkulak). Rendahnya harga yang diterima petani dikarenakan lemahnya posisi tawar petani terhadap harga jual pisang lampung yang diproduksi sehingga harga ditentukan oleh pedagang pengumpul dan petani hanya sebagai penerima harga. Berdasarkan hal tersebut, analisis cabang usahatani dan saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor perlu dilakukan untuk dapat mengetahui usahatani yang dilakukan tersebut masih dapat menguntungkan atau tidak dan untuk dapat mengetahui keefisienan kegiatan pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Analisis yang dilakukan adalah analisis cabang usahatani pisang lampung dan analisis saluran pemasaran pisang lampung. Analisis cabang usahatani pisang lampung dilakukan dengan perhitungan berdasarkan penerimaan serta biaya cabang usahatani pisang lampung, kemudian dilakukan perhitungan R/C rasio untuk melihat apakah cabang usahatani yang dilakukan menguntungkan atau tidak. Sedangkan analisis saluran pemasaran pisang lampung dilakukan dengan menganalisis saluran, lembaga, fungsi pemasaran pisang lampung di daerah penelitian dan dengan menghitung farmer’s share, marjin pemasaran, serta rasio keuntungan terhadap biaya untuk melihat apakah kegiatan pemasaran pisang lampung di daerah penelitian sudah efisien atau belum. Dari hasil analisa yang telah dilakukan maka dapat diketahui bagaimana potensi cabang usahatani pisang lampung sebagai usaha sampingan petani di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
26
Desa Rabak memiliki potensi untuk pengembangan produksi pisang tetapi desa tersebut tidak melakukan pembudidayaan dengan baik sehingga dalam pemasarannya dihadapkan pada daya tawar yang rendah kepada petani
Bagaimana keuntungan cabang usahatani pisang lampung Bagaimana saluran pemasaran pisang lampung
Analisis Cabang Usahatani : Penerimaan Cabang Usahatani Biaya Cabang Usahatani R/C Rasio Cabang Usahatani
Analisis Saluran Pemasaran : Saluran, Lembaga, dan Fungsi Farmer’s Share dan Marjin Rasio Li/Ci Saluran Pemasaran
Potensi cabang usahatani pisang lampung sebagai usaha sampingan petani di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Rabak merupakan lokasi yang belum diadakan Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian) oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) dimana di Desa Rabak memiliki potensi produksi pisang yang cukup tinggi sebesar 1,7 persen dari total produksi di Kabupaten Bogor namun belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang teknologi peningkatan nilai tambah produksi pisang itu sendiri sehinggga akan dilakukan Primatani pada bulan September 2013 mendatang untuk memberikan nilai tambah terhadap produk pisang tersebut. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2013.
27
Metode Penentuan Responden Responden pada penelitian ini adalah petani dan pedagang yang terlibat dalam pemasaran pisang lampung di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Penentuan responden petani dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa petani yang dijadikan responden memiliki atau mengusahakan tanaman pisang lampung yang merupakan komoditi dominan di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2 yang menunjukkan karakteristik responden petani di Desa Rabak. Responden petani dipilih berdasarkan rekomendasi PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) setempat dan ketua kelompok tani Sari Makmur. Adapun jumlah responden petani yang direkomendasikan pada penelitian ini adalah 30 orang. Penentuan responden pedagang dilakukan dengan metode snowball sampling, yakni dengan mengikuti aliran perdagangan pisang lampung dari petani yang dijadikan responden hingga konsumen akhir. Jumlah responden pedagang dalam pemasaran pisang lampung didaerah penelitian berjumlah 8 orang responden pedagang yang terdiri dari 1 orang pedagang besar, 2 orang pedagang pengecer, dan 5 orang pedagang pengumpul. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 3 yang menunjukkan karakteristik responden pedagang dalam pemasaran pisang lampung di Desa Rabak.
Data dan Instrumentasi Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara langsung dengan petani dan pedagang. Wawancara dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor atau instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, Dinas Pertanian Jawa Barat, serta Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Data sekunder juga diperoleh dari internet, literatur, serta penelitianpenelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan rujukan yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, yaitu mulai dari bulan Mei hingga Juni 2013. Metode yang digunakan selama pengumpulan data, antara lain observasi langsung, wawancara, pengisian kuesioner, serta browsing internet.
Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu dengan melakukan analisis cabang usahatani dan analisis saluran pemasaran. Analisis cabang usahatani dilakukan dengan menganalisis penerimaan cabang usahatani, menganalisis biaya cabang usahatani, serta menganalisis R/C rasio untuk mengetahui efisiensi dari cabang usahatani pisang lampung yang dilakukan.
28
Analisis saluran pemasaran dilakukan dengan menganalisis saluran pemasaran, menganalisis lembaga pemasaran, menganalisis fungsi pemasaran, serta menganalisis marjin pemasaran untuk mengetahui efisiensi dari saluran pemasaran pisang lampung yang dilakukan. Analisis Cabang Usahatani Pisang Lampung Analisis Penerimaan Cabang Usahatani Pisang Lampung Penerimaan cabang usahatani pisang lampung mencakup penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai cabang usahatani pisang lampung merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk cabang usahatani pisang lampung, sedangkan penerimaan tidak tunai cabang usahatani pisang lampung merupakan penerimaan yang diterima yang dinilai bukan dengan uang dari hasil produk cabang usahatani pisang lampung. Sehingga penerimaan total cabang usahatani pisang lampung merupakan penjumlahan antara penerimaan tunai cabang usahatani pisang lampung dengan penerimaan tidak tunai cabang usahatani pisang lampung. Secara umum, penerimaan cabang usahatani pisang lampung adalah perkalian antara produksi pisang lampung yang diperoleh dengan dua kali proses pemanenan dalam satu musim penanaman dengan harga jual pisang lampung. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Y . Py Dimana : TR = Total Penerimaan (Total Revenue) Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga Y Penerimaan pada analisis usahatani pada umumnya memiliki kesamaan rumus dengan penerimaan cabang usahatani, hanya saja pada analisis penerimaan usahatani, total penerimaan usahatani merupakan total penerimaan dari cabangcabang usahatani yang diusahakan sehingga penerimaan total usahatani merupakan kumulatif dari seluruh penerimaan cabang usahatani yang dilakukan. Analisis Biaya Cabang Usahatani Pisang Lampung Biaya cabang usahatani pisang lampung diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variable Cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap adalah pajak, sewa tanah, penyusutan alat pertanian, serta iuran irigasi. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah sarana produksi seperti pupuk, serta tenaga kerja. Biaya cabang usahatani pisang lampung juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai cabang usahatani pisang lampung dan biaya tidak tunai cabang usahatani pisang lampung. Biaya tunai cabang usahatani pisang lampung adalah biaya yang langsung dikeluarkan, misalnya upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tidak tunai cabang usahatani pisang lampung adalah biaya yang tidak dibayarkan secara langsung, misalnya biaya tenaga kerja keluarga yang ikut serta.
29
Dalam biaya cabang usahatani pisang lampung juga terdapat biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit cabang usahatani pisang lampung adalah biaya yang dikeluarkan yang tidak terlihat secara fisik, misalnya berupa uang yang dikeluarkan. Sedangkan biaya implisit cabang usahatani pisang lampung adalah biaya yang dikeluarkan yang tidak terlihat secara langsung, misalnya penyusutan barang modal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa biaya total cabang usahatani pisang lampung adalah penjumlahan antara total biaya tetap dan total biaya tidak tetap atau total biaya tunai dan biaya tidak tunai. Karena total biaya (Total Cost) adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya tidak tetap, maka: TC = FC + VC Dimana : TC = Total Cost FC = Fixed Cost VC = Variable Cost Analisis biaya usahatani merupakan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan dari seluruh cabang usahatani yang dilakukan, baik itu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Rumus yang digunakan adalah sama dengan analisis cabang usahatani, namun semua biaya yang dikeluarkan adalah untuk semua kegiatan dalam usahatani yang dilakukan. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Pisang Lampung Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya. Penerimaan ada yang berupa penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Sedangkan biaya juga ada yang berupa biaya tunai dan biaya tidak tunai. Sehingga pendapatan juga ada yang berupa pendapatan tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai cabang usahatani pisang lampung merupakan selisih antara penerimaan tunai cabang usahatani pisang lampung dengan biaya tunai cabang usahatani pisang lampung. Sedangkan pendapatan tidak tunai cabang usahatani pisang lampung merupakan selisih antara penerimaan tidak tunai cabang usahatani dengan biaya tidak tunai cabang usahatani pisang lampung. Analisis R/C Rasio Cabang Usahatani Pisang Lampung R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan cabang usahatani pisang lampung dan biaya cabang usahatani pisang lampung. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: a = R / C R = Py . Y C = FC + VC a = {(Py . Y) / (FC + VC)} Dimana : R = Penerimaan (Revenue) C = Biaya Py = Harga Pisang Lampung Y = Jumlah Pisang Lampung FC = Biaya Tetap (Fixed Cost) VC = Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
30
Bila nilai R/C > 1 maka cabang usahatani pisang lampung tersebut menguntungkan, sedangkan bila nilai R/C < 1 maka cabang usahatani pisang lampung tersebut tidak menguntungkan. Analisis Saluran Pemasaran Pisang Lampung Analisis Saluran Pemasaran Pisang Lampung Analisis saluran pemasaran pisang lampung berfungsi untuk mengetahui saluran pemasaran yang dilalui oleh komoditi pisang lampung dari petani sampai ke konsumen. Dengan menganalisis saluran pemasaran dapat diketahui berapa banyak jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran pisang lampung tersebut. Analisis saluran pemasaran juga dapat menunjukkan pola saluran pemasaran yang terjadi berdasarkan keberadaan pelaku pemasaran yang terlibat sehingga membentuk peta saluran pemasaran pisang lampung. Analisis Lembaga Pemasaran Pisang Lampung Analisis lembaga pemasaran pisang lampung berfungsi untuk melakukan identifikasi terhadap pelaku-pelaku pasar yang terlibat dalam penyampaian komoditi pisang lampung dari petani sampai kepada konsumen akhir. Lembaga pemasaran dalam hal ini berperan sebagai perantara dalam proses penyampaian suatu komoditi dari produsen hingga ke konsumen yang kemudian terbentuklah saluran pemasaran pisang lampung. Analisis Fungsi Pemasaran Pisang Lampung Analisis fungsi pemasaran pisang lampung berfungsi untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Manfaat lain dari analisis fungsi pemasaran adalah sebagai bahan perbandingan biaya yang dihasilkan oleh setiap lembaga pemasaran pisang lampung. Analisis fungsi pemasaran dilakukan dengan mengamati fungsi atau kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing petani dan lembaga pemasaran dalam menyalurkan buah pisang lampung dari petani hingga ke konsumen. Setiap fungsi yang dilakukan juga diidentifikasi manfaatnya dalam menciptakan kegunaan (utility). Fungsi pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam proses pemasaran. Fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Analisis fungsi pertukaran dilakukan dengan mengamati proses pertukaran barang yang meliputi fungsi penjualan, fungsi pembelian, serta fungsi pengumpulan. Analisis fungsi fisik dilakukan dengan mengamati perilaku yang melakukan fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, serta fungsi pengolahan. Analisis fungsi fasilitas dilakukan dengan mengamati pelaku yang melakukan fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi intelijen pemasaran. Analisis fungsi pemasaran diperlukan untuk mengetahui peranan dari setiap lembaga, perhitungan biaya, dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing pelaku serta fasilitas yang dibutuhkan.
31
Analisis Farmer’s Share Pisang Lampung Farmer’s share pisang lampung yaitu persentase harga yang diterima petani pisang lampung dibandingkan dengan harga jual pada pedagang pengecer. Farmer’s share dalam suatu kegiatan pemasaran dapat dijadikan dasar atau tolak ukur efisiensi pemasaran. Semakin tinggi tingkat persentase farmer’s share yang diterima petani maka dikatakan semakin efisien kegiatan pemasaran yang dilakukan dan sebaliknya semakin rendah tingkat persentase farmer’s share yang diterima petani, maka akan semakin rendah pula tingkat efisiensi dari suatu pemasaran. Untuk menghitung farmer’s share digunakan perhitungan dengan rumus: HP x 100% FS = HK Dimana : FS = Farmer’s Share HP = Harga di Petani HK = Harga Beli Konsumen Akhir Analisis Marjin Pemasaran Pisang Lampung Analisis marjin pemasaran pisang lampung dihitung berdasarkan pengurangan harga beli di tingkat konsumen akhir dengan harga jual oleh petani pisang lampung. Marjin total juga dapat dihitung dengan menjumlahkan marjin dari setiap lembaga pemasaran. Secara matematis, marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: n
Mtot = Pr – Pf =
∑ Mi i =1
Dimana : Mtot = marjin total (Rp/kg) Pr = harga pembelian oleh konsumen akhir (Rp/kg) Pf = harga penjualan oleh petani (Rp/kg) Mi = marjin pemasaran di tingkat lembaga ke-i (Rp/kg) n = jumlah tingkatan lembaga pemasaran yang terlibat Marjin pemasaran untuk tiap lembaga pemasaran (Mi) dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada suatu lembaga pemasaran atau penjumlahan biaya dan keuntungan pemasaran pada lembaga pemasaran tersebut. Secara lebih sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut: Mi = Psi – Pbi = Ci + πi, atau πi = Psi – Pbi – Ci Dimana : Psi = harga penjualan di tingkat lembaga ke-i (Rp/kg) Pbi = harga pembelian di tingkat lembaga ke-i (Rp/kg) Ci = biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga ke-i (Rp/kg) πi = keuntungan yang diperoleh lembaga ke-i (Rp/kg) Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Pisang Lampung Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran
32
yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Efisiensi pemasaran pisang lampung juga dapat dilihat dari besarnya rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) dalam Sumardi (2009), semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem pemasaran akan semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan terhadap biaya (π/c) =
π
x 100% c Keterangan : π = Keuntungan lembaga pemasaran c = Biaya pemasaran
Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Lampung Efisiensi pemasaran pisang lampung dapat diukur dengan menggunakan indikator yang mudah dan jelas dalam mengukur efisiensi pemasaran pisang lampung. Indikator-indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran pisang lampung, yaitu farmer’s share pisang lampung, marjin pemasaran pisang lampung, serta rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung. Ukuran efisiensinya adalah semakin tinggi farmer’s share pisang lampung yang dihasilkan maka akan semakin tinggi efisiensi pemasaran pisang lampung yang dilakukan, semakin meratanya marjin pemasaran pisang lampung antar lembaga pemasaran pisang lampung yang terlibat maka akan semakin efisien pemasaran pisang lampung yang dilakukan, serta semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung antar lembaga pemasaran pisang lampung yang terlibat maka akan semakin seefisien pemasaran pisang lampung yang dilakukan. Efisiensi pemasaran digunakan untuk hasil awal hingga akhir yang sama. Sebagai contohnya, yaitu dalam mengukur efisiensi pemasaran buah pisang merupakan pengukuran efisiensi yang hanya dilakukan pada buah pisang segar mulai dari produsen hingga konsumen akhir. Jika dilakukan mulai dari buah pisang segar yang kemudian diolah maka pengukuran efisiensi pemasaran produk tersebut tidak dapat dilakukan karena efisiensi pemasaran dapat diukur untuk produk awal hingga akhir yang sama.
GAMBARAN UMUM DESA RABAK Karakteristik Wilayah Wilayah Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor berada kurang lebih lima kilometer dari ibukota kecamatan, tiga puluh kilometer dari ibukota Kabupaten, dan seratus dua puluh kilometer dari ibukota provinsi Jawa Barat. Sebagian jalan sudah diaspal, namun masih ada yang berupa jalan batu. Desa Rabak memiliki potensi sumber daya alam yang beragam. Untuk topografi sangat bervariasi, mulai dari dataran dan bergelombang. Adapun kemiringan lahan sawah 5 – 8 persen dan lahan kering 6 – 10 persen, pH tanah sawah 4 – 6 dan lahan kering 4 – 5, sedangkan tinggi tempat 125 diatas
33
permukaan laut dan berada pada suhu panas, curah hujan rata-rata diatas 10 bulan basah, dan jenis tanah termasuk jenis latosol. Adapun batas-batas wilayah Desa Rabak, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Kampung Sawah, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibodas, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gobang, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Banyu Asih. Kondisi Kependudukan Berdasarkan data monografi Desa Rabak tahun 2013, jumlah penduduk Desa Rabak sebanyak 12.977 jiwa yang terdiri dari 6.434 jiwa laki-laki dan 6.543 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.372 kepala keluarga. Sebaran penduduk Desa Rabak hampir merata pada semua golongan usia. Jumlah penduduk yang berada pada usia 0 – 15 tahun sebanyak 3.882 jiwa, jumlah penduduk yang berada pada usia 16 – 30 tahun sebanyak 3.343 jiwa, jumlah penduduk yang berada pada usia 31 – 45 tahun sebanyak 2.992 jiwa, jumlah penduduk yang berada pada usia 46 – 60 tahun sebanyak 1.764 jiwa, dan jumlah penduduk yang berada pada usia 60 tahun ke atas sebanyak 996 jiwa. Komposisi penduduk berdasarkan usia di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 Usia (Tahun) 0 – 15 16 – 30 31 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah Sumber
Jumlah Penduduk (Jiwa) 3.882 3.343 2.992 1.764 996 12.977
Persentase (%) 29,92 25,76 23,06 13,59 7,68 100,00
: Monografi Desa Rabak, 2013
Berdasarkan mata pencaharian penduduk Desa Rabak, jumlah penduduk dengan mata pencaharian terbanyak adalah sebagai petani sebanyak 64,32 persen dari total 3.899 jiwa yang memiliki mata pencaharian. Sebanyak 12,34 persen penduduk dengan mata pencaharian dibidang jasa, sebanyak 10,54 persen penduduk dengan mata pencaharian sebagai pedagang, sebanyak 8,23 persen penduduk dengan mata pencaharian sebagai pegawai swasta, sebanyak 1,03 persen penduduk dengan mata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil, sebanyak 0,08 persen penduduk dengan mata pencaharian sebagai tentara negara Indonesia, dan sebanyak 3,46 persen penduduk dengan mata pencaharian lain-lain. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 6.
34
Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 Mata Pencaharian Petani Jasa Pedagang Pegawai Swasta Pegawai Negeri Sipil TNI Lain-lain Jumlah Sumber
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2.508 481 411 321 40 3 135 3.899
Persentase (%) 64,32 12,34 10,54 8,23 1,03 0,08 3,46 100,00
: Monografi Desa Rabak, 2013
Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk Desa Rabak, sebagian besar penduduk Desa Rabak adalah lulusan SD sebanyak 4.341 jiwa. Sebanyak 3.702 penduduk tidak sekolah, sebanyak 349 penduduk adalah lulusan SMP, sebanyak 211 penduduk adalah lulusan SLTA, sebanyak 35 penduduk adalah lulusan D3, dan sebanyak 34 penduduk adalah lulusan S1. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SLTA D3 S1 Jumlah Sumber
Jumlah Penduduk (Jiwa) 3.702 4.341 349 211 35 34 8.672
Persentase (%) 42,69 50,06 4,03 2,43 0,40 0,39 100,00
: Monografi Desa Rabak, 2013
Karakteristik Responden Petani Responden petani di daerah penelitian memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda, seperti perbedaan umur dan pengalaman dalam berusahatani pisang, tingkat pendidikan, luas lahan yang diusahakan, serta status usaha bertani mereka. Hal ini dapat mempengaruhi teknik dan kebiasaan mereka dalam berusahatani. Status Usaha Bertani Responden Petani Pada umumnya responden petani menjadikan pekerjaan berusahatani pisang lampung sebagai usaha sampingan. Dari 30 orang responden petani yang mengusahakan pisang lampung, sebanyak 21 orang menjadikan pekerjaan
35
berusahatani pisang lampung sebagai usaha sampingan dan sebanyak 9 orang menjadikan pekerjaan berusahatani pisang lampung sebagai usaha utama/pokok. Dalam statusnya sebagai usaha utama/pokok atau sampingan dapat dilihat dalam kepengurusan usahatani pisang yang diusahakan. Petani yang mengusahakan tanaman pisang sebagai usaha utama/pokok maka akan lebih fokus terhadap usahataninya daripada yang mengusahakan tanaman pisang sebagai usaha sampingan karena petani dengan usaha sampingan akan lebih fokus terhadap usaha atau pekerjaan utamanya sebagai pedagang atau pegawai. Sebaran responden petani berdasarkan status usaha bertani pada cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Status Usaha Bertani Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Status Usaha Bertani Mata Pencaharian Utama Mata Pencaharian Sampingan Jumlah
Jumlah Responden (Orang) 9 21 30
Persentase (%) 30 70 100
Usia Responden Petani Usia sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih dinamis, memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan berani mengambil risiko. Sedangkan petani yang relatif lebih tua biasanya mempunyai pengalaman berusahatani cukup lama sehingga lebih matang dalam pengelolaan usahataninya. Dari 30 orang responden petani di Desa Rabak, usia responden petani pengusahaan pisang lampung berkisar antara 40 – 55 tahun. Responden petani yang memiliki usia antara 40 – 43 tahun sebanyak 4 orang, responden petani yang memiliki usia antara 44 – 47 tahun sebanyak 4 orang, responden petani yang memiliki usia antara 48 – 51 tahun sebanyak 16 orang, dan responden petani yang memiliki usia antara 52 – 55 tahun sebanyak 6 orang. Sebaran responden petani berdasarkan usia pada cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Usia Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Usia (Tahun) 40 – 43 44 – 47 48 – 51 52 – 55 Jumlah
Jumlah Responden (Orang) 4 4 16 6 30
Persentase (%) 13,33 13,33 53,33 20,00 100,00
36
Tingkat Pendidikan Responden Petani Tingkat pendidikan responden petani akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden petani pernah mengikuti pendidikan formal, namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh responden petani tersebut masih rendah. Selain mengikuti pendidikan formal, responden petani juga pernah mengikuti pendidikan informal, seperti pelatihanpelatihan dan kursus-kursus yang berhubungan dengan pertanian. Pelatihanpelatihan dan kursus-kursus ini biasanya diadakan oleh Dinas Pertanian dan PPL setempat. Mayoritas tingkat pendidikan responden petani adalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Sebanyak 29 orang responden petani adalah tamatan SD dan hanya 1 orang dengan tingkat pendidikan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sebaran responden petani berdasarkan tingkat pendidikan pada cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Tingkat Pendidikan SD SLTA Jumlah
Jumlah Responden (Orang) 29 1 30
Persentase (%) 96,67 3,33 100,00
Pengalaman Berusahatani Pisang Lampung Responden Petani Tingkat pendidikan atau pengetahuan yang baik tidaklah cukup untuk mendukung keberhasilan seorang petani. Selain dari pendidikan yang baik, dibutuhkan juga pengalaman dalam berusahatani. Rendahnya tingkat pendidikan responden petani tidak mencerminkan rendahnya pengetahuan mereka dalam berusahatani pisang. Dari 30 orang responden petani, pengalaman berusahatani pisang responden petani berkisar antara 0 – 30 tahun. Sebanyak 8 orang responden petani memiliki pengalaman berusahatani pisang berkisar antara 0 – 10 tahun, sebanyak 16 orang responden petani memiliki pengalaman berusahatani pisang berkisar antara 11 – 20 tahun, dan sebanyak 6 orang responden petani memiliki pengalaman berusahatani pisang berkisar antara 21 – 30 tahun. Sebaran responden petani berdasarkan pengalaman berusahatani pada cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 11.
37
Tabel 11 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Pengalaman (Tahun) 0 – 10 11 – 20 21 – 30 Jumlah
Jumlah Responden (Orang) 8 16 6 30
Persentase (%) 26,67 53,33 20,00 100,00
Luas dan Status Pengusahaan Pisang Lampung Responden Petani Pada umumnya status pengusahaan pisang responden petani sebagai petani penggarap dengan menggarap lahan milik Perum Perhutani. Luas lahan yang digarap dengan pengusahaan tanaman pisang rata-rata seluas 6.600 m2. Dari 30 orang responden petani, sebanyak 1 orang responden petani yang mengusahakan tanaman pisang dengan lahan < 5.000 m2, sebanyak 21 orang responden petani yang mengusahakan tanaman pisang dengan lahan 5.000 m2, dan sebanyak 8 orang responden petani yang mengusahakan tanaman pisang dengan lahan > 5.000 m2. Sebaran responden petani berdasarkan luas dan status pengusahaan pada cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Luas dan Status Pengusahaan Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Luas Lahan (m2) < 5.000 5.000 > 5.000 Jumlah
Jumlah Responden (Orang) 1 21 8 30
Persentase (%) 3,33 70,00 26,67 100,00
Teknik Budidaya Pisang Lampung di Desa Rabak Teknik budidaya pisang lampung yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan jenis pisang lainnya yang meliputi kegiatan pengolahan tanah, kegiatan penanaman, kegiatan pemupukan, kegiatan penyiangan, kegiatan pemberantasan hama penyakit, serta kegiatan pemanenan. Pengolahan Tanah Kegiatan pengolahan tanah yang biasa dilakukan di Desa Rabak, yaitu dengan menebang pohon pisang yang telah dipanen atau membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman yang ada dan membersihkan lahan dari gulma-gulma. Setelah lahan bersih dari tanaman dan juga gulma, kemudian dilanjutkan dengan mencangkul tanah hingga tanah yang akan ditanami pisang menjadi gembur dan
38
diratakan. Pengolahan tanah bukan kegiatan yang mutlak harus dilakukan, khususnya pada lahan yang masih gembur dan tidak terdapat gulma. Untuk tanah yang beralang-alang perlu dicangkul sedalam 50 x 50 sentimeter. Alang-alang merupakan gangguan utama untuk tanaman pisang karena dapat menyebabkan kompetisi perolehan kebutuhan hara dan mineral-mineral tanah antar tanaman pisang dengan gulma. Proses pengolahan tanah sampai siap tanam berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 2 – 3 bulan. Penanaman Pada umumnya responden petani menanam pisang dengan cara yang bervariasi, dimana menanam pisang dipinggiran-pinggiran sawah atau kebun yang mereka tanami padi atau tanaman lain. Ada juga yang menanam pisang disela-sela tanaman lain, seperti pepaya, durian, jambu biji, dan lain-lain sebagai tanaman tumpang sari. Jarak tanam yang digunakan oleh responden petani dalam menanam pisang adalah 2 x 3 meter atau 3 x 3 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah daun pisang saling bersinggungan satu sama lain sehingga tanaman pisang dapat tumbuh dengan optimal. Teknik budidaya yang diterapkan oleh responden petani di Desa Rabak pada umumnya masih belum intensif, sehingga tidak ada perawatan atau perlakuan khusus yang diberikan pada tanaman pisang tersebut. Pada umumnya pisang ditanam, kemudian ditinggal untuk langsung menunggu berbuah saja. Pisang-pisang yang dihasilkan oleh repsonden petani di Desa Rabak sangat beragam. Pada umumnya responden petani menanam pisang secara tidak teratur secara jenis dan varietasnya sehingga dalam satu tempat bisa terdapat bermacam-macam jenis pisang. Pisang yang dihasilkan oleh responden petani di Desa Rabak antara lain pisang lampung, pisang ambon, pisang nangka, dan lainnya. Tetapi pisang yang paling banyak ditanam oleh responden petani adalah pisang lampung. Pemupukan Pemupukan yang intensif selalu diberikan untuk tanaman yang responden petani anggap lebih penting dan utama dibandingkan pisang, seperti padi dan palawija. Hal itu menunjukkan bahwa responden petani memiliki keterbatasan modal serta keterbatasan ilmu pengetahuan tentang budidaya pisang itu sendiri. Responden petani tidak menggunakan pupuk kimia kepada tanaman pisang dengan pertimbangan bahwa tanaman pisang telah memperoleh pupuk dari tanaman utama yang ditanam disekitarnya dengan cara tumpangsari, karena pada saat pupuk diberikan pada tanaman utama, seperti padi dan palawija, pupuk juga akan diserap oleh perakaran tanaman pisang. Sebagian responden petani hanya menggunakan pupuk kandang yang lebih ekonomis. Penyiangan Kegiatan penyiangan tanaman pisang dilakukan jika responden petani memiliki waktu luang atau jika memang sedang berada di tempat yang sama dengan tanaman pisang tersebut ditanam. Tidak ada waktu khusus bagi responden
39
petani untuk melakukan kegiatan penyiangan ini. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma-gulma yang berada disekitar tanaman pisang tersebut dengan menggunakan alat sabit atau cangkul. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik tanpa ada gangguan dari gulma-gulma. Pemberantasan Hama Penyakit Pada umumnya responden petani di Desa Rabak tidak melakukan pemberantasan hama penyakit tanaman pisang secara intensif. Jika tanaman mengalami serangan hama dan penyakit, tanaman dibiarkan saja atau ditebang dan dibakar sebagai teknik meminimalisasi serangan hama dan penyakit agar tidak menular ke tanaman lain. Perlakuan tersebut dilakukan karena terdapatnya keterbatasan modal repsonden petani pisang lampung. Pemanenan Pada umumnya responden petani melakukan pemanenan pisang ketika pisang masih dalam keadaan mentah, namun ada juga yang memanennya dalam keadaan yang sudah matang, tergantung dari kebutuhan atau keperluan. Pemanenan pisang dilakukan secara bertahap dan tidak dilakukan secara keseluruhan karena tanaman pisang juga tidak berbuah secara serentak meskipun waktu penanaman dilakukan secara bersamaan. Waktu pemanenan pisang dilakukan rata-rata satu hingga dua minggu sekali. Cara panen yang biasa dilakukan oleh responden petani adalah secara manual, yaitu buah pisang yang akan dipanen tersebut dipotong dan kemudian bisa langsung dijual. Pisang sudah mulai berproduksi dan bisa dipungut hasilnya pada umur 12 – 15 bulan setelah tanam atau 4 – 6 bulan setelah tanaman berbunga.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak Untuk menganalisis cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak diperlukan sarana dan prasarana produksi, yaitu bibit, pestisida (obat-obatan), pupuk, alat-alat pertanian, serta tenaga kerja. Bibit Pisang Lampung (Musa parasidiaca var sapientum) Bibit pisang lampung diperoleh dari anakan tanaman pisang yang sudah ada dari tanaman sebelumnya. Anakan pisang tersebut sengaja dibiarkan tumbuh menggerombol di sekitar atau di sekeliling tanaman induknya. Dengan demikian tidak perlu melakukan pembelian bibit tanaman pisang lampung agar dapat menghemat biaya produksi pisang lampung itu sendiri.
40
Pestisida (Obat-Obatan) Pada umumnya responden petani di Desa Rabak tidak melakukan pengendalian hama penyakit tanaman pisang secara intensif. Jika tanaman pisang mengalami serangan hama penyakit, tanaman dibiarkan saja atau ditebang dan dibakar sebagai teknik meminimalisasi serangan hama dan penyakit agar tidak menular ke tanaman lain. Hal ini dilakukan agar dapat menghemat biaya produksi karena adanya keterbatasan modal responden petani pisang lampung. Pupuk Pada umumnya responden petani tidak memberikan pupuk kimia pada tanaman pisang. Pupuk kimia diberikan kepada tanaman utama, seperti padi dan palawija yang ditanam disekitarnya dengan cara tumpangsari, karena pada saat tanaman utama dipupuk, pupuk juga akan diserap oleh perakaran tanaman pisang. Alat-Alat Pertanian Pengusahaan pisang lampung di Desa Rabak merupakan usaha sampingan sehingga penulis menemui kesulitan menghitung nilai peralatan yang benar-benar digunakan khusus untuk berusahatani pisang lampung ini. Untuk itu nilai penggunaan peralatan usahatani pisang lampung per musim tanam dihitung dengan mengalikan jumlah peralatan yang digunakan oleh responden petani dengan harga beli peralatan-peralatan tersebut, kemudian dibandingkan dengan umur peralatan dalam penggunaannya. Jenis-jenis peralatan pertanian yang digunakan untuk mengusahakan tanaman pisang, yaitu cangkul, kored, panugar, sabit, serta golok. Cangkul digunakan untuk mengolah lahan dan penanaman pisang lampung, kored dan sabit digunakan untuk menyiangi atau merapikan tanaman pisang lampung dari tanaman ilalang, panugar untuk memisahkan bibit dari induk tanaman pisang yang telah tumbuh sebelumnya, sedangkan golok digunakan untuk menebang tanaman pisang lampung atau dalam melakukan pemanenan pisang lampung. Penggunaan peralatan pertanian dalam berusahatani pisang lampung yang dilakukan oleh responden petani dapat dilihat pada lampiran 4 yang menunjukkan penggunaan peralatan pertanian responden petani pisang lampung di Desa Rabak tahun 2013. Tenaga Kerja Tenaga Kerja yang digunakan oleh responden petani di Desa Rabak menggunakan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan tenaga kerja dalam keluarga adalah responden petani itu sendiri. Tenaga kerja yang digunakan oleh responden petani di Desa Rabak kesemuanya adalah pria dan tidak ada tenaga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja responden petani untuk melakukan kegiatan cabang usahatani pisang lampung dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8 yang menunjukkan kebutuhan tenaga kerja responden petani pada kegiatan budidaya cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013. Sedangkan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 13.
41
Tabel 13 Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Untuk Luasan Rata-Rata 6.600 m2 Dengan 78 Rumpun pada Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Kegiatan Pengolahan Tanah Penanaman Pemupukan Penyiangan Pemberantasan Hama Penyakit Panen Total
Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) Luar Keluarga Dalam Keluarga 4,97 1,00 0,73 1,00 0,00 0,00 4,43 0,83 0,00 0,00 0,30 1,00 10,43 3,83
Penerimaan Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak Penerimaan responden petani pisang lampung berasal dari penjualan hasil produksi pisang lampung yang dikalikan dengan harga jual pisang lampung yang diterima oleh responden petani. Penerimaan tersebut diperoleh pada bulan Mei hingga Juni 2013 dimana pada saat tersebut dilakukannya penelitian ini. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 3 yang menunjukkan penerimaan cabang usahatani pisang lampung responden petani di Desa Rabak tahun 2013. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata produksi yang dihasilkan oleh responden petani di Desa Rabak sebanyak 53,67 tandan dengan rata-rata harga jual yang diterima responden petani sebesar Rp 5.133,33 per tandan. Dengan hasil perkalian antara rata-rata produksi pisang lampung yang dihasilkan oleh responden petani dengan rata-rata harga jual pisang lampung yang diterima oleh responden petani maka didapat penerimaan cabang usahatani pisang lampung responden petani di desa Rabak tahun 2013 adalah Rp 200.366,70. Biaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak Menurut Hernanto (1989), biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani. Dalam hal ini, biaya tunai yang dikeluarkan oleh responden petani pisang lampung di Desa Rabak adalah biaya tenaga kerja luar keluarga, sedangkan biaya yang diperhitungkan dalam cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan peralatan yang digunakan oleh responden petani. Sedangkan untuk bibit, pestisida atau obat-obatan, serta pupuk tidak dijadikan sebagai biaya cabang usahatani pisang lampung. Untuk bibit pisang lampung tidak dijadikan sebagai biaya produksi cabang usahatani pisang lampung karena bibit pisang lampung sendiri merupakan hasil peranakan induk pisang lampung yang telah tumbuh sebelumnya sehingga tidak diperlukan pembelian bibit pisang lampung sehingga lebih menghemat dalam biaya produksi pisang lampung. Untuk pestisida atau obat-obatan juga tidak dijadikan sebagai biaya
42
produksi cabang usahatani pisang lampung karena tanaman pisang lampung sendiri bukan tanaman utama atau pokok sehingga untuk pengendalian hama dan penyakit tidak digunakan pestisida atau obat-obatan sehingga tidak memerlukan pembelian pestisida atau obat-obatan sehingga lebih menghemat dalam biaya produksi pisang lampung. Untuk pupuk juga tidak dijadikan sebagai biaya produksi cabang usahatani pisang lampung karena tanaman pisang lampung sendiri merupakan tanaman tumpangsari dengan tanaman padi atau palawija sebagai tanaman utama sehingga tidak diadakan pemupukan secara intensif kepada tanaman pisang lampung karena pemupukan dilakukan hanya kepada tanaman utama seperti tanaman padi dan palawija dimana jika dilakukan pemupukan terhadap tanaman utama tersebut maka pupuk tersebut juga dapat diserap oleh perakaran tanaman pisang lampung yang berada disekitar tanaman utama tersebut. Biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani pisang lampung meliputi tenaga kerja yang melakukan kegiatan dalam berusahatani pisang, yakni kegiatan pengolahan tanah, kegiatan penanaman, kegiatan pemupukan, kegiatan penyiangan, kegiatan pemberantasan hama penyakit, serta kegiatan pemanenan. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10 yang menunjukkan biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani pisang lampung di Desa Rabak per periode tanam pisang lampung tahun 2013. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pengolahan tanah dalam berusahatani pisang sebesar Rp 49.666,67, rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan penanaman dalam berusahatani pisang sebesar Rp 7.333,33, rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pemupukan dalam berusahatani pisang sebesar Rp 0 karena responden petani tidak melakukan kegiatan pemupukan secara intensif pada tanaman pisang yang ditanam sehingga responden petani tidak melakukan kegiatan pemupukan dalam berusahatani pisang, rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan penyiangan dalam berusahatani pisang sebesar Rp 44.333,33, rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pemberantasan hama penyakit dalam berusahatani pisang sebesar Rp 0 karena tanaman pisang responden petani bukan merupakan tanaman utama atau pokok sehingga responden petani tidak melakukan perawatan secara intensif terhadap tanaman pisang yang diusahakan sehingga tidak melakukan kegiatan pemberantasan hama penyakit dalam berusahatani pisang, sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pemanenan dalam berusahatani pisang sebesar Rp 3.000. Sehingga total rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh responden petani sebesar Rp 104.333,33. Sedangkan biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani pisang lampung meliputi tenaga kerja yang melakukan kegiatan dalam berusahatani pisang, yakni kegiatan pengolahan tanah, kegiatan penanaman, kegiatan pemupukan, kegiatan penyiangan, kegiatan pemberantasan hama penyakit, serta kegiatan pemanenan. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 11 dan 12 yang menunjukkan biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan
43
oleh responden petani pisang lampung di Desa Rabak per periode tanam pisang lampung tahun 2013. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pengolahan tanah dalam berusahatani pisang sebesar Rp 10.000, rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan penanaman dalam berusahatani pisang sebesar Rp 10.000, rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pemupukan dalam berusahatani pisang sebesar Rp 0 karena responden petani tidak melakukan kegiatan pemupukan secara intensif pada tanaman pisang yang ditanam sehingga responden petani tidak melakukan kegiatan pemupukan dalam berusahatani pisang, rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan penyiangan dalam berusahatani pisang sebesar Rp 8.333,33, rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pemberantasan hama penyakit dalam berusahatani pisang sebesar Rp 0 karena tanaman pisang responden petani bukan merupakan tanaman utama atau pokok sehingga responden petani tidak melakukan perawatan secara intensif terhadap tanaman pisang yang diusahakan sehingga tidak melakukan kegiatan pemberantasan hama penyakit dalam berusahatani pisang, sedangkan rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani untuk melakukan kegiatan pemanenan dalam berusahatani pisang sebesar Rp10.000. Sehingga total rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan oleh responden petani sebesar Rp 38.333,33. Biaya penyusutan peralatan yang diperhitungkan oleh responden petani merupakan peralatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan cabang usahatani pisang lampung, yakni cangkul, kored, panugar, sabit, serta golok. Biaya penyusutan peralatan yang diperhitungkan oleh responden petani dapat dilihat pada lampiran 5 yang menunjukkan biaya penyusutan peralatan responden petani di Desa Rabak tahun 2013. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh responden petani untuk peralatan cangkul sebesar Rp 2.666,66, rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh responden petani untuk peralatan kored sebesar Rp 972,22 ratarata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh responden petani untuk peralatan panugar sebesar Rp 1.527,78, rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh responden petani untuk peralatan sabit sebesar Rp 631,95, sedangkan rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh responden petani untuk peralatan golok sebesar Rp 3.597,23. Sehingga total rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh responden petani sebesar Rp 9.395,83. Dari rincian biaya cabang usahatani pisang lampung yang dikeluarkan oleh responden petani di Desa Rabak yang meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan, maka total biaya cabang usahatani pisang lampung yang dikeluarkan oleh responden petani dapat dilihat pada lampiran 13 yang menunjukkan total biaya cabang usahatani pisang lampung responden petani di Desa Rabak tahun 2013. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa total rata-rata biaya cabang usahatani pisang lampung yang dikeluarkan oleh responden petani merupakan penjumlahan antara rata-rata semua biaya yang dikeluarkan oleh
44
responden petani maka didapat total rata-rata biaya cabang usahatani yang dikeluarkan oleh responden petani di Desa Rabak tahun 2013 sebesar Rp 152.062,49. Biaya yang dikeluarkan oleh responden petani pada cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 14 dan lampiran 13. Tabel 14 Total Biaya (Rp) Cabang Usahatani Pisang Lampung Responden Petani di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Biaya Tetap Variabel Total Rata-Rata
Tunai Tenaga Kerja Luar Keluarga 3.130.000,00 3.130.000,00 104.333,33
Yang Diperhitungkan Total Tenaga Kerja Penyusutan Dalam Keluarga Peralatan 281.875,03 281.875,03 1.150.000,00 4.280.000,00 1.150.000,00 281.875,03 4.561.875,03 38.333,33 9.395,83 152.062,49
Pendapatan Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak Pendapatan cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak merupakan selisih antara total penerimaan cabang usahatani pisang lampung yang diperoleh responden petani dengan total biaya cabang usahatani pisang lampung yang dikeluarkan oleh responden petani. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 14 yang menunjukkan penerimaan, biaya, pendapatan serta rasio R/C responden petani pisang lampung di Desa Rabak tahun 2013. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan cabang usahatani pisang lampung responden petani sebesar Rp 200.366,70, sedangkan rata-rata biaya cabang usahatani pisang lampung yang dikeluarkan oleh responden petani sebesar Rp 152.062,49, sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan cabang usahatani pisang lampung yang dilakukan oleh responden petani di Desa Rabak tahun 2013 sebesar Rp 48.304,21. Adanya rasio R/C merupakan suatu indikator untuk melihat apakah suatu cabang usahatani yang dilakukan sudah menguntungkan atau tidak dimana rasio R/C memiliki kriteria penilaian, yakni jika nilai rasio R/C > 1 maka cabang usahatani yang dilakukan sudah menguntungkan, dan jika nilai rasio < 1 maka sebaliknya usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, dimana rasio R/C ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah atas biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan keuntungan sebesar nilai rasio R/C. Pada lampiran 14 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai rasio R/C cabang usahatani pisang lampung yang dilakukan oleh responden petani di Desa Rabak tahun 2013 sebesar 1,36. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah atas biaya yang dikeluarkan oleh responden petani pisang lampung, maka akan memberikan keuntungan kepada responden petani pisang lampung di Desa Rabak tahun 2013 sebesar Rp 1,36. Untuk lebih jelasnya, analisis cabang usahatani responden petani pisang lampung untuk rata-rata luasan lahan 6.600 m2 dengan 78 rumpun pada bulan Mei hingga Juni 2013 di Desa Rabak dapat dilihat pada tabel 15.
45
Tabel 15 Analisis Cabang Usahatani Responden Petani Pisang Lampung Untuk Rata-Rata Luasan Lahan 6.600 m2 Dengan 78 Rumpun pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak Penerimaan Total Penerimaan Biaya Tunai Tenaga Kerja Luar Keluarga Biaya yang Diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Peralatan Total Biaya Pendapatan R/C
Rp 200.366,70 Rp 200.366,70 Rp 104.333,33 Rp 38.333,33 Rp 9.395,83 Rp 152.062,49 Rp 48.304,21 1,36
Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa nilai rasio R/C sebesar 1,36 yang menunjukkan bahwa setiap satu rupiah atas biaya yang dikeluarkan oleh responden petani pisang lampung, maka akan memberikan penerimaan keuntungan sebesar Rp 1,36 dimana dari penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang melakukan analisis cabang usahatani menggunakan rasio R/C sebagai indikator perhitungan analisis cabang usahatani. Indikator rasio R/C ini banyak digunakan karena telah cukup untuk dapat menunjukkan bagaimana keuntungan yang diterima dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Analisis Saluran Pemasaran Pisang Lampung Di Desa Rabak Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah lembaga yang terlibat dalam alur yang diikuti produk atau jasa yang diproduksi untuk dapat digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani di Desa Rabak, hampir sebagian besar responden petani menjual pisang lampung yang dihasilkan kepada pedagang pengumpul, walaupun ada beberapa petani yang menjual pisang lampung yang dihasilkan kepada konsumen langsung. Saluran pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak yang dilakukan oleh responden petani terdapat tiga saluran pemasaran pisang lampung. Saluran satu adalah Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen, saluran dua adalah Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen, saluran tiga adalah Petani Konsumen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4 yang menunjukkan saluran pemasaran pisang lampung responden petani di Desa Rabak tahun 2013. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa setiap saluran pemasaran mendistribusikan atau memasarkan pisang lampung dengan berbeda volume atau jumlah. Sebanyak 28 responden petani atau 93,33 persen dari total responden petani pisang lampung memasarkan pisang lampung kepada pedagang pengumpul sebanyak 91,57 persen dari total produksi atau sebanyak 1.065 tandan pisang lampung yang dihasilkan oleh responden petani, sedangkan 2 responden petani atau 6,67 persen dari total responden petani pisang lampung memasarkan pisang lampung langsung kepada konsumen akhir (rumah tangga) sebanyak 8,43 persen dari total produksi atau sebanyak 98 tandan
46
pisang lampung yang dihasilkan oleh responden petani, kemudian pedagang pengumpul memasarkan pisang lampung tersebut kepada pedagang besar sebanyak 72,56 persen dari total produksi atau sebanyak 844 tandan dari total produksi pisang lampung yang diterima oleh pedagang pengumpul, sedangkan sebanyak 19,01 persen dari total produksi atau sebanyak 221 tandan dari total produksi pisang lampung yang diterima oleh pedagang pengumpul dipasarkan kepada pedagang pengecer, dan kemudian pedagang besar memasarkan pisang lampung yang diterima tersebut kepada pedagang pengecer dengan volume yang sama yang diterima oleh pedagang besar dari pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengecer memasarkan pisang lampung kepada konsumen dengan total volume produksi yang diterima oleh pedagang pengecer sebanyak 91,57 persen, sehingga konsumen akhir menerima 100 persen hasil dari produksi pisang lampung yang dihasilkan responden petani di desa Rabak tahun 2013.
Petani 2 Petani (6,67%) 98 Tandan (8,43%)
28 Petani (93,33%) 1.065 Tandan (91,57%) Pedagang Pengumpul 844 Tandan (72,56%)
221 Tandan (19,01%)
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir (Rumah Tangga)
Keterangan :
: Saluran I : Saluran II : Saluran III
Gambar 4 Saluran Pemasaran Pisang Lampung Responden Petani di Desa Rabak Pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Pada umumnya responden petani di Desa Rabak tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan pisang lampung yang diproduksi, karena petani sudah bekerjasama dengan pelaku pasar, seperti pedagang pengumpul setempat yang berada di Desa Rabak tersebut. Pisang lampung di Desa Rabak dijual kepada
47
pelaku pasar setiap rata-rata dua minggu sekali sama seperti ketika melakukan pemanenan buah pisang oleh petani. Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah pihak yang menyalurkan produk dari produsen kepada konsumen akhir yang disertai dengan melakukan fungsi pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pisang lampung di Desa Rabak adalah sebagai berikut: 1. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul adalah orang yang membeli pisang dari petani secara langsung. Mereka membeli pisang yang sudah dipanen dan dikumpulkan oleh responden petani. Pedagang pengumpul membeli pisang masih dalam bentuk tandan buah. Responden pedagang pengumpul didaerah penelitian berjumlah 5 orang. 2. Pedagang Besar Pedagang besar adalah orang yang membeli pisang dari petani atau pedagang pengumpul yang biasanya telah memiliki langganan petani atau pedagang pengumpul yang akan menjual pisang yang dihasilkan. Pedagang besar membeli pisang masih dalam bentuk tandan buah pisang yang memiliki jumlah tandan pisang lebih banyak daripada pedagang pengumpul. Pedagang besar menjual dagangan pisangnya ke Pasar Parung Bogor dan Pasar Leuwiliang Bogor, dimana pisang yang dijual telah dibentuk dalam sisir buah ataupun masih dalam bentuk tandan buah. Responden pedagang besar di daerah penelitian berjumlah 1 orang. 3. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang langsung berhadapan dengan konsumen. Pemasaran pisang yang dilakukan oleh pedagang pengecer dipasarkan di Pasar Duri Jakarta Barat, Pasar Leuwiliang Bogor, dan Pasar Parung Bogor , dimana pisang yang dijual langsung kepada konsumen telah dibentuk dalam sisir buah. Responden pedagang pengecer di daerah penelitian berjumlah 2 orang. Fungsi Pemasaran Analisis fungsi pemasaran pisang lampung berfungsi untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Analisis fungsi pertukaran dilakukan dengan mengamati proses pertukaran barang yang meliputi fungsi penjualan, fungsi pembelian, serta fungsi pengumpulan. Analisis fungsi fisik dilakukan dengan mengamati perilaku yang melakukan fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, serta fungsi pengolahan. Analisis fungsi fasilitas dilakukan dengan mengamati pelaku yang melakukan fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi intelijen pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh responden pedagang di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 16.
48
Tabel 16 Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Responden Pedagang di Daerah Penelitian Lembaga Pemasaran Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Keterangan
Fungsi Pertukaran
Fungsi Fisik
Fungsi Fasilitas Tanggung Info Jual Beli Kumpul Simpan Angkut Olah Standar Risiko Pasar √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
: √ = Melakukan Fungsi Pemasaran
Dari tabel 16 tersebut dapat dilihat bahwa responden petani hanya melakukan fungsi pertukaran dalam fungsi pemasaran dimana fungsi pertukaran tersebut adalah penjualan yang melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul dan konsumen akhir. Responden pedagang pengumpul melakukan fungsi pemasaran, yakni pembelian yang melakukan pembelian kepada responden petani, penjualan yang melakukan penjualan kepada pedagang besar dan pedagang pengecer, serta pengumpulan yang melakukan pengumpulan barang yang dijual dari responden petani, fungsi fisik, yakni pengangkutan untuk melakukan penjualan kepada responden pedagang besar. Responden pedagang besar melakukan fungsi pemasaran, yakni fungsi pertukaran, yaitu penjualan yang melakukan penjualan kepada responden pedagang pengecer, pembelian yang melakukan pembelian dari pedagang pengumpul, pengumpulan yang melakukan pengumpulan barang yang dijual dari responden pedagang pengumpul, fungsi fisik, yakni penyimpanan yang melakukan penyimpanan didalam kios pemasaran dan pengangkutan yang melakukan pengangkutan dalam memasarkan pisang lampung di beberapa lokasi pemasaran, pengangkutan untuk melakukan penjualan kepada responden pedagang pengecer, serta fungsi fisik, yakni pengangungan risiko yang melakukan penanggungan risiko karena responden pedagang yang memasarkan kepada responden pedagang pengecer sehingga menghadapi risiko penyusutan barang atau pisang-pisang lampung yang mengalami kerusakan. Responden pedagang pengecer melakukan fungsi pemasaran, yakni fungsi pertukaran, yaitu penjualan yang melakukan penjualan kepada konsumen, pembelian yang melakukan pembelian dari responden pedagang pengumpul dan pedagang besar, pengumpulan yang melakukan pengumpulan barang yang dijual dari responden pedagang pengumpul dan pedagang besar, fungsi fisik, yakni penyimpanan yang melakukan penyimpanan didalam kios pemasaran dan pengangkutan yang melakukan pengangkutan dalam memasarkan pisang lampung di beberapa lokasi pemasaran, fungsi fasilitas, yakni standarisasi yang melakukan standarisasi dalam memasarkan pisang kepada konsumen, pengangungan risiko yang melakukan penanggungan risiko karena responden pedagang yang memasarkan kepada konsumen sehingga menghadapi risiko penyusutan barang atau pisang-pisang lampung yang mengalami pembusukan, serta info pasar yang
√
49
dapat mengetahui bagaimana harga pasar terhadap produk pisang lampung itu sendiri. Farmer’s Share Farmer’s share, yaitu persentase harga yang diterima petani dibandingkan dengan harga jual pada pedagang pengecer. Farmer’s share dalam suatu kegiatan pemasaran dapat dijadikan dasar atau tolak ukur efisiensi pemasaran. Semakin tinggi persentase farmer’s share yang diterima petani maka dapat dikatakan semakin efisien kegiatan pemasaran yang dilakukan dan sebaliknya semakin rendah persentase farmer’s share yang diterima petani, maka akan semakin rendah pula efisiensi dari suatu pemasaran. Farmer’s share pada masing-masing saluran pemasaran pisang lampung dapat dilihat pada tabel 17 dengan harga jual masing-masing lembaga pemasaran dapat dilihat pada lampiran 14. Tabel 17 Farmer’s Share pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Pisang Lampung di pada Bulan Mei – Juni 2013
Saluran Pemasaran
Harga di Tingkat Petani (Rp/Sisir)
I II III
714,29 714,29 1.000
Harga di Tingkat Konsumen Akhir (Rp/Sisir) 3.571,43 2.857,14 1.000
Farmer’s Share (%) 20 25 100
Jumlah Volume (Tandan) 221 844 98
Jumlah Volume (%) 19,00 72,57 8,43
Dari tabel 17 tersebut dapat diketahui bahwa saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak yang paling efisien adalah saluran pemasaran tiga karena menghasilkan farmer’s share yang paling tinggi, yaitu 100 persen, dimana petani menjual hasil produksi pisang lampungnya langsung kepada konsumen sehingga petani mendapatkan 100 persen bagian harga yang sama terhadap konsumen. Saluran pemasaran yang paling tidak efisien adalah saluran pemasaran satu karena menghasilkan farmer’s share 20 persen sehingga bagian harga yang diterima oleh petani sebesar 20 persen terhadap konsumen. Marjin Pemasaran Menurut Asmarantaka (2012), marjin pemasaran merupakan biaya-biaya dan keuntungan dari perusahaan tersebut akibat adanya aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan. Aktivitas bisnis tersebut adalah fungsi-fungsi pemasaran, sehingga dapat disimpulkan bahwa marjin pemasaran merupakan biaya-biaya dan keuntungan dari lembaga-lembaga pemasaran akibat dari adanya fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran tersebut. Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur efisiensi suatu pemasaran. Adapun marjin pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran pisang lampung dapat dilihat pada tabel 18 yang menunjukkan rincian
50
marjin pemasaran (Rp/sisir) responden pedagang pisang lampung di Desa Rabak tahun 2013. Tabel 18 Rincian Marjin Pemasaran (Rp/Sisir) Responden Pedagang Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Unsur Marjin Pemasaran Petani Harga Jual Pedagang Pengumpul Harga Beli Biaya Transportasi Biaya Tenaga Kerja Total Biaya Keuntungan Harga Jual Marjin Pedagang Besar Harga Beli Biaya Transportasi Biaya Tenaga Kerja Biaya Retribusi Biaya Sewa Kios Total Biaya Keuntungan Harga Jual Marjin Pedagang Pengecer Harga Beli Biaya Transportasi Biaya Tenaga Kerja Biaya Retribusi Biaya Sewa Kios Total Biaya Keuntungan Harga Jual Marjin Konsumen Akhir Harga Beli Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran
I
Saluran Pemasaran % II
%
714,29
20,00
714,29
25,00
714,29 18,67 4,67 23,34 262,37 1.000,00 285,71
20,00 0,52 0,13 0,65 7,35 28,00 8,00
714,29 130,72 32,68 163,40 1.265,17 2.142,86 1.428,57
25,00 4,58 1,14 5,72 44,28 75,00 50
1.000,00 163,40 20,43 4,09 40,85 228,77 914,09 2.142,86 1.142,86
28,00 4,58 0,57 0,12 1,14 6,41 25,60 60,00 32,00
2.142,86 326,80 57,19 8,18 81,70 473,87 954,70 3.571,43 1.428,57
60,00 9,15 1,60 0,23 2,29 13,27 26,73 100,00 40,00
2.142,86 228,76 56,05 8,01 80,07 372,89 341,39 2.857,14 714,28
75,00 8,01 1,96 0,28 2,80 13,05 11,95 100,00 25,00
3.571,43 725,98 2.131,16 2.857,14
100,00 20,33 59,67 80,00
2.857,14 536,29 1.606,56 2.142,85
100,00 18,77 56,23 75,00
Dari tabel 18 tersebut dapat diketahui bahwa pada pemasaran pisang lampung untuk saluran pemasaran satu, total biaya pemasaran pisang lampung yang dikeluarkan sebesar Rp 725,98 per sisir, dimana unsur marjin pemasaran pada pedagang pengumpul terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 18,67 per
51
sisir dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 4,67 per sisir. Unsur marjin pemasaran pada pedagang besar terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 163,40 per sisir, biaya tenaga kerja sebesar Rp 40,85 per sisir, biaya retribusi sebesar Rp 4,09 per sisir, dan biaya sewa kios sebesar Rp 40,85 per sisir. Sedangkan unsur marjin pemasaran pada pedagang pengecer terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 326,80 per sisir, biaya tenaga kerja sebesar Rp 57,19 per sisir, biaya retribusi sebesar Rp 8,18 per sisir, dan biaya sewa kios sebesar Rp 81,70 per sisir. Pada pemasaran pisang lampung untuk saluran pemasaran dua, total biaya pemasaran pisang lampung yang dikeluarkan sebesar Rp 536,29 per sisir, dimana unsur marjin pemasaran pada pedagang pengumpul terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 130,72 per sisir dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 32,68 per sisir. Sedangkan unsur marjin pemasaran pada pedagang pengecer terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 228,76 per sisir, biaya tenaga kerja sebesar Rp 56,05 per sisir, biaya retribusi sebesar Rp 8,01 per sisir, dan biaya sewa kios sebesar Rp 80,07 per sisir. Dan pada pemasaran pisang lampung untuk saluran pemasaran tiga, total biaya pemasaran pisang lampung yang dikeluarkan sebesar Rp 0,00 per sisir, karena petani langsung menjual kepada konsumen sehingga tidak terdapat biaya pemasaran yang terjadi. Total keuntungan paling besar pada pemasaran pisang lampung di Desa Rabak terdapat pada saluran pemasaran satu sebesar Rp 2.131,16 per sisir, sedangkan saluran pemasaran pisang lampung yang memiliki total marjin pemasaran paling kecil adalah pada saluran pemasaran dua sebesar Rp 2.142,85 per sisir, sedangkan saluran pemasaran pisang lampung yang memiliki total marjin pemasaran terbesar adalah pada saluran pemasaran satu sebesar Rp 2.857,14 per sisir. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Adapun rasio keuntungan terhadap biaya dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat pada setiap saluran pemasaran pisang lampung dapat dilihat pada tabel 19. Dari tabel 19 tersebut dapat diketahui bahwa nilai total rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung terbesar terdapat pada saluran pemasaran satu sebesar 2,94 yang berarti bahwa setiap Rp 1 per sisir biaya pemasaran pisang lampung yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 2,94 per sisir pisang lampung. Pada saluran pemasaran satu, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung yang diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar 11,24, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung yang diperoleh oleh pedagang besar sebesar 4,00, sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung yang diperoleh oleh pedagang pengecer sebesar 2,02. Pada saluran pemasaran dua, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung yang diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar 7,74, sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung yang diperoleh oleh pedagang pengecer sebesar 0,92.
52
Sedangkan pada saluran pemasaran tiga, tidak terdapat rasio keuntungan terhadap biaya karena rasio keuntungan terhadap biaya diperuntukkan untuk lembaga pemasaran yang terlibat pada pemasaran pisang lampung, sedangkan saluran pemasaran tiga adalah petani langsung memasarkan pisang lampung yang dihasilkan kepada konsumen akhir. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pisang lampung yang dikeluarkan dapat disimpulkan bahwa penyebaran rasio dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pisang lampung belum merata sehingga pemasaran pisang lampung yang dilakukan belum efisien karena tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga pemasaran pisang lampung yang terlibat. Tabel 19 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Lembaga Pemasaran Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni 2013 Lembaga Pemasaran Pedagang Pengumpul π c Rasio π/c Pedagang Besar π c Rasio π/c Pedagang Pengecer π c Rasio π/c Total π c Rasio π/c
Saluran Pemasaran I 262,37 23,34 11,24
II 1.265,17 163,40 7,74
914,09 228,77 4,00 954,70 473,87 2,02
341,39 372,89 0,92
2.131,16 725,98 2,94
1.606,56 536,29 3,00
Suatu pemasaran dapat ditingkatkan keefisienannya jika farmer’s share yang diterima oleh setiap saluran pemasaran tersebut tinggi, dengan menekan biaya pemasaran yang diakibatkan perlakuan terhadap fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lemabaga pemasaran dengan tidak mengurangi kepuasan konsumen, serta melakukan pengambilan keuntungan yang wajar oleh setiap pelaku pasar yang terlibat terhadap biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemasaran.
53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagai usaha sampingan penerimaan cabang usahatani pisang lampung responden petani di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 sebesar Rp 200.366,70, sedangkan biaya cabang usahatani pisang lampung responden petani di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 sebesar Rp 143.762,50, sehingga didapat pendapatan responden petani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 sebesar Rp 56.604,17. Ratarata nilai rasio R/C cabang usahatani pisang lampung yang dilakukan oleh responden petani di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 sebesar 1,40. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah atas biaya yang dikeluarkan oleh responden petani pisang lampung, maka akan memberikan keuntungan kepada responden petani pisang lampung di Desa Rabak pada bulan Mei hingga Juni tahun 2013 sebesar Rp 1,40. Dalam proses pemasaran pisang lampung yang dilakukan oleh responden petani adalah dengan memasarkan hasil produksi pisang lampung melalui tiga saluran pemasaran. Ketiga saluran pemasaran itu, yaitu saluran satu adalah Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen, saluran dua adalah Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen, dan saluran tiga adalah Petani Konsumen. Dari saluran-saluran pemasaran tersebut dapat dilihat juga bahwa lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang besar, serta pedagang pengecer. Lembaga-lembaga pemasaran juga melakukan fungsi-fungsi pemasaran, seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Dalam hubungannya antara usahatani dan saluran pemasaran dapat dilihat bahwa farmer’s share dijadikan sebagai salah satu tolak ukur efisiensi pemasaran. Pada penelitian ini, saluran yang efisien terhadap kegiatan pemasaran pisang lampung terdapat pada saluran dua, yaitu dengan total biaya dan total keuntungan paling kecil yang dihasilkan daripada total biaya an total keuntungan yang dihasilkan pada saluran satu.
Saran Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran untuk pengembangan cabang usahatani pisang lampung dan kegiatan pemasarannya. 1. Melakukan budidaya pisang lampung dengan jauh lebih baik agar pisang lampung yang dihasilkan lebih dapat memenuhi kriteria kualitas sehingga harga yang diterima petani juga dapat menyesuaikan dengan kualitas pisang lampung yang dihasilkan. 2. Melakukan pembudidayaan yang baik terhadap cabang usahatani pisang sehingga pengetahuan petani terhadap pembudidayaan pisang yang baik tersebut dapat meningkatkan seiring dengan pengalaman petani yang sudah terlebih dahulu mengusahakan tanaman pisang.
54
3. Dibutuhkan peran pemerintah dalam membantu sarana dan prasarana kebutuhan petani, seperti pupuk dan obat-obatan tanaman sehingga dapat memberikan hasil produksi pisang lampung yang lebih maksimal dengan adanya sarana dan prasarana usahatani tersebut. 4. Memberikan nilai tambah terhadap produk pisang yang dihasilkan, seperti mengolah buah pisang menjadi beberapa jenis makanan sehingga peran petani tidak hanya sebagai pembudidaya namun juga dapat menjadi penghasil nilai tambah sendiri terhadap produk pisang yang dihasilkan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA [Distanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2012. Monografi Pertanian dan Kehutanan. Bogor: Distanhut Kabupaten Bogor. Alma, Buchari. 2011. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta. Amir, M. Taufiq. 2005. Dinamika Pemasaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Amstrong, Gary & Philip, Kotler. 2002. Dasar-Dasar Pemasaran. Jilid 1, Alih Bahasa Alexander Sindoro dan Benyamin Molan, Jakarta: Penerbit Prenhalindo. Asmarantaka, Ratna Winandi. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Bogor: IPB Press. Hlm 19-43. Asmarantaka, Ratna Winandi. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor: Departemen Agribisnis FEM-IPB. Azzaino, Zulkifli. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Buah-Buahan Menurut Provinsi. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&no tab=2 [24 Juni 2012]. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Buah-Buahan di Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&no tab=5 [24 Juni 2012]. Cahyono, Bambang. 2009. Pisang. Edisi Revisi Kedua. Yogyakarta: Kanisius. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Buah. http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/428 [17 Juli 2013]. Downey, David. W dan Steven. P. Erickson. 1989. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Erlangga. Fitria, Asthi Noer. 2004. Analisis Sistem Pemasaran Pisang (Kasus Di Desa Mekargalih, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hafni, Nurriska. 2011. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Ekspor Pisang Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hernanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penerbar Swadaya Hutabarat, Batahi Wastin. 2012. Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
55
Kohls, Richard L. 1968. Marketing of Agricultural Products. New York: The Macmillan Company. Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip. 1994. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Maharani, Tantri. 2008. Analisis Cabang Usahatani Dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Moehar, Daniel. 2001. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Musaddad, Arif. 1985. Struktur, Tingkah Laku, Dan Keragaan Pasar Pada Tataniaga Pisang (Studi Kasus Di Daerah Sentra Produksi Pisang Di Kabupaten Garut) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nasution, Yuli Syofiani. 2000. Analisis Optimalisasi Pola Tanam Dan Efisiensi Pemasaran Pada Usahatani Pisang Barangan (musa paradisiaca) cv Barangan (Studi Kasus Desa Namo Tualang, Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Peranginangin, Boyle. 2011. Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo (Studi Kasus Desa Serebaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Purba, Sulaiman. 2010. Analisis Tataniaga Ubi Jalar. (Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Shinta, 2011. Ilmu Usahatani. Malang: Universitas Brawijaya Press. Sihombing, Agus Sutrisno. 2010. Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor (Kasus Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Rajawali Press. Soekartawi. 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Press. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi, 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press Stanton, William J. 1993. Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang: UMM Press. Sumardi, Dedi. 2009. Analisis Efisiensi Pemasaran Jambu Biji (Psidium guajava) (Studi Kasus Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Trubus, Redaksi. 2011. Berkebun Pisang Secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.
56
Utami, Yuniarni. 2009. Analisis Cabang Usahatani Dan Tataniaga Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca. sp) (Kasus Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
57
Lampiran 1 Karakteristik Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci
Status Usaha Sampingan Sampingan Sampingan Utama Utama Sampingan Utama Sampingan Sampingan Utama Utama Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Utama Sampingan Utama Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Sampingan Utama Sampingan Utama
Usia 50 Tahun 48 Tahun 42 Tahun 48 Tahun 50 Tahun 52 Tahun 50 Tahun 45 Tahun 52 Tahun 48 Tahun 45 Tahun 50 Tahun 48 Tahun 50 Tahun 52 Tahun 42 Tahun 40 Tahun 55 Tahun 46 Tahun 50 Tahun 42 Tahun 47 Tahun 48 Tahun 48 Tahun 50 Tahun 48 Tahun 52 Tahun 50 Tahun 55 Tahun 50 Tahun
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SLTA SD SD SD SD SD SD SD
Pengalaman 20 Tahun 20 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 30 Tahun 0 Tahun 30 Tahun 20 Tahun 20 Tahun 20 Tahun 15 Tahun 10 Tahun 20 Tahun 20 Tahun 15 Tahun 10 Tahun 10 Tahun 30 Tahun 10 Tahun 20 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 5 Tahun 20 Tahun 0 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 25 Tahun
Jumlah Rumpun 64 78 84 76 86 84 78 62 86 84 86 62 86 62 98 62 86 84 86 78 86 82 38 62 68 86 84 88 98 62
58
Lampiran 2 Karakteristik Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak (lanjutan) Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd
Status Lahan Garap Garap Garap Garap Garap Garap
H. Memed
Milik
H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci
Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap Milik Garap Garap Garap Garap Garap Garap Garap
Jenis Pisang Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Ambon, Lampung, Nangka Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung
Produksi (Tandan) 32 39 42 38 43 42
Harga Jual (Rp/Tandan) 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
39 31 43 42 43 31 43 31 49 31 43 42 43 39 43 41 19 31 34 43 42 44 49 31
Luas Lahan
Tujuan Penjualan
0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar
Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul
5.000
2 Hektar
Pedagang Pengumpul
5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 7.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 7.000 5.000
1 Hektar 0,5 Hektar 1 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 1 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 0,5 Hektar 1 Hektar 0,4 Hektar 0,5 Hektar 1 Hektar 0,5 Hektar 1 Hektar 0,5 Hektar 1 Hektar 0,5 Hektar
Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang Pengumpul
59
Lampiran 3 Penerimaan Cabang Usahatani Pisang Lampung Respoden Petani di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Luas Lahan (Hektar) 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 2,00 1,00 0,50 1,00 0,50 0,50 1,00 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 1,00 0,40 0,50 1,00 0,50 1,00 0,50 1,00 0,50 19,90 0,66
Jumlah Rumpun 64 78 84 76 86 84 78 62 86 84 86 62 86 62 98 62 86 84 86 78 86 82 38 62 68 86 84 88 98 62 2.326 77,53
Produksi (Tandan) 32 39 42 38 43 42 39 31 43 42 43 31 43 31 49 31 43 42 43 39 43 41 19 31 34 43 42 44 49 31 1.163 53,67
Harga (Rp/Tandan) 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 7.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 7.000 5.000 154.000 5.133,33
Penerimaan (Rp) 160.000 195.000 210.000 190.000 215.000 210.000 195.000 155.000 215.000 210.000 215.000 155.000 215.000 155.000 343.000 155.000 215.000 210.000 215.000 195.000 215.000 205.000 95.000 155.000 170.000 215.000 210.000 220.000 343.000 155.000 6.011.000 200.366,7
60
Lampiran 4 Penggunaan Peralatan Pertanian Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak
Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci
Cangkul / 3 Tahun (Rp 40.000) 1 1 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1
Jumlah Alat Yang Digunakan Kored / 3 Panugar / 3 Sabit / 2 Tahun Tahun Tahun (Rp 15.000) (Rp 25.000) (Rp 6.500) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 4 4 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 0 0 0 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Golok / 2 Tahun (Rp 35.000) 1 1 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1
61
Lampiran 5 Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Cangkul 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 8.888,88 4.444,44 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 4.444,44 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 4.444,44 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 2.222,22 79.999,92 2.666,66
Biaya Penyusutan Peralatan (Rp) Kored Panugar Sabit Golok 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 3.333,33 5.555,56 2.166,67 11.666,67 0,00 0,00 0,00 5.833,33 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 1.666,67 2.777,78 1.083,33 5.833,33 0,00 0,00 0,00 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 2.500,00 1.388,89 1.625,00 2.916,67 0,00 0,00 0,00 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 1.666,67 2.777,78 1.083,33 5.833,33 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 1.666,67 2.777,78 1.083,33 5.833,33 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 833,33 1.388,89 541,67 2.916,67 29.166,60 45.833,37 18.958,40 107.916,74 972,22 1.527,78 631,95 3.597,23
Jumlah 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 31.611,11 10.277,77 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 15.805,55 5.138,89 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 10.652,78 5.138,89 7.902,78 15.805,55 7.902,78 13.583,33 7.902,78 7.902,78 7.902,78 281.875,03 9.395,83
62
Lampiran 6 Kebutuhan Tenaga Kerja Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013
Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci
Kebutuhan Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang (HOK) Pemberantasan Pengolahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Hama Panen Tanah Penyakit 5 1 0 5 0 1 5 1 0 5 0 1 5 1 0 5 0 1 5 1 0 5 0 1 9 1 0 9 0 1 5 1 0 5 0 1 5 5 0 0 0 5 9 2 0 0 0 1 5 1 0 5 0 1 9 1 0 9 0 1 5 1 0 5 0 1 6 2 0 5 0 1 8 2 0 7 0 2 5 1 0 5 0 1 5 2 0 5 0 2 6 1 0 6 0 1 5 1 0 5 0 1 5 2 0 5 0 1 5 5 0 5 0 1 8 1 0 8 0 1 5 1 0 5 0 1 8 1 0 8 0 2 3 1 1 2 0 1 5 1 0 5 0 1 6 1 0 6 0 2 5 1 0 5 0 1 8 2 0 7 0 2 5 1 0 5 0 1 9 9 0 9 0 1 5 1 0 5 0 1
63
Lampiran 7 Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Keluarga Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013
Nama
Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Keluarga Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang (HOK) Pemberantasan Pengolahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Hama Panen Tanah Penyakit 4 0 0 4 0 0 4 0 0 4 0 0 4 0 0 4 0 0 4 0 0 4 0 0 8 0 0 8 0 0 4 0 0 4 0 0 4 4 0 0 0 4 8 1 0 0 0 0 4 0 0 4 0 0 8 0 0 8 0 0 4 0 0 4 0 0 5 1 0 4 0 0 7 1 0 6 0 1 4 0 0 4 0 0 4 1 0 4 0 1 5 0 0 5 0 0 4 0 0 4 0 0 4 1 0 4 0 0 4 4 0 4 0 0 7 0 0 7 0 0 4 0 0 4 0 0 7 0 0 7 0 1 2 0 0 1 0 0 4 0 0 4 0 0 5 0 0 5 0 1 4 0 0 4 0 0 7 1 0 6 0 1 4 0 0 4 0 0 8 8 0 8 0 0 4 0 0 4 0 0 149 22 0 133 0 9 4,97 0,73 0 4,43 0 0,30
64
Lampiran 8 Kebutuhan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013
Nama
Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Kebutuhan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang (HOK) Pemberantasan Pengolahan Penanaman Pemupukan Penyiangan Hama Panen Tanah Penyakit 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 30 30 0 25 0 30 1 1 0 0,83 0 1
65
Lampiran 9 Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Pengolahan Tanah 40.000 40.000 40.000 40.000 80.000 40.000 40.000 80.000 40.000 80.000 40.000 50.000 70.000 40.000 40.000 50.000 40.000 40.000 40.000 70.000 40.000 70.000 20.000 40.000 50.000 40.000 70.000 40.000 80.000 40.000 1.490.000 49.666,67
Penanaman
Pemupukan
Penyiangan
0 0 0 0 0 0 40.000 10.000 0 0 0 10.000 10.000 0 10.000 0 0 10.000 40.000 0 0 0 0 0 0 0 10.000 0 80.000 0 220.000 7.333,33
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40.000 40.000 40.000 40.000 80.000 40.000 0 0 40.000 80.000 40.000 40.000 60.000 40.000 40.000 50.000 40.000 40.000 40.000 70.000 40.000 70.000 10.000 40.000 50.000 40.000 60.000 40.000 80.000 40.000 1.330.000 44.333,33
Pemberantasan Hama Penyakit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Panen 0 0 0 0 0 0 40.000 0 0 0 0 0 10.000 0 10.000 0 0 0 0 0 0 10.000 0 0 10.000 0 10.000 0 0 0 90.000 3.000
66
Lampiran 10 Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 (lanjutan) Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Total 80.000 80.000 80.000 80.000 160.000 80.000 120.000 90.000 80.000 160.000 80.000 100.000 150.000 80.000 100.000 100.000 80.000 90.000 120.000 140.000 80.000 150.000 30.000 80.000 110.000 80.000 150.000 80.000 240.000 80.000 3.130.000 104.333,33
67
Lampiran 11 Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Pengolahan Tanah 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 300.000 10.000
Penanaman
Pemupukan
Penyiangan
10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 300.000 10.000
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 0 0 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 0 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 0 0 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 250.000 8.333,33
Pemberantasan Hama Penyakit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Panen 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 300.000 10.000
68
Lampiran 12 Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 (lanjutan) Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Total 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 30.000 30.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 30.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 30.000 30.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 1.150.000 38.333,33
69
Lampiran 13 Total Biaya (Rp) Cabang Usahatani Pisang Lampung Responden Petani pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak
Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Biaya Tunai Tenaga Kerja Luar Keluarga 80.000,00 80.000,00 80.000,00 80.000,00 160.000,00 80.000,00 120.000,00 90.000,00 80.000,00 160.000,00 80.000,00 100.000,00 150.000,00 80.000,00 100.000,00 100.000,00 80.000,00 90.000,00 120.000,00 140.000,00 80.000,00 150.000,00 30.000,00 80.000,00 110.000,00 80.000,00 150.000,00 80.000,00 240.000,00 80.000,00 3.130.000,00 104.333,33
Biaya yang Diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 30.000,00 30.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 30.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 30.000,00 30.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 40.000,00 1.150.000,00 38.333,33
Penyusutan Peralatan 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 31.611,11 10.277,77 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 15.805,55 5.138,89 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 7.902,78 10.652,78 5.138,89 7.902,78 15.805,55 7.902,78 13.583,33 7.902,78 7.902,78 7.902,78 281.875,03 9.395,83
Total 127.902,78 127.902,78 127.902,78 127.902,78 207.902,78 127.902,78 181.611,11 130.277,77 127.902,78 207.902,78 127.902,78 147.902,78 205.805,55 115.138,89 147.902,78 147.902,78 127.902,78 137.902,78 167.902,78 187.902,78 127.902,78 190.652,78 65.138,89 127.902,78 165.805,55 127.902,78 203.583,33 127.902,78 287.902,78 127.902,78 4.561.875,03 152.062,49
70
Lampiran 14 Penerimaan (Rp), Biaya (Rp), Pendapatan (Rp), rasio R/C Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Nama Adung Aman Amsar Apipudin Asmin Dulhamd H. Memed H. Suminta H. Suni Hamim Ibrahim Ismat Jaenudin Jumri Jumyati Kahdi Kosasih Mad Enur Madnur Madyunus Mahli Maturidi M. Ujer Nurhadi Osang Payumi Saminan Sidik Supena Uci Total Rata-Rata
Penerimaan (Rp) 160.000,00 195.000,00 210.000,00 190.000,00 215.000,00 210.000,00 195.000,00 155.000,00 215.000,00 210.000,00 215.000,00 155.000,00 215.000,00 155.000,00 343.000,00 155.000,00 215.000,00 210.000,00 215.000,00 195.000,00 215.000,00 205.000,00 95.000,00 155.000,00 170.000,00 215.000,00 210.000,00 220.000,00 343.000,00 155.000,00 6.011.000,00 200.366,70
Biaya (Rp) 127.902,78 127.902,78 127.902,78 127.902,78 207.902,78 127.902,78 181.611,11 130.277,77 127.902,78 207.902,78 127.902,78 147.902,78 205.805,55 115.138,89 147.902,78 147.902,78 127.902,78 137.902,78 167.902,78 187.902,78 127.902,78 190.652,78 65.138,89 127.902,78 165.805,55 127.902,78 203.583,33 127.902,78 287.902,78 127.902,78 4.561.875,03 152.062,49
Pendapatan 32.097,22 67.097,22 82.097,22 62.097,22 7.097,22 82.097,22 13.388,89 24.722,23 87.097,22 2.097,22 87.097,22 7.097,22 9.194,45 39.861,11 195.097,22 7.097,22 87.097,22 72.097,22 47.097,22 7.097,22 87.097,22 14.347,22 29.861,11 27.097,22 4.194,45 87.097,22 6.416,67 92.097,22 55.097,22 27.097,22 1.449.124,97 48.304,21
R/C 1,25 1,53 1,64 1,49 1,03 1,64 1,07 1,19 1,68 1,01 1,68 1,05 1,05 1,35 2,32 1,05 1,68 1,52 1,28 1,04 1,68 1,08 1,46 1,21 1,03 1,68 1,03 1,72 1,19 1,21 40,83 1,36
71
Lampiran 15 Karakteristik Responden Pedagang Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 Nama Dori Amsori Apipudin H. Memed Hamim Jaenudin Madyunus Padil
Status Usaha Pedagang Besar Pedagang Pengecer Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul
Usia
Pendidikan
Pengalaman
46 Tahun
SD
30 Tahun
50 Tahun
SD
30 Tahun
48 Tahun
SD
10 Tahun
50 Tahun
SD
40 Tahun
50 Tahun
SD
10 Tahun
48 Tahun
SD
20 Tahun
50 Tahun
SD
25 Tahun
48 Tahun
SD
20 Tahun
Tujuan Penjualan Pedagang Pengecer Konsumen Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Konsumen Pedagang Besar Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer
72
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Desember 1989 dari ayah Ponijan Asri dan ibu Saiyah. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Al-Azhar Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Gadjah Mada (UGM) dan diterima di Program Diploma III Agroindustri, Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Tahun 2010 penulis lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.