ANALISIS USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI DAN PADI KONSUMSI (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
DEWI NURSYAMSIAH H34104065
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
MAKALAH SEMINAR ANALISIS USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI DAN PADI KONSUMSI (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan) 1)
Dewi Nursyamsiah 1) dan Ratna Winandi 2) Mahasiswa Departemen Agribisnis FEM IPB, H34104028 2) Dosen Pembimbing, ABSTRAC
The Gunung Sari village is one of village located in the district Pamijahan is one of the centers of rice seed in Bogor regency each season seed paddy did not continue as the other districts are not doing the rice seed each season. Sari was a mountain village in terms of the topography of the land suitable for the cultivation of rice and rice seed. Sub Pamijahan experienced production is not conformity with the sales, unsold seed presence in the District Pamijahan will cause farmers' income breeders become smaller because the price at the farmers received seeds and rice farmers will be higher consumption of rice farmers seeds so farmers are so breeders will tend moved back into the consumption of rice farmers. The results obtained seed farming more profitable with the consumption of rice farming. Keywords: revenue, earnings and balance ratio receiving a cost
RINGKASAN DEWI NURSYAMSIAH, Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi dan Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan RATNA WINANDI). Pertanian mempunyai nilai yang strategis dalam perekonomian Indonesia, karena pertanian merupakan sektor yang menghasilkan kebutuhan paling esensial yaitu bahan pangan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang paling mendasar. Kebutuhan pangan akan terus meningkat seiring peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Untuk mengimbangi laju pertumbuhan tersebut harus adanya peningkatan produksi padi nasional. Produksi padi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Salah satu pendukung peningkatan produksi padi nasional tentunya tidak terlepas dari semakin meningkatnya penggunaan benih bersertifikat yang digunakan oleh petani di Indonesia. Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang memproduksi benih paling tinggi diantara Propinsi yang lain. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang memproduksi benih padi secara mandiri, namun di Kabupaten Bogor terdapat permasalahan yaitu supply dan demand benih yang tidak stabil dan produktivitas benih padi yang rendah jika dibandingkan dengan produktivitas benih padi di Kabupaten Karawang. Kecamatan yang paling menonjol di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Pamijahan yang produktivitas benihnya paling tinggi, tetapi permasalahan yang dihadapi yaitu benih tidak terjual semuanya sebagai benih, namun ada sebagian produksi benih dijual sebagai padi konsumsi. Hal ini menyebabkan pertimbangan dari petani penangkar benih padi beralih kembali menjadi petani padi konsumsi, karena petani penangkar benih berpendapat bahwa pendapatan yang diterima dari usahatani benih padi tidak jauh berbeda dengan usahatani petani padi konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan masih menguntungkan, dan bagaimana perbandingan pendapatan usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan. Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang usahatani pembenihan padi dan usahatani padi konsumsi di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Responden yang diambil empat orang dari petani penangkar benih padi dan tiga puluh orang diambil dari petani padi konsumsi. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan petani dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan langsung serta data sekunder melalui penelusuran pustaka ataupun literatur. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan Microscoft Excel 2010 yaitu mengenai penerimaan, biaya, pendapatan serta perbandingan penerimaan dengan biaya.
iii
Berdasarkan perhitungan pendapatan kedua usahatani dari petani penangkar benih padi dan petani padi konsumsi menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran serta nilai R/C ratio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai dan total petani penangkar benih padi adalah Rp 8.764.446,98 dan Rp 6.705.038,48, sedangkan untuk petani padi konsumsi adalah Rp 8.645.182,93 dan Rp 5.426.047,33. Selain itu nilai R/C ratio atas biaya tunai dan biaya total petani penangkar adalah 1,94 dan 1,56 sedangkan untuk petani padi konsumsi adalah 1,90 dan 1,42. Hal tersebut menandakan bahwa kedua usahatani penangkar benih padi dan padi konsumsi dapat dikatakan menguntungkan karena dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan. Saran yang dapat diberikan untuk usahatani penangkar benih padi dan padi konsumsi antara lain: 1) Petani penangkar sebaiknya mempertahankan usahatani benih padi untuk dibudidayakan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga pasokan benih lokal serta memudahan petani padi konsumsi untuk mendapatkan benih yang berkualitas, 2) Pelatihan yang rutin dari pemerintah untuk meningkatkan kemampuan petani dalam budidaya benih padi dan meningkatkan hasil produktivitas benih, karena produktivitas benih padi masih di bawah produktivitas padi konsumsi, 3) Jaminan dari pemerintah agar dapat menampung produksi petani penangkar benih, serta penangkar benih padi dapat menjual semua produksinya sebagai benih padi tetapi tidak sebagai padi konsumsi.
iv
ANALISIS USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI DAN PADI KONSUMSI (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)
DEWI NURSYAMSIAH H34104065
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ii
Judul Skripsi
: Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi dan Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor).
Nama
: Dewi Nursyamsiah
NRP
: H34104065
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP : 19530718 197803 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP : 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi dan Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Februari 2013
Dewi Nursyamsiah H34104065
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 30 September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Watma dan Ibu Yayah Rokayah. Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri Cinangsi pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Tanjungkerta dan lulus pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sumedang , Jawa Barat dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Padjadjaran pada Program D-III Studi Manjemen Agribisnis Fakultas Pertanian. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Program Studi Manajemen
Agribisnis,
Departemen
Agribisnis,
Fakultas
Ekonomi
dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan UKM khususnya dalam bidang olah raga yaitu pada bidang olah raga Tenis Meja, Bola volley dan Bulu tangkis. Setiap tahun selalu mengikuti kejuaraan cabang Tenis Meja dari tahun 2007 – 2012 tingkat nasional sebagai wakil dari Universitas.
vii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kasih, sayang dan rahmat dan hidayah-NYA yang tiada habisnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi dan Usahatani Padi Konsumsi di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan usahatani antara penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi yang dilakukan oleh petani di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan karena saat ini perlu adanya kemandirian dari petani lokal untuk melakukan penangkaran benih secara mandiri sehingga benih lokal bisa di produksi oleh para petani penangkar padi mandiri yang bekerjasama dengan kelompok tani bukan hanya diproduksi oleh perusahaan besar demi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat banyak kekurangan karna keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, segala masukan adalah sesuatu yang sangat berharga untuk penyempurnaan skripsi ini.
Bogor,
Februari 2013
Dewi Nursyamsiah H34104065
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai suatu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Kedua orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, doa yang tidak pernah berhenti, dan kasih sayang yang tak henti-hentinya yang telah diberikan. Semoga ini bisa menjadi salah satu kebanggan yang bisa penulis capai. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua departemen agribisnis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di fakultas ekonomi dan manajemen, program studi manajemen agribisnis, IPB 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Suharno, MADev selaku dosen evaluator atas masukannya yang telah diberikan di dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Netty Tinaprilia, MSi selaku dosen penguji atas masukan yang telah diberikan didalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. 6. Rahmat Yanuar, Sp, MSi selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya kepada penulis di dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh staff dosen pengajar yang telah memberikan materi pembelajaran yang selama ini penulis peroleh. 8. Adang Wahyudin , Sp yang telah memberikan banyak bantuan, kesempatan, arahan, dan bimbingan kepada penulis di dalam melakukan penelitian ini. 9. Seluruh Staff sekretariat manajemen agribisnis yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis selama menjalani kuliah dan penyusunan skripsi ini. 10. Kepada empat sekawan, Astri widiyawati utami, Aryanti Ramadhan, Dewi mulyawati dan semua teman satu kosan yang telah banyak melalui waktu bersama berjuang bersama sampai mencapai tahap sekarang.
ix
11. Seluruh teman mahasiswa ekstensi agribisnis yang telah memberikan dukungan dan bantuannya baik secara moril dan materiil kepada penulis didalam penyusunan skripsi ini.
Bogor,
Februari 2013
Dewi Nursyamsiah H34104065
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xv
I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
1 1 5 9 9 10
II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Benih ........................................................................................ 2.1.1. Pengertian ...................................................................... 2.1.2. Kelas-kelas Benih .......................................................... 2.2. Karakteristik Tanaman Padi varietas Ciherang ....................... 2.3. Perbedaan Antara Benih Padi dan Padi ntuk Konsumsi ........... 2.4. Tinjauan Terdahulu Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani benih padi. ................................................................................ 2.5. Penelitian Mengenai Perbandingan Efisiensi Pendapatan Usahatani Padi .......................................................................... 2.6. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ...............................
11 11 11 11 12 13
III
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.1.1. Penangkaran Benih ......................................................... 3.1.2. Sistem Perbenihan .......................................................... 3.1.3 Konsep Usahatani ........................................................... 3.1.4. Penerimaan Usahatani .................................................... 3.1.5. Pengeluaran Usahatani ................................................... 3.1.6. Konsep Pendapatan. ....................................................... 3.1.7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ..... 3.2. Kerangka Operasional .............................................................
18 18 18 19 21 24 25 26 27 28
IV
METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 4.2. Metode Penentuan Sampel ..................................................... 4.3. Data dan Sumber Data .............................................................. 4.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 4.5. Metode Analisis Data ............................................................... 4.6. Analisis Penerimaan Usahatani ................................................
30 30 30 30 31 31 31
14 15 17
xi
4.7. Biaya Usahatani ........................................................................ 4.7.1. Biaya Tetap (Fixed Cost)................................................ 4.7.2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ................................. 4.7.3. Total Biaya (Total Cost) ................................................. 4.7.4. Biaya Tunai .................................................................... 4.7.5. Biaya Diperhitungkan ..................................................... 4.8. Pendapatan Usahatani ...............................................................
32 32 32 33 33 33 34
V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................ 5.1. Gambaran Umum Desa Gunung Sari ....................................... 5.1.1. Karakteristik Wilayah .................................................... 5.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ....................
36 36 36 37
VI
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 6.1. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih dan Petani Padi 6.1.1. Umur Petani .................................................................... 6.1.2. Pendidikan ..................................................................... 6.1.3. Jumlah Tanggungan........................................................ 6.1.4. Status Kepemilikan Lahan .............................................. 6.1.5. Luas Lahan Garapan ....................................................... 6.1.6. Status Usahatani ............................................................. 6.1.7. Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih dan Petani Padi...................................................................... 6.1.8. Biaya Pemeriksaan lapang .............................................. 6.2. Teknik Produksi Benih Bersetifikat.......................................... 6.3. Analisis Usahatani .................................................................... 6.3.1. Penerimaan Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi .................................................... 6.3.2. Analisis Biaya Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi .................................................... 6.3.3. Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi ....................................................
39 39 39 40 40 41 42 43
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
70
LAMPIRAN
72
VI
.........................................................................................
43 44 44 50 50 53 64
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 20052011…………………………………………………………………….
2.
Perkembangan Padi dilihat dari Luas Lahan, Produksi, Konsumsi Produktivitas 2008-2011…………………………….............................
2
3.
Data Total Produksi Benih Sebar Padi Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Produktivitas di Indonesia 2007-2011………………….
2
4.
Produksi Benih Padi Kelas Benih Sebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Tahun 2007-2009…........................
3
5.
Produksi dan Produktivitas Benih Padi dan Padi di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2010 …………………………….......................................
4
6.
Data Benih Sebar Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor dari Luas Lahan dan Jumlah Produksi Tahun 2010 ……………………………...
6
7.
Data Penjualan Benih Sebar dan penggunaan Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor 2011 ……………………………..............................
8. 9.
Kelompok Tani di Desa Gunung Sari …………………………………
6 8
Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang ………………………
13
1
10. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Umur di Desa Gunung Sarikecamatan Pamijahan ……… 39 11. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan …………………………….................................................. 41 12. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ……………………………............................. 41 13. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan …………………………….................................................. 42 14. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Status Usahatani di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan …………………………….................................................. 43 15. Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual dan konsumsi Rumah Tangga Petani Penangkar Benih ……………………………… 50 16. Produktivitas, Harga dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Penangkaran Benih Padi di Desa Gunung Sari AgustusNovember2012………………………………………………………… 52
xiii
17. Produktivitas, Harga dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Padi Konsumsi di Desa Gunung Sari Periode Agustus-November 52 2012…………………………………………………………………... 18. Biaya Input Produksi Usahatani Penangkaran Benih Padi …………… 53 19. Biaya Tenaga Kerja Dari Petani Penangkar Benih Padi dari Luas Lahan 0, 825 Ha ……………………………...................................... 54 20. Biaya Tenaga Kerja dari Petani Padi Konsumsi dari Luas Lahan 0,469 ha.……………………………................................................................ 56 21. Pembagian Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Penangkar Benih padi dan Padi Konsumsi......................... 58 22. Biaya Rata-rata Usahatani Penangkaran Benih Padi Satu Musim Tanam per Hektar Usahatani di Desa Gunung Sari Agustus 2012November 2012……………………………........................................... 59 23. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Satu Musim Tanam yang Dikonversikan ke dalam Satu Hektar Usahatani di Desa Gunung Sari Agustus 2012-November 2012……………………………................. 60 24. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani Padi Sehat di Desa Gunung Sari Periode Tanam Agustus -November 2012……………………………............................................................. 64 25
Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani penangkar benih padi dan petani padi Satu Musim Tanam per Hektar di Desa Gunung Sari Tahun 2012…………………………………... 65
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional…………………………
Halaman 29
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Luas Lahan, Produtivitas dan Produksi Kabupaten Bogor 2010.
73
2.
Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual dan konsumsi Rumah Tangga Petani Padi Konsumsi………………
74
Biaya Input-input Produksi Usahatani Petani Padi Konsumsi untuk luas lahan 0,4693 hektar…………………………………
75
3.
xvi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan bidang usaha yang
akan tetap bertahan dengan
guncangan krisis global karena pertanian menjadi sebuah solusi disaat bidang perekonomian lain mengalami kemunduran. Pertanian mempunyai nilai yang strategis dalam perekonomian Indonesia, karena pertanian merupakan sektor yang menghasilkan kebutuhan paling esensial yaitu bahan pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi penduduk yang semakin meningkat dengan seiringnya pertumbuhan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia 2005-2011 Persentase pertumbuhan Tahun Penduduk (Jiwa) per tahun (%) 2005 219.850.000 222.735.400 2006 1,29 2007 225.590.000 1,26 2008 228.454.500 1,25 2009 231.294.200 1,23 2010 237.556.363 2,63 2011* 241.095.953 1,47 Sumber : BPS, 2011
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,2 persen per tahun. Peningkatan pertumbuhan penduduk paling tinggi yaitu dari tahun 2009 ke tahun 2010 bertambah sebesar 2,63 persen dengan kenaikan jumlah penduduk sebanyak 626.2163 jiwa. Hal ini berdampak pada permintaan pangan yang semakin bertambah, oleh karena itu peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi pangan. Dengan dilakukan peningkatan jumlah produksi padi secara nasional maka dapat tercapai keseimbangan antara permintaan dan produksi padi. Peningkatan dalam produksi padi dapat dilihat dari Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan dan Konsumsi Padi pada Tahun 2008-2011. Tahun
Luas lahan (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Kw/Ha)
2006 11.786.430 54.454.937 46,20 2007 12.147.637 57.157.435 47,05 2008 12.327.425 60.325.925 48,94 2009 12.883.567 64.398.890 49,99 2010 13.253.450 66.496.394 50,15 2011 13.224.397 65.386.183 49,44 Sumber : BPS, diolah (2012) Keterangan : Gabah Merupakan Gabah Kering Giling
Kebutuhan Konsumsi (Ton) 54.489.189 53.491.169 59.692.175 60.454.405 62.844.046 63.803.392
Berdasarkan Tabel 2, terjadi peningkatan luas dan produksi setiap tahunnya, pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan luas lahan sebesar 369.883 ha, dan peningkatan produksi sebesar 2.097.504 ton. Pada tahun 2010-2011 terjadi penurunan luas lahan sebesar 29.053 ha dan penurunan produksi sebesar 1.110.211, walaupun demikian produksi pada tahun 2011 sebesar 65.386.183 ton dapat memenuhi kebutuhan konsumsi yaitu sebesar
63.803.392. Tetapi pada
kenyataanya pemerintah masih harus mengimpor padi yaitu pada tahun 2011 sebanyak 687.581 ton (BPS 2011). Salah satu faktor pendukung dari peningkatan produksi adalah dengan penggunaan benih padi unggul bersertifikat yang digunakan oleh petani berupa benih sebar. Benih sebar merupakan benih yang akan dibudidayakan kembali oleh petani menjadi padi yang dapat langsung di konsumsi. Data produksi dan kebutuhan benih sebar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data Total Produksi Benih Sebar Padi Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Produktivitas di Indonesia 2007-2011 Tahun
Total Produksi Benih (Ton)
Kebutuhan Benih Potensial (Ton)
2007 2008
173.658 181.400
312.735 360.000
2009
185.777
328.531
2010 2011
193.890 188.759
331.707 335.664
Sumber : Direktorat Pembenihan 2011
Berdasarkan Tabel 3, total produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan benih setiap tahunnya dikarenakan produksi lebih rendah dari kebutuhan, namun
2
volume produksi benih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana total benih paling tinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 193.890 ton, akan tetapi produksi benih pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 2,6 persen. Volume produksi benih padi bersertifikat di produksi oleh pihak BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta. Produksi benih padi ini di produksi oleh dua BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yaitu PT Sang Hyang Sri dan Pertani. Produksi dari dua BUMN ini mencapai 48 persen dari kebutuhan benih nasional dan sisanya 52 persen merupakan produksi swasta dan produsen atau penangkar perorangan (Kementan 2011). Penangkaran benih yang dilakukan oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) dan Pertani (Persero) telah memiliki fasilitas dalam memproduksi benih padi dengan kapasitas produksi benih padi 25.000 ton benih per tahun. Kedua produsen benih ini memiliki pengolahan benih yang modern serta sarana penunjang seperti jaringan bisnis yang tersebar di seluruh provinsi. Sentra benih padi kelas benih sebar terdapat di Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi paling besar memproduksi benih sebar diantara provinsi lainnya. Benih sebar ini merupakan benih yang akan dijual kepada petani untuk kemudian dibudidayakan dan dijadikan padi konsumsi. Data produksi benih sebar dapat di lihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Benih Padi Kelas Benih Sebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Tahun 2007-2009 (Ton) Tahun Jawa barat Jawa tengah Jawa timur Sulawesi selatan 2007 34.320 25.373 13.917 18.658 2008 37.466 27.540 24.078 14.863 2009 49.584 23.964 21.964 22.366 Sumber : Direktorat Pembenihan 2011
3
Berdasarkan Tabel 4, produksi benih padi kelas benih sebar di Indonesia yang paling besar yaitu Provinsi Jawa Barat, jika dibandingkan dengan provinsi lain. Jumlah produksi yang dihasilkan pada tahun 2008 yang sebesar 37.466 ton kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 24 persen menjadi 49.584 ton. Salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang memproduksi benih padi secara mandiri. Penangkar benih di Kabupaten Bogor telah terdaftar di Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Kendala yang terjadi di Kabupaten Bogor adalah penangkar benih padi tidak setiap tahun memproduksi benih padi karena beralih ke usahatani padi untuk dikonsumsi. Hal ini mengakibatkan pasokan benih padi lokal bersertifikat pun terus berkurang. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kekurangan benih padi ini yaitu dengan adanya bantuan dari pemerintah seperti program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dan SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Data dari jumlah benih sebar dan produksi padi yang diproduksi di Kabupaten Bogor dapat diihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Benih Padi dan Padi di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2010 Produksi Kebutuhan Produktivitas Produktivitas Tahun Benih Padi benih padi Benih Padi Padi (ton) (ton) (ton/ha) (ton/ha) 866,93 2009 262,0 3,80 5,88 1.208,03 2010 157,5 3,75 6,07 Sumber : (Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011)
Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa produksi dan produktivitas benih padi di Kabupaten Bogor mengalami menurun dari tahun 2009 ke tahun 2010. Produksi pada tahun 2009 sebesar 262 ton mengalami penurunan sebesar 39 persen menjadi 157,5 ton. Jika dibandingkan dengan produktivitas padi pada tahun 2009 sebesar yaitu 5,88 ton per ha, sedangkan produktivitas benih padi 3,80 ton. Pada tahun 2010 produktivitas sebesar 6,07 ton per ha, sedangkan produktivitas benih padi 3,75 ton per ha, maka dari hal tersebut terdapat gap yang jauh berbeda antara produktivitas petani penangkar benih padi dan petani padi konsumsi. Jika
4
dibandingkan pula dengan produktivitas benih di PT Sang Hyang Sri (PT SHS) yang penelitianya
dilakukan oleh Maulana (2011) menunjukan bahwa
produktivitas benih di PT SHS memiliki produktivitas rata-rata sebesar 5.425 kg per ha atau sebesar 5,4 ton per ha sedangkan produktivitas benih padi di Kabupaten Bogor sebesar 3,75 ton per ha. Hasil penelitian dari Yustiara (2011) yang melakukan penelitian di PT SHS produktivitas untuk petani mitra sebanyak 5.185,25 kg per ha dan untuk petani non mitra sebanyak 4.004,12 kg/ha. Kontribusi setiap Kecamatan dari Kabupaten Bogor dalam produksi benih padi dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Benih Sebar Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor dilihat dari Luas Lahan dan Jumlah Produksi tahun 2010 No Nama Kecamatan Luas Lahan Jumlah Produksi Produktivitas (m²) (kg) (kg/ha) 1 Cibungbulang 60.000 18.000 3.000 2 Pamijahan 70.000 35.000 5.000 3 Cigombang 50.000 15.000 3.000 4 Jonggol 80.000 32.000 4.000 5 Cariu 20.000 8.500 2.300 6 Tajungsari 140.000 49.000 3.500 Sumber : Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2010, (data diolah)
Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 Kecamatan Pamijahan merupakan Kecamatan yang produktivitasnya paling besar yaitu sebanyak 5.000 kg/ha. Kecamatan Pamijahan pun merupakan produksi kedua terbesar setelah Kecamatan Tanjungsari yaitu sebanyak 35.000 kg dari luas lahan sebanyak 70.000 m². Produktivitas Kecamatan Pamijahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata Kabupaten Bogor yaitu pada tahun 2010 sekitar 3.750 kg per ha. 1.2. Perumusan Masalah Desa Gunung Sari merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan. Desa Gunung Sari merupakan salah satu daerah sentra pembenihan padi di Kabupaten Bogor. Desa Gunung Sari setiap musim melakukan penangkaran benih padi secara berkelanjutan, namun berbeda dengan desa lain yang tidak setiap musim melakukan budidaya benih padi. Desa Gunung Sari merupakan wilayah yang sesuai untuk melakukan kegiatan budidaya padi. 5
Varietas padi yang banyak dikembangkan yaitu ciherang karena varietas padi ini cocok dengan jenis tanah di daerah tersebut. Penangkaran di Desa Gunung Sari merupakan penangkaran mandiri yang bekerjasama dengan kelompok tani namun tidak bekerjasama dengan produsen benih besar seperti PT Sang Hyang Sri dan PT Pertani.1 Jika dilihat dari iklim dan cuaca, budidaya yang dilakukan di Desa Gunung Sari sangat cocok untuk membudidayakan benih padi, sehingga benih padi yang di tanam bisa tumbuh dengan baik. Hasil produksi dan penjualan benih padi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data Penjualan Benih Sebar dan penggunaan Antar Kecamatan di Kabupaten Bogor dilihat dari Luas Lahan dan Jumlah Produksi tahun 2010. Nama Jumlah Pengguna Bantuan Benih yang No Kecamatan Produksi (kg) Benih (kg) Benih tidak Langsung Terjual 1 Cibungbulang 18.000 87.025 6.750 -69.025 2 Pamijahan 35.000 24.000 18.125 11.000 3 Cigombang 15.000 17.500 3.750 -2.500 4 Jonggol 32.000 141.250 12.125 -109.250 5 Cariu 8.500 55.250 10.250 -46.750 Tajungsari 6 49.000 78.500 23.125 -29.500 Sumber : Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor, (diolah 2010)
Pada Tabel 7, dapat dilihat pada tahun 2010 produksi di Kecamatan Pamijahan lebih besar dibandingkan penjualan, sehingga terdapat benih padi yang tidak terjual. Produksi benih padi yang dihasilkan sebanyak 35.000 kg sedangkan benih yang terjual hanya 24.000 kg sehingga benih ada yang tidak terjual sebanyak 11.000 kg. Berbeda dengan Kecamatan lain, tidak ada benih padi yang tidak terjual bahkan masih kekurangan pasokan benih. Kecamatan yang kekurangan benih paling banyak adalah di Kecamatan Jonggol yaitu sebesar 109.200 kg. Harga yang diterima oleh petani penangkar benih padi sebesar Rp 3.400,00, namun karena adanya benih yang tidak terjual di Kecamatan Pamijahan menyebabkan petani penangkar benih padi beralih menjadi petani padi konsumsi dengan harga yang diterima sebesar Rp 3.230,00. Salah satu penyebab dari tidak terjualnya benih padi di Kecamatan Pamijahan ini karena adanya program
1
Profil desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan
6
pemerintah yang memberikan benih gratis melalui program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dan SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Pada tahun 2010 BLBU dan SL-PTT memberikan bantuan benih untuk 225 ha atau sebanyak 18.125 kg. BLBU dan SL-PTT bersifat bantuan sehingga petani lebih cenderung untuk menggunakan benih padi hasil dari pemerintah dan menggunakan sisa hasil produksi dari pada menggunakan benih padi produksi lokal petani penangkar benih padi (Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011). Untuk mengetahui pendapatan antara penangkar lebih menguntungkan atau tidak, akan dipilih secara sengaja sebagai pembanding yaitu petani padi konsumsi di Desa Gunung Sari terdapat enam kelompok. Responden yang dipilih yaitu di Kelompok Tani Purwa Sari dimana para petani ini telah mengikuti beberapa pelatihan mengenai budidaya padi yang dilakukan oleh penyuluh di daerah setempat. Jarak panen satu kelompok tani atau satu blok tanaman padi di Desa Gunung Sari mempunyai rentang waktu yang cukup jauh, sehingga untuk kemudahan dan keakuratan data di ambil sampel dari Kelompok Tani Purwa Sari yang sedang melakukan proses pemanenan, karena setelah panen petani masih mengingat jumlah produksi yang didapatkan. Daftar nama kelompok tani di Desa Gunung Sari dapat dilihat pada Tabel 8.
7
Tabel 8. Kelompok Tani di Desa Gunung Sari No
Nama Kelompok Tani
Kemampuan kelompok tani
Jumlah anggota
1
Sinar Asih
Madya
25
2
Purwa Sari
Utama
34
3
Jatnika
Lanjut
25
4
Nagasari
Madya
43
5
Sinarsari
Madya
17
6
Sida Mukti
Lanjut
31
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian dan Perikanan Kecamatan Pamijahan 2010
Pada Tabel 8, Kelompok Tani Purwa Sari merupakan kelompok tani yang memiliki kemampuan paling tinggi. Kelompok Tani Purwa Sari ini telah melakukan beberapa pelatihan dan memiliki kemampuan bertani yang mampu menyerap teknologi dengan baik. Salah satu dari petani tersebut telah dipercaya menjadi petani penangkar benih padi. Kelompok tani Purwa Sari merupakan Kelompok tani kedua yang memiliki anggota paling banyak setelah Kelompok Tani Naga Sari. Kelompok Tani Purwa Sari ini merupakan kelompok tani yang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian secara rutin, pelatihan dilakukan mulai dari kegiatan penanaman sampai pemanenan yang dibimbing oleh penyuluh setempat, sehingga kegiatan ini dapat meningkatkan produksi padi di daerah tersebut. Proses penangkaran benih padi maupun padi konsumsi sangat dipengaruhi oleh alam yaitu pada musim kemarau dan hujan. Musim kemarau dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan yang mendatangkan banyak hama seperti tikus, keong mas, wereng coklat, kupu-kupu putih, walang sangit, dan penyakit yang sering menyebabkan kerugian yaitu penyakit padi seperti tungro dan kresek. Pada penangkaran benih jika ada varietas lain yang hidup dalam varietas benih itu sendiri harus dilakukan pembersihan pada varietas tersebut agar kemurnian benih bisa terjaga. Hasil panen dari padi tidak bisa langsung dijadikan benih karena dalam proses pembenihan ada proses pembersihan benih (rouging). Proses ini dilakukan untuk menilai segi kemurnian benih agar tidak ada campuran kotoran dari bagian padi itu sendiri dan dari campuran varietas lain, sehingga
8
layak untuk disertifikasi dan dipasarkan. Proses lain dari pembenihan adalah perawatan, pengemasan yang memerlukan bahan yang bisa menjaga kadar air dari benih itu sendiri, serta penyimpanan. Penyimpanan ini nantinya akan menambah biaya produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan petani penangkar benih padi serta kwalitas benih padi itu sendiri. Sedangkan untuk petani padi konsumsi tidak ada perlakuan khusus untuk menjaga kualitas hasil panen. Hasil panen yang didapatkan langsung dapat dijual untuk dijadikan sebagai makanan, dari kedua perbedaan tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah: 1) Apakah usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan masih menguntungkan ? 2) Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Menganalisis usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi
Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan
Pamijahan apakah masih menguntungkan. 2) Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwasari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Untuk pemerintah, diharapakan
menjadi bahan pertimbangan untuk
menetapkan kebijakan dalam usahatani pembenihan padi sehingga bisa menambah minat para petani dalam memproduksi benih padi. 2) Bagi para peneliti, sebagai informasi dan bahan literatur untuk penelitian lebih lanjut. 3) Untuk mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.
9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang usahatani pembenihan padi dan usahatani padi konsumsi di Kelompok Tani Purwa Sari Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan. Objek penelitian adalah semua petani yang melakukan penangkaran benih padi dan semua petani padi konsumsi yang tergabung di Kelompok Tani Purwa Sari Desa Gunung Sari.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Benih 2.1.1. Pengertian Benih Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4, Benih didefenisikan sebagai Benih tanaman, selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Definisi di atas jelas bahwa benih dapat diperoleh dari perkembangbiakan secara generatif maupun secara vegetatif, yang diproduksi untuk tujuan tertentu, yaitu mengembangbiakkan tanaman. Dengan pengertian ini maka kita dapat membedakan antara benih (agronomy seed / seed) dengan biji (grain) yang dipakai untuk konsumsi manusia (food steff) dan hewan (feed) (Kuswanto, 2003). Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju (Sadjad, et al 1975). Beberapa keuntungan dari penggunaan benih bermutu, antara lain : a) menghemat penggunaan benih persatuan luas; b) respon terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya; c) produktivitas tinggi karena potensi hasil yang tinggi; d) mutu hasil akan terjamin baik melalui pasca panen yang baik; e) memiliki daya tahan terhadap hama dan penyakit, umur dan sifat-sifat lainnya jelas; dan f) waktu panennya lebih mudah ditentukan karena masaknya serentak. 2.1.2. Kelas-kelas Benih Benih yang memiliki mutu baik sangatlah diperlukan oleh petani maupun penangkar benih. Agar petani maupun penangkar benih tidak merasa dirugikan serta mereka memiliki jaminan kualitas atas benih yang digunakannya, maka anjuran menggunakan benih bersertifikat sangatlah penting. Bagi benih bersertifikat ditetapkan kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan mutunya, antara lain penetapannya sebagai berikut:
11
1. Benih Penjenis (BS) Adalah benih yang diproduksi oleh dan di bawah pengawasan Pemulia Tanaman yang bersangkutan atau instansinya, dan harus merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar benih ini berlabel putih yang jika dikembangbiakan akan menjadi label ungu. 2. Benih Dasar (BD) Merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis (BS) atau Benih Dasar yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan ketat, sehingga kemurnian varietas yang tinggi dapat dipelihara. Benih Dasar diproduksi oleh instansi atau Badan yang ditetapkan atau ditunjuk oleh Ketua Badan Benih Nasional, dan harus disertifikasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB. 3. Benih Pokok (BP) Merupakan keturunan dari Benih Penjenis atau Benih Dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai Benih Pokok oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB. 4.Benih Sebar (BR) Merupakan keturunan dari Benih Penjenis, Benih Dasar atau Benih Pokok, yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas dapat dipelihara, dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai Benih Sebar oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih BPSB. (Departemen Pertanian 2010) 2.2. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang Varietas padi ciherang merupakan varietas yang banyak diminati oleh para petani. Varietas ciherang mempunyai beberapa keunggulan diantaranya sesuai dengan kedaan daerah dataran rendah sampai 500 m dpl, lebih tahan terhadap hama penyakit dibanding 1R64, produktivitas tinggi, mutu dan rasa nasi setara IR64, dan indeks glimik yang rendah. Adapun mengenai karakteristik Tanaman padi varietas ciherang dapat dilihat pada Tabel 9.
12
Tabel 9. Karakteristik Tanaman Padi Varietas Ciherang Uraian Keterangan Golongan Padi Cere Umur tanaman 116-125 hari setelah tanam Bentuk tanaman Tegak Tinggi tanaman 107-115 cm Anakan produktif 14-17 batang Bentuk gabah Panjang ramping Warna gabah Kuning bersih Kerontokan Sedang Kerebahan Sedang Tekstur nasi Pulen Kadar amilosa 23% Indeks Glikemik 54 Bobot 1000 butir 28 g Rata-rata hasil 6,0 Ton/Ha Potensi hasil 8,5 Ton/Ha Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan Ketahanan biotipe 3 terhadap Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai Anjuran tanam 500 m dpl Dilepas tahun 2000 Sumber : Balitpa, 2009
2.3. Perbedaan Antara Benih Padi dan Padi untuk Konsumsi Sadjad at al 1975 mendefinisikan benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk dan pengembangan usahatani , memiliki fungsi Agronomis atau merupakan komponen agronomi. Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu untuk perbanyakan tanaman. Hal ini berbeda fungsi dengan biji, dimana biji ditanam tidak untuk dikembangbiakan melainkan digunakan untuk bahan makanan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun untuk kerajinan. Benih diartikan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman bukan digunakan untuk konsumsi. Usahatani penangkaran benih padi hampir sama dengan usahatani padi pada umumnya yang membedakan disini adalah adanya isolasi dari tanaman padi lain, adannya seleksi untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfoligisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya dan juga saat panen yang tepat adalah pada waktu biji masak fisiologis
13
atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Hal ini untuk menjaga kemurnian benih dan kwalitas benih agar tetap terjaga, sedangkan untuk padi konsumsi tidak perlu dilakukan isolasi jarak ataupun waktu untuk penyiangan hanya membersihkan gulma yang tumbuh sekitar tanaman padi. 2.4. Tinjauan Terdahulu Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani benih padi. Penangkaran benih padi hampir sama tekniknya dengan budidaya padi untuk dikonsumsi, tetapi dalam budidaya benih ada proses sertifikasi dan rouging untuk penjaminan mutu benih sendiri. Penelitian pada penangkar benih padi secara wiraswata sendiri belum ditemukan karena produksi benih itu sendiri kebanyakan diproduksi oleh para produsen besar seperti perusahaan PT Pertani dan PT Sang Hyang Sri (SHS). Penelitian pada kedua perusahaan besar tersebut meneliti tentang aspek usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani pembenihan padi dan juga menganalisis tentang pendapatan usahatani pembenihan padi. Penelitian mengenai pendapatan benih padi sendiri yaitu dilakukan oleh Maulana (2011), dan Yustiara (2011) yang dilakukan di PT Sang Hyang Sri (SHS) yang sama-sama memberikan kesimpulan yang menguntungkan untuk diusahakan karena R/C rationya lebih dari satu. Maulana (2011) Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih Padi
(Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang
Seri)melakukan penelitian pada penangkar yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS membedakan pendapatan usahatani dengan luas lahan dimana membagi tiga macam yaitu luas lahan 1 ha, 1,1 Ha-1,5 Ha dan 1,6 Ha-2,0 Ha dimana hasilnya semua R/C rationya lebih dari satu R/C ratio yang paling kecil yaitu pada luas lahan 1,1 Ha-1,5 Ha karena pada luas lahan tersebut adanya penggunaan tenaga kerja yang terlalu berlebihan yaitu menggunakan sistem kerja borongan sehingga menyebabkan biaya menjadi lebih besar. Jadi dapat disimpulkan bahwa luas lahan akan mempengaruhi pendapatan dan penggunaan tenaga kerja yang berlebihan akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Yustiara (2011) membadingkan tingkat pendapatan petani yang bermitra dengan PT. SHS dan petani yang tidak bermitra bersama PT. SHS. Berdasarkan
14
hasil analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total, tingkat pendapatan petani mitra lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra baik dalam biaya tunai maupun biaya total. Hal ini disebabkan harga yang diterima oleh para petani mitra lebih tinggi dan stabil dan ada bantuan modal dari pihak PT SHS, sedangkan harga yang diterima oleh petani yang tidak bermitra lebih rendah jika dibandingkan dengan petani mitra. Jika dibadingkan dengan petani padi konvensional maka R/C ratio biaya tunai yang diperoleh petani padi konvensional (Rp 2,46) dan petani padi organik metode SRI (Rp 1,98) sedangkan petani penangkar benih baik penelitian Yustiara (2011) R/C rationya 1,22 dan Maulana (2011) R/C rationnya 1,32 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa petani padi konvensional lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usahatani penangkaran benih padi. 2.5. Penelitian Mengenai Pendapatan Usahatani Padi Analisis pendapatan usahatani menunjukkan struktur biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang didapatkan/diperoleh dari usahatani yang di jalani oleh petani benih. Kelayakan usahatani bisa dilihat dari nilai imbangan atas biaya tunai dan biaya total. Usahatani layak atau bermanfaat jika R/C rationya lebih besar dari satu. Permatasari (2009) Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Peranan Kelembagaan Petani pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor) yaitu menganalisis tentang usahatani padi sehat dan membedakan ke dalam empat status kepemilikan lahan. Keempat status kepemilikan lahan masih mengutungkan karena R/C rationya lebih dari satu dimana untuk hak milik R/C rationya 2,1, sewa 1,62, sakap 1,09 dan gadai 2,23. Jika R/C ratio dibandingkan dengan usahatani padi konvensional pendapatan petani padi sehat lebih kecil jika dibandingkan dengan padi konvensional yaitu pada penelitian Rachmiyanti (2009) R/C rationya 2,46. Gultom
(2011)
Analisis
Pendapatan
dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat) R/C ratio mengenai usahatani padi menunjukan bahwa usahatani padi yang dilakukan menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C Ratio
15
yang lebih besar dari satu. Untuk R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total juga menunjukkan hal yang sama, yakni sebesar 2,10 dan 1,22. Rachmiyanti
(2009),
melakukan
penelitian
mengenai
analisis
perbandingan usahatani padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Rachmiyanti ini adalah menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani, dari usahatani non organik menjadi usatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis pendapatan, dan imbangan dari penerimaan dan biaya (R/C rasio). Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Hasil dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI (Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional (Rp 2,46). Poetryani (2011) usahatani padi organik lebih efisien dari segi biaya dan pendapatan. Hal tersebut terlihat dari R/C rasio atas biaya total usahatani padi organik adalah sebesar 5,87 R/C rasio atas biaya total usahatani padi anorganik sebesar 3,43. R/C rasio tunai usahatani organik adalah sebesar 5,96 dan rasio R/C atas biaya tunai usahatani anorganik adalah 3,47. Jika ditarik kesimpulan dari semua perbadingan usahatani maka usahatani padi organik yang dilakukan oleh Poetryani (2011) yang paling menguntungkan karena R/C rationya paling besar jika dibandingkan dengan petani padi konsumsi (Konvensional) dan petani penangkar benih padi. 2.6. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu banyak membandingkan antara perbandingan usahatani padi dengan menggunakan sistem organik dan non organik. Pertanian organik memiliki R/C ratio yang paling besar karena hal ini disebabkan harga yang didapatkan dari pertanian organik lebih besar dari pada pertanian non organik, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani yang menggunakan
16
sistem usahatani organik lebih besar dan efisiensi pertanian organik lebih efisien jika dibandingkan dengan pertanian organik. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan Maulana (2011), Yustiara (2011), Anten (2009), Gultom(2011), Poetryani (2011), Basuki (2008), dan Rachmiyanti (2009) yaitu dalam menganalisis pendapatan yang didapatkan oleh para petani. Persamaan secara umum adalah terdapat kesamaan dalam menganlisis gambaran umum tempat penelitian, dan karakteristik respoden. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada komoditas yang akan diteliti yaitu membandingan usahatani penangkaran benih padi dengan usahatani konsumsi. Proses budidaya antara penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi tidak terlalu banyak perbedaan yaitu setelah proses panen, dimana untuk benih padi harus dilakukan beberapa proses yaitu proses pembersihan, perawatan, pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian benih. Proses tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas benih itu sendiri, karena benih padi merupakan padi yang akan di budidayakan lagi, sedangkan padi konsumsi untuk konsumsi hasil produksi dapat langsung dijual dan dapat dikonsumsi.
17
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis skripsi ini yaitu meliputi konsep penangkaran benih, sistem perbenihan, penerimaan, biaya, pendapatan usahatani, dan ratio penerimaan dengan biaya. 3.1.1. Penangkaran Benih Penangkaran benih merupakan upaya untuk menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun
benih sebar
yang
akan digunakan untuk
menghasilkan tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar) maka benih sumbernya haruslah benih pada kelas BS ( benih penjenis). Untuk memproduksi kelas benih BP (benih pokok), maka sumbernya berasal dari benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR (benih sebar) benih sumbernya berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis. (Departemen Pertanian 2010) Pada dasarnya budidaya penangkaran benih hampir sama dengan budidaya padi pada umumnya yang membedakan disini adalah adanya seleksi atau rouging. Salah satu benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetika yang tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan dengan rouging yang benar dan dimulai dari fase vegetative sampai akhir pertanaman. Rouging dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfoliogisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya. Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji masak fisiologis atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih bisa tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila pertanaman telah lulus dari pemerikasaan lapangan, masalah mutu benih padi setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dapat dipanen apabila sudah dinyatakan lulus oleh Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih
18
(BPSB). Sebelum panen dilakukan semua malai dari kegiatan rouging harus dikeluarkan dari areal yang akan di panen. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya calon benih dan sisa rouging. (Direktorat Pembenihan 2010) 3.1.2. Sistem Perbenihan Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas benihnya Kartasapoetra (1992). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani serta kesejahteraan masyarakat. Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih. Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu tepat jenis/varietas, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalamjangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai
19
benih-benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi I benih dapat juga dikatakan sebagai
serangkaian perlakuan-perlakuan untuk
meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya: a. Pengembangan varietas b. Evaluasi dan pelepasan benih c. Usaha produksi benih d. Pemungutan hasil e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan (grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar tercegah dari segala bentuk hama
penyakit, mempertahankan kualitas,
mempertahankan daya tumbuhnya g. Pengujian kualitas h. Penyimpanan dan pengemasan i. Sertifikasi benih j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan) k. Distribusi benih (pemasaran) Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan. Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 . Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006. Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi.
20
3.1.3. Konsep Usahatani Ilmu usahatani menurut Soekartawi et al (1986) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al 1986). Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa ada dua pola usahatani yang sangat pokok yaitu pola usahatani lahan basah dan lahan kering. Sedangkan bentuk usahatani terdapat tiga jenis yang menunjukkan bagaimana suatu kondisi diusahakan yaitu : (1) bentuk khusus dimana petani hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) bentuk tidak khusuyaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang tanah, dan (3) bentuk campuran yaitu usahatani yang memadukan beberapa cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor-faktor produksi cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas. Secara umum dalam setiap rumahtangga usahatani pada hakekatnya terdapat dua kegiatan ekonomi yaitu kegiatan usaha dan kegiatan rumahtangga atau keluarga. Keluarga usaha menghasilkan produksi, baik yang dijual maupun untuk dikonsumsi keluarga atau dipergunakan lagi dalam proses produksi selanjutnya. Untuk kegiatan rumahtangga pada umumnya bersifat konsumtif. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa usahatani memiliki empat unsur pokok yang sering disebut dengan faktor-faktor produksi, yaitu: 1.
Lahan Pertanian Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan
dalam usahatani baik sawah, tegal, maupun pekarangan. Tanah pertanian cenderung lebih luas daripada lahan pertanian, karena tanah pertanian adalah total tanah baik sebagai lahan pertanian maupun berupa tanah yang belum tentu diusahakan. Luas lahan memiliki satuan hektar, namun ukuran lahan yang lebih akrab di petani adalah ru, bata, jengkal, patok, bahu, dan sebagainya. Ukuranukuran ini perlu diketahui dalam mentransformasikan luas lahan ke dalam ukuran
21
sebenarnya yakni hektar. Status lahan dapat dibagi ke dalam 3 bagian berikut;lahan sendiri, lahan sewa, dan lahan sakap (bagi hasil). Disamping ukuran luas lahan, ukuran nilai tambah juga perlu diperhatikan. Menurut Soekartawi (2003), nilai tambah tanah akan berubah karena beberapa hal, seperti: tingkat kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan, dan faktor lingkungan. 2.
Tenaga Kerja Faktor produksi tenaga kerja yang penting diperhatikan adalah
ketersediaan, kualitas, dan macam kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga jumlahnya optimal. Kualitas tenaga kerja berkaitan dengan spesialisasi seorang
tenaga kerja dalam suatu pekerjaan.
Menurut Soekartawi (2003), Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja laki-laki memiliki spesialisasi dalam pengolahan tanah, dan tenaga kerja wanita dalam menanam. Tenaga kerja dapat berupa musiman (buruh), ataupun tetap (karyawan). Disamping itu jenis tenaga kerja ada dua macam antara lain: manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak; bukan manusia, seperti mesin dan ternak. Suratiyah (2006) system upah dibedakan menjadi tiga golongan yaitu upah borongan, upah waktu dan upah premi. Masing-masing upah tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang pekerja luar. a. Upah Borongan upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja. Upah borongan ini cenderung membuat para pekerja agar segera secepatnya menyelesaikan pekerjaan agar bisa mengerjakan pekerjaan borongan lainnya. b. Upah Waktu Upah waktu upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. System waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan mendapat upah yang semakin banyak. Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yakni: 1 pria= 1 hari kerja pria (HKP), 1 wanita= 0,7 HKP, 1 anak= 0,5 HKP, 1 ternak= 2 (Hernanto, 1989). Jumlah tenaga kerja
22
juga sering dikaitkan dengan upah tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, seperti (Soekartawi,2003): mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, lama waktu bekerja, tenaga kerja bukan manusia (mesin dan ternak). Nilai tenaga kerja traktor akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja manusia. c. Upah Premi Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas dan prestasi kerja. System upah premi ini cenderung akan meningkatkan prduktivitas pekerja. 3. Modal Modal adalah modal ekonomi yang dibutuhkan dalam seluruh aktivitas bisnis yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, warisan, kontrak, dan sewa. Modal dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis digunakan dalam satu kali produksi, misalnya tanah; bangunan; dan mesin-mesin. Sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, misalnya biaya yang keluar untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, dan membayar tenaga kerja. Menurut Soekartawi (2003) besar kecilnya modal dalam usahatani dipengaruhi oleh: skala usaha, macam komoditas, dan tersedianya kredit. 4.
Pengelolaan dan Manajemen Hernanto
(1989)
mendefenisikan
pengelolaan
usahatani
sebagai
kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, mengkoordinasikan faktorfaktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengelola dapat berhasil jika memahami prinsip teknik dan prinsip ekonomis. Prinsip teknik meliputi; perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain.
23
Sedangkan Prinsip ekonomis meliputi; penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang usaha, tataniaga hasil, pembinaan usahatani, penggolongan modal, dan pendapatan, serta ukuran-ukuran yang lazim dipergunakan lainnya. Manajemen diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengevaluasian suatu proses produksi. 3.1.4. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani menurut Hernanto (1986) adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Soekartawi et al. (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti
upah yang diperoleh dari luar
usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi. 3.1.5. Pengeluaran / Biaya Usahatani Pengeluaran usahatani meliputi, pengeluaran tunai (farm payment) dan pengeluaran tidak tunai, biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variabel cost) dan pengeluaran total (total farm expenses).
24
A. Biaya Tunai Biaya tunai usahatani atau pengeluaran tunai merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit. B. Biaya Tidak Tunai (Biaya Diperhitungkan) Biaya diperhitungkan atau pengeluaran tidak tunai ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. C. Biaya Tetap Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh pada besar kecilnya jumlah yang diproduksi seperti; pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, iuran irigasi, bangunan pertanian, pemeliharaan ternak, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat digolongkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan alam penggunannya, atau tidak ada penawaran untuk itu terutama untuk usahatani maupun di luar uasahatani. Biaya-biaya yang tergolong pada biaya variabel adalah biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang berup kontrak maupun upah harian dan sewa tanah (Hernanto, 1989). D. Biaya tidak tetap Biaya tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai biaya yang selalu berubah dan besar kecilnya biaya dipengaruhi oleh jumlah produksi, sedangkan Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok, dan tidak pula
mencakup yang berbentuk benda. Menurut
Hernanto (1989) biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air, dan pajak tanah; biaya tunai untuk biaya variabel dapat berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk obat-obatan, dan tenaga luar keluarga; biaya tidak tunai dari biaya tetap meliputi
25
biaya untuk tenaga keluarga, dan biaya tidak tunai dari biaya variabel adalah biaya panen, pengolahan tanah dari keluarga, dan pupuk kandang yang dipakai. E. Total Biaya Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya vaiabel menghasilkan biaya total atau pengeluaran total (total farm expenses). Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usaha disebut merugikan. 3.1.6. Konsep Pendapatan Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani
yang dikurangi dengan
biaya. Pendapatan dalam usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan diperhitungkan. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut: 1.
Pendapatan Tunai (farm net cash flow) Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan
pengeluaran
usahatani.
Perhitungan
pendapatan
usahatani
menggambarkan jumlah uang tunai yang dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga (Soekartawi et al. 1986). 2.
Pendapatan Kotor (gross farm income) Pendapatan kotor
usahatani
atau penerimaan kotor (gross return)
merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai.
26
Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda (Soekartawi et al. 1986). 3.
Pendapatan bersih (net farm income) Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani
dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan (Soekartawi et al. 1986). Disamping perhitungan pendapatan usahatani, diperlukan juga perhitungan terhadap pendapatan rumah tangga khususnya pendapatan tunai. Pendapatan tunai rumah tangga (household net cash income) adalah: kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja
yang
diperoleh dari luar usahatani atau sebagai uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitannya dengan usahatani dan dapat diartikan juga sebagai ukuran kesejahteraan petani. Uang tunai diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani seperti; makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga, kemelaratan dalam suatu rumah tangga dapat digambarkan oleh pendapatan tunai rumah tangga yang rendah. 3.1.7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Pendapatan usahatani yang merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani merupakan indikator penting terhadap keberhasilan suatu usahatani. Bagaimanapun juga, petani melaksanakan usahatani
27
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Pendapatan usahatani yang lebih tinggi memungkinkan petani untuk mencukupi kebutuhannya dengan lebih baik. Analisis R/C rasio menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Nilai R/C dapat digunakan sebagai ukuran dalam menilai efisiensi suatu usahatani. Semakin besar R/C yang dihasilkan oleh suatu usahatani maka tingkat efisiensi usahatani tersebut juga semakin besar (Soekartawi (2002)). Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan. Kegiatan
usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan satu rupiah penerimaan yang lebih besar daripada biaya atau disebut menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari satu atau dengan kata lain setiap R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal. Soekartawi (2002) mengatakan bahwa biasanya akan lebih baik kalau analisis R/C ini dibagi dua, yaitu R/C yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan R/C yang juga melibatkan biaya diperhitungkan. Dengan cara seperti ini, ada dua macam R/C, yaitu: a. R/C berdasarkan data biaya yang benar-benar dibayarkan petani (R/C tipe 1). b. R/C berdasarkan data biaya yang juga memperhitungkan biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan (andaikan lahan dianggap menyewa), alat-alat pertanian (andaikan alat pertanian diangap sewa), dan sebagainya (R/C tipe 2). Dengan cara seperti ini, nilai R/C tipe 1 selalu lebih besar dibandingkan nilai R/C tipe 2. 3.2 . Kerangka Pemikiran Operasional Petani penangkar di Kecamatan Pamijahan ini memproduksi benih tidak semua hasil produksi benihnya dijadikan sebagai benih. Sebagian dijual sebagai benih dan sebagian lagi dijual sebagai pada konsumsi. Hal ini menyebabkan adanya peralihan dari asalnya sebagai petani penangkar beralih ke petani padi konsumsi karena tingkat pendapatan petani penangkar menjadi turun karena hasilnya tidak terjual sebagai benih sedangkan untuk budidaya benih sendiri memerlukan keahlian yang lebih untuk mendapatkan kwalitas benih itu sendiri.
28
Penelitian ini dilakukan untuk melihat dari sudut pandang pendapatan antara produksi untuk benih padi dan produksi untuk padi konsumsi di daerah tersebut. Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Dari hasil analisis tersebut bisa terlihat apakah budidaya benih padi atau budidaya padi konsumsi yang lebih menguntungkan dan melihat juga input-input produksi yang digunakan apakah sudah efisien atau masih berlebihan. Berdasarkan uraian diatas, maka bagan kerangka operasional dalam penelitian ini bisa di lihat pada gambar 1. Usahatani Benih Padi dan padi konsumsi Di Kecamatan Pamijahan
Masalah Usahatani 1. Beralihnya petani penangkar benih padi ke petani padi konsumsi. 2. Pendapatan petani penangkar benih yang rendah.
Analisis perbandingan 1. Analisis Pendapatan 2. Analisis R/C Ratio
Hasil analisis efisiensi usahatani benih padi dan usahatani padi
Saran kebijakan Gambar 1. Bagan Kerangka Operasional 29
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan kepada para penangkar benih padi sebar dan petani padi konsumsi. Pemilihan tempat penelitian yaitu dengan menggunakan purposive sampling dimana Kecamatan tersebut terdapat paling banyak para penangkar padi dan salah satu sentra penangkaran benih padi di Bogor yang melakukan kegiatan penangkaran secara berkelanjutan. Kegiatan pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai juli 2012. 4.2. Metode Penentuan Responden Responden yang diambil terdiri dari petani penangkar dan petani padi konvensional. Untuk penangkar padi diambil semua sampel dari populasi yang ada dengan menggunakan purposive sampling. Untuk pengambilan responden petani konvensional dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yang berdasarkan luas lahan paling luas yang beranggotakan tiga puluh petani. Petani penangkar diambil dari semua sampel petani yang ada di daerah tersebut. Semua petani penangkar yang dijadikan sampel sebanyak empat orang petani penangkar benih padi konvensional sebanyak tiga puluh orang. Petani ini merupakan petani pemilik, petani penggarap dan petani pemilik penggarap. 4.3. Data Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung di lapangan, wawancara dan pengisian kuisioner diajukan kepada responden. Kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai karakteristik umum dan pendapatan yang diperoleh oleh para petani padi. Sedangkan dari segi waktunya merupakan data cross section yang artinya adalah data yang diperoleh pada saat pengumpulan di lapang dan diambil dalam kurun waktu tertentu.
30
Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan topik yang dibahas yaitu dari buku, penelitian terdahulu, majalah, internet, Dinas Pertanian Indonesia, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan IPB dan intansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data. 4.4. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer yang diambil yaitu dengan wawancara terstruktur. Ketika wawancara, diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada petani berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan untuk menggali data yang ingin dieketahui dalam penelitian. Adapun daftar pertanyaan tersebut berisi pertanyaan tentang mengenai karakteristik umum dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan benih padi dan padi konsumsi. 4.5. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum dan menjelaskan mengenai biaya dan pendapatan penangkar padi dan petani padi di lokasi penelitian yang diurai secara deskriptif. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis biaya dan pendapatan usahatani, analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C ratio), dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan pendapatan
usahatani
penangkaran padi
organik maupun usahatani padi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer, yaitu Microsoft excel 2010. 4.6. Analisis Penerimaan Usahatani Soekartawi
et al.
(1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai
berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan. Penerimaan usahatani bisa dituliskan sebagai berikut : TR = Y . Py
31
Dimana
TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
4.7. Biaya Usahatani 4.7.1. Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap ini umunya didefinisikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap usahatani bisa dituliskan sebagai berikut : FC = Dimana FC = Biaya tetap Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi= Harga Input n = Macam Input bila besarnya biaya tetap ini tidak dapat dihitung dengan rumus , maka sekaligus ditetapkan nilainya saja. Misalnya pada irigasi yang harus dibayar. Karena tidak diketahui berapa liter air yang dipakai untuk irigasi, maka untuk mengghitung biaya tetap , diperhitungkan langsung berapa rupiah yang dibayarkan untuk biaya irigasi tersebut. Kadang – kadang biaya tetap ini berubah atau diperlakukan sebagai biaya variabel bila angka penyusutan alat-alat pertanian dihitung (Soekartawi , 1995). 4.7.2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) Biaya variabel baiasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya ini berubah – ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan. (Soekartawi , 1995). Biaya variabel usahatani bisa dituliskan sebagai berikut : VC =
32
Dimana VC = Biaya tidak tetap Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tidak tetap Pxi= Harga Input n = Macam Input 4.7.3. Total Biaya (Total Cost) Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya total usahatani bisa dituliskan sebagai berikut : TC = FC + VC Dimana TC = Biaya total FC = Biaya Tetap VC = Biaya Tidak tetap 4.7.4. Biaya Tunai Biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit
(Hernanto, 1989). Biaya tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tunai dari biaya tetap berupa air dan pajak. Sedangkan untuk biaya variabel berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga. 4.7.5. Biaya Diperhitungkan Biaya diperhitungkan usahatani merupakan sejumlah uang yang tidak dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan meliputi biaya tetap untuk tenaga keluarga. Sedangkan termasuk biaya variabel antara lain biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai. 4.8 Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani mencakup nilai transaksi barang dan perubahan nilai inventaris atau kekayaan usahatani selama kurun waktu tertentu yang terdiri dari penerimaan dan pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani bisa dituliskan sebagai berikut :
33
Pd = TR – TC Dimana : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani serta merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Secara matematis, Pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut : Pd tunai = TR – Bt Pd total = TR – TC dimana : Pd tunai = pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani Pd total = pendapatan total atas keuntungan total usahatani TR
= penerimaan total usahatani (TR = P x Q)
Bt
= biaya tunai
TC
= total cost (biaya tunai dan biaya diperhitungkan)
Analisis R/C rasio dalam usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rumus R/C rasio dapat diuraikan sebagai berikut :
34
Keterangan : a. R/C > 1, artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Kegiatan usahatani menguntungkan. b. R/C < 1, artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu rupiah. Usahatani tersebut tidak menguntungkan. c. R/C = 1 berarti kegiatan usahatani berada pada kondisi keuntungan normal.
35
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Kecamatan Pamijahan Kecamatan Pamijahan termasuk dalam wilayah pembangunan Bogor Barat yang merupakan wilayah penyangga urbanisasi serta daerah resapan air dan konservasi sumber daya air. Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Pamijahan
merupakan
salah
satu
wilayah
pertanian
dengan
kondisi
pengembangan yang mulai bervariasi, diantaranya untuk pengembangan pertanian, peternakan, perikanan, dan pariwisata. Kecamatan Pamijahan yang berdekatan dengan area kehutanan, Taman Hutan Nasional Gunung Halimun Salak, serta panorama alam pegunungan Gunung Salak yang juga berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu Kecamatan yang memproduksi benih padi.
Penangkaran benih padi ini
dilakukan Desa Gunung Sari yang mampu bertahan dan melakukan produksi benih padi secara berkelanjutan. Gambaran umum dari Desa Gunung Sari ini dijelaskan berdasarkan karakteristik wilayah dan karakteristik sosial ekonomi dari masyarakat. 5.1.1. Karakteristik Wilayah Salah satu Desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan adalah Desa Gunung Sari Desa. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 683,240 Ha. Batas administrative pemerintahan Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan ini adalah ini berbatasan dengan :
Sebelah Utara
: Desa Pamijahan.
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Barat
: Desa Ciasihan
Sebelah Timur
: Desa Gunung Picung.
Desa Gunung Sari terletak pada ketinggian 600 m s/d 800 m diatas permukaan laut. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 220C s/d 280C. Pada umumnya lahan yang terdapat di Desa Gunung Sari digunakan secara produktif. Pembagian wilayah Desa Gunung Sari meliputi luas lahan berupa sawah seluas 342,230 Ha atau mencapai kurang lebih 50,07 persen dari total luas lahan Desa
36
Gunung Sari. Iklim di Desa ini cukup sejuk karena terletak di kaki Gunung Salak. Dengan kondisi geografis tersebut Desa Gunung Sari memiliki potensi untuk usaha pengembangan pertanian, khususnya padi.
Pada umumnya lahan yang
terdapat di Desa Gunung Sari digunakan secara produktif, dan hanya sedikit lahan yang tidak dipergunakan. Hal ini menunjukan bahwa kawasan Desa Gunung Sari memiliki sumber daya alam yang memadai dan siap untuk diolah. Menurut penggunaan lahan di Desa Gunung Sari, 342,230 ha luas lahan yang digunakan sebagai lahan persawahan sekitar 45 persen, rumah dan pekarangan seluas 44 ha atau 15 persen dari dari luas lahan, fasilitas umum 17,95 ha atau 10 persen, fasilitas sosial 0,50 ha atau 5 persen dan lain-lainnya 165,2 ha atau 25 persen dari luas lahan. 5.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk di Desa Gunung Sari pada tahun 2012 berjumlah 12.368 jiwa, yang terdiri dari 6.432 orang penduduk laki-laki dan 5.936 orang penduduk perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3.563 kepala keluarga. Sedangkan jumlah keluarga miskin 936 kepala keluarga dengan persentase 29,67 dari jumlah penduduk yang ada di Desa Gunung Sari. Rata-rata kepadatan penduduk di desa ini mencapai 59 jiwa/km2. Jumlah penduduk produktif di desa ini sekitar 5.140 orang dan penduduk tidak produktif sebesar 1420 orang. Sebagian besar penduduk di Desa Gunung Sari ini memiliki mata pencaharian sebagai petani yang terdiri dari petani pemilik tanah, pemilik penggarap, penggarap, penyakap dan buruh tani. Petani yang memiliki tanah sebanyak 578 orang, sementara petani pemilik penggarap terdapat 289 orang, petani penggarap sebanyak 546 orang, petani penyakap sebanyak 252 dan buruh tani terdapat sebanyak 146 orang. Mata pencaharian penduduk yang menjadi petani sebanyak 3.524 orang, menjadi buruh tani sebanyak 2.785 orang dan mata pencaharian selain menjadi petani adalah pengusaha yang terdiri dari pengusaha kecil dan menengah yang jumlahnya sebanyak 745 orang pedagang, pegawai negeri sipil sebanyak 45 orang, TNI atau polri sebanyak 2 orang dan karyawan swasta sebanyak 386 orang. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 625 penduduk Desa Gunung Sari tidak tamat menyelesaikan sekolah dasar, sebanyak 1.245 penduduk tamat SD
37
atau sederajat, 6,12 penduduk tamat SMP atau sederajat, dan 5,32 penduduk tamat SMU atau sederajat. Sementara itu penduduk yang melanjutkan ke perguruan tinggi atau sederajat jumlahnya cukup banyak yaitu D3 sebanyak 86 orang, Sedangkan penduduk yang tamat sampai S1 sebanyak 176 orang, dan pasca sarjana sebanyak 15 orang.
38
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Umum Petani Penangkar Benih dan Petani Padi Karakteristik dari petani responden penangkar benih padi, dan petani padi konsumsi yaitu berdasarkan umur petani, jenis kelamin, pendidikan, status kepemilikan lahan, luas garapan lahan, status usahatani dan pengalaman usahatani. 6.1.1. Umur Petani Berdasarkan wawancara hampir semua responden berumur lebih dari tiga puluh tahun. Responden petani penangkaran benih padi dan petani padi dalam penelitian ini masing-masing berjumlah empat orang dan tiga puluh orang. Berdasarkan hasil wawancara, umur termuda responden petani Penangkaran benih padi yaitu pada usia 42 tahun dan tertua adalah 63 tahun, sedangkan umur responden termuda petani padi yaitu pada usia 38 tahun dan yang tertua adalah 72 tahun. Karakteristik responden berdasarkan umur disajikan dalam tabel 10. Tabel 10. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Umur di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Umur petani Petani penangkar padi Petani padi konsumsi (Tahun) Jumlah orang Persen (%) Jumlah orang Persen (%) 31 - 40 2 6,7 41 – 50 2 50 10 33,3 50 - 60 2 50 12 50,0 >60 6 10,0 Jumlah 4 100 30 100 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 10, petani penangkaran benih padi tidak ada yang berumur lebih dari 60 tahun, sedangkan untuk petani padi konsumsi terdapat enam orang dengan persentase sebesar 10 persen. Petani penangkaran benih padi yang berumur 50 – 60 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase 50 persen dan petani padi konsumsi sebanyak 12 orang dengan persentase 50 persen. Pada selang umur 41 - 50 tahun, responden petani penangkaran benih padi sebanyak 50 persen dan petani padi konsumsi sebanyak 33,33 persen. Pada selang umur 31-40 tidak ada yang melakukan penangkaran benih padi namun, untuk petani padi
39
konsumsi terdapat dua orang dengan persentase 6,7 persen. Petani yang melakukan budidaya benih padi dan padi konsumsi paling banyak yaitu usia 50 – 60 karena usia ini merupakan usia produktif yang masih mempunyai kekuatan fisik yang memadai untuk melakukan kegiatan pertanian dengan baik. 6.1.2. Pendidikan Tingkat pendidikan pada usahatani penangkaran benih padi dan petani padi konsumsi memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Petani penangkar benih padi sebanyak tiga orang SD dan satu orang Sarjana yang bertindak sebagai pengumpul padi yang akan dijadikan benih, tetapi untuk usahatani padi konsumsi semua responden berpendidikan SD. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan sulitnya petani di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan menerapkan teknologi modern dan petani kesulitan untuk menyerap inovasi - inovasi baru yang datang dari luar. Biasanya petani yang tidak memiliki pendidikan sampai tingkat dasar kurang memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya dan sulit untuk menyerap teknologi dalam melakukan perubahan usahataninya. 6.1.3. Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan akan mempengaruhi pendapatan yang akan di terima oleh petani responden, karena semakin tinggi jumlah tanggungan akan semakin tinggi pula pengeluaran, sehingga modal untuk mengembangkan usahatani akan lebih sedikit. Selain itu petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak akan mengkonsumsi hasil produksinya sendiri, sehingga jumlah produksi yang dijual lebih sedikit jika dibandingkan dengan petani penangkar benih padi.
40
Tabel 11. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Gunung Sari. Jumlah Petani penangkar padi Petani padi konsumsi Tanggungan Jumlah orang Persen (%) Jumlah orang Persen (%) (Orang) >4 3 75 11 36,6 4–6 1 25 18 60,0 >6 1 3,40 Jumlah 4 100 30 100 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 11, jumlah tanggungan yang harus dibiayai oleh petani penangkar kurang dari empat orang, sebanyak 75 persen dan petani padi konsumsi sebesar 36,6 persen. Pada selang 4-5 orang yaitu sekitar 25 persen untuk petani penangkar dan 60 persen untuk petani padi konsumsi. Responden yang memiliki lebih dari enam tanggungan hanya terdapat pada petani padi konsumsi sebanyak 3,4 persen. 6.1.4. Status Kepemilikan Lahan Petani pemilik lahan adalah petani yang menyerahkan pengolahan lahannya pada orang lain, baik dengan sistem sewa, bagi hasil ataupun buruh. Petani milik sekaligus penggarap yaitu petani yang menggarap lahan miliknya sendiri, sehingga hasil panen dan biaya usahatani sepenuhnya menjadi tanggungannya. Petani penggarap adalah petani yang menggarap lahan milik orang lain yang kemudian membayar sewa ataupun bagi hasil kepada pemilik lahan tersebut. Karakteristik dari status kepemilikan lahan disajikan dalam tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Status Petani penangkar padi Petani padi konsumsi kepemilikan lahan Jumlah Persen (%) Jumlah orang Persen(%) orang Hak milik 1 13 43,3 Sewa 3 100 7 23,3 Sakap / bagi hasil 10 33,4 Jumlah 4 100 30 100 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
41
Berdasarkan Tabel 12, menunjukan status kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani penangkar benih padi sebanyak tiga orang sewa dan satu orang hak milik. Sedangkan untuk petani padi konsumsi untuk hak milik sebanyak tiga belas orang atau 43,35 persen. Sewa sebanyak tujuh orang atau 23,3 persen dan bagi hasil atau sakap sebanyak 10 orang atau 33,4 persen. Status kepemilikan lahan akan berpengaruh kepada pendapatan karena biaya yang dikeluarkan untuk sewa, hak milik dan bagi hasil berbeda. 6.1.5. Luas Lahan Garapan Luas lahan yang digunakan sangat beragam dimulai dari luas lahan 0 – 0,25 hektar, 0,26 – 0,50 hektar, 0,51 – 1 dan tidak ada responden baik dari petani penangkar maupun petani padi konsumsi yang menggunakan luas lahan lebih dari satu hektar. Sebaran responden petani padi dalam luas garapan ini menyebar dengan perbandingan yang sama untuk petani padi konsumsi yaitu masing-masing 10 orang dari tiap rentang luas lahan. Karakteristik yang dilihat dari luas garapan lahan disajikan dalam tabel 13. Tabel 13.Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Luas lahan Petani penangkar padi Petani padi konsumsi Garapan (Ha) Jumlah orang Persen (%) Jumlah orang Persen (%) 0 – 0,25 10 33,33 0,26 – 0,50 1 25 10 33,33 0,51 – 1 3 75 10 33,33 >1 Jumlah 4 100 30 100 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa luas lahan garapan penangkar benih padi lebih dari 0,5 ha yaitu sebanyak 75 persen. Jumlah petani padi konsumsi untuk semua ukuran luas lahan garapan yang digunakan terbagi dalam jumlah yang sama yaitu sebanyak 10 orang dengan setiap lahan sebesar 33,33 persen. Untuk luas lahan lebih dari satu hektar tida ada petani penangkar benih dan petani padi konsumsi yang menggunakan luas lahan tersebut. Rata-rata luas lahan garapan dari petani penangkar dari empat orang yaitu seluas 0,825 ha dan
42
rata-rata luas lahan garapan dari petani padi konsumsi dari 30 orang yaitu seluas 0,4693 ha. 6.1.6. Status Usahatani Semua responden petani penangkar benih padi dan petani padi konsumsi mengandalkan kegiatan budidaya padi sebagai usaha pokok yang mereka jalani. Untuk menghidupi keluarganya semua responden menganggap bahwa budidaya padi masih mengguntungkan untuk menyambung hidup. Usaha sampingan yang mereka lakukan adalah buruh tani yang bekerja pada lahan pertanian dimiliki orang lain. pekerjaan pokok seluruh responden adalah petani. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerjaan sebagai petani dapat memenuhi kebutuhan pokok responden. Karakteristik dari status usahatani disajikan dalam tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Petani Penangkar Padi dan Petani Padi Konsumsi Berdasarkan Status Usahatani di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Pengalaman Petani penangkar padi Petani padi konsumsi Usahatani Jumlah orang Persen (%) Jumlah orang Persen (%) Pokok 4 100 30 100 Sampingan Jumlah 4 100 30 100 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
6.1.7. Pengalaman Menjadi Petani penangkar Benih dan Petani Padi Pengalaman menjadi petani penangkar benih dapat dilihat dari lamanya seseorang atau individu dalam melakukan kegiatan usahatani untuk menghasilkan output atau hasil panen berupa benih. Pengalaman yang dimiliki oleh responden sebagai petani penangkar benih yaitu selama 1-2 tahun karena penangkaran di daerah ini belum lama berjalan. Petani padi konsumsi sebagian besar mempunyai pengalaman lebih dari lima tahun yaitu sekitar 40 persen dan pengalaman yang lebih dari 10 tahun sekitar 60 persen. Pada umumnya petani padi konsumsi mulai menggeluti bidang usahatani semenjak masa remaja dan mendapatkan keahlian berusahatani padi dari orang tua secara turun temurun. 6.1.8. Biaya Pemeriksaan lapang Pemeriksaan lapang dilakukan oleh pihak BPSB (Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih). Pemeriksaan lapang pertama dilakukan pada phase vegetative
43
(satu bulan setelah tanam) yang dilakukan terhadap pangkal batang, muka daun, telinga daun, posisi daun, bentuk tanaman, dan warna lidah daun. Pemeriksaan lapang kedua dilakukan pada phase reproduktif (pertanaman berbunga lebih dari 80 persen) yang dilakukan terhadap warna ujung gabah dan posisi daun bendera dan keserempakan berbunga. Pemeriksaan ketiga dilakukan pada phase pemasakan (paling lambat satu minggu sebelum panen) dilakukan pada pemeriksaan bentuk gabah dan warna gabah. Pemeriksaan lapangan pertama dan kedua dapat dilakukan dua kali sampai pertanaman benar-benar telah memenuhi standar pemeriksaan, sedangkan pemeriksaan ketiga dilakukan hanya sekali. Apabila ketiga pemeriksaan telah dilakukan dan memenuhi syarat maka pertanaman dinyatakan lulus lapang. Adanya biaya pemeriksaan lapang sebesar Rp 30.000 per petani penangkar untuk satu kali survei. 6.2. Teknik Produksi Benih Bersetifikat a. Budidaya Penangkaran Benih Benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu atau sertifikasi produk. Sertifikasi benih adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih (Direktorat Pembenihan 2011). b. Permohonan Pendaftaran Penangkaran Permohonan penangkaran ini dilakukan pada saat akan memulai proses penangkaran benih ke petugas BPSB (Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih) untuk registrasi nama, alamat, dan mendapatkan blanko penangkaran. Kemudian akan dilakukan identifikasi riwayat lapangan yang jelas dan batas lahan yang akan digunakan. c. Pengadaan Benih Benih yang digunakan dalam pembenihan adalah benih varietas unggul bersertifikat, murni (sesuai dengan sifat induknya) dan bersih dari campuran atau kotoran. Benih yang digunakan oleh petani penangkar yaitu benih label ungu (benih pokok yang akan dijadikan benih sebar, sedangkan untuk petani padi konsumsi menggunakan benih label biru (benih sebar). Kebutuhan benih padi non
44
hibrida rata-rata per hektar benih pokok sebanyak 25,78 kg dan untuk benih sebar penggunaanya lebih banyak yaitu 28,24 kg per hektar. Penggunaan benih ini harus bebas organisme pengganggu tanaman (OPT), dan dengan daya tumbuh benih minimal 80 persen. d. Pengolahan Lahan Lahan yang digunakan untuk pertanaman harus diperiksa sejarah lapangan untuk mengindari kemungkinan terjadi percampuran dengan tanaman atau varietas lain, tidak memilih jenis tanah asal tersedia struktur lumpur sedalam 1530. Isolasi jarak antara tanaman untuk produksi benih dengan tanaman lain untuk konsumsi atau varietas dari kelas benih berbeda minimal dua meter. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan tanah yaitu pembajakan, perataan, pencangkulan, dan memperbaiki pematang. Pengolahan tanah dimulai dengan kegiatan membajak. Kegiatan membajak tanah dilakukan dengan menggunakan alat bajak kerbau. Kegiatan pembajakan dilanjutkan dengan kegiatan perataan tanah, yaitu kegiatan menghaluskan struktur tanah hasil pembajakan yang masih berupa bongkahan-bongkahan tanah. Pembajakan tanah biasanya tidak mencapai sudutsudut sawah, sehingga
tanah yang tidak terbajak diselesaikan dengan cara
dicangkul. Pada waktu yang bersamaan, biasanya petani memperbaiki pematang sawah. Pematang sawah diperbaiki dengan cara dikikis dengan cangkul yang kemudian dilempar ke lahan. Setelah itu, pematang kembali ditambal dengan tanah berlumpur hingga rata. Setelah kegiatan pembajakan selesai dilakukan, kemudian lahan diberakan selama beberapa minggu. Lamanya waktu pemberaan tanah tergantung pada umur bibit disemai.
e. Pembibitan Kegiatan pembibitan dilaksanakan dalam rangka penyediaan bibit unggul bersertifikat untuk mendukung pelaksanaan budidaya padi secara berkelanjutan. Benih yang digunakan berlabel biru dan memiliki daya tumbuh minimum 90 persen. Kebutuhan benih rata-rata pada responden 25,78 kg per ha untuk penangkar dan 28,24 kg per hektar untuk petani padi. Tujuan pembibitan ini untuk memperoleh bibit yang siap tanam pada umur 12 sampai 20 hari.
45
a.
Persiapan lahan pembibitan Persiapan lahan untuk pembibitan biasanya dilakukan setelah lahan selesai
dibajak (pembajakan pertama) atau saat waktu pemberaan lahan setelah dibajak. Lahan yang telah dibajak pada pengolahan tanah dibuat menjadi beberapa petak.. Media persemaian menggunakan campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Luas persemaian yang digunakan adalah 200 m2 untuk memenuhi kebutuhan bibit seluas 1 hektar. b.
Perlakuan benih sebelum sebar Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mendapatkan benih yang bernas,
yang dapat menekan dan menghilangkan penyakit yang ada pada benih, merangsang meratanya pengecambahan benih sehingga mengalami pertumbuhan yang serempak. Perlakuan yang dimaksud adalah perendaman benih dengan menggunakan garam atau air abu. Perendaman dilakukan dengan mencampur satu sendok makan garam atau tiga sendok abu setiap satu liter air dengan air bersih secukupnya. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah perendaman, benih dicuci sambil dipisahkan antara benih yang bernas dengan benih hampa dan kotoran lainnya. Setelah itu, benih kembali didiamkan selama 12 jam sebelum tanam. f. Penanaman (Tandur) Bibit siap ditanam ketika mencapai umur yang optimal untuk dipindah ke lahan. Hal ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama perkembangan anakan setelah ditanam. Selain itu, faktor yang berpengaruh dalam menentukan umur bibit yaitu musim tanam. Penentuan umur bibit untuk padi ramah lingkungan lebih didasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lahan. Bibit umur muda akan menghasilkan anakan yang banyak karena masih dalam masa pertumbuhan generatif yang tinggi. Petani penangkar padi bibit yang relatif masih muda (12 sampai 20 hari). Bibit pada umur ini sudah memiliki empat helai daun atau lebih, dengan tinggi 10 sampai 15 cm. Sehingga bibit perlu diperlakukan secara hati-hati terutama pada bagian akar agar tidak rusak saat dicabut dari persemaian. Pada umumnya musim tanam untuk responden
dimulai pada bulan
Desember hingga Maret dan dilanjutkan pada Agustus hingga November.
46
Sementara musim tanam kedua dimulai pada bulan April sampai Juli. Sebelum bibit ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan alat caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah 65 berlawanan (vertikalhorizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang telah ditentukan pada caplakan. Usahatani penangkaran padi menggunakan jarak tanam 12,5 cm x 20 cm x 50 cm. Jarak kelompok barisan tanam yaitu 50 cm, untuk memudahkan pemeliharaan dan penghematan penggunaan pupuk serta cakupan unsur hara menjadi luas. Cara penanaman benih padi bibit ditanam satu hingga dua per rumpun (lobang tanam) dengan kedalaman yang dianjurkan sekitar satu sampai 1,5 cm. Batang dan akar bibit ditanam membentuk huruf L. g. Pengaturan Air Tujuan pengaturan air antara lain memperoleh aerasi dan pertumbuhan biota tanah yang sempurna, memperoleh anakan yang produktif, usahatani hemat air, kualitas tani hemat air, dan kualitas hasil panen lebih baik (kematangan gabah merata). Pengaturan air dilakukan pada saat tanam air hanya ada di parit (macakmacak), setelah dua hari menjelang penyiangan petakan digenangi air setinggi dua centi meter sampai dengan selesai penyiangan. Kemudian pada saat pemupukan susulan usahakan air macak-macak, dan dua minggu sebelum panen lahan dikeringkan. h. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman selain tanaman pokok (padi) atau tanaman gulma. Kegiatan penyiangan dilakukan untuk mengurangi populasi gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan hara, selain itu mencegah serangan hama terutama tikus. Gulma dicabut secara manual dengan tangan terutama disekitar rumpun padi, kemudian dibenamkan kelumpur atau dibuang ke pematang sawah. Disamping itu penyiangan juga berguna untuk penggemburan tanah, menekan persaingan penggunaan hara tanah, dan menjaga tanaman untuk tumbuh sehat yang memiliki anakan produktif. Penyiangan pada umumnya dilakukan dua kali. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 20 sampai 22 HST (Hari Setelah Tanam) sambil melakukan penyulaman, penyiangan dilakukan dengan jalan mengacak lahan secara sempurna sampai dengan akar rumput putus, rumput hasil penyiangan
47
dibenamkan. Penyiangan kedua dilaksanakan pada 15 hari setelah penyiangan 66 pertama, penyiangan bersifat menghilangkan rumput pengganggu dengan cara dibenamkan. i. Pemupukan Kandungan
unsur hara yang terdapat dalam tanah tidak cukup untuk
kebutuhan tanaman, karena ketersediaannya terbatas. Sehingga kebutuhan hara tanah perlu ditambah dari luar dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik (kimia). Kegiatan pemupukan yang dilakukan petani padi yaitu dua sampai tiga kali pemupukan. Pemupukan untuk padi ini dilakukan tiga kali untuk pupuk urea, sementara pupuk phonska diberikan sekaligus saat pemupukan pertama. Dosis pupuk rata-rata yang diberikan per hektar adalah 82,81 kg urea, 284,37 kg pupuk phonska. Pemupukan susulan pertama dilakukan pada 21 hingga 25 HST. Pemupukan susulan kedua dilakukan pada 45 hingga 25 HST. j. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian OPT (organisme pengganggu tumbuhan) merupakan pencegahan atau pemberantasan OPT yang dilakukan seefektif mungkin. Apabila menggunkan pestisida, dosisinya harus tepat dan caranya disesuaikan dengan rekomendasi setempat. Pengendalian hama dan penyakit tanaman ini bertujuan untuk memutus siklus hama penyakit tanaman, keadaan hama ada dalam batas tidak membahayakan, meningkatkan daya tahan fisik tanaman, produksi secara ekonomis mengguntungkan dan lingkungan tetap lestari, menekan hama utama padi (penggerek batang), menekan populasi hama secara umum agar produksi secara ekonomi menguntungkan dan lingkungan tetap lestari. k. Pemeliharaan Pematang Sawah Kegiatan pemeliharaan pematang dilakukan untuk mengurangi gulma atau mencegah perkembangan hama pengganggu tanaman disekitar tanaman. Pematang
yang
perkembangannya
dipenuhi hama,
dengan sehingga
rumpun perlu
gulma
dibersihkan
menjadi untuk
tempat
mencegah
kemungkinan tersebut. Pemeliharaan pematang sawah dilakukan dengan membersihkan gulma seluruh bagian pematang sawah, baik bagian tepi pematang maupun dinding pematang (sistem terasering). Kegiatan ini diselesaikan dengan
48
menggunakan cangkul dan parang. Pemeliharaan pematang sawah dilakukan bersamaan dengan penyiangan. l. Panen Panen dapat dilakukan setelah bulir padi sebagian besar telah menguning 90 persen yaitu pada umur tanaman mencapai umur 120 hari setelah tanam. Tanaman dipotong menggunakan pisau potong khusus untuk panen. Setelah dipotong kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk dirontokkan. Merontokan bulir padi dilakukan secara sederhana dengan cara dibanting pada papan perontok. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokan, gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin-anginkan. m. Kegiatan Pasca Panen Kegiatan pasca panen meliputi kegiatan bagi hasil panen dan pengangkutan. Bagi hasil panen biasanya dilakukan di lahan. Kedua belah pihak (pemilik dan buruh panen) memperoleh bagiannya masing-masimg sesuai sistem bagi hasil yang disepakati. Sistem bagi hasil panen ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Bagi hasil yang dilakukan kemudian dilanjut dengan pengangkutan hasil yang menjadi bagian petani.2 6.3. Analisis Usahatani 6.3.1 Penerimaan Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani yang dikelola oleh petani responden Desa Gunung Sari. Penerimaan hasil penjualan produksi disebut juga sebagai pendapatan kotor, karena belum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada usahatani. Output yang dihasilkan dari usahatani padi di kelompok tani ini adalah gabah kering panen yang akan diproses untuk dijadikan benih dan gabah untuk konsumsi. Gabah merupakan bulir padi yang telah dirontokkan melalui kegiatan panen. Gabah dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG). GKP merupakan gabah yang sudah dipanen namun belum mendapat perlakuan pengeringan, sedangkan GKG merupakan hasih produksi padi yang sudah dipanen serta sudah mendapat perlakuan pengeringan. Benih
2
Wawancara dengan penyuluh pertanian di Desa Gunung Sari
49
merupakan hasil dari pengolahan gabah yang mengalami proses pembersihan, perawatan, pengemasan dan penyimpanan. Petani penangkar padi menjual benihnya kepada pihak yang melakukan proses pengeringan sampai menjual benih ke petani langsung, kios-kios toko dan toko pertanian. Gabah untuk konsumsi berupa GKP yang langsung dijual petani ke pedagang pengumpul atau tengkulak. Hasil penjualan output produksi petani padi dalam bentuk GKP sudah dapat diperoleh petani sebelum melakukan proses pengeringan pada output yang dihasilkan. Berikut ini data gabah kering produksi kering panen yang dihasilkan oleh petani penangkar dapat di lihat pada tabel 15. Tabel 15. Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual sebagai benih dan Konsumsi Rumah Tangga Petani Penangkar Benih Periode Agustus 2012-November 2012 Responden Luas Lahan Produksi Dijual sebagai (kg) Konsumsi (m2) (kg) RT (kg) Benih Konsumsi 1 6000 3032 2000 432 600 2 10000 5230 3500 1016 714 3 7000 3563 2500 721 342 4 10000 5445 3500 1445 500 Rata-rata 8250 4317,5 2875 903,5 539 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Dari tabel 15 diatas bisa dilihat bahwa petani penangkar benih tidak menjual seluruh hasil produksi sebagai benih, namun ada yang dijual sebagai padi untuk konsumsi.
Dari luas
lahan rata-rata 0,825 hektar benih yang dijual
sebanyak 2875 kg atau 66,59 persen, padi konsumsi yang dijual sebanyak 903,5 kg atau 20,93 persen dan untuk konsumsi rumah tangga sebanyak 539 kg atau 12,48 persen. Produktivitas rata-rata penangkaran benih padi dari petani responden sebanyak 4317.5 kg dengan luasan lahan rata-rata 0,825 ha. Bila luas lahan dikonversikan ke dalam satu hektar maka diperoleh produktivitas penangkaran benih padi. Produktivitas penangkaran benih padi yang diperoleh oleh petani responden di Desa Gunung Sari adalah 5.396,87 kg per ha. Produktivitas rata-rata dari 30 petani padi respoden sebesar 2.637,33 kg dengan luasan lahan rata-rata 0,469 ha. Hasil yang dijual dari produksi adalah 2.205,9 kg atau 83,6 persen, kebutuhan konsumsi sebanyak 431,43 kg atau 16,4 persen. Jika luas lahan dikonversikan ke dalam satu hektar maka akan diperoleh
50
produktivitas petani padi. Produktivitas petani padi yang diperoleh dari petani responden padi di kelompok tani Purwa Sari adalah 5.627,36 kg per ha. Seluruh hasil produksi petani padi konsumsi berupa gabah kering panen dijual dengan harga rata-rata Rp 3.230,00. Uraian diatas depat dilihat pada (Lampiran 2.) Nilai penerimaan yang diperoleh petani penangkar padi merupakan nilai dari perhitungan benih yang dihasilkan oleh seluruh petani responden yang dikalikan dengan harga jual benih. Nilai penerimaan yang diperoleh petani padi merupakan nilai dari perhitungan hasil panen dari seluruh petani responden yang dikalikan dengan harga GKP. Penerimaan tunai ialah penerimaan petani atas penjualan komoditas dari usahataninya (rata-rata produksi benih padi petani responden) dikalikan dengan harga jual (rata-rata) sehingga diperoleh nilai atas penjualan produk tersebut. Selain itu, dikenal juga penerimaan non tunai yang merupakan nilai dari jumlah komoditas (padi) yang tidak dijual (dikonsumsi atau diberikan) dikalikan denga harga (rata-rata). Dengan mengakumulasi dari jumlah penerimaan tunai dan penerimaan non tunai maka kemudian diperoleh total penerimaan usahatani. Adapun rincian penerimaan
penangkaran benih padi
responden di desa Gunung Sari dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Penangkaran Benih Padi di Desa Gunung Sari Periode Agustus 2012November 2012 Petani penangkar benih padi Uraian Jumlah (Kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) Dijual benih 3.593,75 3.400 12.218.750,00 Dijual padi konsumsi 1.129,37 3.230 3.647.881,25 Penerimaan non tunai 673,75 3.230 2.176.212,50 (Konsumsi) Total penerimaan
5.396,87
18.042.843,75
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Pada Tabel 16, harga jual benih padi yang ditetapkan oleh seluruh petani penangkar benih yaitu Rp 3.400,00 per kg. Tetapi tidak semua benih di jual sebagai benih, ada pula di jual menjadi padi konsumsi karena penjualan benih padi ini disesuai dengan permintaan pasar. Ada sebagian gabah yang di jual ke pedagang pengumpul yang harganya sebesar Rp 3.230,00. Penerimaan penerimaan tunai (produksi benih padi) dan konsumsi (penerimaan non tunai) masing-masing sebesar Rp 1.866.631,25 dan Rp 2.176.212,50. Total dari 51
penerimaan tersebut sebesar Rp 19.676.327,50. Total produktivitas dan penerimaan usahatani padi di Desa Gunung Sari dapat dilihat pada tabel 17. Tabel 17. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani Padi di Desa Gunung Sari Periode Agustus 2012-November 2012 Petani padi konsumsi Uraian Jumlah (Kg) Harga(Rp) Nilai (Rp) Penerimaan tunai 4.700,07 3.230 15.181.229,4 Penerimaan non tunai (konsumsi) Total produksi
919,25 5.619,32
3.230
2.969.168,3 18.150.339,7
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Pada Tabel 17, penerimaan petani padi di Kelompok Tani Purwa Sari yang melakukan panen secara serentak dan hasil panen berupa GKP, langsung dijual kepada pedagang pengumpul dengan harga rata-rata Rp 3.230,00. Penerimaan tunai (produksi padi) dan konsumsi (penerimaan non tunai) masingmasing sebesar Rp 15.181.229,40 dan Rp 2.969.168,30. Total dari penerimaan tersebut sebesar Rp 18.150.339,70. 6.3.2. Analisis Biaya Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi Pengeluaran usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani padi pada suatu periode tanam tertentu. Biaya usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok. Biaya usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi yang termasuk pada biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai pada usahatani penangkaran benih padi di Gunung Sari ini adalah pendaftaran, biaya benih, urea, phonska, pupuk kandang, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), sewa lahan, sewa traktor atau ternak, dan pemeriksaan lapangan. Sedangkan biaya tunai pada usahatani padi di kelompok tani Purwa Sari ini adalah biaya benih, urea, phonska, pupuk kandang, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), sewa lahan, dan sewa traktor atau ternak. Biaya yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan (tidak tunai) pada usahatani penangkaran benih dan usahatani padi konsumsi yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), sewa lahan milik sendiri yang dikonversikan pada sewa lahan
52
umum, dan penyusutan alat. Rincian biaya tunai untuk petani penangkar bisa dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 . Biaya Input Produksi Usahatani Penangkaran Benih Padi dari Luas Lahan 0,825 ha Periode Agustus 2012-November 2012 Responden 1
Benih (kg)
Nilai (Rp)
Urea (kg)
Nilai (Rp)
Phoska (kg)
Nilai (Rp)
Pupuk kandang (kg)
Nilai (Rp)
12.5
93.750
75
150.000
150
360.000
1.000
20.000
25
175.000
70
140.000
250
600.000
500
25.000
20
180.000
70
140.000
210
504.000
700
35.000
25
225.000
100
200.000
300
720.000
1.000
50.000
20.62 168.437 78.5 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
157.500
227.5
546.000
800
32.500
2 3 4 Rata-rata
Pada Tabel 18, dapat dilihat bahwa input produksi yang dikeluarkan oleh petani penangkar yaitu benih, urea, phoska, pupuk kandang dan pestisida. Benih yang digunakan untuk rata-rata luas lahan 0,825 ha yaitu sebanyak 20,63 kg dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 168.437,00, kemudian urea yang digunakan sebanyak 78,5 kg untuk luas lahan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan Rp 157.500,00, kemudian phoska yang digunakan untuk sebanyak 227,5 kg dengan biaya yang dikeluarkan Rp 546.000,00, dan pupuk kandang yang digunakan untuk sebanyak 800 dengan biaya yang dikeluarkan Rp 32.500,00. Benih yang digunakan untuk rata-rata luas lahan 0,4693 ha yaitu sebanyak 13,43 kg dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 94.033,00, kemudian urea yang digunakan sebanyak 60,3 kg untuk luas lahan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan Rp 119.666,00, kemudian phoska yang digunakan untuk sebanyak 112,5 kg dengan biaya yang dikeluarkan Rp 276.416,00. Pupuk kandang yang digunakan untuk sebanyak 472,66 kg dan biaya yang dikeluarkan Rp 32.500,00. (lampiran 3). Biaya input produksi lainnya adalah tenaga kerja. Tenaga kerja ini dibagi kedalam tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Uraian untuk rincian biaya tenaga kerja untuk penangkar benih padi pada Tabel 19.
53
Tabel 19 . Biaya Tenaga Kerja Dari Petani Penangkar Benih Padi dari Luas Lahan 0, 825 Ha Periode Agustus 2012-November 2012 Kegiatan
Tenaga Kerja (orang) Dalam Luar
Penyemaian a. Pengolahan lahan b. Penanaman benih Pengolahan lahan a.Pembajakan b. Pencangkulan Penanaman Penyiagan dan penyulaman pemeriksaan lapangan Pemupukan Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III Pengendalian HPT Panen
1 1
4
15,8
1,6 1,6 1,6 2
1 1 1 0,7
Jumlah HOK
Upah
Jumlah Biaya
1,5 1
30.000 20.000
45.000 20.000
12,13 19,8 6 10 3
75.000 30.000 26.000 30.000 30.000
909.750 593.750 156.000 300.000 90.000
2,6 2,6 2,6 3
30.000 30.000 30.000 30.000 bawon(kg) 1.041,87
68.000 68.000 68.000 80.000
harga 3.230
3.365.256,25 5.763.756,25
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Biaya tenaga kerja untuk pengolahan lahan yang digunakan dalam membuat persemaian dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga dan dilakukan oleh pemilik lahan itu sendiri. Waktu yang diperlukan untuk pengolahan lahan sebesar dengan sebesar 1,5 HOK biaya yang dikeluarkan Rp 45.000,00. Sedangkan untuk penebaran benih dibutuhkan waktu 1 HOK untuk menebarkan benih yang dilakukan oleh satu orang tenaga kerja wanita dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 20.000,00. Penebaran benih ini dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga dan termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan. Pengolahan lahan untuk pembajakan semua responden dilakukan dengan bantuan tenaga kerbau karena traktor yang ada di daerah tersebut tidak dapat digunakan. Dengan bantuan tenaga kerja ternak akan lebih cepat dalam pembajakan. waktu yang dibutuhkan selama 12,13 hari dengan biaya per hari sebesar Rp 75.000,00 dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 909.750,00. Pencangkulan tanah membutuhkan tenaga kerja manusia sebanyak 19,8 HOK biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 593.750,00. Biaya yang dikeluarkan untuk penanaman dan penyiangan yaitu menggunakan sistem borongan yang akan dibayar saat panen. Biaya yang dikeluarkan saat penanaman dan penyiangan yaitu makan para tenaga kerja
54
dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan setiap harinya sebesar Rp 26.000,00 selama enam hari. Untuk penanaman dan penyiangan sebesar Rp 30.000,00 selama 10 hari. Penyiangan yang dilakukan untuk penangkar benih lebih lama karena pembersihan varietas lain yang tumbuh di dalam calon benih. Penanaman dan penyiangan dilakukan oleh tenaga dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Pemupukan yang dilakukan menggunakan tenaga kerja yang sama yaitu pada pemupukan pertama, kedua, dan ketiga yang memerlukan waktu 2,6 HOK. Pemupukan dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga yang dapat terselesaikan dalam satu hari. Biaya panen adalah biaya yang paling besar jika dibandingkan dengan biaya yang lainnya, karena biaya ini merupakan bagi hasil petani pemilik lahan dengan tenaga kerja. Sistem ini disebut sistem bawon, dengan perbandingan pembagian hasil 4:1 dimana empat untuk pemilik dan satu untuk tenaga kerja, jika diuangkan maka akan dikalikan dengan harga padi itu sendiri yaitu sebesar Rp 3.230,00. Jumlah rata-rata untuk pembayaran bawon itu sendiri 1.041,87 kg atau sebesar Rp 3.365.256,25. Jumlah biaya tenaga kerja seluruhnya sebesar Rp 5.763.756,25. Sedangkan untuk penggunaan tenaga kerja petani padi konsumsi akan dijelaskan pada tabel 20. Tabel 20 . Biaya Tenaga Kerja dari Petani Padi Konsumsi dari Luas Lahan 0,469 ha Periode Agustus 2012-November 2012 Kegiatan
Tenaga kerja (orang) Dalam Luar
Penyemaian a. Pengolahan lahan b. Penanaman benih Pengolahan lahan a.Pembajakan (kerbau) b. Pencangkulan Penanaman (borongan) Penyiagan dan penyulaman Pemupukan Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III Pengendalian HPT panen Jumlah biaya tenaga kerja Sumber : Data Primer Diolah (2012)
1 1
1
3,6
1 1 1 1,5
0,67 0,67 0,67
Jumlah HOK
Upah
Jumlah biaya
1,13 0,6
30.000 20.000
33.999 12.000
6,8 14,63 3,7 3,7
75.000 30.000 23.333 24.166
510.000 476.000 86.332,1 92.666,6
1,67 1,67 1,67 1,50 jumlah 659,33
50.000 50.000 50.000 45.000 Harga(kg) 3.230
1.990.489,5 3.639.487,3
55
Biaya tenaga kerja untuk pengolahan lahan yang digunakan tanah untuk membuat persemaian dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga dan dilakukan oleh pemilik lahan itu sendiri. Waktu yang diperlukan untuk pengolahan lahan sebesar 1,13 HOK dengan biaya yang dikeluarkan Rp 33.999,00. Sedangkan untuk penebaran benih dibutuhkan waktu 0,6 HOK untuk menebarkan benih yang dilakukan oleh satu orang tenaga kerja dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 12.000,00. Penebaran benih ini dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga dan termasuk biaya yang dipehitungkan. Pengolahan lahan untuk pembajakan semua responden dilakukan dengan bantuan tenaga kerbau. Dengan menggunakan bantuan tenaga kerja ternak proses pembajakan akan lebih cepat terselesaikan. waktu yang dibutuhkan selama 6,8 hari dengan biaya per hari sebesar Rp 75.000,00 dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 510.000,00. Untuk pencangkulan tanah dilakukan oleh tenaga kerja manusia dengan waktu yang diperlukan 4,63 HOK dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 476.000,00. Biaya yang dikeluarkan untuk penanaman dan penyiangan yaitu hanya untuk konsumsi para tenaga kerja dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan setiap harinya dikeluarkan sebesar Rp 23.333,00 selama 3,7 hari untuk penanaman dan untuk penyiangan sebesar Rp 24.166,00 selama 3,7 hari. Penyiangan dan penanaman pun dilakukan oleh tenaga dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Pemupukan yang dilakukan membutuhkan tenaga kerja yang sama yaitu pada pemupukan pertama, kedua, dan ketiga. Kegiatan tersebut yang dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga yaitu melakukan satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang diperlukan 1,67 HOK. Pemupukan biaya termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan bukan biaya tunai. Biaya panen sebanyak (bawon) 659,33 kg atau sebesar Rp 1.990.489,5. Jumlah biaya tenaga kerja adalah sebesar Rp 3.639.487,35. Biaya bawon merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan. Jika menggunakan sistem upah harian kemungkinan biaya tenaga kerja bisa lebih murah, tetapi hal ini tidak bisa dilakukan di daerah tersebut karena adat istiadat yang berlaku dan keinginan pekerja itu sendiri. Kelebihan dari sistem bawon ini pekerjaaan akan cepat selesai
56
karena ada pembagian masing-masing luas untuk setiap tenaga kerja. Beda halnya dengan upah harian, tenaga kerja akan berleha-leha karena upah yang diberikan menggunakan jam kerja yaitu dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang. Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam menjamin keberlangsungan usahatani. Tenaga kerja yang diperlukan dalam setiap tahapan dalam usahatani. Biaya yang dikeluarkan di bagi dua menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja yang cenderung digunakan dalam usahatani padi ini adalah tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja luar keluarga cenderung lebih banyak digunakan dibanding tenaga kerja dalam keluarga. Perbedaan jenis tenaga kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pembagian Tenaga Kerja dalam Keluarga dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Penangkar Benih padi dan Padi Konsumsi dalam satu hektar Agustus 2012-November 2012 Penangkar Benih Padi Petani Padi Konsumsi Tenaga Kerja Luar Keluraga Tenaga Kerja Luar Keluraga No Jenis Nilai Konversi No Jenis Nilai Konversi upah Ke HOK upah ke HOK 1 Harian 600.000 20 1 Harian 720.000 24 2 Borongan 4.357.927,52 145,26 2 Borongan 4.522.161,5 150,74 3 Ternak 1.102.727,00 3 Ternak 1.028.225,2 34,27 36,75 202,01 209,01 Tenaga kerja Tenaga kerja dalam kelurga 1.105.071 38,57 dalam kelurga 1.284.300 42,81 Jumlah Tenaga Kerja 240,58 Jumlah Tenaga Kerja 251,82 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Biaya tenaga kerja ini dikonversikan dari tenaga kerja borongan yaitu terdiri dari tenaga kerja bawon, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja dalam pengolahan tanah. Tenaga kerja bawon atau borongan yaitu tenaga kerja yang digunakan untuk proses penanaman, dan penyiangan yang tidak mengeluarkan biaya, tetapi dalam panen pembayaran dilakukan dengan memberikan hasil panen yaitu perbandingan 1:4 dimana satu bagian untuk tenaga kerja dan empat bagian untuk pemilik. Dalam perhitungan bawon jumlah bawon yang didapatkan dikalikan dengan harga dan di bagi dengan biaya upah per HOK yaitu Rp 30.000,00 sehingga didapatkan jumlah tenaga kerja.
57
Tenaga kerja ternak yang digunakan untuk kegiatan pengolahan tanah dengan pembayaran satu hari sebesar Rp 75.000,00 yaitu dikonversikan kedalam hari orang kerja yaitu Rp 30.000,00 per hari. Tenaga kerja yang tidak melakukan borongan yaitu pada saat melakukan kegiatan pengolahan tanah seperti peleleran, penampingan, pemopokan namun menggunakan tenaga kerja manusia yang dibayar dengan sistem upah waktu. Tenaga kerja luar keluarga lebih banyak digunakan dari pada tenaga kerja dalam keluarga baik usahatani penangkaran benih padi maupun usahatani petani padi konsumsi. Tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga petani penangkar lebih kecil jika dibandingkan dengan petani padi konsumsi yaitu 202,01 HOK berbanding dengan 209,01 HOK. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu 38,57 HOK dan petani padi konsumsi 42,81 HOK sedangkan total jumlah tenaga kerja petani penangkar lebih kecil yaitu 240,58 HOK dan petani padi konsumsi 251,82 HOK. Hal ini disebabkan penggunaan lahan petani penangkar lebih luas dari petani padi konsumsi sehingga efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Pembagian hasil bawon yang lebih sedikit, karena hasil produksi petani penangkar lebih kecil. Perhitungan biaya setelah dikonversi ke dalam satu ha pada tebel 22. Tabel 22. Biaya Rata-rata Usahatani Penangkaran Benih Padi dalam Satuan Hektar di Desa Gunung Sari Agustus 2012-November 2012 Keterangan Biaya Tunai Pendaftaran Ke Dinas Benih Pupuk Urea (Kg) Pupuk Phoska (Kg) Pupuk Kandang (Kg) Pestisida TKLK (HOK) Biaya bawon Sewa lahan Sewa kerbau Pemeriksaan lapang Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan TKDK (HOK) Opportunity Cost sewa lahan penyusutan alat Total Biaya Diperhitungkan Jumlah Total Biaya
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
4 Orang 25,78 Kg 82,81 Kg 284,37 Kg 1.000 Kg 3 Botol 20 1.349,2 0,69 ha 14,7 3
25.000,00 9.000,00 2.000,00 2.400,00 475,00 15.000,00 30.000,00 3.230,00 2.906.250,72 75.000,00 30.000,00
100.000,00 232.031,25 165.625,00 682.500,00 475.000,00 45.000,00 600.000,00 4.357.927,52 2,005,313,00 1.102.727,00 90.000,00 9.458.822,96
0,87 2,01 1,44 5,93 4,12 0,39 5,21 39,40 17,41 4,56 0,78
38,57 0,31 ha
28.650,00 2.906.250,72
1.105.071 900.937,5
7,82 0,46
53.400,00 2.059.409
0,87 2,01
11.518.231,46
100
23.400
persen atas biaya
58
Biaya tunai dan biaya diperhitungkan pada usahatani menghasilkan biaya total, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 22 dan Tabel 23 sebagai pembanding. Tabel dibawah ini merupakan tabel pembanding yaitu dari usahatani yang dilakukan oleh petani padi konsumsi dengan perbandingan yang sama dengan membandingkan biaya-biaya yang dikeluarkan pada proses produksi. Hasil dari perhitungan tersebut bisa dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Satu Musim Tanam dalam Satuan Hektar Usahatani di Desa Gunung Sari Agustus 2012-November 2012 Keterangan Biaya Tunai Benih Pupuk Urea (Kg) Pupuk Phoska (Kg) Pupuk Kandang (Kg) Pestisida TKLK (HOK) Borongan (bawon) Sewa lahan / bagi hasil Sewa kerbau Total Biaya Tunai TKDK (HOK) Opportunity Cost sewa lahan penyusutan alat Total Biaya Diperhitungkan Jumlah Total Biaya
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
28,24 126,84 236,51 993,69 3,71 24 1400,05 0,55 ha 13,07
7.000,00 2.000,00 2.500,00 400,00 12.300,00 30.000,00 3.230,00 4.071.046,69 75.000,00
42,81 0,45 ha
29.315.00 4.071.046,69 47.407,00
Nilai (Rp)
persen atas biaya
197.687,46 253.679,05 591.275,40 397.477,22 45.683,25 720.000,00 4.538.353,71 2.239.075,68 1.028.225,2 9.508.231,77 1.284.300,00 1.887.435,60
1,55 1,99 4,65 3,12 0,36 5,66 5,66 7,59 ,12
47.400,00 3.219.135,60
0,37
12.727.367,37
100
0,09 4,83
Pada Tabel 22 dan 23, biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 22 dan 23 di atas, untuk penangkar benih diperoleh biaya tunai sebesar Rp 9.458.822,96 sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 2.059.409,00. Total biaya yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp 11.518.231,46. Untuk petani padi konsumsi biaya tunai sebesar Rp 9.508.231,77 sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 3.219.135,60. Total biaya yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp 12.727.367,37. Berdasarkan uraian biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani padi adalah biaya yang dikeluarkan untuk bawon dan bagi hasil.
59
Pada biaya diperhitungkan biaya terkecil adalah penyusutan alat pada petani penangkar dan petani padi konsumsi. Benih yang digunakan pada usahatani
penangkaran benih padi dan
usahatani padi di lokasi penelitian diperoleh dari yang petani benih lokal, dan varietas yang ditanam oleh petani responden adalah Varietas Ciherang. Harga beli yang diperoleh petani penangkar benih adalah benih label ungu dengan harga Rp 9.000,00. Petani padi konsumsi menggunakan benih berlabel biru dengan harga Rp 7.000,00 dan biaya yang dikeluarkan petani penangkar untuk benih sebesar Rp 232.031,25 dan petani padi mengeluarkan biaya sebesar Rp 197.687,46 atau sebesar 1,44 persen dan 1,65 persen dari total biaya yang dikeluarkan. Biaya benih petani penangkar benih padi lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani padi konsumsi karena harga yang diterima petani penangkar benih lebih tinggi. Terdapat dua macam pupuk kimia yang masih digunakan dalam usahatani padi, yakni pupuk urea dan pupuk phonska. Biaya yang dikeluarkan untuk pupuk urea lebih kecil dibanding biaya yang digunakan untuk pupuk phoska. Pupuk urea yang digunakan petani penangkar benih berada pada rata-rata sebesar 82,81 kg per ha dan untuk petani padi konsumsi adalah 126,84 kg per ha, dan penggunaan pupuk phonska adalah 284,37 kg per ha penangkar benih sedangkan untuk petani padi konsumsi 236,51 kg per ha. Jika dilihat berdasarkan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani padi ini, maka pupuk urea untuk penangkar benih dan petani padi konsumsi mengkontribusi sebesar 1,13 persen dan 1,65 persen serta pupuk phoska untuk penangkar benih dan petani padi sebesar 4,67 persen dan 3,86 persen dari biaya yang dikeluarkan. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari pupuk jerami dan pupuk kandang sebagai bahan dasarnya. Penggunaan pupuk ini untuk menambah unsur hara tanah, mengurangi kerusakan tanah dan khususnya untuk memperbaiki organik tanah yang hilang akibat penggunaan kimia. Jika dinominalkan harga rata-rata yang berlaku di daerah tersebut adalah Rp 475,00 per kg untuk penangkar menggunakan 1.000 kg per ha dan untuk petani padi 993,69 kg per ha. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 475.000,00 untuk penangkar dan untuk petani sebesar Rp 397.477,22 sekitar 4,12 persen dan 3,12 persen.
60
Penangkar benih padi untuk tenaga kerja luar keluarga yang digunakan sekitar 39,40 persen sedangkan tenaga kerja dalam keluarga hanya 7,82 persen. Sedangkan untuk petani padi konsumsi, Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan sekitar 35,66 persen sedangkan tenaga kerja dalam keluarga hanya 10,09 persen. Lahan yang digunakan oleh petani responden untuk penangkaran benih padi dalam usahatani ini sebagian besar sewa yaitu sebesar 75 persen dan 25 persen milik. Perhitungan yang digunakan dengan persen petani yang sewa dan milik. Satu hektar yang dikonversikan dibagi beberapa hektar lahan yang digunakan oleh petani milik dan beberapa hektar petani sewa. Biaya tunai penggunaan lahan petani penangkar sebesar Rp 2.005.313,00 atau 17,41 persen. Pengggunaan sewa lahan lebih luas dari milik untuk biaya lahan yang diperhitungkan Rp 900.937,50. Sedangkan untuk petani padi konsumsi adalah lahan yang disewa, bagi hasil, dan milik sendiri. Lahan untuk sewa dan milik sendiri dikonversikan dengan harga lahan sewa. Pembagian pada petani padi konsumsi adalah lahan yang disewa dan lahan yang melalui sistem bagi hasil dijumlahkan kemudian dirata-ratakan dan dijadikan menjadi sewa lahan saja dalam komponen biaya tunai. Sedangkan lahan milik sendiri dijadikan terpisah pada komponen biaya lain, yakni biaya yang diperhitungkan sebagai sewa lahan yang dikonversi dari lahan milik sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan (lahan sewa dan bagi hasil) adalah Rp 2.239.075,68 dan biaya sewa lahan milik sendiri adalah Rp 1.887.435,60. Pada umumnya lahan bagi hasil lebih banyak digunakan pada petani responden padi konsumsi hal ini menyebabkan biaya lahan menjadi lebih tinggi, Biaya sewa lahan milik sendiri mencapai 17,59 persen, sedangkan sewa lahan pada biaya tunai hanya mencapai 14,83 persen dari total biaya. Sewa ternak digunakan pada saat pengolahan lahan. Pada umumnya petani responden menggunakan ternak dalam proses pengolahan lahan dan tidak ada yang menggunakan traktor, karena traktor yang digunakan sedang rusak sehingga untuk pengolahan lahan menggunakan tenaga kerja ternak. Biaya paling besar yang dikeluarkan yaitu biaya untuk biaya tenaga kerja borongan (bawon) dimana bawon tesebut tinggi karena sistem pembayaran hasil
61
dengan menggunakan gabah yang perbandingan 4:1 yang dikalikan dengan harga jual yaitu dengan harga Rp 3.230,00. Biaya bawon sebesar Rp 4.538.353,71 atau 39,40 persen untuk petani penangkar, petani padi konsumsi sebesar biaya yang paling besar kedua yaitu untuk penggunaan lahan petani padi konsumsi biaya lahan lebih tinggi jika dibandingkan petani penangkar benih padi. Hal ini disebabkan karena pada petani padi konsumsi dilakukan sistem bagi hasil jika dikonversikan pada sewa lahan maka penyewaan bagi hasil ini lebih tinggi biayanya, sedangkan penangkar benih padi tidak ada responden yang menggunakan sistem bagi hasil sehingga hal ini menyebabkan pendapatan petani penangkar lebih besar jika dibandingkan dengan petani padi konsumsi. Alat-alat yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani padi yaitu alat-alat milik sendiri. Hal tersebut dikarenakan petani responden juga menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam usahataninya, sehingga alat-alat usahatani lainya juga cenderung dibawa sendiri oleh tenaga kerja luar keluarga. Alat pertanian yang biasanya dibawa oleh tenaga kerja luar keluarga adalah cangkul dan parang. Alat pertanian yang dimiliki sendiri dan digunakan untuk usahatani padi adalah cangkul, parang, ganco dan sabit, selain itu dalam usahatani juga digunakan tenaga kerja dalam keluarga, dan biasanya tenaga kerja dalam keluarga tersebut akan membawa alat pertaniannya sendiri untuk digunakan. Berdasarkan hal tersebut diperlukan perhitungan penyusutan alat. Penyusutan alat hanya dihitung pada alat-alat yang dimiliki petani. Penyusutan alat pertanian terbesar terdapat pada cangkul, yakni sebesar Rp 11.597,86 atau sebesar 62,92 persen seperti yang ditunjukkan pada Tabel 24.
62
Tabel 24. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani Padi di Desa Gunung Sari Periode Tanam Agustus -November 2012. Nama alat Nilai Nilai Sisa Umur Penyusutan Ekonomis (Rp) Ekonomis (Rp) (%) (Rp) (Tahun) Cangkul 78.900,00 15.002,78 3 16.597,68 35,02 Parang 35.000,00 16.002,78 3 9.391,34 19,81 Sabit 35.000,00 15.000,00 3 7.450,55 15,71 Ganco 45.000,00 16.000,00 3 13.962,00 29,45 Jumlah 47.400,07 100 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
6.3.3. Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih dan Petani Padi Konsumsi Pendapatan usahatani merupakan nilai selisih dari penerimaan dan biaya usahatani padi. Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani benih padi dan usahatani dapat dilihat dari dari dua sisi biaya yang dikeluarkan petani yaitu pendapataan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ini diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya total. Penerimaan tunai dan non tunai dari petani-petani responden sebesar yaitu untuk penangkar benih lebih tinggi produksi dan penerimaannya dari pada petani padi konsumsi dimana masing-masing rinciananya sebesar Rp 17.500.115,00 dan Rp 15.319.525,50. Penerimaan non tunai penangkar benih Rp 2.176.212,50 dan petani padi konsumsi sebesar Rp 2.833.889,20, sehingga diperoleh total penerimaan Rp 19.676.327,50 dan Rp 18.153.414,70. Jumlah penerimaan petani responden saat ini cukup tinggi yang disebabkan oleh harga jual yang cukup tinggi pula. Harga jual benih padi sama yaitu lebih tinggi Rp 200,00 dari harga padi untuk konsumsi. Sedangkan untuk harga padi konsumsi yaitu digunakan harga rata-rata dari 3 macam harga yang diterima oleh petani dan dihitung per gedeng yaitu 10 liter yang akan menjadi 6,5 kg padi gabah kering panen dengan harga rata-rata Rp 3.230,00 per kg. Harga paling rendah yaitu 18.000,00 per gedeng, Rp 20.000,00 per gedeng dan paling tinggi Rp 25.000,00 per gedeng.
63
Tabel 25. Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani Penangkar Benih Padi dan Petani Padi Konsumsi yang Dikonversikan ke Dalam Satu Hektar di Desa Gunung Sari Periode Tanam Agustus -November 2012. Komponen A. Penerimaan Tunai (Rp)
Penangkar benih
Petani padi
15.866.631
15.319.525,5
2.176.212,50 18.042.843,75 9.278.396,77 2.059.409 11.337.805,27
2.833.889,2 18.153.414,7 9.508.231,77 3.219.135,60 12.27.367,37
I. R/C Atas Biaya Tunai
8.764.446,98 6.705.038,48 1,94
8.645.182,93 5.426.047,33 1,90
J. R/C Atas Biaya Total
1,59
1,42
B. Penerimaan Diperhitungkan (Rp) C. Total Penerimaan (Rp) D. Biaya Tunai (Rp) E. Biaya Diperhitungkan (Rp) F. Total Biaya (Rp) G. Pendapatan Atas Biaya Tunai (C - D) (Rp) H. Pendapatan Atas Biaya Total (C - F) (Rp)
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
Hasil analisis biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan (non tunai). Nilainya masing-masing dari biaya tunai penangkar benih padi dan petani padi konsumsi adalah sebesar Rp 9.278.396,77 dan Rp 9.508.231,77. Biaya diperhitungkan Rp 2.059.409,00 dan Rp 3.219.135,60. Total biaya petani penangkar lebih kecil dari petani padi konsumsi. Biaya total petani penangkar Rp
11.337.805,27 dan biaya total petani padi konsumsi Rp
12.27.367,37. Hal ini disebabkan karena biaya total dan biaya diperhitungkan petani padi konsumsi lebih besar. Pendapatan merupakan hasil pengurangan dari penerimaan dan biaya. Pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan penerimaan dikurangi biaya tunai, sedangkan pendapatan total penerimaan dikurangi seluruh biaya yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Pendapatan petani penangkar atas biaya tunai petani penangkar lebih besar yaitu Rp 8.764.446,98 dan petani padi konsumsi Rp 8.645.182,93. Selain itu pendapatan atas biaya total petani penangkar lebih besar yaitu petani penangkar Rp 6.705.038,48 dan petani padi konsumsi Rp 5.426.047,33. Hal ini disebabkan karena biaya diperhitungkan petani padi konsumsi lebih besar yaitu pada penggunaan lahan milik petani padi konsumsi kebanyakan lahannya sebagai hak milik.
64
Keberhasilan usahatani petani responden penangkar benih padi dan petani padi konsumsi di Desa Gunung Sari juga dapat digambarkan oleh hasil analisis penerimaan atas biaya yang dikeluarkan (R/C rasio) pada usahatani tersebut. Analisis usahatani ini menunjukkan berapa penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani padi. Nilai R/C rasio yang diperoleh dibedakan berdasarkan biaya tunai dan biaya total, sehingga dalam analisis R/C rasio usahatani padi benih padi maupun usahatani padi konsumsi terdapat R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan R/C rasio atas biaya total dapat diperoleh dari hasil perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian ini dapat dikatakan layak untuk diusahakan karena nilai R/C atas kedua pengelompokan biaya tersebut lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi adalah 1,94 dan 1,90 yang artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani responden sebagai biaya tunai untuk usahataninya dapat menghasilkan tambahan penerimaan sebesar 1,94 dan 1,90 rupiah. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh adalah 1,59 dan 1,42 dengan pengertian setiap pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar 1,59 dan 1,42 rupiah. Nilai R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai lebih tinggi dari R/C atas biaya total. Hal ini dikarenakan biaya tunai lebih kecil dibanding biaya total, biaya tunai hanya terdiri dari biaya tunai sedangkan biaya total terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Untuk perbandingan penerimaan dan R/C ratio penangkaran benih padi lebih besar jika dibandingkan perbandingan R/C ratio padi untuk konsumsi. Biaya tunai dan total petani padi konsumsi lebih besar dari penangkar benih sehingga usahatani penangkaran benih padi lebih menguntungkan jika di bandingkan usahatani padi konsumsi. Hasil produksi petani penangkar benih padi lebih rendah jika dibandingkan
dengan
petani
padi
konsumsi,
namun
petani
penangkar
mendapatkan harga yang lebih tinggi sehingga pendapatan petani penangkar
65
menjadi lebih tinggi dibandingkan petani padi konsumsi. Penyebab pendapatan petani padi konsumsi lebih rendah karena menggunakan sistem bagi hasil dan penerimaan non tunai atau hasil produk yang dikonsumsi sendiri lebih banyak. Hal ini disebabkan karena jumlah tanggungan petani padi konsumsi lebih banyak jika dibandingkan petani penangkar benih padi,
sehingga pendapatan petani
penangkar lebih tinggi jika dibadingkan dengan petani padi konsumsi.
66
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tentang analisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi di Desa Gunung Sari adalah sebagai berikut: 1. Usahatani penangkaran benih padi dan padi konsumsi menguntungkan untuk diusahakan karena penerimaan lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang digunakan. Pendapatan yang dihasilkan untuk penangkar benih padi lebih besar dari petani padi konsumsi. Pendapatan penangkar benih padi atas biaya tunai dan total adalah Rp 8.764.446,98 dan Rp 6.705.038,48. Pendapatan petani padi konsumsi atas biaya tunai dan total
adalah Rp 8.645.182,93 dan Rp
5.426.047,33. 2. Ratio penerimaan dengan biaya penangkar benih padi lebih besar jika dibandingkan petani padi untuk konsumsi, Hal ini disebabkan oleh petani padi konsumsi menggunakan sistem bagi hasil, selain itu jumlah tanggungan petani padi konsumsi lebih banyak dibandingkan petani penangkar benih padi, sehingga hasil produksi yang didapat di konsumsi sendiri oleh petani tersebut. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi adalah 1,94 dan 1,90 dan R/C rasio atas biaya total adalah 1,56 dan 1,42. 7.2. Saran Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini untuk kedua usahatani penangkaran benih padi dan padi konsumsi adalah: 1. Petani penangkar sebaiknya mempertahankan usahatani benih padi untuk dibudidayakan, karena untuk menjaga pasokan benih lokal serta memudahan petani padi konsumsi untuk mendapatkan benih yang berkualitas. 2. Pelatihan yang rutin dari pemerintah untuk meningkatkan kemampuan petani dalam budidaya benih padi dan meningkatkan hasil produktivitas benih, karena produktivitas benih padi masih di bawah produktivitas padi konsumsi.
67
3. Jaminan dari pemerintah agar dapat menampung produksi petani penangkar benih, serta penangkar benih padi dapat menjual semua produksinya sebagai benih padi, tetapi tidak sebagai padi konsumsi. Hal tersebut dilakukan agar pendapatan petani benih padi lebih besar dan tidak terjadi perpidahan penangkar benih padi menjadi petani padi konsumsi.
68
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Data Sosial Ekonomi 2011. Jakarta: BPS Indonesia. DEPTAN. 2010. Analisa Produksi Dan Penggunaan Benih Varietas Unggul Bermutu Padi. Jakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2011. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2011. Bogor. Direktorat Pembenihan. 2010. Pedoman Teknis Produksi Benih Sumber. Jakarta: Direktorat Pembenihan. KEMENTAN. 2011. Analisa Produksi Dan Penggunaan Benih Varietas Unggul Bermutu Padi. Jakarta. Maulana, F. 2011. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih Padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gultom. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Kartasapoetra A. 1986. “Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum”. Bina Aksara. Jakarta. Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih. Yogyakarta: Kanisius. Leliana. 2000. Analisis Manajemen Strategi Perusahaan Benih Padi di PT Sang Hyang Sri [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Permatasari. 2009. Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Peranan Kelembagaan Petani pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
69
Poetriyani, A. 2011. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik dengan Anorganik (Studi Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rachmiyanti. 2009. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) dengan Padi Konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Yustiara. 2011. Evaluasi kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sadjad S. 1975. Dasar - dasar Teknologi Benih. Dalam : Kartasapoetra A. G., Editor. 1986. Teknologi Benih “Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum”. Bina Aksara. Jakarta. Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon, dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas IndonesiaPress. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi (dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas). Rajawali Pers. Jakarta. Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
70
LAMPIRAN
71
Lampiran 1. Luas Lahan, Produtivitas dan Produksi Kabupaten Kogor 2010 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Tenjo Parung Panjang Jasinga Cigudeg Sukajaya Nanggung Rumpin Leuwiliang leuwisadeng Cibungbulang Pamijahan Cimpea Tenjolaya Gunung Sindur Parung Ciseeng Bojong Gede Tajurhalang Kemang Rancabungur Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Megamendung Cisarua Sukaraja Citeureup Babakanmadang Cibinong Gunung Putri Cileungsi Klapanunggal Jonggol Sukamakmur Cariu Tanjungsari
Luas Panen (Ha) 2.968 2.723 3.847 3.752 2.931 2.395 3.789 3.855 2.266 3.597 8.031 2.504 2.604 470 432 1.094 131 186 416 679 1.291 796 1.092 1.452 1.226 2.842 1.589 1.111 436 217 599 542 146 141 1.355 1.904 4.358 4.692 5.085 5.347
Produktivitas (Kwintal/Ha) 51,13 58,50 58,08 61,89 60,44 60,96 59,10 63,27 63,12 64,17 63,43 61,54 60,96 62,49 61,15 61,08 61,45 62,37 61,67 60,30 60,09 60,80 60,43 61,67 60,71 61,93 61,48 61,16 62,05 61,05 61,16 59,98 60,48 52,79 60,18 56,40 59,53 59,52 59,44 59,33
Produksi (Ton) 15.172 15.933 22.344 23.217 17.714 14.599 22.394 24.392 14.302 23.081 50.939 15.409 15.876 2.936 2.645 6.679 803 1.163 2.566 4.097 7.755 4.837 6.601 8.953 7.441 17.600 9.768 6.795 2.707 1.325 3.661 3.250 883 743 8.152 10.738 25.946 27.927 30.224 31.724
Sumber : (Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011)
72
Lampiran 2. Hasil Produksi Padi, Luas Lahan, padi yang dijual dan konsumsi Rumah Tangga Petani Padi Konsumsi Responden
Luas Lahan (m2)
Jumlah Produksi (kg)
Padi yang Dijual (kg)
Konsumsi Rumah Tangga(kg)
1
10000
5675
5200
475
2
3000
1170
742
428
3
2500
1365
1000
365
4
5000
3235
3035
200
5
6600
4225
3525
700
6
10000
5070
3600
1470
7
10000
5395
4915
480
8
7500
4030
3500
530
9
3200
2080
1625
455
10
5500
2925
2275
650
11
1500
407
162
245
12
5000
2700
2025
675
13
4500
3412
2800
612
14
3000
1500
1175
325
15
3000
1865
1700
165
16
3000
1950
1625
325
17
3000
2032
1625
407
18
5000
2700
2200
500
19
1500
585
455
130
20
2500
1170
1048
122
21
4000
2735
2025
710
22
3000
1235
746
489
23
1500
590
423
167
24
7000
4332
4137
195
25
6000
3510
2860
650
26
6000
4290
3900
390
27
3000
1173
975
198
28
5000
2860
2695
165
29
5000
2529
2209
320
30
5000
2375
1975
400
2637.33
2205.9
431.43333
Rata-rata
4693.33 Sumber : Data Primer Diolah (2012)
73
Lampiran 3. Biaya Input-input Produksi Usahatani Petani Padi Konsumsi untuk luas lahan 0,4693 hektar No
Benih (kg)
Nilai (Rp)
Urea (kg)
Nilai (Rp)
Phoska (kg)
Nilai (Rp)
Pupuk kandang (kg)
Biaya (Rp)
Pestisida
1
25
175000
200
400000
150
360000
500
300000
24000
2
6
42000
20
40000
30
72000
500
250000
10000
3
10
70000
30
60000
20
48000
500
250000
12000
4
12
84000
34
68000
150
360000
400
160000
12000
20
140000
50
100000
200
480000
1000
400000
12000
5 6
25
175000
100
190000
300
720000
1000
300000
75000
7
25
175000
100
190000
300
720000
1000
500000
24000
8
15
105000
100
190000
300
720000
1000
500000
36000
9
10
70000
34
68000
100
250000
300
120000
24000
10
20
140000
75
150000
75
187500
700
280000
24000
11
5
35000
17
34000
75
187500
200
80000
12000
12
15
105000
75
150000
100
250000
640
256000
24000
13
15
105000
100
200000
200
500000
600
240000
40000
14
10
70000
100
200000
50
125000
600
240000
12000
15
10
70000
34
68000
100
250000
250
100000
24000
16
10
70000
34
68000
100
250000
350
140000
24000
10
70000
34
68000
100
250000
300
120000
24000
17 18
15
105000
75
150000
100
250000
500
200000
24000
19
5
35000
17
34000
50
125000
200
80000
12000
20
5
35000
17
34000
50
125000
400
160000
12000
21
15
105000
75
150000
100
250000
200
80000
24000
22
10
70000
40
80000
25
62500
700
280000
12000
23
5
35000
14
28000
50
125000
200
80000
12000
24
20
140000
75
150000
120
300000
400
160000
24000
25
15
105000
75
150000
100
250000
340
136000
24000
26
15
105000
65
130000
100
250000
250
100000
24000
27
10
70000
34
68000
50
125000
150
60000
12000
28
15
105000
50
100000
100
250000
500
200000
24000
15
105000
68
136000
80
200000
200
80000
24000
29 30
15
105000
68
136000
100
250000
300
120000
24000
13.43
94,033
60.3
119666
112.5
276416
472.66
199066
22166
Sumber : Data Primer Diolah (2012)
74